Sie sind auf Seite 1von 19

ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN KATARAK

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas KMB 2

Disusun oleh :
NURDEWI

PROGRAM DIII KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES JAMBI
TAHUN 2018
BAB I
KATARAK

A. PENGERTIAN

Mata merupakan organ yang sangat canggih yang menjadi satu – satunya alat untuk bisa mengetahui
dan melihat apa yang terjadi di sekeliling kita. Lensa mata terbentuk dari air dan molekul protein.
Dengan bertambahnya usia, molekul – molekul menjadi rapat satu sama lain, sehingga menjadi awal
dari terbentuknya kabut di area lensa dan menghalangi cahaya untuk mencapai bagian retina atau
kata lain mengaburkan pandangan.

Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus cahaya menjadi keruh
atau opasitas lensa kristalina. Istilah katarak berasal dari bahasa yunani yang berarti air terjun,
karena orang yang menderita karatak memiliki penglihatan yang kabur, seolah – olah di batasi air
terjun. Pada mata sehat, lensa yang jernih berfungsi meneruskan sinar atau cahaya ke dalam mata,
sehingga mata dapat memfokuskan objek dari jarak yang berbeda – beda. Sebaliknya pada penderita
katarak, lensa mata yang keruh menyebabkan jalannya sinar berkurang atau terlambat, sehingga
lensa tidak dapat memfokuskan sinar yang masuk.( Suddart, brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Vol.3. EGC. Jakarta ).

B. ETIOLOGI

Ada beberapa faktor yang menyebabkan terbentuknya katarak, faktor diantaranya :

-Sejarah keluarga

-Proses penuaan dan congenital

-Penyakit sistemik seperti Diabetes dan Hipoparatiroidisme

-Luka pada mata ( trauma benda tumpul maupun tajam )

-Obat penyakit terutama korticosteroid dalam jangka yang panjang

-Pemajanan sinar matahari yang berlebihan

-Riwayat operasi mata

-Kelainan mata lain

-Alkohol dan merokok

C. FISIOLOGI

Saraf optikus atau urat saraf cranial kedua adalah saraf sensorik untuk penglihatan. Saraf ini timbul
dari sel – sel ganglion dalam retina yang bergabung untuk membentuk saraf optikus. Saraf ini
bergerak kebelakang secara medial dan melintas kanalis optikus memasuki rongga kranium lantas
kemudian menuju khiasma optikum. Saraf penglihatan memiliki tiga pembungkus yang serupa
dengan yang ada pada meningen otak. Lapisan luarnya kuat dan fibrus serta bergabung dengan
sclera, lapisan tengah halus seperti arakhoid. Sementara lapisan dalam adalah vaskuler
( mengandung banyak pembuluh darah ).

Pada saat serabut - serabut itu mencapai khiasma optikum, maka separuh dari serabut – serabut itu
akan menuju ke traktus optikus sisi seberangnya, sementara separuh lagi menuju traktus optikus sisi
yang sama. Dengan perantara serabut – serabut ini, maka setiap serabut – serabut nervus optikus di
hubungkan dengan dua organ penglihatan. Bola mata terletak dalam tulang orbita, serta di lindungi
oleh sejumlah struktur seperti kelopak mata, alis, konjunktiva dan alat – alat lakrimal ( apparatus
lakrimalis ).

D.PATOFISIOLOGI

Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transfaran, berbentuk seperti kancing
baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Pada zona sentral terdapat nucleus, diperifer ada
korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya
usia, nucleus mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat
densitas seperti duri dianterior dan posterior nucleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan
bentuk katarak yang paling bermakna nampak seperti kristal salju pada jendela.

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan pada
serabut halus multiple ( zunula ) yang memanjang dari badan silier kesekitar daerah diluar lensa,
misalnya, dapat menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa
dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya
cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnyai lensa normal terjadi disertai influk air
kedalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar.
Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari
degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak.

Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda. Dapat disebabkan
oleh kejadian trauma maupun sistemis, seperti diabetes, namun sebenarnya merupakan konsekuensi
dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak berkembang secara kronis dan matang, ketika
orang memasuki decade ketujuh. Katarak dapat bersifat congenital dan harus diidentifikasi awal,
karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen.
Factor yang paling sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet B, obat-
obatan, alcohol, merokok, diabetes dan asupan vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu
yang lama.

