Sie sind auf Seite 1von 18

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN OSTEOMYELITIS

DI SUSUN OLEH :

NESSMA PUTRI A J210070060


WISNU PROBO J210070061
ANIESAH J210070062
WAHYU TRI J210070063
RATNASARI K J210070064
NISHA AFIDAH J210070065

S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2009
OSTEOMYELITIS

A. PENGERTIAN
Osteomyelitis adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan atau
korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous
(infeksi masuk dari dalam tubuh).
(Reeves, 2001)

Osteomyelitis adalah infeksi pada tulang dan sum-sum tulang yang dapat disebabkan oleh
bakteri, virus, atau proses spesifik (m.tuberkulosa,jamur).
(Arif mansjoer, 2002)

Osteomyelitis adalah infeksi jaringan tulang yang dapat bersifat akut maupun kronis.
(Price and wilson, 2005).

Osteomyelitis adalah infeksi tulang ( smeltzer 2002)

B. KLASIFIKASI
Menurut Arif Mansjoer dkk (2002):
Pembagian Osteomyelitis yang lazim dipakai adalah :
1. Osteomyelitis primer yang disebabkan penyebaran kuman-kuman mencapai tulang
secara langsung melalui luka Osteomyelitis primer dapat dibagi menjadi Osteomyelitis
akut dan kronik
2. Osteomyelitis sekunder atau Osteomyelitis yang disebabkan penyebaran kuman dari
sekitarnya, seperti bisul dan luka.

C. ETIOLOGI
Menurut Efendi (2007):
Osteomyelitis dapat disebabkan oleh karena bakteri, virus, jamur dan mikro organisme
lain. Golongan atau jenis patogen yang sering adalah Staphylococcus aureus
menyebabkan 70%-80% infeksi tulang, Pneumococcus, Typhus bacil, Proteus,
Psedomonas, Echerchia coli, Tuberculose bacil dan Spirochaeta.
D. PATOFISIOLOGI
Menurut Smletzher, 2002:
Staphylococcus aureus merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organism
patogenik lainnya yang sering dijumpai pada osteomilitis meliputi proteus, pseudomonas,
dan escerechia coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resisten penisilin, nosokomial,
gram negative dan anaerobic.
Factor predisposisi : virulensi kuman,riwayat trauma,
Awitan osteomielitis
usia, nutrisisetelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan
pertama(
Invasiakut fulminan stadium 1) dan sering berhubungan dengan penumpukan
mikroorganisme
Fraktur terbuka
dari tempat
hematoma lain melalui
atau infeksi supervisial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4
darah
sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya
Masuk ke juksta epifisis Kerusakan pembuluh darah
akibat penyebaran hematogen
tulang panjang dan terjadi 2 tahun atau lebih
dan setelah
adanya portpembedahan.
de entree
Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan vaskularisasi,
Invasi kuman ke tulang sendi
dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, thrombosis pada pembuluh darah terjadi pada tempat
tersebut, mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan dengan peingkatan
osteomilitis
tekanan jaringan dan medulla. Inveksi kemudian berkembang ke kavitas medularis dan
fagositosis
kebawah poriesteum dan dapat menyeber ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya.
Kecuali bilaProses
prosesinflamasi
inveksi dapat
: gangdikontrol awal, kemudian
fungsi ,pembengkakan, akan terbentuk
pembentukan pus, abses pada
tulang. kerusakan integritas jaringan

Pada perjalan alamiahnya, abses dapat keluar secara spontan; namun yang lebih sering
Prosesdilakukan insisi
harus Keterbatasan
dan drainase olehPeningkatan
ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam
inflamasi pergerakan jaringan
dindingnya terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada rongga abses pada
secara umum tulang dan
umumnya, jaringan tulang mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir keluar.
medula
Komplikasi
Demam tidak
Rongga , dapat mengempis dan menyembuh, Iskemia dan yang terjadi pada jaringan lunak.
seperti infeksi
malaise, nekrosis tulang
Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum.jadi
penurunan
meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang
kemampuan
tonus otot tetap rentan mengeluarkan
tetap ada Hambatan absesPembentukan abses
kambuhan sepanjang septikemia
hidup pasien. Dinamakan
tulang
mobilitas fisik
osteomielitis tipe kronik. Kurang terpajan
informasi dan
Defisit perawatan diri Involucrum, nyeri pengetahuan
E. PATHWAY pengeluaran pus
dan luka
Ketidakseimb Kelemahan fisik
angan nutrisi :
Deformitas, bau Risiko
kurang dari Tirah baring lama, Gangguan
dari adanya luka osteomilitis
kebutuhan penekanan lokal pertumbuhan
kronis

