Sie sind auf Seite 1von 33

BAB I

PENDAHULUAN

Teknik analisis obat secara kualitatif (identifikasi obat) menggunakan


pereaksi-pereaksi kimia, dengan memperhatikan reaksi warna yang terjadi dari
hasil-hasil uji tersebut. Oleh karena ilmu farmasi merupakan bidang yang terkait
dengan kajian berbagai aspek obat, sehingga kemampuan dalam mengidentifikasi
dan menganalisis senyawa obat sangat penting dimiliki oleh seorang ahli farmasi
(pharmacyst).
Analisis kualitatif obat diarahkan pada pengenalan senyawa obat, meliputi
semua pengetahuan tentang analisis yang hingga kini telah dikenal. Dalam
melakukan analisis kita mempergunakan sifat-sifat zat atau bahan, baik sifat-sifat
fisik maupun sifat-sifat kimianya.
Teknik analisis obat secara kualitatif didasarkan pada golongan obat
menurut jenis senyawanya secara kimia, dan bukan berdasarkan efek
farmakologinya. Hal ini disebabkan karena kadang-kadang suatu obat dengan
struktur kimia yang sama, mempunyai efek farmakologi/daya terapeutis yang jauh
berbeda. Misalnya asam hidroksi benzoat dan turunannya sebagai berikut :
- asam salisilat (asam orto-hidroksi benzoat) digunakan sebagai obat luar
(keratolitikum)
- asetosal (asam asetil salisilat) digunakan sebagai obat analgetikum dan
antipiretikum
- nipagin (metil-p-hidroksibenzoat) digunakan sebagai zat pengawet.

(a) (b) (c)

Gambar 1.9. Asam salisilat (a), Asetosal (b), Nipagin (c)


Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, maka teknik analisis
kualitatif senyawa organik juga semakin berkembang. Identifikasi pemastian jenis

1
senyawa dilakukan secara modern menggunakan instrumen-instrumen seperti
spektrofotometri UV–Vis, spektrofotometri IR, spektrofotometri massa,
kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) atau High Performance Liquid
Chromatography (HPLC), kromatografi gas (KG) atau Gas Chromatography (GC)
yang dapat memberikan hasil yang valid. Mengingat instrumen- instrumen
tersebut tidak dimiliki oleh seluruh daerah tempat mahasiswa berada, sehingga
metode analisis konvensional masih menjadi pilihan agar analisis obat tersebut
dapat dilakukan di manapun dengan peralatan yang sederhana.
Dalam melakukan identifikasi obat secara konvensional, kita
mempergunakan sifat- sifat bahan baik sifat fisik maupun sifat kimianya.
Misalnya ada suatu sampel cairan dalam gelas kimia. Bila kita ingin tahu nama
dan jenis sampel cair tersebut, maka kita harus melakukan analisis kualitatif
terhadap sampel cairan itu. Langkah pertama adalah menentukan sifat fisik sampel
tersebut, seperti warna, bau, indeks bias, titik didih, massa jenis, dan kelarutannya.
Begitu pula jika sampel yang kita jumpai berbentuk padatan, kita tentukan sifat
fisiknya meliputi warna, bau, warna nyala, titik leleh, bentuk kristal, dan
kelarutannya. Harus disadari bahwa untuk melalukan analisis kualitatif yang cepat
dan tepat diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai sifat fisik bahan-bahan
yang dianalisa.
Metode identifikasi obat secara konvensional dapat dilakukan melalui tiga
tahap yaitu:

1. Uji Pendahuluan, meliputi:


a. Penyandraan/penginderaan (organoleptik) yaitu mengidentifikasi sifat
fisik obat menggunakan indera untuk menentukan bentuk, warna, bau,
dan rasa obat.
b. Penentuan sifat-sifat fisika, seperti kelarutan, penentuan titik lebur,
dan titik didih,
c. Pengujian derajat keasaman obat menggunakan tes keasaman d.
Penentuan unsur-unsur obat
2. Penentuan gugusan fungsional yang khas (uji golongan)
3. Penentuan jenis zat berdasarkan reaksi-reaksinya dengan pereaksi tertentu
dan pengamatan bentuk kristal menggunakan mikroskop.

2
BAB II

TEORI

2.1 ANTIHISTAMIN

2.1.1 Pengertian Antihistamin

Sebelum mempelajari tentang obat-obat antihistamin, ada baiknya terlebih


dahulu kita membahas mengenai histamin. Histamin atau β-imidazoletilamin
merupakan senyawa normal yang ada dalam jaringan tubuh, disintesis dari L-
histidin oleh enzim histidin dekarboksilase Enzim histidin dekarboksilase
merupakan suatu enzim yang banyak terdapat di sel-sel parietal mukosa lambung,
sel mast, basofil dan susunan saraf pusat. Histamin berperan pada berbagai proses
fisiologis penting seperti regulasi system kardiovaskular, otot halus, kelenjar
eksokrin, system imun dan fungsi system saraf pusat. Histamin dikeluarkan dari
tempat pengikatan ion pada kompleks heparin-protein dalam sel mast sebagai
hasil reaksi antigen-antibodi, bila ada rangsangan senyawa alergen. Senyawa
alergen dapat berupa spora, debu rumah, sinar ultra violet, cuaca, racun, tripsin
dan ezim proteolitik lainnya, detergent, zat warna, obat, makanan dan beberapa
turunan amin.

Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan


kerja histamin dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada sisi
reseptor H1, H2 dan H3.

