Sie sind auf Seite 1von 25

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

Gagal Ginjal Kronik atau End Stage Renal Disease (ESRD) merupakan

gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan

tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan

dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain

dalam darah) (Smeltzer & Bare, 2002:1448). Sedangkan menurut Doengoes,

Moorhouse dan Geissler (2000:626) gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir

dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap.

Gagal ginjal kronik (chronic renal failure) adalah kerusakan fungsi ginjal

yang progesif, yang berakhir fatal pada uremia (urea dan limbah nitrogen

lainya yang beredar dalam darah serta komplikasi lainya jika tidak dilakukan

dialisis atau tranplantasi ginjal). (Nursalam & Fransisca, 2008:47).

Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan

fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresifdan cukup lanjut.

(Soeyono dan Waspaad, 2001)

6
7

Dan menurut Suwitra dalam Sudoyo (2006:570) penyakit ginjal kronik adalah suatu

proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi

ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya,

gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal

yang irevesible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang

tetap, berupa dialisis atau transpaltasi ginjal.

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu: atas derajat

(stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi (Suwitra dalam Sudoyo,

2006:570).

a. Klasifikasi penyakit gagal ginjal kronik atas derajat (stage) penyakit

Dibuat atas dasas LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) dihitung dengan meng-

gunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:

(140 − umur) × Berat Badan


LFG (ml ̸ mnt ̸ 1,73m2 ) = mg ∗)
72 × Creatinin plasma ( ⁄dl)

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Derajat gagal ginjal berdasarkan Laju Filtrasi Glomerolus dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi penyakit gagal ginjal kronik atas dasar derajat

penyakit (Sumber: Suwitra dalam Sudoyo, 2007)

LFG
Derajat Penjelasan
(ml/mnt/1,73m2)
8

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90


2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60 – 89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30 – 59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15 – 29
5 Gagal Ginjal < 15 atau dialisis

b. Klasifikasi penyakit gagal ginjal kronik atas dasar diagnosis etiologi

Klasifikasi gagal ginjal kronik berdasarkan diagnosis etiologi dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 2.2 Klasifikasi penyakit gagal ginjal kronik atas dasar diagnosis

etiologi (Sumber: Sudoyo, 2007)

Penyakit Tipe Mayor (contoh)


1) Penyakit ginjal Diabetes tipe 1 dan 2
diabetes
2) Penyakit ginjal Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi
non diabetes sistemik, obat, neoplasia)
Penyakit vaskuler (penyakit pembuluh darah besar
hipertensi, mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu,
obstruksi, keracunan obat)
Penyakit kistik (ginjal polikistik)
3) Penyakit pada Rejeksi kronik
transpaltasi Keracunan obat (siklosporin/takrolimus)
Penyakit recurent (glomerular)
Transplant glomerulopathy

2. Etiologi

Menurut Wijaya dan Putri penyakit gagal ginjal kronik disebabkan oleh:
9

a. Gangguan pembuluh darah ginjal: berbagai jenis lesi vaskuler dapat

menyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan ginjal.

b. Gangguan imunologis: seperti glomerulonefritis dan SLE.

c. Infeksi: dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli

yang berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri.

d. Gangguan metabolik: seperti DM yang menybabkan mobilisasi lemak

meningkat sehingga terjadi penebalan membran kapiler dan diginjal dan

berlanjut dengan disfungsi endotel sehinggga terjadi nefropati amiloidosis

yang disebabkan oleh endapan zat- zat proteinemia abnormal pada dinding

pembuluh darah secara serius merusak membran glomerulus.

e. Gangguan tubulus primer: terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau

logam berat.

f. Obstruksi traktus urinarius: oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan

konstriksi uretra.

g. Kelainan kongenital dan herediter: penyakit polikitis: kondisi keturunan

yang dikarakteristik oleh terjadinya kista/ kantong berisi cairan didalam

ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jaringan, ginjal yang bersifat

kongenital( hipoplasia renalis) serta adanya asidosis.

Menurut Brunner dan Suddarth (2002:1448) gagal ginjal disebabkan oleh

penyakit sistemik seperti diabetes melitus, glomerulonefritis kronis,

pielonefritis, hipertensi yang tidak dapat dikontrol, obstruksi traktus urinarius,


10

lesi herediter, seperti penyakit ginjal polikistik, gangguan vasuler, infeksi,

medikasi, atu gen toksik. Lingkungan dan agenberbahaya yang mempengaruhi

gagal ginjal kronis mencakup timah, cadmium, merkuri, dan kromium.

