Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Oleh :
Sheryl Elita Tanjaya
1202006108
Pembimbing :
Dr. dr. Cok Bagus Jaya L, Sp. KJ(K)
Allison Harvey, Adriane Soehner, Kate Kaplan, Kerrie Hein, Jason Lee, Jennifer
Kanady, Sophia Rabe-Hesketh, Descartes Li, Terence Ketter, Thomas Neylan,
Daniel Buysse
Abstrak
Tujuan: Untuk mengetahui apakah terapi insomnia pada penderita bipolar I dapat
meningkatkan serta memperbaiki kondisi mood, tidur, dan kemampuan
fungsional.
METODE
Desain Penelitian
Pasien dewasa dengan gangguan bipolar tipe I dan insomnia
dikumpulkan secara acak untuk menerima terapi CBTI-BP atau PE. Pengacakan
sampel tersebut distratifikasi berdasarkan umur (≤ 49 tahun, ≥ 50 tahun) karena
gangguan tidur bervariasi berdasarkan umur. Penilaian dan tim terapi ini
dirahasiakan antar individu. Hanya koordinator proyek penelitian ini dan therapist
yang ditugaskan per pasien mengetahui terapi yang didapatkan pasien. Terapi
CBTI-BP dan PE ini dilakukan sebanyak 8 kali sesi. Penilaian dilakukan dalam 3
tahap yaitu pada awal terapi, akhir terapi dan 6 bulan follow up setelah terapi.
Komisi Nasional Perlindungan Subjek Manusia Universitas California telah
menyetujui penelitian ini. Semua peserta juga telah menyetujui untuk ikut serta
dalam penelitian ini dengan menandatangani informed consent tertulis.
Peserta
Peserta penelitian ini adalah 58 pasien dewasa dengan penyakit gangguan
bipolar tipe I dalam fase interepisode dan insomnia yang dikumpulkan dari
periode waktu Maret 2010-April 2012. Individu dianggap memenuhi syarat
apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) Memenuh kriteria diagnosis DSM-IV pada gangguan bipolar tipe 1
b) Dalam fase interepisode yang ditetapkan dalam skoring Young Mania
Rating Scale (YMRS) <12 dan Inventory of Depressive Symptomatology-
Clinical Rating (IDS-C) <24 dalam 1 minggu terakhir.
c) Memenuhi kriteria diagnosis gangguan insomnia yang ditetapkan oleh
International Classification of Sleep Disorder dan kriteria DSM-IV untuk
insomnia
d) Mempunyai regimen pengombatan yang stabil dalam 4 minggu terakhir
e) Mempunyai psikiater pribadi
f) Lancar dalam berbahasa inggris
Kriteria eksklusi dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Penyalahgunaan alkohol dalam waktu 3 bulan terakhir
b) Sedang dalam pengobatan/mengalami PTSD
c) Sedang menderita penyakit fisik yang aktif atau progresif yang berkaitan
secara langsung dengan onset dan kronologi terjadinya insomnia
d) Adanya sleep apneu
e) Adanya resiko terjadi bunuh diri saat ini
f) Sedang hamil/menyusui
g) Bekerja lembur dalam waktu 3 bulan terakhir
Terapi
Semua terapi diberikan oleh therapist dengan gelar doktoral atau master
dan disupervisi oleh psikolog klinis berlisensi. Peserta yang menerima terapi
CBTI-BP tidak mendapatkan terapi PE, begitu juga sebaliknya. Setiap sesi terapi
berdurasi 50-60 menit.
CBTI-BP
Sesi 1 dari CBTI-BP terfokus pada formulasi kasus tiap pasien, menentukan
tujuan akhir dari terapi ini, wawancara motivasi dan edukasi mengenai ritme
sirkadian dan pola tidur. Modul perilaku yang diberikan dalam terapi CBT-BP ini
mencakup:
a) Kontrol stimulus, menguatkan hubungan antara regularisasi waktu tidur
dan bangun serta pola kegiatan sehari-hari (waktu untuk makan dan
olahraga)
b) Pembatasan tidur sesuai kebutuhan untuk meningkatkan efisiensi tidur dan
tidur yang lebih nyenyak
c) Edukasi mengenai tidur dan siklus sirkadian
d) Merancang suatu “wind-down” atau penyegaran sealam 30-60 menit untuk
relaksasi dan merangsang aktivitas yang meningkatkan kualitas tidur
dalam kondisi pencahayaan redup
e) Merancang suatu rutinitas bangun tidur
Modul kognitif yang diberikan dalam terapi CBT-BP ini mencakup:
a) Mengubah keyakinan yang salah mengenai tidur
b) Mengurangi kecemasan terkait dengan tidur, kekhawatiran dan tingkat
kewaspadaan yang tinggi sebelum wkatu tidur
Modul yang diberikan untuk mengatur kemampuan fungsional sehari-hari
mencakup eksperimen perilaku yang membolehkan pasien untuk mengatur
aktivitas sehari-hari dengan membangunkan energi positif dari dalam tubuh.
