Sie sind auf Seite 1von 42

LAPORAN KASUS BESAR

SEORANG WANITA USIA 30 TAHUN DENGAN ANEMIA


DEFISIENSI Fe

Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Senior Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh:

Fitrah Qolbina

22010115210169

Dosen Pembimbing:

dr. Santosa, Sp.PD, K-HOM, FINASIM

Residen Pembimbing:

dr. Aniq Ulthofiah

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
HALAMAN PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : Fitrah Qolbina

NIM : 220101105210169

Bagian : Ilmu Penyakit Dalam Universitas Diponego

Judul Kasus : Seorang Wanita Usia 30 Tahun dengan Anemia Defisiensi


Fe

Penguji :dr. Santosa, Sp. PD, K-HOM, FINASIM

Pembimbing : dr. Aniq Ulthofiah

Semarang, 15 Juni 2016

Penguji Pembimbing

dr. Santosa, Sp. PD, K-HOM, FINASIM dr. Aniq Ulthofiah


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya hingga
terselesaikannya laporan kasus besar ini.

Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas dalam menempuh


Kepaniteraan Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro Semarang.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. dr. Santosa, Sp.PD, K-HOM, FINASIM, selaku penguji dalam laporan


kasus ini.
2. dr. Aniq Ulthofiah, atas bimbingannya dalam penulisan laporan kasus ini.
3. Ny. TY dan keluarga yang telah mejadi subjek dari penulisan laporan
kasus ini.
4. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan kasus ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan


laporan kasus ini, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan makalah ini. Semoga laporan kasus besar ini dapat
bermanfaat baik bagi penulis sendiri maupun pembaca.

Semarang, 15 Juni 2016

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii

KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv

ABSTRAK ............................................................................................................ v

BAB I. LAPORAN KASUS ................................................................................. 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 14

2.1 ANEMIA .............................................................................................. 14

2.2 ANEMIA DEFISIENSI FE ................................................................... 24

BAB III.PEMBAHASAN ................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 36


SEORANG PEREMPUAN 30 TAHUN DENGAN ANEMIA DEFISIENSI
FE

Fitrah Qolbina1, Santosa2

ABSTRAK

Latar Belakang

Anemia defisiensi Fe adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi
untuk eritropoesis. Anemia defisiensi Fe ditandai dengan anemia hipokromik mikrositer
dan hasil laboratorium yang menunjukkan cadangan besi kosong
Anamnesis :
± 1 minggu sebelum masuk RSDK, pasien mengeluh badan terasa lemas. Lemas
dirasakan terus menerus, semakin lama semakin memberat hingga pasien tidak dapat
melakukan aktivitas dan hanya berbaring di tempat tidur. Pasien juga mengeluh berdebar-
debar, pusing, mata berkunang-kunang, nafsu makan menurun selama 1 minggu. Keluhan
mual juga dirasakan, mengeluh berat badan menurun namun tidak diketahui
penurunannya. ± 1 hari sebelum masuk RSDK, pasien berobat ke klinik pratama,
dikatakan sakit kurang darah dan dilakukan pemeriksaan darah. Hasil laboratorium Hb=6
gr/dl. Pasien kemudian dirujuk ke IGD RSDK. Pasien belum pernah sakit seperti ini.
Pemeriksaan fisik dan penunjang : keadaan umum tampak lemah, kesadaran
composmentis, GCS 15. Tanda vital tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 106 kali per
menit, BMI 18,7 kg/m2 (normoweight). Pada pemeriksaan klinis didapatkan adanya
konjungtiva palpebra pucat, bibir pucat, mukosa gingiva pucat, dan mukosa kuku pucat.
Hasil pemeriksaan darah rutin didapatkan penurunan kadar Hb (5,39 mg/dL), hematokrit
(18,6 %), eritrosit (3,28 juta/mm3). Pada pemeriksaan indeks eritosit, didapatkan
penurunan MCH (16,4 pg), MCV (56,6 fL), dan peningkatan RDW (22,1%). Pada
pemeriksaan gambaran darah tepi didapatkan kesan mikrositik, poikilositosis ringan,
dengan sel pensil. Pemeriksaan status Fe didapatkan Fe serum rendah (7 µg/dL), TIBC
meningkat (451 µg/dL), ferritin rendah (2,8 ng/mL)
Kesimpulan : Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang didapatkan masalah
pada pasien ini adalah anemia defisiensi besi.

kata kunci : Lemas, pucat, anemia mikrositik hipokromik, Fe serum rendah, ferritin
rendah TIBC meningkat, anemia defisiensi besi
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Identitas pasien adalah sebagai berikut:
Nama : Ny. TY
Jenis Kelamin : Wanita
Umur : 30 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : Tamat SMTA
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Rejosari, Semarang, Jawa Tengah
Masuk RSDK : 17 Mei 2016
Ruang Perawatan : Rajawali 4B
No. CM : C586296

1.2 DAFTAR MASALAH


No. Masalah Aktif Tanggal Masalah Pasif Tanggal
1. Anemia defisiensi Fe 17/05/2016
Sosial ekonomi 17/05/2016
2.
kurang

1.3 DATA DASAR


Data dasar pasien adalah sebagai berikut:
ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 19 Mei 2016 di Bangsal Rajawali 4B pada
pukul 13.00 WIB.
Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama : Lemas
Lokasi : Seluruh tubuh
Onset dan kronologis : ± 1 minggu sebelum masuk RSDK, pasien
mengeluh badan terasa lemas. Lemas dirasakan
semakin lama semakin memberat hingga pasien
tidak dapat melakukan aktivitas dan hanya berbaring
di tempat tidur. ± 1 hari sebelum masuk RSDK,
pasien berobat ke klinik pratama, dikatakan sakit
kurang darah dan dilakukan pemeriksaan darah.
Hasil laboratorium Hb=6 gr/dl. Pasien kemudian
dirujuk ke IGD RSDK. Pasien belum pernah sakit
seperti ini.
Kualitas : Lemas dirasakan semakin memberat hingga pasien
tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari
Kuantitas : Lemas dirasakan terus menerus
Faktor memperberat : Beraktivitas
Faktor memperingan : Istirahat
Gejala penyerta : Pasien mengeluh berdebar-debar (+), pusing (+),
mata berkunang-kunang (+), nafsu makan menurun selama 1 minggu (+). Mual
(+), muntah (-), mengeluh berat badan menurun (+) namun tidak tahu berapa kg,
pingsan (-), demam (-), batuk (-), sesak (-), mata kuning (-), memar (-), mimisan (-
), gusi berdarah (-), muntah darah (-), menstruasi lebih lama dan lebih banyak dari
biasanya (-), BAK merah (-), BAB hitam (-), BAB darah segar (-).