Kerusakan integritas Gg citra Defisiensi pengetahuan


kulit diri dan informasi
Pembentukan pus,
nekrosis jaringan

Penurunan Risiko Penyebaran


kemampuan infeksi ke organ
tinggi
pergerakan penting
traum
a

Kerusakan lempeng
epifisis

F. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Smeltzer (2002)
1. Jika infeksi dibawah oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering terjadi dengan
manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat dan
malaise umum). Gejala sismetik pada awalnya dapat menutupi gejala lokal secara
lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan
mengenai periosteum dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi
nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan. Pasien menggambarkan nyeri konstan
berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan tekanan
pus yang terkumpul.
2. Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi
langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah infeksi membengkak, hangat,
nyeri dan nyeri tekan.
3. Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar
dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan
pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah dapat menjadi pada jaringan parut akibat
kurangnya asupan darah.

G. FAKTOR PREDISPOSISI
Menurut Arif muttaqin (2008)
1. Usia ( terutama mengenai bayi dan anak-anak)
2. Jenis kelamin (lebih sering pada pria daripada wanita dengan perbandingan 1:4)
3. Trauma( hematoma akibat trauma pada daerah metafisis merupakan salah satu faktor
predisposisi terjadinya osteomilitis)
4. Lokasi ( osteomilitis sering terjadi pada daerah metafisis)
5. Nutrisi, lingkungan dan imunitas yang buruk serta adanya fokus infeksi sebelumnya

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Arif mansjoer dkk (2002):
1. Pemeriksaan laboratarium: pada fase akut ditemukan CRP yang meninggi, laju endap
darah (LED ) yang meninggi dan leukositosis.
2. Pemeriksaan Radiologik: pada fase akut gambaran radiologik tidak menunjukkan
kelainan, pada fase kronik ditemukan suatu involukrum dan sekuester.
I. PENATALAKSANAAN
Menurut Arif Mansjoer (2002):
a. Perawatan di rumah sakit
b. Pengobatan suportif dengan pemberian infuse
c. Pemeriksaan biakan darah
d. Antibiotic spectrum luas yang efektif terhadap gram positif maupun gram negative
diberikan langsung tanpa menunggu hasil biakan darah secara parenteral selama 3-6
minggu
e. Immobilisasi anggota gerak yang terkena
f. Tindakan pembedahan indikasi untuk melakukan pembedahan ialah :
a. Adanya abses
b. Rasa sakit yang hebat
c. Adanya sekuester
d. Bila mencurigakan adanya perubahan kearah keganasan (karsinoma epedermoid).
Saat yang terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila infolukrum telah
cukup kuat untuk mencegah terjadinya fraktur peasca pembedahan.
J. KOMPLIKASI
Menurut Arif muttaqin (2008) :
1. Septikemia. Dengan makin tersedianya obat-obat antibiotik yang memadai,
kematian akibat septikemia pada saat ini jarang ditemukan
2. Infeksi yang bersifat metastatik. Infeksi dapat bermetastasis ke tulang sendi
lainnya ,otak dan paru-paru, dapat bersifat multifokal, dan biasanya terjadi pada
klien dengan gizi buruk
3. Artitis supuratif. Dapat terjadi pada bayi karena lempng epifisis bayi belum
berfungsi dengan baik
4. Gangguan pertumbuhan. Osteomilitis hematogen akut pada bayi dapat
menyebabkan kerusakan lempeng epifisis sehingga terjadi gangguan pertumbuhan,
tulang yang bersangkutan menjadi lebih pendek