E. MANIFESTASI KLINIS

Katarak didiagnosis terutama dengan gejala subyektif. Biasanya pasien melaporkan penurunan
ketajaman penglihatan dan silau serta gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan
karena kehilangan penglihatan. Temuan obyektif biasanya meliputi pengembunan seperti mutiara
keabuan pada pupil sehingga retina tidak akan nampak dengan oftalmoskop.
Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan
tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan kabur atau redup,
menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat dimalam hari. Pupil
yang normalnya hitam akan nampak kekuningan, abu-abu atau putih. Katarak biasanya terjadi terjadi
selama bertahun-tahun, dan ketika katarak sudah sangat memburuk, lensa koreksi yang lebih kuat
pun tidak akan mampu memperbaiki penglihatan.

Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan strategi untuk menghindari silau yang
menjengkelkan yang disebabkan oleh cahaya yang salah arah. Misalnya, ada yang mengatur ulang
perabot rumahnya sehingga sinar tidak akan langsung menyinari mata mereka. Ada yang
mengenakan topi yang berkelapak lebar atau kaca mata hitam dan menurunkan pelindung cahaya
saat mengendarai mobil pada siang hari.

F. EVALUASI DIAGNOSTIK

-Uji mata dengan test snellen

-Keratometri ( pengukuran lengkung kornea )

-Pemeriksaan lampu slit

-Oftalmokopis ( pemeriksaan mata dengan tujuan diagnostik yang dilakukan untuk mengukur refraksi
)

-A-scan ultrasound

-Hitung sel endotel,bila sel endotel 2000 sel/mm³ bisa dilakukan fakoemulsifikasi dan implantasi IOL

G. PENATALAKSANAAN

Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga
mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit seperti glaucoma dan
uveitis. Tingkat keberhasilan pada katarak usia lanjut 90%, sedangkan komplikasi yang mungkin
akibat operasi adalah glaucoma, ablasio retina, perdarahan vitreus, infeksi atau pertumbuhan epitel
ke kamera okuli anterior. Katarak kongenital harus dideteksi dini karena bila menutupi aksis visual
harus segera dioperasi mencegah ambliopia.

Tehnik yang umum dilakukan adalah ekstraksi katarak ekstra kapsular, dimana isi lensa dikeluarkan
melalui pemecahan atau perobekan kapsul lensa anterior sehingga korteks dan nukleus lensa dapat
dikeluarkan melalui robekan tersebut. Namun dengan tehnik ini dapat timbul penyulit katarak
sekunder. Dengan tehnik ekstraksi katarak intrakapsular tidak terjadi katarak sekunder karena seluruh
lensa bersama kapsul dikeluarkan, dapat dilakukan pada katarak usia lanjut yang matur dan zonula
zinn telah rapuh, namun tidak boleh dilakukan pada pasien berusia kurang dari 40 tahun, katarak
ematur, yang masih memiliki zonula zinn. Dapat pula dilakukan tehnik ekstra kapsular dengan
fakoemulsifikasi yaitu fragmentasi nukleus lensa dengan gelombang ultrasonik, sehingga hanya
diperlukan insisi kecil dimana komplikasi paska operasi lebih sedikit dan rehabilitasi penglihatan
pasien meningkat.
Sebaiknya ditanam lensa intraokular pada saat pembedahan sehingga tidak perlu memakai kacamata
afakia yang tebal atau lensa kontak. Kontraindikasi pemasangan lensa intraokular adalah uveitis
berulang, retnopati diabetik proliferatif, rubeosis iridis, dan glaukoma neovaskuler.

Penatalaksanaan paska operasi terutama ditujukan untuk mencegah infeksi dan terbukanya luka
operasi. Pasien diminta tidak banyak bergerak dan menghindari mengangkat beban berat selama
sebulan. Mata ditutup selama beberapa hari atau dilindungi dengan kacamata atau pelindung pada
siang hari. Selama beberapa minggu harus dilindungi dengan pelindung logam pada malam hari.
Kacamata permanen diberikan 6-8 minggu setelah operasi.

H. KOMPLIKASI

Komplikasi yang mungkin terjadi pada gangguan oftalmik traumatic, bedah atau trauma meliputi :

1.Infeksi struktur okuler

2.Ablasio retina

3.Hipertensi intraokuler

4.Pembentukan katarak sekunder

5.Perforasi bola mata


BAB II
TINJAUAN KASUS

KASUS

Ny. S umur 56 tahun datang ke rumah sakit pada tanggal 13 maret 2010, dengan keluhan penurunan
ketajaman penglihatan dan silau, pandangan kabur atau redup, susah melihat pada malam hari, serta
pengembunan seperti mutiara keabuan pada kedua pupil mata. Pasien tampak gelisah dan
mengatakan 1 Tahun yang lalu pernah mengalami konjungtivitis. Di RS pasien di periksa dan di
diagnosa menderita katarak. Pasien mengungkapkan tidak tahu banyak mengenai penyakitnya.

