Sie sind auf Seite 1von 70

KASUS BESAR

SEORANG WANITA 45 TAHUN DENGAN DM TIPE II, INFEKSI


SALURAN KEMIH, CAP CURB65-1, HIPERTENSI GRADE I,
AZOTEMIA, HIPONATREMI RINGAN, DAN HIPOKALEMI

Diajukan untuk melengkapi syarat kepaniteraan Klinik Senior


di bagian Ilmu Penyakit Dalam

Pembimbing :
Dr. dr. Shofa Chasani, SpPD,K-GH

Residen Pembimbing:
dr. Yessy Kusumawardhani

Disusun oleh :
Meutia Setyowati Mahanani Lestari
22010115210048

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
HALAMAN PENGESAHAN

Nama Mahasiswa :Meutia Setyowati Mahanani Lestari


NIM :22010115210048
Bagian :Ilmu Penyakit Dalam RSDK / FK UNDIP
Judul Kasus Besar :Seorang Wanita 45 Tahun dengan DM Tipe II, Infeksi
Saluran Kemih, Hipertensi Grade I, Azotemia,
Hiponatremi Ringan, dan Hipokalemi
Pembimbing :Dr. dr. Shofa Chasani, SpPD,K-GH

Semarang, April 2016


Residen Pembimbing, Pembimbing,

dr. Yessy Kusumawardhani Dr. dr. Shofa Chasani,SpPD,K-GH

ii
BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. Y
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Alamat : Kebonharjo, Rt 3 RW 7. Tanjung Mas. Semarang Utara
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Masuk RS : 27 Maret 2016
Ruang : Bangsal Rajawali Lantai 6A
No. CM : C578438

II. DATA DASAR


A. DATA SUBYEKTIF
Didapat dari Autoanamnesis (Tanggal 28 Maret 2016 )
Keluhan utama : Lemas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Onset dan kronologis :
± 1 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan lemas.
Lemas dirasakan semakin memberat ± 8 jam sebelum masuk rumah sakit.
Kemudian pasien dibawa ke Rumah Sakit Dr. Cipto dan ditemukan kadar
glukosa darah yang tinggi sehingga pasien dibawa ke Rumah Sakit Dokter
Kariadi.
Di Rumah Sakit Dokter Kariadi pasien masih lemas dan pusing
sehingga sulit untuk diajak bicara.

Kualitas : Lemas menyebabkan pasien hanya bisa berbaring


di kasur, aktivitas sehari – hari pasien dibantu
oleh keluarga.

1
Kuantitas : Lemas dirasakan muncul perlahan-lahan dan
semakin lama semakin memberat.
Faktor Memperberat : Tidak ada
Faktor Memperingan : Tidak ada
Gejala Penyerta :
± 2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien merasakan demam
nglemeng. Demam dirasakan muncul perlahan-lahan dan kemudian menetap.
Walaupun demam pasien masih bisa menjalankan aktivitas sehari-hari. Tidak
ada faktor memperberat. Demam turun setelah minum obat penurun demam
(paracetamol).
± 1 bulan sebelumnya pasien mengalami gangguan buang air kecil.
Buang air kecil menjadi semakin sering dan membuat pasien sering terbangun
pada malam hari ( >5 kali dalam semalam). Terkadang pasien merasakan nyeri
saat berkemih. Nyeri pada daerah perut bagian bawah (-), kencing berwarna
merah (-), tidak dapat menahan kencing (-) urin keluar diluar kehendak (-).
Saat kencing tiba-tiba terhenti (-), harus mengedan saat memulai kencing (-),
sensasi tidak selesai berkemih (-), kencing menetes (-), kencing keluar pasir
(-), dan kencing keluar batu (-). Warna urin kuning agak keruh. Mual (-),
muntah (-), BAB normal.
Pasien juga mengeluhkan sesak nafas. Sesak nafas dirasakan saat
masuk rumah sakit. Sesak nafas tidak dipengaruhi aktivitas dan perubahan
posisi, tidak berbunyi „ngik-ngik‟, berkeringat saat malam hari (-), terbangun
karena sesak (-). Sesak nafas tidak dicetuskan udara dingin atau debu. Sesak
nafas disertai dengan batuk (+) berdahak warna kuning, darah (-).
Kondisi saat ini (hari ke-2 setelah masuk rumah sakit) pasien sudah
tidak demam, masih lemas, sesak nafas berkurang, dan terpasang urin kateter.

Riwayat Penyakit Dahulu:


 Riwayat berobat ke Rumah Sakit Dokter Cipto dan ditemukan glukosa
darah > 468 dan suhu= 40,1 mendapat penanganan kemudian dirujuk ke
RSDK.

2
 Riwayat kencing manis ± 7 tahun kontrol di puskesmas, namun tidak rutin
minum obat. Obat yang diminum Gibenclamid dan metformin
 Riwayat hipertensi ± 7 tahun kontrol di puskesmas, namun tidak rutin
minum obat.
 Riwayat sakit jantung disangkal
 Riwayat merokok (-)
 Riwayat sakit paru/ batuk lama disangkal
 Riwayat rawat inap lama disangkal
 Riwayat sakit ginjal disangkal
 Riwayat pemakaian kateter disangkal
 Riwayat keputihan disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga:


 Riwayat kencing manis disangkal
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat sakit jantung disangkal
 Riwayat sakit paru/ batuk lama disangkal
 Riwayat sakit ginjal disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi:


Pasien adalah ibu rumah tangga dengan 5 orang anak sudah mandiri tinggal
bersama anak pertamanya suami sudah meninggal, pembiayaan dengan surat
keterangan tidak mampu.
Kesan sosial ekonomi: kurang

B. DATA OBYEKTIF
PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 28 Maret 2016)
Keadaan umum : tampak lemas, terpasang kateter
BB : 65 kg
TB : 158 cm
BMI : 26,04 kg/m2, overweight

3
Kesadaran : Composmentis, GCS 15
Tanda vital : Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 92 x/menit, regular, isi dan
tegangan cukup
Respirasi : 18 x/ menit
Suhu : 36,7 ºC (aksiler)
Kulit : Turgor kulit cukup
Mata : Konjungtiva palpebra pucat -/-, sklera ikterik -/-
Telinga : Discharge -/-
Hidung : Nafas cuping hidung -/-, discharge -/-
Tenggorokan : T1-1, faring hiperemis (-)
Mulut : Bibir sianosis (-), bibir kering (-), lidah tifoid (-)
Leher : Pembesaran nnll -/-, deviasi trachea (-), JVP R+2 cm
Thorax : Bentuk dada normal, simetris, retraksi (-)

Pulmo depan I : Paru kanan dan paru kiri simetris saat statis dan dinamis
Pa : Stem fremitus kanan = kiri
Pe : Sonor seluruh lapangan paru
Au : Suara dasar bronkial, pada paru kanan setinggi SIC
III-V, suara tambahan Ronkhi basah kasar (+),
wheezing (-)
Pulmo belakang I : Paru kanan dan paru kiri simetris saat statis dan dinamis
Pa : Stem fremitus kanan = kiri
Pe : Sonor seluruh lapangan paru
Au : Suara dasar bronkial, pada paru kanan setinggi
vertebra thorakal IV-VI: tambahan Ronkhi basah kasar
(+), wheezing (-)

4
xxx xxx
xxx xxx

Suara Tambahan Suara Tambahan


Ronkhi basah kasar Ronkhi basah kasar
Cor I : Ictus cordis tidak tampak
Pa : Ictus cordis teraba di spatium intercostal VI 2 lateral
linea mid clavicula sinistra, pulsasi parasternal (-),
sternal lift (-), pulsasi epigastrial (-)
Pe : Batas atas : spatium intercostal II linea
parasternal sinistra
Batas kanan : Linea parasternal dextra
Batas kiri : Spatium intercostal VI 2 cm lateral,
linea midclavicula sinistra
Pinggang jantung : datar
Au : Bunyi jantung I-II reguler, bising (-), gallop (-)

Abdomen : I : Datar, venektasi (-)


Au : Bising usus (+) normal
Pe : Timpani, area troube timpani
Pa : hepar tak teraba, lien tak teraba,nyeri tekan supra
pubik (-), balotemen ginjal (-)
Ekstremitas : Superior Inferior
Edema -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Capillarry refill <2”/<2” <2”/<2”
Sensibilitas +/+ +/+
Kekuatan +/+ +/+

5
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Hematologi (27/03/2016) RSDK


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan
Hemoglobin 13,6 g/dL 13 – 16
Hematokrit 40,6 % 40 – 54
Eritrosit 4,35 106/uL 4,4 – 5,9 L
MCH 31,2 Pg 27 – 32
MCV 93,1 Fl 76 – 96
MCHC 33,5 g/Dl 29 – 36
3
Leukosit 20,1 10 /uL 3,8 – 10,6 H
Trombosit 155 103/uL 150 – 400

RDW 14,6 % 11.60-14.80

MPV 13,8 Fl 4.00-11.00 H

Pemeriksaan Kimia Klinik (27/03/2016) RSDK


KIMIA KLINIK Hasil Satuan Nilai Rujukan Ket

Glukosa sewaktu 323 mg/dL 80 – 160

Ureum 47 mmol/L 15 – 39 H

Kreatinin 1.31 mg/dl 0,60 – 1,30 H

Magnesium 1,32 mmol/L 0,74-0,99 H

Elektrolit

Natrium 133 mmol/L 136 – 145 L

Kalium 4,0 mmol/L 3,5 – 5,1

Chlorida 98 mmol/L 98-107

6
Pemeriksaan Urin (27/03/2016) RSDK
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Ket
Warna Kuning
Kejernihan Agak keruh
Berat Jenis 1,020 1,003 – 1,025
pH 6,0 4,8-7,4
Protein >300 mg/dl NEG
Reduksi >1000 mg/dl NEG
Urobilinogen 1,0 mg/dl NEG
Bilirubin NEG mg/dl NEG
Aseton NEG mg/dl NEG
Nitrit NEG NEG
Sedimen
Epitel 0-1/LPK /uL 0,0 – 40,0
Epitel Tubulus NEG /uL 0,0 – 6,0
Leukosit 50-60/LPB /uL 0,0 - 20,0
Eritrosit 4-8/LPB /uL 0,0 - 25,0
Kristal 0,0 /uL 0,0 - 10,0
Sil. Pathologi NEG /uL 0.0 – 0.5
Granula Halus NEG /LPK NEG
Granula Kasar 2 – 4/LPK /LPK NEG
Sil. Hyalin NEG /uL 0,00-1,20
Sil. Epitel NEG /LPK NEG
Sil. Eritrosit NEG /LPK NEG
Sil. Lekosit NEG /LPK NEG
Mucus NEG /uL 0,00 – 0,50
Yeast cell NEG /uL 0,0 – 25,0
Bakteri 29,7 /uL 0,0 – 100,0
Bakteri+/POS
Sperma NEG /uL 0,00 – 3,00
Kepekatan NEG mS/cm 3,00-27,00

7
Pemeriksaan Analisa Gas Darah (27/3/2016)

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan


Temp 36,7 C

FIO2 32,0 %

Ph 7,35 7,37 – 7,45 L

PCO2 17 mmHg 35 – 45 L

PO2 181 mmHg 83,0 – 108,0 H

pH (T) 7,35 7,35 – 7,45 L

PCO2 (T) 17 mmHg

PO2 (T) 179 mmHg

HCO3- 9,4 mmol/L 18 – 23 L

TCO2 9,9 mmol/L


BEecf -16,2 mmol/L
BE (B) -13,8 mmol/L -2 – 3 L
SO2c 100 % 95 – 100
AaDO2 28 mmHg
R1 0,2

8
X FOTO THORAKS AP (SUPINE, ASIMETRIS, INSPIRASI KURANG)
(27/3/2016)
Klinis: Krisis Hiperglikemi
Deskripsi:
COR : Apeks bergeser ke laterokaudal
Pinggang jantung mendatar, elevasi main bronkus kiri
Retrocardiac space menyempit, retrosternal space tak menyempit
PULMO : Corakan vaskuler tampak normal
Tak tampak bercak pada kedua lapangan paru
- Hemidiafragma kanan setinggi costae 9 posterior
- Sinus kostrofrenikus kanan kiri lancip
Kesan:
- Cardiomegali (LV, LA)
- Pulmo tak tampak infiltrat
PEMERIKSAAN EKG (27/3/2016)

9
Irama Sinus
Axis Left axis deviation
HR, irama 117 x/menit, reguler
Gel P Durasi 0,14 s, Voltage 0,1 volt, P mitral (+) V2-6, P pulmonal (-)
PR interval 0,14 s
QRS complex Durasi 0,11 s , Q patologis (+)
St Segmen St elevasi (-) ST depresi (-)
Gelombang T T inverted (-), T tall (-)
Gel U Negative
Kesan Sinus takikardi, left aksis deviation.

