Sie sind auf Seite 1von 10

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)


http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Praktik Skrining


IMS Oleh Lelaki Seks Lelaki (LSL) Sebagai Upaya Pencegahan
Penularan HIV (Studi Kasus Pada Semarang Gaya Community)

Deaselia Carmelita P *), Zahroh Shaluhiyah, Kusyogo Cahyo, Priyadi Nugraha P.


*)
mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro
Koresponden : carmelitadea@gmail.com

ABSTRACT

HIV case distribution in Central Java according to sexes in 2015 revealed Men
have higher prevalence 61,5% than women 38,5%. MSM prevalence is increased
year by year and believed as the cause of high prevalence HIV in men. STD
screening is applied as early detection and prevention in HIV transmission.This
study was conducted to analyze factors associated with STD screening
implementation in MSM. The method of this study was cross sectional with 96
samples collected with questionaire. Chi square and Rank Spearman was used
to analyze the association. This study shows 51% people categorized as good in
implementing STD screening. The factors that associated with good
implementation of STD screening is the perception about the benefit of STD
screening (p-value=0.008), risky sexual behaviour (p-value=0.030), and history of
infected by STD (p-value=0.009). Meanwhile, demografic status like age
(p=0,688), education level (p=0,427), vocation (p=0,610), marriage status
(p=0.415) was not associated with good implementation of STD screening.
Another factor such as knowledge about HIV, STD, and STD screening (p-
value=0,602), perception about vulnerability in HIV infection(p-value=0.840),
perception in STD severity (p-value=0,467), perception in STD screening
accesibilty (p-value=0.780), self motivation in STD screening (p-value=0.467),
and condom usage (p-value=0,879) was not associated with good
implementation of STD screening by MSM.

Keywords : MSM, STD, STD Screening, Prevention of HIV

PENDAHULUAN mengenai seseorang yang berstatus


Hasil survei statistik Yayasan sebagai gay, dalam hal ini lelaki
Mitra Indonesia menunjukkan sekitar yang menyukai lelaki. Lelaki Seks
3 juta populasi pria di Indonesia Lelaki (LSL) merupakan populasi
adalah gay dan dipresdiksikan akan yang berisiko tinggi terkena Infeksi
meningkat sebanyak 5% setiap Menular Seksual (IMS) serta HIV
tahunnya. Data dari survei Yayasan dan AIDS. Hal ini karena perilaku
Pendidikan Kartini Nusantara seksual mereka yang tergolong
(YPKN) tahun 2014 menunjukkan berisiko seperti berhubungan seks
ada 2.700 penyuka sesama jenis di dengan sesama jenis, tidak
Jakarta. Yayasan Gaya Nusantara menggunakan kondom atau pelicin
pada tahun 2014 memperkirakan saat melakukan anal seks, dan
260.000 dari enam juta penduduk perilaku seks yang cenderung
Jawa Timur adalah homo. Saat ini, berganti pasangan.7 Berdasarkan
banyak dijumpai beberapa istilah hasil survei yang dilakukan oleh

