Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Disusun oleh:
Arif Rifqi Pambudi/ 22010115210145
Pembimbing:
dr. Didik Indiarso, Sp.PD
Residen pembimbing:
dr. Andri
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
ii
HALAMAN PENGESAHAN
NIM : 22010115210059
ii
iii
DAFTAR ISI
iii
iv
iv
v
DAFTAR TABEL
v
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
1
BAB I
LAPORAN KASUS
Riwayat menderita Flek Paru pada tahun 2013 dan minum obat 6 bulan.
Riwayat sakit jantung (-)
Riwayat batuk lama (-)
Riwayat darah tinggi (-)
Riwayat kencing manis (-)
Riwayat keganasan (-)
3
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan di Poli Rawat jalan Ilmu Penyakit Dalam pukul 13.00
WIB.
Keadaan umum : Tampak lemas
Kesadaran : Compos mentis, GCS E4M6V5=15
Tanda Vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Denyut nadi : 82x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Laju pernafasan : 20x/menit
Suhu : 37,3C (aksiler)
Berat badan : 50 kg
Tinggi Badan : 160 cm
IMT : 19,5 kg/m2 (normorweight)
4
Kulit : Sawo matang, turgor kulit cukup, pucat (-), ikterik (-)
Kepala : Mesosefal, rambut mudah rontok (-)
Mata : Konjunctiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
konjunctiva bleeding (-/-)
Hidung : Epistaksis (-/-), discharge (-/-)
Mulut : Bibir pucat (-), bibir sianosis (-), bibir kering (-),
perdarahan gingiva (-) ,hipertrofi gingiva (-), mukosa
gingiva pucat (-), atrofi papil lidah (-), stomatitis
angularis (-), stomatitis (-), ulkus (-)
Telinga : Discharge (-/-)
Leher : Pembesaran limfonodi (-), trakea di tengah, JVP R+0 cm
Thoraks : Bentuk normal, rash (-), nyeri tekan sternum (-), spider
nevi (-),retraksi (-), atrofi m. Pectoralis (-), eritem (-)
Paru Depan
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Ekspansi paru kanan = paru kiri
stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Paru Belakang
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Ekspansi paru kanan = paru kiri
stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba setinggi spatium intercostalis V 2 cm
medial linea mid clavicularis sinistra, diameter 2 cm, thrill
(-), kuat angkat (-), pulsasi parasternal (-), pulsasi
epigastrial (-), sternal lift (-)
5
Ekstremitas
Superior Inferior
Mukosa kuku pucat -/- -/-
Edema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capillary refill <2”/<2” <2”/<2”
Koilonikia -/- -/-
Hematom/purpura/ekimosis -/- -/-
Eritema -/- -/-
Ulkus -/- -/-
Pembesaran limfonodi aksila (-/-) inguinal (-/-)
6
KIMIA KLINIK
IMUNOSEROLOGI
Hepar : ukuran tak membesar, eksogenitas normal, parenkim homogen, nodul (-),
tak tampak pelebaran vena hepatika dan porta, duktus biliaris tak melebar.
GB : bentuk dan ukuran normal, tak tampak batu maupun sludge
Lien : ukuran tak tampak membesar, tak tampak dilatasi vena lienalis
Kesan :
Sonomorfologi hepar dalam batas normal
Tak tampak kelainan lainnya pada sonografi organ solid intra
abdomen di atas
HEMATOLOGI
KIMIA KLINIK
SGOT 34 U/L 15 – 34
SGPT 47 U/L 15 - 60
IMUNOSEROLOGI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tes Imunologi
Pengukuran autoantibodi sangat berperan dalam penyakit hati dan
empedu Nilai antibodi antismooth muscle yang positif dapat
mengarahkan adanya hepatitis autoimun kronik aktif, antibodi anti-
mitochondrial terutama ditemukan pada sirosis bilier . Beberapa
autoantibodi lain juga yang biasanya ditemukan pada kelenjar tiroid
juga ditemukan pada hepatitis C kronik.