Riwayat Penyakit Dahulu


 ± 1 minggu SMRS, pasien diare, selama 1 minggu, selama 3-4x/hari, kira-kira
1/2 - 1 gelas belimbing tiap kali BAB, ampas (+). BAB hitam (-), BAB darah
segar (-)
 Riwayat transfusi darah (-)
 Riwayat sakit jantung (-)
 Riwayat darah tinggi (-)
 Riwayat kencing manis (-)
 Riwayat keganasan (-)
 Riwayat kelainan darah (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat kelainan darah (-)
 Riwayat keganasan (-)
 Riwayat sakit jantung (-)
 Riwayat darah tinggi (-)
 Riwayat kencing manis (-)

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien sebagai ibu rumah tangga.
Pasien memiliki 3 orang anak yang belum mandiri. Pasien tinggal bersama
anaknya.
Kebiasaan minum teh (+) setiap hari setelah makan.
Pembiayaan Rumah Sakit ditanggung pribadi.
Kesan : sosial ekonomi kurang

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan di Bangsal Rajawali 4B tanggal 19 Mei 2016 pukul
13.00 WIB.
Keadaan umum : Tampak lemas, terpasang infus NaCl 0,9% 20 tetes per
menit
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4M6V5=15
Tanda Vital
 Tekanan darah : 110/70 mmHg
 Denyut nadi : 106x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
 Laju pernafasan : 20x/menit
 Suhu : 36,8C (aksiler)
 Berat badan : 45 kg
 Tinggi Badan : 155 cm
 IMT : 18,7 kg/m2 (normoweight)
Kulit : Sawo matang, turgor kulit cukup, pucat (-)
Kepala : Mesosefal
Mata : Konjunctiva palpebra pucat (+/+), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Epistaksis (-/-)
Mulut : Bibir pucat (+), bibir sianosis (-), perdarahan gingiva (-),
hipertrofi gingiva (-), mukosa gingiva pucat (+), atrofi
papil lidah (-), stomatitis angularis (-), stomatitis (-), ulkus
(-)
Telinga : Discharge (-/-)
Leher : Pembesaran limfonodi (-), trakea di tengah, JVP R+0 cm
Thoraks : Bentuk normal, nyeri tekan sternum (-)
Paru Depan
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Ekspansi paru kanan = paru kiri
stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Paru Belakang
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Ekspansi paru kanan = paru kiri
stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba setinggi spatium intercostalis V 2 cm
medial linea mid clavicularis sinistra, diameter 2 cm, thrill
(-), kuat angkat (-), pulsasi parasternal (-), pulsasi
epigastrial (-), sternal lift (-)
Perkusi : Batas atas = spatium intercostalis II linea parasternal
sinistra
Batas kiri = sesuai ictus cordis
Batas kanan = linea parasternal dekstra
Pinggang jantung cekung
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-), area traube
timpani
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Ekstremitas
Superior Inferior
Mukosa kuku pucat +/+ +/+
Edema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capillary refill <2”/<2” <2”/<2”
Koilonikia -/- -/-
Hematom/purpura/ekimosis -/- -/-
Eritema -/- -/-
Ulkus -/- -/-
Pembesaran limfonodi aksila (-/-) inguinal (-/-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG LABORATORIUM RSUP Dr. KARIADI


(17 MEI 2016, PUKUL 21.00 WIB)
JENIS
HASIL SATUAN NILAI NORMAL
PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hemoglobin 5.39 (↓) g/dL 12.0-15.0
Hematokrit 18.6 (↓) % 35-47
Eritrosit 3.28 (↓) 106/µL 4.4-5.9
Leukosit 4.79 103/µL 3.6-11
Trombosit 208 103/µL 150-400

INDEX
ERITROSIT
MCH 16.4 (↓) Pg 27.0-32.0
MCV 56.6 (↓) fL 76.0-96.0
MCHC 29.1 g/dL 29.0-36.0
RDW 22.1 (↑) % 11.60-14.80
MPV 9.55 fL 4.00-11.00

KIMIA KLINIK
Glukosa sewaktu 79 mg/dL 80-160
Ureum 12 mg/dL 15-39
Kreatinin 0.61 mg/dL 0.60-1.30
Magnesium 0.85 mmol/L 0.74-0.99
Calcium 2.29 mmol/L 2.12-2.52
Elektrolit
Natrium 146 mmol/L 136-145
Kalium 3.5 mmol/L 3.5-5.1
Chlorida 106 mmol/L 98-107

PEMERIKSAAN PENUNJANG LABORATORIUM RSUP Dr. KARIADI


(18 MEI 2016, 04:59)
HITUNG JENIS (DIFF)
Eosinofil 0 % 1-3
Basofil 0 % 0-2
Batang 0 % 2-5
Segmen 48 % 47-80
Limfosit 47 % 20-40
Monosit 5 % 2-10
Lain-lain --

GAMBARAN DARAH TEPI


Eritrosit Mikrositik
Poikilositosis ringan (tear drop, sel pensil,
ovalosit, eliptosit)
Polikromasi (+)
Trombosit Estimasi jumlah normal
Bentuk normal
Giant trombosit (+)
Didominasi bentuk normal
Leukosit Estimasi jumlah normal

PEMERIKSAAN PENUNJANG LABORATORIUM RSUP Dr. KARIADI


(18 MEI 2016, 14:09)
IMMUNOSEROLOGI
Ferritin 2.80 (↓) ng/mL 20-250

KIMIA KLINIK
Serum iron/Fe 7 (↓) µg/dL 50-175
TIBC 451(↑) µg/dL 250-450

1.4 DAFTAR ABNORMALITAS


Daftar abnormalitas pada pasien ini adalah:
1. Lemas
2. Pusing
3. Pandangan berkunang-kunang
4. Palpitasi
5. Anoreksia
6. Penurunan berat badan
7. Mual
8. Riwayat diare selama 1 minggu
9. Takikardi
10. Konjungtiva palpebra pucat
11. Bibir pucat
12. Mukosa gingiva pucat
13. Ekstremitas pucat
14. Anemia berat mikrositik hipokromik
15. Penurunan kadar ferritin
16. Penurunan serum Fe
17. Peningkatan TIBC
18. Pada gambaran darah tepi eritrosit didapatkan, mikrositik dengan poikilositosis
ringan (tear drop, sel pensil, ovalosit, eliptosit)

1.5 ANALISIS SINTESIS


1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18  1

1.6 RENCANA PEMECAHAN MASALAH


Masalah 1. Anemia defisiensi Fe

Assessment : Etiologi :
- Perdarahan samar saluran cerna
- Asupan kurang
Rencana Awal
Dx : Benzidine test
Rx : Infus NaCl 0,9% 20 tpm
Konsul gizi  Diet benzidine
Transfusi PRC 4 kolf, 2 kolf/hari, premed injeksi
dipenhydramin 1amp
Fe sulfat 300mg/8jam p.o
N Mx : - Keadaan umum dan tanda vital/8 jam
- Monitor kadar Hb post transfusi
- Monitor reaksi transfusi
- Monitor efek samping terapi Fe sulfat
Ex : - Menjelaskan bahwa pasien mengalami kekurangan darah
merah akibat kekurangan zat besi
- Menjelaskan kemungkinan penyebab kekurangan zat besi,
yaitu perdarahan saluran cerna yang tidak tampak, asupan
zat besi kurang, atau adanya gangguan usus menyerap zat
besi
- Menjelaskan kepada pasien bahwa akan dilakukan
pemeriksaan tinja untuk melihat adanya perdarahan yang
tidak tampak pada saluran cerna
- Menyarankan kepada pasien untuk mengkonsumsi makanan
tinggi zat besi (daging merah, ikan, sayuran hijau)
- Menjelaskan bahwa pasien akan diberikan transfusi darah
merah 4 kantong. Jika keadaan pasien buruk segera lapor.
Pasien juga diberikan zat besi tambahan dan menjelaskan
efek samping obat yang mungkin timbul (mual, muntah,
konstipasi).

