Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
E-mail: alfina.kharisma@gmail.com
Abstrak
Laboratorium memiliki potensi bahaya dan risiko yang cukup tinggi karena dalam aktivitas pekerjaannya terkait
dengan penggunaan bahan-bahan dan peralatan yang berbahaya. Tidak terkecuali di Laboratorium FKUI yang
dalam proses kerjanya sering menggunakan bahan-bahan kimia dan biologi. Terdapat berbagai macam upaya
yang dapat dilakukan untuk meminimalisasi risiko K3 di tempat kerja, salah satunya adalah dengan cara
memberikan pelatihan K3 guna meningkatkan skill dan pengetahuan para pekerja tentang K3. Sebelum
melaksanakan suatu pelatihan maka terlebih dahulu perlu dilakukan analisis kebutuhan pelatihan. Analisis
kebutuhan pelatihan terdiri dari tiga tahap analisis, yaitu analisis organisasi, analisis personal dan analisis tugas.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kebutuhan pelatihan K3 yang diperlukan oleh para Laboran
sehingga pelatihan K3 yang akan diberikan dapat berjalan efektif dan efisien serta dapat menjawab permasalahan
terkait K3 di Laboratorium. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian deskriptif
kualitatif. Terdapat 8 informan yang diambil dari 6 Departemen-departemen preklinik FKUI. Metode
pengambilan data dilakukan dengan mewawancarai 8 informan, observasi di Laboratorium dan telaah dokumen
dari Laboratorium atau Departemen. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa organisasi telah mendukung
pelaksanaan K3 di Laboratorium meskipun belum secara maksimal dan merata di semua Laboratorium. Terdapat
4 jenis tugas utama Laboran yaitu membantu praktikum mahasiswa, maintenance rutin alat, administrasi dan
membantu penelitian Dosen atau Departemen serta sudah dapat menggambarkan jenis pelatihan yang
dibutuhkan. Terkait aspek personal didapatkan bahwa pengetahuan dan keterampilan Laboran akan bahaya dan
risiko yang ada di Laboratorium sudah cukup baik. Berdasarkan ketiga hal tersebut, pelatihan yang harus segera
dilaksanakan adalah Chemical Hazards, Chemical Hygiene Plan, Develop Controls, General Laboratory Safety,
Hazardous Materials, Job Safety Analysis, Laboratory Hygiene, Material Safety Data Sheet (MSDS), dan Safe
Storage.
Abstract
Laboratory has a potential of occupational health and safety (OHS) hazards and risks because of the usage of
hazardous materials and dangerous equipments. Laboratories of Faculty of Medicine University of Indonesia
(FKUI) for instance use number of chemicals and biological materials and thus reduction of OHS risks is
necessary. Training is one method of risk control by improving the OHS skills and the OHS knowledge of the
workers. Prior to the training implementation, assessing the need of training is necessary. Training needs
analysis consists of three stages which are organizational, personal and task analysis. The purpose of this study
was to analyze the need of OHS training for the Laboratory Assistants in order to have an effective and efficient
training programs that can address the OHS related issues in the Laboratory. The research design was
descriptive qualitative. There were 8 informants sampled from 6 FKUI preclinical Departments were
interviewed. Observation and document analysis were also done to collect data. The results of this study was
shown that the organization has supported the OHS implementation in the Laboratories although not optimally
Keywords: OHS Training; Training Needs Analysis; Organizational Analysis; Personal Analysis; Task Analysis
Pendahuluan
Fakultas Kedokteran yang memiliki visi “Pada Tahun 2014, FKUI menjadi Fakultas
Kedokteran Riset Terkemuka di Asia Pasifik dan 80 Terbaik di Dunia.” tentunya harus pula
mengedepankan aspek K3 dalam pelaksanaanya. Analisis kebutuhan pelatihan K3 bagi
laboran di Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia perlu diadakan terlebih
dahulu sebelum memberikan program pelatihan K3 guna memastikan apa-apa saja program
pelatihan yang dapat diberikan kepada para laboran secara efektif dan efisien. Akan tetapi, di
sisi lain sampai saat ini belum pernah diadakan analisis kebutuhan pelatihan K3 di
laboratorium-laboratorium Universitas Indonesia, khususnya di Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Tinjauan Teoritis
Sebelum dilaksanakannya suatu pelatihan perlu diadakan suatu mekanisme analisis kebutuhan
pelatihan tentang hal-hal apa yang diperlukan oleh para karyawan. Tujuannya adalah agar
suatu jenis pelatihan yang diberikan oleh perusahaan dapat berjalan efektif dan efisien.