A. PENGKAJIAN

1. Identitas

a) Identitas Pasien

Nama : Ny . S

Umur : 56 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Agama : Islam

Alamat : Jl. Cendana No.9, Yogyakarta

Kebangsaan : Indonesia

b) Identitas penangung jawab

Nama : Tuan X

Umur : 60 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam

Alamat : Jl. Cendana No.9, Yogyakarta

Hub. Dengan pasien : Suami

2. Data Umum

a) Keluhan Utama
Pasien mengatakan saat melihat mata terasa kabur.

b) Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengatakan pandangan mata kabur sejak 2 tahun yang lalu, sering ditetesi dengan obat tetes
mata tapi pandangan masih tetap kabur.

c) Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengatakan pernah mengalami konjungtivitis setahun yang lalu.

d) Riwayat Penyakit Keluarga

Dari keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.

3. Pola fungsi kesehatan

a) Pola Aktifitas

- Sebelum sakit

Aktivitas seperti : mandi, berpakaian, eliminasi, mobilisasi di tempat tidur, merapikan rumah,
ambulansi, dan makan tidak ada gangguan, semua bisa dilakukan sendiri oleh pasien.

- Saat Sakit

Pasien merasa tidak mampu merapikan rumah lagi karena penglihatannya kabur, sedangkan untuk
kegiatan yang lain bisa dilakukan sendiri tanpa bantuan dari orang lain.

b) Pola Nutrisi dan Metabolik

- Sebelum Sakit

Pasien makan 3 kali sehari dengan lauk tempe dan sayur, jarang makan buah – buahan.Minum air teh
kalau pagi dan dalam sehari minum air putih sebanyak 6 gelas/ hari, nafsu makan normal.

- Saat Sakit

Pasien mengatakan makan dan minum tidak mengalami perubahan.

c) Pola Istirahat dan Tidur

- Sebelum Sakit

Pasien mulai tidur malam jam 21.00 selama 8 jam, Kualitas tidur nyenyak.

- Saat Sakit

Pasien tidur selama 6 jam saat tidur pada waktu malam hari, tidur nyenyak
d) Pola Eliminasi

- Sebelum Sakit

BAB 1-2 kali sehari, BAK 4-5 kali sehari.

- Saat Sakit

BAB 1-2 kali sehari, BAK 4-5 kali sehari.

e) Pola Koping

- Sebelum Sakit

Pandangan pasien terhadap masa depan sangat optimistis, tidak ada perasaan kehilangan.

- Saat Sakit

Masalah utama pasien selama masuk RS adalah masalah keuangan karena pasien harus di operasi
sehingga memerlukan biaya yang besar. Sedangkan pandangan terhadap masa depan agak
pesimistis.

f) Pola Kognitif Perseptual

- Sebelum Sakit

Status mental: Sadar, Bicara : Normal, Pendengaran : Normal, Penglihatan : Normal.

- Saat Sakit

Status mental: Sadar, Bicara : Normal, Pendengaran : Normal, Penglihatan : Terganggu dan kabur.
Visus : 20/40 ft (normal : 20/20 ft )

g) Pola Konsep Diri

- Sebelum Sakit

Harga diri, ideal diri, identitas diri, gambaran diri, dan peran diri tidak terganggu.

- Saat Sakit

Harga diri, ideal diri, dan identitas diri tidak terganggu sedangkan gambaran diri terganggu karena
ada warna putih keabuan pada mata, peran diri terganggu karena pasien merasa tidak dapat
melakukan pekerjaannya dengan baik.

h) Pola Peran Berhubungan

- Sebelum Sakit

Pasien menikah, tapi tidak bekerja karena telah pensiun, suaminya sangat mendukungnya.
- Saat Sakit

Pasien menikah, tapi tidak bekerja karena telah pensiun, suaminya sangat mendukungnya untuk
berobat ke RS.

I) Pola Seksual

- Sebelum Sakit

Pasien melakukan hubungan seksual dengan suami, pasien telah menopause

- Saat Sakit

Pasien tidak melakukan hubungan seksual dengan suami. Pasien telah menopause.

j) Pola Nilai dan Kepercayaan

Sebelum dan saat sakit pasien selalu yakin dengan berdoa dan berusaha percaya bahwa sakitnya bisa
sembuh dan dia dapat pulih kembali.pasien beragama islam.

