Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
KHAUF
A. Devinisi khauf
Secara etimologi, khauf berasal dari bahasa arab yang berarti
ketakutan. Dalam KBBI, khauf adalah kata benda yang memiliki arti
ketakutan atau kekhawatiran. Khawatir sendiri merupakan kata
sifat yang bermakna takut (gelisah, cemas) terhadap suatu hal yang
belum diketahui dengan pasti. Sedangkan takut adalah kata sifat
yang memiliki beberapa makna seperti, merasa gentar menghadapi
sesuatu yang dianggap akan mendatangkan bencana. Jadi khauf
berarti perasaan gelisah atau cemas terhadap suatu hal yang
belum diketahui dengan pasti.
Adapun secara terminologi, sebagaimana diuraikan dalam kamus
tasawuf, khauf adalah suatu sikap mental merasa takut kepada
Allah karena kurang sempurna pengabdiannya, takut atau khawatir
kalau-kalau Allah tidak senang padanya. Khauf timbul karena
pengenalan dan cinta kepada Allah yang mendalam sehingga ia
merasa khawatir kalau Allah melupakannya atau takut kepada
siksa Allah.
Menurut Imam Qusyairy, “takut kepada Allah berarti takut terhadap
hokum-Nya.” Menurutnya khauf adalah masalah yang berkaitan
dengan kejadian yang akan datang, sebab seseorang hanya
merasa takut jika apa yang dibenci tiba dan yang dicintai sirna.
Dan realita demikian hanya terjadi di masa depan.
Menurut Sayyid Ahmad bin Zain al-Habsyi, “khauf adalah suatu
keadaan yang menggambarkan resahnya hati karena menunggu
sesuatu yang tidak disukai yang diyakini akan terjadi dikemudian
hari.”
Ibn Jalla’ berkata bahwa orang tidak dikatakan takut karena
menangis dan megusap air matanya, tetapi karena takut melakukan
sesuatu yang mengakibatkan ia disiksa karenanya.
Ibnu Khabiq berkata, “Makna khauf menurutku adalah berdasarkan
waktunya, yaitu takut yang tetap ada pada Allah saat ia dalam
keadaan aman.” Menurutnya, orang yang takut adalah seorang
yang lebih takut akan dirinya sendiri dari pada hal-hal yang
ditakutkan syaitan.
Imam Qonadi berkata, “Alamat dari pada khauf adalah ia tidak
menyakitkan dirinya dengan banyak angan.” Sebagian Arifin
berkata, “Alamat khauf yaitu beku dan layunya hati dari
kesenangan.”
Al-Falluji berpendapat bahwa khauf adalah suatu bentuk
kegelisahan ketika seseorang memperkirakan sesuatu yang ia
benci akan menimpanya.
Khauf berbeda dengan khasyyah dan haibah. Khauf merupakan
salah satu syarat iman dan hukum-hukumnya, khasyyah adalah
salah satu syarat pengetahuan, sedangkan haibah adalah salah
satu syarat pengetahuan makrifat. Khasyyah merupakan ketakutan
yang hanya diperuntukkan bagi Allah. Khasyyah adalah
kekhawatiran yang disertai pengagungan, dan biasanya itu terjadi
karena tahu dengan apa yang ia takutkan. Khasyyah lebih khusus
daripada khauf, karena khasyyah hanya dimiliki oleh orang alim
yang mengetahui Allah.
Haibah lebih tinggi lagi dari khasyyah, haibah berarti ketakutan
yang terhormat, ketakutan dalam menghadapi keagungan Allah.
Menurut Syekh Abu Ali ad-Daqqaq, ketiga ketakutan tersebut
merupakan tahapan khauf.
Sedangkan menurut Abu al-Qasim al-Hakim khauf ada dua jenis,
yaitu rahbah atau gentar dan khasyyah. Orang yang merasa gentar
mencari perlindungan dengan cara lari ketika takut, tetapi orang
yang merasa khasyyah akan berlindung kepada Allah.
Khasyyah di dalam al-Quran diantaranya disebutkan dalam surah
al-Bayyinah ayat 7-8 dan surah al-Nisa ayat 77.
Huzn (kesedihan), qabdh (kesempitan), insyaq (kecemasan), dan
kesyukuran adalah keadaan yang dinisbatkan kepada khauf.
Semua itu termasuk jenis-jenis khauf.
Sikap khauf tidak akan hilang dalam diri seorang mukmin, karena
apabila imannya kuat amalnya menjadi baik. Bahkan apabila iman
sudah makin sempurna dan amal makin baik, pasti khauf akan
semakin besar. Jika hati seseorang menyaksikan kedekatan dengan
Allah sebagai tuan yang penuh dengan kewibawaan, keagungan
(haibah) dan kekuasaannya, maka hal itu akan mendatangkan
perasaan takut (khauf) dan malu yang menggetarkan.