1.5 CATATAN KEMAJUAN PASIEN


Tanggal Catatan Kemajuan, Rencana Tindakan, dan Terapi
20-05-2016 S : Lemas berkurang, perdarahan akut (-), asupan menigkat
O : KU : Lemah, compos mentis
TD : 120/80 mmHg
RR : 18x/menit
N : 86x/menit T : 36,60
Konjunctiva palpebral pucat (+), mukosa bibir pucat (+),
mukosa gingiva pucat (+)
A:
1. Anemia defisiensi Fe
P:
1. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
2. Diet benzidine sampai tanggal 22 Mei 2015
3. Pro benzidine test
4. Transfusi PRC ditunda
5. Fe sulfat 300mg/8jam p.o ditunda
24-05-2016 S : Lemas berkurang, perdarahan terselubung (-), asupan
meningkat
O : KU : Lemah, compos mentis
TD : 120/80 mmHg
RR : 18x/menit
N : 86x/menit T : 36,60
Konjunctiva palpebra pucat (+), mukosa bibir pucat (+),
mukosa gingiva pucat (+)
Hasil tes benzidin: negatif
Hasil konsul gizi:
Target Energi 35kkal/kgBB = 1575 kkal ~ 1500 kkal
Target Protein 1,5 gr/kgBB = 67,5 gr ~ 70 gr (18%)
Diet diberikan dalam bentuk B 1500 kkal/70gr P + ekstra Ensure
coklat 1x + snack diganti puding MPT
A:
1. Anemia defisiensi Fe
P:
1. Infus NaCl 0,9% 20 tpm
2. Transfusi PRC 4 kolf, 2 kolf/hari, premed injeksi
dipenhydramin 1amp
3. Fe sulfat 300mg/8jam p.o
4. Suplementasi: Asam folat 1 tab/8jam
Vit Bc 1 tab/8jam
Vit C 200mg/8jam
Zinc 20mg/12jam
5. Cek feses rutin
26-05 -2016 S:-
O : KU : Baik, composmentis
TD : 120/80 mmHg
RR : 20x/menit
N : 80x/menit T : 36,70C
Konjunctiva palpebra pucat (-), mukosa bibir pucat (-),
mukosa gingiva pucat (-)
Hasil Lab Feses rutin
Warna : cokelat
Konsistensi: cair
Cacing : negatif
Entamoeba : negatif
Lemak : +
Karbohidrat : +
Protein : +
Eritrosit: -
Leukosit : -
Epitel : -
Lain-lain: -
Bakteri : ++
Yeast cel : +

Hasil Lab Darah Rutin (Post transfusi PRC 4 kolf)


Hemoglobin 10,3 g/dL
Hematokrit 33,1% (↓)
Eritrosit 5x106/µL (↓)
MCH 20,7 pg (↓)
MCV 66,1 fL (↓)
MCHC 31,31%
Leukosit 4,71 x103/µL
Trombosit 185 x103/µL
RDW 26,3 % (↑)
A:
1. Anemia defisiensi Fe
P:
1. Pasien diperbolehkan pulang dengan obat:
Fe sulfat 3 x 300 mg p.o
Asam folat 1 tab/8jam
Vit Bc 1 tab/8jam
Vit C 200mg/8jam
2. Kontrol di poli rawat jalan interna 3-4 minggu kemudian
untuk evaluasi nilai Hb
3. Edukasi:
- Menjelaskan kepada pasien untuk kontrol dan minum
obat teratur sehingga diharapkan keadaan pasien dapat
stabil.
- Menjelaskan kepada pasien untuk memakan makanan
yang mengandung zat besi, seperti daging merah, ikan,
dan sayuran hijau serta makanan yang mengandung
vitamin C
- Mengedukasi agar pasien menghindari makanan yang
menghambat absorpsi besi (teh, susu murni, kuning
telur, serat) dan obat seperti antasida dan kloramfenikol.
- Mengedukasi efek samping pemberian terapi Fe sulfat
berupa gejala gangguan gastrointestinal, misalnya
konstipasi, diare, rasa terbakar di ulu hati, nyeri
abdomen dan mual.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANEMIA
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa
eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk
membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan
oxygen carrying capacity).1 Parameter yang umumnya dipakai untuk
menunjukkan penurunan jumlah massa eritrosit adalah kadar hemoglobin, disusul
oleh hematokrit dan hitung eritrosit.1,2 Nilai rujukan kadar hemoglobin untuk
mendiagnosis anemia pada orang dewasa menurut WHO dapat dilihat pada tabel
1.3

Tabel 1. Kadar hemoglobin untuk mendiagnosis anemia menurut WHO3


Anemia
Populasi*
Ringan Sedang Berat
Pria (≥ 15 tahun) 11-12,9 g/dL 8-10,9 g/dL < 8 g/dL
Wanita yang tidak sedang
11-11,9 g/dL 8-10,9 g/dL < 8 g/dL
hamil (≥ 15 tahun)
Wanita hamil (≥ 15 tahun) 10-10,9 g/dL 7-9,9 g/dL < 7 g/dL
*Populasi tinggal di ketinggian 0 m dari permukaan laut

Anemia adalah suatu kumpulan gejala dari berbagai penyakit dasar (underlying
disease), bukan merupakan suatu penyakit tersendiri (disease entity). Pendekatan
terhadap pasien anemia memerlukan pemahaman tentang patogenesis dan
patofisiologi anemia, serta ketepatan dalam memilih, menganalisis, serta
merangkum hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan
pemeriksaan penunjang lainnya.1, 4

2.1.1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik


Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan bagian yang penting dalam
mendiagnosis anemia. Penurunan jumlah eritrosit pada anemia menyebabkan
gangguan pengiriman oksigen ke jaringan, menimbulkan hipoksia jaringan
sehingga menyebabkan tubuh melakukan mekanisme kompensasi untuk
mengatasi hipoksia tersebut. Keadaan ini memunculkan gejala dan tanda yang
dapat ditemukan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien anemia. Gejala
anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu gejala umum anemia, gejala
khas masing-masing anemia, dan gejala penyakit dasar.1
Gejala umum anemia, disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena
iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap
penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul dan menjadi jelas apabila kadar
hemoglobin telah turun di bawah 7 g/dL. Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah,
lesu, cepat lelah, palpitasi, tinnitus, mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin,
sesak napas, dan dispepsia. Berat ringannya gejala umum anemia tergantung pada
derajat penurunan hemoglobin, kecepatan penurunan hemoglobin, usia, adanya
kelainan jantung atau paru sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak
pucat, mudah dilihat pada konjungtiva palpebra, mukosa mulut, telapak tangan,
dan jaringan di bawah kuku. 1, 2, 4
Gejala khas masing-masing anemia merupakan gejala yang spesifik untuk
setiap jenis anemia. Pada anemia defisiensi Fe dapat ditemukan adanya keluhan
disfagia serta pica (keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim). Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya atrofi papil lidah, stomatitis angularis,
dan kuku sendok (koilonikia). Pada anemia megaloblastik dapat ditemukan
glositis dan gangguan neurologis pada defisiensi vitamin B12. Pada anemia
hemolitik didapatkan adanya ikterus, splenomegali dan hepatomegali. Sedangkan
pada anemia aplastik dapat ditemukan perdarahan dan tanda-tanda infeksi.1, 2
Gejala penyakit dasar sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia
tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi cacing tambang: sakit perut,
pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. Pada kasus tertentu
gejala penyakit dasar lebih dominan, misalnya pada anemia akibat penyakit
kronik karena artritis reumatoid.1, 2

2.1.2 Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan laboratorium yang umumnya dilakukan untuk meunjang
diagnosis anemia terdiri dari:
 Pemeriksaan Penyaring
Pemeriksaan penyaring untuk kasus anemia terdiri dari pengukuran kadar
hemoglobin, indeks eritrosit, dan gambaran darah tepi.1 Indeks eritrosit
meliputi MCV (Mean Corpuscular Volume), MCH (Mean Corpuscular
Hemoglobin), dan MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration).
Pemeriksaan gambaran darah tepi dapat menunjukkan diameter, bentuk,
warna, dan inklusi eritrosit. Abnormalitas gambaran darah tepi yang
mungkin ditemukan pada eritrosit beserta kemungkinan penyakitnya
disajikan pada tabel 2.

