Sie sind auf Seite 1von 95

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ALERGI MAKANAN

Published February 8, 2010 by rastiti

1. A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. 1. Pengertian/Definisi

 Alergi makanan adalah respon abnormal tubuh terhadap suatu makanan yang dicetuskan
oleh reaksi spesifik pada sistem imun dengan gejala yang spesifik pula
 Alergi makanan adalah kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem tubuh
yang ditimbulkan oleh alergi terhadap bahan makanan.
 Dalam beberapa kepustakaan alergi makanan dipakai untuk menyatakan suatu reaksi
terhadap makanan yang dasarnya adalah reaksi hipersensitifitas tipe I dan hipersensitifitas
terhadap makanan yang dasaranya adalah reaksi hipersensitifitas tipe III dan IV.

1. 2. Epidemiologi

Alergi makanan bisa menyerang siapa saja dengan kadar yang berbeda beda. Pada saat seseorang
menyantap makanan kemudian timbul perasaan tidak enak pada tubuhnya maka mereka akan
beranggapan bahwa mereka alergi terhadap makanan tersebut. Fakta membuktikan, tidak semua
anggapan tersebut benar. Hanya 1% pada orang dewasa dan 3% pada anak anak yang terbukti
jika mereka memang benar benar alergi terhadap makanan tertentu.

Alergi makanan umumnya terjadi pada anak-anak. Sekitar 1-2% bayi alergi terhadap susu sapi,
sekitar 8% anak menunjukkan reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan, dan 2% orang
dewasa juga menderita alergi makananPerkiraan insidensi alergi makanan yang diantara IgE dan
merupakan hipersensitivitas tipe I berkisar dari 0,1% hingga 7,0% populasi.

1. 3. Etiologi

Faktor yang berperan dalam alergi makanan kami bagi menjadi 2 yaitu :

a. Faktor Internal

 Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam lambung, enzym-
enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi imunologis (misalnya : IgA sekretorik)
memudahkan penetrasi alergen makanan. Imaturitas juga mengurangi kemampuan usus
mentoleransi makanan tertentu.
 Genetik berperan dalam alergi makanan. Sensitisasi alergen dini mulai janin sampai masa
bayi dan sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan norma kehidupan setempat.
 .Mukosa dinding saluran cerna belum matang yang menyebabkan penyerapan alergen
bertambah.

b. Fakor Eksternal
 Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih, stress) atau
beban latihan (lari, olah raga).

 Contoh makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut prevalensinya

Ikan 15,4 % Apel 4,7 %


Telur 12,7 % Kentang 2,6 %
Susu 12,2 % Coklat 2,1 %
Kacang 5,3 % Babi 1,5 %
Gandum 4,7 % Sapi 3,1 %

 Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat menimbulkan reaksi
alergi.

1. 4. Patofisiologi

Saat pertama kali masuknya alergen (ex. telur ) ke dalam tubuh seseorang yang mengkonsumsi
makanan tetapi dia belum pernah terkena alergi. Namun ketika untuk kedua kalinya orang
tersebut mengkonsumsi makanan yang sama barulah tampak gejala – gejala timbulnya alergi
pada kulit orang tersebut.Setelah tanda – tanda itu muncul maka antigen akan mengenali alergen
yang masuk yang akan memicu aktifnya sel T ,dimana sel T tersebut yang akan merangsang sel
B untuk mengaktifkan antibodi ( Ig E ). Proses ini mengakibatkan melekatnya antibodi pada sel
mast yang dikeluarkan oleh basofil. Apabila seseorang mengalami paparan untuk kedua kalinya
oleh alergen yang sama maka akan terjadi 2 hal yaitu,:

1. Ketika mulai terjadinya produksi sitokin oleh sel T. Sitokin memberikan efek terhadap
berbagai sel terutama dalam menarik sel – sel radang misalnya netrofil dan eosinofil,
sehingga menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan panas.
2. 2. Alergen tersebut akan langsung mengaktifkan antibodi ( Ig E ) yang merangsang sel
mast kemudian melepaskan histamin dalam jumlah yang banyak , kemudian histamin
tersebut beredar di dalam tubuh melalui pembuluh darah. Saat mereka mencapai kulit,
alergen akan menyebabkan terjadinya gatal,prutitus,angioderma,urtikaria,kemerahan
pada kulit dan dermatitis. Pada saat mereka mencapai paru paru, alergen dapat
mencetuskan terjadinya asma. Gejala alergi yang paling ditakutkan dikenal dengan nama
anafilaktik syok. Gejala ini ditandai dengan tekanan darah yang menurun, kesadaran
menurun, dan bila tidak ditangani segera dapat menyebabkan kematian

5.Klasifikasi

 Hipersensitivitas anafilaktif ( tipe 1 )

Keadaan ini merupakan hipersensitivitas anafilaktif seketika dengan reaksi yang di mulai dalam
tempo beberapa menit sesudah kontak dengan antigen.

 Hipersensitivitas sitotoksik ( tipe 2 )


Hipersensitivitas sitotoksik terjadikalau sistem kekebalan secara keliru mengenali konsituen
tubuh yang normal sebagai benda asing.

 Hipersensitivitas kompleks imun ( tipe 3 )

kompleks imun terbentuk ketika antigen terikat dengan antibodi dan dibersihkan dari dalam
sirkulasi darah lewat kerja fagositik.

 Hipersensitivitas Tipe lambat (tipe 4 )

Reaksi ini yang juga dikenal sebagai hipersensitivitas seluler, terjadi 24 hingga 72 jam sesudah
kontak dengan alergen

6.Gejala Klinis

Adapun Gejala klinisnya :

v Pada saluran pernafasan : asma

v Pada saluran cerna: mual,muntah,diare,nyeri perut

v Pada kulit: urtikaria. angioderma,dermatitis,pruritus,gatal,demam,gatal

v Pada mulut: rasa gatal dan pembengkakan bibir

7.Pemeriksaan Fisik

Inspeksi : apakah ada kemerahan, bentol-bentol dan terdapat gejala adanya


urtikaria,angioderma,pruritus dan pembengkakan pada bibir

Palpasi : ada nyeri tekan pada kemerahan

Perkusi : mengetahui apakah diperut terdapat udara atau cairan

Auskultasi : mendengarkan suara napas, bunyi jantung, bunyi usus( karena pada oarng yang
menderita alergi bunyi usunya cencerung lebih meningkat)

8.Pemeriksaan Penunjang

 Uji kulit : sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti
tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan
seperti susu, telur, kacang, ikan).
 Darah tepi : bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit
5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.
 IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun.
Kadar IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah atopi,
atau mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi imun seluler.
 Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.
 Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.
 Biopsi usus : sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food chalenge
didapatkan inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit intraepitelial dan IgM.
IgE ( dengan mikroskop imunofluoresen ).
 Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.
 Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti

9.Diagnostik

- Gangguan saluran cerna dengan diare dan atau mual muntah, misalnya : stenosis pilorik,
Hirschsprung, defisiensi enzim, galaktosemia, keganasan dengan obstruksi, cystic fibrosis, peptic
disease dan sebagainya.

- Reaksi karena kontaminan dan bahan-bahan aditif, misalnya : bahan pewarna dan
pengawet, sodium metabisulfite, monosodium glutamate, nitrit, tartrazine, toksin, fungi
(aflatoxin), fish related (scombroid, ciguatera), bakteri (Salmonella, Escherichia coli, Shigella),
virus (rotavirus, enterovirus), parasit (Giardia, Akis simplex), logam berat, pestisida, kafein,
glycosidal alkaloid solanine, histamin (pada ikan), serotonin (pisang, tomat), triptamin (tomat),
tiramin (keju) dan sebagainya.

- Reaksi psikologi

10.Therapy/Pengobatan

Ada beberapa regimen diet yang bisa digunakan :

1. ”ELIMINATION DIET”: beberapa makanan harus dihindari yaitu Buah, Susu, Telur,
Ikan dan Kacang, di Surabaya terkenal dengan singkatan BSTIK. Merupakan makanan-
makanan yang banyak ditemukan sebagai penyebab gejala alergi, jadi makanan-makanan
dengan indeks alergenisitas yang tinggi. Indeks ini mungkin lain untuk wilayah yang lain,
sebagai contoh dengan DBPFC mendapatkan telur, kacang tanah, susu sapi, ikan, kedelai,
gandum, ayam, babi, sapi dan kentang, sedangkan Bischop mendapatkan susu, telur,
kedelai dan kacang.

2. ”MINIMAL DIET 1” (Modified Rowe’s diet 1): terdiri dari beberapa makanan dengan indeks
alergenisitas yang rendah. Berbeda dengan ”elimination diet”, regimen ini terdiri dari beberapa
bahan makanan yang diperbolehkan yaitu : air, beras, daging sapi, kelapa, kedelai, bayam,
wortel, bawang, gula, garam dan susu formula kedelai. Bahan makanan lain tidak diperbolehkan.

3. ”MINIMAL DIET 2” (Modified Rowe’s Diet 2): Terdiri dari makanan-makanan dengan
indeks alergenisitas rendah yang lain yang diperbolehkan, misalnya : air, kentang, daging
kambing, kacang merah, buncis, kobis, bawang, formula hidrolisat kasein, bahan makanan yang
lain tidak diperkenankan.

4. ”EGG and FISH FREE DIET”: diet ini menyingkirkan telur termasuk makanan-makanan
yang dibuat dari telur dan semua ikan. Biasanya diberikan pada penderita-penderita dengan
keluhan dengan keluhan utama urtikaria, angionerotik udem dan eksema.

5. ”HIS OWN’S DIET”: menyingkirkan makanan-makanan yang dikemukakan sendiri oleh


penderitanya sebagai penyebab gejala alergi.

Diet dilakukan selama 3 minggu, setelah itu dilakukan provokasi dengan 1 bahan makanan setiap
minggu. Makanan yang menimbulkan gejala alergi pada provokasi ini dicatat. Disebut alergen
kalau pada 3 kali provokasi menimbulkan gejala alergi. Waktunya tidak perlu berturut-turut. Jika
dengan salah satu regimen diet tidak ada perbaikan padahal sudah dilakukan dengan benar, maka
diberikan regimen yang lain. Sebelum memulai regimen yang baru, penderita diberi ”carnaval”
selama seminggu, artinya selama 1 minggu itu semua makanan boleh dimakan (pesta).
Maksudnya adalah memberi hadiah setelah 3 minggu diet dengan baik, dengan demikian ada
semangat untuk menjalani diet berikunya. Selanjutnya diet yang berikutnya juga dilakukan
selama 3 minggu sebelum dilakukan provokasi.

Bila diet tidak bisa dilaksanakan maka harus diberi farmakoterapi dengan obat-obatan seperti
yang tersebut di bawah ini :

1. i. Kromolin, Nedokromil.

Dipakai terutama pada penderita dengan gejala asma dan rinitis alergika. Kromolin umumnya
efektif pada alergi makanan dengan gejala Dermatitis Atopi yang disebabkan alergi makanan.
Dosis kromolin untuk penderita asma berupa larutan 1% solution (20 mg/2mL) 2-4 kali/hari
untuk nebulisasi atau berupa inhalasi dengan metered-dose inhaler 1,6 mg (800 µg/inhalasi) 2-4
kali/hari. Untuk rinitis alergik digunakan obat semprot 3-4 kali/hari yang mangandung kromolin
5.2 mg/semprot. Untuk konjungtivitis diberikan tetes mata 4% 4-6 x 1 tetes
mata/hari.Nedokromil untuk nebulisasi tak ada. Yang ada berupa inhalasi dengan metered-dose
inhaler dan dosis untuk asma adalah 3,5 mg (1,75 mg/inhalasi) 2-4 kali/hari. Untuk
konjungtivitis diberikan tetes mata nedokromil 2% 4-6 x 1-2 tetes mata/hari.

1. ii. Glukokortikoid.

Digunakan terutama bila ada gejala asma. Steroid oral pada asma akut digunakan pada yang
gejala dan PEF nya makin hari makin memburuk, PEF yang kurang dari 60%, gangguan asma
malam dan menetap pada pagi hari, lebih dari 4 kali perhari, dan memerlukan nebulizer serta
bronkodilator parenteral darurat. menggunaan bronkodilator. Steroid oral yang dipakai adalah :
metil prednisolon, prednisolon dan prednison. Prednison diberikan sebagai dosis awal adalah 1-
2 mg/kg/hari dosis tunggal pagi hari sampai keadaan stabil kira-kira 4 hari kemudian diturunkan
sampai 0,5 mg/kg/hari, dibagi 3-4 kali/hari dalam 4-10 hari. Steroid parenteral digunakan untuk
penderita alergi makanan dengan gejala status asmatikus, preparat yang digunakan adalah metil
prednisolon atau hidrokortison dengan dosis 4-10 mg/kg/dosis tiap 4-6 jam sampai kegawatan
dilewati disusul rumatan prednison oral. Steroid hirupan digunakan bila ada gejala asma dan
rinitis alergika.

1. iii. Beta adrenergic agonist

Digunakan untuk relaksasi otot polos bronkus. Epinefrin subkutan bisa diberikan dengan dosis
0,01 mg/kg/dosis maksimum 0,3 mg/dosis.

1. iv. Metil Xantin

Digunakan sebagai bronkodilator. Obat yang sering digunakan adalah aminofilin dan teofilin,
dengan dosis awal 3-6/kg/dosis, lanjutan 2,5 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam.

1. v. Simpatomimetika

Simpatomimetika terdiri atas :

Efedrin : 0,5 – 1,0 mg/kg/dosis, 3 kali/24 jam

Orciprenalin : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam

Terbutalin : 0,075 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam

Salbutamol : 0,1 – 0,15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam

11. Prognosis

Alergi makanan biasanya akan membaik pada usia tertentu. Setelah usia 2 tahun biasanya
imaturitas saluran cerna akan membaik. Sehingga setelah usia tersebut gangguan saluran cerna
karena alergi makanan juga akan ikut berkurang. Bila gangguan saluran cerna akan membaik
maka biasanya gangguan perilaku yang terjadipun akan berkurang. Selanjutnya pada usia di atas
5 atau 7 tahun alergi makananpun akan berkurang secara bertahap. Perbaikan gejala alergi
makanan dengan bertambahnya usia inilah yang menggambarkan bahwa gejala Autismepun
biasanya akan tampak mulai membaik sejak periode usia tersebut. Meskipun alergi makanan
tertentu biasanya akan menetap sampai dewasa, seperti udang, kepiting atau kacang tanah.

1. B. ASUHAN KEPERAWATAN

I.PENGKAJIAN

1. 1. Pengkajian
2. 1. ( Data subjektif dan Data Objektif)
1. A. Data dasar, meliputi :

 Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber informasi)
 Identitas Penanggung (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama, suku
bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan pasien)

1. B. Riwayat Keperawatan, meliputi :

 Riwayat Kesehatan Sekarang

Mengkaji data subjektif yaitu data yang didapatkan dari klien, meliputi:

ü Alasan masuk rumah sakit:

Pasien mengeluh nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan pada


kulit,mual muntah,dan terasa gatal

ü Keluhan utama

1. Pasien mengeluh sesak nafas


2. Pasien mengeluh bibirnya bengkak
3. Pasien mengaku tidak ada nafsu makan, mual dan muntah
4. Pasien mengeluh nyeri di bagian perut
5. Pasien mengeluh gatal-gatal dan timbul kemerahan di sekujur tubuhnya.
6. Pasien mengeluh diare
7. Pasien mengeluh demam

ü Kronologis keluhan

Pasien mengeluh nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan pada


kulit,mual muntah,dan terasa gatal tertahankan lagi sehingga pasien dibawa ke rumah sakit.

 Riwayat Kesehatan Masa Lalu

Mengkaji apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit yang sama atau yang berhubungan
dengan penyakit yang saat ini diderita. Misalnya, sebelumnya pasien mengatakan pernah
mengalami nyeri perut,sesak nafas, demam,bibirnya bengkak,tibul kemerahan pada kulit,mual
muntah,dan terasa gatal dan pernah menjalani perawatan di RS atau pengobatan tertentu.

 Riwayat Kesehatan Keluarga

Mengkaji apakah dalam keluarga pasien ada/tidak yang mengalami penyakit yang sama.

 Riwayat Psikososial dan Spiritual

Mengkaji orang terdekat dengan pasien, interaksi dalam keluarga, dampak penyakit pasien
terhadap keluarga, masalah yang mempengaruhi pasien, mekanisme koping terhadap stres,
persepsi pasien terhadap penyakitnya, tugas perkembangan menurut usia saat ini, dan sistem nilai
kepercayaan.
¶ Dikaji berdasarkan 14 kebutuhan dasar menurut Virginia Handerson, yaitu :

1. Bernafas

Dikaji apakah pasien mengalami gangguan pernafasan, sesak, atau batuk, serta ukur respirasi
rate.

1. Makan

Dikaji apakah klien menghabiskan porsi makan yang telah disediakan RS, apakah pasien
mengalami mual atau muntah ataupun kedua-duanya.

1. Minum

Dikaji kebiasaan minum pasien sebelum dan saat berada di RS, apakah ada perubahan (lebih
banyak minum atau lebih sedikit dari biasanya).

1. Eliminasi (BAB / BAK)

Dikaji pola buang air kecil dan buang air besar.

1. Gerak dan aktifitas

Dikaji apakah pasien mengalami gangguan/keluhan dalam melakukan aktivitasnya saat


menderita suatu penyakit (dalam hal ini adalah setelah didiagnosa mengalami alergi) atau saat
menjalani perawatan di RS.

1. Rasa Nyaman

Dikaji kondisi pasien yang berhubungan dengan gejala-gejala penyakitnya, misalnya pasien
merasa nyeri di perut bagian kanan atas (dikaji dengan PQRST : faktor penyebabnya,
kualitas/kuantitasnya, lokasi, lamanya dan skala nyeri)

1. Kebersihan Diri

Dikaji kebersihan pasien saat dirawat di RS

1. Rasa Aman

Dikaji apakah pasien merasa cemas akan setiap tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya,
dan apakah pasien merasa lebih aman saat ditemani keluarganya selama di RS.

1. Sosial dan komunikasi

Dikaji bagaimana interaksi pasien terhadap keluarga, petugas RS dan lingkungan sekitar
(termasuk terhadap pasien lainnya).
1. Pengetahuan

Dikaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya yang diderita saat ini dan terapi yang
akan diberikan untuk kesembuhannya.

1. Rekreasi

Dikaji apakah pasien memiliki hobi ataupun kegiatan lain yang ia senangi.

1. Spiritual

Dikaji bagaimana pendapat pasien tentang penyakitnya, apakah pasien menerima penyakitnya
adalah karena murni oleh penyakit medis ataupun sebaliknya.

v Pemeriksaan fisik

¶ Pemeriksaan fisik

 Keadaan umum

- Tingkat kesadaran CCS

 Tanda-tanda vital
 Keadaan fisik
o Kepala dan leher
o Dada
o Payudara dan ketiak
o Abdomen
o Genitalia
o Integument
o Ekstremitas
o Pemeriksaan neurologist

v Pemeriksaan Penunjang

v Uji kulit : sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti tungau,
kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan seperti susu, telur,
kacang, ikan).

v Darah tepi : bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit 5000/ml
disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.

v IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun. Kadar
IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah atopi, atau
mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi imun seluler.
v Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.

v Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.

v Biopsi usus : sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food chalenge didapatkan
inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit intraepitelial dan IgM. IgE ( dengan
mikroskop imunofluoresen ).

v Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.

Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti

v Analisa Data

 Data Subjektif
o Sesak nafas
o Mual, muntah
o Meringis, gelisah
o Terdapat nyeri pada bagian perut
o Gatal – gatal
o Batuk

v Data objektif

 Penggunaan O2
 Adanya kemerahan pada kulit
 Terlihat pucat
 Pembengkakan pada bibir
 Demam ( suhu tubuh diatas 37,50C)

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

v Adapun diagnose keperawatan yang dapat kami ambil:

1..Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan terpajan allergen

2.Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

3.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal,intrademal sekunder

4.Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih

5.Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi ( allergen,ex: makanan)

III.RENCANA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan terpajan allergen

Tujuan : setelah diberikan askep selama ….x15 menit. diharapkan pasien menunjukkan pola
nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman rentang normal.