ganda DNA dengan jumlah sekitar 3,2 kilobase (kb) pasang. Genom VHB
merupakan molekul DNA sirkular untai-ganda parsial dengan 3200
nukleotida. Genom berbentuk sirkuler dan memiliki empat Open Reading
Frame (ORF) yang saling tumpang tindih secara parsial protein envelope
yang dikenal sebagai selubung HBsAg seperti large HBs (LHBs), medium
HBs (MHBs), dan small HBs (SHBs) disebut gen S, yang merupakan
target utama respon imun host, dengan lokasi utama pada asam amino
100-160 .HBsAg dapat mengandung satu dari sejumlah subtipe antigen
spesifik, disebut d atau y, w atau r. Subtipe HbsAg ini menyediakan
penanda epidemiologik tambahan. Gen C yang mengkode protein inti
(HBcAg) dan HBeAg, gen P yang mengkode enzim polimerase yang
digunakan untuk replikasi virus, dan terakhir gen X yang mengkode
protein X (HBx), yang memodulasi sinyal sel host secara langsung dan
tidak langsung mempengaruhi ekspresi gen virus ataupun host, dan
belakangan ini diketahui berkaitan dengan terjadinya kanker hati. (
definisi dan serologi)
Konsentrasi albumin juga normal kecuali pada kasus kasus yang lebih
parah.
Secara sederhana manifestasi klinis Hepatitis B kronik dibagi
menjadi 2 yaitu :
1) Hepatitis B yang masih aktif ( hepatitis B kronik Aktif). HbsAg
positif dengan DNA HBV lebih dari 105kopi/ml dan didapatkan
kenaikan ALT yang menetap atu intermitten. Menurut status HbeAg
pasien dikelompokan menjadi hepatitis B kronik HbeAG positif dan
Hepatitis B kronik HbeAg negatif.
2) Carier HBV inaktif. Pada kelompok ini HbsAg positif dengan titer
DNA yang rendah yaitu < 105 kopi/mL. Pada pasien menunjukan
konsentrasi ALT yang normal dan tidak didapatkan keluhan.
Pasien dengan penyakit hepatitis B kronik bisa terjadi toleransi
sistem imun atau pasien memiliki infeksi kronik yang inaktif tanpa adanya
tanda penyakit tersebut aktif, biasanya asimptomatik.
Pasien dengan hepatitis kronik aktif , selama fase replikasi dapat
menunjukan gejala gejala sebagai berikut medscape
Gejala mirip pada hepatitis akut
Mudah lelah
Penurunan nafsu makan
Mual
Nyeri perut kanan atas
Jika muncul penyakit yang progresif dapat muncul gejala sebagai
berikut :
Dekompensasi hepar
Ensepalopati hepatikum
Penurunan kesadaran
Ganngguan tidur
Coma
Ascites
Perdarahan saluran cerna dan gangguan pembekuan darah
21
Pemeriksaan Serologi
Indikator serologi awal dari VHB akut dan kunci diagnosis
penanda infeksi VHB kronik adalah HBsAg, dimana infeksi bertahan di
serum >6 bulan .Pemeriksaan HBsAg berhubungan dengan selubung
permukaan virus. Sekitar 5-10% pasien, HBsAg menetap di dalam
darah yang menandakan terjadinya hepatitis kronis atau carrier ( jurnal
management)
Setelah HBsAg menghilang, anti-HBs terdeteksi dalam serum
pasien dan terdeteksi sampai waktu yang tidak terbatas sesudahnya.
Karena terdapa variasi dalam waktu timbulnya anti-HBs, kadang
terdapat suatu tenggang waktu (window period) beberapa minggu atau
lebih yang memisahkan hilangnya HBsAg dan timbulnya anti-HBs. Selama
periode tersebut, anti HBc dapat menjadi bukti serologik pada infeksi VHB.
Hepatitis B envelope antigen( HbeAg) merupakan peptida yang
berasal dari core virus, ditemukan hanya pada serum dengan HBsAg
positif. Penanda HBeAg timbul bersamaan dengan dihasilkannya DNA
polimerase virus sehingga lebih menunjukkan terjadinya replikasi virus
dan jika menetap kemungkinan akan menjadi penyakit hati kronis.
Tes-tes yang sangat sensitif telah banyak dikembangkan secara luas
untuk menegakkan diagnosis Hepatitis B dalam kasus-kasus ringan, sub
klinis atau yang menetap .Beberapa metode yang digunakan untuk
mendiagnosis hepatitis adalah Immunochromatography (ICT), ELISA,
EIA, dan PCR. Metode EIA dan PCR tergolong mahal dan hanya tersedia
pada laboratorium yang memiliki peralatan lengkap. Peralatan rapid
diagnostic ICT adalah pilihan yang tepat digunakan karena lebih murah
dan tidak memerlukan peralatan kompleks (Rahman et al, 2008).