Dialisis atau transplantasi ginjal kadaang- kadang diperlukan untuk

kelangsungan hidup pasien.

3. Patofisiologi

Menurut Smeltzer dan Bare (2002:1448) penurunan fungsi renal, produksi

akhir metabolisme protein (yang normalnya disekresikan kedalam urine)

tertimbun dalam darah, terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh.

Semakin banyak tertimbun produksi sampah maka ginjal akan semakin berat

gangguan renal. Penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi sebagai ultra-

filtrasi, menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang seharusnya

diberikan oleh ginjal filtrasi glomerolus menurun klirens kreatinin menurun,

kadar kreatinin serum menurun sehingga kadar BUN meningkatkan retensi

urin dan natrium, ginjal tidak mampu mengencerkan urin secara normal.

Kreatinin serum merupakan indikator paling sensitif dari fungsi renal karena

subtansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya

dipengaruhi penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalan diet,

katabolisme (jaringan dan luka) dan medikasi seperti steroid.


11

Ginjal tidak mampu untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin

secara normal. Klien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko

terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi. Hipertensi terjadi

akibat aktifasi akses renin angiotensinnya yang meningkatkan aldosteron.

Klien muntah dan diare menyebabkan penipisan H2O dan Na semakin mem-

perburuk status uremik. Asidosis metabolik karena ginjal tidak mampu meng-

eksresikan muatan asam yang berlebihan, penurunan sekresi asam akibat

ketidakmampuan tubulus ginjal untuk mengekresikan amonia (NH3) dan

mengabsorbsi Natrium bikarbonat (HCO3).

Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,

memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan

untuk mengalami pendarahan akibat status uremik klien terutama pada saluran

gastrointestinal. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat: pada ginjal yang

gagal, tubuh tidak berespon secara normal, terhadap peningkatan sekresi

hormon dan akibatnya kalsium ditulang menurun, menyebabkan perubahan

pada tulang dan penyakit tulang selain itu, metabolisme aktif vitamin D yang

dibuat di ginjal menurun seiring dengan berkembangnya gagal ginjal.

Eritropoetin, suatu subtansi normal yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi

sum-sum tulag untuk menghasilkan sel darah merah. Pada gagal ginjal,

produksi Eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihann,

angina dan nafas sesak.


12

Penyakit tulang uremik, sering disebut osteodistrofi renal, terjadi dari

perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan parathormon.laju penurunan fungsi

ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronisberkaitan dengan gangguan yang

mendasari, ekskresi protein dalm urin,dan adanya hipertensi. Pasien yang

mengekskresikan secara signifikan sejumlah protein atau mengalami

peningktan tekanan darah cenderung akan cepat memburuk dari pada mereka

yang tidak mengalami kondisi ini.

Perjalanan penyakit gagal ginjal kronik berdasarkan patofisiologi diatas dapat

dilihat pada skema berikut:

Skema 2.1 Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik


(Smeltzer dan Bare, 2002)

Diabetes melitus, glomerulonefritis kronis, pielonefritis, hipertensi, obtruksi


traktus urinarius, lesi herediter seperti penyakit ginjal polikistik, gangguan
vaskuler, infeksi, medikasi, atau agen toksik

GFR menurun

GGK
13

Ekskresi air dan zat terlarut Retensi natrium Sekresi eritropoietin ↓

zat terlarut/sisa met Produksi Hb turun


(t.u ureum dan ceatinin) CES ↑
Suplai O2 ke jaringan ↓
Anemia Tekanan kapiler ↑

Kristalisasi Urea Volume interstisial ↑ Gangguan perfusi jaringan

Edema
Akumulasi Toksin

Kelebihan voleme cairan

Kulit Sel sertia


Otak
Kulit kering bersisik dan Anoreksia, mual, muntah,
gatal Kemampuan berfikir nafas bau

Perubahan proses berfikir


Resti kerusakan integritas Perubahan nutrisi
kulit kurang dari keb. tubuh

4. Manifestasi Klinis

Menurut Smeltzer dan Bare (2002:1449) manifestasi klinis gagal ginjal kronik

adalah :

a. Kardiovaskuler:

1) Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem

renin-angiotensin-aldosteron)

2) Gagal Jantung Kongestif

3) Edema Pulmoner (akibat cairan berlebih)


14

4) Perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksik uremik)

b. Dermatologis:

Rasa gatal yang parah (pruritis). Batuan uremik, penumpukan kristal urea

dikulit tapi sudah jarang terjadi akibat penanganan dini dan agresif pada

tahap akhir.

c. Gastrointestinal:

Anoreksia, mual, muntah, dan cegukan

d. Neuromuskular:

Mencakup perubahan tingkat kesadran, tidak mampu berkonsentrasi,

kedutan otot, dan kejang.