486
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

Komisi Penanggulangan AIDS Jawa Semarang Gaya Community


Tengah pada September 2015, (SGC) merupakan organisasi non
tercatat 10 provinsi dengan komulatif pemerintah berbasis gay dan LSL.
HIV dan AIDS terbanyak yang Sampai tahun 2015 SGC telah memiliki
anggota yang dikategorikan sebagai
mencapai 38.464 kasus HIV dan
LSL sebanyak 983 orang. Skrining IMS
8.077 kasus AIDS pada DKI yang bagi anggota SGC dilakukan secara
merupakan peringkat pertama kasus bergantian di Puskesmas Poncol,
HIV dan AIDS terbanyak di Puskesmas Lebdosari, Puskesmas
Indonesia. Dan Jawa Tengah sendiri Halmahera dan Puskesmas Mangkang
menempati peringkat kelima dengan setiap hari jumat dan dilakukan diluar
12.267 kasus HIV dan 5.042 kasus jam kunjungan puskesmas, yaitu jam 7
AIDS.5 Distribusi kasus AIDS malam sampai jam 11 malam. Setiap
menurut jenis kelamin di Jawa puskesmas mendapatkan jadwal sekali
Tengah sampai pada tahun 2015, selama sebulan. Meskipun telah
memiliki jadwal skrining IMS yang rutin,
kasus HIV dan AIDS lebih banyak
dari 983 anggota SGC hanya 258 LSL
diderita oleh laki-laki yaitu sebesar yang melakukan skrining IMS dan
61,50% dibandingkan dengan kasus ditemukan 107 LSL yang positif
HIV dan AIDS pada wanita sebesar menderita IMS.
38,50%. Berbanding lurus dengan Berdasarkan latar belakang
kasus HIV, presentase Lelaki yang tersebut didapatkan bahwa sangat
berhubungan Seks dengan Lelaki penting untuk dilakukan penelitian
(LSL) yang terinfeksi HIV AIDS pada tentang analisis faktor-faktor yang
tahun 2015 terus meningkat berhubungan dengan praktik skrining
sebanyak 30% dibandingkan tahun IMS oleh lelaki seks lelaki (LSL) sebagai
upaya pencegahan penularan HIV di
sebelumya dan merupakan
kota Semarang.
penyebab tingginya kasus HIV AIDS
pada laki-laki. Pada tahun 2012
METODE PENELITIAN
tercatat sebanyak 3,4% LSL yang
Penelitian ini menggunakan
terindentifikasi sebagai ODHA.5,8
metode pendekatan cross sectional.
Sebagai Ibukota provinsi dan
Penelitian ini adalah penelitian
kota metropolitan, kota Semarang
kuantitatif dengan jenis penelitian
sangat strategis dan menjadi
adalah penelitian survei. Rancangan
parameter dalam kemajuan
pada penelitian ini adalah penelitian
pembangunan. Hal itu berpengaruh
analitik dimana bertujuan untuk
dengan masuknya pendatang dari
mengetahui faktor-faktor yang
luar Kota Semarang tak terkecuali
berhubungan dengan praktik
dengan komunitas gay dan LSL. LSL
skrining IMS yang dilakukan oleh
merupakan populasi yang berisiko
LSL. Variabel penelitian terdiri dari
tinggi terkena Infeksi Menular
Variabel independen, yang meliputi :
Seksual (IMS) serta HIV dan AIDS
karakteristik reponden (umur, tingkat
karena aktivitas mereka yang
pendidikan, pekerjaan, status
berganti-ganti pasangan.
perkawinan), pengetahuan, perilaku
Pencegahan IMS merupakan salah satu
cara untuk mengurangi atau seksual berisiko, riwayat IMS,
memperkecil angka penyebaran HIV penggunaan kondom, persepsi
dan AIDS yang terjadi saat ini. terhadap kerentanan tertular IMS,
Pencegahan IMS dapat dilakukan persepsi terhadap keparahan IMS,
melalui layanan Skrining IMS. Skrining persepsi terhadap manfaat skrining
IMS merupakan hal yang penting untuk IMS, persepsi terhadap hambatan
dilakukan oleh populasi kunci, dalam hal dalam melakukan skrining IMS, dan
ini LSL. alasan/dorongan untuk melakukan

487
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

skrining IMS. Variabel dependen ini adalah praktik skrining IMS oleh
atau variabel terikat dari penelitian LSL.