10
Pemeriksaan Mata (27/03/2016)
Kesimpulan : Retinopati hipertensi grade I
Mild non proliferative diabetic retinopathy

Pemeriksaan Kimia Klinik (28/03/2016) RSDK

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN KET


Glukosa Puasa 115 mg/dL 80-90: Baik H
110-125: Sedang
≥126: Buruk
GDP terganggu bila
110≤GDP<126
GTT 2 jam <140
Reduksi I .
Glukosa PP 2 jam 159 mg/dL 80-140 : Baik
145-179 : Sedang
≥ 180 : Buruk

Reduksi II
HbA1c 12.3 % 6,0 –8,0 H
Cholesterol Total 174 mg/dL < 200
Trigliserid 102 mg/dL < 150
HDL cholesterol 41 mg/dL 40 – 60
Bilirubin direct 95 mg/dL 0 – 100
Asam Urat 5.5 mg/dL 2,6 – 6,0
Elektrolit
Natrium 135 mmol/L 136 – 145 L
Kalium 2.8 mmol/L 3,5 – 5,1 L
Clorida 98 mmol/L 98 - 107

Pemeriksaan GDS berkala


27-3-2016 15.30 216 mg/dL
27-3-2016 19.30 172 mg/dL
27-3-2016 23.30 130 mg/dL
28-3-2016 03.30 154 mg/dL

11
III. DAFTAR ABNORMALITAS
1. Demam
2. Lemas
3. Pusing
4. Sesak nafas
5. Batuk berdahak warna kuning
6. Frekuensi kencing
7. Nokturia
8. Disuria
9. Air kencing agak keruh
10. Riwayat kencing manis
11. Riwayat hipertensi
12. Hipertensi grade I (140/90 mmHg)
13. Overweight (BMI 26.04 kg/m2)
14. Auskultasi paru terdengar suara dasar bronkial dan suara tambahan ronkhi
basah kasar di SIC III-V kanan
15. Cardiomegali (LV, LA)
16. Leukositosis (20,1x 103/uL)
17. Hiperglikemi (GDS=323 mg/dL)
18. Peningkatan ureum (47 mmol/L) kreatinin (1,31 mg/dL)
19. Hiponatremi ringan (135 mmol/L)
20. Hipokalemi (2.8 mmol/L)
21. Proteinuri (>300 mg/dL)
22. Piuria (50-60/LPB)
23. Hematuri (4-8/LPB)
24. Bakteriuri (29,7/uL)
25. Abnormalitas EKG: Sinus takikardi, left aksis deviation
26. Abnormalitas funduskopi: Retinopati hipertensi grade I
27. Abnormalitas funduskopi: Mild non proliferative diabetic retinopathy
28. HbA1c= 12.3%

12
IV. ANALISIS SINTESA
2,3,10,13,15,17,25,27,28 Diabetes Melitus tipe II + overweight
1, 6,7,8,9,21,22,23 Disuria + Piuria + Hematuria
1, 4,5,14,16 CAP TURB 65-1
11,12, 14,26 Hipertensi grade I
18 Azotemia
19 Hiponatremi ringan
20 Hipokalemi

V. DAFTAR MASALAH
No. Masalah Aktif Tanggal No. Masalah Tanggal
Pasif
1. Disuria + Piuria + Hematuria 28/3/2016
2 Diabetes Melitus tipe II + 28/3/2016
overweight
3. CAP TURB 65-1 28/3/2016
4. Hipertensi grade I 28/3/2016
5. Azotemia 28/3/2016
6. Hiponatremi ringan 28/3/2016
7. Hipokalemi 28/3/2016

13
VI. INITIAL PLANS
1. Diabetes Melitus tipe II + Overweight
 Assessment :
o Kegawatan
o Status glikemi
o Faktor Resiko PJI
o Kompilkasi DM : Retinopati DM, nefropati DM, neuropati
DM
 Ip.Dx : GDS, HbA1C, kolesterol total, LDL, HDL, TG, asam urat,
USG abdomen
 Ip.Tx : Inf NaCL 0,9% 15 tpm
- Diet lunak DM 1500 kkal rendah garam
- Insulin continue (hari 1)
GDS Insulin
<150 stop
151-200 1
201-250 2
251-300 3
301-350 4
>350 5
-Insulin gargline 10 unit rutin pukul 22.00
-Insulin humalog 8-8-8 unit sc saat makan.
 Ip.Mx : GDS pagi dan sore tiap hari
 Ip.Ex :
o menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai
penyakit DM dan kemungkinan komplikasi apa saja yang
dapat terjadi seperti mata kabur, gagal ginjal, infeksi tungkai
diabetes, dll
o menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang
pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan, yaitu
laboratorium darah dan urin
o menjelaskan kepada pasien agar hanya memakan makanan
dari rumah sakit saja saat ini

14
o menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang
pentingnya keteraturan makan dalam hal waktu, jenis, dan
jumlah sesuai diet DM
o menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang
pemantauan kadar gula darah sewaktu pagi dan sore
o menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai
penatalaksanaan seperti, obat yang akan disuntikkan, dan
keteraturan penggunaannya

2. Disuria + Piuria + Hematuria


 Asessment : Infeksi saluran kemih
Batu saluran kemih
 Ip Dx : Kultur urin, USG Abdomen
 Ip Rx : Memantau penggunaan kateter
Inf NaCL 0,9% 15 tpm
Inj ceftriaxon 2 gr/24 jam IV
Paracetamol 500 mg/ 8 jam PO jika suhu > 38oC
 Ip Mx : Tanda vital, warna urin, nyeri saat buang air kecil
 Ip Ex :
o Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa pasien
kemungkinan mengalami infeksi saluran kencing dan akan
dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui
diagnosis penyakit, mengetahui jenis kuman dan obat yang
tepat untuk pasien.

3. CAP CURB 65-1


 Ass : Etiologi : Pneumoni bacterial
Pneumoni jamur
TB
 Dx : Pengecatan sputum BTA 3x, gram, jamur, dan Kultur
sputum

15
 Rx : O2 Nasal 3 LPM bila sesak
o Inf NaCL 0,9% 15 tpm
o Inj.Ceftriaxson 2 gr/24 jam (IV)
o Paracetamol 1 tab/ 8jam (po), bila t≥38 c
 Mx : KU, TV/ 8jam; Ronkhi; Saturasi Oksigen
 Ex : menjelaskan ke pasien akan dilakukan pemeriksaan
tampung dahak
Pasien dapat menggunakan masker untuk sementara
waktu
Bila pasien batuk harap ditutup dengan sapu tangan atau
lengan atas bagian dalam

4. Hipertensi Stage-1
 Ass : - Primer/ sekunder
a. Faktor resiko PJI
 Dx : kolesterol total, LDL, HDL, TG, asam urat
 Rx : - Diet lunak DM 1500 kkal/hari rendah garam
b.Ramipril 2,5 mg/24 jam p.o
 Mx : TD pagi-sore
 Ex : - Menjelaskan bahwa pasien memiliki tekanan darah yang
tinggi, hindari makanan dengan kadar garam tinggi
- Makan makanan dari rumah sakit

5. Azotemia
 Asessment : Acute Kidney Injury
Chronic Kidney Disease
 Ip Dx : USG Ginjal
 Ip Rx : Inf NaCl 0,9% 15 tpm
 Ip Mx : kondisi umum, tanda vital, ureum, kreatinin,
diuresis

16
 Ip Ex :
o Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa
akan dilakukan rehidrasi untuk memperbaiki kondisi umum
pasien
o Menjelaskan kepada pasien supaya minum air secukupnya
o Menjelaskan kepada pasien bahwa akan dilakukan
pemeriksaan USG untuk mengetahui perkembangan
penyakit pada ginjal dan melihat perjalanan penyakitnya

6. Hiponatremi ringan
 Asessment : Relatif
Absolut
 Ip Dx : Cek Na urin
 Ip Rx : Infus NaCl 0.9% 15 tpm
 Ip Mx : Cek elektrolit tiap 3 hari, tanda vital, gejala
hiponatremi (mual,muntah, kejang dll)
 Ip Ex :
o Menjelaskan kepada pasien bahwa akan dilakukan
pemeriksaan laboratorium lanjutan untuk evaluasi kondisi
pasien
o Menjelaskan untuk saat ini akan diberikan terapi untuk
memperbaiki keseimbangan elektrolit pasien

7. Hipokalemia
 Asessment : -
 Ip Dx : -
 Ip Rx : KSR 600 mg/8jam po
 Ip Mx : Cek elektrolit tiap 3 hari

17
 Ip Ex :
 Menjelaskan kepada pasien bahwa akan dilakukan
pemeriksaan laboratorium lanjutan untuk evaluasi kondisi
pasien
 Menjelaskan untuk saat ini akan diberikan terapi untuk
memperbaiki keseimbangan elektrolit pasien

18
CATATAN KEMAJUAN
Tanggal Keadaan klinis Assement Terapi dan
tindakan
29-3- S : demam (-), BAK Demam+Frekuensi - O2 3 lpm (bila
2016 urin kuning keruh, uri+ Nokturia+ sesak)
sesak berkurang Disuria +Piuria + - Diet DM 1500
Hematuria
kkal rendah garam
O : KU: lemas susp. ISK
- Cek GDS pagi sore
 Kesadaran :
Composmentis GDS=268 mg/dL - Inf NaCl 0,9% 20
GCS = 15 GD 1= 115 mg/dL tpm
 TD : 150/80 GD II=159 mg/dL - Inj insulin glulisin
mmHg HbA1c=12.3% (apidra) 10-10-10
 HR : 88 x/menit DM tipe II s.c. a.c
 RR : 19 x/menit - Injeksi gargline
 Suhu: 36,7 oC Auskultasi paru :
suara dasar lantus 0-0-20 s.c
 GDS=268 mg/dL
vesikuler suara jam 22.00
GD 1= 115 mg/dL
GD II=159 mg/dL tambahan (-/-) , - Injeksi ceftriakson
HbA1c=12.3% sesak 2g/ 24 jam IV
berkurangCAP -
 Piuria: 50-60/LPB Injeksi ramipril 2.5
CURB 65-1
 Hematuria: 4- mg/24 jam
dengan perbaikan
8/LPB - Paracetamol 500
 Proteinuria : >300 mg/8jam PO prn
TD= 150/80
mg/dL
mmHg  - KSR 600 mg/ 8
 X-Foto Thoraks : Hipertensi gr. I jam p.o
- Pro kultur dan tes
 Auskultasi paru Azotemia
: suara dasar sensitivitas urin
vesikuler suara - Pro USG abdomen
Hiponatremia
tambahan (-/-) ringan - Cek elektrolit
ulang, ureum
Hipokalemi creatinin

19
Tanggal Keadaan klinis Assement Terapi dan tindakan
30-3- S : demam (-), BAK susp. ISK - O2 3 lpm (bila
2016 urin kuning keruh, sesak)
sesak berkurang GDS pagi =184 - Diet DM 1500 kkal
mg/dL
rendah garam
O : KU: baik GDS sore = 200
- Cek GDS pagi sore
 Kesadaran : mg/dL
Composmentis DM tipe II - Inf NaCl 0,9% 20
GCS = 15 dengan tpm
 TD : 150/90 perbaikan - Inj insulin glulisin
mmHg (apidra) 8-8-8 s.c.
 HR : 88 x/menit CAP CURB 65-1 a.c
 RR : 19 x/menit dengan
- Injeksi gargline
 Suhu: 36,7 oC perbaikan
lantus 0-0-15 s.c
 GDS pagi =262
TD= 150/90 jam 22.00
mg/dL
mmHg  - Injeksi ceftriakson
 GDS sore = 200
mg/dL Hipertensi gr. I 2g/ 24 jam IV
 USG abdomen : - Injeksi ramipril 2.5
Ginjal kanan-kiri: mg/24 jam
- Ginjal kanan-
ukuran normal,
- Paracetamol 500
kiri: ukuran eksogenitas
korteks baik, mg/8jam PO prn
normal, - KSR 600 mg/ 8 jam
batas
eksogenitas kortikomedulare p.o
baik. Tak tampak - Pro kultur dan tes
korteks baik,
batu. PCS dan sensitivitas urin
batas ureter tak
- Cek elektrolit
melebar. 
kortikomedulare ulang, ureum
Azotemia tanpa
baik. Tak kelainan ginjal creatinin
- Program Aff DC
tampak batu.
kateter
PCS dan ureter Hiponatremia
ringan
tak melebar.
Hipokalemi