2.1.2 Sifat Umum


1. Umumnya bersifat basa

2. Kelarutan: larut dalam asam-asam encer alcohol, kloroform dan benzen.

3. Rasa pahit

4. Sifat dan reaksi antihistamin:

3
 
Umumnya dapat memberikan warna dengan asam pekat.


Pembentukan warna umumnya akan hilang bila diberi air pada
antihistamin.

5. Fungsi antihistamin
Untuk mengahalangi antihistamin dan dipakai khususnya untuk mengobati
elergi dan menghilangkan gatal-gatal, asmabronkial, motion sickness
(mabuk perjalanan)

2.1.3 Struktur umum

2.1.4 Aktivitas dan mekanisme kerja antihistamin

Histamin dapat menimbulkan efek bila beinteraksi dengan reseptor


histaminrgik yakni reseptor H1, H2, H3 dan H4. Interaksi histamin dengan
reseptor H1 menyebabkan kontraksi otot polos usus dan bronki, meningkatkan
permeabilitas vascular dan meningkatkan sekresi mucus. Interaksi dengan reseptor
H1 juga menyebabkan vasodilatasi arteri sehingga menyebabkan sembab, pruritik,
dermatitis dan urtikaria. Efek ini diblok oleh antagonis H1.

Interaksi histamin dengan reseptor H2 dapat meningkatkan sekresi asam


lambung dan kecepatan kerja jantung. Peningkatan sekresi asam lambung dapat
menyebabkan tukak lambung. Efek ini diblok oleh antagonis-H2. Reseptor H3
adalah reseptor histamin yang baru ditemukan pada tahun 1987 oleh Arrang dkk,
yang terletak pada ujung saraf jaringan otak dan jaringan perifer yang mengontrol
sintesis dan pelepasan histamin, mediator alergi lain dan peradangan. Efek ini
diblok oleh antagonis-H3. Reseptor H4 paling banyak ditemukan pada sel basofil
dan sumsum tulang. Reseptor ini juga ditemukan di kelenjar timus, usus halus,

4
limfa dan usus besar. Perannya hingga saat ini belum banyak diketahui. Reseptor
ini tampaknya terlibat dalam differensiasi sel hematopetic (myeloblast dan
promyelocytes) dan memodulasi fungsi system imun.

2.1.5 Penggolongan antihistamin

Berdasarkan hambatan pada reseptor khas histaminrgik, antihistamin


dibagi menjadi tiga kelompok yakni:

1. Antagonis H1 terutama digunakan untuk pengobatan gejala-gejala akibat


reaksi alergi
2. Antagonis H2 digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung pada
pengobatan penderita tukak lambung
3. Antagonis H3 belum digunakan untuk pengobatan, masih dalam proses
penelitian lebih lanjut.

Untuk pembahasan selanjutnya dalam makalah ini hanya akan membahas


mengenai antagonis H1 dan antagonis H2.

1. Antagonis H1

Antagonis H1 sering disebut juga antihistamin klasik, adalah senyawa yang


dalam kadar rendah dapat menghambat secara bersaing kerja histamin pada
jaringan yang mengandung reseptor H1. Digunakan untuk ; alergi, antiemetic,
antimabuk, antiparkinson, antibatuk, sedative, antipsikotik, dan anastesi setempat.

Hubungan struktur dan aktifitas antagonis H1

Gambar 1. Struktur dasar antagonis H1

5
- Ar = gugus aril, termasuk fenil, fenil tersubstitusi dan heteroaril
- Ar’ = gugus aril kedua
- R dan R’ = gugus alkil
- X = O , turunan aminoalkil eter dengan efek sedasi yang besar
= N, turunan etilendiamin, senyawa lebih aktif dan lebih toksik
= CH, turunan alkilamin, senyawa kurang aktif dan kurang toksik.

a. Gugus aril yang bersifat lipofil kemungkinan membentuk ikatan hidrofob


dengan ikatan reseptor H1. Monosubstitusi gugus yang mempunyai efek
induktif (-), seperti Cl atau Br, pada posisi para gugus Ar atau Ar’ akan
meningatkan aktivitas, kemungkinan karena dapat memperkuat ikatan
hidrofob dengan reseptor. Disubstitusi pada posisi para akan menurunkan
aktivitas. Substitusi pada posisi orto atau meta juga menurunkan aktivitas.
b. Secara umum untuk mencapai aktivitas optimal, atom N pada ujung adalah
amin tersier yang pada pH fisiologis bermuatan positif sehingga dapat
mengikat reseptor H1 melalui ikatan ion.
c. Kuartenerisasi dari nitrogen rantai samping tidak selalu menghasilkan
senyawa yang kurang efektif.
d. Rantai alkil antara atom X dan N mempunyai aktifitas antihistamin optimal
bila jumlah atom C = 2 dan jarak antara pusat cincin aromatic dan N alifatik
= 5 -6 A
e. Faktor sterik juga mempengaruhi aktifitas antagonis H1
f. Efek antihistamin akan maksimal jika kedua cincin aromatic pada struktur
difenhidramin tidak terletak pada bidang yang sama. Secara umum antagonis
H1 digunakan dalam bentuk garam-garam HCl, sitrat, fumarat, fosfat,
suksinat, tartrat dan maleat untuk meningkatkan kelarutan dalam air

Secara umum antagonis H1 digunakan dalam bentuk garam-garam HCl,


sitrat, fumarat, fosfat, suksinat, tartrat dan maleat untuk meningkatkan kelarutan
dalam air. Berdasarkan struktur kimianya antagonis H1 dibagi ke dalam enam
kelompok yakni (1) turunan eter aminoalkil, (2) turunan etilendiamin, (3) turunan
alkilamin, (4) turunan piperazin, (5) turunan fenotiazin, dan (6) turunan lain-lain.
Adapula antagonis H1 generasi kedua yang dikembangkan untuk mengurangi efek

6
sedasi dan efek kolinergik dan adrenergic yang tidak diinginkan dari antagonis H1
generasi pertama (anhistamin klasik).