4. Pemerikasaan Fisik

a)Tanda-tanda vital

Tekanan darah : 140/90 mmHg

Suhu : 37 0C

Respirasi : 20 x/menit

Nadi : 60 x/menit

b)Keadaan Umum

1.Kesan umum : baik

2.Wajah : baik

3.Kesadaran : CM

4.Umur : 56 tahun

5.Bicara : jelas dan lancar

6.Pakaian, kerapian dan kebersihan badan : bersih dan rapi.

c)Status gizi : baik


d)Berat badan : 75 kg, Tinggi badan : 160 cm.

e)Kulit, rambut, kuku

1.Inspeksi : warna kulit normal, tidak ada lesi, bentuk kuku normal.

2.Palpasi : turgor kulit normal, tidak ada edema.

f)Kepala

1.Inspeksi : muka simetris, kulit kepala normal, rambut normal.

2.Palpasi : kulit kepala normal

g)Mata

1.bentuk bola mata, kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea, iris semua normal

2.pupil : ada warna keabuan

3.ada penurunan ketajaman penglihatan dan silau terhadap cahaya.

Visus : 20/40 ft (normal : 20/20 ft )

h)Telinga

1.Inspeksi : daun telinga dan liang telinga normal

2.Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada prosessus mastoideus

i)Hidung

bentuk normal, tidak ada sekret, tidak ada perdarahan dan penyumbatan.

j)Mulut

tidak ada stomatitis ataupun sianosis, tidak ada lubang pada gigi, tidak ada karang gigi, tidak ada
tonsilitis.

k)Leher

bentuk normal, warna kulit normal, tidak ada pembengkakan, tidak ada pembengkakan kelenjar
tiroid.

l)Dada dan paru-paru


1.Inspeksi : bentuk normal ( Diameter anteroposterior dalam proporsi terhadap diameter lateral
adalah 1:2 ), kulit normal

2.Palpasi : tidak ada benjolan dan tidak ada nyeri tekan

3.Perkusi : normal ( Resonan )

4.Auskultasi : sonor dan suara nafas : vesikuler

m)Jantung : normal

n)Abdomen

1.Inspeksi : bentuk normal dan simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada distensi

2.Auskultasi : peristaltik 29 x/menit (normal 5-35 x/ menit)

3.Perkusi : normal ( timpani pada lambung, dan pekak pada hepar )

4.Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak ada pembengkakan, tidak ada distensi

o)Anus dan rectum : normal tidak ada hemoroid

p)Alat kelamin : tidak ada gangguan (normal)

q)muskuloskeletal

1.otot : normal ( kekuatan otot ekstremitas ka-ki adalah 5, kontraksi normal)

2.tulang : tidak ada deformitas ( kurva normal tulang belakang : konveks pada bagian dada, konkaf
sepanjang leher dan pinggang ) tidak ada pembengkakan, tidak ada edema, tidak ada nyeri tekan,
tidak ada krepitasi.

3.Persendian :normal ( sendi bergerak secara halus) tidak ada nyeri tekan, tidak ada bengkak, tidak
ada kekakuan sendi.

r)Neurologi : normal ( kesadaran : CM, GCS=15, refleks normal, sensasi dan integrasi normal )

5. Pemeriksaan penunjang :

Test tajam penglihatan

Pemeriksaan oftalmoskopi
B. ANALISA DATA

No symptom Etiologi Problem

1.

Do : lensa mata pasien tampak keruh. Kedua pupil tampak terlihat keabuan.

Ds : pasien mengeluh pandangan kabur / redup dan ketajaman penglihatan menurun dan silau,
pasien susah melihat pada malam hari.

perubahan penerimaan sensori atau status organ indera penglihatan.

Gangguan sensori persepsi (visual)

Do : pasien tampak cemas.

Ds : pasien mengatakan gelisah dengan penyakitnya.

Perubahan dalam status kesehatan.

cemas

Do : -

Ds : pasien mengungkapkan tidak tahu banyak mengenai penyakitnya.

Tidak familiar dengan sumber informasi

Kurang pengetahuan.

Do : pasien tampak kurang percaya diri

Ds : pasien mengatakan malu dengan penyakitnya

Gangguan gambaran diri

Harga diri rendah


C.DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.Gangguan sensori persepsi (visual) b.d Perubahan penerimaan sensori atau status organ indera
penglihatan.