Fokus utama dari sesi terakhir terapi ini adalah pencegahan kekambuhan.
PE
Terapi PE merupakan suatu terapi yang memfasilitasi pasien dalam perubahan
perilaku dimana terapi ini terbagi dalam 8 sesi yang terdiri dari:
Sesi 1: Memperkenalkan mengenai regulasi mood dan etiologi gangguan
bipolar serta hubungannya dengan pola tidur, stress, diet dan olahraga
Sesi 2: Tanda dan gejala mania dan depresi
Sesi 3: Faktor resiko tiap individual pasien
Sesi 4: Penjelasan mengenai pengobatan gangguan bipolar
Sesi 5: Penjelasan mengenai diet makanan
Sesi 6: Manajemen stress dan aktivitas fisik
Sesi 7: Relaksasi dan teknik pernapasan
Sesi 8: Kepercayaan diri dan kesimpulan dari semua sesi
Pasien diminta untuk menjelaskan secara rinci tiap topik yang berhubungan
dengan pengalaman mereka yang nantinya akan diedukasi secara umum
setelahnya.
PENILAIAN
Penilai merupakan psikolog klinis yang telah berlisensi dan tidak
mengetahui mengenai kondisi terapi yang diberikan pada peserta. Diagnosis
gangguan bipolar tipe 1 dalam fase interepisode tiap pasien telah didiagnosis oleh
seorang psikiater. Semua penilaian dilakukan saat awal terapi, akhir terapi dan
follow up 6 bulan setelah terapi.
Penilaian Tidur
Penilaian tidur menggunakan Insomnia Severity Index (ISI) dan diagnosis
dari insomnia dinilai dari DSISD. ISI merupakan suatu kuisioner yang terdiri dari
7 items berupa penilaian mengenai kesusahan untuk jatuh tidur, kondisi terjaga
saat malam hari, terbangun terlalu pagi, kepuasan tentang tidur, keparahan
gangguan tidur dengan kemampuan di siang hari, dan kemampuan untuk
mengenal adanya gangguan karena tidur. Hasil skoring dari ISI dibagi menjadi 4
interpretasi yaitu skor 0-7 (tidak ada insomnia klinis), 8-14 (ambang batas
insomnia), 15-21 (insomnia sedang), 22-28 (insomnia parah) dimana yang
termasuk dari peserta penelitian ini adalah mereka yang memiliki skor ISI lebih
dari 7. Selain itu dibuat sebuah buku harian tidur yang mencatat detail mengenai
kondisi tidur peserta. Kuisioner sekunder yang digunakan untuk menilai tidur
adalah Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) dan Patient-Reported Outcomes
Measurement Information System-Sleep Disturbance (PROMIS-SD).
ANALISIS DATA
Analisis data dilakukan dari hasil awal terapi, selesai terapi dan follow up
6 bulan setelah dilakukan terapi. Indikator variable yang dnilai adalah indikator
terapi CBTI-BP vs PE serta waktu dimana penilaian dilakukan Penelitian ini
menggunakan analisis data Chi Square/Fisher dan hasil penelitian dianggap
signifikan apabila p < 0,05
HASIL
Data Demografik Peserta
Karakteristik CBTI-BP (n=30) PE (n=28)
n % n %
Perempuan 19 63,3 17 60,7
Etnis
Hispanik/Latin 4 13,8 2 7,1
Non Hispanik/Latin 25 86,2 26 92,9
Ras
Amerika Indian 0 0,0 1 3,6
Asia 1 3,3 4 14,3
Amerika Afrika 4 13,3 3 10,7
Whita 18 60,0 19 67,9
Biracial 5 16,7 1 3,6
Menolak untuk menjawab 2 6,7 0 0,0
Status Pernikahan
Belum menikah 19 63,3 20 71,4
Sudah menikah/sudah memiliki 7 23,3 4 14,3
pasangan
Bercerai/berpisah/janda/duda 4 13,3 4 14,3
Pekerjaan
Bekerja 7 24,1 3 11,1
Bekerja paruh waktu 7 24,1 9 33,3
Tidak bekerja 15 51,7 15 55,6
Pendapatan per tahun
< $20,000 14 46,7 11 39,3
$20,000 - $35,000 1 3,3 3 10,7
$35,000 - $50,000 5 16,7 6 21,4
$50,000 - $60,000 3 10,0 1 3,6
> $60,000 2 6,7 1 3,6
Menolak untuk menjawab/tidak 5 16,7 6 21,4
mengetahui
Mengkonsumsi obat pengatur mood 21 77,8 19 76,0
Mengkonsumsi obat tidur 16 59,3 16 64,0
Riwayat penggunaan obat tidur 20 74,1 18 72,0
Hasil Penilaian Mood
Tingkat kekambuhan dan jumlah hari berlangsungnya episode bipolar
tidak berbeda secara signifikan antara PE dan CBTI-BP saat terapi fase akut.
