Sie sind auf Seite 1von 23

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Ulkus peptikum adalah luka yang muncul pada dinding labung akibat
kerkikisnya lapisan dinding lambung. Luka ini juga berpotesi muncul pada
dinding bagian pertama usus kecil (duodenum) serta kerongkongan
(esofagus). Tukak lambung dapat menyebabkan rasa nyeri pada lambung atau
bahkan perdarahan dalam kasus yang parah. Penakit ini dapat menyerang
semua orang pada segala umur. Meski begitu, pria diusia di atas 60 tahun
memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalaminya. Tukak lambung
sendiri dapat diobati hingga tuntas jika penyebab utam dapat diketahui.
Ulkus peptikum putusnya kontinuitas mukosa lambung yang meluas
sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak meluas sampai ke
bawah epitel disebut sebagai erosi, walaupun sering dianggap sebagai ´ulkus´
(misalnya ulkus karena stres). Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak
pada setiap bagian saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu
esofagus, lambung, duodenum, dan setelah gastroenterostomi, juga
jejenum.(Sylvia A. Price, 2006).
Ulkus peptikum atau tukak peptic adalah ulkus yang terjadi pada
mukosa, submukosa dan kadang-kadang sampai lapisan muskularis dari
traktus gastrointestinalis yang selalu berhubungan dengan asam lambung yang
cukup mengandung HCL. Termasuk ini ialah ulkus (tukak) yang terdapat
pada bagian bawah dari oesofagus, lambung dan duodenum bagian atas (first
portion of the duodeum). Mungkin juga dijumpai tukak di yeyenum, yaitu
penderita yang mengalami gastroyeyenostomy. (Sujono Hadi, 1999: 204).
Ulkus duodenalis, merupakan jenis ulkus peptikum yang paling banyak
ditemukan, terjadi pada duodenum (usus dua belas jari), yaitu beberapa
sentimeter pertama dari usus halus, tepat dibawah lambung. Ulkus
gastrikum lebih jarang ditemukan, biasanya terjadi di sepanjang lengkung atas
lambung.
Jika sebagian dari lambung telah diangkat, bisa terjadi ulkus
marginalis, pada daerah dimana lambung yang tersisa telah disambungkan ke
usus.Ulkus peptikum adalah suatu penyakit dengan adanya lubang yang
terbentuk pada dinding mukosa lambung, pilorus, duodenum atau esophagus.