1. Turunan eter amino alkil


Rumus : Ar(Ar-CH2) CH-O-CH2-CH2-N(CH3)2
Hubungan struktur dan aktifitas
a. Pemasukan gugus Cl, Br dan OCH3 pada posisi pada cincin aromatic
akan meningkatkan aktivitas dan menurunkan efek samping.
b. Pemasukan gugus CH3 pada posisi p-cincin aromatic juga dapat
meningkatkan aktivitas tetapi pemasukan pada posisi o- akan
menghilangkan efek antagonis H1 dan akan meningkatkan aktifitas
antikolinergik
c. Senyawa turunan eter aminoalkil mempunyai aktivitas antikolinergik
yang cukup bermakna karena mempunyai struktur mirip dengan eter
aminoalkohol, suatu senyawa pemblok kolinergik.
d. Contoh: Difenhidramin, Klorodifenhidramin, Bromodifenhidramin,
Metildifenhidramin, Medrilamin, Dimenhidrinat, Klorfenoksamin,
Karbinoksamin, Klemastin dan Pipinhidrinat

contoh golongan eter amino alkil ini adalah:

a) Difenhidramin

Difenhidramin HCl, merupakan antihistamin kuat yang


mempunyai efek sedative dan antikolonergik
Pemerian: serbuk hablur, putih tidak berbau,rasa pahit disertai rasa
tebal
Kelarutan: mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P, dan
dalam klorodorm, sangat sukar larut dalam eter,agak sukar larut
dalam aseton

7
b) Klemastatin

Klemasetin fumarat, merupakan antagonis H1 kuat dengan masa


kerja panjang

c) Pipinhidrinat

Pipirinhidrinat digunakan terutama untuk pengobatan rhinitis, alergi


konjungtivitis dan demam karena alergi.

2. Turunan Etilendiamin
Struktur Umum : Ar(Ar’)N-CH2-CH2-N(CH3)2
Merupakan antagonis H1 dengan keefektifan yang cukup tinggi, meskipun
penekan system saraf dan iritasi lambung cukup besar.
Hubungan struktur antagonis H1 turunan etilen diamin dijelaskan
sebagai berikut :
a. Tripelnamain HCl, mempunyaiefek antihistamin sebanding dengan
difenhidramin dengan efek samping lebih rendah.
b. Antazolin HCl, mempunyai aktivitas antihistamin lebih rendah
dibanding turuan etilendiamin lain.
c. Mebhidrolin nafadisilat, strukturnya mengandung rantai samping
amiopropil dalam system heterosiklik karbolin dan bersifat kaku.

8
d. Contoh: Fenbenzamin, Tripenelamin, Pirilamin, Antazolin, Bamipin
dan Mebhidrolin

Contoh:
 
Antazolin

Khasiat antihistaminiknya tidak begitu kuat seperti yang lain, tetapi


kebaikannya terletak pada sifatnya yang tidak merangsang selaput
lendir. Maka seringkali digunakan untuk mengobati gejala-gejala alergi
pada mata dan hidung (selesma) Antistine-Pirivine, Ciba Geigy Dosis :
oral 2 – 4 kali sehari 50 – 100 mg

 
Bamipin

Bamipine merupakan obat kimia jenis antiallergic agent yaitu obat


yang bertindak sebagai pereda alergi khususnya pada kulit.
 
Mebhidrolin

9
Mebhydrolin adalah obat yang digunakan untuk mengatasi gejala alergi
yang disebabkan oleh pelepasan zat histamin, Beberapa gejala alergi.
Tersedia dalam kemasan Tablet dan Sirup. biasanya dipasarkan dalam
bentuk mebhidrolin napadisilat 50 mg / tablet dan 50 mg / 5 ml sirup
3. Turunan alkil amin
Merupakan antihistamin dengan indeks terapetik cukup baik dengan efek
samping dan toksisitasnya sangat rendah.
Hubungan struktur antagonis H1 dengan turunan alkil amin dijelaskan
sebagai berikut :
a. Feniramin maleat, merupakan turunan alkil amin yang memunyai efek
antihistamin H1 terendah.
b. CTM, merupakan antihistamin H1 yang popular dan banyak
digunakan dalam sediaan kombinasi.
c. Dimetinden maleat, aktif dalam bentuk isomer levo.
d. Contoh:Feniramin, Klorfeniramin, Bromfeniramin, Deksklorfeniramin
dan Dimetinden

Contoh obat:
 
Dimetiden

4. Turunan piperazin
Turunan ini memunyai efek antihistamin sedang dengan awal kerja lambat
dan masa kerjanya relatif panjang. Hubungan struktur antagonis H1
turunan piperazin dijelaskan sebagai berikut :
a. Homoklorsiklizin, mempunyai spectrum kerja luas, merupakan
antagonis yang kuat terhadap histamin serta dapat memblok kerja
bradkinin dan SRS-a