Menurut Suyono (2001) menifestasi klinis gagal ginjal adalah sebaagai

berikut:

a. Gangguan kardivaskuler

Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effuse

perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan

irama jantung dan edema.

b. Gangguan pulmoner

Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara

krekels.

c. Gangguan gastrointestinal
15

Anoreksia, nausea, fomitus yang berhubungan dengan metabolisme

protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi

dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia.

d. Gangguan musculoskeletal

Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan),

burning feet syndrome (rasa kesemutan dan terbakar, terutama di

telapak kaki), tremor, miopati( kelemaahan dan hipertropi otot- otot

ekstermitas)

e. Gangguan integument

Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuning akibat

penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.

f. Gangguan endokrin

Gangguan seksual: libido fertilitas dan ekskresi menurun, gangguan

mentruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan

metabolic lemak dan vitamin D.

g. Gangguan cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa

Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan

natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia,

hipokalsemia.

h. System hematologi

Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin,

sehingga rangsangan eritopoesis pada sum- sum tulang berkurang,


16

hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana

uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi thrombosis dan

trombositopeni.

5. Komplikasi

Menurut Smeltzer dan Bare (2002:1449) komplikasi gagal ginjal mencakup:

a. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme,

dan masukan diet berlebih

b. Perikarditis, efusi perikardial, dan temponade jantung akibat retensi

produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat

c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-

angiotensin-aldosteron

d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah

merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin, dan kehilang-

an darah selama proses hemodialisis

e. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar

kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal, dan pe-

ningkatan kadar alumunium.

6. Diagnostik
17

Menurut Suwitra dalam Sudoyo (2007) untuk menentukan diagnosa pada

gagal ginjal kronik dapat dilakukan cara sebagai berikut:

a. Pemeriksaan Laboratorium

1) Penilaian gagal ginjal kronik dengan ganguan yang serius dapat

dilakukan dengan pemerikasaan laboratorium, seperti: Kadar serum

sodium/natrium dan potassium/kalium, pH, kadar serum phospor,

kadar Hb, hematokrit, kadar urea nitrogen dalam darah (BUN), serum

dan konsentrasi kreatinin urin, urinalisis.

2) Penilaian penurunan LFG yang dihitung dengan menggunakan rumus

Kickcroft-Gault

b. Pemeriksaan Radiologi

1) Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak

2) Pielografi intravena tetapi jarang dikerjakan

3) Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai dengan indikasi

4) Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang me-

ngecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal,

massa dan kista

5) Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada

indikasi

c. Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologi Ginjal


18

Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada klien dengan

ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara non-

invasif tidak bisa ditegakkan.

7. Penatalaksaan Umum

a. Penatalaksaan Medis

Menurut Smeltzer dan Bare (2002:1449) penatalaksanaan dari gagal ginjal

kronis adalah: pemberian antihipertensif, eritropoetin, suplemen besi, agen

pengikat fosfat, suplemen kalsium, dan furosemid (membantu berkemih).

Memberikan transfusi darah untuk meningkatkan kadar haemoglobin.

Klien juga perlu penanganan dialisis untuk mengeluarkan sampah uremik

dalam darah atau transpaltasi ginjal jika gejala-gejala tersebut tidak dapat

dikendalikan lagi dengan tindakan-tindakan konservatif.

b. Penatalaksanaan Keperawatan

1) Mengkaji status cairan dan mengidentifikasi sumber potensial yang

mengakibatkan ketidakseimbangan cairan

2) Menimbang berat badan setiap hari dan pertahankan asupan dan

haluaran

3) Memberikan program diet yang adekuat untuk menjamin masukan

nutrisi yang sesuai dalam batas-batas penanganan

4) Mendorong peningkatan perawatan diri dan kemandirian


19

5) Menjelaskan informasi tentang penyakit gagal ginjal kronis serta

komplikasinya

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Klien Gagal Ginjal Kronik

1. Pengkajian

Menurut Doengoes (2000:626) pada klien dengan gagal ginjal kronik perlu

dilakukan pengkajian sebagai berikut:

a. Aktivitas/istirahat

Gejala: Kelemahan, malaise, kelemahan ekstermitas, isomnia.