Tabel 2. Abnormalitas gambaran darah tepi eritrosit5-8


Abnormalitas Eritrosit Kemungkinan Penyakit Gambar
Anisositosis Anemia hemolitik, anemia
Variasi abnormal volume megaloblastik,anemia defisiensi Fe
eritrosit

Makrosit Anemia megaloblastik, sindrom


Diameter eritrosit > 8 πm mielodisplastik, penyakit hati
kronis, kegagalan sumsum tulang,
retikulositosis
Makrosit oval Anemia megaloblastik
Eritrosit besar dan oval

Mikrosit Anemia defisiensi Fe, anemia


Diameter eritrosit < 6 πm karena inflamasi kronis, anemia
sideroblastik, thalasemia, penyakit
HbE
Poikilositosis Anemia berat
Variasi bentuk eritrosit
abnormal
Spherosit Spherositosis herediter
Eritrosit kecil, bulat, Autoimun hemolitik anemia
padat, tanda central pallor Luka bakar berat (ditambah
skitosit)
Eliptosit, ovalosit Eliptositosis/ ovalositosis herediter
Elips (seperti rokok), oval Anemia defisiensi Fe
(seperti telur) Thalasemia mayor
Anemia mielophtisik
Stomatosit Stomatositosis herediter
Eritrosit dengan central Sindrom defisiensi Rh
pallor seperti celah Stomatositosis didapat (penyakit
hepar, alkoholisme)
Artefak
Sel sickle Anemia sel sickle
Ujung-ujung akhir
eritrosit memipih, tipis,
padat, dapat melengkung
Kristal Hb C Penyakit Hb C
Kristal hexagonal hasil
kondensasi Hb pada
membran eritrosit
Kristal Hb SC Penyakit Hb SC
Kristal berbentuk jari atau
kuarsa yang menonjol di
membran eritrosit
Sel target Penyakit hati
Eritrosit dengan Hb Hemoglobinopati
terkondensasi di tengah Thalasemia
serta di sekitar tepi
sehingga berbentuk seperti
target
Skitosit Anemia hemolitik mikroangiopati
Pecahan eritrosit (disertai mikrospherosit)
Hemolisis akibat trauma jantung
Luka bakar berat (disertai
mikrospherosit)
Sel helm Sama seperti skitosit
Pecahan eritrosit yang
berbentuk helm

Sel terlipat Penyakit Hb C -


Membran eritrosit terlipat Penyakit Hb SC
keluar
Akantosit Penyakit hati berat (anemia sel
Eritrosit kecil, padat, spur)
dengan beberapa proyeksi Neuroakantositosis
ireguler dengan berbagai (abetalipoproteinemia, McLeod
panjang sindrom)
Sel burr Uremia
Eritrosit dengan proyeksi Defisiensi piruvat kinase
tumpul/ tajam yang selalu
berada di atas permukaan
sel
Sel tear drop Mielofibrosis primer
Eritrosit dengan ektensi Anemia mielophthisic
tunggal berujung tajam Thalasemia
seperti bentuk pear/ air Anemia megaloblastik
mata
Hb H Penyakit Hb H -
Pewarnaan supravital
granula halus,
terdispersi
Pewarnaan wright tidak
terlihat
Inklusi basofilia difus Anemia hemolitik -
Pewarnaan supravital Setelah terapi defisiensi B12, besi,
granula dan filamen dan asam folat
Pewarnaan wright
semburat kebiruan
menyebar di sitoplasma
(polikromasi)
Stippling basofilik Keracunan timah
Pewarnaan supravital Thalasemia
granula dan filamen Hemoglobinopati
Pewarnaan wright  Sintesis heme abnormal
granula biru-ungu yang
terdistribusi di seluruh
sitoplasma
Badan Howell-Jolly Hiposplenism
Pewarnaan supravital  Setelah splenektomi
granula padat bulat Anemia megaloblastik
Pewarnaan wright  Anemia hemolitik
granula bulat, padat, biru/
ungu; satu tiap sel; kadang
multiple
Badan Heinz Defisiensi glukosa-6-fosfat
Pewarnaan supravital  dehidrogenase
granula bulat melekat Hemoglobin tak stabil
pada membran dalam Obat/ bahan kimia oksidan
Pewarnaan wright  tidak
terlihat
Badan pappenheimer Anemia sideroblastik
Pewarnaan supravital Hemoglobinopati
kelompok granula kecil Hiposplenisme
Pewarnaan wright Anemia megaloblastik
kelompok granula kecil,
biru muda, dekat-pinggir
sel
Cincin cabot Anemia megaloblastik
Pewarnaan supravital  Sindrom mielodisplastik
cincin atau seperti angka 8
Pewarnaan wright 
cincin
biru atau seperti angka 8

Pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit, dan hapusan darah tepi


dapat memastikan adanya anemia dan jenis morfologi anemia tersebut.
Pemeriksaan hematologi menggunakan alat automated hematology analyzer
terbaru juga mencakup pemeriksaan red cell distribution width (RDW).
RDW adalah sebuah indeks yang menggambarkan derajat variasi ukuran sel
darah merah.4-8
 Pemeriksaan Darah Seri Anemia
Pemeriksaan ini meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit, dan
laju endap darah. Hitung retikulosit dapat menggambarkan kemampuan
sumsum tulang dalam meningkatkan produksi eritrosit sebagai bentuk
respon anemia. Analisis hitung retikulosit dapat digunakan untuk
membedakan penyebab anemia yaitu karena gangguan produksi eritrosit
atau destruksi prematur dan pemendekan masa hidup eritrosit. Pada
pemendekan masa hidup eritrosit, misal pada anemia hemolitik, sumsum
tulang berusaha mengkompensasi dengan meningkatkan produksi eritrosit.
Peningkatan ini akan menyebabkan pelepasan lebih banyak retikulosit ke
perifer. Jumlah retikulosit yang meningkat juga dapat ditemui pada kasus
perdarahan akut. Pada kasus perdarahan kronik, akan menyebabkan
penurunan ringan dari retikulosit dan defisiensi Fe. Sedangkan jumlah
retikulosit yang sangat menurun dapat terjadi karena insufisiensi atau tidak
efektifnya sistem eritropoesis.1, 4, 5
 Pemeriksaan Sumsum Tulang
Pemeriksaan sumsum tulang meliputi pemeriksaan selularitas, maturasi, dan
komposisi elemen-elemen hematopoesis dalam sumsum tulang.
Pemeriksaan ini memberikan informasi yang sangat berharga mengenai
keadaan sistem hematopoesis dan dibutuhkan untuk diagnosis definitif pada
beberapa jenis anemia. Pemeriksaan sumsum tulang mutlak diperlukan
untuk diagnosis anemia aplastik, anemia megaloblastik, serta pada kelainan
hematologik yang dapat mensupresi sistem eritroid, seperti sindrom
mielodisplastik (MDS).1, 4
 Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan ini hanya dilakukan atas indikasi khusus, misalnya pada:1
o Anemia defisiensi Fe: Fe serum, TIBC (total iron binding capacity),
feritin serum, saturasi transferin, protoporfirin eritrosit, reseptor
transferin, dan pengecatan besi sumsum tulang (Perl’s stain).
o Anemia megaloblastik: folat serum, vitamin B12 serum, tes supresi
deoksiuridin, tes Schiling
o Anemia hemolitik: bilirubin serum, tes Coomb, elektroforesis
hemoglobin
o Anemia aplastik: biopsi sumsum tulang