HASIL DAN PEMBAHASAN Variabel Sig Koefisie Keterang


n an
Tabel 1. Analisis Hubungan Praktik Korelasi
Skrining IMS Oleh Lelaki Seks Lelaki
(LSL) Sebagai Upaya Pencegahan Pesepsi 0.84 0.021 Tidak Ada
HIV kerentan 0 Hubungan
an
tertular
Variabel P- Keterangan IMS
value Persepsi 0.46 0.075 Tidak Ada
Usia p= Tidak Ada keparah 7 Hubungan
0.688 Hubungan an IMS
Pekerjaan p= Tidak Ada
0.976 Hubungan Persepsi 0.78 0.029 Tidak Ada
Status p= Tidak Ada hambata 0 Hubungan
perkawinan 0.700 Hubungan n dalam
melakuk
Tabel 2. Analisis Hubungan Dengan an
Uji Rank Spearman skrining
Alasan 0.46 0.075 Tidak Ada
untuk 7 Hubungan
Variabel Sig Koefisie Keterang melakuk
n an an
Korelasi skrining
Pendidik 0.42 0.082 Tidak Ada IMS
an 7 Hubungan Penggun 0.87 0.016 Tidak Ada
aan 9 Hubungan
kondom
Perilaku 0.03 0.221 Ada
Seksual 0 Hubungan
Berisiko Berdasarkan tabel 4.41 dan 4.42,
dapat diketahui bahwa dalam
Riwayat 0.00 0.267 Ada penelitian ini terdapat 3 variabel
IMS 9 Hubungan yang memiliki hubungan yang
bermakna dengan praktik Skrining
Persepsi 0.00 0.267 Ada IMS oleh LSL, yaitu Perilaku Seksual
manfaat 8 Hubungan Beresiko, Riwayat IMS, dan Persepsi
melakuk Terhadap Manfaat Melakukan
an Skrining IMS. Sedangkan 10 variabel
skrining lainnya tidak memiliki hubungan
IMS yang bermakna dengan praktik
Pengeta 0.60 0.540 Tidak Ada Skrining IMS oleh LSL.
huan 2 Hubungan

Variabel yang Berhubungan

488
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

A. Perilaku Seksual Berisiko deteksi dini kanker leher Rahim metode


Menurut hasil analisis bivariat, IVA (p-value 0.672) .
bahwa praktik skrining IMS yang tidak
rutin lebih banyak ditemukan pada B. Riwayat IMS
responden yang memiliki perilaku Pada penelitian ini, praktik skrining
seksual yang berisiko yaitu sebesar IMS yang tidak rutin lebih banyak
(62.5%), dibandingkan dengan ditemukan pada responden yang
responden yang tidak memiliki perilaku memiliki riwayat IMS yaitu sebesar
seksual yang berisiko yaitu sebesar (66.7%), dibandingkan dengan
(39.1%). responden yang tidak memiliki riwayat
Mayoritas responden (84.4%) IMS (58.9%).
mengaku pertama kali melakukan Sebagian besar LSL memiliki
hubungan seks pada usia muda, dari riwayat menderita IMS sekitar 3 bulan
usianya yang masih 8 tahun hingga 14 sampai dengan setahun yang lalu.
tahun dan pada saat pertama kali Tetapi masih banyak yang mengaku
melakukan hubungan seks tersebut, bahwa dalam 3 bulan terakhir
sebagian responden tidak mengalami gejala mirip IMS seperti
menggunakan kondom. Dapat dilihat gatal pada rambut kelamin (jembut),
bahwa sejak muda, sebagian besar nyeri atau panas saat buang air kecil,
responden sudah berperilaku seksual dan luka pada penis. Adapun 57.3%
yang berisiko IMS. Sebagian besar dari responden tidak mengetahui
responden (96.9%) melakukan posisi apakah mereka mempunyai riwayat
kombinasi (bergantian) pada saat IMS atau tidak karena responden
melakukan hubungan seks. Hal ini belum pernah melakukan skrining IMS.
tentunya membuat responden beresiko Sebagian besar yang belum melakukan
terkena IMS, terutama pada responden skrining menyatakan bahwa kecil
yang sering berada pada posisi bottom. kemungkinan dia terinfeksi IMS, yang
Selain melakukan hubungan seks lainnya menyakatan takut untuk
dengan lelaki, terdapat juga responden melakukan skrining, dan ada pula yang
yang melakuka hubungan seks dengan belum pernah melakukan skrining
wanita (27.1%). LSL yang karena malu.
berhubungan seks dengan wanita Hasil penelitian ini sejalan dengan
memiliki resiko yang tinggi untuk dapat penelitian dilakukan oleh Lilis Dewi
menularkan IMS pada wanita, terutama mengenai faktor-faktor yang
setelah lelaki tersebut melakukan berhubungan dengan keikutsertaan
hubungan seks dengan lelaki lain yang skrining penyakit seksual pada WPS
terinfeksi IMS. yang menunjukkan bahwa ada
Sebagian besar responden yang hubungan antara riwayat PMS dengan
berisiko justru tidak rutin dalam keikutsertaan skrining PMS (p-value
melakukan skrining IMS, hal ini 0.001).
disebabkan karena responden yang
memiliki perilaku seksual berisiko C. Persepsi Manfaat Melakukan
menyatakan bahwa mereka sudah Skrining IMS
mengetahui tentang perilaku Hasil analisis bivariat menunjukan
seksualnya yang tidak aman, dan bahwa praktik skrining IMS yang tidak
sudah terlebih dahulu melakukan rutin lebih banyak ditemukan pada
pencegahan sendiri karena belajar responden yang memiliki persepsi yang
pengalaman yang sebelumnya pernah rendah akan keparahan IMS yaitu
mereka alami. sebesar (51.2%), dibandingkan dengan
Hasil penelitian ini sejalan dengan responden yang memiliki persepsi yang
penelitian Yuliawati yang menyatakan tinggi akan keparahan IMS yaitu
bahwa terdapat hubungan yang (43.6%).
signifikan antara perilaku seksual yang Sebagian besar responden setuju
berisiko terhadap perilaku WUS dalam bahwa responden tidak mendapatkan
manfaat dari skrining IMS, padahal