B. Etiologi
Bakteri gram negatif H. Pylori telah sangat diyakini sebagai factor
penyebab. Diketahui bahwa ulkus peptik terjadi hanya pada area saluran GI
yang terpajan pada asam hidrochlorida dan pepsin. Faktor predisposisinya
menurut beberapa pendapat mengatakan stress atau marah yang tidak
diekspresikan adalah factor predisposisi. Ulkus nampak terjadi pada orang
yang cenderung emosional, tetapi apakah ini factor pemberat kondisi, masih
tidak pasti. Kecenderungan keluarga yang juga tampak sebagai factor
predisposisi signifikan. Hubungan herediter selanjutnya ditemukan pada
individu dengan golongan darah lebih rentan daripada individu dengan
golongan darah A, B, atau AB. Factor predisposisi lain yang juga
dihubungkan dengan ulkus peptikum mencakup penggunaan kronis obat
antiinflamasi non steroid(NSAID). Minum alkohol dan merokok berlebihan.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa ulkus lambung dapat dihubungkan
dengan infeksi bakteri dengan agens seperti H. Pylori. Adanya bakteri ini
meningkat sesuai dengan usia. Ulkus karena jumlah hormon gastrin yang
berlebihan, yang diproduksi oleh tumor(gastrinomas- sindrom zolinger-
ellison)jarang terjadi. Ulkus stress dapat terjadi pada pasien yang terpajan
kondisi penuh stress. (Bruner and Suddart, 2001)
Penyebab umum dari ulserasi peptikum adalah ketidakseimbangan antara
selresi cairan lambung dan derajat perlindungan yang diberikan sawar mukosa
gastroduodenal dan netralisasi asam lambung oleh cairan deudenum. (Arif
Mutaqqin,2011)
Penyebab khususnya diantaranya :
1. Infeksi bakteri H. pylori
Dalam lima tahun terakhir, ditemukan paling sedikit 75% pasien
ulkus peptikim menderita infeksi kronis pada bagian akhir mukosa
lambung, dan bagian mukosa duodenum oleh bakteri H. pylori. Sekali
pasien terinfeksi, maka infeksi dapat berlangsung seumur hidup kecuali
bila kuman diberantas dengan pengobatan antibacterial. Lebih lanjut lagi,
bakteri mampu melakukan penetrasi sawar mukosa, baik dengan
kemampuan fisiknya sendiri untuk menembus sawar maupun dengan
melepaskan enzim – enzim pencernaan yang mencairkan sawar.
Akibatnya, cairan asam kuat pencernaan yang disekresi oleh lambung
dapat berpenetrasi ke dalam jaringan epithelium dan mencernakan epitel,
bahkan juga jaringan – jaringan di sekitarnya. Keadaai ini menuju kepada
kondisi ulkus peptikum (Sibernagl, 2007).
2. Peningkatan sekresi asam
Pada kebanyakan pasien yang menderita ulkus peptikum di bagian
awal duodenum, jumlah sekresi asam lambungnya lebih besar dari normal,
bahkan sering dua kali lipat dari normal. Walaupun setengah dari
peningkatan asam ini mungkin disebabkan oleh infeksi bakteri, percobaan
pada hewan ditambah bukti adanya perangsangan berlebihan sekresi asam
lambung oleh saraf pada manusia yang menderita ulkus peptikum
mengarah kepada sekresi cairan lambung yang berlebihan (Guyton, 1996).
Predisposisi peningkatan sekresi asam diantaranya adalah factor psikogenik
seperti pada saat mengalami depresi atau kecemasan dan merokok.
3. Konsumsi obat-obatan
Obat-obat seperti OAINS/obat anti-inflamasi nonsteroid seperti
indometasin, ibuprofen, asam salisilat mempunyai efek penghambatan
siklo-oksigenase sehingga menghambat sintesis prostaglandin dari asam
arakhidonat secara sistemik termasuk pada epitel lambung dan duodenum.
Pada sisi lain, hal ini juga menurunkan sekresi HCO3- sehingga
memperlemah perlindungan mukosa (Sibernagl, 2007). Efek lain dari obat
ini adalah merusak mukosa local melalui difusi non-ionik ke dalam sel
mukosa. Obat ini juga berdampak terhadap agregasi trombosit sehingga
akan meningkatkan bahaya perdarahan ulkus (Kee, 1995).
4. Stres fisik
Stres fisik yang disebabkan oleh syok, luka bakar, sepsis, trauma,
pembedahan, gagal napas, gagal ginjal, dan kerusakan susunan saraf pusat
(Lewis, 2000). Bila kondisi stress fisik ini berlanjut, maka kerusakan epitel
akan meluas dan kondisi ulkus peptikum menjadi lebh parah.
5. Refluks usus lambung
Refluks usus lambung dengan materi garam empedu dan enzim
pancreas yang berlimpah dan memenuhi permukaan mukosa dapat menjadi
predisposisi kerusakan epitel mukosa.
C. PATWAYS

Penggunaan NSAID yg lama, alkohol,merokok


berlebihan k

Asam dalam lumen + empedu

Penghancuran epitel sawar

Asam kembali berdifusi ke mukosa

Penghancuran sel
mukosa,iritasi mukosa

Peningkatan Peningkatan
Peningkatan asam
pepsinogen menjadi histamin
pepsin

Nyeri
Perangsangan kolinergik

Perubahan 1. Peningkatan vasodilatasi


nutrisi 2. Permiabilitas terhadap protein
3. Plasma bocor ke interstisium
4. Edema
Fungsi sawar menurun 5. Plasma bocor ke lumen lambung

Tindakan tdk
Penghancuran kapiler dan vena kecil adekuat
Kerusakan
jaringan
Tukak
Luka,laserasi