10
b. Hidroksizin, dapat menekan aktivitas tertntu subkortikal system saraf
pusat.
c. Oksatomid, merupakan antialergi baru yang efektif terhadap berbagai
reaksi alerhi, mekanismenya menekan pengeluaran mediator kimia
dari sel mast, sehingga dapat menghambat efeknya.
Struktur Umum :

5. Turunan fenotiazin

Selain mempunyai efek antihistamin, golongan ini juga mempunyai


aktivitas tranquilizer, serta dapat mengadakan potensiasi dengan obat analgesik
dan sedative. Contoh: Prometazin, Mekuitazin, Metdilazin danOksomemazin
 
Prometazin

11
Prometazin, merupakan antihistamin H1 dengan aktivitas cukupan
dengan masa kerja panjang.
 
Meikutazin

a. Mekuitazin. Antagonis H1 yang kuat dengan masa kerja panjang dan


digunakan untuk memperbaiki gejala alergi

 
Metdilazin

Mekuitazin. Antagonis H1 yang kuat dengan masa kerja panjang dan


digunakan untuk memperbaiki gejala alergi

 
Isotipendil

pengobatan jangka pendek (8 hari) pada pasien yang menderita pruritus


sedang sampai berat dengan eksim dermatitis seperti dermatitis atopikal
dan lichen simplex chronicus.

12
 
Oksomemazin

suatu persenyawaan fenothiazin dengan khasiat antihistaminikum yang


sangat kuat, tetapi toksisitasnya rendah. Penggunaan dan efek
sampingannya sama seperti antihistaminika lain dari golongan
fenothiazin. Dosis : 10 – 40 mg seharinya.

2. Anti Histamin 1 Generasi 2

AH1 generasi pertama (klasik) pada umumnya menimbulkan efek samping


sedasi dan mempunyai efek seperti senyawa kolinergik dan adrenergic yang tidak
diinginkan. Oleh karena itu dikembangkan AH1 generasi kedua. Contoh senyawa
AH1 generasi kedua adalah terfenadin, feksofenadin, astemizol, sefarantin,
loratidin, setirizin, akrivastin, taksifilin, dan sodium kromolin.
 
ASTEMIZOL

13
 Sifat: bubuk putih atau hampir putih; praktis tidak larut dalam air, larut
dalam alkohol, mudah larut dalam diklorometan dan metanol;
terlindung dari cahaya.

 Indentifikasi: spektrum serapan inframerah (197K).

 
FEKSOFENADIN

 Sifat: bubuk putih atau hampir putih; sedikit larut dalam air, mudah
larut dalam metanol, sangat sedikit larut dalam aseton; terjadi
polimorfisme.

 Indentifikasi: spektrum serapan inframerah (197K); pembentukan
endapan klorida.

 
LORATADIN

 Sifat: bubuk putih atau hampir putih, bubuk kristal; praktis tidak
larut dalam air, mudah larut dalam aseton dan metanol; terjadi
polimorfisme.

 Indentifikasi: spektrum serapan inframerah (197M).

14
 
SETRIZIN


Sifat: bubuk putih atau hampir putih; mudah larut dalam air,
praktis tidak larut dalam aseton
 dan diklorometan; larutan 5%
dalam air memiliki pH 1,2-,1,8

 
ACRIVASTIN

Penggolongan Antihistamin II (AH2)


1. SIMETIDIN
 Sifat
bubuk putih atau hampir putih; sedikit larut dalam air, larut dalam alkohol,
praktis tidak larut dalam diklorometan; bubuk polimorfisme; larutan dalam
asam mineral encer
 Indentifikasi
  
Dengan reagen Nessler pada suhu 1000C berwarna hitam
 
 Dengan Natrium pikrat berwarna merah.


0,1 ml sampel yang diperoleh dari melarutkan 1 mg Simetidin dalam 1 ml
etanol ditambah 5 ml larutan dari 1 g asam sitrat dalam asam anhidrat
sampai 50 ml dipanaskan di atas water bath sekitar 10-15 menit maka akan

diperoleh warna merah violet

15

0,1 ml sampel yang diperoleh dari melarutkan 1 mg Simetidin dalam 1 ml
etanol ditambah 5 ml HCl 0,1 N dipanaskan dan ditambahkan
 3 ml NaOH
 mengubah kertas lakmus warna merah menjadi biru.


 Obat lainnya: famotidin dan ranitidin untuk penyakit tukak lambung

1. Ranitidin

 
Untuk mengetahui gugus CN, zat didestruksi sehingga CN pecah menjadi
CN¯. Kemudian CN¯ + AgNO3 à mengendap
 
 Reinerhard à +
 
Sublimasi

Tambahan:
untuk membedakan antihistamin dan alkaloid à reaksi pengenalan:
dilakukan di plat tetes zat ditetesi asam sulfat pekat; asam klorida; dan asam
pikrat à berwarna + air à warna tetap (alkaloid) atau warna berubah
(antihistamin).

2.1.5 Sedian antihistamin yang beredar di Indonesia

a. Mebhidrolin

Obat yang tersedia:

Merek dagang Kandungan obat


Biolergy (Konimex) mengandung 50 mg sebagai Mebhidrolin napadisilat.
Bufalergy (Bufa Bufalergy (Bufa Aneka) Kapsul, mengandung 50 mg
Aneka) sebagai Mebhidrolin napadisilat.
Histapan (Sanbe) Tablet, mengandung 50 mg sebagai Mebhidrolin
napadisilat.
Incidal (Bayer) Kapsul, mengandung 50 mg sebagai Mebhidrolin
napadisilat.