20
Hepar : Ukuran dalam batas normal, eksogenitas normal, parenkim homogeny, tak
tampak nodul, tak tampak pelebaran duktus biliaris intrahepatal/vena porta/ vena
hepatica
Ves. Felea: Dinding tak menebal, tak tampak batu, tak tampak sludge
Pankreas: Eksogenitas normal, tak tampak kalsifikasi
Lien: Ukuran dalam batas normal, eksogenitas kortek baik, batas kortikomedulare
baik. Tak tampak batu. PCS dan ureter tak melebar.
Ginjal kanan-kiri: ukuran normal, eksogenitas korteks baik, batas kortikomedulare
baik. Tak tampak batu. PCS dan ureter tak melebar.
Ves. Urinaria: Tak tampak penebalan dinding, tak tampak batu.
Uterus: Ukuran normal, pada cavum uteri tampak lesi anekoik
Tak tampak cairan bebas di cavum abdomen maupun supradiafragma kanan kiri

Kesan:
Cenderung fluid collection intra cavum uteri

21
Tak tampak kelainan lain pada sonografi organ intraabdomen yang terscan
tersebut diatas.

Tanggal Keadaan klinis Assement Terapi dan tindakan


31-3- S : demam (-), BAK susp. ISK - O2 3 lpm (bila
2016 urin kuning keruh, sesak)
sesak berkurang GDS pagi = 261 - Diet DM 1500 kkal
mg/dL
rendah garam
O : KU: baik GDS sore = 292
- Cek GDS pagi sore
 Kesadaran : mg/dL 
Composmentis DM tipe II - Inf NaCl 0,9% 20
GCS = 15 tpm
 TD : 140/80 CAP CURB 65- - Inj insulin glulisin
mmHg 1 dengan (apidra) 10-10-10
 HR : 88 x/menit perbaikan s.c. a.c
 RR : 19 x/menit - Injeksi gargline
 Suhu: 36,7 oC TD= 140/80
mmHg  lantus 0-0-20 s.c
 GDS pagi = 184
Hipertensi gr. I jam 22.00
mg/dL
- Injeksi ceftriakson
 GDS sore = 250
mg/dL Ureum 28 m/dL 2g/ 24 jam IV
 Natrium 131 Creatinin 1.0 - Injeksi ramipril 2.5
mg/dL  mg/24 jam
mmol/L
Azotemia tanpa - Paracetamol 500
 Kalium 4,3 kelainan ginjal mg/8jam PO prn
dengan - KSR 600 mg/ 8 jam
mmol/L perbaikan
p.o
 Ureum 28 m/dL
- Pengambilan sampel
 Creatinin 1.0 Natrium 131 urin untuk kultur
mg/dL mmol/L  dan tes sensitivitas
Hiponatremia urin
ringan - Pengambilan sampel
darah untuk cek
Kalium 4,3
elektrolit ulang,
mmol/L  ureum creatinin
Hipokalemi - Aff DC kateter
dengan
perbaikan
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN KET
KIMIA KLINIK

22
Ureum 28 mg/dL 15-39
Creatinin 1.0 mg/dL 0.60-1.30
Elektrolit
Natrium 131 mmol/L 136-145 L
Kalium 4.3 mmol/L 3.5-5.1
Clorida 99 mmol/L 98-107

Tanggal Keadaan klinis Assement Terapi dan tindakan


1-4-2016 S : pasien minta susp. ISK - O2 3 lpm (bila
pulang sesak)
GDS pagi =239 - Diet DM 1500 kkal
O : KU: baik mg/dL
rendah garam
 Kesadaran : GDS sore
=250mg/dL  - Cek GDS pagi sore
Composmentis
GCS = 15 DM tipe II - Inf NaCl 0,9% 20
 TD : 150/90 tpm
mmHg CAP CURB 65- - Injeksi ramipril 2.5
 HR : 88 x/menit 1 dengan mg/24 jam
 RR : 20 x/menit perbaikan - Injeksi ceftriakson
 Suhu: 36,8 oC 2g/ 24 jam IV
 GDS pagi =239 TD= 150/90
mmHg  - KSR 600 mg/ 8 jam
mg/dL
Hipertensi gr. I p.o
 GDS sore =330
mg/dL Azotemia tanpa
kelainan ginjal - Inj insulin glulisin
dengan (apidra) 12-12-12
perbaikan s.c. a.c
- Injeksi gargline
Hiponatremia lantus 0-0-25 s.c
ringan jam 22.00
- Metformin 500
Hipokalemi mg/8 jam p.o
dengan
perbaikan

Tanggal Keadaan klinis Assement Terapi dan tindakan


2-4-2016 S : pasien minta Kultur urin: - O2 3 lpm (bila
pulang Acinobacter sp. sesak)
dengan hitung - Diet DM 1500 kkal

23
O : KU: baik kuman 100.000 rendah garam
 Kesadaran : cfu/mLISK - Cek GDS pagi sore
Composmentis - Inf NaCl 0,9% 20
GCS = 15 GDS pagi =186
tpm
 TD : 130/90 mg/dL
GDS sore =217 - Injeksi ramipril 2.5
mmHg
mg/dL  mg/24 jam
 HR : 88 x/menit
 RR : 20 x/menit DM tipe II, - Inj insulin glulisin
 Suhu: 36,6 oC dengan (apidra) 12-12-12
 GDS pagi =186 hiperglikemi s.c. a.c
mg/dL - Injeksi gargline
 GDS sore =217 CAP CURB 65-
lantus 0-0-25 s.c
mg/dL 1 dengan
perbaikan jam 22.00
 Kultur urin: - Metformin 500
Acinobacter sp.
TD= 130/90 mg/8 jam p.o
dengan hitung
mmHg  - Injeksi ceftriakson
kuman 100.000
Hipertensi gr. I 2g/ 24 jam IV
cfu/mL
(stop)
Azotemia tanpa
- KSR 600 mg/ 8
kelainan ginjal
dengan jam p.o (stop)
perbaikan

Hiponatremia
ringan

Hipokalemi
dengan
perbaikan

Pemeriksaan Kultur Urin (2/04/2016) collected 31/03/16


Jenis organisme yang ditemukan : Acinobacter sp.
Amox/clav. Ac :R
Amikacin :S
Ceftazidime :R
Ciprofloxacin :R
Cefotaxime :R
Cefepime :R
Gentamicin :R

24
Meropenem :S
Ampicillin sulbactam :S
Trimethoprim/Sulfamethoxazole :S
Tetracyclin :R
Tigecycline :S
Fosfomycin :R
Sefoperazon sulbactam :S
Hitung Kuman : 100.000 cfu/mL

Tanggal Keadaan klinis Assement Terapi dan tindakan


3-4-2016 S : pasien pulang ISK - O2 3 lpm (bila
sesak)
O : KU: baik GDS pagi =195 - Diet DM 1500 kkal
 Kesadaran : mg/dL
rendah garam
Composmentis DM tipe II,
dengan - Cek GDS pagi sore
GCS = 15
 TD : 130/80 perbaikan - Inf NaCl 0,9% 20
mmHg tpm
 HR : 84 x/menit CAP CURB 65- Obat pulang
 RR : 20 x/menit 1 dengan - Injeksi ramipril 2.5
 Suhu: 36,5 oC perbaikan mg/24 jam
 GDS pagi =195 - Inj insulin
mg/dL TD= 130/80
mmHg  Humalog 12-12-12
Hipertensi gr. I s.c. a.c
- Injeksi gargline
Azotemia tanpa lantus 0-0-25 s.c
kelainan ginjal jam 22.00
dengan - Metformin 500
perbaikan
mg/8 jam p.o

Hiponatremia
ringan

Hipokalemi
dengan
perbaikan

BAB II

25
TINJAUAN PUSTAKA

INFEKSI SALURAN KEMIH


Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi pada saluran kemih
yang dapat terjadi mulai dari orificium urethra eksterna sampai dengan korteks
ginjal. ISK merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering ditemukan di
masyarakat. Data penelitian epidemiologi klinik melaporkan hampir 25 – 35%
manusia pernah mengalami ISK selama hidupnya baik simptomatik maupun
asimptomatik.1

TERMINOLOGI
ISK adalah istilah umum yang menunjukan keberadaan mikroorganisme (MO)
dalam urin. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah infeksi bakteri yang terjadi pada
saluran kemih mencakup organ-organ saluran kemih, yaitu ginjal
(pielonefritis),ureter (ureteritis), kandung kemih (sistitis), dan uretra (uretritis).
Bakteriuria berarti adanya bakteri dalam urin, yang berasal dari saluran kemih,
dan tidak berasal dari vagina ataupun preputium.
Bakteriuria bermakna (significant bacteriuria) adalah kondisi yang
5
menunjukan pertumbuhan mikroorganisme (MO) murni lebih dari 10 colony
forming units (cfu/ml) pada biakan urin. Bakteriuria bermakna mungkin tanpa
disertai presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria asimtomatik. Sebaliknya
bakteriuria bermakna disertai presentai klinis ISK dinamakan bakteriuria
simtomatik.
ISK sering juga diikuti kencing berwarna keruh yang disebut juga sebagai
Piuria adalah adanya sel darah putih dalam urin. Hal tersebut merupakan petunjuk
yang kuat tetapi tidak spesifik untuk infeksi bakteri saluran kemih. Sel darah putih
dapat dideteksi secara langsung melalui pemeriksaan mikroskopik terhadap
sedimen urin atau tidak secara langsung melalui deteksi dipstik terhadap lekosit
esterase. Pada beberapa keadaan pasien dengan klinis ISK tanpa bakteriuria
bermakna. Banyak faktor yang menyebabkan negatif palsu pada pasien dengan

26
presentasi klinis ISK1,2,3 Piuria bermakna (significant piuria), bila ditemukan
netrofil > 10 per lapang pandang.1,2

EPIDEMIOLOGI
Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan pada
perempuan. Prevalensi selama periode sekolah (school girls) 1% (prevalensi
bakteriuria 1-2% pada sekolah menengah wanita), meningkat menjadi 5% selama
periode aktif secara seksual (1-3 pada wanita tidak hamil, dan 4-7% selama
kehamilan). Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai 30% baik laki-
laki maupun perempuan bila disertai faktor predisposisi.2,3
Tingkat kebersihan yang rendah, sampai dengan penggunaan instrumen
medis dengan tingkat kesterilan yang standar dan dalam perawatan rumah sakit
(hospitalization) dapat menyebabkan infeksi ini, sehingga dapat dikatakan ISK
dapat timbul akibat infeksi nosokomial. 2,3
Infeksi saluran kemih (ISK) tergantung banyak faktor : seperti usia, gender,
prevalensi bakteriuria, dan faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan
struktur saluran kemih termasuk ginjal.1
Selama periode usia beberapa bulan dan lebih dari 65 tahun perempuan
cenderung menderita ISK dibandingkan laki – laki. ISK berulang pada laki – laki
jarang dilaporkan, kecuali disertai faktor predisposisi (pencetus).1
Faktor predisposisi (pencetus) ISK
- Lithiasi
- Obstruksi saluran kemih
- Penyakit ginjal polikistik
- Diabetes melitus pasca transplantasi ginjal
- Nefropati analgesik
- Penyakit sikle-cell
- Senggama
- Kehamilan dan peserta KB dengan tablet progesteron
- Kateterisasi
KLASIFIKASI ISK

27
Infeksi saluran kemih secara anatomis terdiri atas dua, ISK bagian atas dan
ISK bagian bawah. Infeksi saluran kemih dapat hanya mengenai saluran bagian
bawah maupun keduanya sekaligus. Jika menyerang bagian atas, kuman
menyebar lewat saluran kencing, ginjal, dan bahkan ke seluruh tubuh. Dalam hal
ini bisa mengakibatkan infeksi ginjal dan urosepsis.2,3,4
Infeksi Saluran Kemih (ISK) Bawah pada perempuan dapat berupa sistitis
dan Sindrom Uretra Akut (SUA). Sistitis adalah presentasi klinis infeksi kandung
kemih disertai bakteriuria bermakna. Sindrom uretra akut adalah presentasi klinis
sistitis tanpa ditemukan mikroorganisme (steril), sering dinamakan sistitis
bakterialis. Sedangkan ISK bawah pada laki-laki dapat berupa sistitis, prostatitis,
epididimitis, dan uretritis. 3,4
Infeksi Saluran Kemih (ISK) Atas meliputi Pielonefritis baik akut maupun
kronis, abses intrarenal, dan abses perinefrik. Pielonefritis akut adalah proses
inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan infeksi bakteri. Pielonefritis kronis
mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa
kecil.Obstruksi saluran kemih dan refluks vesikoureter dengan atau tanpa
bakteriuria kronis sering diikuti pembentukkan jaringan ikat parenkim ginjal yang
ditandai pielonefritis kronis yang spesifik.