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN OSTEOMYLITIS

KASUS:
Seorang lelaki, Didit (20 tahun), diduga menderita infeksi bakteri patogenik dengan
keluhan pyrexia, rubor, dolor, dan sinus pada tungkai bawah. 2 tahun yang lalu, ada riwayat
kecelakaan dengan fraktur terbuka pada tungkai bawah lalu dibawa ke dukun tulang. Pada
plain foto didapatkan penebalan periosteum, bone resorption, sklerosis sekitar tulang,
involucrum.
Pasien didiagnosa osteomyelitis, didapatkan deformitas, scar tissue, sinus dengan
discharge, seropurulent, dan ekskoriasi sekitar sinus. Klien mengeluh nyeri pada tungkai
bawah yang mengalami fraktur, skala nyeri 7, terasa senut-senut, panas, sifatnya sering, wajah
menahan sakit, akral hangat, bibir kering.
Pemeriksaan TTV didapatkan: TD: 130/90 mmHg, S: 390C, N : 100 x/mnt, RR : 22 x/mnt

A. PENGKAJIAN
1. Pasien yang datang dengan awitan gejala akut (mis. Nyeri lokal, pembengkakan,
eritema, demam) atau kambuhan keluarnya pus dari sinus disertai nyeri,
pembengkakan dan demam sedang.
2. Kaji adanya faktor risiko (mis. Lansia, diabetes, terapi kortikosteroid jangka panjang)
dan cedera, infeksi atau bedah ortopedi sebelumnya.
3. Pasien selalu menghindar dari tekanan di daerah tersebut dan melakukan gerakan
perlindungan.
4. Pada osteomielitis akut, pasien akan mengalami kelemahan umum akibat reaksi
sistemik infeksi.
5. Pemeriksaan fisik memperlihatkan adanya daerah inflamasi, pembengkakan nyata,
hangat yang nyeri tekan. Cairan purulen dapat terlihat. Pasien akan mengalami
kelemahan umum akibat reaksi sistemik infeksi.
6. Pasien akan mengalami peningkatan suhu tubuh.
7. Pada osteomielitis kronik, peningkatan suhu mungkin minimal, yang terjadi pada sore
dan malam hari.

B. ANALISA DATA
DATA ETIOLOGI PROBLEM
DO: Inflamasi, infeksi, Gangguan rasa
 Wajah pasien tampak meringis, bengkak, hipertermia, nyaman: nyeri
menahan sakit, dan sering mengeluh nekrosis jaringan, fraktur.
tentang sakitnya.
 suhu tubuh pasien 390C.
 terdapat bekas fraktur pada tungkai
bawah, scar tissue, sinua dengan
discharge, seropurulen, dan
ekskoriasi.

DS:
Pasien mengatakan bahwa;
P: nyeri terasa apabila dipegang atau
diraba.
Q: nyeri terasa panas, senut- senut
R: nyeri terasa pada bagian tungkai
bawah yang mengalami fraktur
S: skala nyeri pasien 7
T: nyeri sifatnya sering dan terus
menerus.
DO: Nyeri, tidak nyaman, Kerusakan
 Terdapat penebalan periosteum, bone
kerusakan mobilitas fisik
resorption, sclerosis sekitar tulang. muskuloskeletal, anjuran
 Terdapat scar tissue dan bekas
imobilitas
fraktur pada tungkai bawah.

DS:
 Pasien mengatakan nyeri, tidak
nyaman pada tungkai bagian bawah.
DO: Proses penyakit, Risiko fraktur
 Terdapat penebalan periosteum, bone
penyebaran infeksi patologi
resorption, sclerosis sekitar tulang.
 Terdapat scar tissue dan bekas
fraktur pada tungkai bawah.

DS:
 Pasien mengatakan nyeri, tidak
nyaman pada tungkai bagian bawah.

DO: Proses infeksi, Hipertermia


 Suhu tubuh pasien 390C.
peningkatan kecepatan
 Akral hangat
 Terdapat rubor metabolik.
 Frekuensi napas meningkat: 22x/mnt

DS:
 Pasien mengeluh badannya panas.
DO: Keterbatasan informasi, Defisit
 Pasien selalu mengeluh, gelisah, dan
interpretasi yang salah pengetahuan
selalu bertanya. terhadap informasi.
DS:
 Pasien mengatakan bahwa dirinya
pernah datang ke dukun tulang untuk
mengobati penyakitnya.

C. DIAGNOSA
Berdasarkan pada data pengkajian, diagnosa pada pasien dengan osteomielitis
keperawatan menurut wilknson (2006) /NANDA meliputi:
1. Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.
2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri, tidak nyaman, kerusakan
muskuloskeletal, anjuran imobilitas.
3. Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan proses supurasi di tulang,
luka fraktur terbuka, sekunder akibat infeksi inflamasi tulang.
4. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi, peningkatan kecepatan metabolik.
5. Defisit pengetahuan tentang pengobatan berhubungan dengan keterbatasan informasi,
interpretasi yang salah terhadap informasi.