489
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

dalam hasil wawancara seluruhnya bertingkat pendidikan rendah (SD/MI


didapatkan bahwa sebagian besar dan SMP/MTS) (63.6%) menjadi salah
responden memilki persepsi yang tinggi satu faktor yang membuat LSL sulit
terhadap manfaat Skrining IMS. Dapat untuk melakukan praktik skrining yang
dilihat bahwa mayoritas responden baik.
menyatakan setuju akan manfaat Hasil penelitian ini sejalan dengan
skrining mengenai perolehan informasi penelitian Riki tentang perilaku Wanita
setelah skrining, bagaimana responden Pekerja Seksual (WPS) dalam
bisa langsung melakukan pencarian melakukan Skrining Infeksi Menular
pengobatan setelah melakukan Seksual di Tegal yang menyatakan
skrining, dan skrining yang bisa bahwa tingkat pendidikan tidak
membuat responden memperbaiki mempunyai pengaruh terhadap
kebiasaan berhubungan dengan perilaku WPS dalam melakukan
pasangannya. skrining IMS.
Hasil penelitian ini tidak sejalan
dengan penelitian Nurcholis yang C. Pekerjaan Responden
menyatakan bahwa tidak ada Dalam penelitian ini, sebagian
hubungan antara persepsi tentang besar responden memiliki pekerjaan
manfaat dengan praktik WPS jalanan (PNS, swasta tetap, swasta kontrak,
dalam upaya pencegahan IMS dan wiraswasta, paruh waktu, lainnya) yaitu
HIV/AIDS (p-value 0.313). sebesar (93.75%) dan tidak memiliki
pekerjaan (6.25%).
Variabel yang Tidak Berhubungan Pekerjaan membutuhkan suatu
komitmen dari orang yang
A. Usia Responden melakukannya. Pekerja dituntut untuk
Dari hasil penelitian diketahui dapat memberikan waktu, tenaga, dan
bahwa mayoritas responden termasuk pikiran dalam mencapai hasil yang
dalam kategori dewasa (> 24 tahun) diinginkan oleh pekerjaan tersebut.
sebesar 64.6% dan yang termasuk Dengan adanya tuntutan dalam
kategori remaja ( 24 tahun) sebesar perkerjaan, responden memiliki waktu
35.4%. yang terbatas untuk dapat dengan
Usia yang lebih dewasa cenderung teratur melakukan skrining IMS.
lebih mengutamakan risiko yang akan Hasil penelitian ini sejalan dengan
terjadi sebelum bertindak. penelitian yang menyatakan bahwa
Hasil penelitian ini sejalan dengan tidak ada hubungan yang signifikan
penelitian Akyuning tentang beberapa antara status pekerjaan dengan
faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan sarana kesehatan berupa
pemanfaatan pelayanan skrining infeksi skrining PMS pada Gay di kota
(44)
menular seksual (IMS) oleh wanita Sumatera (p-value 0.613).
pekerja seks (WPS) resosialisasi
argorejo di klinik Griya Asa PKBI kota D. Status Perkawinan Responden
Semarang yang menyatakan bahwa Dalam penelitian ini, mayoritas
tidak terdapat hubungan yang responden termsuk dalam kategori
bermakna antara umur dengan belum menikah (84.4%), sedangkan
pemanfaatan pelayanan skrining IMS responden yang termasuk dalam
(p-value 0.340). kategori menikah ( menikah dan duda)
(15.6%).
B. Pendidikan Responden Hasil penelitian ini sejalan dengan
Dalam penelitian ini, mayoriitas penelitian Faizatun yang menyatakan
responden termasuk dalam kategori bahwa status perkawinan tidak memiliki
pendidikan rendah sebanyak (63.9%) kaitan dengan praktik pencarian
dan pendidikan tinggi sebanyak pelayanan kesehatan guna mencegah
(37.5%). IMS dan HIV pada WPS (p-value
Dengan tingkat pendidikan 0.305).
responden yang sebagian besar