Berdasarkan gambaran klinis. ISK diklasifikasikan menjadi:5


1. Sistitis akut non komplikata pada perempuan
2. Sistitis akut rekurens pada perempuan
Apabila terdapat tiga epoisode ISK pada 1 tahun terakhir atau dua episode
pada 6 bulan terakhir.
3. Pielonefritis akut nonkomplikata pada perempuan
4. Sistitis akut non komplikata pada dewasa
Tidak terdapat faktor komplikasi : laki-laki, usia lanjut, kehamilan, diabetes
mellitus, instrumentasi pada traktur urinarius, infeksi saluran kemih pada
anak, gejala >7 hari.
5. ISK komplikata

28
Infeksi saluran kemih pasien dengan kelainan structural atau fungsional yang
dapat menurunkan efikasi terapi antibiotic misalnya pada uropati obstruktif
(batu, tumor, atau neurogenic blader) dan refluks vesicoureter.
6. Bakteriuria asimptomatik

MIKROORGANISME SALURAN KEMIH


Pada umumnya ISK disebabkan mikroorganisme (MO) tunggal :1
- Escherichia coli merupakan MO yang paling sering diisolasi dari pasien
dengan infeksi simtomatik maupun asimtomatik
- Mikroorganisme lainnya yang sering ditemukan seperti Proteus spp ( 33%
ISK anak laki – laki berusia 5 tahun ), Klebsiella spp, dan stafilokokus
dengan koagulase negatif
- Infeksi yang disebabkan pseudomunas spp dan MO lainnya seperti
stafilokokus jarang dijumpai, kecuali pasca kateterisasi.
Famili, Genus dan Spesies MO yang paling sering sebagai penyebab ISK
Gram negative
Famili Genus Spesies
Enterobacteriaceae Escherichia Coli
Klebsiella pneumoniae
oxytosa
Proteus mirabilis
vulgaris
Enterobacter cloacae
aerogenes
Providencia rettgeri
stuartii
Morganella morganii
Citrobacter freundii
diversus
Serratia morcescens
Pseudomonadaceae Pseudomonas aeruginosa

29
Gram positif
Micrococcaceae Staphylococcus Aureus
Streptococceae Streptococcus fecalis
enterococcus

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI ISK


Patogenesis Urinary Pathogens
Patogenesis bakteriuria asimtomatik menjadi bakteriuria simtomatik dengan
presentasi klinis ISK tergantung dari patogenitas bakteri dan status pasien sendiri
(host).1
1. Peranan Patogenitas Bakteri. Sejumlah flora saluran cerna termasuk
Eschericihia coli diduga terkait dengan etiologi ISK. Penelitian
melaporkan lebih dari 170 serotipe O (antigen) E.Coli yang patogen.
Patogenisitas E.Coliterkait dengan bagian permukaan sel polisakarida dan
lipopolisakarin (LPS).1
Hanya IG serotipe dari 170 serotipe O E.coli yang berhasil diisolasi rutin
dari pasien ISK klinis, diduga strain E.Coli ini mempunyai patogenisitas
khusus. Penelitian intensif berhasil menentukan faktor virulensi E.Coli
dikenal sebagai virulence determinalis.1
Faktor virulensi Escherichia coli
Penentu virulensi Alur
Fimbriae Adhesi
Pembentukan jaringan ikat
Kapsul antigen K Resistensi terhadap pertahanan tubuh
Perlengkapan (attachment)
Lipopolysaccharide Resistensi terhadap fagositosis
Side chains (O antigen )
Lipid A (endotoksin) Inhibisi peristalsis ureter
Pro-inflammatori
Membran protein lainnya Kelasi besi
Antibiotika resisten

30
Kemungkinan perlengkapan
Hemolysin Inhibisi fungsi fagosit
Sekuestrasi besi

Bakteri patogen dari urin (urinary pathogens) dapat menyebabkan


presentasi klinis ISK terganntung juga dari faktor lainnya seperti
perlengketan mukosa oleh bakteri, faktor virulensi, dan variasi fase faktor
virulensi.1
Peranan Bakterial attachment of mucosa. Penelitian membuktikan
bahwa fimbriae (proteinaceous hair-like projection from the bacterial
surface), merupakan salah satu pelengkapan patogenesitas yang
mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran
kemih. Pada umumnya P fimbriae akan terikat pada P blood group antigen
yang terdapat pada sel epitel saluran kemih atas dan bawah. Fimbriae dari
strain E.coli ini dapat diisolasi hanya dari urin segar.1
Peranan faktor virulensi lainnya. Kemampuan untuk melekat (adhesion)
mikroorganisme (MO) atau bakteri tergantung dari organ pili atau fimbriae
maupun non-fimbriae. Pada saat ini dikenal beberapa adhesion seperti
fimbriae ( tipe 1, P dan S), non-fembrial adhesions (DR haemaglutinin
atau DFA component of DR blood group), fimbrial adhesions ( AFA-1 dan
AFA-III ), M-adhesions, G-adhesions, dan curli adhesions.1
Sifat patogenitas lain dari E.coli berhubungan dengan toksin.dikenal
beberapa toksin seperti α-haemolisin, cytotoxic necrotizing factor – 1
(CNF-1), dan iron uptake system (aerobactin dan enterobactin). Hampir
95% α-haemolisin terikat pada kromosom dan berhubungan dengan
pthogenicity islands (PAIS) dan hanya 5% terikat pada gen plasmio.1
Resistensi uropatogenik E.coli terhadap serum manusia denan
perantara (mediator) beberapa faktor terutama aktivasi sistem komplemen
termasuk membrane attack complex (MAC). Mekanisme pertahanan tubuh
Tra T proteins dan outer membrane protein (OHPA). Menurut beberapa
peneliti uropatogenik MO ditandai dengan ekspresi faktor virulensi ganda,

31
beberapa sifat uropetogenik MO; seperti resistensi serum, sekuestrasi besi,
pembentukan hidroksat dan antigen K yang muncul mendahului
manifestasi klinis ISK. Gen virulensi dikendalikan faktor luar seperti suhu,
ion besi, osmolaritas,pH, dan tekanan oksigen. Laporan penelitian Johnson
mengungkapkan virulensi E.coli sebagai penyebab ISK terdiri atas
fimbriae type 1 (58%), P fimbriae (24%), aerobactin (38%), haemolysin
(20%), antigen K (22%), resistensi serum (25%), dan antigen O (28%).1
Faktor virulensi variase fase. Virulensi bakteri ditandai dengan
kemampuan untuk mengalami perubahan bergantung pada dari respon
faktor luar. Konsep variasi fase MO ini menunjukan peranan beberapa
penentu virulensi bervariasi di antara indivisu dan lokasi saluran kemih.
Oleh karena itu, ketahanan hidup bakteri berbeda dalam kandung kemih
dan ginjal.1
2. Peranan Faktor Tuan Rumah (host)
Faktor predisposisi pencetus ISK. Penelitian epidemiologi klinik
mendukung hipotesis peranan status saluran kemih merupakan faktor
risiko atau pencetus ISK. Jadi faktor bakteri dan status saluran kemih
pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada saluran
kemih. Kolonisasi bakteri sering mengalami kambuh (eksaserbasi) bila
sudah terdapat kelainan struktut anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran
kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat
menyebabkan gangguan proses klirens normal dan dangat peka terhadap
infeksi1
Zat makanan dari bakteri akan meningkat dari normal, diikuti refluks
MO dari kandung kemih ke ginjal. Endotoksin (lipid A) dapat
menghambat peristaltik ureter. Refluks vesikoureter ini sifatnya sementara
dan hilang sendiri bila mendapat terapi antibiotika.1
Proses pembentukan jaringan parenkim ginjal sangat berat bila refluks
vesikoureter terjadi sejak anak – anak. Pada usia dewasa muda tidak jarang
dijumpai di klinik gagal ginjal terminal (GGT) tipe kering, artinya tanpa
edema dengan / tanpa hipertensi.1

32
PATOFISIOLOGI ISK
Pada individu normal, biasanya laki – laki maupun perempuan urin selalu
steril karena dipertahankan jumlah dan frekuensi kencing. Uretro distal
merupakan tempat kolonisasi mikroorhanisme nonpahogenic fastidious Gram-
positive dan gram negatif.1
Secara fisiologis bakteri dalam kandung kemih dapat dibersihkan dengan
cepat melalui mekanisme aliran urin, pelarutan, dan sifat antibakteri dari urin dan
kandung kemih. Sel kandung kemih mensekresikan sitokin dan kemokin (IL 6 dan
IL 8) yang menyebabkan sel polimorfonuklear masuk ke epitel kandung kemih
dan urin saat terjadi infeksi. Sel-sel ini akan berinteraksi membunuh kuman.5
Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme asending dari
uretra/sistem reproduksi atau hubungan seksual (sexual transmitted disease) ke
dalam kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme
dapat mencapai ginjal. Proses ini dipermudah dengan adanya refluks
vesikoureter.1,3,4

PRESENTASI KLINIS ISK


Pielonefritis akut (PNA). Presentsi klinis PNA seperti panas tinggi (39,5-
40,5oC), disertai menggigil dan sakit pinggang. Presentasi klinis PNA ini sering
didahului gejala ISK bawah (sistitis).
ISK bawah (sistitis). Presentasi klinis sistitis seperti sakit suprapubik,
polakisuria, nokturia, disuria, dan stranguria.
Sindrom uretra akut (SUA). Presentasi klinis SUA sulit dibedakan dengan
sistitis. SUA sering ditemukan pada perempuan usia antara 20 – 50 tahun.1,3,4
Presentasi klinis SUA tidak terlalu tampak ( hanya disuria dengan sering kencing)
disertai cfu/ml urin <105, sering disebut sistitis abakterialis. Sindrom uretra akut
SUA dibagi 3 kelompok pasien, yaitu
a) Kelompok pertama pasien dengan piuria, biakan urin dapat diisolasi
E.coli dengan cfu/ml urin 103 – 105. Sumber infeksi berasal dari kelenjar

33
peri-uretral atau uretra sendiri. Kelompok pasien ini memberikan respon
baik terhadap antibiotik standar seperti ampisilin.
b) Kelompok kedua pasien lekosituti 10 – 50/lapang pandang besar dan
kultur urin steril. Kultur (biakan) khusus ditemukan Chlamydia
trachomatis atau bakteri anaerobik.
c) Kelompok ketiga pasien tanpa piuria dan biakan urin steril.1
ISK rekuren. Infeksi saluran kemih (ISK) rekuren terdiri 2 kelompok, yaitu a0.
Re-infeksi, pada umumnya episode infeksi dengan interval >6 minggu dengan
mikroorganisme (MO) yang berlainan. b). Relapsing infection, setiap kali infeksi
disebabkan mikroorganisme yang sama, disebabkan sumer infeksi tidak mendapat
terapi yang adekuat.1

KOMPLIKASI ISK
Komplikasi ISK tergantung dari tipe yaitu ISK tipe sederhana
(uncomplicated) dan tipe berkomplikasi (complicated)1
1. ISK sederhana (uncomplicated). ISK akut tipe sederhana (sistitis) yaitu
non-obstruksi dan bukan perempuan hamil, merupakan penyakit ringan
(self limited disease) dan tidak menyebabkan akibat lanjut jangka panjang.
2. ISK tipe berkomplikasi (complicated)
- ISK selama kehamilan. ISK selama kehamilan
- ISK pada diabeter melitus. Penelitian epidemiologi klinik melaporkan
bekteriuria dan ISK, lebih sering ditemukan pada DM dibandingkan
perempuan tanpa DM