2.Cemas b.d Perubahan dalam status kesehatan.

3.Kurang pengetahuan b.d Tidak familiar dengan sumber informasi.

4.Harga diri rendah b.d Gangguan gambaran diri

D. INTERVENSI KEPERAWATAN

No

Dx Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)

NOC : Vision Compensation Behavior (1611)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan Px dengan KH :

(161102) Posisikan diri untuk meningkatkan penglihatan.

(161103) Anjurkan anggota keluarga untuk menggunakan teknik meningkatkan penglihatan

(161107) Gunakan alat bantu penglihatan

(161105) gunakan kacamata

Criteria NOC :

1.Tidak dilakukan sama sekali

2.Jarang dilakukan

3.Sedang dilakukan

4.Sering dilakukan

5.Selalu dilakukan

NIC : EYE CARE (1650)

-Monitor adanya kemerahan dan adanya eksudat

-Tentukan derajat penurunan penglihatan atau tes tajam penglihatan

-Instruksikan pasien untuk tidak menyentuh matanya

-Monitor refleks kornea

-Anjurkan pasien untuk menggunakan kacamata katarak

-Lakukan tindakan untuk membantu pasien menangani keterbatasan penglihatan.

-Dorong pasien untuk mengekspresikan perasaan tentang kehilangan penglihatan.


2

NOC : Anxiety Control (1402)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan Px dengan KH :

(140206) Adanya penggunaan strategi koping yang efektif

(140207) R dalam rentang normal

(140211) Adanya peningkatan hubungan sosial

(140214) Px merasa senyaman dengan keadaannya

(1402170) Px tampak tenang

Criteria NOC :

1. Tidak dilakukan sama sekali

2. Jarang dilakukan

3. Sedang dilakukan

4. Sering dilakukan

5. Selalu dilakukan

NIC : Anxiety Reduction (5820)

- Berusaha memahami keadaan klien

- Beri informasi tentang diagnosa dan tindakan

- Gunakan pendekatan yang menenangkan

- Identifikasi tingkat kecemasan

- Bantu pasien mengenal situasi yang menunjukkan kecemasan

- Dorong pasien mengungkapkan perasaan dan ketakutan

- Berikan obat untuk mengurangi kecemasan

- Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan

- Instruksikan pasien untuk menurunkan cemas dengan teknik relaksasi

Coping Enhancement (5830)

- Gunakan pendekatan yang tenang dan memberi jaminan

- Hargai dan diskusikan alternatif respon terhadap situasi

- Dukung keterlibatan keluarga dengan cara yang tepat

- Hargai pemahaman pasien tentang proses penyakit

- Dukung penggunaan mekanisme defensive yang tepat


- Sediakan pilihan yang realistic tentang aspek perawatan saat ini

NOC : Knowledge Disease Process (1803)

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan Px dengan KH :

(180302) Mendiskripsikan proses penyakit

(180303) Mendiskripsikan faktor penyebab

(180309) Mendiskripsikan komplikasi

(180311) Mendiskripsikan tindakan pencegahan untuk mencegah komplikasi

Criteria NOC :

1. Tidak dilakukan sama sekali

2. Jarang dilakukan

3. Sedang dilakukan

4. Sering dilakukan

5. Selalu dilakukan

NIC : Teaching Disease Process (5602)

-berikan penilaian tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang specifik

-jelaskan patofisiologi penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi

-gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit

-gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat

-diskusikan pilihan terapi atau penanganan

-instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan
kesehatan dengan cara yang tepat

-diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi yang akan
datang

NOC : Body image ( 1200 )

Setelah dilakukan tindakan askep dalam 3 x 24 jam diharapkan pasien bisa menerima dirinya.dengan
criteria hasil :

-Menerima bagian tubuh yang mengalami gangguan

-puas dengan penampilan tubuh


-Puas dengan fungsi tubuh

Kriteria NOC :

1. Tidak dilakukan sama sekali

2. Jarang dilakukan

3. Sedang dilakukan

4. Sering dilakukan

5. Selalu dilakukan

NIC : Self estem enhancement (5400)