Tanda: Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.

b. Sirkulasi

Gejala: Riwayat hipertensi, nyeri dada (angina).

Tanda: Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum, dan pitting pada

kaki, telapak, tangan. Disritmia jantung, nadi lemah, pucat, kecende-

rungan pendarahan.

c. Integritas Ego

Gejala: Faktor stress, contoh finansial, hubungan dan sebagainya, perasa-

an tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.

Tanda: Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan

kepribadian.

d. Eliminasi
20

Gejala: Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal

tahap lanjut). Abdomen kembung, diare, atau konstipasi.

Tanda: Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat,

oliguria.

e. Makanan/cairan

Gejala: Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan

(malnutrisi). Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa tak sedap pada

mulut (pernapasan amonia), penggunaan diuretik.

Tanda: Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir).

Perubahan turgor kulit/kelembaban. Edema (umum, tergantung). Ulserasi

gusi, pendarahan gusi/lidah. Penurunan otot, penurunan lemak subkutan,

penampilan tak bertenaga

f. Neurosensori

Gejala: Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, syndrome

“kaki gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemah-

an, khususnya ekstremiras bawah.

Tanda: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,

ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan

tingkat kesadaran, stupor.

Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang. Rambut tipis, kuku rapuh dan

tipis.

g. Nyeri/kenyamanan
21

Gejala: Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki

Tanda: Perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah

h. Pernapasan

Gejala: Napas pendek, dispnea, batuk dengan/tanpa sputum kental

dan banyak.

Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman.

Batuk dengan sputum encer (edema paru)

i. Keamanan

Gejala: Kulit gatal. Ada/berulangnya infeksi.

Tanda: Pruritis, demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara ak-

tual terjadi peningkatan pada klien yang mengalami suhu tubuh lebih

rendah dari normal. Ptekie, area ekimosis pada kulit.

Fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi.

j. Seksualitas

Gejala: Penurunan libido, amenorea, infertilitas

k. Interaksi sosial

Gejala: Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mem-

pertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.

l. Penyuluhan/Pembelajaran

Gejala: Riwayat diabetes melitus (resiko tinggi untuk gagal ginjal), pe-

nyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus urenaria, maliganansi.

Riwayat terpejan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan.


22

Penggunaan antibiotik nefrotoksik saat ini/berulang.

2. Diagnosa

Diagnosa keperawatan potensial untuk klien-klien gagal ginjal kronik

mencakup sebagai berikut (Smaltzer & Bare, 2002:1451):

a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine,

diet berlebih dan retensi cairan

b. Perubahan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

aneroksia, mual/muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran

mukosa mulut

c. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan program penanganan

d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk

sampah, dan prosedur dialisis

e. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan

peran, perubahan citra diri dan disfungsi seksual

3. Rencana Keperawatan

Menurut Smaltzer & Bare (2002:1452) rencana asuhan keperawatan yang

dirumuskan untuk klien dengan gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut:
23

a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine,

diet berlebih dan retensi cairan. Tujuan dilakukan intervensi yaitu untuk

mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan. Intervensi yang

dapat dilakukan diantaranya yaitu pertama kaji status cairan seperti:

menimbang BB harian, menjaga keseimbangan masukan dan haluaran,

mengkaji adanya edema, tekanan darah, denyut dan irama nadi.

Rasionalnya untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.

Intervensi yang kedua yaitu batasi masukan cairan. Rasionalnya

pembatasan cairan berguna untuk menentukan BB ideal. Intervensi yang

ketiga yaitu identifikasi sumber potensial cairan seperti: medikasi dan

cairan yang digunakan untuk pengobatan: oral dan intravena dan diet

dalam makanan. Rasionalnya sumber kelebihan cairan yang tidak

diketahui dapat di identivikasi. Intervensi yang keempat yaitu jelaskan

kepeda klien dan keluarga rasional pembatasan. Rasionalnya pemahaman

meningkatkan kerjasama klien dan keluarga dalam pembatasan cairan.

Intervensi yang kelima yaitu bantu klien dalam menghadapi

ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan. Rasionalnya kenyamanan

klien meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan diet. Intervensi yang

keenam yaitu tingkatkan dan dorong hygiene oral dengan sering.