16
b. Feniramin Hidrogen Maleat
Obat yang tersedia:
Merek dagang Kandungan obat
Avil (Hoechst) Tablet Avil, mengandung 25 mg sebagai
Feniramin hidrogen maleat
Tablet Avil Retard, mengandung 50 mg
sebagai Feniramin hidrogen maleat
Bernohist (Bernofarm) Tablet, mengandung 50 mg sebagai
Feniramin hidrogen maleat

c. Dimetinden Maleat
Obat yang tersedia:
Merek dagang Kandungan obat
Fenistil (Ciba) Tablet, mengandung 25 mg sebagai Dimetinden
maleat.
Obat tetes, tiap ml mengandung 1 mg sebagai
Dimetinden maleat.
d. Astemizol
Obat yang tersedia:
Merek dagang Kandungan obat
Hispral (Prafa) Tablet, mengandung Astemizol 10 mg.
Sirop, tiap 5 ml mengandung Astemizol 5 mg.
Hisminal (Janssen) Tablet, mengandung Astemizol 10 mg.
Lapihis (Lapi) Tablet, mengandung Astemizol 10
mg.Deksklorfeniramin maleat.
Scantihis (Tempo Tablet, mengandung Astemizol 10 mg.
Scan Pacific) Sirop, tiap 5 ml mengandung Astemizol 5 mg

e. Oksomemazin
Obat yang tersedia:
Merek dagang Kandungan obat

17
Tablet, mengandung Tablet, mengandung Oksomemazin 10 mg.
Oksomemazin 10 mg.

f. Homoklorsiklizin
Obat yang tersedia:
Merek dagang Kandungan obat
Homoclomin (Eisai) Tablet, mengandung Homoklorsiklizin HCI
10 mg

g. Deksklorfeniramin Maleat
Obat yang tersedia:
Merek dagang Kandungan obat
Bufaramin (Bufa Kapsul, mengandung 2 mg sebagai Deksklorfeniramin
Aneka) maleat.
Polamec (Mecosin) Tablet, mengandung 2 mg sebagai Deksklorfeniramin
maleat.
Sirop, tiap 5 ml mengandung 2 mg sebagai
deksklorfeniramin maleat
Polaramine Tablet, mengandung 2 mg sebagai Deksklorfeniramin
(Schering) maleat.
Sirop, tiap 5 ml mengandung 2 mg sebagai
Deksklorfeniramin maleat.
Polarist (Bemofarm) Tablet, mengandung 2 mg sebagai Deksklorfeniramin
maleat.

h. Karbinoksamin
Obat yang tersedia:
Karbinoksarnin terdapat dalam campuran, untuk rhinitis akut, sinusitis vasomotor
dan alergi rhinitis, dan demam karena alergi. Selain itu juga digunakan dalam
carnpuran obat batuk

18
Merek dagang Kandungan obat
Nasopront (Heroic) Kapsul, mengandung Karbinoksamin maleat 1 mg dan
Fenilefrin HCl 20 mg
Rhinopront (Mack) Kapsul, mengandung Karbinoksamin maleat 4 mg dan
Fenilefrin HCI 20 mg.
Sirop, tiap 5 ml mengandung Karbinoksamin maleat 4
mg dan Fenilpropanolamin HCl 20 mg.

2.1.6 Analisis kualitatif antihistamin umum


1. Uji Pendahuluan
1. Organolepti
 
 Bentuk: Serbuk hablur
 
 Warna: Putih
 
 Bau: Tidak berbau
 
 Rasa: Pahit, menebal

2. Kelarutan
Larut dalam asam-asam encer alcohol, kloroform dan benzen.
3. Sifat
Umumnya dapat memberikan warna dengan asam pekat, pembentukan
warna umumnya akan hilang apabila diberi air.
4. Keasaman
Umumnya bersifat basa karena adanya N-tersier bebas.
5. Penetuan unsur- unsur
Selain dari unsur C, H, dan O terdapat unsur Nitrogen (N).

2. Reaksi Warna
1. Reaksi Warna (gunakan asam pekat) :

Dengan H2SO 4 pekat → semua memberikan warna, kecuali antistin dan
 chlortrimeton

 Beberapa warna yang dihasilkan adalah :

- Multergan: Rosa

19
- Phenergan: Rosa merah
- Histaphen: Kuning tua
- Avil: Kuning
- Neo-antergan: Merah
- Neo-benodin: Kuning dengan bintik jingga
- Benadryl: Jingga + coklat + merah
- Fenatiazin: merah + jingga + hijau
 
 Dengan HNO3 pekat

 Beberapa warna yang dihasilkan :

- Histaphen : Kuning dengan bintik jingga
- Antergan : Kuning
- Neo-benodin : kekuningan
- Avil : Kuning + gas
Masing-masing zat + H2SO4 pekat/HCl pekat/HNO3 pekat -> berwarna
+ air -> berubah (kemungkinan alkaloid 80%), jika tetap kemungkinan
alkaloid, tapi beberapa alkaloid juga bisa menyebabkan perubahan warna
(tergantung posisi N). Perlu dilakukan reaksi pendukung lainnya.
 