Kriteria hasil :

 Frekuensi pernapasan pasien normal (16-20 kali per menit)


 Pasien tidak merasa sesak lagi
 Pasien tidak tampak memakai alat bantu pernapasan
 Tidak terdapat tanda-tanda sianosis

Intervensi :

1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan ekspansi paru. Catat upaya pernapasan,
termasuk pengguanaan otot bantu/ pelebaran masal.

R/ : kecepatan biasanya meningkat. Dispenea dan terjadi peningakatan kerja napas. Kedalaman
pernapasan berpariasi tergantung derajat gagal napas. Ekspansi dada terbatas yang berhubungan
dengan atelektasis atau nyeri dada pleuritik.

1. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya bunyi napas adventisius seperti krekels, mengi,
gesekan pleura.

R/ : bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder terhadap pendarahan,
bekuan/ kolaps jalan napas kecil (atelektasis). Ronci dan mengi menyertai obstruksi jalan napas/
kegagalan pernapasan.

1. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun dari tempat tidur
dan ambulansi sesegera mungkin.

R/ : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernapasan. Pengubahan


posisi dan ambulansi meningkatkan pengisian udara segmen paru berbeda sehingga
memperbaiki difusi gas.

1. Observasi pola batuk dan karakter secret.

R/ : kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering atau iritasi. Sputum berdarah dapat
diakibatkan oleh kerusakan jaringan atau antikoagulan berlebihan.

1. Berikan oksigen tambahan

R/ : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas

1. Berikan humidifikasi tambahan, mis: nebulizer ultrasonic


R/ : memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran secret untuk
memudahkan pembersihan.

2.Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

Tujuan : setelah diberikan askep selama ….x.24 jam diharapkan suhu tubuh pasien menurun

Kriteria hasil :

 Suhu tubuh pasien kembali normal ( 36,5 oC -37,5 oC)


 Bibir pasien tidak bengkak lagi

Intervensi :

1. Pantau suhu pasien ( derajat dan pola )

R/ : Suhu 38,9-41,1C menunjukkan proses penyakit infeksius akut.

1. Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi

R/: Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan mendekati normal

1. Berikan kompres mandi hangat; hindari penggunaan alcohol

R/: Dapat membantu mengurangi demam

3.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infalamasi dermal,intrademal sekunder

Tujuan : setelah diberikan askep selama ….x24 jam diharapkan pasien tidak akan mengalami
kerusakan integritas kulit lebih parah

Kriteria hasil :

 Tidak terdapat kemerahan,bentol-bentol dan odema


 Tidak terdapat tanda-tanda urtikaria,pruritus dan angioderma
 Kerusakan integritas kulit berkurang

Intervensi :

1. Lihat kulit, adanya edema, area sirkulasinya terganggu atau pigmentasi

R/: Kulit berisiko karena gangguan sirkulasi perifer

1. Hindari obat intramaskular


R/: Edema interstisial dan gangguan sirkulasi memperlambat absorpsi obat dan predisposisi
untuk kerusakan kulit

4.Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih

Tujuan : setelah diberikan askep selama ….x24 jam diharapkan kekurangan volume cairan pada
pasien dapat teratasi.

Kriteria hasil :

 Pasien tidak mengalami diare lagi


 Pasien tidak mengalami mual dan muntah
 Tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi
 Turgor kulit kembali normal

Intervensi :

1. Ukur dan pantau TTV, contoh peningakatan suhu/ demam memanjang, takikardia,
hipotensi ortostatik.

R/ : peningkatan suhu atau memanjangnya demam meningkatkan laju metabolic dan kehilangan
cairan melalui evaporasi. TD ortostatik berubah dan peningkatan takikardia menunjukkan
kekurangan cairan sistemik.

1. Kaji turgor kulit, kelembaban membrane mukosa (bibir, lidah).

R/ : indicator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membrane mukosa mulut


mungkin kering karena napas mulut dan oksigen.

1. Monitor intake dan output cairan

R/ : mengetahui keseimbangan cairan

4. Beri obat sesuai indikasi misalnya antipiretik, antiemetic.

R/ : berguna menurunkan kehilangan cairan

1. Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan

R/ : pada adanya penurunan masukan/ banyak kehilangan, penggunaan parenteral dapat


memperbaiki atau mencegah kekurangan.

5.Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi ( alergen,ex: makanan)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x 24 jam diharapkan nyeri pasien
teratasi
kriteria hasil :

- Pasien menyatakan dan menunjukkan nyerinya hilang

- Wajah tidak meringis

- Skala nyeri 0

- Hasil pengukuran TTV dalam batas normal, TTV normal yaitu :

 Tekanan darah : 140-90/90-60 mmHg


 Nadi : 60-100 kali/menit
 Pernapasan : 16-20 kali/menit
 Suhu : Oral (36,1-37,50C)

Rektal (36,7-38,10C)

Axilla (35,5-36,40C)

Intervensi :

1.Ukur TTV

R/ : untuk mengetahui kondisi umum pasien

2.Kaji tingkat nyeri (PQRST)

R/ : Untuk mengetahui faktor pencetus nyeri

3.Berikan posisi yang nyaman sesuai dengan kebutuhan

R/ : memberikan rasa nyaman kepada pasien

4.Ciptakan suasana yang tenang

R/ : membantu pasien lebih relaks

5.Bantu pasien melakukan teknik relaksasi

R/ : membantu dalam penurunan persepsi/respon nyeri. Memberikan kontrol situasi


meningkatkan perilaku positif.

6.Observasi gejala-gejala yang berhubungan, seperti dyspnea, mual muntah, palpitasi, keinginan
berkemih.

R/ : tanda-tanda tersebut menunjukkan gejala nyeri yang dialami pasien.


7..Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik

R/ : Analgesik dapat meredakan nyeri yang dirasakan oleh pasien.

IV.EVALUASI

Diagnosa Evaluasi
1 S : pasien mengeluh tidak sesak lagi

O : pasien bernafas normal (16-24 x/menit),tidak terdapat tanda-


tanda sianosis,pasien tidak mengalami gangguan pola nafas,pasien
tidak tampak menggunakan alat bantu pernapasan.

A : tujuan tercapai

P : Pertahankan kondisi pasien


2 S:Pasien mengatakan tidak demam lagi

O: Suhu tubuh pasien kembali normal ( 36,5 oC -37,5 oC),bibir pasien


tidak tampak bengkak lagi.

A:Tujuan tercapai

P:Pertahankan kondisi pasien


3 S : Pasien mengatakan kulitnya sudah tidak merah-merah lagi

O : kerusakan integritas kulit pada pasien berkurang,tanda-tanda


angioderma,pruritus dan urtikaria sudah mulai berkurang,kulit pasien
tidak terdapat kemerahan.

A: tujuan tercapai sebagian

P: lanjutkan intervensi ( no 1 dan 2)


4 S : pasien mengatakan tidak merasa mual,muntah dan mencret lagi

O: intake & output pasien seimbang,TTV dalam batas normal(TD :


120/80-140/90,Suhu aksila: 36,5 oC -37,5 oC,Frekuensi pernapasan :
16-24 x / menit,Nadi: 60-100x/menit),tidak terdapat tanda-tanda
sianosis,turgor kulit kembali normal.

A : tujuan tercapai

P : Pertahankan kondisi pasien


5 S : pasien mengatakan nyerinya sudah berkurang
O: wajah pasien tampak tenang dan tidak meringis

A : tujuan tercapai

P : Pertahankan kondisi pasien

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 3, Jakarta:EGC..

Carpenito LD.1995.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik. Jakarta: EGC.


ALERGI MAKANAN PADA ANAK

MENGGANGGU OTAK DAN PERILAKU ANAK

Widodo Judarwanto

Children Allergy Center, Rumah Sakit Bunda Jakarta

1. Pendahuluan

Upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia harus dilakukan sejak dini,
sistematis dan berkesinambungan. Optimalisasi tumbuh dan kembang Anak sejak dini
adalah menjadi prioritas utama, sehingga kita dapat mencegah atau mengetahui sejak
dini gangguan dan kelainan tumbuh kembang anak.

Beberapa laporan ilmiah baik di dalam negeri atau luar negeri menunjukkan bahwa
angka kejadian alergi terus meningkat tajam beberapa tahun terahkir. Tampaknya
alergi merupakan kasus yang mendominasi kunjungan penderita di klinik rawat jalan
Pelayanan Kesehatan Anak.

Alergi pada anak tidak sesederhana seperti yang pernah kita ketahui. Sebelumnya
kita sering mendengar dari dokter spesialis penyakit dalam, dokter anak, dokter
spesialis yang lain bahwa alergi itu gejala adalah batuk, pilek, sesak dan gatal. Padahal
alergi dapat menyerang semua organ tanpa terkecuali mulai dari ujung rambut sampai
ujung kaki dengan berbagai bahaya dan komplikasi yang mungkin bisa terjadi. Terahkir
terungkap bahwa alergi ternyata bisa mengganggu fungsi otak, sehingga sangat
mengganggu perkembangan anak Belakangan terungkap bahwa alergi menimbulkan
komplikasi yang cukup berbahaya, karena alergi dapat mengganggu semua organ atau
sistem tubuh kita termasuk gangguan fungsi otak. Karena gangguan fungsi otak itulah
maka timbul ganguan perkembangan dan perilaku pada anak seperti gangguan
konsentrasi, gangguan emosi, keterlambatan bicara, gangguan konsentrasi hingga
autism.

Autism dan berbagai spektrum gejalannya adalah gangguan perilaku anak yang
paling banyak diperhatikan dan kasusnya ada kecenderungan meningkat dalam waktu
terakhir ini. Autism diyakini beberapa peneliti sebagai kelainan anatomis pada otak
secara genetik. Terdapat beberapa hal yang dapat memicu timbulnya autism tersebut,
termasuk pengaruh makanan atau alergi makanan.

Resiko dan tanda alergi dapat diketahui sejak anak dilahirkan bahkan sejak dalam
kandunganpun kadang-kadang sudah dapat terdeteksi. Alergi itu dapat dicegah sejak
dini dan diharapkan dapat mengoptimalkan Pertumbuhan dan perkembangan Anak
secara optimal.

2. PROSES TERJADINYA ALERGI MENGGANGGU SISTEM SUSUNAN SARAF


PUSAT

Patofisiologi dan patogenesis( proses terjadinya penyakit) alergi mengganggu sistem


susunan saraf pusat khususnya fungsi otak masih belum banyak terungkap. Namun
ada beberapa kemungkinan mekanisme yang bisa menjelaskan, diantaranya adalah :

ALERGI MENGGANGGU ORGAN SASARAN

Alergi adalah suatu proses inflamasi yang tidak hanya berupa reaksi cepat dan lambat
tetapi juga merupakan proses inflamasi kronis yang kompleks dipengaruhi faktor
genetik, lingkungan dan pengontrol internal. Berbagai sel mast, basofil, eosinofil,
limfosit dan molekul seperti IgE, mediator sitokin, kemokin merupakan komponen yang
berperanan inflamasi.

Gejala klinis terjadi karena reaksi imunologik melalui pelepasan beberapa


mediator tersebut dapat mengganggu organ tertentu yang disebut organ sasaran.
Organ sasaran tersebut misalnya paru-paru maka manifestasi klinisnya adalah batuk
atau asma bronchial, bila sasarannya kulit akan terlihat sebagai urtikaria, bila organ
sasarannya saluran pencernaan maka gejalanya adalah diare dan sebagainya. Sistem
Susunan Saraf Pusat atau otak juga dapat sebagai organ sasaran, apalagi otak adalah
merupakan organ tubuh yang sensitif dan lemah. Sistem susunan saraf pusat adalah
merupakan pusat koordinasi tubuh dan fungsi luhur. Maka bisa dibayangkan kalau otak
terganggu maka banyak kemungkinan manifestasi klinik ditimbulkannya termasuk
gangguan perilaku pada anak. Apalagi pada alergi sering terjadi proses inflamasi kronis
yang kompleks.

TEORI ABDOMINAL BRAIN DAN ENTERIC NERVOUS SYSTEM

Pada alergi dapat menimbulkan gangguan pencernaan baik karena kerusakan dinding
saluran pencernan atau karena disfungsi sistem imun itu sendiri. Sedangkan gangguan
pencernaan itu sendiri ternyata dapat mempengaruhi system susunan saraf pusat
termasuk fungsi otak.
Teori gangguan pencernaan berkaitan dengan Sistem susunan saraf pusat saat ini
sedang menjadi perhatian utama kaum klinisi. Penelitian secara neuropatologis dan
imunoneurofisiologis banyak dilaporkan. Teori inilah juga yang menjelaskan tentang
salah satu mekanisme terjadinya gangguan perilaku seperti autism melalui Intestinal
Hypermeability atau dikenal dengan Leaky Gut Syndrome. Golan dan Strauss tahun
1986 melaporkan adanya Abdominal epilepsy, yaitu adanya gangguan pencernaan
yang dapat mengakibatkan epilepsi.

KETERKAITAN HORMONAL DENGAN ALERGI

Keterkaitan hormon dengan peristiwa alergi dilaporkan oleh banyak penelitian.


Sedangatan perubahan hormonal itu sendiri tentunya dapat mengakibatkan manifestasi
klinik tersendiri.

Lynch JS tahun 2001 mengemukakan bahwa pengaruh hormonal juga terjadi


pada penderita rhinitis alergika pada kehamilan. Sedangkan Landstra dkk tahun 2001
melaporkan terjadi perubahan penurunan secara bermakna hormone cortisol pada
penderita asma bronchial saat malam hari.

Penemuan bermakna dilaporkan Kretszh dan konitzky 1998, bahwa hormon


alergi mempengarugi beberapa manifestasi klinis sepereti endometriosis dan
premenstrual syndrome. Beberapa laporan lainnya menunjukkan keterkaitan alergi
dengan perubahan hormonal diantaranya adalah cortisol, metabolic, progesterone dan
adrenalin.

Pada penderita alergi didapatkan penurunan hormon kortisol, esterogen dan


metabolik. Penurunan hormone cortisol dapat menyebabkan allergy fatigue stresse,
sedangkan penurunan hormone metabolic dapat mengakibatkan perubahan berat
badan yang bermakna. Hormona lain uang menurun adalah hormone esterogen.

Alergi juga dikaitkan dengan peningkatan hormone adrenalin dan progesterone.


Peningkatan hormon adrenalin menimbulkan manifestasi klinis mood swing, dan
kecemasan. Sedangkan penongkatan hormone progesterone mengakibatkan gangguan
kulit, Pre menstrual Syndrome, Fatigue dan kerontokan rambut.
Gambar 1 . Beberapa Hormon yang berkaitan dengan alergi dan gejalanya
3. ALERGI, SISTEM SUSUNAN SARAF PUSAT DAN GANGGUAN
PERKEMBANGAN-

PERILAKU

Sistem susunan saraf pusat adalah bagian yang paling lemah dan sensitif dibandingkan
organ tubuh lainnya. Otak adalah merupakan pusat segala koordinasi sistem tubuh dan
fungsi luhur. Sedangkan alergi dengan berbagai akibat yang bisa mengganggu organ
sistem susunan saraf pusat dan disfungsi sistem imun itu sendiri tampaknya
menimbulkan banyak manifestasi klinik yang dapat mengganggu perkembangan dan
perilaku seorang anak.

Ada 2 hal yang berbeda antara hubungan gangguan alergi dan gangguan sistem
susunan saraf pusat. Perbedaan tersebut tergantung dari ada tidaknya kelainan organik
otak. Bila terdapat gangguan organik di otak seperti autism atau adanya fokus di otak
lainnya maka proses alergi hanyalah memperberat atau mencetuskan timbulnya gejala.
Bila tidak ada kelainan anatomis otak maka kemungkinan besar proses alergi sangat
berkaitan dengan kelainan tersebut. Biasanya bila organ otak tidak ada kelainan atau
penyakit lainnya maka pengaruh alergi pada otak biasanya prognosis baik dan
gejalanya tidak berat.

Namun bila didapatkan autism atau gangguan organik otak lainnya maka
prognosisnya lebih buruk. Namun bila gangguan tersebut diperberat oleh pencetus
alergi maka penatalaksanaan alergi dengan pengaturan diet dapat mengurangi
gejalanya.

Dampak Penyakit Alergi pada Fungsi Otak, diamati oleh G. Kay, Associate
Professor Neurology dan Psychology Georgetown University School of Medicine
Washington. Dampak penyakit alergi pada fungsi otak bermanifestasi sebagai
menurunnya kualitas hidup, menurunnya suasana kerja yang baik, dan menurunnya
efisiensi fungsi kognitif. Pasien dengan rinitis alergik dilaporkan mengalami penurunan
kualitas hidup yang sama dengan yang dialami pasien-pasien dengan asma atau
penyakit kronik serius lainnya. Penyakit alergi tidak saja mengganggu fungsi sosial dan
pekerjaan tetapi juga mengganggu aktivitas di waktu luang.

Beberapa studi empiris menunjukkan efek alergi terhadap fungsi kognitif dan mood.
Marshall dan Colon tahun 1989 membuktikan bahwa pada kelompok pasien dengan
rinitis alergi musiman mempunyai fungsi belajar verbal dan mood yang lebih buruk
dibandingkan dengan kelompok pasien tanpa serangan alergi. Pada dua penelitian
yang dilakukan oleh Vuurman, dkk dibuktikan bahwa kemampuan mengerjakan tugas
sekolah pada murid-murid penderita alergi lebih buruk dibandingkan kemampuan
murid-murid lain dengan usia dan IQ yang sesuai tetapi tidak memiliki bakat alergi (non-
atopik).

Beberapa peneliti lain menunjukkan adanya hubungan antara penyakit alergi


dengan gangguan kepribadian seperti sifat pemalu dan sifat agresif. Pada tes
kepribadian dapat terlihat bahwa pasien-pasien alergi lebih bersifat mengutamakan
tindakan fisik, lebih sulit menyesuaikan diri dalam lingkungan sosial, dan mempunyai
mekanisme defensif yang kurang baik. Jumlah serangan alergi yang dilaporkan oleh
pasien ternyata berhubungan dengan meningkatnya kecemasan, depresi, kesulitan
berkonsentrasi, dan kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial.

Alergi yang berkaitan dengan gangguan system susunan saraf pusat dapat
menimbulkan beberapa manifestasi klinik, diantara dapat mengganggu neuroanatomi
dan neuroanatomi fungsional.

A.GANGGUAN NEUROANATOMI

Alergi dengan berbagai mekanisme yang berkaitan dengan gangguan neuroanatomi


tubuh dapat menimbulkan beberapa manifestasi klinis seperti sakit kepala, migrain,
vertigo, kehilangan sesaat memori (lupa). Beberapa penelitian menunjukkan hal
tersebut, misalnya Krotzky tahun 1992 mengatakan migraine, vertigo dan sakit kepala
dapat disebabkan karena makanan alergi atau kimiawi lainnya.

Strel'bitskaia tahun 1974 mengemukakan bahwa pada penderita asma didapat


gangguan aktifitas listrik di otak, meskipun saat itu belum bisa dilaporkan kaitannya
dengan manifestasi klinik.

B.GANGGUAN NEURO ANATOMI FUNGSIONAL (GANGGUAN PERKEMBANGAN


DAN PERILAKU)

Reaksi alergi dengan berbagai manifestasi klinik ke sistem susunan saraf pusat dapat
mengganggu neuroanatomi fungsional, selanjutnya akan mengganggu perkembangan.

Yang dimaksud dengan gangguan perkembangan adalah gangguan fungsi psikomotor


yang mencakup fungsi mental dan fungsi motorik. Anggota gerak kita atau organ tulang
rangka kita dapat juga terkena gangguan perkembangan.
GANGGUAN MOTORIK BERLEBIHAN

Pada bayi baru lahir ditandai dengan gerakan kaki dan tangan yang berlebihan, tampak
bayi tidak mau diselimuti atau dibedong. Bila digendong sering minta turun atau sering
bergerak. Pada usia 4 hingga 6 bulan sudah berusaha untuk jalan, padahal
kemampuan berjalan normal pada usia 12 bulan. Kadang menghentakkan kepala ke
belakang-membentur benturkan kepala. Pada usia lebih besar tampak tidak mau diam,
bergerak terus tak tentu arah tujuannya. Disertai kebiasaan menjatuhkan badan secara
keras ke tempat tidur (smack down).