Cemas

Kurang pengetahuan
Perdarahan
D. Patofisiologi
Getah lambung murni mampu mencernakan semua jaringan hidup. Dua
faktor yang melindungi lambung dari autodigesti adalah mukus lambung dan sawar
epitel.
Menurut teori dua-komponen sawar mukus dari Hollander, lapisan mukus
lambung yang tebal dan liat merupakan garis depan pertahanan terhadap autodigesti.
Lapisan tersebut memberikan perlindungan terhadap trauma mekanis dan kimia. Obat
antiradang (NSAID), termasuk aspirin, menyebabkan perubahan kualitatif mukus
lambung yang dapat mempermudah degradasi mukus oleh pepsin. Prostaglandin
terdapat dalam jumlah yang berlebihan dalam mukus gastrik dan berperan penting
dalam pertahanan mukosa lambung.
Sebenarnya sifat dari sawar ini tidak diketahui, namun agaknya melibatkan
peran lapisan mukus, lumen sel epitel toraks, dan persambungan pada apeks dari sel-
sel ini. Dalam keadaan normal, sawar mukosa ini memungkinkan sedikit difusi balik
H+ dari lumen kedalam darah, walaupun terdapat selisih konsentrasi yang besar (pH
asam lambung 1 vesus pH darah 7,4).
Aspirin, alkohol, garam empedu, dan zat-zat lain yang merusak mukosa
lambung mengubah permeabilitas sawar epitel, memungkinkan difusi balik asam
klorida dengan akibat kerusakan jaringan, khususnya pembuluh darah. Histamin
dikeluarkan, merangsang sekresi asam dan pepsin lebih lanjut dan meningkatkan
permeabilitas kapiler terhadap protein. Mukosa menjadi edema, dan sejumlah besar
plasma dapat hilang. Mukosa kapiler dapat rusak mengakibatkan hemoragia
interstisial dan perdarahan. Sawar mukosa tidak dipengaruhi oleh penghambatan
vagus atau atropin, tetapi difusi balik dipengaruhi oleh gastrin.
Telah diketahui bahwa mukosa antrum lebih peka difusi balik dari fundus
sehingga tukak lambung sering terjadi pada daerah ini. Diduga kadar asam yang
rendah pada analisis lambung pada penderita tukak lambung adalah akibat
meningkatnya difusi balik, bukan karena berkurangnya produksi.
Daya tahan duodenum yang kuat terhadap tukak peptik diduga merupakan
fungsi kelenjar Brunner (terletak pada dinding usus). Kelenjar ini menghasilkan
sekret mukoid yang sangat alkali (pH 8) dan kental, untuk menetralkan kimus yang
asam. Penderita tukak duodenum sering mengalami sekresi asam berlebihan.
Mekanisme pertahanan mukosa normal menjadi terkalahkan. Faktor penurunan daya
tahan jaringan juga diimplikasikan baik pada tukak duodenum, walaupun lebih
penting pada tukak lambung. Selain sawar mukosa dan epitel, daya tahan jaringan
juga bergantung pada banyaknya suplai darah dan cepatnya regenerasi sel-sel epitel.
Kegagalan mekanisme ini juga memegang peranan dalam patogenesis tukak peptik.
Diduga bahwa obat-obatan tertentu seperti aspirin, alkohol, indometasin,
fenilbutazon, dan kortikosteroid mempunyai efek langsung terhadap mukosa
lambung dan menimbulkan tukak yang diakibatkan rusaknya salah satu sawar
pelindung lambung. Obat-obatan lain, seperti kafein, akan meningkatkan
pembentukan asam.
Teori psikosomatis mengemukakan bahwa konflik jiwa dan kecemasan yang
lama dapat meningkatkan sekresi lambung atau merusak mekanisme homeostasis
mukosa sebagai akibat perangsangan vagus.
Terdapat bukti yang cukup besar bahwa sanak keluarga pasien ulkus
lambung mempunyai peningkatan prevalensi tiga kali lipat untuk ulkus lambung
tetapi tidak untuk ulkus lambung. Demikian pula sanak keluarga pasien ulkus
duodenum mempunyai peningkatan tiga kali lipat untuk timbulnya ulkus duodenum
tetapi tidak untuk ulkus lambung.
Individu dengan golongan darah O, 35% lebih peka terhadap tukak
duodenum. Hal ini menunjukkan bahwa faktor genetik ikut memegang peranan.
Ulkus lambung secara bermakna lebih sering pada orang-orang dengan golongan
darah A.
Ada beberapa penyakit disertai dengan pembentukan tukak peptik, yaitu
sirosis hati akibat alkohol, pankreatitis kronik, penyakit paru kronik,
hiperparatiroidisme, dan sindrom Zollinger-Ellison.
Fungsi sfingter yang abnormal mengakibatkan refluks empedu dan dianggap
merupakan mekanisme patogenetik timbulnya tukak lambung. Empedu mengganggu