PEMERIKSAAN PENUNJANG5
1. Urinalisis: piuria, bakteriuria, nitrit (+), leukosit >5/LPB
2. Kultur urin (dapat dari urin porsi tengah atau sampel diambil langsung dari
kateter) dapat menegakkan diagnosis definitive ISK apabila:
- Jumah koloni ≥ 105/mL dari jenis sampel apapun. Apabila didapatkan
jumlah koloni ≥ 105/mL tetapi banyak spesies bakteri ditemukan
kemungkinan sampel mengalami kontaminasi

34
- Pada pasien simptomatik, jumlah koloni 102-104/mL mungkin
mengindentifikasikan infeksi.
- Urin berasal dari pungsi suprapubik berapapun jumlah koloni.
- Urin berasal dari kateter jumlah koloni 102-104/mL mengindentifikasikan
infeksi.
3. Kultur darah untuk pasien yang demam tinggi atau dicurigai mengalami
komplikasi
4. Pada pasien yang dicurigai prostatitits, specimen diambil: urin pertama kali
pagi hari, porsi tengah dan urin setelah masase prostate
5. Pencitraan: USG ginjal, CT scan abdomen, sistografi

MANAJEMEN ISK
Diagnosis ISK ditegakkan berdasarkan gejala/manifestasi klinis (dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik) dan berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium. Setelah seorang dokter menentukan diagnosis infeksi pada pasien
berdasarkan gejala klinis, dokter dapat memulai terapi antibiotik sementara
sebelum diperoleh hasil pemeriksaan laboratorium mikrobiologik yang dilakukan
untuk mengetahui bakteri penyebab infeksi pada pasien tersebut serta kepekaan
bakteri tersebut terhadap antibiotik. Terapi ini disebut dengan terapi empiric yaitu
terapi yang dimulai pada anggapan infeksi yang berdasarkan pengalaman luas
dengan kondisi klinik yang sama dibandingkan informasi spesifik tentang
penyakit pasien. Prinsip dasar terapi empirik adalah bahwa pengobatan infeksi
sebaiknya dilakukan sedini mungkin. Penundaan pemberian antibiotik sampai
mendapatkan hasil kultur bakteri dan tes kepekaan bakteri terhadap antibiotik
(biasanya 1-3 hari) dapat menyebabkan pasien mengalami penyakit yang serius
atau kematian, terutama pada infeksi berat seringkali harus segera diberikan terapi
antibiotik sementara sebelum diperoleh hasil pemeriksaan mikrobiologik. 6,7
Pemilihan ini didasarkan pada pengalaman empiris yang rasional
berdasarkan perkiraan etiologi yang paling mungkin serta antibiotik terbaik untuk
infeksi tersebut (educated guess). Terapi empirik ISK berdasarkan educated guess

35
antara lain untuk sistitis akut pilihan antibiotik yang dapat digunakan adalah
ampisilin, trimetoprim, kotrimoksazol, fluorokuinolon.

Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih (ISK) Bawah


Prinsip manajemen ISK bawah meliputi intake cairan yang banyak, antibiotika
yang adekuat, dan kalu perlu terapi simtomatik untuk alkalinisasi urin :1
- Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam dengan
antibiotika tunggal; seperti ampisiin 3 gram, trimetoprim 200 mg
- Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisis (lekosuria) diperlukan
terapi konvensional selama 5-10 hari
- Pemeriksaan mikroskopik urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua
gejala hilang dan tanpa lekosiuria.
Reinfeksi berulang (frequent re-infection)1
- Disertai faktor predisposisi. Terapi antimiktoba yang intensif diikuti
koreksi fakor risiko
- Tanpa faktor predisposisi
- Asupan cairan banyak
- Cuci setelah melakukan senggama diikuti terapi antimikroba takaran
tunggal (misal trimetropin 200 mg)
- Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan
Sindrom uretra akut (SUA). Pasien dengan sindrom uretra akut dengan hitung
kuman 103 – 105 memerlukan antibiotika yang adekuat. Infeksi klamidia
disebabkan MO anaerobik diperlukan antimiktoba yang serasi, misal golongan
kuinolon.1

Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih (ISK) Atas


Pielonefritis akut. Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut
memerlukan rawat inap untuk memelihara status hidrasi dan terapi antibiotika
parenteral paling sedikit 48 jam. The Infectious Disease Society of America
menganjurkan satu dari tiga alternatif terapi antibiotika IV sebagai terapi awal
semala 48-72 jam sebelum diketahui MO sebagai penyebabnya :1

36
- Fluorokuinolon
- Aminoglikosida dengan atau tanpa ampisilin
- Sefalosporin dengan spektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida.1

Indikasi Rawat Inap Pasien dengan Pielonefritis Akut


- Kegagalan mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap
antibiotika oral
- Pasien sakit berat atau debilitasi
- Terapi antibiotik oral selama rawat jalan mengalami kegagalan
- Diperlukan investigasi lanjutan
- Faktor predisposisi untuk ISK tipe berkomplikasi
- Komorbiditas seperti kehamilan, diabetes melitus, usia lanjut

B. Diabetes mellitus
1. Definisi Diabetes mellitus
Diabetes melitus (DM) merupakan kelompok penyakit metabolik pada
tubuh yang tampak dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin, ataupun keduanya. Gangguan ini
dipengaruhi berbagai macam faktor dan dapat mengakibatkan komplikasi-
komplikasi pada organ tubuh yang lain.8,9

2. Klasifikasi dan Diagnosis Diabetes mellitus


Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh PERKENI adalah yang sesuai dengan
anjuran klasifikasi DM American Diabetes Association (ADA)200710,11.
Klasifikasi etiologi Diabetes mellitus, menurut ADA 2007 adalah sebagai berikut:
a. Diabetes tipe 1. (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut):
1) Autoimun.
2) Idiopatik.

37
b. Diabetes tipe 2. (bervariasi mulai yang dominan resistensi insulindisertai
defesiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai
resistensi insulin).
c. Diabetes tipe lain.
1) Defek genetik fungsi sel beta :
2) Defek genetik kerja insulin.
3) Penyakit eksokrin pankreas.
4) Endokrinopati.
5) Karena obat/ zat kimia.
6) Infeksi
7) Sebab imunologi yang jarang: antibodi insulin.
8) Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
d. Diabetes mellitus Gestasional (DMG).
Diagnosis DM ditegakkan dengan mengadakan pemeriksaan kadar glukosa
darah. Untuk penentuan Diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang
dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah
plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler
tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik
yang berbeda sesuai pembakuan WHO, sedangkan untuk pemantauan hasil
pengobatan dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah kapiler.

Tabel 1. Kriteria Diagnostik DM


a) Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL (11,1 mmol/L)
Atau
b) Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa >126 mg/dL (7,0
mmol/L)
Atau
c) Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO >200 mg/dL (11,1 mmol/L)
*Pemeriksaan HbA1c (>6,5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah
satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah
terstandardisasi dengan baik.

38
Algoritma diagnosis diabetes melitus tipe 2 dapat dilihat pada skema berikut:
Bagan 1. Algoritma dasar penentuan diagnosis diabetes melitus tipe 2

Penilaian kadar gula darah dapat menunjukkan kondisi normal, belum pasti
diabetes, dan diabetes. Nilai kadar glukosa darah dalam penunjukkan kondisi
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Penilaian kadar glukosa darah12


Jenis Sunber Normal Belum pasti DM
Gula darah Plasma vena <100 100-125 ≥126
puasa (GDP) Darah kapiler <90 90-99 ≥100
Gula darah Plasma vena <100 100-199 ≥200
sewaktu (GDS) Darah kapiler <90 90-199 ≥200

3. Gejala dan Tanda-Tanda Diabetes mellitus


Gejala dan tanda-tanda DM dapat digolongkan menjadi gejala akut dan
gejala kronik.11

39
a. Gejala Akut Penyakit Diabetes mellitus
Gejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain bervariasi bahkan,
mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu.
1) Gejala awal yang ditunjukkan meliputi serba banyak (Poli),yaitu:
a) Banyak kencing (poliuria).
b) Banyak minum (polidipsia).
c) Banyak makan (poliphagia).
2) Apabila keadaan tersebut terlambat diobati, akan timbul gejala:
a) Nafsu makan mulai berkurang/ berat badan turun dengan cepat (turun 5 – 10
kg dalam waktu 2 – 4 minggu).
b) Mudah lelah.
c) penurunan berat badan
d) Bila tidak lekas diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh
koma yang disebut dengan koma diabetik
b. Gejala Kronik Diabetes mellitus
Gejala kronik mulai timbul setelah gejala akut sudah mulai dirasakan oleh
penderita diabetes. Gejala yang sering dialami oleh penderita Diabetes mellitus
adalah sebagai berikut:
1) Kesemutan.
2) Kram.
3) mudah lelah
4) Rasa tebal di kulit.
5) Mudah mengantuk.
6) Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum.
7) Gatal di sekitar kemaluan terutama wanita.
8) Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata.
10) Gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun,bahkan
untuk laki-laki menyebabkan impotensi.
11) Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin
dalamkandungan, atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4 kg.12,13

40
4. Faktor Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2
Faktor-faktor risiko terjadinya Diabetes mellitus tipe 2 menurut ADA
dengan modifikasi terdiri atas9,12
a. Faktor risiko mayor :
 Riwayat keluarga DM.
 Obesitas.
 Kurang aktivitas fisik.
 Ras/Etnik.
 Tidak terkontrol kolesterol dan HDL.
 Hipertensi.

b. Faktor risiko lainnya :


 Faktor nutrisi.
 Jenis kelamin.
 Konsumsi alkohol.
 Kebiasaan merokok.
 Kebiasaan mendengkur.
 Faktor stress.

5. Penatalaksanaan Diabetes mellitus


Prinsip pengelolaan Diabetes mellitus adalah 4 pilar, meliputi :
a. Edukasi
Tujuan edukasi yaitu meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit
dan pengelolaannya dengan tujuan dapat merawat sendiri sehingga mampu
mempertahankan hidup dan mencegah komplikasi lebih lanjut.

b. Diet Diabetes mellitus


Tujuan Diet pada Diabetes mellitus adalah mempertahankan atau mencapai
berat badan ideal, mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal,
mencegah komplikasi akut dan kronik serta meningkatkan kualitas hidup3.

41
Penderita DM di dalam melaksanakan diet harus memperhatikan 3 J, yaitu :
1. Jumlah kalori yang dibutuhkan
2. Jadwal makan yang harus diikuti
3. Jenis makanan yang harus diperhatikan.
Komposisi makanan yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi
seimbang yaitu yang mengandung karbohidrat (45-60%), Protein (10-15%), lemak
(20-25%), garam (≤ 3000 mg atau 6-7 gr perhari), dan serat (± 25 g/hr). Jenis
buah-buahan yang dianjurkan adalah buah golongan B (salak,tomat, dll) dan yang
tidak dianjurkan golongan A (nangka, durian, dll), sedangkan sayuran yang
dianjurkan golongan A (wortel, nangka muda, dll) dan tidak dianjurkan golongan
B (taoge, terong, dll). Beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang
dibutuhkan tubuh, diantaranya dengan memperhitungkan berdasarkan kebutuhan
kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kg BB ideal, ditambah atau dikurangi
(±25-30%) tergantung beberapa faktor misalnya jenis kelamin, umur, aktivitas,
dan berat badan3.
Perhitungan berat badan ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi
sebagai berikut :
BBI = 90% X (TB dalam cm – 100) X 1 kg.
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :
1) Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pria sebesar 30 kal/kg BB dan wanita sebesar 25 kal/kg BB.
2) Umur
Diabetisi di atas 40 tahun kebutuhan kalori dikurangi yaitu usia 40-59 tahun
dikurangi 5%, usia 60-69 tahun dikurangi 10%, dan lebih 70tahun dikurang
20%.
3) Aktifitas Fisik
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik.
Aktivitas ringan ditambahkan 20%, aktivitas sedang ditambahkan30%, dan
aktivitas berat dapat ditambahkan 50%.