-monitor pernyataan pasien tentang dirinya

-Bantu pasien untuk meningkatkan penilaian dirinya terhadap penghargaan dirinya

-Bantu pasien untuk meningkatkan kepercayaan dirinya

-Berikan dorongan kuat untuk pasien

-Dorong kontak mata dalam komunikasi dengan semua orang

-Berikan pendidikan kesehatan kepada keluarga

-Berikan pendidikan kesehatan pada klien tentang penyakit

E. IMPLEMENTASI

-Menyarankan pasien untuk tidak menyentuh matanya

-Melakukan tes tajam penglihatan ( test SNELLEN )

-Memonitor refleks kornea

-Menganjurkan pasien untuk menggunakan kacamata katarak

-Melakukan tindakan untuk membantu pasien menangani keterbatasan penglihatan mengurangi


pencahayaan secara langsung )

-Mendorong pasien untuk mengekspresikan perasaan tentang kehilangan penglihatan.

-memberi informasi tentang diagnosa dan tindakan

-menggunakan pendekatan yang menenangkan ( melakukan komunikasi terapeutik )

-mengidentifikasi tingkat kecemasan

-membantu pasien mengenal situasi yang menunjukkan kecemasan ( misal : tindakan pembedahan )

-mendorong pasien mengungkapkan perasaan dan ketakutan

-memberikan obat untuk mengurangi kecemasan ( STELAZIN yang mengandung trifluoperazina 2


mg/kapsul, dosis 2x sehari peroral )
-menginstruksikan pasien untuk menurunkan cemas dengan teknik relaksasi ( mental imagery yaitu
pasien diajak relaksasi dengan membayangkan dirinya pada suatu tempat yang menyenangkan )

-memberikan penilaian tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang specifik

-menjelaskan patofisiologi penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi

-mendiskusikan pilihan terapi atau penanganan (tanyakan kepada pasien mau dilakukan terapi bedah
atau tidak)

-menjelaskan pada pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan
kesehatan dengan cara yang tepat

-mendiskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi yang
akan datang.

-membantu pasien untuk meningkatkan penilaian dirinya terhadap penghargaan dirinya

-membantu pasien untuk meningkatkan kepercayaan dirinya

-memberikan dorongan kuat untuk pasien

-memdorong kontak mata dalam komunikasi dengan semua orang

-memberikan pendidikan kesehatan kepada klien tentang penyakit dan kepada keluarga

E. EVALUASI

1.14 JUNI 2018

S = Pasien mengatakan kedua mata tidak mampu melihat

O = Pasien tampak kesulitan melihat pada tes tajam penglihatan

A = Masalah belum teratasi.

P = Lanjutkan intervensi : Pantau status tajam penglihatan pasien

2.15 JUNI 2018

S = Pasien dapat menerima keadaan yang dihadapi, pasien mengatakan sudah baikan

O = TD normal ( 120/80 mmHg ), nadi normal (80 x/menit), klien tampak rileks dan tidak gelisah,
klien dapat menjalin hubungan baik dengan perawat

A = Masalah belum teratasi

P = Lanjutkan intervensi : atasi kecemasan klien dengan menurunkan tingkat kecemasan atau
menghilangkan kecemasan.

3.16 JUNI 2018


S= pasien mengatakan mengerti tentang penyakit yang diderita

O = pasien mampu menjelaskan tentang penyakitnya baik itu mengenai factor penyebab, tanda dan
gejala serta komplikasi yang terjadi dan cara pencegahan supaya tidak terjadi komplikasi.

A = masalah teratasi

P = hentikan intervensi

4.17 JUNI 2018

S = pasien mengatakan rasa percaya dirinya mulai tumbuh kembali

O = Pasien mampu menerima bagian tubuh yang terganggu

A = masalah teratasi

P = hentikan intervensi

DAFTAR PUSTAKA
1.Johnson, M; Maas, M; Moorhead, S.2000. Nursing Outcome Classification (NOC).Mosby :
Philadelphia.

2.Manjoer, A.et ell. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Media Ausculapius : Jakarta.

3.Mc Claskey, J and Bulacheck, G.2000. Nursing Intervensions Classification (NIC). Mosby:
Philadelphia.

4.Nanda. 2000. Nursing Diagnosis: Prinsip-prinsip dan Classification 2005-2006. Philadelphia.

5.Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisilogi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. EGC: Jakarta.

6.Suddart, brunner. 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol.3.EGC. Jakarta.

7.Sirait, Median. 2007. ISO ( Informasi Spesialite Obat Indonesia ) Vol 42. ISSN ( Ikatan Sarjana
Farmasi Indonesia ). PT. Ikrar Mandiriabadi. Jakarta.

Das könnte Ihnen auch gefallen