 Mandelin

Pereaksi : NH – Vanadat % dalam air + H2SO4 pekat
 
 Frohde

Pereaksi : Larutan 1% NH4 molibdat dalam H2SO4



 pekat Beberapa warna yang dihasilkan :
- Phenergan: Merah violet
- Neo-antergan: Merah ungu
- Neo-benodin: Kuning kenari
- Multergan: Ungu
- Histaphen: kuning dengan bintik coklat
- Fenotiazin: Coklat hijau violet
- Benadryl: Merah jingga
 
 Marquis

Pereaksi : larutan encer formalin (formalin 0,1% – 1%) + H2SO4 pekat

20
Beberapa warna yang dihasilkan :
- Benadryl: ungu
- Avil: Kekuningan
- Multergen: Ungu
- Antistin: lama lama akan berwarna ungu
 
 FeCl3
 
 AgNO3

3. Uji Penentuan Gugus Fungsional


Guna mengidentifikasi ada tidaknya gugus fungsi tertentu, seperti inti
benzen, fenol, alkohol polivalen, gugus pereduksi, amina aromatik, gugus
sulfon, gugus aldehid dll.
1. Amin Aromatis


Zat uji + DAB (dimetil amino benzaldehida) HCl warna merah
 jingga dan endapan merah jingga

 Zat uji + HCl dipanaskan 5-15 didinginkan warna
merah jingga atau endapan merah jingga
 
Reaksi Diazo (amin aromatis primer): Zat uji + HCl 2N + 1 ml air +
NaNO2 + teteskan ß-naftol dalam NaOH endapan jingga lalu
merah, jika ß-naftol diganti α-naftol warna endapan merah ungu.
a. Basa Amin

 suasana asam (H2SO4) + reagen Mayer
Zat uji dalam endapan
 berwarna
b. Keton:
 
Reaksi Legal-Rothera

 
Reaksi Taufel Tholer
Zat + salycyl aldehid + H2SO4 Pekat → kocok → merah carten
c. Asam Karboksilat:
 
Reaksi Landwehr

 
 Reaksi Pembentukan kompleks Cu


21
Lar. Zat + NaOH + CuSO4 → Biru Tua

Pemanasan H2SO4 Pekat

 Aldehid + Co + H2SO4

d. Eter:
 
Reaksi Methylen Oxide

 
Reaksi Methoxyl

e. Inti Benzen:
 
Reaksi Querbet

Zat + HNO3 Pekat + alcohol + HCl + Zn Powder → Reaksi diazo


warna merah orange
 
Reaksi Ramwez
Zat + KNO3 (2 x Bz) + 1 cc H2SO4 →dingin → air + NH4OH +
Na2S → lapisan merah coklat

4. Uji Penentuan Jenis Zat (Uji Penegasan) dan Pengamatan Bentuk


Kristal
1. Analisis Golongan
o Golongan Anilin/ Turunan Amin Aromatik
i. Reaksi Isonitril

Zat uji + Kloroform, NaOH dan etanol dipanaskan
 bau busuk dari isonitril
ii. Reaksi Indofenol
 
 Zat uji + ammonia, Na-hipoklorit, dan fenol dipanaskan

 warna hijau biru Pemanasan lebih lanjut Merah
2. Reaksi Kristal
a. Dengan Aseton-air
 
 5 tetes zat uji dalam aseton pada obyek glas + 2 tetes aquades

 biarkan hingga terbentuk kristal Amati di bawah mikroskop
b. Dengan Reagen Dragendrorf

22
 
Zat uji ditaburkan pada obyek glas + HCl 0,5 N hingga larut + 1 tetes

reagen dragendrorf biarkan 15-30 menit panaskan perlahan


amati di bawah mikroskop
c. Dengan Larutan Asam Pikrat
 
Zat uji diratakan pada objek glas + HCl 0,5 hingga larut + 1 tetes

reagen asam pikrat biarkan beberapa saat hingga terbentuk


kristal Amati di bawah mikroskop
d. Reaksi korek api

Batang korek api dicelupkan kedalam campuran (zat dalam HCl),
 lalu dibasahi dengan HCl pekat, atau

Batang korek api dibasahi dengan HCl pekat, keringkan lalu
celupkan kedalam campuran (zat dalam
 HCl) untuk penentuan amin
aromatis primer (berwarna jingga).

2.1.7 Uji spesifik untuk antihistamin


2.1.7.1 Etanolamin
1. ANTIMO
 
 Sinonim : dimenhidrat
 
 Uji Pendahuluan:

-Pemerian: tablet rosa,


 -kelarutan: larut dalam 1 : 95 air, 1 : 2 alkohol, dan 1 : 2 kloroform


 
 Uji Penentuan Gugus Fungsional
- zat + H2SO4 p → jingga merah
- zat + HCl p → rosa lemah
- zat + FeCl3 → merah coklat daging
- zat + HNO3 p → –
- zat + aqua brom → –


Uji Penentuan Jenis Zat (Uji Penegasan) dan Pengamatan Bentuk
 Kristal
- zat + pereaksi marquis → kuning coklat
- zat + pereaksi frohde → kuning jingga
23
2. DRAMAMIN
 
 Sinonim: dimenhidrat, amosud

 Uji Pendahuluan: 
Pemerian : tablet jingga
 
 Uji Penentuan Gugus Fungsional
- zat + FeCl3→ coklat muda
- zat + HNO3 → –
- zat + H2SO4 p → –
- zat + AgNO3 → –


Uji Penentuan Jenis Zat (Uji Penegasan) dan Pengamatan Bentuk
 Kristal
- zat + pereaksi marquis → kuning coklat
- zat + pereaksi frohde → kuning jingga
3. BENADRYL
 