42
4) Berat badan
Bila kegemukan dikurangi 20-30% tergantung tingkat kegemukan.Bila kurus
ditambah 20-30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB.
5) Kondisi Khusus
Penderita kondisi khusus, misal dengan ulkus diabetika atau infeksi,dapat
ditambahkan 10-20%.1,3,9
c. Latihan Jasmani
Berikut ini beberapa aktivitas fisik yang dapat dilakukan untuk melatih
kesehatan jasmani bagi penderita diabetes melitus:

Tabel 3.Aktivitas fisik yang dianjurkan bagi penderita diabetes melitus


Label Aktivitas
Kurangi Sedenter (berdiam, bermalas-malasan) :
Menonton tv, menggunakan internet, bermain
komputer
Sering Olahraga rekreasi, aktivitas fisik liburan :
Jalan cepat, golf, olah otot, bersepeda, sepak bola
Harian Kebiasaan sehari-hari :
Jalan kaki ke pasar, naik/turun melalui tangga, berjalan
menuju/dari tempat parkir

Latihan jasmani tersebut dapat dilakukan setidaknya 3 kali dalam seminggu


masing-masing selama 30 menit. Pada sebagian penderita diabetes melitus tipe 2,
latihan jasmani dapat mengakibatkan hipoglikemia, yaitu pada penderita yang
menggunakan terapi insulin dan obat-obatan insulin sekretagogue sebagai pilihan
terapinya. Oleh karena itu, hendaknya penderita mengecek terlebih dahulu kadar
glukosanya sebelum, selama, dan setelah latihan jasmani. Apabila sebelum
melakukan latihan jasmani kadar glukosa darahnya <100 mg/dl, hendaknya
penderita dapat mengkonsumsi tambahan karbohidrat terlebih dahulu.12,13

d. Pengobatan

43
Jika diabetisi telah menerapkan pengaturan makanan dan kegiatan jasmani
yang teratur namun pengendalian kadar gula darah belum tercapai maka
dipertimbangkan pemberian obat. Obat meliputi: obat hipoglikemi oral (OHO)
dan insulin. Pemberian obat Hipoglikemi Oral diberikan kurang lebih 30 menit
sebelum makan.
Pemberian insulin biasanya diberikan lewat penyuntikan di subkutan dan pada
keadaan khusus diberikan secara intravena atau intramuskuler. Mekanisme kerja
insulin rapid acting, short acting, medium acting dan long acting. Insulin
diperlukan pada pasien dengan komplikasi akut, gagal dengan kombinasi OHO
dosis optimal, kontraindikasi terhadap OHO, dan stres berat seperti infeksi kaki
diabetik.12,13

e. Pemantauan Pengendalian Diabetes dan Pencegahan Komplikasi


Tujuan pengendalian Diabetes mellitus adalah menghilangkan gejala,
memperbaiki kualitas hidup, mencegah komplikasi akut dan kronik, serta
mengurangi laju perkembangan komplikasi yang sudah ada. Pemantauan dapat
dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial,
pemeriksaan HbA1C setiap 3 bulan, pemeriksaan ke fasilitas kesehatan kurang
lebih 4X pertahun (kondisi normal) dan dilakukan pemeriksaan jasmani lengkap,
mikroalbuminuria, kreatinin, albumin globulin, ALT, kolesterol total,
HDL,trigliserida, dan pemeriksaan lain yang diperlukan.13

6. Komplikasi Diabetes mellitus


Komplikasi-komplikasi pada Diabetes mellitus dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1. Komplikasi Metabolik Akut
Komplikasi akut terdiri dari dua bentuk yaitu hipoglikemia dan
hiperglikemia. Hiperglikemia dapat berupa: Keto Asidosis Diabetik (KAD),
Hiperosmolar Non Ketotik (HNK) dan Asidosis Laktat (AL).
Hipoglikemi yaitu apabila kadar gula darah lebih rendah dari 60 mg/dL dan
gejala yang muncul yaitu palpitasi, takikardi, mual muntah, lemah, lapar dan
dapat terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Hiperglikemi yaitu apabila kadar

44
gula darah lebih dari 250 mg/dL dan gejala yang muncul yaitu poliuri, polidipsi,
pernafasan kussmaul, mual muntah, penurunan kesadaran sampai koma.
KAD menempati peringkat pertama komplikasi akut disusul oleh
hipoglikemia. Komplikasi akut ini masih merupakan masalah utama, karena
angka kematiannya cukup tinggi. Kematian akibat KAD pada penderita DM tahun
2003 di negara maju berkisar 9 – 10%. Hasil pengamatan di Bagian Penyakit
Dalam RSCM selama 5 bulan(Januari - Mei) tahun 2002, terdapat 39 pasien KAD
yang dirawat dengan angka kematian 15%.

2. Komplikasi Metabolik Kronik


Komplikasi kronik pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah di
seluruh bagian tubuh (Angiopati diabetik). Angiopati diabetik untuk memudahkan
dibagi menjadi dua yaitu:makroangiopati (makrovaskuler) dan mikroangiopati
(mikrovaskuler), yang tidak berarti bahwa satu sama lain saling terpisah dan tidak
terjadi sekaligus bersamaan. Komplikasi kronik DM yang sering terjadi adalah
sebagai berikut:8,9
a. Mikrovaskuler :
1) Ginjal.
2) Mata.
b. Makrovaskuler :
1) Penyakit jantung koroner.
2) Pembuluh darah kaki.
3) Pembuluh darah otak.
c. Neuropati: mikro dan makrovaskuler
d. Mudah timbul ulkus atau infeksi : mikrovaskuler dan makrovaskuler.

Komplikasi kronik DM tipe 2 yang sering terjadi adalah retinopati dan


nefropati diabetikum.
 Retinopati Diabetik
Retinopati diabetik (RD) yang terjadi pada penderita DM tipe 2 terbagi
menjadi 2 jenis, yaitu: non-proliferatif dan proliferatif.

45
RD non-proliferatif sering muncul pada akhir dekade pertama atau awal dari
dekade kedua pasien menderita DM tipe 2. Kelainan yang muncul yaitu:
mikroaneurisma vaskuler retina, bercak perdarahan, dan tanda cotton-wool spot.
Hal-hal tersebut dapat terjadi karena peningkatan permeabilitas vaskuler retina,
abnormalitas vaskularisasi retina sehingga mengakibatkan iskemi retina dan
hipoksemia retina. Kompensasi dari kondisi ini yaitu munculnya neovaskularisasi
pada retina yang keadaan ini meningkat menjadi retinopati diabetik proliferatif
dengan tanda mudahnya ruptur vaskuler yang mengakibatkan perdarahan vitreus,
fibrosis, dan retinal detachment.

 Nefropati Diabetik
Komplikasi yang terjadi pada ginjal ini disebabkan karena kondisi
hiperglikemia kronis pada penderita DM tipe 2. Hal ini menyebabkan perubahan
hemodinamik pada mikrosirkulasi ginjal, yang mengakibatkan perubahan struktur
glomerolus menjadi terdapat peningkatan matriks ekstraseluler, penebalan
membrane basal, ekspansi sel mesangial, dan fibrosis sehingga menimbulkan
gangguan pada sistem filtrasi ginjal.

C. PNEUMONI
Pneumonia komuniti merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan angka
kematian tinggi di dunia. Di Amerika pneumonia masih merupakan bahaya
potensial yang mengancam kehidupan dan merupakan penyebab kematian ke 6
dari semua penyebab kematian serta peringkat pertama sebagai penyebab
kematian penyakit infeksi.
Di Indonesia berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun1992
yang dilakukan DepKes, pneumonia tergolong dalam penyakit infeksi akut
saluran napas, merupakan penyakit terbanyak yang dijumpai dan sebagai
penyebab kematian urutan ke tiga.

Definisi

46
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan
peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi,
aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis.

Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri,
virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang diderita
oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan
pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan
pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini
laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang
ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri
Gram negatif.

Mekanisme Pertahanan Paru


Mekanisme pertahanan paru sangat penting dalam menjelaskan terjadinya infeksi
saluran napas. paru mempunyai mekanisme pertahanan untuk mencegah bakteri
agar tidak masuk kedalam paru. mekanisme pembersihan tersebut adalah :
1. Mekanisme pembersihan di saluran napas penghantar, meliputi :
• Reepitelisasi saluran napas
• Aliran lendir pada permukaan epitel
• Bakteri alamiah atau "ephitelial cell binding site analog"
• Faktor humoral lokal (IgG dan IgA)
• Komponen mikroba setempat
• Sistem transpor mukosilier
• Reflek bersin dan batuk
Saluran napas atas (nasofaring dan orofaring) merupakan mekanisme
pertahanan melalui barier anatomi dan mekanisme terhadap masuknya
mikroorganisme yang patogen. Silia dan mukus mendorong

47
mikroorganisme keluar dengan cara dibatukkan atau ditelan. Bila terjadi
disfungsi silia seperti pada Sindrome Kartagener's, pemakaian pipa
nasogastrik dan pipa nasotrakeal yang lama dapat mengganggu aliran
sekret yang telah terkontaminasi dengan baktri patogen. Dalam keadaan
ini dapat terjadi infeksi nosokomial atau "Hospital Acquired Pneumonia".
2. Mekanisme pembersihan di "Respiratory exchange airway", meliputi :
• Cairan yang melapisi alveolar termasuk surfaktan
• Sistem kekebalan humoral lokal (IgG)
• Makrofag alveolar dan mediator inflamasi
• Penarikan netrofil
Sistem kekebalan humoral sangat berperan dalam mekanisme pertahanan
paru (saluran napas atas). IgA merupakan salah satu bagian dari sekret
hidung (10 % dari total protein sekret hidung). Penderita defisiensi IgA
memiliki resiko untuk terjadi infeksi saluran napas atas yan berulang.
Bakteri yang sering mengadakan kolonisasi pada saluran napas atas sering
mengeluarkan enzim proteolitik dan merusak IgA. Bakteri gram negatif
(P.aeroginosa, E.colli, Serratia spp, Proteus spp, dan K.penumoniae)
mempunyai kemampuan untuk merusak IgA. Defisiensi dan kerusakan
setiap komponen pertahan saluran napas atas menyebabkan kolonisasi
bakteri patogen sebagai fasiliti terjadinya infeksi saluran napas bawah.
3. Mekanisme pembersihan di saluran udara subglotik
Mekanisme pertahanan saluran napas subglotis terdiri dari anatomik,
mekanik, humoral dan komponen seluler. Mekanisme penutupan dan
refleks batuk dari glotis merupakan pertahanan utama terhadap aspirat dari
orofaring. Bila terjadi gangguan fungsi glotis maka hal ini berbahaya bagi
saluran napas bagian bawah yang dalam keadaan normal steril. Tindakan
pemasangan pipa Nasogastrik, alat trakeostomi memudahkan masuknya
bakteri patogen secara langsung ke saluran napas bawah.
Gangguan fungsi mukosiliar dapat memudahkan masuknya bakteri
patogen ke saluran napas bawah, bahkan infeksi akut oleh M.pneumoniae,
H.Influenzae dan virus dapat merusak gerakan silia.

48
4. Mekanisme pembersihan di"respiratory gas exchange airway"
Bronkiolus dan alveol mempunyai mekanisme pertahanan sebagai
berikut:
• Cairan yang melapisi alveol :
a. Surfaktan
Suatu Glikoprotein yang kaya lemak, terdiri dari beberapa komponen
SP-A, SP-B, SP-C, SP-D yang berfungsi memperkuat fagositosis dan
killing terhadap bakteri oleh makrofag.
b. Aktifiti anti bakteri (non spesifik) : FFA, lisozim, iron binding
protein.
• IgG (IgG1 dan IgG2 subset yang berfungsi sebagai opsonin)
• Makrofag Alveolar yang berperan sebagai mekanisme pertahanan
pertama
• Berfungsi untuk menarik PMN leukosit ke alveolus
• Mediator biologi

PATOGENESIS
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang
biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada
kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran
napas.
Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan :
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa Dari keempat cara tersebut diatas yang
terbanyak adalah secara Kolonisasi.
Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria
atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat

49
mencapai bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila
terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi
aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini
merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru.
Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu
tidur (50 %) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan
pemakai obat (drug abuse). Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri
yang tinggi 10 8-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1
ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.
Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau aspirasi.
Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian atas sama
dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa penelitian tidak
di temukan jenis mikroorganisme yang sama.

PATOLOGI
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli menyebabkan reaksi
radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN dan
diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum terbentuknya
antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli dan dengan
bantuan leukosit yang lain melalui psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri
tersebut kemudian dimakan.
Pada waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri maka akan tampak 4 zona
pada daerah parasitik terset yaitu :
1. Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema.
2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi sel darah
merah.
3. Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif
dengan jumlah PMN yang banyak.
4. Zona resolusi : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati,
leukosit dan alveolar makrofag. Red hepatization ialah daerah perifer yang
terdapat edema dan perdarahan 'Gray hepatization' ialah konsolodasi yang luas.