Rasionalnya hygiene oral mengurangi kekeringan membran mukosa

mulut.
24

b. Perubahan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

aneroksia, mual/muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran

mukosa mulut. Tujuan dilakukan intervensi yaitu untuk mempertahankan

masukan nutrisi yang adekuat. Intervensi yang dapat dilakukan

diantaranya yang pertama kaji status nutrisi seperti perubahan berat badan,

pengukuran antroprometrik, nilai laboratorium (BUN, ureum, kreatinin,

elektrolit, protein dan kadar besi). Rasionalnya menyediakan data dasar

untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi. Intervensi yang

kedua yaitu kaji pola diet nutrisi klien seperti riwayat diet, makanan

kesukaan, hitung kalori. Rasionalnya pola diet dahulu dan sekarang dapat

dipertimbangkan dalam menyusun menu. Intervensi yang ketiga yaitu kaji

faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi seperti anoreksia,

mual atau muntah, diet yang tidak menyenangkan bagi klien, depresi,

kurang memahami pembatasan diet, stomatitis. Rasionalnya menyediakan

informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah dalam meningkatkan

diet. Intervensi yang keempat yaitu menyediakan makanan kesukaan klien

dalam batasan-batasan diet. Rasionalnya mendorong peningkatan masukan

diet. Intervensi yang kelima yaitu timbang berat badan harian.

Rasionalnya untuk memantau status cairan dan nutrisi

c. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan program penanganan. Tujuan

dilakukan intervensi yaitu untuk meningkatkan pengetahuan mengenai


25

kondisi dan penanganan yang bersangkutan. Intervensi yang dapat

dilakukan diantaranya yang pertama kaji pemahaman tentang gagal ginjal.

Rasionalnya merupakan intruksi dasar untuk penjelasan dan penyuluhan

lebih lanjut. Intervensi yang kedua yaitu bantu klien untuk mengetahui

cara-cara penanganan penyakitnya. Rasionalnya klien dapat melihat

bahwa kehidupannya tidak harus berubah karena penyakit.

d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk

sampah, dan prosedur dialisis. Tujuan dilakukan intervensi yaitu untuk

berpartisipasi dalam aktivitas yang ditoleransi. Intervensi yang dapat

dilakukan diantaranya yang pertama kaji faktor yang menimbulkan

keletihan seperti anemia, ketidakseimbangan elektrolit, retensi produk

sampah, depresi. Rasionalnya menyediakan informasi tentang indikasi

tingkat keletihan. Intervensi yang kedua yaitu tingkatkan kemandirian dan

aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi. Rasionalnya meningkatkan

aktifitas ringan dan meningkatkan harga diri. Intervensi yang ketiga yaitu

anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat. Rasionalnya mendorong

latihan dan aktivitas dalam batas toleransi. Intervensi yang keempat yaitu

anjurkan istirahat setelah dialisis. Rasionalnya istirahat yang adekuat

sangat dianjurkan setelah dialisis


26

e. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan

peran, perubahan citra diri dan disfungsi seksual. Tujuan dilakukan

intervensi yaitu untuk memperbaiki konsep diri. Intervensi yang dapat

dilakukan diantaranya yang pertama kaji respon dan reaksi klien dan

keluarga terhadap penyakit dan penanganan. Rasionalnya Menyediakan

data tentang masalah yang ada pada klien dan keluarga dalam menghadapi

perubahan dalam hidup. Intervensi yang kekedua yaitu kaji hubungan

klien dengan anggota keluarga yang terdekat. Rasional: Penguatan dan

dukungan terhadap klien di identivikasi. Intervensi yang ketiga yaitu kaji

pola koping klien dan anggota keluarga. Rasionalnya untuk mengetahui

pola koping yang efektif dalam memandang penyakit. Intervensi yang

keempat yaitu gali cara alternatif untuk ekspresikan seksual lain selain

hubungan seksual. Rasionalnya bentuk alternatif ekspresi seksual yang

dapat diterima.

f. Masalah kolaboratf: Hiperkalemia: perikarditis, efusi perikardial, dan

temponade jantung, hipertensi, anemia, penyakit tulang dan klasifikasi

metastatik. Tujuan dilakukan intervensi yaitu untuk klien menunjukan

tidak adanya komplikasi.

1) Hiperkalemia

Intervensi yang dapat dilakukan diantaranya pantau kadar kalium

serum dan beri tahu dokter jika nilainya melebihi 5,5 mEq/L.
27

Rasionalnya hiperkalemia menyebabkan kerusakan dan potensial

menyebabkan perubahan dalam tubuh yang mengancam jiwa.

Intervensi yang kedua kaji klien akan adanya kelemahan otot, diare,

perubahan EKG (gelombang T memuncak dan QRS melebar).

Rasionalnya tanda dan gejala kardiovaskuler merupakan karakteristik

hiperkalemia.