 Sinonim diphenhidramin HCl, benadrin, benodin
 
 Uji Pendahuluan:

- Pemerian: bubuk Kristal berwarna putih atau tidak berwarna


dan rasanya pahit
- Kelarutan: mudah larut dalam air, spiritus, kloroform,
asoton, dan benzene
 
 Uji Penentuan Gugus Fungsional

- 20 mg zat + KMNO4 →dipanaskan → bau Dimetilami


10 mg
- zat dilarutkan dalam HNO3 + H2SO4→merah violet + air +
CHCL3 + kocok →lapisan CHCl3 (ungu)
- zat + H2SO4 p → jingga-merah, coklat (pada
pengenceran warna tetap)


Uji Penentuan Jenis Zat (Uji Penegasan) dan Pengamatan Bentuk
 Kristal
- zat + pereaksi marquis →coklat kuning/rosa
- zat + pereaksi frohde → coklat muda
- zat + pereaksi marquis →kuning

24
- reaksi mayer (HgCl2 + lautan KI 5% + H2SO4 pekat)
→ ungu muda
- zat + aqua iod→ hitam dan keunguan
- zat + calomel → reduksi
- reaksi Kristal → asam pikrat

4. NEO-BENODIN
 
 Sinonim: metyldiphenyldramin HCl
 
 Uji Pendahuluan:

- Pemerian: tablet putih, rasanya pahit dan sedikit pedas.


 
 Uji Penentuan Gugus Fungsional
- zat + DAB-HCl → kekuningan
- zat + aqua brom → bintik-bintik jingga
- zat + AgNO3→ lama-lama ungu kecoklatan
- zat + HNO3 p → –


Uji Penentuan Jenis Zat (Uji Penegasan) dan Pengamatan Bentuk
 Kristal
- zat + pereaksi marquis →coklat kuning/rosa
- zat + pereaksi marquis → kuning kecoklatan
- reaksi bellstein → +

2.1.7.2 Derivat Etilendiamin


1 ANTISTIS
o Sinonim : Antazolin HCl
o Uji Pendahuluan:
- Pemeria: serbuk hablur berwarna putih, rasanya pahit, dan
tidak berbau
- Kelarutan:larut dalam 1 : 50 air, 1 : 65 spiritus, praktis
tidak larut dalam eter, benzene, dan kloroform
o Uji Penentuan Gugus Fungsional
- zat + HNO3 p → merah + air → merah coklat

25
- zat + H2SO4 p → gelembung-gelembung gas, bagian
pinggirnya merah jingga/ungu
- zat + AgNO3 → mereduksi
- zat + HgCl2 → Kristal
- zat + aqua brom → warna hilang
o Uji Penentuan Jenis Zat (Uji Penegasan) dan Pengamatan Bentuk
Kristal
- zat + pereaksi bellstein → +
- zat + pereaksi marquis → kuning (lama)
- zat + pereaksi frohde → merah lemah
- reaksi roux → ungu kotor atau hijau
- zat berfluoresensi → jingga lemah
2 AZARON
 
 Sinonim: pribenzamin HCl, tripelenamin HCl
 
 Uji Pendahuluan:

- pemerian bubuk hablur berwarna putih atau tablet putih


dan jika terkena udara akan berwarna hitam
- Kelarutan: larut di dalam air dan di dalam spiritu
 
 Uji Penentuan Gugus Fungsional
- zat + HNO3 p → –
- zat + H2SO4 p → kuning + air → kelabu putih Kehijaun
- zat + FeCl3 → coklat-kuning-hijau-hilang
- zat dipanaskan dengan KMNO4 → bau benzaldehid

Uji Penentuan Jenis Zat (Uji Penegasan) dan Pengamatan
 Bentuk Kristal
- zat + pereaksi frohde → kuning
- zat + pereaksi merquis → kecoklatan
- zat berfluoresensi → ungu merah

2.1.7.3 Derivat Alkilamin

1) AVIL

Sinonim: Pheniramin

26
 
 Uji Pendahuluan:
- Pemeria: berupa larutan berwarn kekunin-kuningan, rasanya pahit,
dan berbau
- kelarutatidak larut di dalam air, larut di dalam asam encer, alkohol,
dan benzene
 
 Uji Penentuan Gugus Fungsional
- zat + FeCl3 → merah violet coklat (tidak stabil di dalam alcohol
- zat + aqua brom → kuning jingga
- zat + DAB-HCl → jingga
- zat + H2SO4 p + Cr2O7 → hijau
- zat + CuSO4→ coklat
- zat + HNO3 p → – (coklat-kuning lemah)
- zat + H2SO4 p → – (coklat kuning lemah)


Uji Penentuan Jenis Zat (Uji Penegasan) dan Pengamatan Bentuk
 Kristal
- reaksi korek api → jingga

2. CHLORPHENILAMINMALEAT (CTM)
 
 Uji Pendahuluan:
- Pemerian: serbuk hablur putih,tidak berbau
- Kelaruta:mudah larut dalam air, etanol, dan kloroform sukar
larut dalam eter
 
 Uji Penentuan Gugus Fungsional
- Reaksi kuprifil: positif
- zat + formalin 0,1% – 1% + H2SO4 pekat warna kuning



Uji Penentuan Jenis Zat (Uji Penegasan) dan Pengamatan Bentuk
 Kristal
- Reaksi dengan aseton – air amati kristal