50
KLASIFIKASI PNEUMONIA
1. Berdasarkan klinis dan epideologis :
a.Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b.Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial pneumonia)
c.Pneumonia aspirasi
c.Pneumonia pada penderita Immunocompromised pembagian ini penting untuk
memudahkan penatalaksanaan.
2. Berdasarkan bakteri penyebab
a.Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya Klebsiella pada
penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
b.Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c.Pneumonia virus
d.Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada
penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a.Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi dan
orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen kemungkinan
sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya : pada aspirasi benda asing
atau proses keganasan
b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada lapangan paru.
Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada bayi dan orang tua.
Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus
c.Pneumonia interstisial

DIAGNOSIS
1. Gambaran klinis
a) Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh
meningkat dapat melebihi 400 C, batuk dengan dahak mukoid atau
purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.

51
b) Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada
inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa
palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi
terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin
disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada
stadium resolusi.
2. Pemeriksaan penunjang
a) Gambaran radiologis Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan
penunjang utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat
berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan "air broncogram", penyebab
bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak
dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan
petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris
tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas
aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran
bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan
konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai
beberapa lobus.
b) Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan
pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi
peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan
pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif
pada 20- 25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah
menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi
asidosis respiratorik.

52
BAB III

PEMBAHASAN

Seorang wanita 45 tahun datang ke IGD RSDK pasien rujukan dr. Cipto
dengan keluhan lemas pada tanggal 27 Maret 2016 dan dipindahkan ke Bangsal
Rajawali Lantai 6A.

Problem 1. Diabetes Melitus Tipe 2 dengan overweight


Penegakan diagnosis diabetes melitus tipe 2 didasarkan atas anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Gejala klasik diabetes melitus tipe
2 berupa polidipsi, poliuria, polifagi.8,10
Pada anamnesis pasien ini didapatkan polyuria. Serta pasien memiliki
riwayat menderita DM selama 7 tahun dan pasien rutin memeriksakan diri di
Puskesmas namun konsumsi obat tidak teratur. Keluhan lain yang dirasakan
adalah adanya lemas.
Pada pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan keadaan umum tampak lemas,
tanda vital didapatkan tekanan darah 140/90. BMI 26,04 kg/m2, overweight.
Terdapat faktor penyakit jantung iskemik berupa adanya hipertensi dan obesitas.
Profil lipid dan asam urat pasien dalam batas normal. Namun pada pemeriksaan
foto thoraks AP-Lat didapatkan pembesaran ventrikel kiri dan atrium kiri serta
pada EKG didapatkan takikardi, left axis deviation, LVH dan old AMI
anterolateral.
Pemeriksaan penunjang pasien ini didapatkan nilai gula darah sewaktu
adalah 323 mg/dL, gula darah puasa 115 mg/dl, gula darah 2 jam post prandial
159 mg/dl. Serta HbA1c 12,3 %. Dari hasil kadar gula tersebut maka pasien
didiagnosis diabetes mellitus.

Tabel 1. Kriteria Diagnostik DM


a. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL (11,1 mmol/L)
Atau

53
b. Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa >126 mg/dL (7,0
mmol/L)
Atau
c. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO >200 mg/dL (11,1 mmol/L)
Atau
d. Pemeriksaan HbA1c > 6,5% dengan menggunakan metode High-
Performance Chromatography (HPLC) yang terstandarisasi oleh National
Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP)
*konsensus DM 2015
Assessmen yang dilakukan adalah mencari komplikasi makroangiopati dan
mikroangiopati. Komplikasi yang dapat timbul pada penderita diabetes melitus
tipe 2 terdiri dari komplikasi akut dan kronik. Macam-macam komplikasi tersebut
dapat dilihat pada tabel berikut1, 11
Tabel 2. Komplikasi diabetes melitus tipe 2
Komplikasi akut Komplikasi kronik
 Ketoasidosis diabetic (KAD) Mikrovaskuler :
 Status hiperglikemia  Penyakit mata : retinopati, edema
hiperosmolar macula
 Hipoglikemi  Neuropati (sensorik, motorik, otonom)
 Nefropati
Makrovaskuler :
 Penyakit jantung koroner
 Penyakit arteri perifer
 Penyakit serebrovaskuler
Lain-lain:
Sistem gastrointestinal (paresis, diare),
System urogenital (uropati, disfungsi
seksual), Dermatosis, Infeksi, Katarak,
Glaucoma, Penyakit periodontal,
Kurang pendengaran

54
Kondisi awal pasien mengalami krisis hiperglikemi
Ketoasidosis diabetic adalah komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL), disertai tanda
gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-
320 mOs/ml) dan terjadi peningkatan anion gap.
Pada tanggal 27 Maret 2016 pasien ini gula darah sewaktu 323 mg/dL,
namun pemeriksaan BGA tidak ada asidosis metabolik, pada pemeriksaan
pemeriksaan urinalisis benda keton negative. Osmolaritas:
Osm = 2 (Na+K) + GDS/18 + Ur/6
= 2 (133+4) + 323/18 + 47/6
= 274 + 17.9 +7.8
= 299.7
Namun pada tanggal 28 Maret 2016 saat pasien diperiksa gula darah
sewaktu pasien adalah 154 mg/dL. Kondisi pasien telah stabil dengan pengobatan
diabetes mellitus tipe 2.
Kondisi komplikasi akut lainnya:
 Status hiperglikemia hyperosmolar dimana kadar glukosa darah
sangat tinggi 600-1200 mg/dL, tanpa ada gejala asidosis
osmolaritas sangat meningkat 330-380 mOs/ml plasma keton +/-
 Hipoglikemi penurunan glukosa darah <70 mg/dL
Pada pemeriksaan mata didapatkan adanya Mild non proliferative diabetic
retinopathy sebagai komplikasi mikrovaskuler yang bersifat kronik. Sensorik
motorik dan otonom pasien masih baik komplikasi neuropati (-). Pada
pemeriksaan USG abdomen ginjal kanan-kiri: ukuran normal. Komplikasi
nefropati (-).
Pilar penatalaksanaan DM terdiri dari edukasi, terapi gizi medis, latihan
jasmani, dan intervensi farmakologis.
 Edukasi dilakukan dengan memberikan penjelasan kepada pasien dan
keluarganya mengenai penyakit diabetes melitus dan kemungkinan
komplikasi apa saja yang dapat terjadi.

55
 Terapi gizi dan kebutuhan kalori bagi penderita diabetes melitus dapat
ditentukan dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yaitu sebesar
25-30 kkal/kgBB ideal. Perhitungan berat badan ideal (BBI) dapat dihitung
dengan rumus Brocca.
Berat badan ideal untuk pasien ini = 90% (158-100)= 52,2 kg.
Kebutuhan kalori untuk pasien ini sebesar 25 kkal/kgBB, dikurangi 5%
untuk usia 40-59 tahun (58 tahun), ditambah 10% pada keadaan istirahat,
ditambah 10% karena infeksi dan dikurangi 20 % untuk kriteria berat
badan gemuk.
Perhitungannya adalah = (25 kkal x 52.2 kg) = 1.259,75 kkal.
Kemudian dikurang 5%, ditambah 10%, ditambah 10% dan dikurangi
20%
= 1.239,75 kkal.
Asupan nutrisi untuk pasien ini adalah 1500 kkal mengurangi asupan yang
manis, rendah garam dan menghabiskan diet dari rumah sakit.
 Untuk intervensi farmakologis selama di rumah sakit diberikan insulin. Pada
tanggal 28 Maret 2016 dengan GDS 154 mg/dL diberikan insulin continous
GDS Insulin
<150 stop
151-200 1
201-250 2
251-300 3
301-350 4
>350 5
Untuk keperluan harian (basal) diberikan insulin analog glargine (Lantus)
kerja panjang 10 unit rutin tiap malam pukul 22.00 WIB. Sedangkan untuk
memenuhi kebutuhan post prandial diberikan terapi insulin analog jenis
insulin glulisin (apidra) kerja cepat 8-8-8 unit sc saat makan.
Pemberian insulin didasarkan pada keadaan:
1. HbA1c > 9% yaitu 12.3%
2. Penurunan berat badan yang cepat (pasien obesitas)

56
3. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal (pasien tidak tau jenis obat
yang diminum)
4. Adanya infeksi berupa infeksi sistemik

Problem 2. Infeksi Saluran Kemih


Penegakan diagnosis infeksi saluran kemih didasarkan atas anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis diketahui pasien datang ke RS Kariadi dalam keadaan
demam selama dua hari. ± 1 bulan sebelumnya pasien mengalami gangguan
buang air kecil. Buang air kecil menjadi semakin sering dan membuat pasien
sering terbangun pada malam hari ( >5 kali dalam semalam). Terkadang pasien
merasakan nyeri saat berkemih. Nyeri pada daerah perut bagian bawah (-),
kencing berwarna merah (-).
Pada anamnesis didapatkan adanya frekuensi urin meningkat, nokturi. Hal
ini merupakan gejala Lower Urinary Tract Symptom (LUTS) iritatif. Ditambah
adanya disuria (nyeri saat berkemih) menguatkan adanya infeksi pada saluran
kemih bagian bawah.
Gejala LUTS obstruktif berupa tidak dapat menahan miksi (-) urin keluar
diluar kehendak (-). Miksi terputus (-), harus mengedan saat memulai mksi (-),
berkurangnya kekuatan dan pancaran urin (-), sensasi tidak selesai berkemih (-),
miksi ganda kurang dari 2 jam (-), menetes pada akhir miksi (-) menunjukkan
tidak adanya gejala obstruksi atau sumbatan saluran kemih. Selain itu kencing
keluar pasir (-), dan kencing keluar batu (-) dapat mengeliminasi sementara waktu
bahwa tidak adanya batu di saluran kemih.
Faktor resiko berupa wanita dan diabetes mellitus. ISK lebih sering
menyerang wanita dan pada diabetes melitus. Penelitian epidemiologi klinik
melaporkan bekteriuria dan ISK, lebih sering ditemukan pada DM dibandingkan
perempuan tanpa DM.

57
 ISK uncomplicated (simple) :16
 ISK sederhana  anatomik maupun fungsional tractor urinarius
normal.
 Terutama mengenai wanita.
 Infeksi hanya mengenai mukosa superfisial kandung kemih.
 Penyebab kuman tersering (90%) adalah E. coli.
 ISK Complicated  terdapat keadaan sbb :
1. Kelainan abnormal saluran kencing.
Contoh : batu, obstruksi, refluks vasikouretral, atoni kandung kemih,
kateter menetap, prostatitis menahun.
2. Kelainan faal ginjal. baik GGA(AKI) maupun GGK.
3. Gangguan daya tahan tubuh. Penderita DM, neutropenia, penderita dg
terapi imunosupresif.
4. Infeksi disebabkan organisme virulen.
Seperti proteus spp yg memproduksi urease, Infeksi metastatik
staphylococcus.
Pada pasien didapatkan adanya gangguan daya tahan tubuh berupa
diabetes mellitus menunjukkan bahwa ISK bagian bawah complicated.
PEMERIKSAAN PENUNJANG5
1. Urinalisis: piuria, bakteriuria, nitrit (+), leukosit >5/LPB
2. Kultur urin (dapat dari urin porsi tengah atau sampel diambil langsung dari
kateter) dapat menegakkan diagnosis definitive ISK apabila:
- Jumah koloni ≥ 105/mL dari jenis sampel apapun. Apabila didapatkan
jumlah koloni ≥ 105/mL tetapi banyak spesies bakteri ditemukan
kemungkinan sampel mengalami kontaminasi
- Pada pasien simptomatik, jumlah koloni 102-104/mL mungkin
mengindentifikasikan infeksi.
- Urin berasal dari pungsi suprapubik berapapun jumlah koloni.
- Urin berasal dari kateter jumlah koloni 102-104/mL mengindentifikasikan
infeksi.

58
6. Kultur darah untuk pasien yang demam tinggi atau dicurigai mengalami
komplikasi
7. Pada pasien yang dicurigai prostatitis, specimen diambil: urin pertama kali
pagi hari, porsi tengah dan urin setelah masase prostate
8. Pencitraan: USG ginjal, CT scan abdomen, sistografi
Pada pasien didapatkan kencing berwarna kuning agak keruh. Hasil
pemeriksaan urin rutin didapatkan bakteriuri yaitu 29,7 dengan piuria 50-
60/LPB, dan hematuria 4-8/LPB. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan
kultur urin didapatkan bakteri >105 CFU/ml urin dengan hasil acinobacter sp.
Pada pemeriksaan USG abdomen ginjal kanan-kiri: ukuran normal,
eksogenitas korteks baik, batas kortikomedulare baik. Tak tampak batu. PCS dan
ureter tak melebar. Batu ginjal dapat dieliminasi.