490
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

E. Pengetahuan Mengenai HIV, IMS, Berdasarkan hasil analisis bivariat


serta Skrining IMS hubungan antara persepsi terhadap
Berdasarkan hasil analisis bivariat, keparahan IMS dengan praktik skrining
responden yang memiliki praktik yang IMS oleh LSL menunjukkan bahwa
baik lebih banyak terdapat pada responden yang memiliki praktik yang
responden yang memiliki pengetahuan buruk lebih banyak terdapat pada
yang rendah tentang HIV, IMS dan responden yang memiliki persepsi yang
Skrining IMS , yaitu sebanyak (55.0%) rendah terhadap keparahan IMS, yaitu
responden dibandingkan dengan sebanyak (51.2%) responden
responden yang memiliki pengetahuan dibandingkan dengan responden yang
yang tinggi tentang HIV, IMS dan memiliki persepsi yang tinggi terhadap
Skrining IMS (51.8%). keparahan IMS (43.6%).
Hasil penelitian ini sejalan dengan Responden yang tidak rutin dalam
penelitian Trisilia yang menunjukkan melakukan skrining IMS sebagian
bahwa pengetahuan tidak mempunyai besar adalah responden yang memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap persepsi yang rendah akan IMS, hal ini
keikutsertaan wanita dalam skrining ( p- disebabkan karena banyak responden
value 0.148). yang menganggap bahwa IMS
Sebagian besar wanita yang bukanlah penyakit yang berbahaya dan
memiliki pengetahuan yang kurang mudah ditularkan.
akan skrining justru lebih banyak ikut Hasil penelitian ini juga sejalan
serta untuk melakukan skrining karena dengan penelitian yang dilakukan oleh
mereka ingin mendapatkan informasi Putu Krisna yang menyatakan bahwa
seputar skrining. tidak terdapat hubungan antara perepsi
responden terhadap keparahan HIV
F. Persepsi Terhadap Kerentanan dan AIDS dengan perilaku tes HIV(p-
(6)
Tertular IMS value-1.000).
Berdasarkan hasil analisis bivariat,
responden yang memiliki praktik yang H. Persepsi Terhadap Hambatan
baik lebih banyak terdapat pada Dalam Melakukan Skrining IMS
responden yang memiliki persepsi yang Berdasarkan hasil analisis bivariat,
tinggi terhadap kerentanan akan responden yang memiliki praktik yang
tertular IMS, yaitu sebanyak (54.2%) baik lebih banyak terdapat pada
responden dibandingkan dengan responden yang memiliki persepsi yang
responden yang memiliki persepsi yang tinggi terhadap hambatan dalam
rendah terhadap kerentanan akan melakukan skrining IMS, yaitu
tertular IMS (52.1%). sebanyak (54.9%) responden
Menurut Rosenstock, jika persepsi dibandingkan dengan responden yang
terhadap kerentanan dan keparahan memiliki persepsi yang rendah
terhadap HIV tinggi, maka perilaku terhadap hambatan dalam melakukan
untuk melindungi diri sendiri juga tinggi. skrining IMS (43.6%).
Sebaliknya, jika persepsi terhadap Responden yang memiliki persepsi
kerentanan rendah, maka perilaku yang rendah terhadap hambatan dalam
untuk melindungi diri sendiri juga melakukan skrining, justru lebih banyak
rendah. yang memiliki praktik skrining IMS yang
Hasil penelitian ini sejalan dengan buruk dibandingkan yang memiliki
penelitian yang dilakukan oleh Putu persepsi hambatan yang tinggi. Hal ini
Krisna yang menyatakan bahwa tidak disebabkan mayoritas responden lebih
terdapat hubungan antara perepsi banyak mendapat hambatan dari luar
responden mengenai kerentanan dibandingkan dengan hambatan dari
terinfeksi HIV dan AIDS dengan dalam dirinya sendiri.
(6)
perilaku tes HIV (p-value 0.370). Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Nurcholis yang menyatakan
G. Persepsi Terhadap Keparahan bahwa tidak ada hubungan antara
IMS persepsi tentang hambatan dengan