2) Perikarditis, Efusi Perikardial, dan Temponade Jantung

Intervensi yang dapat dilakukan diantaranya kaji klien terhadap

adanya demam, nyeri dada dan friction rub perikardial (tanda-tanda

perikarditis) dan jika ada beritahu dokter. Rasionalnya sekitar 30%-

50% klien gagal ginjal mengalami perikarditis akibat uremia, demam,

nyeri dada, dan friction rub. Intervensi yang kedua jika klien

mengalami perikarditis, kaji faktor berikut setiap 4 jam seperti denyut

paradoksikal > 10 mmHg, hipotensi berat, lemah atau hilangnya

denyut perifer, perubahan tingkat kesadaran, perubahan tingkat

kesadaran, penonjolan vena leher. Rasionalnya tanda efusi mencakup

denyut paradoksial (tekanan selama inspirasi turun > 10 mmHg) dan

tanda syok akibat kompresi jantung. Intervensi ketiga yaitu persiapkan

klien untuk USG jantung guna mendukung diagnosis adanya efusi dan

temponade. Rasionalnya USG jantung berguna untuk menggambarkan

efusi perikardial dan temponade jantung. Intervensi yang keempat


28

dilakukan jika terjadi temponade jantung, persiapkan klien untuk

perikardiosentesis darurat. Rasionalnya temponade jantung merupakan

kondisi mengancam jiwa disertai laju mortalitas yang tinggi.

3) Hipertensi

Intervensi yang dapat dilakukan diantaranya pantau dan catat tekanan

darah sesuai indikasi. Rasionalnya pengukuran tekanan darah

menyediakan data objektif untuk pemantauan. Intervensi yang kedua

yaitu beri medikasi antihipertensif sesuai indikasi. Rasionalnya

medikasi antihipertensi berperan penting dalam penanganan hipertensi

yang berhubungan dengan gagal ginjal kronik. Intervensi ketiga yaitu

dorong kepatuhan dalam terapi pembatasan diet dan cairan.

Rasionalnya kepatuhan dalam diet/cairan dan jadwal dianalisa

mencegah kelebihan cairan dan penumpukan natrium. Intervensi yang

keempat ajarkan kepada klien untuk melaporkan tanda kelebihan

cairan, perubahan penglihatan, sakit kepala, edema atau kejang.

Rasionalnya merupakan indikasi dari pengendalian hipertensi yang

tidak adekuat dan perlu perubahan terapi.

4) Anemia

Intervensi yang dapat dilakukan diantaranya pantau hitung sel darah

merah dan hematokrit sesuai indikasi. Rasionalnya merupakan


29

pengkajian untuk menilai tingkat keparahan anemia. Intervensi yang

kedua yaitu beri medikasi sesuai resep mencakup suplemen besi dan

asam folat. Rasionalnya sel darah merah membutuhkan besi, asam

folat dan vitamin untuk produksinya. Intervensi yang ketiga yaitu

menghindari mengambil spesimen darah yang tidak perlu. Rasionalnya

anemia dicetuskan oleh pengambilan sejumlah spesimen. Intervensi

yang keempat yaitu intruksikan kepada klien bagaimana mencegah

pendarahan seperti menghindari olah raga yang berat, dan anjurkan

pemakaian sikat gigi yang lembut. Rasionalnya perdarahan disetiap

tempat ditubuh memperburuk anemia. Intervensi yang kelima yaitu

beri terapi komponen darah sesuai indikasi. Rasionalnya terapi

komponen darah mungkin diperlukan jika klien simtommatik.

5) Penyakit Tulang dan Klasifikasi Metastatik

Intervensi yang dapat dilakukan diantaranya yang pertama beri

medikasi berikut sesuai resep: pengikat fosfat, suplemen kalsium,

suplemen vitamin D. Rasionalnya gagal ginjal kronis menyebabkan

sejumlah perubahan fisiologis yang mempengaruhi metabolisme

kalsium, fosfat, dan Vitamin D. Intervensi yang kedua yaitu pantau

nilai laboratorium serum sesuai indikasi. Rasionalnya hiperfosfatemia,

hiperkalsemia, dan akumulasi alumunium berlebih umumnya terjadi

pada gagal ginjal. Intervensi yang ketiga yaitu bantu klien dalam
30

program latihan. Rasionalnya Demineralisasi tulang meningkat imo-

bilitas (Smeltzer dan Bare, 2002:1452).

Das könnte Ihnen auch gefallen