Training Needs Analysis atau Training Needs Assessment (TNA) merujuk kepada suatu
proses yang digunakan untuk memutuskan apakah suatu jenis pelatihan benar-benar
diperlukan mengingat dalam melaksanakan suatu pelatihan memerlukan sumber daya yang
tidak sedikit (Noe, 2002).
B. Kategori Pelatihan
Menurut Vaughn (2010), pelatihan secara umum terbagi menjadi 2 kategori, yaitu
berdasarkan materinya dan berdasarkan tujuannya. Berdasarkan materinya, pelatihan terbagi
tiga, yaitu :
1. Faktual: Materi pelatihan yang hanya berupa data dan informasi. Contohnya
penjelasan tentang struktur organisasi dan penjelasan jalur evakuasi area.
2. Prosedural: Materi pelatihan yang berisi tentang informasi bagaimana melakukan
sesuatu, atau prosedur kerja. Contohnya penjelasan langkah per langkah
mengoperasikan suatu alat di laboratorium.
3. Konseptual: Materi pelatihan berupa informasi Why dan How. Contohnya pengenalan
tentang bahaya dan risiko yang ada di laboratorium.
Berdasarkan tujuannya, pelatihan terbagi menjadi tiga, yaitu :
1. Orientasi, yaitu pelatihan yang menyediakan informasi berupa pengetahuan, bukan
keterampilan yang dibutuhkan dalam suatu perusahaan, contohnya orientasi karyawan
baru.
2. Keterampilan, yaitu pelatihan yang menyediakan informasi berupa pengetahuan dan
keterampilan. Biasanya pelatihan ini untuk pekerja yang bertugas di bidang kerja baru
atau belum berpengalaman dalam pekerjaannya.
3. Pengembangan, yaitu pelatihan pengembangan kompetensi terkait dengan rencana
pengembangan pekerja seperti rencana rotasi, naik jabatan, dan sebagainya.
C. Prioritas Pelatihan
Saat membuat prioritas harus terlebih dahulu mengerti tentang urgensi dari tugas tersebut dan
kapan harus diselesaikan. Hal tersebut berguna untuk membantu seseorang untuk membuat
prioritas dan lebih memahami komitmen mereka akan apa yang mereka kerjakan.
Pada penentuan prioritas dari suatu pelatihan dapat diambil 3 hal yang bisa digunakan sebagai
tingkatan prioritas dari pelatihan yang didasarkan pada kedua metode di atas, yaitu pelatihan
yang bersifat urgent, pelatihan yang bersifat wajib/dibutuhkan/required dan pelatihan yang
bersifat rekomendasi. Berikut merupakan penjelasannya:
1. Pelatihan yang bersifat urgent merupakan pelatihan yang dalam pelaksanaannya harus
segera dilaksanakan mengingat penting dan mendesaknya pelatihan tersebut.
2. Pelatihan yang bersifat wajib/dibutuhkan/required merupakan pelatihan yang harus
dilaksanakan tetapi waktu pelaksanaanya tidak bersifat mendesak, melainkan harus
dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu.
3. Pelatihan yang bersifat rekomendasi adalah pelatihan yang pelaksanaanya hanya
bersifat rekomendasi/saran tanpa batasan waktu dan tidak mendesak.