D. INTERVENSI
1. Nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi dan pembengkakan
Tujuan: nyeri berkurang, hilang, atau teratasi.
Kriteria hasil: secara subyektif, klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diatasi,
mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau mengurangi nyeri. Klien tidak
gelisah. Skala nyeri 0-1 atau teratasi.

Intervensi Rasional
Mandiri
a. Kaji nyeri dengan skala 0-4 a. Nyeri merupakan respon subyaktif yang
dapat dikaji dengan menggunakan skala
nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya di
atas tingkat cidera.
b. Imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi
b. Atur posisi imobilisasi pada
nyeri pada daerah nyeri sendi atau nyeri di
daerah nyeri sendi atau nyeri di
tulang yang mengalami infeksi.
tulang yang mengalami infeksi.
c. Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan ,
c. Bantu klien dalam
pergerakan sendi
mengidentifikasi factor pencetus.
d. Pendekatan dengan menggunakan relaksasi
d. Jelaskan dan bantu klien terkait
dan tindakan nonfarmakologi lain
dengan tindakan peredaran nyeri
nonfarmakologi dan noninvasi. menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
e. Ajarkan relaksasi: teknik
e. Teknik ini melancarkan peredaran darah
mengurangi ketegangan otot
sehingga kebutuhan O2 pada jaringan
rangka yang dapat mengurangi
terpenuhi dan nyeri berkurang.
intensitas nyeri dan
meningkatkan relaksasi masase.
f. Ajarkan metode distraksi selama
f. Mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri
nyeri akut.
g. Beri kesempatan waktu istirahat ke hal-hal yang menyenangkan.
g. Istirahat merelaksasi semua jaringan
bila terasa nyeri dan beri posisi
sehingga meningkatkan kenyamanan.
yang nyaman (misal: ketika
tidur, punggung klien diberi
bantal kecil).
h. Tingkatkan pengetahuan tentang
penyebab nyeri dan hubungan h. Pengetahuan tersebut membantu
dengan beberapa lama nyeri mengurangi nyeri dan dapat membantu
akan berlangsung. meningkatkan kepatuhan klien terhadap
rencana terapeutik.
Kolaborasi
Pemberian analgesik
Analgesik memblok lintasan nyeri sehingga
akan berkurang.

2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri, tidak nyaman,


kerusakan muskuloskeletal, anjuran imobilitas.
Tujuan: meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang
mungkin.
Kriteria Hasil: Pasien mampu :
a. mempertahankan posisi fungsional.
b. meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh.
c. menunjukkan teknik yang memampukan melakukan aktivitas
Intervensi Rasional
Mandiri:
a. Kaji derajat imobilitas yang a. Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan
dihasilkan oleh diri/persepsi diri tentang keterbatasan fisik
cedera/pengobatan dan perhatikan aktual, memerlukan informasi, intervensi
persepsi pasien terhadap untuk meningkatkan kemajuan kesehatan.
imobilisasi
b. Dorong partisipasi pada aktivitas b. Memberikan kesempatan untuk
terapeutik/rekreasi. mengeluarkan energi, memfokuskan kembali
perhatian, meningkatkan rasa kontrol
diri/harga diri dan membantu menurunkan
isolasi sosial.
c. Instruksikan pasien untuk/bantu c. Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang
dalam rentang gerak pasien untuk meningkatkan tonus otot,
mempertahankan gerak sendi, mencegah
kontraktur/atrofi, dan resorpsi kalsium karena
tidak digunakan.
d. Dorong penggunaan latihan d. Kontraksi otot isometrik tanpa menekuk sendi
isometrik mulai dengan tungkai atau menggerakkan tungkai dan membantu
yang tak sakit. mempertahankan kekuatan dan masa otot.
e. Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi,
e. Bantu/dorong perawatan meningkatkan kontrol pasien dalam situasi,
diri/kebersihan (contoh: mandi, dan meningkatkan kesehatan diri langsung.
mencukur. f. Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah
f. Berikan/bantu dalam movilizáis baring (contoh: flebitis) dan meningkatkan
dengan cursi roda, kruk, tongkat, penyembuhan dan normalisasi fungsi organ.
sesegera mungkin. Instruksikan Belajar memperbaiki cara menggunakan alat
keamanan dalam menggunakan penting untuk mempertahankan mobilisasi
alat mobilitas. optimal dan keamanan pasien.
g. Hipotensi postural adalah masalah umum
g. Awasi TD dengan melakukan menyertai tirah baring lama dan memerlukan
aktivitas. Perhatikan keluhan intervensi khusus (contoh: kemiringan meja
pusing. dengan peninggian secara bertahap sampai
posisi tegak).
Kolaborasi:
Kolaborasi: Berguna dalam membuat aktivitas
Konsul dengan ahli terapi individual/program latihan. Pasien dapat
fisik/okupasi dan/atau rehabilitasi memerlukan bantuan jangka panjang dengan
spesialis. gerakan, kekuatan, aktivitas, yang
mengendalikan berat badan, juga penggunaan
alat.

3. Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan proses supurasi di


tulang, luka fraktur terbuka, sekunder akibat infeksi inflamasi tulang.
Tujuan: integritas jaringan membaik secara optimal
Kriteria hasil: pertumbuhan jaringan meningkat, keadaan luka membaik, pengeluaran
pus pada luka tidak ada lagi, luka menutup.

Intervensi Rasional
Mandiri
a. Kaji kerusakan jaringan lunak a. Menjadi data dasar untuk memberi
informasi tentang intervensi perawatan luka,
alat, dan jenis larutan apa yang akan
digunakan.
b. Perawatan luka dengan tehnik steril dapat
b. Lakukan perawatan luka :
mengurangi kontaminasi kuman langsung
lakukan perawatan luka dengan
ke area luka.
tehnik steril.
c. Manajemen membuka luka dengan
c. Kaji keadaan luka dengan tehnik
mengguyur larutan NaCl ke perban dapat
membuka balutan dan
mengurangi stimulus nyeri dan dapat
mengurangi stimulus nyeri, bila
menghindari terjadinya perdarahan pada
perban melekat kuat, perban
luka osteomielitis kronis akibat perban yang
diguyur dengan NaCl.
kering oleh pus.
d. Tehnik membuang jaringan dan kuman
d. Larutkan pembilasan luka dari
diarea luka sehingga keluar dari area luka.
arah dalam keluar dengan larutan
e. NaCl merupakan larutan fisiologis yang
NaCl.
e. Tutup luka dengan kasa steril lebih mudah diabsorbsi oleh jaringan
atau kompres dengan NaCl yang daripada larutan antiseptik. NaCl yang
dicampur dengan antibiotik. dicampur dengan antibiotik dapat
mempercepat penyembuhan luka akibat
infeksi osteomielitis.
f. Jaringan nekrotik dapat menghambat
penyembuhan luka.
f. Lakukan nekrotomi pada
g. Memberi rasa nyaman pada klien dan dapat
jaringan yang sudah mati.
membantu meningkatkan pertumbuhan
g. Rawat luka setiap hari atau
jaringan luka.
setiap kali bila pembalut basah
h. Pengendalian infeksi nosokomial dengan
atau kotor.
menghindari kontaminasi langsung dari
h. Hindari pemakaian peralatan
perawatan luka yang tidak steril.
perawatan luka yang sudah
kontak dengan klien
osteomielitis, jangan digunakan
lagi untuk melakukan perawatan
i. Pada klien osteomielitis dengan kerusakan
luka pada klien lain.
i. Gunakan perban elastis dan gips tulang, stabilitas formasi tulang sangat labil.
pada luka yang disertai Gips dan perban elastis dapat membantu
kerusakan tulang atau memfiksasi dan mengimobilisasi sehingga
pembengkakan sendi. dapat mengurangi nyeri.
j. Pemasangan perban elastis yang terlalu kuat
dapat menyebabkan edema pada daerah
j. Evaluasi perban elastis terhadap
distal dan juga menambah nyeri pada klien.
resolusi edema.
k. Adanya batasan waktu selama 7x24 jam
dalam melakukan perawatan luka klien
k. Evaluasi kerusakan jaringan dan
osteomielitis menjadi tolok ukur
perkembangan pertumbuhan
keberhasilan intervensi yang diberikan.
jaringan dan lakukan perubahan
Apabila masih belum mencapai kriteria
intervensi bila pada waktu yang
hasil sebagainya kaji ulang faktor-faktor
ditetapkan tidak ada
yang menghambat pertumbuhan jaringan
perkembangan pertumbuhan
luka.
jaringan yang optimal.