2.1.3 Pendekatan Diagnosis Anemia


Anemia adalah suatu kumpulan gejala, bukan merupakan suatu penyakit. Selain
diagnosis anemia, penentuan penyakit yang mendasari anemia sebisa mungkin
juga harus dilakukan. Tahapan-tahapan dalam diagnosis anemia ditunjukkan oleh
gambar 1.
Menentukan
Menentukan
Menentukan penyakit penyerta
Menentukan etiologi/
adanya yang
jenis anemia penyakit
anemia mempengaruhi
dasar
pengobatan

Gambar 1. Alur diagnosis anemia1

Pembuatan diagnosis dengan cara menggabungkan penilaian klinis ditambah


laboratorium merupakan cara yang paling ideal. Pendekatan diagnosis dengan
cara ini dirangkum dalam algoritma pendekatan diagnosis anemia berikut ini.

Anemia

Hapusan darah
tepi dan
indeks eritrosit

Anemia Anemia
Anemia
hipokromik normokromik
makrositer
mikrositer normositer

Lihat Gambar 3 Lihat Gambar 4 Lihat Gambar 5

Gambar 2. Algoritma pendekatan diagnosis anemia1


Anemia
hipokromik
mikrositer

Besi serum

Menurun Normal

TIBC ↑↑ TIBC ↓↓ Feritin


Feritin ↓↓ Feritin N/↑ normal

Ring sideroblast
Besi sumsum Besi sumsum Elektroforesis
dalam sumsum
tulang negatif tulang positif Hb
tulang

Anemia Anemia akibat Hb A2 ↑ Anemia


defisiensi penyakit
HbF sideroblastik
besi kronik

Thalasemia
beta

Gambar 3. Algoritma pendekatan diagnosis anemia hipokromik mikrositer1

Anemia makrositer

Retikulosit

Meningkat Normal/menurun

Anemia Riwayat Anemia pasca Sumsum


defisiensi B12, perdarahan akut perdarahan akut tulang
asam folat
dalam terapi
Megaloblastik Non
megaloblastik
B12 serum Asam folat
rendah rendah Anemia pada
sindrom
Anemia mielodisplastik
Anemia
defisiensi asam
defisiensi B12
folat

Gambar 4. Algoritma pendekatan diagnostik anemia makrositer1


Anemia normokromik
normositer

Retikulosit

Meningkat Normal/menurun

Tanda hemolisis Riwayat Sumsum


positif perdarahan akut tulang

Tes Coomb Anemia pasca


Hipoplastik Displastik Infiltrasi Normal
perdarahan akut

Negatif Positif Anemia Anemia Limfoma, Faal hati,


aplastik pada kanker faal ginjal,
Riwayat sindrom faal tiroid,
keluarga AIHA mielodis Anemia penyakit
positif plastik mielopti kronik
sik
A.mikroangiopati Anemia
Enzimopati
obat/ parasit pada GGK,
Membranopati Penyakit
Hemoglobino hati kronik,
pati Hipertiroid,
Peny. kronik

Gambar 5. Algoritma diagnosis anemia normokromik normositer1

2.1.4 Pendekatan Terapi Anemia


Prinsip pemberian terapi pada pasien anemia dapat dilihat pada gambar 6.

• Berdasarkan diagnosis definitif yang telah ditegakkan


1
terlebih dahulu
• Pemberian hematinik tanpa indikasi yang jelas tidak
2
dianjurkan
• Pengobatan anemia dapat berupa:
• Terapi untuk keadaan darurat seperti misalnya pada
3 perdarahan akut akibat anemia aplastik yang mengancam
jiwa pasien, atau pada anemia pasca perdarahan akut yang
disertai gangguan hemodinamik
• Terapi suportif
• Terapi yang khas untuk masing-masing anemia
• Terapi kausal untuk mengobati penyakit dasar yang
menyebabkan anemia tersebut

• Bila diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan, dapat diberikan


terapi percobaan dengan pemantauan ketat terhadap respon
4 terapi dan perubahan perjalan penyakit pasien serta diperlukan
evaluasi terus menerus tentang kemungkinan perubahan
diagnosis

• Transfusi diberikan pada anemia pasca perdarahan akut dengan


tanda gangguan hemodinamik
5
• Pada anemia kronik transfusi hanya diberi jika anemia bersifat
simtomatik, atau adanya ancaman payah jantung

Gambar 6. Pendekatan terapi anemia1

2.2 ANEMIA DEFISIENSI FE


Anemia defisiensi Fe (ADB) adalah anemia yang timbul akibat
berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis.9-11 ADB ditandai dengan
anemia hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium yang menunjukkan
cadangan besi kosong. Berbeda dengan ADB, pada anemia akibat penyakit kronik
penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang karena pelepasan besi dari sistem
retikuloendotelial berkurang, sedangkan cadangan besi masih normal. Pada
anemia sideroblastik penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang karena
gangguan mitokondria yang menyebabkan inkorporasi besi ke dalam heme
terganggu. Oleh karena itu, ketiga jenis anemia ini digolongkan sebagai anemia
dengan gangguan metabolisme besi.10

2.2.1 Penyerapan dan Metabolisme Besi


Besi merupakan senyawa vital yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk
berbagai proses metabolisme, meliputi transportasi oksigen, sintesis DNA, dan
transportasi elektron. Besi dalam tubuh tidak pernah terdapat dalam bentuk logam
bebas (free iron), tetapi selalu berikatan dengan protein tertentu. Besi bebas akan
merusak jaringan, karena mempunyai sifat seperti radikal bebas. Dalam keadaan
normal, seorang laki-laki dewasa mempunyai kandungan besi 50 mg/kgBB,
sedangkan perempuan dewasa adalah 35 mg/kgBB.Tabel 3 menggambarkan
komposisi besi pada seorang laki-laki dengan berat badan 75 kg.10

Tabel 3. Komposisi besi seorang laki-laki dengan BB 75 kg10


Senyawa besi fungsional Hemoglobin 2300 mg
Mioglobin 320 mg
Enzim-enzim 80 mg
Senyawa besi transportasi Transferin 3 mg
Senyawa besi cadangan Feritin 700 mg
Hemosiderin 300 mg
Total 3803 mg