Prinsip manajemen ISK bawah meliputi intake cairan yang banyak,


antibiotika yang adekuat, dan kalu perlu terapi simtomatik untuk alkalinisasi
urin:1
- Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam dengan
antibiotika tunggal; seperti ampisilin 3 gram, trimetoprim 200 mg
- Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisis (lekosuria) diperlukan
terapi konvensional selama 5-10 hari
- Pemeriksaan mikroskopik urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua
gejala hilang dan tanpa lekosiuria.

59
Pada pasien ini terpasang DC. Pemakaian DC dipantau tidak lebih dari 2
minggu, apabila keadaan pasien membaik akan dilakukan bladder training untuk
melepas DC. Pemberian injeksi ceftriaxon 2 gr/24 jam IV sebagai antibiotic broad
spectrum (cephalosporin generasi 3) dan selanjutnya diberikan Paracetamol 500
mg/ 8 jam PO jika suhu lebih dari 38oC.

Problem 3. CAP TURB-65 1


Problem pertama pasien yaitu Community Acquired Pneumonia (CAP)
adalah pneumonia yang sering ditemukan pada kebanyakan orang atau penderita
yang tidak sedang berada di rumah sakit atau di layanan kesehatan lainnya,
sedangkan pneumonia yang terjadi pada pasien atau penderita yang sedang berada
di rumah sakit dinamakan Hospital Acquired Pneumonia (HAP). Pneumonia yang
didapat dari komunitas (community acquired pneumonia, CAP): pneumonia yang
didapatkan di masyarakat yaitu terjadinya infeksi di luar lingkungan rumah sakit.
Infeksi saluran nafas bawah yang terjadi dalam 48 jam setelah dirawat di rumah

60
sakit pada pasien yang belum pernah dirawat di rumah sakit selama > 14 hari
Pneumonia adalah inflamasi paru-paru, biasanya disebabkan oleh infeksi.
Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui ada sumber infeksi, dengan
sumber utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia
maupun partikel.
Pasien ini didiagnosis sebagai Community Associated Pneumonia (CAP)
ditegakkan berdasarkan adanya infiltrat baru atau progresif pada temuan foto
thoraks disertai 2 dari 3 kriteria yaitu suhu tubuh >38°C, adanya batuk dengan
sekret purulen dan adanya leukositosis pada pemeriksaan hematologi rutin serta
pasien terinfeksi diluar lingkungan rumah sakit dalam 48 jam setelah dirawat di
rumah sakit pada pasien yang belum pernah dirawat di rumah sakit > 14 hari.
Pada pasien ini terdapat gambaran infiltrat pada foto thoraks serta terdapat batuk
dengan sekret purulen dan adanya leukositosis.
Diagnosis pasien CAP CURB 65-1 berdasarkan pada kriteria CURB
sebagai prediksi klinik keparahan pada pasien pneumonia komunitas. Kriteria
yang ditetapkan diantaranya :

CURB-65

Symptom Points

Confusion 1

BUN>7 mmol/l 1

Respiratory rate>=30 1

SBP<90mmHg, DBP=<60mmHg 1

Age>=65 1

Berdasarkan kriteria ini, perlakuan pada pasien CAP yaitu


0-1 : Rawat jalan
2 : Rawat inap atau rawat jalan dengan monitoring yang ketat
3-5 : Rawat inap jika perlu dengan perawatan intensif

61
Pada pasien ini berdasarkan kriteria CURB 65 jika tidak ada penyakit
penyerta lain dapat di rawat jalan. Pada pasien ini memiliki faktor resiko
pneumonia yaitu faktor resiko endogen. Faktor endogen merupakan daya tahan
tubuh pasien. Pasien ini memiliki riwayat penyakit kronik yaitu adanya riwayat
sakit diabetes mellitus, dan hipertensi. Faktor resiko eksogen tidak ditemukan
pada pasien ini.

Problem 4. Hipertensi stage 1


Tekanan darah pasien selama di RSDK.
Tanggal Tekanan darah
28 Maret 2016 140/90 mmHg
29 Maret 2016 150/90 mmHg
30 Maret 2016 150/90 mmHg
31 Maret 2016 140/80 mmHg
1 April 2016 150/90 mmHg
2 April 2016 130/90 mmHg
3 April 2016 130/80 mmHg
Tekanan darah pasien masuk ke dalam hipertensi stage 1 dimana kriterianya
systole 140-159 dan atau dyastole 90-99.
Pada pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan keadaan umum tampak lemas,
tanda vital didapatkan tekanan darah 140/90. BMI 26,04 kg/m2, overweight.
Terdapat faktor penyakit jantung iskemik berupa adanya hipertensi dan obesitas.
Profil lipid dan asam urat pasien dalam batas normal. Namun pada pemeriksaan
foto thoraks AP-Lat didapatkan pembesaran ventrikel kiri dan atrium kiri serta
pada EKG didapatkan takikardi, left axis deviation, LVH dan old AMI
anterolateral.

62
Penatalaksanaan

 Tujuan terapi
Mengurangi Cardiovasculer Disease dan morbiditas. Target terapi tekanan
darah pasien 130/80 mmHg
 Modifikasi gaya hidup
Di rumah sakit pasien mendapatkan diet lunak DM 1500 kkal rendah
garam. Diet ini telah disesuaikan dimana pada pasien obesitas dan
menurunkan asupa garam. Menurunkan asupan natrium < 100 mmol/hari
(2.4 gram natrium atau 6 g garam dapur dapat menurunkan 2-8 mmHg
tekanan darah.

63
 Terapi Farmakologi
Terapi yang diberikan untuk mengontrol tekanan darah pasien adalah
Ramipril 2,5 mg/24 jam p.o. Pasien dengan diabetes dan resiko tinggi
penyakit coroner dapat menggunakan ACEi. Obat ini bekerja menghambat
ACE yang mengubah angiotensin 1 menjadi angiotensin 2
(vasokonstriksi).

 Follow up dan monitoring tekanan darah/8 jam

Problem 5. Azotemia
Azotemia merupakan kelainan biokimia yaitu peningkatan kadar ureum dan
kreatinin yang berkaitan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus disebut juga
uremia. Azotemia berdasarkan kelainannya dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
 Azotemia postrenal, azotemia karena obstruksi traktus urinarius
 Azotemia prerenal, azotemia yang disebabkan oleh perfusi inadekuat pada
ginjal, seperti pada syok hipovolemik atau gagal jantung kongestif
 Azotemia renal, azotemia yang terjadi karena berkurangnya filtrasi glomerolus
akibat dari penyakit ginjal akut atau kronik.5,6

64
Penegakan diagnosis Azotemia didasarkan atas pemeriksaan penunjang.
Pada pasien ini didapatkan hasil dari pemeriksaan kimia klinik ureum mencapai
47 pada nilai normal ureum adalah 15-39 mg/dL, sedangkan kadar kreatinin pada
pasien ini mencapai 1,31 pada nilai normal kreatinin adalah 0,6-1,3 mg/dL.
Penatalaksanaan azotemia yaitu untuk mencari adanya kelainan pada ginjal, baik
itu Acute Kidney Injury maupun nefropati diabetes melitus. Sehingga dilakukan
monitoring ureum kreatinin dengan pemeriksaan urin rutin dan dilakukan USG
ginjal untuk melihat kelainan pada ginjal.
Pada pasien peningkatan ureum kreatinin curiga adanya kelainan ginjal
dapat dieliminasi dengan hasil pemeriksaan USG abdomen yang menyatakan
bahwa ginjal pasien normal. Selanjutnya pada pemeriksaan ulang ureum kreatinin
pada tanggal 31 Maret 2016 pasien dalam batas normal yaitu ureum dari 47
menjadi 28 pada nilai normal ureum adalah 15-39 mg/dL, sedangkan kadar
kreatinin pada pasien ini turun dari 1,31 menjadi 1.0 pada nilai normal kreatinin
adalah 0,6-1,3 mg/dL.

Problem 6. Hiponatremi ringan


Pada pemeriksaan elektrolit pada pasien ini didapatkan kadar natrium
turun relatif
Tanggal Hasil Normal
27 Maret 2016 133 (136 – 145 mmol/L)
28 Maret 2016 135 (136 – 145 mmol/L)
31 Maret 2016 131 (136 – 145 mmol/L)
Pada pasien ini osmolaritasnya 299.7 dimana normalnya adalah 290.
Hipernatremi hipoosmolar (pseudohiponatremi). Peningkatan kadar glukosa, lipid,
protein, atau ureum dapat menaikkan osmolaritas serum sehingga menarik air ke
dalam ruang intravascular untuk menyeimbangkan kembali kadar semua zat ini.
Keadaan ini akan peningkatan rasio air terhadap natrium dan dengan demikian
akan menjadi hiponatremi. Meskipun jumlah natrium absolut tidak berubah,
namun kadar natrium mengalami penurunan karena influks air.

65
Pada diabetes mellitus yang tidak terkontrol, kepekatan glukosa dapat
menaikkan kadar glukosa serum hingga titik dimana air akan tertarik ke dalam
ruang intravascular dalam upaya untuk mempertahankan keseimbangan cairan.
Peristiwa ini dapat mengakibatkan hiponatremi.

Problem 7. Hipokalemi
Setelah dilakukan pemeriksaan elektrolit pada pasien ini didapatkan kadar
kalium 2.8 mmol/L (3,5 – 5,1 mmol/L) yang di bawah batas normal. Penurunan
kadar kalium juga dapat dipengaruhi akibat pemberian insulin sehingga kalium
ikut masuk ke intra sel.
Telah dilakukan koreksi kalium tanggal 29 Maret 2016 (4-28) x 0.4 x 65=
31.2 mEq ≈ 1.5 flask ≈ KCL 25 mEq  RL 500 cc jumlah 15 tpm. Setelah
dilakukan pemeriksaan elektrolit ulang pada tanggal 31 Maret 2016 kadar kalium
normal yaitu 4.3 mmol/L (3,5 – 5,1 mmol/L). Pemberian tambahan kalium berupa
KSR 600 mg/ 8 jam po.

66
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi V. Jakarta : InternaPublishing, 2009 : 1008 – 1015
2. Tanto C, Liwang F, Hanifati S dkk. Kapita Selekta kedokteran. Edisi IV.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2014, 234-236.
3. Hendromartono. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi V. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009, 1943-1946.
4. Tessy A, Ardaya, Suwanto. Infeksi Saluran Kemih. In: Suyono HS. Buku
Ajar Penyakit Dalam 3rd edition. Jakarta, FKUI. 2001
5. Tanto C, Hustini NM. Infeksi Saluran Kencing dalam Kapita Selekta
Kedokteran edisi 4. Jakarta: Media Aescupalius; 2014
6. Kennedy ES. Pregnancy, Urinary Tract infections. www.eMedicine.com.
Last updated 8 August 2007. accesed 27Desember 2015
7. Gupta K, Trautner BW. Urinary tract infections, pyelonephritis and
porstatits. In : Longo DL, Fauci AS, Kasper DL Hauser SL, Jameson JL,
Loscalzo J. Harrison‟s principles of internal medicine. Ed. 18. New York:
McGraw-Hill; 2012
8. Longo, Fauci, et al. Diabetes Mellitus Dalam: Harrison‟s Principles of
Internal Medicine 18th Edition. US: The McGraw-Hill Companies; 2012.
9. World Health Organization. Definition, Diagnosis, and Classification of
Diabetes Mellitus and Its Complications Report of a WHO Consultation
(Part 1: Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus). 1999. Geneva:
Department of Noncommunicable Disease Surveillance.
10. PERKENI. Konsensus Pengelolan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2
di Indonesia, 2011.
11. Darmono. Life Style Modification for Diabetes Patients. Dalam: Suhartono
T, Pemayun TGD, Nugroho KH, editors. Naskah Lengkap Simposium
“Medical Nutrition Therapy Update In Diabetes Mellitus”. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro; 2010.

67
12. Aziz Rani. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
J a k a r t a : P u s a t P e n e r b i t a n Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
2006.
13. Dyah Purnamasari. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus Dalam:
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid 3. 2009. Jakarta: Interna
Publishing.
14. Priyanti ZS. Konsensus pneumonia. Bagian Pulmonologi FKUI/RSUP
Persahabatan. Jakarta. 2003
15. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumoni Komuniti. Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta; 2003
16. Guidelines on Urological Infections, European Association of Urology 2013

68

Das könnte Ihnen auch gefallen