Metode Penelitian
Pada penelitian ini, data primer yang penulis dapatkan berasal dari wawancara mendalam dan
diskusi dengan key person yang berasal dari pihak laboratorium yaitu staf/teknisi/laboran
laboratorium dan Ketua Lab atau pun Ketua Departemen yang bertujuan untuk memperoleh
informasi mengenai kebijakan terkait K3 di laboratorium serta tugas dan pekerjaan yang
dilakukan di laboratorium. Peneliti juga menggunakan data pengamatan Job Task Analysis
untuk melihat bahaya dan risiko yang mungkin terjadi akibat dari tugas dan pekerjaan yang
dilakukan oleh staf/teknisi/laboran di laboratorium. Key person atau informan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. 1 informan berasal dari Departemen Biologi Kedokteran
b. 1 informan berasal dari Departemen Fisiologi Kedokteran
c. 1 informan berasal dari Departemen Ilmu Farmasi Kedokteran
d. 1 informan berasal dari Departemen Kimia Kedokteran
e. 2 informan berasal dari Departemen Medik Mikrobiologi Klinik
f. 2 informan berasal dari Departemen Patologi Anatomik
Data sekunder penulis dapatkan dari beberapa dokumen laboratorium yang berasal dari
pengelola laboratorium dan bagian K3 laboratorium. Dokumen-dokumen tersebut berisi
Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif. Analisis data yang dilakukan
peneliti adalah dengan melakukan tiga tahap analisis yaitu analisis organisasi, analisis tugas,
dan analisis personal, serta kemudian dilengkapi dengan melakukan kategorisasi jenis
pelatihan yang akan diberikan berdasarkan tujuannya yaitu orientasi, keterampilan dan
pengembangan. Selain itu, penulis juga menentukan prioritas dari tiap-tiap jenis pelatihan
berdasarkan 3 hal yaitu pelatihan yang bersifat urgent, pelatihan yang bersifat wajib/required
dan pelatihan yang bersifat rekomendasi. Terakhir, penulis juga melakukan analisis
gambaran hasil pengetahuan dan kompetensi pekerja di laboratorium terkait K3.
Pada penelitian yang bersifat kualitatif, penulis melakukan validitas data dengan cara
melakukan triangulasi. Penulis menggunakan dua jenis triangulasi, yaitu triangulasi sumber
data dan triangulasi metodologi (Wibowo, 2014).
Hasil penelitian dan pembahasan akan dijelaskan dalam bentuk tabel dan narasi di bawah ini.
Untuk segi pembahasan akan dijabarkan ke dalam 4 hal, yaitu dari segi analisis organisasi,
analisis tugas dan analisis personal serta dengan melakukan kategorisasi pelatihan.
Regulated Carcinogens
Ergonomics Hazards
Mechanical Hazards
Hazardous Material
Laboratory Hygiene
A Culture of Safety
Chemical Hazards
Develop Controls
Fire Protections
Ahli K3 Umum
Housekeeping
Waste Disposal
Methodology
Ahli K3 Kimia
Safe Storage
HIRADC
Plans
Biologi Kedokteran √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Fisiologi Kedokteran √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Ilmu Farmasi Kedokteran √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Kimia Kedokteran √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Medik Mikrobiologi Klinik √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Patologi Anatomik √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Keterangan:
√ : Mendesak/Urgent = Pelaksanaan Pelatihan K3 harus segera dilakukan
Noe (2002) menjabarkan langkah-langkah yang biasa dilakukan dalam melakukan analisis
organisasi, yaitu :
1. Mengumpulkan informasi mengenai tujuan perusahaan atau organisasi.
2. Mengidentifikasi pelatihan ataupun berbagai program lain yang sejenis yang terkait
dengan program pengembangan pekerja yang telah atau saat ini sedang dilakukan di
dalam perusahan atau organisasi.
3. Mengidentifikasi dukungan dari organisasi atau perusahaan terhadap pelaksanaan
pelatihan.