491
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

praktik WPS jalanan dalam upaya


pencegahan IMS dan HIV/AIDS (p- KESIMPULAN
value 0.972).
1. Responden yang rutin dalam
I. Alasan/Dorongan Untuk melakukan skrining IMS sebesar
Bertindak 53.1% dan yang tidak rutin
Berdasarkan hasil analisis bivariat, melakukan skrining IMS sebesar
responden yang tidak rutin dalam 46.9%.
melakukan skrining IMS lebih banyak 2. 64.6% responden termasuk dalam
terdapat pada responden yang tidak kategori dewasa (>24 tahun).
memiliki alasan/dorongan untuk Sebanyak 63.1% responden
melakukan skrining IMS, yaitu termasuk dalam kategori
sebanyak (51.2%) responden pendidikan yang rendah, 93.7%
dibandingkan dengan responden yang responden memiliki pekerjaan dan
memiliki alasan/dorongan untuk 84.4% responden belum menikah.
melakukan skrining IMS (43.6%). 3. Sebesar 58.3% responden memilki
Hasil penelitian ini sejalan dengan pengetahuan yang tinggi mengenai
penelitian Riki yang menyatakan HIV, IMS dan Skrining IMS, 67.7%
bahwa responden yang tidak responden tidak memiliki perilaku
melakukan skrining lebih banyak pada seksual yang berisiko dan 80.2%
responden yang kurang mendapat responden tidak memiliki riwayat
dukungan dari pada responden yang IMS. Pada persepsi kerentanan
mendapat dukungan dari petugas tertular IMS, 50% memiliki persepsi
kesehatan, sehingga tidak ada yang tinggi dan 50% memiliki
hubungan antara dorongan dalam hal persepsi yang rendah, 57.3%
ini dorongan/dukungan dari petugas responden memiliki persepsi yang
kesehatan terhadap skrining IMS (p- tinggi terhadap keparahan IMS,
value 0.430). 68.7% responden memiliki persepsi
yang tinggi terhadap manfaat
melakukan skrining IMS. Sebesar
J. Penggunaan Kondom 56.3% responden memiliki persepsi
Berdasarkan hasil analisis bivariat, yang rendah terhadap hambatan
responden yang rutin dalam melakukan dalam melakukan skrining IMS dan
skrining IMS lebih banyak terdapat 57.3% responden memiliki
pada responden yang menggunakan dorongan untuk melakukan skrining
kondom ketika melakukan hubungan IMS. Sebesar 54.2% responden
seks, yaitu sebanyak (53.3%) menggunakan kondom saat
responden dibandingkan dengan melakukan hubungan seks dan
responden yang tidak menggunakan 53.1% responden sudah baik
kondom ketika melakukan hubungan dalam melakukan praktik skrining
seks (52.3%). IMS.
Hasil penelitian ini sejalan dengan 4. Variabel yang memiliki hubungan
penelitian yang dilakukan oleh Liana dengan praktik skrining IMS oleh
yang menyatakan bahwa WPS yang LSL di kota Semarang adalah
sudah sepakat dengan pelanggannya Perilaku Seksual berisiko (p=
untuk menggunakan kondom, tetap 0,030), riwayat IMS (p= 0,009) dan
rutin dalam melakukan skrining IMS persepsi terhadap manfaat
karena merupakan upaya untuk melakukan skrining IMS (p= 0,008).
memperkecil kemungkinan dirinya 5. Sedangkan variabel yang tidak
tertular IMS karena perilaku seksualnya berhubungan (p= 0,688),
yang berisiko. Sehingga penggunaan pendidikan responden (p= 0.427),
kondom tidak memiliki hubungan pekerjaan responden (p= 0.976),
dengan kepatuhan WPS dalam status perkawinan responden (p=
melakukan skrining IMS (p-value 0.700), pengetahuan responden
0.630). mengenai HIV, IMS serta Skrining