GANGGUAN KOORDINASI DAN KESEIMBANGAN

Gangguan koordinasi yang dapat diamati adalah biasanya anak tidak mengikuti atau
melewati fase perkembangan normal sesuai dengan usianya. Pola perkembangan
motorik yang terganggu biasanya adalah bolak-balik badan, duduk, merangkak, berdiri
atau berjalan. Beberapa anak kadang tidak mengikuti pola tersebut, misalnya anak
tidak mengalami duduk atau merangkak tapi langsung berjalan atau bias berdiri dahulu
baru duduk. Selain itu anak tidak mengikuti pola normal perkembangan motorik sesuai
usia, misalnya baru bias bolak-balik baru usia di atas 5 bulan atau duduk usia 11 bulan.

Pada usia lebih besar atau di atas 1 tahun, ditandai oleh aftifitas berjalan seperti
terburu-buru atau cepat sehingga kemampuan berjalan terlambat. Bila berjalan sering
jatuh, atau menabrak benda di sekitarnya. Kebiasaan lainnya adalah bila berjalan jinjit
atau bila duduk bersimpuh posisi kaki ke belakang seperti huruf W.

GANGGUAN TIDUR

Gangguan tidur banyak sekali penyebabnya, alergi pada anak tampaknya sebagai
salah satu penyebab yang paling sering. Tirosh tahun 1993 dalam penelitiannya
menyebutkan bahwa apada penderita asma dan alergi sering disertai oleh adanya
gangguan tidur berupa sering terjaga waktu tidur, lama tidur lebih pendek dan
gangguan tidur lainnya.

Gangguan tidur pada alergi bisa terjadi sejak bayi. Pada penelitian kami
menunjukkan bahwa bayi yang beresiko dan mempunyai gejala alergi sejak lahir sering
pada 3 bulan pertama mengalami kesulitan tidur terutama pada malam hari. Biasanya
bayi sering terbangun terutama tengah malam hingga menjelang pagi, kadang disertai
sering rewel dan menangis pada malam hari.Bila berat biasanya disertai dengan
keluhan kolik (menangis histeris yang tidak diketahui sebabnya). Pada usia yang lebih
besar biasanya ditandai dengan awal jam tidur yang larut malam, tidur sering gelisah
(bolak balik posisi badannya), kadang dalam keadaan tidur sering mengigau, menangis
dan berteriak. Posisi tidurpun sering berpindah dari ujung ke ujung lain tempat tidur.
Tengah malam sering terjaga tidurnya hingga pagi hari, tiba-tiba duduk kemudian tidur
lagi, posisi tidur sering tengkurap.

Pada anak usia sekolah, remaja dan dewasa biasanya ditandai dengan mimpi buruk
pada malam hari. Mimpi buruk yang tersering dialami adalah mimpi yang menyeramkan
seperti didatangi orang yang sudah meninggal atau bertemu binatang yang menakutkan
seperti ular.

Judarwanto W tahun 2002 mengemukakan bahwa dalam pengamatan pada 245


anak dengan gangguan pencernaan karena alergi, didapatkan 80% anak mengalami
gangguan tidur malam. Setelah dilakukan penatalaksanaan diet alergi, menunjukkan
90% penderita tersebut terdapat perbaikan gangguan tidurnya.

GANGGUAN KONSENTRASI

Anak mengalami gangguan pemusatan perhatian, sering bosan terhadap suatu


pekerjaan atau kegiatan kecuali jika menonton televise. Anak tampak tidak bisa duduk
lama di kursi. Di kelas tidak dapat tenang menerima pelajaran , sering mengobrol,
mengganggu teman dll, bila mendapat mendengar cerita tidak bisa mendengar atau
mengikuti dalam waktu lama. Yang menonjol meskipun tampak tidak memperhatikan
bila berkomunikasi tetapi anak dapat merespon komunikasi itu dengan baik dan cepat.

KETERLAMBATAN BICARA ATAU GANGGUAN BICARA

Salah satu manifestasi alergi pada anak adalah keterlambatan bicara.


Keterlambatan bicara bila disertai manifestasi alergi yang dominan pada anak maka
harus dievaluasi lebih jauh apakah ada keterkaitan antara 2 hal tersebut. Beberapa
penelitian menunjukkan adanya gangguan hemisfer dominan. Penyimpangan ini
biasanya merujuk ke otak kiri. Beberapa anak juga ditemukan penyimpangan belahan
otak kanan, korpus kalosum dan lintasan pendengaran yang berhubungan. Diduga
manifestasi alergi ikut berperanan memperberat gangguan yang sudah ada tersebut.

Gangguan bicara pada alergi biasanya membaik secara pesat setelah usia 2
tahun. Hal ini mungkin yang bisa menjelaskan akan keterkaitan gangguan pencernaan
pada alergi yang mengganggu fungsi otak. Dimana gangguan pencernaan pada
penderita alergi akan membaik pada usia 2 tahun juga.

Kemungkinan adanya kesulitan berbahasa harus difikirkan bila seorang anak


terlambat mencapai tahapan unit bahasa yang sesuai untuk umurnya. Unit bahasa
tersebut dapat berupa suara, kata, dan kalimat. Selanjutnya fungsi berbahasa diatur
pula oleh aturan tata bahasa, yaitu bagaimana suara membentuk kata, kata membentuk
kalimat yang benar dan seterusnya.

Keterlambatan bicara terjadi pada 3-15% anak, dan merupakan kelainan


perkembangan yang paling sering terjadi. Sebanyak 1% anak mengalami
keterlambatan bicara tetap tidak dapat bicara. Tiga puluh persen diantara anak yang
mengalami keterlambatan ringan akan sembuh sendiri, tetapi 70% diantaranya akan
mengalami kesulitan berbahasa, kurang pandai atau berbagai kesulitan belajar lainnya.
Biasanya keluhan ringan inilah yang berkaitan langsung dengan gangguan alergi

Manifestasi alergi yang timbul berulang dan terus menerus lebih dari 2 minggu,
dapat mempengaruhi gangguan bicara pada bayi tertentu di bawah 1 tahun.
Kemampuan bicara bisa di evaluasi sejak lahir. Kemampuan berbicara tersebut harus
diperhatikan cermat dengan mengamati secara teliti menghilang atau berkurangnya
bunyi-bunyian yang di mulut (babbling/ngoceh). Beberapa kata yang biasa diucapkan
seperti ba, da, ma, atau pa tiba-tiba menghilang pada usia tertentu. Setelah
manifestasi alergi diperbaiki dengan penatalaksanaan diet tampak kemampuan tersebut
membaik lagi. Hal ini menunjukkan secara jelas bahwa memang keterlambatan bicara
bisa dipengaruhi oleh gangguan alergi.

Gangguan bicara lainnya bisa terjadi adalah disleksia, echolalia (menirukan setiap
perkataan orang lain) dan stuttering (gagap).

AGRESIF

Tanda agresif pada bayi sudah bisa diamati pada kebiasaan menggigit dan menjilat
yang berlebihan. Pada bayi muda dilihat dari kebiasaan bayi memasukkan semua
tangan bahkan sampai memasukkan kaki ke mulut. Pada usia lebih dari 6 bulan sudah
tampak aktifitas menggigit yang berlebihan ditandai oleh gigitan pada tangan, pundak
atau mulut orang yang menggendong. Sedangkan kebiasaan menjilat yang berlebihan
ditandai dengan aktifitas menjilat pada semua barang yang dipegang, pada sprei dan
permukaan meja.

Kecenderungan lainnya adalah pada usia di atas 6 bulan mulai sering memukul
muka, kepala orang lain atau kepala sendiri. Kebiasaan lainnya adalah menjambak
rambut sendiri atau rambut orang lain. Bila usia lebih besar biasanya tidak hanya
memukul dengan tangan tetapi juga kebiasaan memukul dengan tongkat pada benda di
sekitarnya. Di atas usia 1 tahun selain memukul ditambah dengan kebiasaan mencakar
dan mencubit orang lain. Kadangkala juga tampak kebiasaan melempar mainan atau
benda yang dipegang secara berlebihan.

GANGGUAN EMOSI

Gangguan emosi sering terjadi pada anak alergi. Pada bayi sudah tampak bahwa bayi
kalau berteriak sangat keras, bila minta minum sering tidak sabaran. Pada anak yang
lebih besar tampak mudah marah, gampang berteriak, bila marah sering histeris,
melempar benda yang dipegang hingga temper tantrum, sering membentur kepala atau
memukul kepala.

HIPERKINESIA

Gangguan hiperkinesia yang terjadi adalah overaktif, sulit mengontrol tubuhnya untuk
diam, anak selalu bergerak dan tampak tidak tenang, sulit konsentrasi, hingga ADHD.
Meskipun diduga ADHD kemungkinan terjadi gangguan organic dari otak.

AUTISM DAN ALERGI

Autisma adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan
adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku,
komunikasi dan interaksi sosial.

Autism hingga saat ini masih belum jelas penyebabnya. Tetapi penelitian
biomolekular sudah dapat mengidentifikasi pola DNA penderita Autism, artinya
kemungkinan sudah ada bakat genetik pada kelainan ini. Tetapi beberapa penelitian
menunjukkan keluhan autism dipengaruhi dan diperberat oleh banyak hal, salah
satunya karena manifestasi alergi. Renzoni A dkk tahun 1995 melaporkan autism
berkaitan erat dengan alergi. Menage P tahun 1992 mengemukakan bahwa didapatkan
kaitan IgE dengan penderita Autism.

Hal ini dapat juga dibuktikan dalam beberapa penelitian yang menunjukkan adanya
perbaikan gejala pada anak autism yang menderita alergi, setelah dilakukan
penanganan elimnasi diet alergi. Beberapa laporan lain mengatakan bahwa gejala
autism semakin buruk bila manifestasi alergi itu timbul.

4. HUBUNGAN ALERGI DENGAN FUNGSI OTAK LAINNYA

Storfer dkk tahun 2001 dalam penelitiannya terhadap penderita 2.720 anak dengan
asma dan alergi lainnya, terdapat kecenderungan kemampuan intelegensianya lebih
tinggi dibandingkan dengan anak lainnya.

Hazzel tahun 2000, menambahkan selain intelektual yang baik biasanya anak
alergi dan asma mempunyai inisiatif yang menonjol dan kemampuan kreatifitas yang
bagus. Kecenderungan lainnya terdapat 2 kali lebih besar terjadinya myopia pada anak
asma dengan multipel alergi, meskipun hubuhngan tersebut dapat dikaitkan secara
langsung.

5. PENATALAKSANAAN

Penanganan alergi pada anak haruslah dilakukan secara benar, paripurna dan
berkesinambungan. Pemberian obat terus menerus bukanlah jalan terbaik dalam
penanganan alergi, tetapi yang paling ideal adalah menghindari penyebab yang bisa
menimbulkan keluhan alergi tersebut.

Penanganan khusus alergi pada anak dengan gangguan perkembangan dan


kelainan perilaku lainnya adalah harus melibatkan beberapa disiplin ilmu, karena harus
dipastikan bahwa tidak ada kelainan organik, sistemik atau psikologis lainnya.
Sehingga bila perlu dikonsultasikan pada neurology anak, psikiater anak, dokter anak
minat tumbuh kembang, endokrinologi anak dan gastroenterologi anak.

Namun bila pendapat dari beberapa ahli tersebut bertentangan dan manifestasi
alergi lainnya jelas pada anak tersebut, maka tidak ada salahnya kita lakukan
penatalaksanaan alergi makanan dengan eliminasi terbuka. Pengobatan tersebut harus
dievaluasi dalam 2 atau 3 minggu dengan memakai catatan harian. Bila gangguan
perkembangan dan perilaku tersebut terdapat perbaikkan maka dapat dipastikan
bahwa gangguan tersebut penyebab atau pencetusnya adalah alergi.

Sedangkan untuk mengatasi gejala gangguan perkembangan dan perilaku yang


sudah ada dapat dilakukan pendekatan terapi dengan terapi okupasi, terapi bicara,
terapi sensory integration, hearing atau vision therapy dan sebagainya.

6. PENYEBAB SELAIN ALERGI MAKAN

Terdapat juga beberapa makanan yang dapat mengganggu otak tetapi tidak
melalui reaksi imunologi melainkan karena raksi simpang makanan atau intoleransi
makanan diantaranya adalah salisilat, tartarzine (zat pewarna makanan), nitrat, amine,
MSG(monosodium Glutamat), antioksidan, yeast, lactose, benzoate,

Salicylates ; ditemukan dalam buah, saur, kacang, the, kopi, bir, anggur dan obat-
obatan seperti aspirherbs, spices, spreads, teas & coffee, juices, beer and wines and
medications such as Aspirin. Konsestrasi tinggi terdapat dalam dried fruits seperti
sultanas.

Amines ; diproduksi selama fermentasi dan pemecahan protein ditemukan dalam keju,
coklat, anggur, bir, tempe, sayur dan buah seperti pisang, alpukat dan tomat.

Benzoates ; ditemukan dalam beberapa buah, sayur, kacang, anggur, kopi dan
sebagainya.

Monososodium glutamate (MSG) ; Sering ditemukan pada penyedap makanan :


vetsin, kecap, atau makanan lainnya

Laktose : sering terdapat di dalam susu sapi

Glutamate; banyak didapatkan pada tomat, keju, mushrooms, saus, ekstrak daging
dan jamur.

7. PROGNOSIS
Prognosis gangguan perkembangan dan perilaku yang berkaitan dengan alergi
tergantung dari ada tidaknya kelainan organik otak seperti autism atau adanya focus di
otak. Bila dipastikan tidak ada kelainan anatomis otak maka prognosisnya akan lebih
baik. Biasanya bila gangguan tersebut dikendalikan maka akan terlihat secara drastis
perbaikkan gangguan perkembangan dan perilaku tersebut. Pada gangguan jenis ini
usia di atas 2 hingga 5 tahun ada kecenderungan membaik.

Namun bila didapatkan autism atau gangguan organik otak lainnya maka
prognosisnya lebih buruk. Namun bila gangguan tersebut diperberat oleh pencetus
alergi maka penatalaksanaan alergi dengan pengaturan diet akan sangat banyak
membantu.

8. PENUTUP

Permasalahan alergi pada anak tampaknya tidak sesederhana seperti yang


diketahui. Sering berulangnya penyakit, demikian luasnya sistem tubuh yang terganggu
dan bahaya komplikasi yang terjadi tampaknya merupakan akibat yang harus lebih
diperhatikan demi terbentuknya tumbuhan dan kembang anak yang optimal.

Gangguan alergi dengan berbagai dugaan mekanismenya ternyata dapat


menggganggu neuroanatomis dan neuroanatomis fungsional yang mengkibatkan
gangguan perkembangan dan perilaku pada anak.

Resiko dan gejala alergi bisa diketahui dan di deteksi sejak dalam kandungan
dan sejak lahir, sehingga pencegahan gejala alergi dapat dilakukan sedini mungkin.
Resiko terjadinya komplikasi dan gangguan sistem susunan saraf pusat diharapkan
dapat dikurangi.

Penanganan khusus alergi pada anak dengan gangguan perkembangan dan


kelainan perilaku lainnya adalah harus melibatkan beberapa disiplin ilmu, karena harus
dipastikan bahwa tidak ada kelainan organik, sistemik atau psikologis lainnya. Bila perlu
dikonsultasikan pada neurology anak, psikiater anak, dokter anak minat tumbuh
kembang, endokrinologi anak dan gastroenterologi anak. Bila pendapat dari beberapa
ahli tersebut bertentangan dan gangguan anatomis otak belum jelas, bisa saja
dilakukan penatalaksanaan alergi makanan dengan diet eliminasi terbuka evaluasi
perubahan atau perbaikan dari gangguan perilaku yang timbul.

9. Daftar Pustaka

1. Landstra AM, Postma DS, Boezen HM, van Aalderen WM. Role of serum
cortisol levels in children with asthma. Am J Respir Crit Care Med 2002 Mar
1;165(5):708-12 Related Articles, Books, LinkOut
2. Kretszh, Konitzky. Differential Behavior Effects of Gonadal Steroids in Women
And In Those Without Premenstrual

3. Lynch JS. Hormonal influences on rhinitis in women. Program and abstracts of


4th Annual Conference of the National Association of Nurse Practitioners in
Women's Health. October 10-13, 2001; Orlando, Florida. Concurrent Session K
New England Journal of Medicine 1998:1246142-156.

4. Bazyka AP, Logunov VP. Effect of allergens on the reaction of the central and
autonomic nervous systems in sensitized patients with various dermatoses]
Vestn Dermatol Venerol 1976 Jan;(1):9-14

5. Stubner UP, Gruber D, Berger UE, Toth J, Marks B, Huber J, Horak F. The
influence of female sex hormones on nasal reactivity in seasonal allergic rhinitis.
Allergy 1999 Aug;54(8):865-71

6. Renzoni E, Beltrami V, Sestini P, Pompella A, Menchetti G, Zappella M.


Brief report: allergological evaluation of children with autism.: J Autism Dev
Disord 1995 Jun;25(3):327-33

7. Menage P, Thibault G, Martineau J, Herault J, Muh JP, Barthelemy C,


Lelord G, Bardos P. An IgE mechanism in autistic hypersensitivity? .Biol
Psychiatry 1992 Jan 15;31(2):210-2

8. Strel'bitskaia RF, Bakulin MP, Kruglov BV. Bioelectric activity of cerebral


cortex in children with asthma.Pediatriia 1975 Oct;(10):40-3.

9. O'Banion D, Armstrong B, Cummings RA, Stange J. Disruptive behavior: a


dietary approach. J Autism Child Schizophr 1978 Sep;8(3):325-37.

10. Boris, M & Mandel, E. Food additives are common causes of the Attention
Deficit Hyperactivity Disorder in Children. Annals of Allergy 1994; 75(5); 462-8

11. Carter, C M et al. Effects of a few foods diet in attention deficit disorder.
Archives of Disease in Childhood (69) 1993; 564-8

12. Egger, J et al. Controlled trial of oligoantigenic treatment in the hyperkinetic


syndrome. Lancet (1) 1985: 540-5

13. Loblay, R & Swain, A. Food intolerance In Wahlqvist M and Truswell, A (Eds)
Recent Advances in Clinical Nutrition. John Libby, London. 1086.pp.1659-177.

14. Rowe, K S & Rowe, K L. Synthetic food colouring and behaviour: a dose-
response effect in a double-blind, placebo-controled, repeated-measures study.
Journal of Paediatrics (125);1994;691-698.
15. Ward, N I. Assessment of chemical factors in relation to child hyperactivity.
J.Nutr.& Env.Med. (ABINGDON) 7(4);1997:333-342.

16. Trotsky MB. Neurogenic vascular headaches, food and chemical triggers. Ear
Nose Throat J. 1994;73(4):228-230, 225-236.

17. Overview Allergy Hormone. htpp://www.allergycenter/allergy Hormone.

18. Allergy induced Behaviour Problems in chlidren .


htpp://www.allergies/wkm/behaviour.

19. Brain allergic in Children.htpp://www.allergycenter/UCK/allergy.

20. William H., Md Philpott, Dwight K., Phd Kalita, Dwight K. Kalita PhD, Linus
Pauling PhD, Linus. Pauling, William H. Philpott MD. Brain Allergies: The
Psychonutrient and Magnetic Connections.

21. Ray C, Wunderlich, Susan PPrwscott. Allergy, Brains, and Children Coping.
London.2003

22. Hall K. Allergy of the nervous system : a reviewAnn Allergy 1976 Jan;36(1):49-
64.

23. Doris J Rapp. Allergies and the Hyperactive Child

24. Bentley D, Katchburian A, Brostoff J. Abdominal migraine and food


sensitivity in children. Clinical Allergy 1984;14:499-500.

25. Vaughan TR. The role of food in the pathogenesis of migraine headache. Clin
Rev Allergy 1994;12:167-180.
Epidemiologi

Di Inggris tahun 2000 dilaporkan 70% penderita alergi mengalami serangan alergi lebih dari 7
tahun Sekitar 50% orang dewasa mengetahui penyebab gejala alergi dalam 5 tahun, tetapi 22%
menderita alergi sebe;um menemukan penyebabnya. Sebanyak 80% penderita alergi
mengalami gejala seumur hidupnya.