Tubuh mendapatkan masukan besi yang berasal dari makanan. Untuk


memasukkan besi dari usus ke dalam tubuh diperlukan proses penyerapan.
Penyerapan besi paling banyak terjadi di bagian proksimal duodenum. Proses
penyerapan besi dibagi menjadi 3 fase:10
 Fase Luminal
Besi dalam makanan terdapat dalam 2 bentuk, yaitu besi heme dan non-
heme.Besi heme terdapat dalam daging dan ikan, tingkat penyerapannya tinggi,
tidak dihambat oleh bahan penghambat sehingga bioavailibilitasnya tinggi.
Besi non-heme berasal dari sumber tumbuh-tumbuhan, tingkat penyerapannya
rendah, dipengaruhi oleh bahan pemacu (vitamin C) dan penghambat (tanat,
fitat, serat) sehingga bioavailibilitasnya rendah. Pada fase ini, besi dalam
makanan diolah dalam lambung. Karena pengaruh asam lambung, besi
dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain dan mengalami reduksi dari
bentuk feri menjadi bentuk fero yang siap untuk diserap.
 Fase Mukosal
Penyerapan besi terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks dan
terkendali. Sel absorptif terletak pada puncak vili usus (apical cell). Setelah
besi masuk ke dalam sitoplasma, sebagian disimpan dalam bentuk feritin,
sebagian diloloskan melalui basoateral transporter (ferroportin / IREG 1) ke
dalam kapiler usus. Kemudian besi diikat oleh apotransferin dalam kapiler
usus. Absorbsi besi heme jauh lebih efisien dibandingkan dengan besi non-
heme. Besar kecilnya besi yang ditahan di enterosit atau diloloskan ke
basolateral diatur oleh set point.
 Fase Korporeal
Besi yang diserap oleh enterosit (epitel usus) kemudian melewati bagian basal
epitel usus, memasuki kapiler usus, lalu diikat oleh apotransferin menjadi
transferin dalam darah. Transferin akan melepaskan besi pada sel
retikuloendotelial melalui proses pinositosis. Besi yang terikat pada transferin
(Fe2-Tf) akan diikat oleh reseptor transferin (transferrin receptors = Tfr) yang
terdapat pada permukaan sel, terutama sel normoblas. Suatu pompa proton
menurunkan pH dalam endosome, menyebabkan perubahan konformasional
dalam protein sehingga melepaskan ikatan besi dengan transferin. Besi dalam
endosome akan dikeluarkan ke sitoplasma dengan bantuan DMT1, sedangkan
ikatan apotransferin dan reseptor transferin mengalami siklus kembali ke
permukaan sel dan dapat dipergunakan kembali.

2.2.2 Etiologi
Berikut ini adalah kemungkinan penyebab anemia defisiensi Fe:10, 11
 Berkurangnya asupan Fe
- Diet tidak adekuat (malnutrisi), kualitas Fe/bioavailabilitas Fe yang tidak
baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging)
- Gangguan absorpsi Fe: gastrektomi, tropical sprue, atau kolitis kronik
 Kehilangan Fe
- Perdarahan saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau
OAINS, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan
infeksi cacing tambang
- Perdarahan saluran genitalia perempuan: menorrhagia atau metrorhagia
- Perdarahan saluran kemih: hematuria
- Perdarahan saluran napas: hemoptoe
- Gagal ginjal kronik dan hemodialisis
- Hemoglobinuria
 Kebutuhan Fe meningkat
- Prematuritas
- Anak dalam masa pertumbuhan
- Kehamilan
- Laktasi

2.2.3 Patofisiologi
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan Fe sehingga cadangan Fe
makin menurun. Keadaan ini disebut iron depleted state atau negative iron
balance. Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan
absorbsi Fe dalam usus, serta pengecatan Fe dalam sumsum tulang negatif. Pada
tahap lebih lanjut, cadangan Fe menjadi kosong sama sekali, penyediaan Fe untuk
eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit
tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Pada tahap ini dijumpai peningkatan
kadar free protoporphyrin atau zinc protoporphyrin dalam eritrosit, penurunan
saturasi transferin, dan peningkatan TIBC. Keadaan ini disebut eritropoesis
defisiensi Fe / iron deficient erythropoiesis. Apabila jumlah Fe terus menurun,
maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun,
akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositer, disebut iron deficiency anemia.
Pada tahap ini terjadi kekurangan Fe pada epitel serta pada beberapa enzim yang
dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring, serta berbagai
gejala lainnya.10
Selain untuk hemopoesis, Fe juga diperlukan oleh berbagai enzim dalam
penyediaan energi dan transpor elektron. Defisiensi Fe menimbulkan penurunan
fungsi mioglobin, enzim sitokrom, dan gliserofosfat oksidase, sehingga
menyebabkan gangguan glikolisis yang mengakibatkan penumpukan asam laktat.
Hal ini mempercepat kelelahan otot. Defisiensi Fe juga dapat menimbulkan
gangguan perkembangan kognitif dan non-kognitif pada bayi dan anak sehingga
dapat menurunkan kapasitas belajar. Hal ini diperkirakan karena gangguan pada
enzim aldehid oksidase yang menyebabkan penumpukan serotonin, serta enzim
monoamiooksidase yang menyebabkan penumpukan katekolamin di otak.10

2.2.4 Gambaran Klinik


Anemia defisiensi Fe menunjukkan tanda dan gejala khas yang tidak
dijumpai pada anemia lain, di antaranya:
 Koilonikia: kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis
vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok
 Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil
lidah menghilang
 Stomatitis angularis (chelitis/cheliosis): adanya peradangan pada sudut mulut
sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan
 Disfagia: sulit menelan karena nyeri akibat kerusakan epitel hipofaring
 Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia
 Pica: keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti: tanah liat, es,
lem, dan lain-lain
 Sindrom Plummer Vinson atau Paterson Kelly adalah kumpulan gejala yang
terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia.12
2.2.5 Diagnosis

1. Menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar Hb

2. Memastikan adanya defisiensi besi

Anemia hipokromik mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV<80 fl dan
MCHC<31g/dL dengan salah satu point di bawah ini:
a. Dua dari tiga parameter di bawah ini:
- Fe serum <50 µg/dL
- TIBC >350 µg/dL
- Saturasi transferin <15%, atau
b. Feritin serum <20 µg/L, atau
c. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (Perl's stain) menunjukkan cadangan besi
(butir-butir hemosiderin) negatif, atau
d. Dengan pemberian ferrous sulfat 3x200 mg/hari (atau preparat besi lain yang setara)
selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin ≥2 mg/dL

