Sie sind auf Seite 1von 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN AMPUTASI

disusun guna memenuhi tugas pada Program Pendidikan Profesi Ners

Stase Keperawatan Medikal Bedah

oleh

Chandra Aji Permana, S.Kep.

NIM 072311101062

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2014
LAPORAN PENDAHULUAN
PASIEN DENGAN AMPUTASI
Oleh: Chandra Aji Permana, S.Kep.

1. Kasus (diagnosa medis)


Amputasi
2. Proses terjadinya masalah (pengertian, penyebab, patofisiologi,
tanda&gejala, penanganan)
a. Pengertian

Amputasi berasal dari kata “amputare” yang kurang lebih diartikan

“pancung”. Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh

sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Amputasi adalah pengangkatan atau

pemotongan sebagian anggota tubuh atau anggota gerak yang disebabkan oleh

adanya trauma, gangguan peredaran darah, osteomielitis dan kanker (PSIK

FKUI,2009). Dengan melihat beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan

bahwa amputasi adalah pengangkatan/pemotongan/pembuangan sebagian anggota

tubuh atau anggota garak yang disebabkan oleh adanya trauma, gangguan

peredaran darah, osteomielitis dan kanker melalui proses pembedahan.

Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan

terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak

mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala

kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau

merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi.
Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem

tubuh seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan

sisten cardiovaskuler. Labih lanjut pasien amputasi dapat menimbulkan masalah

psikologis bagi klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan

produktifitas.

b. Penyebab

Indikasi utama bedah amputasi adalah :

1. Iskemia.

Karena penyakit vaskularisasi perifer (sering terjadi sebagai gejala sisa

diabetes militus), gangrene, tumor ganas, infeksi dan arterosklerosis.

Penyakit vaskularisasi perifer merupakan penyebab tertinggi amputasi

ekstremitas bawah (Smeltzer,2002).

2. Trauma.

Dapat diakibatkan karena perang, kecelakaan thermal injury seperti luka

bakar, cedera remuk dan sebagainya.

Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi :

1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.

2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.

3. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.

4. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.

5. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.

6. Deformitas organ.

7. Trauma
Jenis Amputasi

Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :

1. amputasi selektif/terencana

Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat

penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi

dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir

2. amputasi akibat trauma

Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak

direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi

amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.

3. amputasi darurat

Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya

merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma

dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.

Jenis amputasi yang dikenal adalah :

1. amputasi terbuka

2. amputasi tertutup.

Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana

pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama. Amputasi tertutup

dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit

untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 sentimeter

dibawah potongan otot dan tulang.


Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi

perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan

otot/mencegah kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk

penggunaan protese ( mungkin ). Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan

pada klien yang mengalami amputasi maka perawat memberikan asuhan

keperawatan pada klien sesuai dengan kompetensinya.

c. Patofisiologi

Amputasi dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh

dengan metode :

1) Metode terbuka (guillotine amputasi). Metode ini digunakan pada Pasien

dengan infeksi yang mengembang atau berat. Dimana pemotongan

dilakukan pada tingkat yang sama. Bentuknya benar-benar terbuka dan

dipasang drainage agar luka bersih dan luka dapat ditutup setelah tidak

terinfeksi.

2) Metode tertutup. Dilakukan dalam kondisi yang lebih mungkin. Pada

metode ini kulit tepi ditarik atau dibuat skalf untuk menutupi luka, pada

atas ujung tulang dan dijahit pada daerah yang diamputasi.


d. Tanda& Gejala

Manifestasi klinik yang dapat ditemukan pada pasien dengan post operasi

amputasi antara lain :

1) Nyeri akut

2) Keterbatasan fisik

3) Pantom syndrome

4) Pasien mengeluhkan adanya perasaan tidak nyaman

5) Adanya gangguan citra tubuh, mudah marah, cepat tersinggung, pasien

cenderung berdiam diri

e. Komplikasi

Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi dan kerusakan

kulit.Perdarahan dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan dapat

menjadi masif.Infeksi dapat terjadi pada semua pembedahan dengan peredaran

darah yang buruk atau adanya kontaminasi serta dapat terjadi kerusakan kulit

akibat penyembuhan luka yang buruk dan iritasi penggunaan protesis.

f. Penanganan

Penatalaksanaan Amputasi

Tujuan utama pembedahan adalah mencapai penyembuhan luka amputasi

dan menghasilkan sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit

yang sehat . pada lansia mungkin mengalami kelembatan penyembuhan luka

karena nutrisi yang buruk dan masalah kesehatan lainnya.