Di Amerika penderita alergi makanan sekitar 2 - 2,5% pada dewasa, pada anak sekitar 6 - 8%.
Setiap tahunnya diperkirakan 100 hingga 175 orang meninggal karena alergi makanan.
Penyebab kematian tersebut biasanya karena anafilaktik syok
(http://nursingbegin.com/penatalaksanaan-syok-anafilaktik/), tersering karena kacang tanah.
Lebih 160 makanan dikaitkan dengan alergi makanan. Para ahli berpendapat penderita alergi di
negara berkembang mungkin lebih banyak dibandingkan Amerika Serikat

Definisi Alergi

Alergi makanan adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem tubuh
yang ditimbulkan oleh alergi terhadap makanan. Tidak semua reaksi yang tidak diinginkan
terhadap makanan merupakan reaksi alergi murni, tetapi banyak dokter atau masyarakat awam
menggunakan istilah alergi makanan untuk semua reaksi yang tidak diinginkan dari makanan,
baik yang imunologik atau non imunologik. Batasan lebih jelas dibuat oleh American Academy
of Allergy and immunology,The National Institute of Allergy and infections disease yaitu

1. Reaksi simpang makanan (Adverse food reactions)

Istilah umum untuk reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan yang ditelan. Reaksi ini
dapat merupakan reaksi sekunder terhadap alergi makanan (hipersensitifitas) atau intoleransi
makanan. (http://nursingbegin.com/makanan-tambahan-bayi/)

2. Alergi makanan (Food Allergy)

Alergi makanan adalah reaksi imunologik yang menyimpang.


3. Intoleransi Makanan (Food intolerance)

Intoleransi makanan adalah reaksi makanan nonimunologik dan merupakan sebagian besar
penyebab reaksi yang tidak diinginkan terhadap makanan. Reaksi ini dapat disebabkan oleh zat
yang terkandung dalam makanan karena kontaminasi toksik (misalnya toksin yang disekresi
oleh Salmonella, Campylobacter dan Shigella, histamine pada keracunan ikan), zat farmakologik
yang terkandung dalam makanan misalnya tiramin pada keju, kafein pada kopi atau kelainan
pada pejamu sendiri seperti defisiensi lactase, maltase atau respon idiosinkrasi pada pejamu

Mekanisme Terjadinya Alergi

Alergi adalah suatu proses inflamasi yang tidak hanya berupa reaksi cepat dan lambat tetapi
juga merupakan proses inflamasi kronis yang kompleks dipengaruhi faktor genetik, lingkungan
dan pengontrol internal..

Alergen di dalam makanan adalah protein, glikoprotein atau polipeptida dengan berat molekul
lebih dari 18.000 dalton, tahan panas dan tahan ensim proteolitik. Alergen makanan dapat
menimbulkan reaksi alergi.

Menurut cepat timbulnya reaksi maka alergi terhadap makanan dapat berupa reaksi cepat
(Immediate Hipersensitivity/rapid onset reaction) dan reaksi lambat (delayed onset reaction).

Immediate Hipersensitivity atau reaksi cepat terjadi berdasarkan reaksi hipersensitifitas tipe I
(Gell& Coombs). Terjadi beberapa menit sampai beberapa jam setelah makan atau terhirup
pajanan alergi.

Delayed Hipersensitivity atau reaksi lambat terdapat 3 kemungkinan, yaitu terjadi berdasarkan
reaksi hipersensitifitas tipe I fase lambat, reaksi hipersensitifitas tipe III dan reaksi
hipersensitifitas tipe IV. Terjadi lebih dari 8 jam setelah terpapar allergen.

Gejala klinis terjadi karena reaksi imunologik melalui pengeluaran mediator yang mengganggu
organ tertentu yang disebut organ sasaran. Organ sasaran tersebut misalnya paru-paru maka
manifestasi klinisnya adalah batuk atau asma bronchial, bila sasarannya kulit akan terlihat
sebagai urtikaria, bila organ sasarannya saluran pencernaan maka gejalanya adalah diare
(http://nursingbegin.com/askep-diare-anak/)dan sebagainya.
Penyebab Terjadinya Alergi

Terdapat 3 faktor penyebab terjadinya alergi makanan, yaitu faktor genetik, imaturitas usus,
pajanan alergi yang kadang memerlukan faktor pencetus.

Faktor genetik

Alergi dapat diturunkan dari orang tua atau kakek/nenek pada penderita . Bila ada orang tua,
keluarga atau kakek/nenek yang menederita alergi kita harus mewaspadai tanda alergi pada
anak sejak dini. Bila ada salah satu orang tua yang menderita gejala alergi maka dapat
menurunkan resiko pada anak sekitar 17 - 40%,. Bila ke dua orang tua alergi maka resiko pada
anak meningkat menjadi 53 - 70%.

Untuk mengetahui resiko alergi pada anak kita harus mengetahui bagaimana gejala alergi pada
orang dewasa. Gejala alergi pada orang dewasa juga bisa mengenai semua organ tubuh dan
sistem fungsi tubuh.

Imaturitas usus

Secara mekanik integritas mukosa usus dan peristaltik merupakan pelindung masuknya alergen
ke dalam tubuh. Secara kimiawi asam lambung dan enzim pencernaan menyebabkan
denaturasi allergen. Secra imunologik sIgA pada permukaan mukosa dan limfosit pada lamina
propia dapat menangkal allergen masuk ke dalam tubuh. Pada usus imatur system pertahanan
tubuh tersebut masih lemah dan gagal berfungsi sehingga memudahkan alergen masuk ke
dalam tubuh.

Pajanan alergi

Pajanan alergi yang merangsang produksi IgE spesifik sudah dapat terjadi sejak bayi dalam
kandungan. Diketahui adanya IgE spesifik pada janin terhadap penisilin, gandum, telur dan
susu. Pajanan juga terjadi pada masa bayi. Pemberian ASI eksklusif
(http://nursingbegin.com/asi-eksklusif/) mengurangi jumlah bayi yang hipersensitif terhadap
makanan pada tahun pertama kehidupan. Pemberian PASI meningkatkan angka kejadian alergi
Tanda dan Gejala Alergi

Sistem Pernapasan : batuk, pilek, bersin, sesak (astma).

Sistem Pembuluh Darah dan jantung : palpitasi (berdebar-debar), flushing (muka ke merahan),
nyeri dada (http://nursingbegin.com/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan-infark-miokard-
akut/), pingsan, tekanan darah rendah, denyut jantung meningkat; tangan hangat, kedinginan,
nyeri dada.

Sistem Pencernaan : nyeri perut, sering diare, kembung, muntah, sering buang angin (flatus),
mulut berbau, lapar, haus, saliva meningkat, sariawan, lidah kotor, nyeri gigi, nyeri ulu hati,
kesulitan menelan, perut keroncongan, konstipasi, nyeri perut, kram perut, timbul lendir atau
darah dari rektum, anus gatal atau panas.

Kulit : dermatitis, urticaria, bengkak di bibir, lebam biru (seperti bekas terbentur) bekas hitam
seperti digigit nyamuk, kulit kaki dan tangan kering tapi wajah berminyak, sering berkeringat.

Telinga Hidung Tenggorokan : hidung buntu, bersin, hidung gatal, pilek, epitaksis, tidur
mendengkur, mendengus, tenggorokan nyeri/kering/gatal, palatum gatal, suara parau/serak,
batuk pendek (berdehem), telinga terasa penuh/ bergemuruh / berdenging, telinga bagian
dalam gatal, nyeri telinga dengan gendang telinga kemerahan atau normal, gangguan
pendengaran hilang timbul, terdengar suara lebih keras, akumulasi cairan di telinga tengah,
pusing, gangguan keseimbangan, pembesaran kelenjar di sekitar leher dan kepala belakang
bawah

Sistem Saluran Kemih dan kelamin : Sering kencing, nyeri kencing; tidak bisa mengontrol
kandung kemih, bedwetting; vaginal discharge; genitalia gatal/bengkak/kemerahan/nyeri; nyeri
bila berhubungan.

Sistem Susunan Saraf Pusat : sering sakit kepala, migrain, short lost memory (lupa nama orang,
barang sesaat), floating (melayang), kepala terasa penuh atau membesar, sering mengantuk,
malas bergerak, gangguan konsentrasi, mudah marah, sering cemas, panik, overaktif,
halusinasi, paranoid, bicara gagap, paralysis, impulsif (bila tertawa atau bicara berlebihan),
depresi, terasa kesepian, lemas (flu like symtomp).

Sistem Hormonal : kulit berminyak (atas leher), kulit kering (bawah leher), endometriosis,
Premenstrual Syndrome, kemampuan sex menurun, Chronic Fatique Symptom (sering lemas),
rambut rontok.

Jaringan otot dan tulang : nyeri tulang, nyeri otot, nyeri sendi, fatigue (kelelahan), kelemahan
otot, nyeri, bengkak, kemerahan lokal pada sendi, arthritis soreness
(http://nursingbegin.com/askep-artritis-reumatoid/), nyeri dada, otot bahu tegang, otot leher
tegang, spastik umum, gerak terbatas.

Gigi dan mulut : nyeri gigi atau gusi tanpa adanya infeksi pada gigi, gusi sering berdarah. sering
sariawan, bibir kering, sindrom oral dermatitis.

Mata : nyeri di dalam atau samping mata, mata berair, sekresi air mata berlebihan, kemerahan
dan edema palpebra, kadang mata kabur, diplopia, kehilangan kemampuan visus sementara,
hordeolum.

Penyebab Alergi

Gejala dan tanda alergi pada anak dapat ditimbulkan oleh adanya alergen sebagai penyebab
yang diterima oleh di antaranya adalah makanan seperti:

Daging ( ayam, itik, sapi ) telor ( ayam/puyuh, itik )


Ikan laut (cumi, udang, kepiting, salmon/tuna, ikan laut lainnya)
Coklat, kacang tanah, kacang hijau, susu sapi, keju, kecap
Buah-buahan ( terutama melon, semangka, mangga, rambutan , nanas, tomat, durian, korma,
duku, jeruk, pisang, pear , jagung dan lain-lain ).

Faktor Pencetus Alergi

Beberapa hal yang menyulut atau mencetuskan timbulnya alergi disebut faktor pencetus.
Faktor pencetus tersebut dapat berupa faktor fisik seperti dingin, panas atau hujan, kelelahan,
aktifitas berlebihan tertawa, menangis, berlari,olahraga. Faktor psikis berupa kecemasan, sedih,
stress atau ketakutan.

Faktor pencetus sebetulnya bukan penyebab serangan alergi, tetapi menyulut terjadinya
serangan alergi. Bila terdapat pencetus alergi disertai terpapar penyebab alergi maka keluhan
atau gejala alergi yang timbul jadi lebih berat. Tetapi bila tidak terkena penyebab alergi
meskipun terdapat pencetus, keluhan alergi tidak akan muncul. Hal ini yang dapat menjelaskan
kenapa suatu ketika meskipun dingin, kehujanan atau kelahan seorang penderita asma tidak
kambuh. Berarti saat itu penderita tersebut sementara terhindar dari penyebab alergi seperti
makanan, debu dan sebagainya.

Pemeriksaan Penunjang

Uji Kulit Alergi

Uji kulit dapat dilakukan dengan uji gores (scratch test), uji tusuk (prick test) dan uju suntik
intradermal (intrademal test). Dapat dilakukan sebagai pemeriksaan penyaring dengan
menggunkan ekstrak allergen yang ada di lingkungan penderita seperti debu, bulu kucing, susu,
telur, coklat, kacang dan lain-lain. Uji kulit sangatlah terbatas nilai diagnostiknya, karena hanya
bisa mendiagnosis alergi makanan tipe 1 (tipe cepat). Hasil uji kulit bukanlah hasil ahkir atau
penentu diagnosis.

Pemeriksaan Lainnya

Darah tepi, foto toraks, ige total dan spesifik dan pemeriksaan penunjang lainnya (lemak tinja,
immunoglobulin, antibody monoclonal dalam sirkulasi, pelepasan histamine oleh basofil
(Basofil histamine release assay/BHR), kompleks imun dan imunitas seluler, Intestinal mast cell
histamine release (IMCHR), provokasi intra gastral melalui endoskopi, biopsy usus setelah dan
sebelum pemberian makanan)

Diagnosis Alergi

Diagnosis dibuat berdasarkan diagnosis klinis, yaitu anamnesa


(http://nursingbegin.com/pengkajian-keperawatan-3/)dan pemeriksaan yang cermat tentang
riwayat keluarga, riwayat pemberian makanan, tanda dan gejala alergi makanan sejak bayi dan
dengan eliminasi dan provokasi. Diagnosis alergi makanan tidak ditegakkan berdasarkan test
alergi, karena validitasnya sangat terbatas. Hasil tes alergi positif belum tentu mengalami alergi
makanan. Demikian pula sebaliknya hasil negative belum tentu tidak alergi makanan tersebut.

Jenis alergi makanan di tiap Negara berbeda tergantung usia dan kebiasaan makan makanan
tertentu. Alergi makanan pada bayi di Amerika Serikat terbanyak disebabkan karena protein
susu sapi, sereal, telur, ikan dan kedelai. Pada usia lebih tua coklat, kacang tanah lebih
berperanan.

Penatalaksanaan Alergi

Penanganan alergi pada anak haruslah dilakukan secara benar, paripurna dan
berkesinambungan. Pemberian obat terus menerus bukanlah jalan terbaik dalam penanganan
alergi, tetapi yang paling ideal adalah menghindari penyebab yang bisa menimbulkan keluhan
alergi tersebut.

Penghindaran makanan penyebab alergi pada anak harus dicermati secara benar, karena
beresiko untuk terjadi gangguan gizi. Sehingga orang tua penderita harus diberitahu tentang
makanan pengganti yang tak kalah kandungan gizinya dibandingklan dengan makanan
penyebab alergi. Penghindaran terhadap susu sapi dapat diganti dengan susu soya, formula
hidrolisat kasein atau hidrolisat whey., meskipun anak alergi terhadap susu sapi 30%
diantaranya alergi terhadap susu soya. Sayur dapat dipakai sebagai pengganti buah. Tahu,
tempe, daging sapi atau daging kambing dapat dipakai sebagai pengganti telur, ayam atau ikan.
Pemberian makanan jadi atau di rumah makan harus dibiasakan mengetahui kandungan isi
makanan atau membaca label makanan.

Daftar Pustaka

Ellen W. Cutler.The Food Allergy Cure: A New Solution to Food Cravings, Obesity, Depression,
Headaches, Arthritis, & Fatigue.London 2003.

Hill DJ, Firer MA, Shelton MJ, Hosking CS. Manifestations of milk allergy in infancy: clinical and
immunologic findings. J Pediatr 1986;109:270-6.

Hill DJ, Hosking CS, Heine RG. Clinical spectrum of food allergy in children in Australia and
South-East Asia: identification and targets for treatment. Ann Med. 1999;31(4):272-281.

Judarwanto W. General manifestation of allergy in children under 5 years, 2003. (unpublished)

Rance R, Kanny G, Dutau G, Moneret Vautrin DA. Food allergens in children. Arch Pediatr.
1999;6(Suppl1):61S-66S.
Walker-Smith JA, Ford RP, Phillips AD. The spectrum of gastrointestinal allergies to food. Ann
Allergy 1984;53:629-36.

ASKEP KLIEN Dermatitis Alergi


A.Definisi
Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan bahan
iritan eksternal yang mengenai kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu
dermatitis kontak iritan yang timbul melalui mekanisme non imunologik dan dermatitis kontak
alergik yang diakibatkan mekanisme imunologik dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan
meka nisme imunologik yang spesifik.
Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan pada sel-sel
epidermis, dengan respon peradangan pada dermis. Daerah yang paling sering terkena adalah
tangan dan pada individu atopi menderita lebih berat. Secara definisi bahan iritan kulit adalah
bahan yang menyebabkan kerusakan secara langsung pada kulit tanpa diketahui oleh
sensitisasi. Mekanisme dari dermatis kontak iritan hanya sedikit diketahui, tapi sudah jelas
terjadi kerusakan pada membran lipid keratisonit.
Menurut Gell dan Coombs dermatitis kontak alergik adalah reaksi hipersensitifitas tipe lambat
(tipe IV) yang diperantarai sel, akibat antigen spesifik yang menembus lapisan epidermis kulit.
Antigen bersama dengan mediator protein akan menuju ke dermis, dimana sel limfosit T
menjadi tersensitisasi. Pada pemaparan selanjutnya dari antigen akan timbul reaksi alergi.

B.Etiologi
Dermatitis Kontak Iritan
Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan
pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi
selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, kohikulum, serta suhu bahan
iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu : lama kontak,
kekerapan (terus-menerus atau berselang) adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel,
demikian juga gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan.
Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan ketebalan
kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak di bawah umur 8
tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan dari pada kulit putih); jenis kelamin
(insidens dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita); penyakit kulit yang pernah atau
sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopik
Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis kontak alergi disebabkan karena kulit terpapar oleh bahan-bahan tertentu, misalnya
alergen, yang diperlukan untuk timbulnya suatu reaksi alergi. Hapten merupakan alergen yang
tidak lengkap (antigen), contohnya formaldehid, ion nikel dll. Hampir seluruh hapten memiliki
berat mo lekul rendah, kurang dari 500- 1000 Da. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh
potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan dan luasnya penetrasi di kulit. Dupuis dan Benezra
membagi jenis -jenis hapten berdasarkan fungsinya
yaitu:
1.Asam, misalnya asam maleat.
2.Aldehida, misalnya formaldehida.
3.Amin, misalnya etilendiamin, para-etilendiamin.
4.Diazo, misalnya bismark-coklat, kongo- merah.
5.Ester, misalnya Benzokain
6.Eter, misalnya benzil eter
7.Epoksida, misalnya epoksi resin
8.Halogenasi, misalnya DNCB, pikril klorida.
9.Quinon, misalnya primin, hidroquinon.
10.Logam, misalnya Ni2+, Co2+,Cr2+, Hg2+.
11.Komponen tak larut, misalnya terpentin.

C.Patofisiologi
1.Patogenesis
Dermatitis Kontak Iritan
Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh
bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dalam
beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui
membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan
rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam
arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi
pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system kinin. Juga
akan menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan
histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang akan
menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan sintesis
protein. Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator-
mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik sangat tipis yaitu
dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi.
Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan
kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya
pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi,
misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya
kerusakan tersebut.
Dermatitis Kontak Alergi
Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang menyebabkan
timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :
a.Fase Sensitisasi
Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi sensitisasi
terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang disebut alergen kontak
atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian hapten
diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal), untuk
mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier yang berada di epidermis, menjadi komplek
hapten protein.
Protein ini terletak pada membran sel Langerhans dan berhubungan dengan produk gen HLA-
DR (Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen presenting cell).
Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus regional dan
terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan
molekul CD3. CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans, sedangkan
molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan pengenal
antigen yang lebih spesifik, misalnya untuk ion nikel saja atau ion kromium saja. Kedua reseptor
antigen tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi pengenalan antigen
(antigen recognition).
Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan
merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliferasi sel T
sehingga terbentuk primed me mory T cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh
meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila kontak berikut dengan alergen
yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam
pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko
untuk mengalami dermatitis kontak alergik.
b.Fase elisitasi
Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama dan
sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans akan
mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan
merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit
memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit
T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag
untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat.
Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan
tampak sebagai dermatitis.
Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu
proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel Langerhans dan sel
keratinosit serta pelepasan Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi
INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah kontak sel T
dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan memperlambat
puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek merangsang
molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel
T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan.