sawar mukosa lambung, menyebabkan gastritis dan peningkatan kepekaan terhadap
pembentukan tukak. Mukosa yang rusak akhirnya mengalami erosi dan dicernakan
oleh asam dan pepsin.
Belakangan ini bukti-bukti menunjukkan bahwa bakteri Helicobacter pylori
(dahulu disebut Campylobacter pylori), merupakan agen penyebab dari tukak peptik.
Kolonisasi bakteri ini ditemukan pada sejumlah besar penderita yang mengalami
tukak duodenum atau lambung, serta gastritis akut maupun kronik. Organisme ini
melekat pada epitel lambung dan merusak lapisan mukosa pelindung dan
meninggalkan daerah-daerah epitel yang rusak, (McGuigan, 1991; Rathbone, 1986).
Kebanyakan tukak peptik terjadi menghilir dari sumber sekresi asam. Lebih
dari 90% tukak duodenum terletak pada dinding anterior atau posterior bagian
pertama duodenum, 2 cm dari cincin pilorus. Walaupun tukak lambung dapat terjadi
disembarang tempat, namun 90% terletak sepanjang kurvatura minor dan daerah
kelenjar pilorus.
Tukak stres dibagi dalam dua kelompok berdasarkan kemungkinan
mekanismenya. Tukak cushing dihubungkan dengan cedera otak yang berat ditandai
oleh hiperasiditas yang nyata, yang mungkin diperantarai oleh perangsangan vagus
(cedera otak → stimulasi vagus → hiperasiditas → tukak peptik akut). Sebaliknya
tukak stres yang dihubungkan dengan stres syok, sepsis, luka bakar, dan obat-obatan
tidak ditandai oleh hipersekresi lambung. Penelitian Silen dan Skillman (1974)
mengarah pada gangguan fungsi sawar mukosa lambung, khususnya dengan adanya
iskemia akibat perfusi vaskular yang jelek.
Walaupun tukak duodenum hampir tidak pernah ganas, sekitar 7% tukak lambung
dapat berubah menjadi karsinoma lambung. Umumnya tukak ganas mempunyai
dasar tukak nekrotik dan tidak beraturan, sedangkan tukak jinak mempunyai dasar
yang halus, bersih dengan batas-batas yang jelas.
E. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau
beberapa bulan dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali, sering
tanpa penyebab yang dapat diidentifikasi. Banyak individu mengalami gejala
ulkus, dan 20-30% mengalami perforasi atau hemoragi yang tanpa adanya
manifestasi yang mendahului.
1. Nyeri : biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti
tertusuk atau sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung. Hal
ini diyakini bahwa nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan
duodenum meningkat menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf
yang terpajan. Teori lain menunjukkan bahwa kontak lesi dengan asam
merangsang mekanisme refleks local yang mamulai kontraksi otot halus
sekitarnya. Nyeri biasanya hilang dengan makan, karena makan
menetralisasi asam atau dengan menggunakan alkali, namun bila lambung
telah kosong atau alkali tidak digunakan nyeri kembali timbul. Nyeri
tekan lokal yang tajam dapat dihilangkan dengan memberikan tekanan
lembut pada epigastrium atau sedikit di sebelah kanan garis tengah.
Beberapa gejala menurun dengan memberikan tekanan local pada
epigastrium.
2. Pirosis (nyeri uluhati) : beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar
pada esophagus dan lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang disertai
eruktasi asam. Eruktasi atau sendawa umum terjadi bila lambung pasien
kosong.
3. Muntah : meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi, muntah
dapat menjadi gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan dengan
pembentukan jaringan parut atau pembengkakan akut dari membran
mukosa yang mengalami inflamasi di sekitarnya pada ulkus akut. Muntah
dapat terjadi atau tanpa didahului oleh mual, biasanya setelah nyeri berat
yang dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam lambung.
4. Konstipasi dan perdarahan : konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus,
kemungkinan sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat juga
datang dengan perdarahan gastrointestinal sebagian kecil pasien yang
mengalami akibat ulkus akut sebelumnya tidak mengalami keluhan, tetapi
mereka menunjukkan gejala setelahnya. (Bruner and Suddart, 2001)