492
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

IMS (p= 0.602), persepsi terhadap pasif agar dapat memantau


kerentanan akan tertular HIV (p= perkembangan tiap anggota
0.840), persepsi terhadap 3. Bagi LSL di SGC
keparahan IMS (p=0.467), persepsi a. Meningkatkan usaha
terhadap hambatan dalam pencegahan terhadap IMS
mengakses layanan skrining IMS dengan menggunakan kondom
(p= 0,780), alasan responden dan pelicin setiap kali
dalam melakukan skrining (p= berhubungan seks dan tidak
0.467) dan penggunaan kondom berganti-ganti pasangan seks
oleh responden (p= 0.879). b. Mematuhi jadwal dalam
pelaksanaan skrining IMS rutin
SARAN yang diadakan oleh SGC
1. Bagi Dinas Kesehatan Kota 4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Semarang Bagian Promosi dan a. Agar meneliti lebih dalam
Pemberdayaan Kesehatan tentang LSL yang terinfeksi IMS
a. Mengadakan pendataan dan alasan LSL dalam
terhadap komunitas-komunitas melakukan atau tidak
risiko tinggi seperti SGC dan melakukan skrining IMS.
komunitas yang lain supaya
dapat memonitoring
perkembangan jumlah LSL DAFTAR PUSTAKA
yang terjaring oleh komunitas
dan LSL yang terinfeksi IMS 1. Komisi Penanggulangan AIDS
b. Melakukan pembinaan kepada Provinsi Jateng. Kondisi HIV
komunitas-komunitas risiko dan AIDS di Jawa Tengah 1993
tinggi mengenai HIV, IMS,
sampai dengan 31 Desember
ataupun Kesehatan Reproduksi
sebagai salah satu upaya 2015
untuk mencegah peningkatan 2. Kementrian Kesehatan Republik
angka IMS maupun HIV AIDS Indonesia. Estimasi Populasi
pada kelompok risiko tinggi Dewasa Rawan Terinfeksi HIV
2. Bagi Ketua Semarang Gaya 2011. Jakarta: Kemenkes RI,
Community (SGC) 2012.Yayasan IGAMA. Kamu
a. Membuat peraturan yang tegas
Gay Berperilaku Berisiko?
mengenai kewajiban skrining
IMS rutin dengan pemberian Segera VCT. Yayasan IGAMA,
reward dan punishment Jakarta, 2013
b. Rutin mengadakan kegiatan 3. Lestari, S., Raharjo, M.S .
yang berhubungan dengan Faktor-faktor yang
pemberian informasi kesehatan Mempengaruhi Rendahnya
tentang HIV, AIDS dan IMS Minat LSL di Kota Surakarta
yang meliputi informasi tentang
untuk Melakukn Tes HIV Secara
pentingnya pemeriksaan
skrining serta praktik-praktik Sukarela (VCT). Universitas
pencegahan IMS melalui media Sebelas Maret, Surakarta, 2012
komunikasi, konseling, maupun 4. Khotimah, Khusnul. 2011.
penyuluhan berkala Determinan Perilaku
c. Meningkatkan kualitas Pencegahan IMS dan HIV/AIDS
pelayanan pemeriksaan skrining
pada Wanita Pekerja
dan pengobatan awal untuk
anggotanya Seks(WPS) di Lokalisasi
d. Mengadakan pendataan rutin Gempol Porong Kabupaten
terhadap anggota aktif, dan Banyuwangi. Skripsi. Jember :
penjangkauan pada anggota FKM Universitas Jember