Berdasarkan analisis organisasi yang telah penulis lakukan dengan menggunakan form
checklist analisis organisasi dapat diketahui bahwa pemahaman para Laboran terkait visi dan
misi Lab atau Departemen belum sepenuhnya mengakar kepada semua Laboran dikarenakan
berbagai macam sebab seperti tidak terpasangnya visi dan misi di dalam Lab, kurangnya
internalisasi nilai-nilai yag terkandung dalam visi dan misi, serta pengingatan atau peninjauan
ulang visi dan misi yang dilakukan hanya pada saat pergantian pengurus saja. Akan tetapi,
mayoritas Laboran yang menjadi informan sudah mengetahui visi dan misi Lab, hanya
sebagian saja yang belum mengetahuinya.
Analisis terkait struktur organisasi, mayoritas informan menyatakan bahwa Lab sudah
memiliki struktur organisasi yang jelas, meskipun tidak semua Lab memasang struktur
organisasi di dalam Lab melainkan terdapat di dalam dokumen Lab atau Departemen. Terkait
pengawas bidang K3 di dalam struktur, mayoritas informan menyatakan bahwa belum
terdapat pengurus bidang K3 secara khusus di dalam struktur hanya Lab-lab yang memiliki
tingkat risiko dan bahaya yang tinggi saja yang sudah memiliki pengawas bidang K3 secara
khusus atau pun yang berhubungan dengan instansi RSCM. Terkait pembagian fungsi dan
tugas yang jelas, mayoritas Lab sudah memiliki pembagian tugas dan fungsi yang jelas di Lab
yang dibuktikan dengan adanya jobdesc untuk tiap jabatan. Untuk informan yang menyatakan
belum memiliki jobdesc secara jelas itu dikarenakan pemberian atau pembagian tugasnya
dilakukan secara lisan dan fleksibel oleh Ketua atau Manajer Lab. Mayoritas informan
menyatakan bahwa jumlah karyawan sudah memadai, namun terdapat pula informan yang
menyatakan jumlah karyawan belum memadai. Hal tersebut dikarenakan ada beberapa Lab
yang hanya memiliki 1 atau 2 Laboran saja, sementara beban kerjanya banyak terlebih pada
saat banyak proyek penelitian atau pun praktikum mahasiswa, tetapi ada juga Lab yang
Mayoritas informan menyatakan bahwa sudah terdapat kebijakan K3 di Lab. Kebijakan yang
dimaksud oleh para informan adalah seputar penyediaan APD dan SOP serta safety sign.
Mayoritas informan menyatakan bahwa terdapat SOP seputar perilaku selamat. SOP yang
dimaksud seperti tata cara penggunaan APD, mencuci tangan setelah bekerja di Lab, dan
prosedur keselamatan ketika berada di dalam Lab. Mayoritas informan menyatakan bahwa
terdapat SOP seputar prosedur kerja seperti tata cara melakukan uji coba, mengoperasikan
alat, dsb. SOP seputar prosedur kerja dapat dilihat dari dokumen-dokumen yang dimiliki Lab
atau pun yang terpasang di dalam Lab. Mayoritas informan menyatakan sudah terdapat safety
sign terkait bahaya kerja di Lab. Beberapa Lab sudah memasang safety sign terkait bahan-
bahan kimia maupun biologi serta peralatan yang digunakan untuk penelitian. Mayoritas
informan menyatakan bahwa tidak ada penilaian risiko sebelum pekerjaan dilaksanakan,
hanya 1 Lab yang pernah dilakukan penilaian risiko yang dilakukan oleh K3RS RSCM.
Analisis terkait faktor-faktor pendukung lainnya seperti kontrol akses keluar-masuk Lab,
penyediaan APD, Budget K3 dan training didapat bahwa Lab-lab yang telah menerapkan
kontrol terhadap akses keluar-masuk adalah Lab-lab yang memiliki tingkat risiko dan bahaya
yang tinggi atau pun Lab yang penggunaanya harus dengan seizin dari Laboran atau pihak
Lab dan Departemen, tetapi terdapat pula yang masih belum menerapkannya sehingga siapa
saja bisa masuk. Semua Lab sudah menyediakan APD berupa masker, sarung tangan, dsb.