F. Penatalaksanaan dan Pencegahan


Sasaran penatalaksanaan ulkus peptikum adalah untuk mengatasi
keasaman lambung. Beberapa metode digunakan untuk mengontrol keasaman
lambung termasuk perubahan gaya hidup, obat-obatan, dan intervensi
pembedahan.
Penurunan Stres dan Istirahat. Pasien memerlukan bantuan dalam
mengidentifikasi situasi yang penuh stres atau melelahkan. Gaya hidup terburu-
buru dan jadwa tidak teratur dapat memperberat gejala dan mempengaruhi
keteraturan pola makan dan pemberian obat dalam lingkungan yang rileks. Selain
itu dalam upaya mengurangi stres, pasien juga mendapat keuntungan dari periode
istirahat teratur selama sehari, sedikitnya selama fase akut penyakit.
Penghentian Merokok. Penelitian telah menunjukkan bahwa merokok
menurunkan sekresi bikarbonat dari pancreas ke dalam duodenum. Akibatnya,
keasaman duodenum lebih tinggi bila seseorang merokok. Penelitian
menunjukkan bahwa merokok terus menerus dapat menghabat secara bermakna
perbaikan ulkus. Oleh karena itu, pasien sangat dianjurkan untuk berhenti
merokok.
Modifikasi Diet. Tujuan diet untuk pasien ulkus peptikum adalah untuk
menghindari sekresi asam yang berlebihan dan hipermotilitas saluran GI. Hal ini
dapat diminimalkan dengan menghindari suhu ekstrem dan stimulasi
berlebihan makan ekstrak, alkohol, dan kopi. Selain itu, upaya dibuat untuk
menetralisasi asam dengan makan tiga kali sehari makanan biasa.
Obat-obatan. Saat ini, obat-obatan yang paling sering digunakan dalam
pengobatan ulkus mencakup antagonis reseptor histamin (antagonis reseptor H₂),
yang menurunkan sekresi asam lambung; inhibitor pompa proton, yang juga
menurunkan sekresi asam; agen sitoprotektif, yang melindungi sel mukosa dari
asam; antasida, antikolinergis, yang menghambat sekresi asam atau kombinasi
antibiotik dengan garam bismut untuk menekan bakteri H. pylori.
Intervensi Bedah. Pembedahan biasanya dianjurkan untuk pasien dengan
ulkus yang tidak sembuh (yang gagal sembuh setelah 12 sampai 16 minggu
pengobatan medis), hemoragi yang mengancam hidup, perforasi, atau obstruksi.
Prosedur pembedahan mencakup vagotomi, vagotomi dengan piloroplasti, atau
Biilroth I atau II.
Pencegahan :
1. Primer
Pola hidup sehat dan istirahat yang cukup, menghindari stres berlebihan
2. Sekunder
a. Penurunan stres dan istirahat
b. Berhenti merokok
c. Modifikasi diet
d. Obat-obatan antagonis reseptor histamin untuk menurunkan sekresi
asam dalam lambung; inhibitor pompa proton, agen sitoprotektif, yang
melindungi sel mukosa dari asam atau NSAID; antasida;
antikolinergis, yang menghambat sekresi asam; kombinasi
antibiotikdengan garam bismut yang menekan bakteri H. Pylori.

3. Tersier
Pasien dianjurkan untuk mematuhi program medikasi untuk menjamin
penyembuhan ulkus dengan sempurna.
G. Pemeriksaan Penunjang
Nyeri lambung yang khas merupakan petunjuk adanya ulkus.
Diperlukan beberapa pemeriksaan untuk memperkuat diagnosis karena kanker
lambung juga bisa menyebabkan gejala yang sama.
1. Endoskopi adalah suatu prosedur dimana sebuah selang lentur dimasukkan
melalui mulut dan bisa melihat langsung ke dalam lambung. Pada
pemeriksaan endoskopi, bisa diambil contoh jaringan untuk
keperluan biopsy.
Keuntungan dari endoskopi:
a. Lebih dapat dipercaya untuk menemukan adanya ulkus dalam
duodenum dan dinding belakang lambung dibandingkan dengan
pemeriksaan rontgen.
b. Lebih bisa diandalkan pada penderita yang telah menjalani pembedahan
lambung.
c. Bisa digunakan untuk menghentikan perdarahan karena ulkus.
2. Rontgen dengan kontras barium dari lambung dan duodenum (juga
disebut barium swallow atau seri saluran pencernaan atas) dilakukan jika
ulkus tidak dapat ditemukan dengan endoskopi.
Analisa lambung merupakan suatu prosedur dimana cairan lambung
dihisap secara langsung dari lambung dan duodenum sehingga jumlah
asam bisa diukur.
Prosedur ini dilakukan hanya jika ulkusnya berat atau berulang atau
sebelum dilakukannya pembedahan.
Pemeriksaan darah tidak dapat menentukan adanya ulkus, tetapi hitung jenis
darah bisa menentukan adanya anemia akibat perdarahan ulkus. Pemerisaan
darah lainnya bisa menemukan adanya Helicobacter pylori.
H. Komplikasi
1. Kadang-kadang suatu ulkus menembus seluruh lapisan mukosa sehingga
terjadi perforasi usus, karena isi usus tidak steril, hal ini dapat
menyebabkan infeksi rongga abdomen. Nyeri pada perforasi sangat hebat
dan menyebar. Nyeri ini tidak hilang dengan makan atau antasida.
2. Obstruksi lumen saluran GI dapat terjadi akibat episode cidera,
peradangan dan pembentukan jaringan perut yang berulang-ulang.
Obstruksi paling sering terjadi di saluran sempit antara lambung dan usus
halus ada di pylorus (Sfingter di lokasi ini).
3. Dapat terjadi perdarahan apabila ulkus menyebabkan erosi suatu arteri
atau vena di usus. Hal ini dapat menyebabkan hematemesis (muntah
darah) atau melena (keluarnya darah saluran GI atas melalui tinja).
Apabila perdarahannya hebat dan mendadak, maka dapat timbul gejala-
gejala syok. Apabila perdarahannya lambat dan samar maka dapat terjadi
anemia hipokronik mikrosisik.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
GANGGUAN GASTROINTESTINAL (ULKUS PEPTIKUM)