2.Toleransi Imunologis
Struktur kimia, dosis dan cara penyajian dari suatu antigen sangat menentukan potensi
sensitivitasnya. Pada aplikasi pertama dari antigen akan menggerakkan dua mekanisme yang
berlawanan yaitu sensitisasi (pembentukan T helper cell) dan toleransi imunitas spesifik
(pembentukan T supresor cell). Kedua keadaan imunologik ini selanjutnya dapat dimodifikasi
oleh faktor-faktor eksternal seperti pemberian glukokortikoid topikal atau sistemik, radiasi sinar
ultra violet dan riwayat dermatitis atopik. Apabila dosis tinggi dari antigen disapukan secara
epikutan maka dapat timbul toleransi.Kemungkinan oleh karena sejumlah besar antigen
menghindari sel Langerhans epidermal.
Toleransi imunologis dapat dirangsang oleh penggunaan bahan kimia yang
sejenis seperti propilgallat (antioksidan dalam makanan) dan 2-4-dinitro-1-klorobenzen
terhadap dinitroklorobenzen (DNCB), akan dapat menurunkan sensitivitas DNCB, bahkan dapat
menjadi tidak responsive. Hal ini disebut proses hardening (pengerasan). Namun proses
hardening tidak timbul pada setiap orang dan dapat hilang bila terjadi pemutusan hubungan
dengan bahan kontak alergen. Hiposensitisasi dapat dicapai dengan pemberian awal bahan
allergen berstruktur sejenis dalam dosis rendah yang kemudian ditingkatkan secara bertahap.
Hal ini dapat diterapkan pada sulfonamid dan poison ivy. Akibatnya ambang rangsang untuk
reaksi positif terhadap uji tempel akan meningkat. Namun keadaan desensitisasi penuh tidak
dapat dicapai. Hiposensitisasi merupakan keseimbangan antara sel efektor dan supresor.
Keadaan toleransi ini dapat dirusak oleh siklofosfamid yang secara selektif menghambat sel
supresor. Bila ini gagal secara teoritik dapat dilakukan induksi secara intra vena sehingga timbul
tolerans terhadap alergen yang diberikan. Menurut Adam hal ini akan merangsang makrofag di
limpa untuk membentuk sel T supresor dan menimbulkan toleransi imunitas spesifik. Secara
teoritik dapat timbul keadaan quenching yaitu terjadinya potensiasi dari respon alergi dan iritan
sehingga kombinasi dari bahan-bahan kimia dapat menimbulkan efek pemedaman yaitu
berkurangnya ekspresi atau induksi sensitivitas.

3.Gambaran Histopatologis
Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena gambaran
histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab lain. Pada dermatitis akut
perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler (spongiosis), terbentuknya vesikel atau
bula, dan pada dermis terdapat dilatasi vaskuler disertai edema dan infiltrasi perivaskuler sel-
sel mononuclear. Dermatitis sub akut menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantosis
dan kadangkadang parakeratosis. Pada dermatitis kronik akan terlihat akantosis, hiperkeratosis,
parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak adanya vesikel dan pada dermis dijumpai
infiltrasi perivaskuler, pertambahan kapiler dan fibrosis. Gambaran tersebut merupakan
dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk membedakan gambaran histopatologik antara
dermatitis kontak alergik dan dermatitis kontak iritan.
Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan antigen, seperti
dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi ferritin intrakutan, tampak sejumlah besar sel
langerhans di epidermis. Saat itu antigen terlihat di membran sel dan di organella sel
Langerhans. Limfosit mendekatinya dan sel Langerhans menunjukkan aktivitas metabolik.
Berikutnya sel langerhans yang membawa antigen akan tampak didermis dan setelah 4-6 jam
tampak rusak dan jumlahnya di epidermis berkurang. Pada saat yang sama migrasinya ke
kelenjar getah bening setempat meningkat. Namun demikian penelitian terakhir mengenai
gambaran histologi, imunositokimia dan mikroskop elektron dari tahap seluler awal pada pasien
yang diinduksi alergen dan bahan iritan belum berhasil menunjukkan perbedaan dalam pola
peradangannya.

D.Manifestasi Klinik
Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan bergantung pada keparahan dermatitis.
Dermatitis kontak umumnya mempunyai gambaran klinis dermatitis, yaitu terdapat efloresensi
kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas. Dermatitis kontak iritan umunya mempunyai
ruam kulit yang lebih bersifat monomorf dan berbatas lebih tegas dibandingkan dermatitis
kontak alergik.
1.Fase akut.
Kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam pada tempat terjadinya kontak dengan bahan
penyebab. Derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi ada yang ringan ada pula yang berat.
Pada yang ringan mungkin hanya berupa eritema dan edema, sedang pada yang berat selain
eritema dan edema yang lebih hebat disertai pula vesikel atau bula yang bila pecah akan terjadi
erosi dan eksudasi. Lesi cenderung menyebar dan batasnya kurang jelas. Keluhan subyektif
berupa gatal.
2.Fase Sub Akut
Jika tidak diberi pengobatan dan kontak dengan alergen sudah tidak ada maka proses akut akan
menjadi subakut atau kronis. Pada fase ini akan terlihat eritema, edema ringan, vesikula, krusta
dan pembentukan papul-papul.
3.Fase Kronis
Dermatitis jenis ini dapat primer atau merupakan kelanjutan dari fase akut yang hilang timbul
karena kontak yang berulang-ulang. Lesi cenderung simetris, batasnya kabur, kelainan kulit
berupa likenifikasi, papula, skuama, terlihat pula bekas garukan berupa erosi atau ekskoriasi,
krusta serta eritema ringan. Walaupun bahan yang dicurigai telah dapat dihindari, bentuk
kronis ini sulit sembuh spontan oleh karena umumnya terjadi kontak dengan bahan lain yang
tidak dikenal.

Dermatitis Kontak Alergi


Sebagaimana disebutkan pada halaman sebelumnya bahwa ada dua jenis bahan iritan, maka
dermatitis kontak iritan juga ada dua macam yaitu dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis
kontak iritan kronis. Dermatititis kontak iritan akut. Penyebabnya iritan kuat, biasanya karena
kecelakaan. Kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel, atau bula. Luas kelainan umumnya
sebatas daerah yang terkena, berbatas tegas.
Pada umumnya kelainan kulit muncul segera, tetapi ada segera, tetapi ada sejumlah bahan
kimia yang menimbulkan reaksi akut lambat misalnya podofilin, antralin, asam
fluorohidrogenat, sehingga dermatitis kontak iritan akut lambat. Kelainan kulit baru terlihat
setelah 12-24 jam atau lebih. Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga
yang terbang pada malam hari (dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih setelah esok
harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sorenya sudah menjadi vesikel atau bahkan
nekrosis.

(Dermatitis kontak iritan dengan bahan iritan air liur pada balita)
Dermatitis kontak iritan kronis atau dermatitis iritan kumulatif, disebabkan oleh kontak dengan
iritan lembah yang berulang-ulang (oleh faktor fisik, misalnya gesekan, trauma mikro,
kelembaban rendah, panas atau dingin; juga bahan contohnya detergen, sabun, pelarut, tanah,
bahkan juga air). Dermatitis kontak iritan kronis mungkin terjadi oleh karena kerjasama
berbagai faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis
iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu. Kelainan baru nyata setelah
berhari-hari, berminggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu
dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting. Dermatitis iritan kumulatif ini
merupakan dermatitis kontak iritan yang paling sering ditemukan.
Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal (hiperkeratosis) dan
likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat retak
seperti luka iris (fisur), misalnya pada kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus
menerus dengan deterjen. Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa
eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan mengganggu, baru
mendapat perhatian. Banyak pekerjaan yang beresiko tinggi yang memungkinkan terjadinya
dermatitis kontak iritan kumulatif, misalnya : mencuci, memasak, membersihkan lantai, kerja
bangunan, kerja di bengkel dan berkebun.

(Dermatitis kontak iritan akibat detergen)

Dermatitis Kontak Alergi


Selain berdasarkan fase respon peradangannya, gambaran klinis dermatitis kontak alergi juga
dapat dilihat menurut predileksi regionalnya. Hal ini akan memudahkan untuk mencari bahan
penyebabnya.
1.Tangan
Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di tangan, misalnya pada ibu
rumah tangga. Demikian pula dermatitis kontak akibat kerja paling banyak ditemukan di
tangan. Sebagian besar memang disebabkan oleh bahan iritan. Bahan penyebabnya misalnya
deterjen, antiseptik, getah sayuran/tanaman, semen dan pestisida.

(Dermatitis kontak alergi karena nikel pada jam tangan)

2.Lengan
Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan (nikel), sarung tangan
karet, debu semen dan tanaman. Di aksila umumnya oleh bahan pengharum.
3.Wajah
Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan bahan kosmetik, obat topikal, alergen yang ada
di udara, nikel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau sekitarnya mungkun disebabkan oleh
lipstik, pasta gigi dan getah buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat
kuku, cat rambut, perona mata dan obat mata.
4.Telinga
Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab lainnya seperti obat topikal, tangkai kaca
mata, cat rambut dan alat bantu pendengaran.
5.Leher dan Kepala
Pada leher penyebabnya adalah kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal dari ujung jari),
parfum, alergen di udara dan zat warna pakaian. Kulit kepala relative tahan terhadap alergen
kontak, namun dapat juga terkena oleh cat rambut, semprotan rambut, sampo atau larutan
pengeriting rambut.
6.Badan
Dapat disebabkan oleh pakaian, zat warna, kancing logam, karet (elastis, busa ), plastik dan
deterjen.
7.Genitalia
Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut wanita dan alergen yang
berada di tangan.
8.Paha dan tungkai bawah
Disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon, obat topikal (anestesi
lokal, neomisin, etilendiamin), semen, sandal dan sepatu.

E.Pemeriksaan Penunjang
Alergi kontak dapat dibuktikan dengan tes in vivo dan tes in vitro. Tes in vivo dapat dilakukan
dengan uji tempel. Berdasarkan tehnik pelaksanaannya dibagi tiga jenis tes tempel yaitu :
1.Tes Tempel Terbuka
Pada uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah belakang telinga karena daerah
tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu dibaca dan dievaluasi hasilnya. Indikasi uji
tempel terbuka adalah alergen yang menguap.
2.Tes Tempel Tertutup
Untuk uji tertutup diperlukan Unit Uji Tempel yang berbentuk semacam plester yang pada
bagian tengahnya terdapat lokasi dimana bahan tersebut diletakkan. Bahan yang dicurigai
ditempelkan dipunggung atau lengan atas penderita selama 48 jam setelah itu hasilnya
dievaluasi.
3.Tes tempel dengan Sinar
Uji tempel sinar dilakukan untuk bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan-
bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan yang dengan sinar ultra violet baru akan
bersifat sebagai alergen. Tehnik sama dengan uji tempel tertutup, hanya dilakukan secara
duplo. Dua baris dimana satu baris bersifat sebagai kontrol. Setelah 24 jam ditempelkan pada
kulit salah satu baris dibuka dan disinari dengan sinar ultraviolet dan 24 jam berikutnya
dievaluasi hasilnya. Untuk menghindari efek daripada sinar, maka punggung atau bahan test
tersebut dilindungi dengan secarik kain hitam atau plester hitam agar sinar tidak bisa
menembus bahan tersebut.
Untuk dapat melaksanakan uji tempel ini sebaiknya penderita sudah dalam keadaan tenang
penyakitnya, karena bila masih dalam keadaan akut kemungkinan salah satu bahan uji tempel
merupakan penyebab dermatitis sehingga akan menjadi lebih berat. Tidak perlu sembuh tapi
dalam keadaan tenang. Disamping itu berbagai macam obat dapat mempengaruhi uji tempel
sebaiknya juga dihindari paling tidak 24 jam sebelum melakukan uji tempel misalnya obat
antihistamin dan kortikosteroid.
Dalam melaksanakan uji tempel diperlukan bahan standar yang umumnya telah disediakan oleh
International Contact dermatitis risert group, unit uji tempel dan penderita maka dengan
mudah dilihat perubahan pada kulit penderita. Untuk mengambil kesimpulan dari hasil yang
didapat dari penderita diperlukan keterampilan khusus karena bila gegabah mungkin akan
merugikan penderita sendiri. Kadang-kadang hasil ini merupakan vonis penderita dimana
misalnya hasilnya positif maka penderita diminta untuk menghindari bahan itu. Penderita harus
hidup dengan menghindari ini itu, tidak boleh ini dan itu sehingga berdampak negatif dan
penderita dapat jatuh ke dalam neurosis misalnya. Karenanya dalam mengevaluasi hasil uji
tempel dilakukan oleh seorang yang sudah mendapat latihan dan berpengalaman di bidang itu.
Tes in vitro menggunakan transformasi limfosit atau inhibisi migrasi makrofag untuk
pengukuran dermatitis kontak alergik pada manusia dan hewan. Namun hal tersebut belum
standar dan secara klinis belum bernilai diagnosis.

F.Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang baik adalah
mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual
yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit.
1.Pencegahan
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak
alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarung
tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang
panjang, penggunaan deterjen.
2.Pengobatan
Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.
c.Pengobatan topikal
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis
yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin
akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut
diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah
berikan kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering
di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan.
Jenis-jenisnya adalah :
1)Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian topikal akan
menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat
aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek langsung pada sel
penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul
CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji antigennya.
Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi sel T dihambat. Efek
imunomodulator ini meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses dermatitis kontak
dengan demikian efek terapetik. Jenis yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 %,
halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan menggosok secara
lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan
secara tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya
efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.
2)Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak melalui sistem imun.
Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi
timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T
supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel
langehans (CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-
methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara
imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel
Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan
elisitasi dapat diblok oleh UVB. Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR
+ dari sel Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi
tolerogenik. UVB juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.
3)Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada
marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek minimal, mungkin disebabkan
oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.
4)Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. koli, Proteus dan
Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya
gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.
5)Imunosupresif topikal
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ ASM 981.
Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin
seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan
mengurangi peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik.
SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi yang tinggi.
Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid klobetasol-17-propionat
0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak
menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan tidak
mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan secara topikal sama efektifnya dengan
pemakaian secara oral.
d.Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada kasus-
kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah :
1)Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang
berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang
berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin,
serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.
2)Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular atau intravena.
Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki
kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat maka efek
sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita ulkus peptikum, diabetes dan
hipertensi. Efek sampingnya terutama pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal
dan perubahan dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan menghambat
proliferasi limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans, menghambat
pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.
3)Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan menghambat
produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit,
makrofag dan keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1.
4)Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada keratinosit
dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek menghambat
peradangan.
5)FK 506 (Takrolimus)
Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular. Menghambat sekresi IL-2R,
INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin
dan serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal.
6)Ca++ antagonis
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin dan amilorid.
7)Derivat vitamin D3
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang merupakan
mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah kalsitriol.
8)SDZ ASM 981
Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga diberikan
secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin
G.Prognosis
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis adalah penyebab dermatitis kontak, kapan terapi
mulai dilakukan, apakah pasien sudah menghindari faktor pencetusnya, terjadinya kontak ulang
dan adanya faktor individual seperti atopi. Dengan adanya uji tempel maka prognosis
dermatitis kontak alergik lebih baik daripada dermatitis kontak iritan dan DKI yang akut lebih
baik daripada DKI kronis yang bersifat kumulatif dan susah disembuhkan. Dermatitis kontak
alergik terhadap bahan-bahan kimia industri yang penggunaannya pada tempat-tempat
tertentu dan tidak terdapat dalam lingkungan di luar ja m kerja atau pada barang-barang milik
pribadi, mempunyai prognosis yang buruk, karena bahan-bahan tersebut terdapat sangat
banyak dipakai dalam kehidupan kita sehari-hari.

H.Pencegahan
Pencegahan dermatitis kontak berarti menghindari berkontak dengan bahan yang telah
disebutkan di atas. Strategi pencegahan meliputi:
Bersihkan kulit yang terkena bahan iritan dengan air dan sabun. Bila dilakukan secepatnya,
dapat menghilangkan banyak iritan dan alergen dari kulit.
Gunakan sarung tangan saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga untuk menghindari kontak
dengan bahan pembersih.
Bila sedang bekerja, gunakan pakaian pelindung atau sarung tangan untuk menghindari kontak
dengan bahan alergen atau iritan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.Pengkajian
Untuk menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan anamnesis
yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji tempel.
Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk mencari kausanya. Karena
hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjutnya, yaitu mencegah kekambuhan.
Diperlukan kesabaran, ketelitian, pengertian dan kerjasama yang baik dengan pasien. Pada
anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat
kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri, obyek
personal meliputi pertanyaan tentang pakaian baru, sepatu lama, kosmetika, kaca mata, dan
jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin faktor psikologik.
Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan pembentukan
vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya
timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya.
Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang
lain maka predileksi regional diagnosis regional akan sangat membantu penegakan diagnosis.
Kriteria diagnosis dermatitis kontak alergik adalah :
1.Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama, beberapa kali atau satu kali
tetapi sebelumnya pernah atau sering kontak dengan bahan serupa.
2.Terdapat tanda-tanda dermatitis terutama pada tempat kontak.
3.Terdapat tanda-tanda dermatitis disekitar tempat kontak dan lain tempat yang serupa
dengan tempat kontak tetapi lebih ringan serta timbulnya lebih lambat, yang tumbuhnya
setelah pada tempat kontak.
4.Rasa gatal
5.Uji tempel dengan bahan yang dicurigai hasilnya positif.
Berbagai jenis kelainan kulit yang harus dipertimbangkan dalam diagnosis
banding adalah :
1.Dermatitis atopik : erupsi kulit yang bersifat kronik residif, pada tempat-tempat tertentu
seperti lipat siku, lipat lutut dise rtai riwayat atopi pada penderita atau keluarganya. Penderita
dermatitis atopik mengalami efek pada sisitem imunitas seluler, dimana sel TH2 akan
memsekresi IL-4 yang akan merangsang sel Buntuk memproduksi IgE, dan IL-5 yang merangsang
pembentukan eosinofil. Sebaliknya jumlah sel T dalam sirkulasi menurun dan kepekaan
terhadap alergen kontak menurun.
2.Dermatitis numularis : merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif dengan lesi
berukuran sebesar uang logam dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor ekstremitas.
3.Dermatitis dishidrotik : erupsi bersifat kronik residif, sering dijumpai pada telapak tangan dan
telapak kaki, dengan efloresensi berupa vesikel yang terletak di dalam.
4.Dermatomikosis : infeksi kulit yang disebabkan oleh jamur dengan efloresensi kulit bersifat
polimorf, berbatas tegas dengan tepi yang lebih aktif.
5.Dermatitis seboroik : bila dijumpai pada muka dan aksila akan sulit dibedakan. Pada muka
terdapat di sekitar alae nasi, alis mata dan di belakang
6.telinga.
7.Liken simplek kronikus : bersifat kronis dan redisif, sering mengalami iritasi atau sensitisasi.
Harus dibedakan dengan dermatitis kontak alergik bentuk kronik.

B.Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang umumnya muncul pada klien penderita kelainan kulit seperti
dermatitis kontak adalah sebagai berikut :
1.Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit
2.Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen
3.Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus
4.Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus
5.Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
6.Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat informasi

C.Intervensi Keperawatan
Diagnosa :
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit
Tujuan :
Kulit klien dapat kembali normal.
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya peradangan,
ditandai dengan mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit, berkurangnya derajat
pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan, berkurangnya lecet karena garukan,
penyembuhan area kulit yang telah rusak
Intervensi:
Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 – 20 menit. Segera oleskan salep atau krim yang
telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala meningkat.
Rasional : dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit. Pengolesan krim pelembab
selama 2 – 4 menit setelah mandi untuk mencegah penguapan air dari kulit.
Gunakan air hangat jangan panas.
Rasional : air panas menyebabkan vasodilatasi yang akan meningkatkan pruritus.
Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitive. Hindari mandi
busa.
Rasional : sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan alkalin dan tidak
membuat kulit kering, sabun kering dapat meningkatkan keluhan.
Oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga kali per hari.
Rasional : salep atau krim akan melembabkan kulit.

Diagnosa :
Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen
Tujuan :
Tidak terjadi kerusakan pada kulit klien
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan integritas kulit, ditandai dengan menghindari alergen
Intervensi
Ajari klien menghindari atau menurunkan paparan terhadap alergen yang telah diketahui.
Rasional : menghindari alergen akan menurunkan respon alergi
Baca label makanan kaleng agar terhindar dari bahan makan yang mengandung alergen
Hindari binatang peliharaan.
Rasional : jika alergi terhadap bulu binatang sebaiknya hindari memelihara binatang atau batasi
keberadaan binatang di sekitar area rumah
Gunakan penyejuk ruangan (AC) di rumah atau di tempat kerja, bila memungkinkan.
Rasional : AC membantu menurunkan paparan terhadap beberapa alergen yang ada di
lingkungan.