24
Indikasi pengobatan
Data sampai saat ini menunjukkan bahwa pasien dengan
ALTyang persisten normal memberikan respon pengobatan yang tidak
29
baik dengan semua obat yang tersedia, dengan demikian pada penderita
ini tidak perlu diberi terapi antivirus namun harus dipantau kadar ALT
setiap 3 - 6 bulan. Pasien HBeAg (+) dengan kadar ALT ³ 2 x
BAN N (batas atas nilai normal) sedikitnya dalam masa
pengamatan 1 bulan dapat segera diberikan pengobatan antivirus.
Penderita hepatitis B kronik dengan HBeAg(-), anti HBe(+), kadar
HBV DNA > 100.000 kopi/ml dan kadar ALT >2 x BAN N diberi
terapi anti virus.
Kapan terapi antivirus dihentikan?
Interferon a konvensional diberikan selama 4-6 bulan, untuk pasi
non responders dan HBeAg negatif, pengobatan dapat diterusk;
selama 12 bulan. Pegylated interferon a-2a, diberikan selama 6 bulan
pada pasi HBeAg positif dan 12 bulan pada pasien HBeAg negal
Dianjurkan juga untuk melakukan pengawasan selama 6-12 bulan
setelah berakhirnya terapi interferon untuk melihat adanya respon
lambat atau perlunya terapi yang lain. Pada umumnya pengobatan
analog nukleosida diberikan minimal Sc tahun, pada pasien HBeAg
positif obat dihentikan bila telah tercapai serokonversi dengan kadar
HBV-DNA yang tidak terdeteksi pada d kali pemeriksaan dalam
jangka waktu enam bulan. Pada pasien HB& negatif, obat dapat
dihentikan bila kadar ALT telah normal dan kadar HBV-DNA tidak
terdeteksi (<103kopi/mL) 3 kali pemeriksaan dalam jangka minimum 6
bulan. Melihat kenyataan bahwa akan muncul varian YMDD
selama perpanjangan terapi lamivudin, maka dianjurkan untuk
menghentikan terapi sesegera mungkin setelah pasien mengalami
serokonversi HBeAg disertai dengan menghilangnya HBV-DNA
(dengan menggunakan metode PCR atau <105 kopi/mL) dalam 2
pemeriksaan berturut-turut minimal berjarak 3 bulan. HBV-DNA tidak
selalu harus diperiksa. Untuk pasien dengan HBeAg negatif yang
mendapat pengobatan lamivudine lamanya pengobatan yang optimal
tidak diketahui dan keputusan untuk menghentikan pengobatan harus
30
Upaya pencegahan
Upaya preventif merupakan hal terpenting karena merupakan
upaya yang paling cost-effective. Secara garis besar, upaya preventif
dibagi dua yaitu upaya yang bersifat umum dan upaya yang lebih
spesifik (imunisasi HBV).
Kebijakan Preventif Umum
1. Uji tapis donor darah dengan uji diagnostik yang sensitif.
2. Sterilisasi instrumen secara adekuat-akurat. Alat dialisis
digunakan secara individual. Untuk pasien dengan HVB
disediakan mesin tersendiri. Jarum disposable dibuang ke
tempat khusus yang tidak tembus jarum.
3. Tenaga medis senantiasa mempergunakan sarung tangan.
4. Perilaku seksual yang aman.
5. Penyuluhan agar para penyalah guna obat tidak memakai jarum
secara bergantian
6. Mencegah kontak mikrolesi, menghindar dari pemakaian alat
yang dapat menularkan HVB (sikat gigi, sisir), berhati-hati dalam
menangani luka terbuka.
7. Skrining ibu hamil pada awal dan pada trimester ke-3
kehamilan, terutama ibu yang berisiko terinfeksi HVB. Ibu
hamil dengan HVB (+) ditangani terpadu. Segera setelah lahir
bayi di-imunisasi aktif dan pasif terhadap HVB.
8. Skrining populasi risiko tinggi tertular HVB (lahir di daerah
hiperen- demis, homoseksual, heteroseksual, pasangan seks
berganti-ganti, tenaga medis, pasien diálisis, keluarga dari
penderita HVB kronis, kontak seksual dengan penderita HVB).