Menurut al-Tusi, Khauf terbagi menjadi tiga macam, khauf Ajillah,
khauf Ausat, dan khauf ‘Ammah. Khauf ajillah sebagaimana firman
Allah bahwa khauf disandingkan dengan iman
Sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Said al-Kharraj, “Saya tidak
sepakat tentang makna khauf pada sebagian ahli makrifat,
merekapun memberi tahu bahwa mereka amat suka seandainya
melihat seorang yang tahu kedudukan khauf di hadapan Allah.” Ia
pun melanjutkan, “Sesungguhnya kebanyakan orang yang takut,
lebih takut atas dirinya sendiri dari pada Allah, takut itu pun bisa
menjadi syafaat dari siksa Allah yang ditakutinya dan akhirnya
beramal dengan ikhlas karena Allah.”
Oleh karna itu dikatakan, ‘’Orang yang takut bukanlah orang yang
menagis dan mengusap kedua matanya, tetapi maksudnya adalah
orang yang menigalkan apa yang dikhawatirkan akan
menjerumuskannya kepada siksaan.’’
Keutamaan Khauf
ت َولَ َّما
ََ س َك
َ َعن
َ سى
َ ب ُمو َ َح أ َ َخ َذَ الغ
َُ ض ََ ِل َر ِِّب ِهمَ ُهمَ ِللَّذِينََ َو َرح َمةَ ُهدَى نُس َخ ِت َها َو ِفي األل َوا
ََيَر َهبُون
‘’dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-
orang yang takut kepada Tuhannya.’’ (Al-A’raf:154)
َ ِ َّب الن
ََاس َو ِمن َِ َللاَ يَخشَى ِإنَّ َما َكذَ ِلكََ أَل َوانُ َهُ ُمختَ ِلفَ َواألن َع
َِِّ ام َوالد ََّوا ََّ َن العُلَ َما َُء ِعبَا ِد َِه ِمن ََّ ََغفُورَ َع ِزيز
ََّ َللاَ ِإ
Oleh karna itu, seorang mukmin tidak mungkin terlepas dari rasa
takut (khauf) meskipun masih lemah, dan kelemahan kekhaufnya,
tergantung pada kelemahan ma’rifat dan imannya. Rasulallah
bersabda, ‘’Orang yang menagis karna takut kepada Allah tidak
akan masuk neraka, hingga susu kembali ke tetek atau
kambingnya’’.(HR.Tirmidz)
Fudhail bin Iyadh berpesan, ‘’Siapa yang takut kepada Allah, maka
rasa takut (khauf) akan membimbingnya kepada berbagai
kebaikan.’’
Dalil-dali Khauf
Allah berfirman,
َُمش ِفقُونََ َر ِبِّ ِهمَ خَشيَ َِة ِمنَ ُهمَ الَّذِينََ ِإ َّن
ََت ُهمَ َوالَّذِين َِ يُؤ ِمنُونََ َر ِبِّ ِهمَ ِبآيَا
ََيُش ِر ُكونََ ال ِب َر ِبِّ ِهمَ ُهمَ َوالَّذِين
ََاجعُونََ َر ِبِّ ِهمَ ِإلَى أَنَّ ُهمَ َو ِجلَةَ َوقُلُوبُ ُهمَ آتَوا َما يُؤتُونََ َوالَّذِين
ِ َر
َعونََ أُولَئِ َك
ُ ار
ِ س َِ سابِقُونََ لَ َها َو ُهمَ الخَي َرا
َ ُت ِفي ي َ
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena
takut akan (azab) Tuhan mereka, Dan orang-orang yang beriman
dengan ayat-ayat Tuhan mereka, Dan orang-orang yang tidak
mempersekutukan dengan Tuhan mereka (sesuatu apa pun), Dan
orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan,
dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya
mereka akan kembali kepada Tuhan mereka, mereka itu bersegera
untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang
yang segera memperolehnya. (Al-Mu’minun:57-61)
Tirmidz meriwayatkan dalam Jami-nya dari Aisyah ra bahwa dia
menceritakan,
ََ َعذ
ََّ اب ِإ
ayat, ن ََ َِل َواقِعَ َرب
َ ِّك
‘’Sesungguhnya azab Tuhanmu pasti terjadi’’.(Ath-Thur:7)
Abu Darda ra. Berkata, ‘’Jika kamu mengetahui apa yang akan
kamu temui sesudah mati, pasti kamu tidak akan dapat menikmati
enaknya makanan, tidak akan merasakan enaknya minuman untuk
selama-lamanya, kamu tidak akan mesuk rumah untuk berteduh,
dan tentu kamu akan pergi kebukit-bukit sambil memukul dada dan
menagisi dirimu, dan sungguh aku ingin menjadi sebatang pohon
yang dipotong yang dimakan buahnya.’’
Bagian bawah mata Ibnu Abbas ra seperti tali sendal yang usang
karna bekas aliar air matanya.
Diriwayatkan, Zurarah bin Abi Auf menjadi imam shalat subuh, dia
jatuh pingsan dan meniggal ketika membaca firman Allah,
ِ ُالنَّاق
ورَ ِفي نُ ِق َرَ فَإِذَا
َعسِيرَ يَومَ يَو َمئِ َذ فَذَ ِل َك
َ
‘’Apabila ditiup sangkakala, maka waktu itu adalah waktu
(datangnya) hari yang sulit.’’(Al-Muddatstsir:8-9)