Selama fase follow up, CBTI-BP menunjukkan adanya hasil signifikan berupa
tingkat kekambuhan mania/hipomania yang lebih rendah daripada PE (4,6% vs
31,6%, p=0,036). Jumlah pasien yang mengalami episode depresif tidak berbeda
secara signifikan antara CBTI-BP dan PE (9,1% vs 21,2%, p=0,391). Tingkat
kekambuhan secara keseluruhan (baik episode depresif ataupun manik) saat fase
follow up menunjukkan bahwa CBTI-BP memiliki tingkat kekambuhan lebih
rendah (13,6% vs 42,1%, p=0,075). Grup CBTI-BP juga menunjukkan jumlah
hari episode bipolar lebih sedikit dibandingan PE saat fase follow up (3,3 hari vs
25,5 hari, p=0,028)
Hasil Penilaian Tidur
Kedua grup baik PE maupun CBRI-BP menunjukkan perbaikan dari skor
ISI saat fase akut. Berdasarkan penilaian saat selesai terapi dan follow up 6 bulan
setelah terapi, CBTI-BP menunjukkan perbaikan yang signifikan dibandingkan PE
(selesai terapi: 68,2% vs 28,6%, p=0,009 dan follow up 6 bulan setelah terapi:
63,6% vs 26,3%, p=0,017). Peserta yang memenuhi kriteria remisi insomnia
menunjukkan bahwa CBTI-BP menunjukkan remisi insomnia yang lebih baik
daripada PE (selesai terapi: 72,7% vs 14,3%, p<0,001 dan follow up 6 bulan
setelah terapi: 63,6% vs 21,1%, p=0,006). CBTI-BP menunjukkan bahwa peserta
yang sudah tidak memenuhi kriteria untuk insomnia lebih banyak daripada grup
PE (selesai terapi: 73,9% vs 41,7%, p=0,010 dan follow up 6 bulan setelah terapi:
73,7 vs 45,5%, p=0,067). Berdasarkan buku harian tidur, kedua kelompok terapi
menunjukkan adanya efisiensi tidur yang membaik baik saat fase terapi maupun
fase follow up.
DISKUSI
Dibandingkan dengan PE,CBTI-BP menunjukkan adanya hubungan
dengan tingkat kekambuhan dan total hari dalam episode mania ataupun
hipomania yang lebih rendah daripada PE. Penemuan ini menyorot insomnia
sebagai salah satu faktor mekanisme yang dapat dimodifikasi pada gangguan
bipolar. Pada saat fase terapi aktif, grup CBTI-BP menunjukkan adanya perbaikan
yang signifikan pada tingkat keparahan insomnia dan perbaikan kualitas tidur
secara keseleruhan. Peneliti menyarankan untuk menyediakan kuisioner lengkap
yang menyediakan penilaian jelas baik waktu tidur dan waktu di pagi hingga siang
hari. Selain itu juga diperlukan buku harian tidur yang spesifik untuk gangguan
bipolar dengan skoring yang sudah terstandarisasi karena terkadang insomnia
dapat overlapping dengan hipersomnia, fase tidur yang terlambat dan jadwal
tidur-bangun yang tidak teratur.
Meskipun beberapa hasil menunjukkan keuntungan CBTI-BP daripada PE,
terdapat beberapa efek positif dari terapi PE dimana kedua terapi ini sama-sama
memperbaiki ISI, SDS-Mood, dan SDS-Sleep.
Peneliti menyarankan bahwa penelitian dengan jumlah sampel lebih besar
dibutuhkan untuk menilai apakah hasil dari penelitian ini dapat diaplikasikan ke
masyarakat luas.
Akhir kata, penelitian ini merupakan penelitian pertama yang
membandingkan dua terap psikososial untuk pasien gangguan bipolar dengan
insomnia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktian bahwa dengan
menangani insomnia tidak hanya memperbaiki kondisi insomnia pasien, tetapi
juga gejala yang menyertai gangguan bipolar.