Diagnosa :
Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus
Tujuan :
Rasa nyaman klien terpenuhi
Kriteria hasil :
Klien menunjukkan berkurangnya pruritus, ditandai dengan berkurangnya lecet akibat garukan,
klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal, klien mengungkapkan adanya peningkatan rasa
nyaman
Intervensi
Jelaskan gejala gatal berhubungan dengan penyebabnya (misal keringnya kulit) dan prinsip
terapinya (misal hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatal-garuk.
Rasional : dengan mengetahui proses fisiologis dan psikologis dan prinsip gatal serta
penangannya akan meningkatkan rasa kooperatif.
Cuci semua pakaian sebelum digunakan untuk menghilangkan formaldehid dan bahan kimia
lain serta hindari menggunakan pelembut pakaian buatan pabrik.
Rasional : pruritus sering disebabkan oleh dampak iritan atau allergen dari bahan kimia atau
komponen pelembut pakaian.
Gunakan deterjen ringan dan bilas pakaian untuk memastikan sudah tidak ada sabun yang
tertinggal.
Rasional : bahan yang tertinggal (deterjen) pada pencucian pakaian dapat menyebabkan iritas

Diagnosa :
Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.
Tujuan :
Klien bisa beristirahat tanpa adanya pruritus.
Kriteria Hasil :
1.Mencapai tidur yang nyenyak.
2.Melaporkan gatal mereda.
3.Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.
4.Menghindari konsumsi kafein.
5.Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.
6.Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.
Intervensi :
Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban yang
baik.
Rasional: Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman meningkatkan
relaksasi.
Menjaga agar kulit selalu lembab.
Rasional: Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal biasanya tidak dapat
disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.
Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur.
Rasional: kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.
Melaksanakan gerak badan secara teratur.
Rasional: memberikan efek menguntungkan bila dilaksanakan di sore hari.
Mengerjakan hal ritual menjelang tidur.
Rasional: Memudahkan peralihan dari keadaan terjaga ke keadaan tertidur.

Diagnosa :
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
Tujuan :
Pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien tercapai
Kriteria Hasil :
1.Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
2.Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
3.Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
4.Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
5.Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
6.Tampak tidak meprihatinkan kondisi.
7.Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk
meningkatkan penampilan
Intervensi :
1.Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri sendiri).
Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi
klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.
2.Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.
Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta
pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.
3.Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.
Rasional: klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.
4.Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas mengembangkan
kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.
Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan yang tidak
perlu terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak adaptasi klien .
5.Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
6.Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.

Diagnosa :
Kurang pengetahuan tentang program terapi
Tujuan :
Terapi dapat dipahami dan dijalankan
Kriteria Hasil :
1.Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
2.Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
3.Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
4.Menggunakan obat topikal dengan tepat.
5.Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
Intervensi :
1.Kaji apakah klien memahami dan mengerti tentang penyakitnya.
Rasional: memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan
2.Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahan
konsepsi/informasi.
Rasional: Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu dapat mereka perbuat, kebanyakan
klien merasakan manfaat.
3.Peragakan penerapan terapi seperti, mandi dan penggunaan obat-obatan lainnya.
Rasional: memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk melakukan terapi.
4.Nasihati klien agar selalu menjaga hygiene pribadi juga lingkungan..
Rasional: Dengan terjaganya hygiene, dermatitis alergi sukar untuk kambuh kembali

D.Evaluasi
Evaluasi yang akan dilakukan yaitu mencakup tentang :
1.Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
2.Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
3.Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
4.Menggunakan obat topikal dengan tepat.
5.Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.

BAB IV
PENUTUP

A.Simpulan
Tolong disambung yang seiprit inilah

B.Saran
Perawat sebagai salah satu pemberi pelayanan kesehatan di rumah sakit,
Ne tambahi jua lah...seikit ja...

Imbahtu itihi halaman berapa daftar pustakanya....nyar diandaki di daftar isi....di daftar isi tu
balum benomor halaman daftar pustakanya...pehem ja loo??
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi2 (terjemahan). PT
EGC. Jakarta.
Corwin, Elizabeth J. Buku saku patofisiologi/Handbook of Pathophysiology.
Alih Bahasa: Brahm U. Pendit. Cetakan 1. Jakarta: EGC. 1997.
Djuanda S, Sularsito. (1999). SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit
kulit dan kelamin. Edisi III. Jakarta: FK UI: 126-31.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Nettina, Sandra M. Pedoman praktek keperawatan/Lippincott’s Pocket Manual of
Nursing Practice. Alih Bahasa: Setiawan, sari Kurnianingsih, Monica
Ester. Cetakan 1.Jakarta: EGC. 200
Polaski, Arlene L. Luckmann’s core principles and practice of medical-surgical.
Ed.1. Pennsylvania: W.B Saunders Company. 1996
Smeltzer, Suzanne C. Buku ajar medikal bedah Brunner Suddarth/Brunner
Suddarth’s Texbook of Medical-surgical. Alih Bahasa:Agung
Waluyo…..(et.al.). ed 8 Vol 3 Jakarta: EGC 2002

Diposkan oleh savehuman di 22:37

1 komentar:

1.

IWAN12 November 2009 06:21

THANKS FOR YOUR ARTICLE...NICE BLOG BRO...

Balas

Muat yang lain...

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Langganan: Poskan Komentar (Atom)


Pengikut

Arsip Blog

 ▼ 2009 (9)
o ▼ Maret (9)
 Kongesti
 Askep DM
 Askep OMA dan Mastoiditis
 A.Kelenjar Hipotalamus Hormon Pelepas kortikotropi...
 Askep osteoporosis
 Askep morbili
 Askep Gastritis
 ASKEP KLIEN Dermatitis Alergi
 Asuhan keperawatan pedikulosis

Mengenai Saya

savehuman

Haii...kenalkan, aku deathly...kehadiranku pasti dibenci banyak orang, mkx aku sendiri.
aku adlh bibit dari kebencian, kemurkaan, kegilaan, nafsu, dan semua keburukan yang
dimiliki teman-temanku. aku sendiri, kesepian, diacuhkan, dihianati, dibenci,
ditinggalkan...aku ingin jadi malikat, tapi semua orang ingin membunuhku..aku benci
mereka..makanya,tugas mereka kucuri dan kupajang di blog ku.aku benci bila ada orang
lain diperlakukan hingga menjadi seperti aku.

Lihat profil lengkapku

PENATALAKSANAAN ALERGI MAKANAN


23:51 Teguh Subianto 11 comments

Share :
Share15

ALERGI MAKANAN

DEFINISI :
Adalah gejala klinis yang timbul setelah makan sesuatu makanan karena reaksi badan yang
abnormal terhadap makanan atau terhadap bahan tambahan dari makanan tersebut.

PATOFISIOLOGI :
Ada 4 faktor yang berperan :
1. Faktor mukosa saluran cerna belum dewasa, penyerapan alergen bertambah, hal ini dapat
disebabkan karena :

 Kekurangan IgA sekretorik


 Barier mukosa tidak efisien, misalnya akibat infeksi, inflamasi, perubahan pH dari lumen.

2. Faktor imunologik pembentukan IgE spesifik terhadap alergen makanan.


Timbul reaksi tipe segera. Terbentuk pula IgG, IgM spesifik, dapat terjadi reaksi tipe III atau
dapat terjadi reaksi tipe lambat bila sel limfosit sensitif.
3. Faktor non imunologik reaksi terhadap zat toksin yang terdapat dalam makanan, reaksi
terhadap bahan warna.
4. Faktor genetik seseorang dengan HLA B8, DW3, cenderung mendapat alergi makanan.
5. Faktor lain :

 makanan padat terlalu awal pada bayi


 Pemberian susu buatan.

ETIOLOGI :
Contoh makanan yang dapat memberikan reaksi alergi menurut prevalensinya

Ikan 15,4 % Apel 4,7 %


Telur 12,7 % Kentang 2,6 %
Susu 12,2 % Coklat 2,1 %
Kacang 5,3 % Babi 1,5 %
Gandum 4,7 % Sapi 3,1 %
Hampir semua jenis makanan dan zat tambahan pada makanan dapat menimbulkan reaksi
alergi.

GEJALA KLINIS :
Pada umumnya menifestasi klinis alergi makanan terdapat di :

1. Oropharynx dan gastrointestinal yaitu : edema dan gatal, di bibir dan mukosa mulut,
mual, muntah, kejang perut dan diare.
2. Kulit : urtikaria akut, angioedema, pruritus, eritema, karena peningkatan histamin
plasma.
3. Saluran napas : asma bronkial, rinitis biasanya menunjukkan alergi terhadap
aeroalergen/inhalan tetapi hasil penelitian terbaru menunjukkan adanya hubungan alegi
makanan dengan asma bronkial, rinitis dan lain-lain, terutama pada anak. Seperti : susu,
telor, coklat, kacang, ikan, udang.
4. Manifestasi vaskuler : pusing, migren dapat disebabkan oleh : keju, anggur, kerang,
tomat, kopi kacang, susu, coklat, kenari, natrium sitrat atau makanan yang mengandung
pressoramin yang lain.
5. Manifestasi muskuloskeletal : adanya hubungan erat antara alergi makanan dan
penyakit rematik yaitu : kenari, tembakau, kacang, ekstrak makanan, natrium sitrat,
bahan petrokimia, susu, tartrazine, debu rumah, dan lain-lain.
6. Manifestasi psikologik : reaksi ansietas dan skizofrenia ada hubungannya dengan susu
cereal, kacang-kacangan, penyebabnya belum jelas.

DIAGNOSA :
Anamnesa :

 Dasar diagnosa yang terpenting adalah anamnesa yang cermat meliputi jenis makanan
yang dimakan, selang waktu timbulnya gejala, jumlah makanan yang dimakan, riwayat
penyakit atopi / riwayat keluarga dengan penyakitnya.
 Macam makanan, pada umumnya makanan yang dimasak, kurang alergenitas dibanding
dengan yang mentah, dan sering terjadi reaksi silang antara makanan sejenis.
 Dicari apakah ada bahan pengawet yang dipakai dalam makanan tersebut. Gejala dapat
timbul ½ - 48 jam sesudah makan.

Pemeriksaan Fisik :
Mencari tanda-tanda alergi, adanya urtikaria, asma, tanda-tanda shock anafilaktik dan gejala
gastrointestinal, vsakuler, muskuloskeletal dan lain-lain.

Pemeriksaan Laboratorium :
 Adanya peningkatan kadar eosinofil dan IgE spesifik dalam darah menunjukkan adanya
alergi.
 Tes kulit : tes gores untuk mencari alergen penyebab. Ada korelasi yang baik antara tes
kulit dengan alergen makanan seperti : susu, telor, coklat, ikan, kacang, udang, dan lain-
lain apabila diameter bintul +/- 3 mm.
 Tes intradermal nilainya terbatas, berbahaya.
 Tes hemaglutinin dan antibodi presipitat tidak sensitif.
 Biopsi usus : sekunder dan sesudah dirangsang dengan makanan food chalenge
didapatkan inflamasi / atrofi mukosa usus, peningkatan limfosit intraepitelial dan IgM.
IgE ( dengan mikroskop imunofluoresen ).
 Pemeriksaan/ tes D Xylose, proktosigmoidoskopi dan biopsi usus.
 Diit coba buta ganda ( Double blind food chalenge ) untuk diagnosa pasti.

DIAGNOSA BANDING :

 Gastrointestinal refluks, ulkus peptikum, sindrom malabsorbsi, gangguan psikologik,


pankreatitis, keracunan obat ( teofilin ).
 Intoleransi makanan : reaksi non imunologik yang abnormal, namun masih merupakan
reaksi fisiologik.
 Idiosinkrasi makanan : reaksi terhadap makanan tidak berlandaskan reaksi imunologik.
Biasanya terhadap bahan pengawet atau bahan warna yang terkandung dalam
makanan.
 Keracunan makanan : reaksi timbul dan mengenai semua yang makan makanan
tersebut, karena makanan mengandung bahan toksik atau terkontaminasi oleh bakteri
yang membuat toksin.

PENATALAKSANAAN :

Diit Eliminasi
Berdasarkan riwayat penyakit dan tes buta ganda, harus dievaluasi sesudah beberapa lama,
kalau perlu konsultasi dengan ahli diit.
Setelah diit selama 6 bulan dapat dirangsang dengan makanan diit coba ( chalenge ) lagi.
Makanan yang boleh dimakan : nasi, pepaya, kambing, ayam, daging sapi, wortel, sayur, ubi,
singkong, jagung, minyak, garam, gula, madu, dan cuka.
Makanan yang tidak boleh dimakan : semua makanan yang dicurigai dapat menyebabkan reaksi
alergi : merica, bumbu-bumbu dapur, kopi, teh, permen, udang, ikan laut, telor, coklat, dan
sebagainya.

Obat-obatan
Antihistamin dapat dipakai Chlortrimetan 2 – 4 mg/ hari atau antihistamin lain, obat-obatan
golongan adrenergik/ epinephrin 1/1000 0,3 cc/subkutan : bila timbul reaksi anafilaktik. Dapat
diberi Kortikosteroid, Prednison 5 mg 3 x 1 – 2 tablet/hari, kemudian dosis diturunkan.

Tag: Pengertian Alergi, Pathofisiologi alergi, penyebab alergi, antihistamin, Obat Alergi, Shock
anafilactic, Gejala alergi, Reaksi alergi, Macam macam alergen, pengobatan alergi
Posted in: Keperawatan

PENATALAKSANAAN ALERGI MAKANAN 9 out of 10 based on 327 ratings. 327 user reviews.

Related Post : Keperawatan

 PERILAKU KEKERASAN
 KOMPRES HANGAT - PANAS
 PROSES MENUA - AGING PROCESS
 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN BAHASA PADA ANAK
 KEBUTUHAN DAN KEBIASAAN TIDUR ANAK USIA PRASEKOLAH
 GANGGUAN TIDUR PADA ANAK USIA PRASEKOLAH
 POSES MENSTRUASI
 KONTRASEPSI
 BRONCHOGENIC CARCINOMA
 MANAJEMEN LAKTASI

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

11 komentar:

armouris says:

Kamis, 06 Agustus, 2009 Reply

info tentang keracunan makanan kat sini - Keracunan Makanan

Dinoe says:
Kamis, 06 Agustus, 2009 Reply

nice informasi..sangat bermanfaat ..salam

ShapYdoLLs says:

Kamis, 06 Agustus, 2009 Reply

Gw baru kemaren merasa alergi kambing... langsung bentol2.. padahal waktu kecil makan
kambing biasa ajah tuh... alergi sungguh menyiksa!

TEGUHSUBIANTO says:

Jumat, 07 Agustus, 2009 Reply

@Dinoe : Terima kasih


@ShapYdoLLs : Kadang alergi bisa muncul dan hilang pada usia tertentu....Untuk
menghindarinya jangan mengkonsumsi makanan yang menyebabkan alergi tersebut..

munthe says:

Rabu, 19 Agustus, 2009 Reply

lagi mau baca neh


Gus says:

Kamis, 20 Agustus, 2009 Reply

enjoy today and everyday

tennisgirl says:

Kamis, 20 Agustus, 2009 Reply

have fun :)

BZRIL™. says:

Sabtu, 22 Agustus, 2009 Reply

Untung ane mah ga ada yg alergi, bebas makan apa aja yg penting wenax...

CEWEX ROCK says:

Jumat, 28 Agustus, 2009 Reply

ui....
attonk says:

Rabu, 09 September, 2009 Reply

thx infonya
penting bangget

Klinik Alergi says:

Sabtu, 21 Agustus, 2010 Reply

salam kenal,

sharing info :
sdh ada alternatif tes dan terapi alergi dengan metode biofisika yang

- nyaman , tidak sakit, tidak disuntik


- bebas efek samping, tidak pakai bahan kimia / obat apapun
- untuk semua umur
- bisa untuk mengatasi alergi apa saja

info lebih detil di www.bio-e.net

Poskan Komentar
close

 Daftar Isi
 Follower
 Statistic
<p>Your browser does not support iframes.</p>

Artikel Terbaru

 MANAJEMEN LAKTASI
 PATHWAY HIPERTENSI
 PENYAKIT MENULAR SEKSUAL / PMS (2)
 PENYAKIT MENULAR SEKSUAL / PMS (1)
 PATHWAY VESIKOLITHIASIS
 PERILAKU KEKERASAN
 KOMPRES HANGAT - PANAS
 PROSES MENUA - AGING PROCESS
 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN BAHASA PADA ANAK
 KEBUTUHAN DAN KEBIASAAN TIDUR ANAK USIA PRASEKOLAH

Baca juga

 BaSawa

Cara Aman Menggunakan SMS Banking BRI - Bagi Anda Nasabah BRI yang telah
menggunakan layanan SMS Banking BRI ada sedikit tips agar aman menggunakan SMS
banking BRI, kalau belum daftar silahkan ba...

 Penatalaksanaan Medik
Dermatitis Atopika - *Pengertian* Dermatitis Atopika Adalah penyakit inflamasi yang
ditandai dengan erupsi kulit makulo papuler dengan kemerahan, memberi keluhan gatal
yang san...

 Procedure, Treatment and Therapy

Pertussis (Whooping Cough) - *Definition* Pertussis (Whooping Cough) is an acute


disease of the respiratory tract. Found in children younger than 5 years, especially in
children age 2-...

 Pertolongan Pertama

Pertolongan Pada Keracunan Gas Karbon Monoksida (CO) - Keracunan Karbon


Monoksida (Gambar :survivalcenter.com)Karbon monoksida atau biasa di sebut CO
merupakan gas yang membunyai sifat tidak berasa, tidak berba...

 Cepu

Homestay Simpang Tujuh Cepu - Exploitation Cepu block is already running. Along with
the start of the exploitation of Cepu the many tourists who visit the town of Cepu. Cepu
lodging f...

 Treatment Zone
Fever - Type, Cause, Sign and Symptom, and Treatment - Image from kobieta.pl*What is
a fever?* Fever is the body temperature rising abnormally. Febrile or fever is generally
interpreted in body temperature above...

 Ilmu Keperawatan

Cardiogenic Shock - Cardiogenic shock is decreased cardiac output state and occurrence
of tissue hypoxia as a result of inadequate intravascular volume contractility disturba...

Artikel Terpopuler

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GGK (GAGAL GINJAL KRONIS)

CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)/Gagal ginjal kronik (GGK) A. PENGERTIAN Gagal ginjal
kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi gin...

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK KEJANG DEMAM

ASKEP ANAK KEJANG DEMAM Download Askep Lengkap DI SINI A. PENGERTIAN 1.


Kejang demam : bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu ...

PROSEDUR PEMASANGAN KATETER KANDUNG KEMIH

1. Definisi Kateter adalah pipa untuk memasukkan atau mengeluarkan cairan Kateter
terutama terbuat dari bahan karet atau plastik, metal, w...

ASUHAN KEPERAWATAN ASFIKSIA NEONATORUM

ASKEP ASFIKSIA NEONATORUM A. PENGERTIAN Asfiksia Neonatus adalah suatu keadaan


bayi baru lahir yang tidak segera bernafas secara spontan ...
hAffie Va

SiMpLe Luvt can be a GreAt LoVe

 ► 2012 (1)

 ▼ 2011 (83)
o ► Mei (7)
o ► April (11)
o ► Maret (44)
o ▼ Februari (21)
 ALERGI MAKANAN
 Masalah dan Dampak Kesehatan Lingkungan di Indones...
 ROSE
 dr soetomo hospital
 International Nurses Day 12 May
 World Water Day 2011 – 22 March
 ASKEP KELUARGA BARU MENIKAH
 ALERGI MAKANAN
 WATER SUPLAY
 What is a NURSE???
 SAP DIARE
 SAP MANFAAT ASI
 SAP KENCING MANIS
 SAP NUTRISI UNTUK PASIEN STROKE
 Limfoma non hodgkin
 Limfoma Hodgkin
 dic
 ITP
 LEUKIMIA
 Polisitemia
 ANEMIA

 ► 2010 (6)
Ada kesalahan di dalam gadget ini

Senin, 28 Februari 2011

ALERGI MAKANAN
Seri Makanan Favorit Pempek
BAHAN MAKANAN PROTEIN IKAN (III)
Food Combining: Kombinasi Makanan Serasi (Pola Makan untuk Langsing and Sehat)
DAFTAR KOMPOSISI BAHAN MAKANAN
Trend penggunaan dan import makanan, 1970-1996
Prosiding Seminar Nasional Makanan TradisionalProsiding Seminar Nasional Makanan
Tradisional

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Alergi sudah sejak lama menjadi persoalan yang merepotkan manusia. Dahulu kala
alergi dianggap sebagai kutukan dewa yang dijatuh pada batok kepala orang. Karena sifatnya
yang herediter, alergi dianggap kutukan yang turun temurun. Kini alergi memang tidak lagi
dianggap sebagai kutukan, tapi sebegitu jauh ternyata belum banyak berhasil diungkapkan liku-
likunya. Reaksi alergi bisa lokal, bisa juga menyeluruh.