Percepatan penyembuhan dapat dilakukan dengan penanganan yang

lembut terhadap sisa tungkai, pengontrolan edema sisa tungkai dengan balutan

kompres lunak (rigid) dan menggunakan teknik aseptik dalam perawatan luka

untuk menghindari infeksi.

a. Balutan rigid tertutup

Balutan rigid adalah balutan yang menggunakan plaster of paris yang dipasang

waktu dikamar operasi.Pada waktu memasang balutan ini harus direncanakan

apakah penderita harus imobilisasi atau tidak dan pemasangan dilengkapi tempat

memasang ekstensi prosthesis sementara (pylon) dan kaki buatan.Balutan ini

sering digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan

lunak dan mengontrol nyeri dan mencegah kontraktur.Kaoskaki steril dipasang

pada sisi steril dan bantalan dipasang pada daerah peka tekanan. Sisa tungkai

(punting) kemudian dibalut dengan gips elastic yang ketika mengeras akan

memberikan tekanan yang merata. Hati-hati jangan sampai menjerat pembuluh

darah.Gips diganti sekitar 10-14 hari. Bila terjadi peningkatan suhu tubuh, nyeri

berat atau gips mulai longgar harus segara diganti.

b. Balutan lunak.

Balutan lunak dengan atau tanpakompresi dapat digunakan bila diperlukan

inspeksi berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan.Bidai imobilisasi dapat

dibalutkan pada balutan.Hematoma puntung dikontrol dengan alat drainase luka

untuk meminimalkan infeksi.


c. Amputasi bertahap

Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi. Pertama-tama

dilakukan amputasi guillotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan

sepsis. Luka didebridemen dan dibiarkan mengering.Jika dalam beberapa hari

infeksi telah terkontrol dank lien telah stabil, dilakukan amputasi definitife dengan

penutupan kulit.

d. Protesis.

Kadang diberikan pada hari pertama pasca bedah sehingga latihan segera dapat

dimulai.Keuntungan menggunakan protesis sementara adalah membiasakan

Pasien menggunakan protesis sedini mungkin.Kadang protesis darurat baru

diberikan setelah satu minggu luka sembuh.Pada amputasi, untuk penyakit

pembuluh darah proteis sementara diberikan setelah 4 minggu.Protesis ini

bertujuan untuk mengganti bagian ekstremitas yang hilang.Artinya defek system

musculoskeletal harus diatasi, temasuk defek faal.Pada ekstremitas bawah, tujuan

protesis ini sebagian besar dapat dicapai.Sebaliknya untuk ekstremitas atas tujuan

itu sulit dicapai, bahkan dengan tangan miolektrik canggih yang bekerja atas

sinyal miolektrik dari otot biseps dan triseps.

Pemeriksaan penunjang:

Pemeriksaan diagnostik

a. Foto rontgen untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang

b. CT Scan untuk mengidentifikasi lesi neoplastik, osteomielitis, dan

pembentukan hematoma.
c. Aniografi dan pemeriksaan aliran untuk mengevaluasi perubahan

sirkulasi/perfusi jaringan dan membantu memperkirakan potensi

penyembuhan jaringan setelah amputasi.

d. Ultrasound Doppler, flowmetri Doppler dilakukan untuk mengkaji dan

mengukur aliran darah

e. Tekanan O2 transkutaneus untuk member peta pada area perfusi paling besar

dan paling kecil dalam ketrelibatan ekstremitas.

f. Termografi untuk mengukur perbedaan suhu pada tungkai iskemik di dua sisi

dari jaringan kutaneus ketengah tulang. Perbedaan yang rendah antara dua

pembacaan, makin besar untuk sembuh.

g. Plestimografi untuk mengukur TD segmental bawah terhadap ekstremitas

bawah mengevaluasi aliran darah arterial.

h. LED, peningkatan mengidentifikasikan respon inflamasi.

i. Kultur luka untuk mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab.

j. Biopsi, menginformasi diagnosis massa/benigna.

k. Hitung darah lengkap/diferensial, peninggian dan pergeseran ke kiri diduga

proses infeksi.