493
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

5. Depkes RI. Analisis Dengan Perilaku Seksual Waria


Kecenderungan Perilaku di Kabupaten Jember. Skripsi:
Berisiko Terhadap HIV di FKM Universitas Jember
Indonesia. Jakarta : Laporan 12. Kristina, P. Perilaku Tes HIV
Survei Terpadu Biologis dan Pada Laki-Laki yang
Perilaku. 2011 Berhubungan Seks Dengan
6. Mubarokah, Kismi. 2006. Teknik Laki-Laki (LSL) Di Provinsi Bali.
negosiasi WPS (Wanita Pekerja Tesis. , Universitas Diponegoro,
Seks) dalam mengajak klien Semarang , 2015
memakai kondom: Studi 13. Evelyn, Martina. Hubungan
kualitatif upaya pencegahan Antara Persepsi Tentang Seks
HIV/AIDS di Lokalisasi Sunan dan Perilaku Seksual Remaja di
Kuning, Semarang. Skripsi. SMA Negeri 3 Medan.
Semarang: FKM UNDIP (Online).Vol.2, No.2. 2012
7. Triastuti, Akyuning. 2004. 14. Liana, Lily. 2007. Hubungan
Beberapa Faktor Yang Persepsi Pelayanan Klinik,
Berhubungan Dengan Upaya Pencegahan,
Pemanfaatan Pelayanan Pengobatan Sendiri, Riwayat
Skrining Infeksi Menular IMS Dengan Kepatuhan
Seksual (IMS) Oleh Wanita Pemeriksaan Skrining IMS pada
Pekerja Seks (WPS) Wanita Pekerja Seksual (Studi
Resosialisasi Argorejo Di Klinik di Resosilaisasi Argorejo
Griya Asa PKBI Kota Semarang. Semarang Tahun 2007). Skripsi.
Skripsi: FKM UNDIP Semarang: FKM UNDIP
8. Triastuti, Akyuning. 2004.
Beberapa Faktor Yang
Berhubungan Dengan
Pemanfaatan Pelayanan
Skrining Infeksi Menular
Seksual (IMS) Oleh Wanita
Pekerja Seks (WPS)
Resosialisasi Argorejo Di Klinik
Griya Asa PKBI Kota Semarang.
Skripsi: FKM UNDIP
9. Susmiati, dkk. Perilaku Wanita
Pekerja Seksual (WPS) Dalam
Melakukan Skrining Infeksi
Menular Seksual (IMS) di
Lokalisasi Tegal Panas
Kabupaten Semarang.(Online).
Vol 3, No.1. 2015
10. Nurcholis. 2013. Analisis Faktor
yang Berhubungan dengan
Praktik WPS Dalam Upaya
Pencegahan HIV/AIDS. Skripsi :
FKM USU
11. Nikmah, Faizatun. 2010. Faktor-
Faktor yang Berhubungan

494
JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 5, Nomor 3, Juli 2017 (ISSN: 2356-3346)
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm

495

Das könnte Ihnen auch gefallen