Alergi merupakan pertanda bahwa beberapa infiltran kecil telah masuk dan mencoba
hendak mengacaukan keseimbangan tubuh kita. Reaksi ini bisa berwujud macam-macam, mulai
dari yang paling ringan sampai yang berat. Reaksi lokal berupa urticria--kulit tampak merah-
merah, gatal dan bengkak. Jika khusus menyerang mukosa hidung, maka pilek akan menetes
berkepanjangan dan hidung terasa mampat. Ada orang yang bersin terus-menerus karena
menghirup sari rumputan yang berserakan diterbangkan angin. Ada pula yang sesak napas
karena asmanya kumat.
1.2 Tujuan

1.2.1 Untuk lebih mengerti tentang alergi makanan.

1.2.2 Untuk pedoman menjalankan peran perawat khususnya dalam menangani pasien alergi makanan.

1.3 Manfaat

1.3.1 Menambah informasi tentang alergi makanan.

1.3.2 Lebih terampil dalam aplikasi dan pasien dengan alergi makanan.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Alergi adalah sebuah reaksi yang dilakukan tubuh terhadap masuknya sebuah benda
asing. Ketika sebuah substansi tak dikenal masuk, antigen, tubuh serta merta akan
meningkatkan daya imunitasnya untuk bekerja lebih giat.

Alergi atau hipersensitivitas tipe I adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh
seseorang menjadi hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan yang
umumnya imunogenik (antigenik) atau dikatakan orang yang bersangkutan bersifat atopik.

Alergi makanan adalah respon abnormal tubuh terhadap suatu makanan yang
dicetuskan oleh reaksi spesifik pada sistem imun dengan gejala yang spesifik pula.
Alergi makanan adalah kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem
tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap bahan makanan. Alergi makanan di masyarakat
merupakan istilah umum untuk menyatakan reaksi simpang terhadap makanan termasuk di
dalamnya proses non-alergi yang sebenarnya lebih tepat disebut intoleransi. Intoleransi
makanan merupakan reaksi terhadap makanan yang bukan reaksi imunologik, misalnya reaksi
toksik, reaksi metabolik, dan reaksi indiosinkrasi.

2.2 Prevalensi

Prevalensi alergi makanan lebih rendah dibandingkan reaksi samping/efek samping


dari makanan. Diperkirakan alergi makanan muncul sebanyak 2-5% pada populasi.

Di Poliklinik Alergi Imunologi bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM dari hasil uji
kulit terhadap 69 penderita asma alergik di dapatkan 45.31 % positif terhadap kepiting, 37.53 %
terhadap udang kecil, dan 26.56 % terhadap coklat sedangkan dari seluruh penderita alergi
anak sekitar 2.4 % adalah alergi terhadap susu sapi.

Di Inggris bagian selatan, tahun 2000 di laporkan lebih dari 50 % orang dewasa
menderita alergi makanan. Sekitar 70 % penderita alergi baru mengetahui kalau ia mengalami
alergi setelah lebih dari 7 tahun.Sekitar 50% orang dewasa mengetahui penyebab gejala alergi
setelah 5 tahun, bahkan terdapat 22% baru mengetahui setelah lebih 15 tahun mengalami
alergi tersebut. Sebanyak 80% penderita alergi mengalami gejala seumur hidup.

2.3 Penyebab

Terdapat 3 faktor penyebab terjadinya alergi makanan, yaitu faktor genetik, imaturitas
usus (ketidakmatangan saluran cerna), pajanan alergi yang kadang memerlukan faktor
pencetus. Alergi dapat diturunkan dari orang tua atau kakek atau nenek pada penderita. Bila
ada orang tua, keluarga atau kakek/nenek yang menderita alergi kita harus mewaspadai tanda
alergi pada anak sejak dini. Bila ada salah satu orang tua yang menderita gejala alergi maka
dapat menurunkan resiko pada anak sekitar 17 – 40%. Bila kedua orang tua alergi maka resiko
pada anak meningkat menjadi 53 - 70%.

Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam lambung,


enzym-enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi imunologis (misalnya : IgA sekretorik)
memudahkan penetrasi alergen makanan. Imaturitas juga mengurangi kemampuan usus
mentoleransi makanan tertentu.

2.4 Manifetasi Klinis

Gejala klinis alergi makanan biasanya mengenai berbagai organ sasaran seperti kulit,
saluran nafas, saluran cerna, mata, telinga, saluran vaskuler. Organ sasaran bisa berpindah-
pindah, gejala sering kali sudah dijumpai pada masa bayi. Makanan tertentu bisa menyebabkan
gejala tertentu pada seseorang anak, tetapi pada anak lain bisa menimbulkan gejala lain.

Pada seseorang makanan yang satu bisa mempunyai organ sasaran yang lain dengan
makanan yang lain, misalnya udang menyebabkan urtikaria, sedangkan kacang tanah
menyebabkan sesak nafas. Susu sapi bisa menimbulkan gejala alergi pada saluran nafas, saluran
cerna, kulit dan anafilaksis.

Gejala dan tanda alergi dapat ditimbulkan oleh adanya alergen sebagai penyebab.
Beberapa makanan yang berbeda kadang menimbulkan gejala alergi yang berbeda pula,
misalnya pada alergi ikan laut menimbulkan gangguan kulit berupa urtikaria, kacang tanah
menimbulkan gangguan kulit berupa papula atau furunkel. Sedangkan buah-buahan
menimbulkan gangguan batuk atau pencernaan.

Kompleksnya proses pencernaan makanan akan mempengaruhi waktu, lokasi dan


gejala alergi makanan. Gejala dapat muncul beberapa menit setelah makan atau berjam jam
kemudian. Gejala dari alergi makanan dapat berupa :

 Kulit
Reaksi alergi terhadap makanan yang paling banyak muncul ke kulit. Bentol kemerahan, sangat
gatal, dan bengkak. Bahkan kadang muncul berkelompok dan keluar dengan cepat. Bentol pada
kulit dapat dapat muncul sendiri maupun disertai dengan gejala alergi lainnya.
Dermatitis atopik atau eczema, kondisi kulit yang ditandai dengan gatal, betsisik, kemerahan,
bisa juga dipicu oleh alergi terhadap makanan. Reaksi ini umumnya bersifat kronik dan muncul
pada seseorang yang memiliki riwayat keluarga mempunyai alergi atau asma.

 Saluran napas

Gejala asma seperti batuk, napas berbunyi, hidung tersumbat atau kesulitan bernapas,
dikarenakan penyempitan saluran pernapasam, dapat dipicu oleh alergi terhadap makanan,
terutama pada bayi dan anak-anak. Pusing atau pingsan.

 Saluran cerna

Gejala alergi terhadap makanan yang mempengaruhi saluran cerna meliputi mual, muntah,
diare, kram perut, terkadang ruam kemerahan dan gatal di sekitar mulut. Selain itu, bisa juga
terjadi gatal dan bengkak di sekitar mulut dan kerongkongan, sakit perut, dan banyak gas.
Bengkak pada bibir, wajah, lidah, tenggorokan atau bagian tubuh lainnya.

Pada bayi, reaksi non alergi, biasanya reaksi sementara pada beberapa makanan terutama
buah, biasa ditemukan. Misalnya terdapat ruam di sekitar mulut disebabkan oleh asam alami
pada buah tomat dan jeruk, atau diare dikarenakan gula dalam jus buah atau makanan lainnya
yang muncul pada beberapa kali. Reaksi lainnya merupakan reaksi alergi, dan dapat disebabkan
oleh makanan yang menimbulkan alergi bila dimakan lagi. Seiring dengan pertumbuhannya,
beberapa anak dapat mentoleransi makanan yang sebelumnya merupakan penyebab alergi.

2.5 Patofisiologi

A. Terjadinya Reaksi Alergi Secara Umum

1. Sel darah putih merupakan sistem imunitas tubuh paling utama.


 Saat antigen memasuki tubuh, secara otomatis seluruh jaringan tubuh akan melakukan suatu
proses kompleks untuk mengenali benda asing tersebut.

 Sel darah putih menghasilkan antibodi spesifik untuk melawan antigen. Proses ini disebut
sensitisasi.

 Antibodi bekerja dengan mendeteksi dan merusak substansi yang menyebabkan penyakit. Pada
reaksi alergi, antibodi dikenal sebagai immunoglobulin E, atau IgE.

2. Antibodi ini memerintah "para mediator" untuk memproduksi semacam zat yang mampu
mengurangi kadar kimia dan hormon yang dimiliki antigen.

 Mediator yang umum dikenal diantaranya adalah Histamine.

 Mediator mempunyai efek meningkatkan aktivitas sel darah putih. Inilah yang memungkinkan
terjadinya gejala yang mengikuti.

 Jika hadirnya mediator dirasa sudah cukup, reaksi alergi bisa dikatakan telah berakhir.

3. Reaksi alergi sebenarnya sebuah keunikan bagi kita. Tubuh sudah pasti akan mengenali
antigen jika sewaktu-waktu akan menyerang kembali.

B. Terjadinya Reaksi Alergi Makanan :

Reaksi imunologis tubuh mempengaruhi timbulnya alergi terhadap makanan. Reaksi ini
melibatkan imunoglobulin, yaitu protein yang membantu dalam respon kekebalan tubuh,
tepatnya Imonuglobulin E (IgE) yang membentuk respon imun tubuh. Respon imun yang
muncul dalam reaksi alergi melalui dua tahap, yaitu tahap sensitisasi alergen dan tahap elisitasi.

1. Tahap sensitisasi

Tahap sensitisasi muncul ketika tubuh memproduksi antibodi IgE yang spesifik. Tahap
sensitisasi ini juga disebut dengan tahap induksi, merupakan kontak pertama dengan alergen
(yaitu ketika mengkonsumsi makanan penyebab alergi).

2. Tahap elisitasi
Fase elisitasi terjadi jika terdapat pajanan ulang. Ketika terpajan dengan makanan
(penyebab alergi) yang sama, protein akan mengikat molekul di sel mediator (sel basofil dan sel
mast). Tahap elisitasi ini menyebabkan tubuh mengeluarkan molekul yang menyebabkan
inflamasi (seperti leukotrien dan histamin). Efek yang timbul serta keparahan alergi dipengaruhi
oleh konsentrasi dan tipe alergen, rute pajanan, dan sistem organ yang terlibat (misalnya kulit,
saluran cerna, saluran pernapasan, dan darah).

C. Contoh Reaksi Alergi Makanan

 Telur :

Pada orang normal, protein-protein tersebut adalah ‘teman’ bagi sistim kekebalan
(imunitas) tubuh. Tetapi, pada orang alergi, sistim kekebalan tubuh mereka mengenali protein
tersebut sebagai ‘musuh’ yang berbahaya dan harus segera disingkirkan dari tubuh.

Misalnya pada orang yang alergi telur. Saat pertama kali dalam hidupnya mengkonsumsi
telur, sistim kekebalan tubuhnya akan mengenali ovmukoid telur sebagai zat asing yang
berbahaya bagi tubuh.Sistim kekebalan tubuh kemudian memproduksi suatu antibodi terhadap
ovomukoid yang disebut Immunoglobulin E (IgE).

Selanjutnya, jika ia makan telur lagi (dalam jumlah sedikit sekalipun), IgE akan segera
mengenali ovomukoid telur, kemudian mengirim sinyal ke sistim kekebalan tubuh untuk
mengeluarkan histamin dan beberapa senyawa kimia lainnya ke dalam aliran darah.

Histamin dan senyawa kimia tersebut dimaksudkan untuk menyingkirkan ovomukoid


telur, tetapi pada kenyataannya juga berefek buruk terhadap bagian tubuh lainnya. Histamin
adalah senyawa kimia yang sangat kuat, yang dapat mempengaruhi sistim pernapasan, sistim
kardiovaskuler, sistim pencernaan dan kulit. Gejala yang ditimbulkan oleh histamin antara lain
adalah hidung berair, gatal pada mata, kering tenggorokan, gatal dan timbul bentol merah pada
kulit, mual, diare, susah bernapas, bahkan syok anafilaktik.
Untuk menghambat aktifitas histamin biasanya diberikan antihistamin. Beberapa contoh
obat golongan antihistamin yaitu difenhidramin, CTM, setirizin, loratadin, feksofenadin dan
lain-lain.

Obat lain yang digunakan untuk alergi biasanya disesuaikan dengan gejala yang timbul.
Jika timbul sesak napas, diberikan oksigen dan obat-obat yang melonggarkan saluran
pernapasan. Jika terjadi syok anafilaktik, yaitu turunnya tekanan darah secara tiba-tiba yang
ditandai dengan kaki dan tangan dingin, bibir biru, serta pingsan, maka suntikan efineprin harus
segera diberikan.

Obat-obat tersebut diatas hanya mengatasi gejala yang timbul akibat serangan yang
sedang terjadi; tidak untuk menyembuhkan alergi. Artinya, jika lain kali orang tersebut makan
telur, atau makanan lain yang pernah menyebabkan dia alergi, maka gejala alergi akan muncul
kembali.

2.6 Makanan Penyebab Alergi

Macam-macam pencetus alergi yang dikenali oleh umum :

1. Jenis makanan tertentu, vaksin dan obat-obatan, bahan berbahan dasar karet, aspirin, debu,
bulu binatang, dan lain sebagainya.

2. Sengatan lebah, gigitan semut api, penisilin, kacang-kacangan. Biasanya reaksi yang
ditimbulkan akan berlebihan dan bisa mengakibatkan alergi serius di sekujur tubuh.

3. Penyebab minor; suhu udara panas ataupun dingin, dan kadar emosi yang berlebihan.

4. Pada orang dewasa : makanan laut seperti kerang, udang, lobster, kepiting, cumi cumi, dan
ikan. Beberapa jenis kacang kacangan seperti kacang kenari, kacang tanah. Yang paling sering
ditemukan adalah alergi telur.
5. Pada anak anak : Pola alergi yang terjadi terkadang berbeda dengan orang dewasa. Makanan
yang sering menimbulkan alergi pada anak adalah telur, susu, kacang tanah, dan buah buahan
seperti tomat dan stroberi

6. Alergen dalam makanan :

 Merupakan protein, glikoprotein atau polipeptida dengan besar molekul lebih dari 18.000
dalton, tahan panas dan tahan enzim proteolitik.

 Pada ikan diketahui allergen-M sebagai determinan. Pada telur ovomukoid merupakan
alergen utama. Pada susu sapi betalaktoglobulin (BLG), alfalalaktalbumin (ALA), bovin serum
albumin (BSA) dan bovin gama globulin (BGG) merupakan alergen utama dan BLG adalah
alergen terkuat. Pada kacang tanah alergen terpenting adalah arachin, conarachin dan peanut-
1. Pada udang dikenal allergen-1 dengan berat molekul 21.000 dalton dan Allergen-2 dengan
berat molekul 200.000 dalton. Pada gandum yang merupakan alergen utama adalah: albumin,
pseudoglobulin dan euglobulin.

2.7 Cara Pemeriksaan

Diagnosis alergi makanan diperoleh dari anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan


laboratorium dan secara akademis dipastikan dengan ”Double Blind Placebo Controlled Food
Challenge”. Secara klinis bisa dilakukan uji eliminasi dan provokasi terbuka ”Open Challenge”.
Pertama-tama dilakukan eliminasi dengan makanan yang dikemukakan sendiri oleh penderita
atau orangtuanya atau dari hasil uji kulit. Kalau tidak ada perbaikan maka dipakai regimem diet
tertentu.

 Diagnosis dengan diet eliminasi

Ada beberapa regimen diet yang bisa digunakan :

 ELIMINATION DIET
Beberapa makanan harus dihindari yaitu Buah, Susu, Telur, Ikan dan Kacang, di Surabaya
terkenal dengan singkatan BSTIK. Merupakan makanan-makanan yang banyak ditemukan
sebagai penyebab gejala alergi, jadi makanan-makanan dengan indeks alergenisitas yang tinggi.
Indeks ini mungkin lain untuk wilayah yang lain, sebagai contoh dengan DBPFC mendapatkan
telur, kacang tanah, susu sapi, ikan, kedelai, gandum, ayam, babi, sapi dan kentang, sedangkan
Bischop mendapatkan susu, telur, kedelai dan kacang.

 MINIMAL DIET 1 (Modified Rowe’s diet 1)

Terdiri dari beberapa makanan dengan indeks alergenisitas yang rendah. Berbeda dengan
”elimination diet”, regimen ini terdiri dari beberapa bahan makanan yang diperbolehkan yaitu :
air, beras, daging sapi, kelapa, kedelai, bayam, wortel, bawang, gula, garam dan susu formula
kedelai. Bahan makanan lain tidak diperbolehkan.

 MINIMAL DIET 2 (Modified Rowe’s Diet 2)

Terdiri dari makanan-makanan dengan indeks alergenisitas rendah yang lain yang
diperbolehkan, misalnya : air, kentang, daging kambing, kacang merah, buncis, kobis, bawang,
formula hidrolisat kasein, bahan makanan yang lain tidak diperkenankan.

 EGG and FISH FREE DIET

Diet ini menyingkirkan telur termasuk makanan-makanan yang dibuat dari telur dan semua
ikan. Biasanya diberikan pada penderita-penderita dengan keluhan dengan keluhan utama
urtikaria, angionerotik udem dan eksema.

 HIS OWN’S DIET

Menyingkirkan makanan-makanan yang dikemukakan sendiri oleh penderitanya sebagai


poenyebab gejala alergi.

Diet dilakukan selama 3 minggu, setelah itu dilakukan provokasi dengan 1 bahan
makanan setiap minggu. Makanan yang menimbulkan gejala alergi pada provokasi ini dicatat.
Disebut alergen kalau pada 3 kali provokasi menimbulkan gejala alergi. Waktunya tidak perlu
berturut-turut. Jika dengan salah satu regimen diet tidak ada perbaikan padahal sudah
dilakukan dengan benar, maka diberikan regimen yang lain. Sebelum memulai regimen yang
baru, penderita diberi ”carnaval” selama seminggu, artinya selama 1 minggu itu semua
makanan boleh dimakan (pesta). Maksudnya adalah memberi hadiah setelah 3 minggu diet
dengan baik, dengan demikian ada semangat untuk menjalani diet berikunya. Selanjutnya diet
yang berikutnya juga dilakukan selama 3 minggu sebelum dilakukan provokasi.

 Pemeriksaan Penunjang

 Uji kulit : sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti tungau,
kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan seperti susu, telur,
kacang, ikan).

 Darah tepi : bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit 5000/ml
disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.

 IgE total dan spesifik : harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun. Kadar
IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah atopi, atau
mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi imun seluler.

2.8 Diagnosa Banding

 Gangguan saluran cerna dengan diare dan atau mual muntah, misalnya : stenosis pilorik,
Hirschsprung, defisiensi enzim, galaktosemia, keganasan dengan obstruksi, cystic fibrosis,
peptic disease dan sebagainya.

 Reaksi karena kontaminan dan bahan-bahan aditif, misalnya : bahan pewarna dan pengawet,
sodium metabisulfite, monosodium glutamate, nitrit, tartrazine, toksin, fungi (aflatoxin), fish
related (scombroid, ciguatera), bakteri (Salmonella, Escherichia coli, Shigella), virus (rotavirus,
enterovirus), parasit (Giardia, Akis simplex), logam berat, pestisida, kafein, glycosidal alkaloid
solanine, histamin (pada ikan), serotonin (pisang, tomat), triptamin (tomat), tiramin (keju) dan
sebagainya.
2.9 Penatalaksanaan

 Identifikasi alergen dan eliminasi :

 Diet eliminasi/provokasi adalah untuk diagnostik. Bila alergen telah diketemukan maka harus
dihindari sebaik mungkin dan makanan-makanan yang tergolong hipoalergenik dipakai sebagai
pengganti.

 Pada bayi dari keluarga atopik, disarankan menunda pemberian makanan makanan yang
dikenal sebagai makanan alergenik utama, dengan cara :

 Eliminasi susu sapi sampai usia 1 tahun

 Eliminasi telur sampai usia 18-24 bulan

 Eliminasi kacang-kacangan dan ikan sampai usia 3 tahun

 Menghindari Penyebab / Pencetus.