a. Bedah perbaikan terutama pada klien fraktur


Kolaborasi
terbuka luas sehingga menjadi pintu masuk
a. Kolaborasi dengan tim bedah
kuman yang ideal. Bedah perbaikan
untuk bedah perbaikan pada
biasanya dilakukan setelah masalah infeksi
kerusakan jaringan agar tingkat osteomielitis teratasi
b. Manajemen untuk menentukan antimikroba
kesembuhan dapat dipercepat.
yang sesuai dengan kuman yang sensitif
atau resisten terhadap beberapa jenis
b. Pemeriksaan kultur jaringan
antibiotik.
(pus) yang keluar dari luka
c. Antimikroba yang sesuai dengan hasil
kultur (reaksi sensitif) dapat membunuh
atau mematikan kuman yang menginvasi
c. Pemberian
jaringan tulang.
antibiotik/antimikroba

4. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi, peningkatan kecepatan


metabolik.
Tujuan: Pasien akan menunjukkan termoregulasi, yaitu merupakan keseimbangan di
antara produksi panas, peningkatan panas, dan kehilangan panas.
Kriteria Hasil: suhu kulit dalam rentang yang diharapkan, suhu tubuh dalam
batas normal, nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapakan,
perubahan warna kulit tidak ada, keletihan tidak tampak.
Intervensi Rasional
Mandiri:
a. Pantau terhadap tanda hipertermia a. kewaspadaan terhadap hipertermia malignan
maligna (misalnya demam, dapat mencegah atau menurunkan respon
takipnea, aritmia, perubahan hipermetabolik terhadap obat-obatan
tekanan darah, bercak pada kulit, farmakologis yang digunakan selama
kekakuan, dan berkeringat pembedahan.
banyak).
b. Pantau suhu minimal setiap dua b. Regulasi suhu dapat mencapai atau
jam, sesuai dengan kebutuhan. mempertahankan suhu tubuh yang diinginkan
Pantau warna kulit dan suhu selama intraoperasi.
secara kontinu.
c. Pantau tanda vital c. Pemantauan tanda vital seperti pengumpulan
dan analisis data kardiovaskuler, respirasi,
suhu tubuh untuk menentukan serta
mencegah komplikasi.
Kolaborasi:
a. Berikan obat antipiretik sesuai a. Obat antipiretik digunakan untuk
dengan kebutuhan. menurunkan suhu tubuh.
b. Gunakan matras dingin dan mandi b. Matras dingin dan mandi air hangat
air hangat digunakan untuk mengatasi gangguan suhu
tubuh, sesuai dengan kebutuhan.

5. Defisit pengetahuan tentang pengobatan berhubungan dengan keterbatasan


informasi, interpretasi yang salah terhadap informasi.
Tujuan: pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.
Kriteria Hasil: melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari
suatu tindakan, memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam
regimen perawatan

intervensi Rasional
a. kaji ulang patologi, prognosis dan a. memberikan dasar pengetahuan dimana pasien
harapan yang akan datang dapat membuat pilihan informasi.
b. Memberikan dukung an cara-cara b. Sebagian besar osteomilitis memerlukan
mobilisasi dan ambulasi penopang selama proses pe- nyembuhan
sebagaimana yang dianjurkan sehingga keterlambatan pe- nyembuhan
oleh bagi- an fisioterapi. disebab- kan oleh penggunaan alat bantu yang
c. Memilah-milah aktif- itas yang kurang tepat.
bisa mandiri dan yang harus c. Mengorganisasikan kegiatan yang diperlu kan
dibantu. dan siapa yang perlu menolongnya. (apakah
d. identifikasi tersedianya sumber fisioterapi, perawat atau ke- luarga).
pelayanan di masyarakat , contoh d. Memberikan bantuan untuk memudahkan
tim rehabilitasi, pelayanan perawatan diri dan mendukung kemandirian .
perawatan dirumah meningkatkan perawatan diri optimal dan
pemulihan
e. Ajarkan cara teknik balutan e. Memudahkan perawatan diri dan menjaga
secara steril dan dan teknik terjadi infeksi secara mandri dan optimal
kompres hangat.
PERTANYAAN TAMBAHAN