3. Menentukan penyebab anemia defisiensi besi


Asupan kurang
Kebutuhan besi meningkat
Kehilangan besi

Gambar 7. Alur diagnosis anemia defisiensi Fe10

2.2.6 Terapi
Terapi anemia defisiensi Fe terdiri dari:
a. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan. Misalnya pengobatan
cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menorrhagia.
b. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron
replacement therapy):
 Terapi Fe oral
Preparat yang tersedia adalah ferrous sulfat yang merupakan preparat
pilihan pertama karena paling murah dan efektif. Dosis anjuran adalah
3x200 mg selama 3-6 bulan, ada pula yang menganjurkan sampai 12 bulan
setelah kadar Hb normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Preparat besi
oral sebaiknya diberikan saat lambung kosong. Pada pasien yang tidak tahan
dengan efek samping gastrointestinal seperti mual, muntah, dan konstipasi,
preparat dapat diberikan saat makan atau dosis dikurangi menjadi 3x100
mg. Untuk meningkatkan penyerapan besi dapat diberikan vitamin C.10, 11
 Terapi besi parenteral
Preparat yang tersedia adalah iron dextran complex (50 mg besi/mL), iron
sorbitol citric acid, iron ferric gluconate, dan iron sucrose. Besi parenteral
dapat diberikan secara intramuscular dalam atau intravena pelan. Rute
parenteral bertujuan mengembalikan kadar Hb dan mengisi besi hingga 500-
1000 mg. Indikasi pemberian besi parenteral adalah:
- Intoleransi terhadap pemberian besi oral
- Kepatuhan terhadap pemberian besi oral rendah
- Gangguan pencernaan seperti colitis ulseratif yang dapat kambuh jika
diberikan besi oral
- Penyerapan besi terganggu seperti pada gastrektomi
- Terjadi kehilangan darah yang cukup besar, sehingga tidak dapat
dikompensasi dengan pemberian besi oral, misalnya pada hereditary
hemorrhagic teleangectasia
- Kebutuhan besi yang besar dalam waktu singkat, misalnya sebelum
operasi
- Defisiensi Fe fungsional relatif akibat pemberian eritropoetin pada
anemia gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik.10, 11
c. Terapi lain
 Diet: makanan bergizi tinggi protein terutama protein hewani
 Vitamin C: diberikan 3x100 mg per hari untuk meningkatkan absorpsi besi
 Transfusi darah: darah yang diberikan adalah PRC (packed red cell) untuk
mengurangi bahaya overload. Indikasinya adalah:
- Adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman gagal jantung
- Anemia yang sangat simptomatik, misalnya dengan gejala pusing yang
mencolok
- Pasien memerlukan peningkatan kadar Hb yang cepat seperti pada
kehamilan trimester akhir atau preoperasi.10
BAB III
PEMBAHASAN

Seorang wanita usia 30 tahun didiagnosa menderita anemia defisiensi Fe.


Pasien datang dengan keluhan utama lemas. Keluhan lemas dapat disebabkan oleh
anemia; hipoglikemia akibat intake makanan kurang (misal mual muntah karena
penyakit ginjal atau hati); dan penyakit jantung. Dari anamnesis didapatkan
adanya keluhan lemas, berat badan turun, berdebar-debar, nafsu makan menurun,
mual, pusing, mata berkunang-kunang yang merupakan gejala umum dari
anemia.1,5,7 Kecurigaan lemas pada pasien disebabkan oleh anemia dan bukan
karena sebab lain didukung oleh tidak adanya keluhan sesak napas, nyeri dada,
kaki bengkak yang merupakan keluhan dari penderita sakit jantung; tidak adanya
keluhan buang air kecil sedikit (dapat merupakan gejala dari gagal ginjal); tidak
ada BAB hitam, BAB darah segar, dan muntah darah (merupakan beberapa gejala
dari hipertensi portal sirosis). Pada pasien ini juga tidak ada riwayat kencing
manis yang dapat menyebabkan lemas akibat hipoglikemia yang ditimbulkan
karena minum obat yang tidak sesuai aturan.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya konjungtiva palpebra pucat, bibir
pucat, mukosa gingiva pucat, dan ekstremitas pucat yang merupakan tanda umum
dari anemia.1,5,7 Pada pasien ini tidak ditemukan tanda dan gejala khas anemia
defisiensi Fe seperti: pica, disfagia, stomatitis angularis, atrofi papil lidah, dan
kuku sendok. Tanda-tanda anemia hemolitik seperti ikterik dan
hepatosplenomegali juga tidak ditemukan sehingga dari pemeriksaan fisik tidak
mendukung kecurigaan anemia hemolitik. Kecurigaan anemia defisiensi Fe
didapatkan melalui pemeriksaan penunjang. Kadar Hb 5,49 g/dL yang sesuai
dengan keadaan anemia berat.5, 7 Pada pemeriksaan indeks eritrosit (MCV, MCH,
MCHC) dan gambaran darah tepi didapatkan interpretasi jenis anemia hipokromik
mikrositer dengan ditemukan sel pensil, tear drop, ovalosit serta eliptosit.
Berdasarkan algoritma pendekatan diagnosis anemia hipokromik mikrositer,
langkah pertama yang dilakukan adalah pemeriksaan Fe serum. Hasil pemeriksaan
laboratorium pada pasien ini menunjukkan penurunan Fe serum dengan nilai 7
µg/dL. Ada dua kemungkinan diagnosis anemia hipokromik mikrositer dengan
penurunan Fe serum, yaitu anemia defisiensi Fe dan anemia penyakit kronik. Dari
anamnesis tidak didapatkan riwayat menderita penyakit kronik, seperti keganasan,
penyakit ginjal, penyakit jantung, dan infeksi kronik. Untuk membedakan kedua
jenis anemia tersebut, dilakukan langkah berikutnya, yaitu pemeriksaan TIBC dan
feritin.1 Hasil pemeriksaan pada pasien ini menunjukkan nilai feritin yang
menurun, yaitu 2,80 ng/mL. Pemeriksaan TIBC tidak dilakukan. Sehingga, hasil
ini lebih mengarah kepada diagnosis anemia defisiensi Fe.
Berdasarkan kriteria diagnosis anemia defisiensi Fe (modifikasi kriteria
Kerlin et al), pasien ini dapat digolongkan ke dalam diagnosis anemia defisiensi
Fe. Ringkasan hasil laboratorium yang mendukung diagnosis ditampilkan dalam
tabel 4.