32
Karsinoma hepatoseluler
Hepatitis B kronik merupakan kontributor berkembangnya
karsinoma hepatoseluler. Penelitian terbaru menunjukan bahwa level
DNA HBV , yang mengindikasikan replikasi virus adalah prediktor
terkuat dalam perkembangan menjadi sirosis dan KHS dibandingkan
faktor viral yang lain.
Beberapa faktor risiko karsinogenesis adalah sebagai berikut
Usia lanjut
Eksposur Aflatoxin
Alkohol
Koinfeksi dengan HCV dan HDV
Status imun
Genotip
Mutasi core dan precore
Sirosis
Trombositopenia
Glomerulonefritis
Prognosis infeksi hepatitis B terhadap renal tergantung beberapa
faktor, meliputi usia dan respon terapi.
37
BAB III
PEMBAHASAN
43
38
yaitu pemeriksaan TIBC dan feritin. Hasil pemeriksaan pada pasien ini
menunjukkan nilai feritin yang menurun, yaitu 13,73 µg/L dan nilai TIBC
meningkat, yaitu 356 µg/dL. Hasil ini lebih mengarah kepada diagnosis anemia
defisiensi besi.
Berdasarkan kriteria diagnosis anemia defisiensi besi (modifikasi kriteria
Kerlin et al), pasien ini dapat digolongkan ke dalam diagnosis anemia defisiensi
besi. Ringkasan hasil laboratorium yang mendukung diagnosis ditampilkan dalam
tabel 4.
ikan, sayuran hijau). Selain itu, pasien tidak sedang hamil dan menyusui, sehingga
kebutuhan akan zat besinya tidak meningkat. Pasien menyangkal adanya
perdarahan saluran napas dan perdarahan saluran kemih. Pasien juga menyangkal
adanya kelainan pada siklus menstruasinya.
Pasien memiliki riwayat mengonsumsi obat anti nyeri setiap hari selama
satu tahun. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri epigastrium dan mual. Hal ini
menimbulkan kecurigaan terhadap gastropati OAINS. Gastropati OAINS
memiliki manifestasi klinis bervariasi, dari tanpa gejala; gejala ringan dengan
manifestasi tersering dispepsia, heartburn, abdominal discomfort, dan nausea;
hingga gejala berat seperti tukak peptik, perdarahan, perforasi. Perdarahan kronik
saluran cerna yang merupakan salah satu manifestasi gastropati OAINS, dapat
menyebabkan anemia defisiensi besi.14, 24
Dari hasil anamnesis, pasien
menyangkal adanya muntah darah atau BAB berwarna hitam yang merupakan
manifestasi perdarahan saluran cerna bagian atas. Namun kecurigaan terhadap
perdarahan saluran cerna bagian atas belum dapat dihilangkan. Diperlukan
pemeriksaan tambahan untuk melihat apakah adanya darah samar pada tinja. Pada
kasus ini, sudah dilakukan pemeriksaan benzidine test dengan hasil negatif. Ada
beberapa hal yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan benzidine, salah
satunya diet dan obat-obatan. Tiga hari sebelum pengambilan sampel, pasien
menjalani diet khusus benzidine test untuk mengurangi kemungkinan hasil positif
palsu. Namun, pemberian antasida pada pasien ini tidak dihentikan sehingga dapat
memberikan hasil negatif palsu. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa terdapat
kemungkinan hasil negatif palsu pemeriksaan darah samar tinja pada perdarahan
saluran cerna bagian atas. Hal ini salah satunya adalah karena hemoglobin
mengalami perubahan menjadi protoporfirin dalam perjalanannya sepanjang
saluran cerna. Untuk itu, diperlukan pemeriksaan lanjutan untuk memastikan
adanya perdarahan saluran cerna bagian atas, salah satunya dengan EGD. Pada
kasus ini, pasien menolak dilakukannya EGD, sehingga kemungkinan penyebab
anemia defisiensi besinya belum dapat ditentukan.
Hasil pemeriksaan radiologi pasien menunjukkan gambaran spondilolistesis
vertebra lumbal 4-5. Penatalaksanaan spondilolistesis dibagi menjadi operatif dan
non operatif. Pada pasien ini rencananya akan dilakukan operasi PSRS. Tindakan
40
operatif ini dilakukan karena rasa nyeri mengganggu aktivitas pasien. Rasa nyeri
ini membuat pasien mengonsumsi anti nyeri sehingga dapat menyebabkan
gastropati yang pada akhirnya dapat menyebabkan anemia defisiensi besi.
41
DAFTAR PUSTAKA