Mayoritas informan menyatakan belum tersedia budget K3 dan training secara khusus
melainkan masih menyatu dengan budget Lab atau Departemen.
Secara garis besar, Lab-Lab di FKUI sudah mendukung pelaksanaan K3, namun
pelaksanaanya belum maksimal di setiap Lab. Terdapat kesenjangan antara penerapan K3 di
tiap-tiap Lab. Hal tersebut dikarenakan potensi bahaya dan risiko yang dimiliki oleh masing-
masing Lab berbeda-beda. Dapat diketahui bahwa Lab yang memiliki potensi bahaya dan
risiko yang tinggi sudah menerapkan program K3, tetapi bagi sebagian besar Lab masih hanya
sebatas pada penyediaan APD dan pemasangan SOP dan safety sign. Oleh karena itu, perlu
adanya peningkatan terkait dukungan dari masing-masing Departemen atau pun tingkat
Fakultas untuk memaksimalkan penerapan K3 di setiap Lab-lab FKUI.
2. Analisis Tugas
Dalam penelitian ini, penulis melakukan analisis tugas dengan melakukan Job Task Analysis
untuk melihat bahaya dan risiko dari aktivitas yang dilakukan di laboratorium. Penulis
melakukan observasi di Laboratorium sekaligus wawancara kepada pekerja laboratorium
mengenai pekerjaan mereka sehari-hari di laboratorium. Selain itu, penulis juga melakukan
telaah dokumen terkait antara lain Profil Laboratorium-laboratorium FKUI, Prosedur Kerja
untuk laboran, dan juga Prosedur Keselamatan yang ada di Laboratorium.
Berdasarkan hasil analisis tugas yang penulis lakukan di Laboratorium dengan metode Job
Task Analysis dan juga wawancara mendalam kepada Laboran di Laboratorium, penulis
mendapatkan bahwa terdapat empat aktivitas rutin yang sering dilaksanakan oleh pekerja
laboratorium, yaitu membantu praktikum mahasiswa, maintenance rutin alat, administrasi dan
inventarisasi alat di laboratorium, dan juga membantu penelitian dari dosen atau departemen.
Selain itu, beberapa aktivitas yang dilakukan di luar jam kerja meliputi sebagai analis
freelance dan sekretaris koordinator penelitian Departemen. Mayoritas informan tidak
memiliki pekerjaan di luar jam kerjanya sebagai Laboran.
Aktivitas yang berkaitan langsung dengan risiko yang terjadi di labarotorium seperti
persiapan dan pengecekan alat dan bahan-bahan uji di laboratorium, melakukan uji coba
terhadap sampel, membantu mengoperasikan alat di laboratorium, dan maintenance rutin alat
membutuhkan keahlian dari para Laboran sehingga risiko kerja tidak berdampak pada para
mahasiswa yang sedang praktikum atau pun orang-orang yang sedang berada di Lab.
Berdasarkan wawancara mendalam kepada Laboran, terdapat beberapa insiden yang terjadi
pada Laboran di Laboratorium yaitu terkena bahan kimia yang menyebabkan gangguan
pernafasan, tertusuk jarum, dan tersayat pisau mikrotom. Pencatatan insiden dilakukan oleh
pihak RSCM maupun Klinik di FKUI, sedangkan dari masing-masing Lab belum memiliki
metode pencatatan insiden sendiri. Oleh karena itu, di sini dapat dilihat peranan pentingnya
Berdasarkan wawancara mendalam, observasi di Laboratorium dan telaah dokumen Lab dapat
dilihat bahwa potensi bahaya dan risiko yang berkaitan dengan proses kerja yang terbesar
berasal dari penggunaan bahan-bahan kimia dan biologi untuk proses uji coba di Lab. Bahan-
bahan kimia tersebut ada yang dapat berupa bahan mudah terbakar atau pun bahan berbahaya
beracun (B3) yang mengandung risiko karsinogenik. Selain itu, potensi bahaya yang lain
berupa bahaya mekanik yang berasal dari penggunaan jarum, pisau bedah, dsb. Bahaya
elektrik juga banyak ditemukan dari penggunaan mesin-mesin atau pun peralatan yang
menggunakan sumber listrik. Untuk bahaya ergonomi disebabkan oleh posisi bekerja yang
sering berdiri ketika melakukan penelitian dan duduk dalam waktu yang lama untuk
mengolah data tanpa sering melakukan peregangan otot. Untuk bahaya psikososial
disebabkan oleh beban kerja yang berlebih pada saat-saat banyak tuntutan penelitian atau pun
praktikum.