I. PENGKAJIAN
1. Wawancara
a. Identitas Klien
Nama : Tn. A
Umur : 65 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Bugis
Status perkawinan : Kawin
Pendidikan Terakhir : SMU
Pekerjaan : Purnawirawan ABRI
Alamat : Jl. Bunaken No. 40 A Makassar
Tanggal masuk RS : 12 Maret 2004
Golongan darah : O
Ruangan : Mawar IA
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn .S
Umur : 30 tahun
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Pendidikan Terakhir : S1 (Ekomomi)
Hubungan dengan klien: anak kandung
Alamat : Jl. Bunaken No. 40 A Makassar
2. Riwayat Kesehatan Saat Ini
a. Keluhan utama
Pasien merasa sakit/nyeri pada ulu hati, merasa tidak enak dan kurang berselera
terhadap makanan, perasaan selalu kenyang dan kadang disertai dengan muntah.
b. Alasan masuk rumah sakit
Sejak tadi sore pasien merasa tidak enak, merasa mual dan nyeri yang dirasakan
semakin lama semakin tidak dapat ditahan dan semakin sering timbul sehingga pasien
dan keluarganya memutuskan untuk masuk rumah sakit.
c. Riwayat penyakit
Pasien sudah mengalami nyeri pada ulu hati sejak 2 tahun yang lalu dan pernah
dirawat di rumah sakit Labuang Baji pada tahun 2003. Keluhan yang paling sering
dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada ulu hati. Hal ini dapat timbul secara terputus-
putus, biasanya 2 sampai dengan 3 jam setelah makan atau pada waktu lambung
kosong dan meredah setelah menelan obat atau makanan. Pasien juga mengatakan
bahwa nyeri dapat berkurang pada saat pasien beristirahat yang cukup atau rileks dan
kontrol ke rumah sakit kira-kira satu bulan terakhir pasien tidak lagi kontrol ke rumah
sakit sebab tidak ada lagi gejala yang timbul. Biasanya obat yang dikonsumsi adalah
antasida dan beberapa obat lainnya.
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Sejak kecil klien tidak pernah mengalami penyakit akut maupun kronis, namun
kadang-kadang pasien tersebut kadang-kadang flu, demam dan batuk-batuk ringan.
Klien tersebut pernah dirawat dengan penyakit gastritis sebanyak 1 kali dan pernah
juga dirawat dengan Ulkus peptikum sebanyak dua kali di rumah sakit Labuang Baji.
Selama menderita penyakit tersebut, Tn. A rajin kontrol setiap bulannya ke rumah
sakit. Riwayat penyakit gastritis sudah dialami sejak berumur 45 tahun, namun masih
dapat ditahan sampai umur 50 tahun. Dan pada akhirnya klien tersebut mengalami
Ulkus peptikum. Klien tidak pernah dioperasi dan tidak mengalami alergi terhadap
makanan atau obat tertentu.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan bahwa di dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit
tersebut (Ulkus peptikum).
5. Riwayat Psikososial Keluarga
Pola koping
Klien dapat menerima keadaan penyakitnya sebagai suatu yang wajar terjadi di usia
tua.
Harapan klien tentang penyakitnya:
Klien berharap penyakitnya sembuh dan tidak dapat kambuh lagi dan jangan sampai
dirawat lagi di rumah sakit.
Faktor stressor
Merasa bosan dan diam terus di rumah
Konsep diri
Klien tidak merasa rendah diri karena penyakitnya dianggap wajar terjadi pada usia
tua.
Pengetahuan klien
Tentang penyakitnya: klien mengatakan bahwa penyakitnya merupakan hal yang
biasa terjadi pada usia tua.
Hubungan dengan anggota keluarganya
Baik, anak-anak klien sering berkunjung ke rumah klien.
Hubungan dengan masyarakat
Klien di lingkungannya bergabung dengan masyarakat lainnya.
Aktivitas sosial
Klien mau mengikuti kegiatan sosial di masyarakat sesuai dengan kemampuannya
Kegiatan keagamaan
Klien rajin shalat dan mengikuti pengajian
Keyakinan tentang kesehatan
Klien mengatakan bahwa menjaga kesehatan itu merupakan hal yang paling penting.
6. Kebutuhan Dasar
Pola makan
Sebelum sakit klien makan 3 x sehari dengan porsi tiap kali makan 1 piring berupa
nasi, sayur, kadang-kadang ada buah. Makanan yang spesifik tidak ada dan selera
makan biasa. Setelah masuk RS klien diberi makan 3 x/hari, selera makan terganggu.
Pola minum
Sebelum masuk RS pasien dapat minum 8 – 9 gelas/hari dibarengi dengan minuman
kesukaan klien (kopi) setiap pagi.
Pola eliminasi BAK
Klien buang air kecil lancar dengan frekuensi 4 – 5 x/hari, tidak ada kelainan saat
klien miksi dan tidak ada keluhan lain.
Pola eliminasi BAB
Klien buang air besar 1 x/hari dengan konsistensi lunak, kadang-kadang encer dan
berwarna kuning.
Pola tidur
Sebelum masuk RS klien tidur malam sekitar jam 6 – 8 jam, klien juga mengatakan
tidur siang pada pukul 13.00 – 14.00. Setelah masuk RS istirahat sedikit terganggu
karena adanya nyeri dan suasana RS tetapi tidak terlalu mengganggu terhadap
penyakitnya.
Aktivitas sehari-hari
Klien mengatakan bahwa ia tidak bekerja/sudah pension, tetapi kadang-kadang
melakukan aktivitas sehari-hari di rumah dengan membersihkan halaman rumah.
7. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Kelemahan diakibatkan oleh adanya nyeri ulu hati sebelum masuk RS BB klien 56 kg
dan setelah di rawat BB 54 kg. Klien tidak merasa tidak betah di RS bila tidak ada
aktivitas dan vital sign TD: 130/90 mmHg, HR 100 x/menit, RR 24 x/menit,
temperaturnya/suhu: 37 ºC.
Kulit
Kulit sudah mulai keriput, kering, tidak ada lagi atau benjolan, sianosis (-) dan edema
(-).
Kepala
Simetris tegak lurus dengan garis tengah tubuh, tidak ada luka, rambut beruban.
Mata
Ikterus (-), refleks cahaya (+), tanda anemis (-)
Hidung
Bentuk simetris, fungsi penciuman baik, polip (-) tidak ditemukan darah/cairan keluar
dari hidung.
Mulut dan tenggorokan
Bibir agak kering, sianosis (-), fungsi pengecapan baik, tonsil tidak infeksi, jumlah
gigi sudah tidak lengkap.
Leher
Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, leher dapat digerakkan dengan bebas.
Dada
Bentuk dan gerakan dada tetap baik/simetris.
Sistem pernafasan
Tidak ada sesak, pernafasan teratur dengan frekuensi 26 x/menit, suara pernafasan
normal pada auskultasi.
Sistem kardiovaskuler
Tekanan darah selama ini teratur, frekuensi jantung normal tidak ada tanda-tanda
kelainan.
Sistem gastrointestinal
- Inspeksi: bentuk abdomen datar, umbilicus tidak menonjol, tidak ada benjolan.
- Auskultasi: peristaltic usus meningkat, bunyi peristaltic bising usus.
- Palpasi: tidak dijumpai adanya massa, nyeri area epigastik, hepar dan lien tidak
teraba.
- Perkusi; suara timpani.
Sistem musculoskeletal
Nyeri sendi kadang-kadang dialami klien bila cuaca terlalu dingin, kelemahan otot
(+), kekakuan otot dan sendi (-), tonus otot sedang, atropi otot (-), edema (-).
Sistem neurologi
Kesadaran komfos mentis, kehilangan memori (-), komunikasi lancar dan jelas,
orientasi terhadap orang baik.
Sistem endokrin
Belum pernah dideteksi adanya penyakit akibat gangguan sistem endokrin.
8. Pemeriksaan Penunjang
Penonjolan besar berbentuk nodular pada kurvatura minor lambung melalui
pemeriksaan radiogram dengan barium.