g. Pencegahan

1. Mengajarkan klien tentang hidup sehat

2. Pemeriksaan kesehatan teratur untuk deteksi penyakit diabetes melitus, dan

mengajarkan perawatan kaki

3. Memberitahu kebiasaan berkendara yang aman

4. Memberitahu tentang penggunaan mesin industri dengan prinsip K-3


a. Pohon masalah

b. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji

A. Pengkajian
1. Biodata
2. Keluhan Utama: Keterbatasan aktivitas, gangguan sirkulasi, rasa nyeri dan
gangguan neurosensori
3. Riwayat kesehatan Masa Lalu: kelainan muskuloskeletal (jatuh, infeksi,
trauma dan fraktur), cara penanggulangan dan penyakit (diabetes melitus)
4. Riwayat kesehatan sekarang: kapan timbul masalah, riwayat trauma,
penyebab, gejala (tiba tiba/perlahan), lokasi, obat yang diminum, dan cara
penanggulangan.
5. Pemeriksaan Fisik: keadaan umum dan kesadaran, keadaan integumen (kulit
dan kuku), kardiovaskuler (hipertensi dan takikardia), neurologis (spasme
otot dan kebas atau kesemutan), keadaan ekstremitas, keadaan rentang gerak
dan adanya kontraktur, dan sisa tungkai (kondisi dan fungsi).
6. Riwayat Psikososial: reaksi emosional, citra tubuh, dan sistem pendukung
7. Pemeriksaan diagnostik: rontgen (lokasi/luas), Ct scan, MRI, arteriogram,
darah lengkap dan kreatinin.
8. Pola kebiasaan sehari-hari: nutrisi, eliminasi, dan asupan cairan.
9. Aktifitas / Istirahat
Gejala : keterbatasan actual / antisipasi yang dimungkinkan oleh kondisi /
amputasi
10. Integritas Ego
Gejala : masalah tentang antisipasi perubahan pola hidup, situsi financial,
reaksi orang lain, perasaan putus asa, tidak berdaya
Tanda : ansietas, ketakutan, peka, marah, menarik diri, keceriaan semu
11. Seksualitas
Gejala : masalah tentang keintiman hubungan
12. Interaksi Sosial
Gejala : masalah sehubungan dengan kondisi tentang peran fungsi, reaksi
orang lain

1. Diagnosis keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan luka amputasi, pasca pembedahan
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal
dan nyeri
3. Gangguang citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur tubuh
4. Risiko Infeksi berhubungan dengan port de entrée luka pasca-bedah

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai


penyakit, pengobatan dan perawatan
2. Rencana tindakan keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Rencana Tindakan
1 Nyeri berhubungan dengan NOC NIC
luka amputasi, pasca Rasa nyaman terpenuhi dan nyeri 1) Kaji lokasi, intensitas dan tupe nyeri sebagi
pembedahan berkurang 3 x 24 jam
observasi penyebaran nyeri
Kriteria Hasil:
Klien melaporkan penurunan nyeri Rasional : nyeri merupakan pengalaman subjek
- skala nyeri 0 - 1 yang hanya dapat di gambarkan oleh klien
- dapat mengidentifikasi aktivitas sendiri
yang meningkatkan atau 2) Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan
menurunkan nyeri pereda nyeri nonfarmakologis dan non
- klien menunjukan perilaku yang invasive
lebih rileks Rasional : Pendekatan dengan menggunakan
relaksasi dan nonfarmakologis lainnya telah
menunjukan keefektifan dalam mengurangi
nyeri.
3) Istirahatkan leher, atur posisi fisiologis dan
pasang ban leher
Rasional : posisi fisiologis akan mengurangi
kompresi saraf leher
4) Lakukan masase pada otot leher
Rasional : masase ringan dapat meningkatkan
aliran darah dan membantu suplai darah dan
oksigen ke area nyeri leher
5) Ajarkan teknik relaksasi pernafasan dalam
ketika nyeri muncul
Rasional : meningkatkan asupan oksigen
sehingga menurunkan nyeri sekunder akibat
iskemia
6) Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri
Rasional : distraksi dapat menurunkan stimulus
nyeri
7) Berikan analgesic sesuai terapi dokter dan
kaji keefektivitasannya
Rasional : analgesic mampu mnegurasngi rasa
nyeri; bagaimana reaksi terhadap nyeri yang
diderita klien
2 Gangguan mobilitas fisik NOC NIC
berhubungan dengan klien dapat melakukan mobilisasi 1) Kaji kemampuan mobilitas dan observasi
kerusakan musculoskeletal dan secara optimal dan mampu
terhadap peningkatan kerusakan
nyeri teradaptasi dalam waktu 7 x 24 jam
Kriteria Hasil: Rasional : mengetahui tingkat kemampuan klien
- klien dapat ikut serta dalam
dalam melakukan aktivitas
program latihan
2) Bantu klien melakukan ROM, dan
- klien terlihat mampu melakukan
perawatan diri sesuai toleransi
mobilisasi secara bertahap
Rasional : latihan ROM yang optimal mampu
- mempertahankan koordinasi dan
menurunkan atrofi otot, memperbaiki
mobilitas sesuai tingkat optimal
sirkulasi perifer dan mencegah kontraktur
3) Pantau keluhan nyeri dan adanya tanda-
tanda deficit neurologis
Rasional : peran perawat dalam pemantauan
dapat mencegah terjadinya hal yang lebih
parah seperti henti jantung – paru akibat
kompresi batang otak dan korda
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
OAT
Rasional : OAT akan mengobati penyebab dasar
spondilitis TB