Hal pertama yang penting untuk dilakukan oleh Laboran yaitu meningkatkan pengetahuan
tentang bahaya dan risiko K3 yang terdapat di Laboratorium. Setelah itu, Laboran diharapkan
dapat melakukan identifikasi bahaya dan risiko K3 di Laboratorium sehingga dapat menjaga
keselamatan dan kesehatan dari pihak-pihak yang menggunakan Laboratorium seperti
Laboran sendiri, mahasiswa praktikum, dan pengunjung atau pasien. Hal tersebut semakin
mempertegas bahwa pelatihan K3 merupakan solusi yang tepat untuk menjawab tantangan
tersebut. Oleh karena itu, melalui pelaksanaan program pelatihan K3 yang bersifat orientasi,
peningkatan keterampilan, dan pengembangan perilaku dapat dijadikan sebagai metode
pengendalian risiko.
3. Analisis Personal
Menurut Noe (2002), dalam melakukan analisis personal terdapat tiga hal yang harus
dilakukan, yaitu :
1. Menentukan apakah permasalahan dalam performa kerja para pekerja disebabkan
langsung oleh kurangnya keterampilan, pengetahuan, dan perilaku pekerja atau
permasalahan motivasi dan desain kerja
2. Mengidentifikasi siapa yang membutuhkan pelatihan
3. Menentukan sejauh mana kesiapan pekerja untuk mendapatkan pelatihan.
Pada penelitian ini, penulis melakukan wawancara mendalam untuk melihat gambaran
pengetahuan Laboran terkait bahaya dan risiko yang terdapat di laboratorium. Selain itu,
penulis juga melakukan observasi terhadap kegiatan Laboran di Laboratorium untuk melihat
penguasaanya terhadap pekerjaan yang dilakukan sehingga dapat menjadi dasar untuk
menentukan jenis pelatihan-pelatihan apa saja yang akan diberikan kepada Laboran di
laboratorium mengenai K3.
4. Kategorisasi Pelatihan
Menurut Vaughn (2010) secara umum, penggolongan pelatihan terbagi ke dalam dua
golongan, yaitu berdasarkan materi dan tujuannya. Berdasarkan materinya, pelatihan dibagi
menjadi tiga kategori, yaitu :
Sebagai saran tambahan dari penulis menyarankan kepada pihak manajemen laboratorium
untuk menambahkan pelatihan yang bersifat konseptual. Hal ini ditujukan agar pekerja
laboratorium lebih paham secara menyeluruh dan menerapkan perilaku selamat dan sehat
dalam pekerjaannya sehari-hari. Hal tersebut didasarkan pada fakta bahwa permasalahan yang
terdapat pada para Laboran bukanlah dari permasalahan keterampilan dan pengetahuan
Laboran tetapi disebabkan oleh perilaku dan kesadaran Laboran yang kurang dalam
melakukan pekerjaan secara selamat dan sehat. Oleh karena itu, dengan diberikannya
pelatihan yang bersifat konseptual maka harapannya dapat memberikan pemahaman yang
menyeluruh sehingga dapat menjawab permasalahan tersebut.