2.1.7.4 Derivat Fenotiazin

1. PHENARGAN HCl

27
 
 Sinonim : prometazin HCl
 
 Uji Pendahuluan:

- Pemerian: tablet couting (biru hijau), tidak berbau, dan


rasanya sangat pahit
- Kelaruta:mudah larut dalam air, spiritus, dan kloroform
 
 Uji Penentuan Gugus Fungsional
- zat + FeCl3 → rosa jingga
- zat + HNO3 p → merah marganta →panaskan di W.B
akan berwarna kuning
- zat + H2SO4 p → rosa merah + air → rosa
- zat + KMNO4 + NaOH → hijau


Uji Penentuan Jenis Zat (Uji Penegasan) dan Pengamatan Bentuk
 Kristal
- zat + pereaksi frohde → merah violet
- zat + pereaksi nillon → rosa (kekuningan)
- zat + pereaksi marquis → merah marganta
- zat berfluroresensi → kuning
2. LAGARCTY
 
 Sinonim: Chlorpomazin
 
 Uji Pendahuluan:

- Pemerian: tablet tidak berwarna, rasanya pahit, terasa


menggigit, dan anastesi
 
 Uji Penentuan Gugus Fungsional
- zat + FeCl3 → rosa kecoklatan
- zat + HNO3 p → rosa violet (cepat hilang)
- zat + H2SO4 p → rosa merah violet
- zat + aqua brom → kuning jingga
- zat + aqua regia → hijau kolanplemer


Uji Penentuan Jenis Zat (Uji Penegasan) dan Pengamatan Bentuk
 Kristal
- bellstein → +
- reaksi yodoform → +

28
- reaksi roux → merah coklat

3. CLORPROMAZIN HCl
 
 Uji Pendahuluan:
 
 Pemerian: serbuk putih, rasanya pahit, dan tidak berba


  larut dalam air, HCl,alkohol, dan tidak larut dalam
Kelarutan:
NaOH
 
 Uji Penentuan Gugus Fungsional
 
 zat + DAB-HCl → -
 
 zat + H2SO4 p→ merah ungu
 
 zat + FeCl3 → merah
 
 zat + NH4OH → putih
 
 zat + aquabrom → ↓ ungu merah


 
Uji Penentuan Jenis Zat (Uji Penegasan) dan Pengamatan Bentuk
Kristal
 
 zat + pereaksi nessler → ↓ putih
 
 zat + pereaksi frohde → hijau muda
 
 zat + pereaksi marquis → ungu
 
zat berfluoresensi

2.1.7.5 Derivat Trisiklik Lainnya

1. SIPROHEPTADIN
 
 Uji Pendahuluan:
- Pemerian: sebuk hablur putih agak kekuningan
- Kelarutan: sukar larut dalam air
 
 Uji Penentuan Gugus Fungsional
- larutan dalam methanol → tetes pada kertas saring →
keringkan → fluoresensi biru terang (UV 254 nm)

29
2.1.8 Pembeda golongan antihistamin dari struktur umum
Nama Pembeda
AH1 generasi 1
a. Turunan eter amino alkil
o Difenhidramin(R=H) Unsur Hidrogen
o Klorodifenhidramin(R=Cl) Unsur Klorida
o Bromodifenhidramin(R=Br) Unsur Bromida
o Metildifenhidramin(R=CH3) Alkil
o Medrilamin(R=OCH3) Anisol
o Dimenhidrinat(R=H, 8-garam Unsur Hidrogen
klor- oteofilinat)
o Klorfenoksamin Unsur Klorida
o Karbinoksamin(garam maleat) Unsur Klorida dan gusus piridin
o Klemastin(garam fumarat) Unsur Klorida dan cincin Pirol
o Pipinhidrinat(garam8- Piridin
kloroteofilinat)
2. Turunan etilendiamin
o Fenbenzamin -
o Tripenelamin (R=H) Unsur Hidrogen, gugus Piridin
o Pirilamin (R=OCH3) Gugus Piridin
o Antazolin Cincin Imidazol
o Bamipin Gugus Piridin
o Mebhidrolin Gugus Piridin
b. Turunan alkil amin
o Feniramin (X=H) Unsur Hidrogen
o Klorfeniramin (X=Cl) Unsur Klorida
o Bromfeniramin(X=Br) Unsur Bromida
o Deksklorfeniramin (X=Cl Unsur Klorida isomer d
isomer d)
o Dimetinden Gugus Piridin
c. Turunan piperazin

30
o Siklizin Unsur Hidrogen
o Homokloesiklizin Unsur Hidrogen
o Buklizin Butil Benzana
o Hidroksizin Eter, Alkohol
o Oksatomid Imidazol, cicin aromatis

d. Turunan fenotiazin

o Prometazin -
o Mekuitazin Piridin
o Metdilazin Pirol
o Isotipendil Piridin
o Oksomemazin Keton

31
DAFTAR PUSTAKA

Depkes. (1995). Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan


Rakyat Indonesia

Depkes RI. (2014). Farmakope Indonesia edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan


Rakyat Indonesia

Harpolia Cartika. (2016). Modul Bahan Ajar Kimia Farmasi. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia

Patrick, Graham. (1995). An Introduction To Medicinal Chemistry. New York:


Oxford University Press.

Siswandono. Soekarjo,B. (2000). Kimia Medisinal Edisi 2. Surabaya : Airlangga


University Press

32

Das könnte Ihnen auch gefallen