3 Gangguan citra tubuh NOC NIC


berhubungan dengan Klien dapat mengekpresikan 1) Berikan kesempatan pada klien untuk
perubahan struktur tubuh perasaanya dan dapat menggunakan mengungkapkan perasaan.
koping adaptif
Rasional : meningkatkan harga diri klien dan
Kriteria Hasil:
Klien dapat mengungkapkan membina hubungan saling percaya dengan
perasaannya dan dapat menggunakan mengungkapkan perasaan dapat membantu
keterampilan koping yang poeotif
penerimaan diri
dalam mengatasi perubahan citra
2) Bersama-sama klien mencari alternatif
koping yang positif
Rasional : dukungan perawat pada klien dapat
meningkatkan rasa percaya diri klien
3) Kembangkan komunikasi dan bina
hubungan antara klien kluarga dan teman
serta berikan aktifitas rekreasi dan
permainan guna mengatasi perubahan body
image
Rasional : memberikan semangat bagi klien agar
dapat memandang dirinya secara positif dan
tidak merasa rendah diri

4 Risiko Infeksi berhubungan NOC NIC


dengan port de entrée luka Tidak terjadi tanda-tanda infeksi 1) Pantau tanda/ gejala infeksi
pasca-bedah Kriteria Hasil:
Rasional : mengidentifikasi dini infeksi
- Terbebas dari tanda atau gejala
2) Kaji faktor yang meningkatkan serangan
infeksi
infeksi
- Menunjukan hygiene yang
Rasional : Menggambarkan faktor yang
adekuat
menunjang penularan infeksi
- Menggambarkan faktor yang
3) Berikan terapi antibiotik, bila diperlukan
menunjang penularan infeksi
Rasional : Mencegah Infeksi

5 Kurang pengetahuan NOC NIC


berhubungan dengan Klien dan Keluarga dapat memahami 1) Diskusikan tentang pengobatan
kurangnya informasi mengenai cara perawatan di rumah
Rasional : meminimalisasi kesalahan klien dan
penyakit, pengobatan dan Kriteria Hasil:
perawatan - Klien dapat memperagakan keluarga dalam penggunaan obat
pemasangan dan perawatan 2) Tekankan pentingnya lingkungan yang aman
brace atau korset untuk mencegah resiko cidera
- Mengekspresikan pengertian Rasional : Meningkatkan kewaspadaan klien
tentang jadwal pengobatan maupun keluarga terhadap faktor – faktor
- Klien mengungkapkan resiko yang dapat memperparah kondisi
pengertian tentang proses klien
penyakit, rencana pengobatan 3) Tingkatkan kunjungan tindak lanjut dengan
dan gejala kemajuan penyakit dokter
Rasional : mendeteksi kondisi perkembangan
klien secara dini
3. Daftar pustaka

1. Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah .


Jakarta : EGC
2. Davey, Pattrick. 2005. At a Glace Medicine. Jakarta : Erlangga
3. Muttaqin, A. (2008). Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal: Aplikasi
pada Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta: EGC.
4. Nanda Internasional. 2011. Diagnosis Keperwatan Definisi &
Klasifikasi 2012. Jakarta : EGC
5. Ningsih, Nurna. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika
6. Price & Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta : EGC
7. Rasyad, Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar :
Bintang Lamumpatue

Das könnte Ihnen auch gefallen