Analisis Kebutuhan Pelatihan secara umum dilakukan melalui 3 tahap analisis, yaitu analisis
organisasi, analisis pekerjaan, dan analisis personal. Hasil dari penelitian ini dapat diambil
simpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan analisis organisasi yang telah penulis lakukan dapat disimpulkan bahwa
pihak Manajemen Laboratorium FKUI sudah mendukung pelaksanaan K3 meskipun
belum secara maksimal dan baru sebatas penyediaan APD dan SOP serta safety sign.
Pengawas bidang K3 dan anggaran K3 secara khusus belum semua Lab
menerapkannya, dikarenakan perbedaan potensi bahaya dan risiko di masing-masing
Lab. Lab yang memiliki tingkat bahaya dan risiko yang tinggi sudah memiliki
pengawas bidang K3 dan anggaran K3 secara khusus, sedangkan Lab yang memiliki
potensi bahaya yang rendah belum memilikinya.
2. Berdasarkan analisis tugas yang telah penulis lakukan di Laboratorium FKUI melalui
Job Task Analysis dan juga wawancara mendalam kepada Laboran didapatkan
beberapa aktivitas utama dari Laboran yaitu membantu praktikum mahasiswa,
maintenance rutin alat, dan membantu penelitian Dosen atau Departemen serta sudah
dapat menggambarkan jenis pelatihan yang dibutuhkan oleh Laboratorium FKUI.
3. Berdasarkan analisis personal yang telah penulis lakukan di Laboratorium FKUI
melalui wawancara mendalam dan juga observasi di Laboratorium menunjukkan
bahwa pengetahuan dan keterampilan Laboran akan bahaya dan risiko yang ada di
Laboratorium sudah cukup baik. Hal tersebut dikarenakan para Laboran dapat
menyebutkan dan menjelaskan potensi bahaya dan risiko apa saja yang terdapat di
Laboratorium, meskipun hal itu hanya sebatas yang berhubungan dengan alat, bahan,
dan pekerjaanya saja.
4. Berdasarkan ketiga analisis tersebut, penulis mendapatkan matriks pelatihan K3 bagi
Laboran di Laboratorium tiap Departemen yang terdapat di FKUI melalui kategorisasi
pelatihan. Selain itu, jenis pelatihan yang sesuai untuk Laboran berdasarkan materinya
adalah yang bersifat konseptual.
Saran
Terkait Tugas
1. Perbaikan dan kelengkapan dari SOP yang ada di Laboratorium untuk
mempermudah pekerjaan yang ada di Laboratorium
2. Melengkapi JSA (Job Safety Analysis) dan HIRADC (Hazard Identification
Risk Assessment Determining Control) untuk setiap aktivitas kerja yang ada di
Laboratorium yang dikerjakan oleh Laboran setelah menerima pelatihan K3.
3. Melengkapi job description untuk tiap jabatan yang ada di Laboratorium.
Terkait Personal
1. Melengkapi data setiap pekerja Laboratorium yang meliputi catatan pelatihan,
tingkat pengetahuan dan kebutuhan pelatihan dari setiap Laboran agar data
tersebut dapat menjadi bahan evaluasi terhadap kondisi dan keadaan dari
Laboran.
Penulis juga menyadari metode yang dilakukan dalam penelitian ini masih belum sempurna,
sehingga selanjutnya dapat dilakukan observasi yang lebih detail dan juga wawancara dengan
banyak pihak terkait sehingga informasi yang didapat bisa lebih dalam.
Kepustakaan
Noe, Raymond A. (2002). Employee Training and Development (2nd Edition). Singapore:
McGraw-Hill.
Wibowo, Adik. (2014). Metodologi Penelitian Praktis Bidang Kesehatan. Jakarta: Rajawali
Pers.
Zeigler, Kenneth. (2005). Getting Organized at Work: 24 Lessons for Setting Goals,
Establishing Priorities, and Managing Your Time. United States of America: McGraw-Hill
Companies, Inc.