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Klasifikasi Data
Data Subjektif:
- Nyeri pada ulu hati
- Lemah
- Selera makan menurun
Data Objektif
- Meringis
- Nadi 100 x/menit
- RR 24 x/menit
- BB menurun 2 kg dari 56 kg menjadi 54 kg
- Mual/muntah
- Porsi makanan tidak dihabiskan
- Turgor kulit buruk
- Skala nyeri 7 – 10 (berat)
- TD 120/90 mmHg
- penyakit kronik
2. Analisa Data
Data Penyebab/Etiologi Masalah
DS: Agent cedara biologis nyeri
- Lemah
- Nyeri ulu hati
DO:
- Meringis
- Nadi 100 x/menit
- RR 24 x/menit
- Skala nyeri 7
DS: Ketidak mampuan makan Nutrisi kurang
- Nafsu makan menurun dari kebutuhan
DO: tubuh
- BB menurun 2 kg dari
56 kg menjadi 54 kg
- Mual/muntah
- Turgor kulit buruk
- Porsi makanan tidak
dihabiskan
DS: Peyakit kronik Resiko infeksi
- Nyeri ulu hati
- Lemah
Selera makan menurun
DO:
Penyakit kronik (ulkus
peptikus)
Turgor kulit buruk
3. Diagnose dan intervensi keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN/NOC INTERVENSI /NIC