Tabel 4. Kriteria diagnosis anemia defisiensi Fe10


Kriteria Diagnosis Data Pasien
Anemia hipokromik mikrositer pada hapusan darah MCV 56,6 fL
tepi, atau MCV <80 fL dan MCHC <31% dengan MCHC 29.1 %
salah satu dari a,b,c, atau d
a. Dua dari tiga parameter di bawah ini:
Fe serum <50 µg/dL 7 ug/dL
TIBC >350 µg/dL 451 µg/dL
Saturasi transferin <15% (Fe serum/TIBC x 1.5%
100%)
b. Feritin serum <20 µg/L 2.8 ng/mL
c. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia Tidak diperiksa
(Perl’s stain) menunjukkan cadangan besi
negative
d. Dengan pemberian sulfas serous 3x200 mg/hari Tidak dilakukan
(atau preparat besi lain yang setara) selama 4
minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin >2
g/dL.
Setelah diagnosis anemia defisiensi Fe ditegakkan, langkah selanjutnya
adalah menentukan penyebab defisiensi Fe. Kemungkinan penyebab defisiensi Fe
adalah berkurangnya asupan besi, meningkatnya kebutuhan, dan kehilangan besi
akibat perdarahan kronik.10 Berdasarkan hasil anamnesis, pasien mengaku jarang
konsumsi makanan yang mengandung zat besi yang cukup (daging merah, ikan,
sayuran hijau). Selain itu, pasien tidak sedang hamil dan menyusui, sehingga
kebutuhan akan zat besinya tidak meningkat. Perdarahan saluran cerna merupakan
penyebab paling sering dari keadaan anemia defisiensi Fe.13 Dari anamnesis
pasien tidak memiliki riwayat BAB berdarah, BAB hitam, atau hemorrhoid.
Sehingga mengarah kecurigaan adanya perdarahan samar pada saluran cerna yang
dapat dideteksi melalui tes benzidin.
Sebelum dilakukan pemeriksaan tes benzidin, pasien dikonsulkan ke
bagian gizi klinik untuk persiapan diet benzidin. Diet ini dilakukan untuk
menghindari hasil positif palsu dari tes benzidin karena reagen benzidin yang
bereaksi dengan makanan yang mengandung hemoglobin atau klorofil, misalnya
daging, ikan berdaging merah, ayam, dan kuning telur. Sayuran dan buah-buahan,
misalnya sayuran hijau, seperti bayam, kangkung, buncis, kacang panjang; buah
yang berwarna hijau, seperti alpukat; dan buah yang dimakan dengan kulitnya.
Diet benzidin biasanya hanya dilakukan untuk beberapa hari (2-3 hari).
Menurut keadaan pasien, makanan diberikan dalam bentuk saring atau lunak.
Sumber karbohidrat yang boleh diberikan adalah beras dibubur atau dibubur
saring, kentang dipuree, makaroni, roti putih, biskuit, tepung-tepungan. Putih
telur, ikan berdaging putih, dan susu merupakan sumber protein hewani yang
boleh diberikan, sedangkan sumber protein nabati bisa diberikan tahu. Untuk
lemak dapat diberikan mentega atau margarin. Sayuran dan buah-buahan dapat
diberikan kembang kol, labu siam, labu kuning, pisang ambon, sari sirsak, dan
pepaya. Hasil tes benzidin tes negatif. Sehingga diusulkan pemeriksaan lain untuk
mencari etiologi penyebab anemia defisiensi Fe pada pasien ini, yaitu feses rutin.
Pemeriksaan ini diusulkan untuk mencari adanya infeksi cacing, sel-sel eritrosit,
leukosit, atau sel-sel lain yang mengarah adanya gangguan absorbsi usus.14
Transfusi PRC diberikan 4 kolf, dengan 2kolf/hari, berdasarkan indikasi
pasien anemia berat dengan Hb 5,39 karena pada kadar Hb tersebut merupakan
risiko tinggi untuk terjadinya gagal jantung. Pada pasien ini juga diberikan
preparat besi oral. Di Indonesia pil besi yang umum digunakan dalam
suplementasi zat besi adalah ferrous sulfat. Efek samping dari pemberian besi per
oral adalah mual, abdominal discomfort, konstipasi dan diare. Efek ini tergantung
dosis yang diberikan dan dapat diatasi dengan mengurangi dosis dan meminum
tablet segera setelah makan atau bersamaan dengan makanan. Tetapi resiko efek
samping ini dapat dikurangi dengan cara menaikkan dosis secara bertahap,
menggunakan zat besi dosis rendah, atau menggunakan preparat yang
mengandung elemen besi yang rendah, salah satunya glukonat ferosus. Pada
pasien ini diberikan dosis 3x300mg melebihi dosis yang dianjurkan untuk
meningkatkan penyerapan besi karena pemberian setelah makan akan mengurangi
penyerapan besi hingga 40-50%.
Penyerapan akan lebih sempurna jika diberikan sewaktu perut kosong.
Penyerapan akan lebih sempurna lagi bila diberikan bersama asam askorbat atau
asam suksinat. Dalam 4-30 hari setelah pengobatan didapatkan peningkatan kadar
hemoglobin dan cadangan besi terpenuhi 1-3 bulan setelah pengobatan. Setelah
pemberian terapi, pasien direncanakan evaluasi hal-hal sebagai berikut: (1) cek
darah rutin terutama kadar hemoglobin setiap 3-4 minggu pemberian preparat besi
(2) memantau efek samping pemberian besi berupa gejala gangguan
gastrointestinal, misalnya konstipasi, diare, rasa terbakar di ulu hati, nyeri
abdomen dan mual. Gejala lain dapat berupa pewarnaan gigi yang bersifat
sementara. Pengendapan zat besi dapat dicegah atau dikurangi apabila setelah
makan preparat Fe, pasien dianjurkan berkumur atau minum air putih ataupun
dengan meneteskan larutan preparat Fe di bagian belakang lidah. Pasien juga
harus diberitakan bahwa warna tinja juga berubah menjadi hitam, hal ini tidak
perlu dikhawatirkan.15
DAFTAR PUSTAKA

1. Bakta I. Pendekatan terhadap Pasien Anemia, 6 ed. Dalam: Setiati S, Alwi I,


Sudoyo A, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Hematologi. Jakarta:
Interna Publishing, 2014:2575-82.
2. Longmore M, Wilkinson I, Baldwin A, Wallin E. Oxford Handbook, 9 ed.
Oxford: Oxford University Press, 2014.
3. WHO. Haemoglobin concentrations for the diagnosis of anaemia and
assessment of severity: Vitamin and Mineral Nutrition Information System,
2011.
4. Perkins S. Diagnosis of anemia. Dalam: Kjeldsberg C, Bahler D, Blaylock R,
editors. Practical Diagnosis of Hematologic Disorders. Chicago: ASCP Press,
2006:1-16.
5. Anemia: General Considerations. Dalam: Beck N, editor. Diagnostic
Hematology. Pretoria: Springer, 2009:211.
6. Erythropoiesis and Anaemia. Dalam: d'Onofrio G, Zini G, editors.
Morphology of Blood Disorders. West Sussex: Wiley Blackwell, 2015:132.
7. Barth D, Hirschmann JV. Anemia. Dalam: Tkachuk DC, Hirschmann JV,
editors. Wintrobe's Atlas of Clinical Hematology. Philadelphia: Lippincott
Williams de Wilkins, 2007:11,12,19,31.
8. Tkachuk DC, Chun K, Hirschmann JV. Mylodysplastic Syndromes. Dalam:
Tkachuk DC, Hirschmann JV, editors. Wintrobe’s Atlas of Clinical
Hematology Philadelphia: Lippincott Williams de Wilkins, 2007:100.
9. Harper J. Iron deficiency anemia, 2015.
10. Bakta I, Suega K, Dharmayuda T. Anemia Defisiensi Fe, 6 ed. Dalam: Setiati
S, Alwi I, Sudoyo A, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Hematologi.
Jakarta: Interna Publishing, 2014:2589-99.
11. Supandiman I, Sumantri R, Fadjari T, Fianza P, Oehadian A. Pedoman
diagnosis dan terapi hematologi onkologi medik. Bandung: Q-
Communication, 2003:1-5.
12. WHO. Iron Deficiency Anaemia, 2001.
13. Masrizal. Anemia defisiensi besi. Jurnal Kesehatan Masyarakat 2007: 2:140-5
14. Dallman PR, Yip R, Oski FA. Iron deficiency and related nutritional anemia.
Dalam: Nathan DG, Oski FA, penyunting. Hematology of infancy and
childhood. Edisi ke-4. Philadelphia: WB Saunders, 1993. h. 413 41
15. Gunadi D, Lubis B, Rosidana N. Terapi dan suplementasi besi pada anak. Sari
Pediatri 2009 (11):3:207-11

Das könnte Ihnen auch gefallen