1. Pengertian involucrum?
selubung tulang baru, yang terbentuk di sekeliling tulang yang mengalami nekrosis.
(Hinchliff, 1999).
2. Pengertian pyrexia:
pyrexia adalah panas, febris, hyperthermi, atau dalam keadaan demam. (Hinchliff, 1999).
3. Pengertian sinus discharge:
sinus discharge merupakan keadaan dimana sinus terdapat eksudat akibat infeksi.
(Hinchliff, 1999).
4. Pengertian seropurulen:
Seropurulen adalah keadaan dimana membran mukosa (pada kasus ini sinus) terdapat pus.
(Hinchliff, 1999).
5. Pengertian periosteum:
Jaringan penyambung khusus yang membungkus tulang seluruh tubuh dan memiliki
kemampuan membentuk tulang, pada orang dewasa, periosteum terdiri atas dua lapisan
yang tidak memiliki batas yang jelas, lapisan luar yang merupakan jalinan padat jaringan
penyambung yang mengandung pembuluh darah dan lapisan dalam yang tersusun dari
berkas. Berkas kolagen yang lebih longgar dengan sel-sel jaringan penyambung bentuk
kumparan serta jalinan serat elastis tipis
6. Pengertian bone resorption:
Proses penyerapan kembali pada tulang setelah terjadi fraktur tulang. (Hinchliff, 1999).
7. Pengertian excoriation:
Excoriation merupakan istilah lain dari abrasion, yaitu merupakan cedera superfisial pada
membran mukosa (sinus) akibat kerokan atau gosokan (ekskorasi) sehingga dapat menjadi
jaringan parut. (Hinchliff, 1999).
8. Proses peradangan
Radang sebenarnya adalah gejala yang menguntungkan dan pertahanan, karena hasilnya
adalah netralisasi dan pembuangan agen penyerang, penghancuran jaringan nekrosis dan
pembentukan keadaan untuk perbaikan dan pemulihan. Pada proses peradangan terjadi
pelepasan histamine ke dalam jaringan sekitar. Akibat dari sekresi histamine berupa :

1. Peningkatan aliran darah lokal


2. peningkatan permeabilitas kapiler
3. perembesan arteri dan fibrinogen ke dalam jaringan
4. edema ekstra seluler lokal
Peradangan adalah reaksi vascular yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat
yang terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial pada daerah
cedera atau nekrosis.

Pada setiap luka pada jaringan akan timbul reaksi inflamasi atau reaksi vaskuler.Mula-mula
terjadi dilatasi lokal dari arteriole dan kapiler sehingga plasma akan merembes keluar.
Selanjutnya cairan edema akan terkumpul di daerah sekitar luka, kemudian fibrin akan
membentuk semacam jala, struktur ini akan menutupi saluran limfe sehingga penyebaran
mikroorganisme dapat dibatasi.Dalam proses inflamasi juga terjadi phagositosis, mula-
mula phagosit membungkus mikroorganisme, kemudian dimulailah digesti dalam sel. Hal
ini akan mengakibatkan perubahan pH menjadi asam. Selanjutnya akan keluar protease
selluler yang akan menyebabkan lysis leukosit.Setelah itu makrofag mononuclear besar
akan tiba di lokasi infeksi untuk membungkus sisa-sisa leukosit.Dan akhirnya terjadilah
pencairan (resolusi) hasil proses inflamasi lokal.
Cairan kaya protein dan sel darah putih yang tertimbun dalam ruang ekstravaskular sebagai
akibat reaksi radang disebut eksudat.

Tanda-tanda pokok peradangan adalah :

1. Rubor (kemerahan)
2. Kalor (panas)
3. Dolor (nyeri)
4. Tumor (pembengkakan)
5. Fungsio laesa (perubahan fungsi)

DAFTAR PUSTAKA
Hinchliff,Sue. 2000. Kamus keperawatan.Penerbit buku kedokteran EGC : Jakarta

Donges Marilynn, E. 20000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Penerbit buku


kedokteran EGC: Jakarta

Price Sylvia, A 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2 .


Edisi 4. Penerbit buku kedokteran EGC: Jakarta

Smeltzer Suzanne, C 2002. Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8.
Vol 3. Penerbit buku kedokteran EGC: Jakarta

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. Penerbit


buku kedokteran EGC: Jakarta

Das könnte Ihnen auch gefallen