1 Nyeri akut b/d Tingkat nyeri Manajemen nyeri
Agent cedera Setelah dilakuakn asuhan - Dorong pasien untuk
bilogis keperawatan selama ….jam memonitor nyeri dab
diharapkan malsah teratasi menangani nyerinya
dengan kriteria hasil: dengan tepat.
- Ekspresi awajah dari - Ajarkan pasian tehnik
slaka 1 (berat) nafas dalam .
menjadi skala - Dorong istirahat/tidur
5(tidak ada) yang adekuat untuk
- Kehilangan nafsu membantu penurunan
makan tidak ada dari nyeri.
skla 1 (berat) - Berikan pasian obat
menjadi 5(tidak ada) penurun nyeri
- Nyeri yang (analgesik) sesuai resep.
dilaporkan tidak ada - Libatkan keluarga dalam
dari skala 1 (berat) modalitas penurun nyeri
menjadi 5 (tidak ,jika memungkinkan.
ada) - Monitor kepuasan pasien
terhadap manajemen
nyeri dalam interval
spesifik.
- Beri tahu dokter jika
tindakan tidak
berhasil/jika keluhan
pasien saat ini berubah
signifikan dari pengalam
nyeri sebelumnya.
2 Ketidakseimbangan Status nutrisi Manajemen nutrisi
nutrisi, kurang dari Setelah dilakuakn asuhan - Monitor kalori dan
kebutuhan b/d keperawatan selama ….jam asupan makanan .
ketidak mampuan diharapkan malsah teratasi - Monitor kecenderungan
makan dengan kriteria hasil: terjadinya penurunan
- Asupan gizi berat badan .
meningkat dari skala - Menciptakan lingkungan
1(sangat yang optimal pada saat
menyimpang dari mengkonsumsi
rentang normal) makanan.
menjadi skala 5 ( - Pastikan makanan di
tidak menyimpang sajikan dengan cara yang
dari rentang menarik pada suhu yang
normal). paling cocok untuk
- Asupan makan konsumsi cara optimal.
meningkat dari skala - Anjurkan keluarga untuk
1 (sangat membawa makanan
menyimpang dari favorit pasien sementara
rentang normal) pasien berada di rumah
menjadi skala 5 ( sakit
tidak menyimpang - Instruksikan pasien
dari rentang mengenai kebutkan
normal). nutrisi.
- Aspan cairan - Tentukan status gizi
meningkat dari skala pasien dan kemampuan
1 (sangat untuk memenuhi
menyimpang dari kebutuhan pasien.
rentang normal) - Kolaborasi bersama ahli
menjadi skala 5 ( gizi mengenai makanan
tidak menyimpang yag dibutuhkan pasien.
dari rentang
normal).
- Rasio makan
meningkat dari dari
skala 1 (sangat
menyimpang dari
rentang normal)
menjadi skala 5 (
tidak menyimpang
dari rentang
normal).
-
3 Resiko infeksi Keparahan infeksi Kontrol infeksi
disertai penyakit Setelah dilakuakn asuhan - Bersihkan lingkungnan
kronik keperawatan selama ….jam dengan baik seelah
diharapkan malsah teratasi digunakan utuk setiap
dengan kriteria hasil: pasien.
- Kemerahan - Dorong batuk dan
berkurang dari skla bernafas dalam yang
1 (berat) menjadi tepat.
5(tidak ada) - Tingkatkan intake nutrisi
- Nyeri berkurang yang tepat .
dari skla 1 (berat) - Dorong untuk
menjadi 5(tidak ada) beristirahat.
- Kehilangan nafsu - Berikan terapi antibiotik
makan berkurang yang sesuai.
tidak ada dari skla 1 - Ajarkan pasien dan
(berat) menjadi angggota keluarga
5(tidak ada) mengenai bagaimana
menghindari infeksi.
-

Das könnte Ihnen auch gefallen