Menghindari makanan yang menjadi penyebab alergi merupakan hal yang paling utama
dalam penanganan alergi makanan. Setelah diketahui jenis makanan yang menyebabkan alergi
maka makanan tersebut harus segera dihapuskan dari daftar menu sehari hari. Caranya adalah
pasien harus dapat membuat daftar makanan/kandungan makanan yang ia makan sehari hari.
Ketika alergi muncul, maka ia dapat melihat kembali apa apa saja yang ia makan sebelum
munculnya alergi. Bila sudah ditemukan, segera hapus jenis makanan tersebut dari daftar
menu.

Bila gejala alergi telah muncul maka perlu dilakukan pengobatan terhadap gejala yang
timbul. Misalnya dengan pemberian obat antihistamin untuk mengatasi gejala pada kulit,
saluran cerna, asma, bersin dan rasa tidak enak pada hidung. Bila gejala yang timbul sangat
berat, segeralah membawa pasien tersebut ke dokter atau rumah sakit terdekat.

Berikut beberapa tips seputar menghindari makanan penyebab alergi :


 Usahakan mengetahui jenis kandungan makanan atau minuman yang akan anda santap, baca
labelnya dengan teliti.

 Berhati-hatilah saat makan di restoran, warung, atau pada acara kenduri. Jika ada makanan
yang mengandung bahan yang membuat anda alergi, hindarilah.

 Carilah ‘persamaan kata’ bahan makanan yang membuat anda alergi. Misalnya, kasein untuk
susu, gluten untuk gandum, minyak sayur hidrolisat untuk kacang, dll.

 Sebaiknya anda berkonsultasi dengan ahli gizi untuk menyusun menu yang cocok dan
seimbang.

 Terapi

Ada beberapa jenis terapi yang bisa dilakukan oleh seseorang yang menderita alergi.
Terapi paling mudah adalah dengan menghindari makanan penyebab. Untuk hal ini diperlukan
bantuan ahli gizi. Selain itu, juga diharuskan untuk hati-hati membaca label makanan karena
bisa jadi ada kandungan yang dapat menyebabkan alergi pada produk tersebut.

Penderita dan orangtua harus mengetahui dan mempunyai daftar tulisan istilah yang
digunakan pada kemasan makanan tentang jenis protein yang terkandung. Telor mungkin
ditulis sebagai albumin atau lesitin, susu sapi ditulis sebagai whey, kasein atau caseinete. Label
pada makanan kemasan yang dibeli harus dilihat dengan teliti setiap hendak membeli atau
memngkonsumsi. Antigen seperti kacang tanah mungkin ditemukan dengan tak diduga di
dalam minyak, tepung, daging yang diproses, dan susu dan susu cream. Makanan apapun
termasuk makanan yang banyak dijual dan dikonsumsi awam dapat terkontaminasi silang baik
secara tidak langsung atau langsung dengan makanan yang lain. Di restoran atau rumah makan,
perlu diketahui informasi dengan cermat kalau perlu dari juru masaknya tentang semua resep
yang terkandung dalam makanan yang dipesan.

Bagi yang menderita asma, pastikan untuk memeriksa apakah sulfit terdapat dalam
makanan anda. Periksa label makanan anda apakah ada kata-kata ”sodium bisulfite,”
”potassium bisulfite,” ”sodium sulfite,” ”sulfur dioxide” dan ”potassium metabisulfite.”
Terapi lainnya adalah dengan menggunakan suntikan epinefrin pada saat serangan.
Penderita harus selalu membawa epinefrin injeksi (Ana-Kit or EpiPen) setiap waktu bila hendak
bepergian. Bila penderita sudah terlanjur mengkonsumsi makanan yang berpotensi mematikan
dan timbul gejala pemberian segera injeksi epinefrin sebelum timbul gejala. Dianjurkan kepada
penderita alergi untuk menggunakan pertanda medis seperti gelang atau kalung sebagai
pertanda apabila sedang mengalami kesulitan ketika gejala alergi terjadi dan ketika itu tidak
bisa berkomunikasi.

 Farmakoterapi :

 Kromolin, Nedokromil.

Dipakai terutama pada penderita dengan gejala asma dan rinitis alergika. Kromolin umumnya
efektif pada alergi makanan dengan gejala Dermatitis Atopi yang disebabkan alergi makanan.
Dosis kromolin untuk penderita asma berupa larutan 1% solution (20 mg/2mL) 2-4 kali/hari
untuk nebulisasi atau berupa inhalasi dengan metered-dose inhaler 1,6 mg (800 µg/inhalasi) 2-4
kali/hari. Untuk rinitis alergik digunakan obat semprot 3-4 kali/hari yang mangandung kromolin
5.2 mg/semprot. Untuk konjungtivitis diberikan tetes mata 4% 4-6 x 1 tetes mata/hari.

Nedokromil untuk nebulisasi tak ada. Yang ada berupa inhalasi dengan metered-dose inhaler
dan dosis untuk asma adalah 3,5 mg (1,75 mg/inhalasi) 2-4 kali/hari. Untuk konjungtivitis
diberikan tetes mata nedokromil 2% 4-6 x 1-2 tetes mata/hari.

 Glukokortikoid.

Digunakan terutama bila ada gejala asma. Steroid oral pada asma akut digunakan pada yang
gejala dan PEF nya makin hari makin memburuk, PEF yang kurang dari 60%, gangguan asma
malam dan menetap pada pagi hari, lebih dari 4 kali perhari, dan memerlukan nebulizer serta
bronkodilator parenteral darurat menggunaan bronkodilator. Steroid oral yang dipakai adalah :
metil prednisolon, prednisolon dan prednison. Prednison diberikan sebagai dosis awal adalah 1-
2 mg/kg/hari dosis tunggal pagi hari sampai keadaan stabil kira-kira 4 hari kemudian diturunkan
sampai 0,5 mg/kg/hari, dibagi 3-4 kali/hari dalam 4-10 hari. Steroid parenteral digunakan untuk
penderita alergi makanan dengan gejala status asmatikus, preparat yang digunakan adalah
metil prednisolon atau hidrokortison dengan dosis 4-10 mg/kg/dosis tiap 4-6 jam sampai
kegawatan dilewati disusul rumatan prednison oral. Steroid hirupan digunakan bila ada gejala
asma dan rinitis alergika.

 Beta adrenergic agonist

Digunakan untuk relaksasi otot polos bronkus. Epinefrin subkutan bisa diberikan dengan dosis
0,01 mg/kg/dosis maksimum 0,3 mg/dosis.

 Metil Xantin

Digunakan sebagai bronkodilator. Obat yang sering digunakan adalah aminofilin dan teofilin,
dengan dosis awal 3-6/kg/dosis, lanjutan 2,5 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam.

 Simpatomimetika

 Efedrin : 0,5 – 1,0 mg/kg/dosis, 3 kali/24 jam

 Orciprenalin : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam

 Terbutalin : 0,075 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam

 Salbutamol : 0,1 – 0,15 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam

 Leukotrien antagonis

LTC4 dan LTD4 menimbulkan bronkokonstriksi yang kuat pada manusia, sementara LTE4 dapat
memacu masuknya eosinofil dan netrofil ke saluran nafas. Dapat digunakan pada penderita
dengan asma persisten ringan. Namun pada penelitian dapat diberikan sebagai alternatif
peningkatan dosis kortikosteroid inhalasi, posisi anti lekotrin mungkin dapat digunakan pada
asma persisten sedang, bahkan pada asma berat yang selalu membutuhkan kortikosteroid
sistemik, digunakan dalam kombinasi dengan xantin, beta-2-agonis dan steroid. Preparat yang
sudah ada di Indonesia adalah Zafirlukast yang diberikan pada anak sebesar 20 mg/dosis 2
kali/24jam.

 H1-Reseptor antagonis
H1 reseptor antagonis generasi kedua tidak ada efek samping CNS. Setirizin bisa digunakan
pada anak mulai umur 1 tahun dan tidak ada efek samping kardiovaskular, dapat digunakan
jangka lama. H1 reseptor antagonis generasi pertama efek antikolinergiknya dapat
memperburuk gejala asma karena pengentalan mukus. Pada dosis tinggi efek samping pada
CNS sangat membatasi penggunaanya dalam pengobatan asma. Beberapa penelitian
membuktikan efektifitas.

 Difenhidramin diberikan dengan dosis 0,5 mg/kg/dosis, 3 kali/24 jam. CTM diberikan dengan
dosis 0,09 mg/kg/dosis, 3-4 kali/24 jam. Setirizin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 2-5
tahun: 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 5-10 mg/dosis,1 kali/hari.

 Loratadin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 2-5 tahun : 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6
tahun : 10 mg/dosis,1 kali/hari. Feksofenadin, dosis pemberian sesuai usia anak adalah : 6-11
tahun : 30 mg/hari, 2 kali/hari; > 12 tahun : 60 mg/hari, 2 kali/hari atau 180 mg/hari, 4 kali/hari.
Azelastine, dosis pemberian sesuai usia anak adalah: 5-11 tahun : 1 semprotan 2 kali/hari; > 12
tahun : 2 semprotan, 2 kali/hari.

 Pseudoephedrine, dosis pemberian sesuai usia anak adalah : 2-6 tahun : 15 mg/hari, 4 kali/hari;
6-12 tahun : 30 mg/hari, 4 kali/hari; > 12 tahun : 60 mg/hari 4 kali/hari.

 Ipratropium bromide 0.03% 2 semprotan, 2-3 kali/hari.

 Pencegahan :

 Alergi tidak bisa disembuhkan, tapi dengan pencegahan yang efektif akan mengendalikan
frekuensi dan intensitas serangan, penggunaan obat, jumlah hari absen sekolah, serta
membantu memperbaiki kualitas hidup.

 Pemberian ASI sangat dianjurkan. Pada bayi yang melakukan eliminasi makanan dan
mendapat ASI, maka ibu juga harus pantang makanan penyebab alergi. Dengan eliminasi
sebelumnya, alergi susu sapi menghilang pada kebanyakan kasus pada umur 2 tahun. Untuk
pengganti susu sapi dapat dipakai susu hidrolisat whey atau hidrolisat casein. Pilihan lain adalah
susu formula kedelai, dengan harus tetap waspada terhadap kemungkinan alergi terhadap
kedelai. Pada bayi yang menderita alergi makanan derajat berat yang telah menggunakan
formula susu hipoalergenik, bila ingin melakukan diet provokasi dengan susu formula sapi,
harus dilakukan dirumah sakit, karena jika gagal ada kemungkinan terjadi renjatan anafilaksis.

 Sayur mayur bisa dianjurkan sebagai pengganti buah, daging sapi atau kambing sebagai
pengganti telur ayam dan ikan.

 Makan di restoran kurang aman dan dianjurkan selalu membaca label bahan-bahan makanan
jika membeli makanan jadi.

 Desensitisasi pada alergi makanan tidak dilakukan sebab reaksinya hebat dan sedikit sekali
bukti-bukti kerberhasilannya. Andaikata berhasil, selama desensitisasi penderita juga tetap
harus menyingkirkan makanan penyebab serangan alergi itu.

2.10 Prognosis

Alergi makanan yang mulai pada usia 2 tahun mempunyai prognosis yang lebih baik
karena ada kemungkinan kurang lebih 40% akan mengalami grow out. Anak yang mengalami
alergi pada usia 15 tahun ke atas cenderung untuk menetap.

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/w/index.php?pembicaraan:alergi&action//

http://medicastore.com/

http://ummusalma.wordpress.com/2007/02/17/alergi-makanan/

http://www.anneahira.com/pencegahan-penyakit/alergi.com
Posted by hafifah parwaningtyas at 18:49

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Reactions:

0 comments:

Poskan Komentar

Links to this post

Buat sebuah Link

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Total Tayangan Laman

44611

Entri Populer

 ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN HIPERTENSI


 ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN PENYAKIT TBC
 Contoh Askep Keluarga
 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TROMBOPLEBITIS
 ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN ANAK USIA PRASEKOLAH
 PERMASALAHAN YANG MUNGKIN TIMBUL PADA USIA KEHAMILAN TRIMESTER 3
 SATUAN ACARA PENYULUHAN “HIV/AIDS”
 ASKEP KELUARGA BARU MENIKAH
 BIOLOGI MOLEKULER DAN TEORI PROSES PENUAAN
 PENGUJIAN KUALITAS AIR SECARA SEDERHANA

Label

 ASKEP (3)
 kamus (2)
 KOMUNITAS (1)
 MANAJEMEN KEPERAWATAN (1)
 SAP (8)
ButteRfLy

aQuu

hafifah parwaningtyas

Indonesia

Lihat profil lengkapku

Pengikut

Share it
hafifah. Template Watermark. Gambar template oleh Goldmund. Diberdayakan oleh Blogger.

D.

Pemecahan masalah
a)
PathwaylergR i eaksi alergi timbul setelah pasien memakan makanan seafood seperti udang, 30 menit
kemudian , terjadi gangguan intregitas kulit ,gangguan itu antaralain bisa menimbulkan bentol

bentol,bercakmerahdangatl,kibatnyapdayngtimbulbentol

bentol terjadi nyeri , bercak merah intregasi kulit ,dangatlanguankeaman.
Bagan
Maknudang angguan intregitas kulitbentol-bentol bercak merah gatalnyeri gangguan integrasi kulit
gangguan kenyamanan

askep alergi
ASUHAN KEPERAWATAN

A.Pengkajian
Untuk menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan anamnesis yang teliti,
riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji tempel.
Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk mencari kausanya. Karena hal ini
penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjutnya, yaitu mencegah kekambuhan. Diperlukan
kesabaran, ketelitian, pengertian dan kerjasama yang baik dengan pasien. Pada anamnesis perlu juga
ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang
pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan tentang
pakaian baru, sepatu lama, kosmetika, kaca mata, dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis
umum dan mungkin faktor psikologik.
Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan pembentukan vesikel
yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat
kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh
sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain maka predileksi regional diagnosis
regional akan sangat membantu penegakan diagnosis.
Kriteria diagnosis dermatitis kontak alergik adalah :
1.Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama, beberapa kali atau satu kali tetapi
sebelumnya pernah atau sering kontak dengan bahan serupa.
2.Terdapat tanda-tanda dermatitis terutama pada tempat kontak.
3.Terdapat tanda-tanda dermatitis disekitar tempat kontak dan lain tempat yang serupa dengan tempat
kontak tetapi lebih ringan serta timbulnya lebih lambat, yang tumbuhnya setelah pada tempat kontak.
4.Rasa gatal
5.Uji tempel dengan bahan yang dicurigai hasilnya positif.
Berbagai jenis kelainan kulit yang harus dipertimbangkan dalam diagnosis
banding adalah :
1.Dermatitis atopik : erupsi kulit yang bersifat kronik residif, pada tempat-tempat tertentu seperti lipat
siku, lipat lutut dise rtai riwayat atopi pada penderita atau keluarganya. Penderita dermatitis atopik
mengalami efek pada sisitem imunitas seluler, dimana sel TH2 akan memsekresi IL-4 yang akan
merangsang sel Buntuk memproduksi IgE, dan IL-5 yang merangsang pembentukan eosinofil. Sebaliknya
jumlah sel T dalam sirkulasi menurun dan kepekaan terhadap alergen kontak menurun.
2.Dermatitis numularis : merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif dengan lesi berukuran
sebesar uang logam dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor ekstremitas.
3.Dermatitis dishidrotik : erupsi bersifat kronik residif, sering dijumpai pada telapak tangan dan telapak
kaki, dengan efloresensi berupa vesikel yang terletak di dalam.
4.Dermatomikosis : infeksi kulit yang disebabkan oleh jamur dengan efloresensi kulit bersifat polimorf,
berbatas tegas dengan tepi yang lebih aktif.
5.Dermatitis seboroik : bila dijumpai pada muka dan aksila akan sulit dibedakan. Pada muka terdapat di
sekitar alae nasi, alis mata dan di belakang
6.telinga.
7.Liken simplek kronikus : bersifat kronis dan redisif, sering mengalami iritasi atau sensitisasi. Harus
dibedakan dengan dermatitis kontak alergik bentuk kronik.

B.Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang umumnya muncul pada klien penderita kelainan kulit seperti dermatitis
kontak adalah sebagai berikut :
1.Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit
2.Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen
3.Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus
4.Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus
5.Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
6.Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat informasi

C.Intervensi Keperawatan
Diagnosa :
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit
Tujuan :
Kulit klien dapat kembali normal.
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya peradangan, ditandai
dengan mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit, berkurangnya derajat pengelupasan kulit,
berkurangnya kemerahan, berkurangnya lecet karena garukan, penyembuhan area kulit yang telah
rusak
Intervensi:
Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 – 20 menit. Segera oleskan salep atau krim yang telah
diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala meningkat.
Rasional : dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit. Pengolesan krim pelembab selama 2 – 4
menit setelah mandi untuk mencegah penguapan air dari kulit.
Gunakan air hangat jangan panas.
Rasional : air panas menyebabkan vasodilatasi yang akan meningkatkan pruritus.
Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitive. Hindari mandi busa.
Rasional : sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan alkalin dan tidak membuat kulit
kering, sabun kering dapat meningkatkan keluhan.
Oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga kali per hari.
Rasional : salep atau krim akan melembabkan kulit.

Diagnosa :
Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen
Tujuan :
Tidak terjadi kerusakan pada kulit klien
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan integritas kulit, ditandai dengan menghindari alergen
Intervensi
Ajari klien menghindari atau menurunkan paparan terhadap alergen yang telah diketahui.
Rasional : menghindari alergen akan menurunkan respon alergi
Baca label makanan kaleng agar terhindar dari bahan makan yang mengandung alergen
Hindari binatang peliharaan.
Rasional : jika alergi terhadap bulu binatang sebaiknya hindari memelihara binatang atau batasi
keberadaan binatang di sekitar area rumah
Gunakan penyejuk ruangan (AC) di rumah atau di tempat kerja, bila memungkinkan.
Rasional : AC membantu menurunkan paparan terhadap beberapa alergen yang ada di lingkungan.

Diagnosa :
Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus
Tujuan :
Rasa nyaman klien terpenuhi
Kriteria hasil :
Klien menunjukkan berkurangnya pruritus, ditandai dengan berkurangnya lecet akibat garukan, klien
tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal, klien mengungkapkan adanya peningkatan rasa nyaman
Intervensi
Jelaskan gejala gatal berhubungan dengan penyebabnya (misal keringnya kulit) dan prinsip terapinya
(misal hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatal-garuk.
Rasional : dengan mengetahui proses fisiologis dan psikologis dan prinsip gatal serta penangannya akan
meningkatkan rasa kooperatif.
Cuci semua pakaian sebelum digunakan untuk menghilangkan formaldehid dan bahan kimia lain serta
hindari menggunakan pelembut pakaian buatan pabrik.
Rasional : pruritus sering disebabkan oleh dampak iritan atau allergen dari bahan kimia atau komponen
pelembut pakaian.
Gunakan deterjen ringan dan bilas pakaian untuk memastikan sudah tidak ada sabun yang tertinggal.
Rasional : bahan yang tertinggal (deterjen) pada pencucian pakaian dapat menyebabkan iritas

Diagnosa :
Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.
Tujuan :
Klien bisa beristirahat tanpa adanya pruritus.
Kriteria Hasil :
1.Mencapai tidur yang nyenyak.
2.Melaporkan gatal mereda.
3.Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.
4.Menghindari konsumsi kafein.
5.Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.
6.Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.
Intervensi :
Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban yang baik.
Rasional: Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman meningkatkan
relaksasi.
Menjaga agar kulit selalu lembab.
Rasional: Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal biasanya tidak dapat
disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.
Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur.
Rasional: kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.
Melaksanakan gerak badan secara teratur.
Rasional: memberikan efek menguntungkan bila dilaksanakan di sore hari.
Mengerjakan hal ritual menjelang tidur.
Rasional: Memudahkan peralihan dari keadaan terjaga ke keadaan tertidur.

Diagnosa :
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
Tujuan :
Pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien tercapai
Kriteria Hasil :
1.Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
2.Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
3.Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
4.Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
5.Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
6.Tampak tidak meprihatinkan kondisi.
7.Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan
penampilan
Intervensi :
1.Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri sendiri).
Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi klien,
kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.
2.Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.
Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta pemahaman
klien terhadap kondisi kulitnya.
3.Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.
Rasional: klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.
4.Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas mengembangkan kemampuan
untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.
Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan yang tidak perlu terjadi
dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak adaptasi klien .
5.Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
6.Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.

Diagnosa :
Kurang pengetahuan tentang program terapi
Tujuan :
Terapi dapat dipahami dan dijalankan
Kriteria Hasil :
1.Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
2.Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
3.Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
4.Menggunakan obat topikal dengan tepat.
5.Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
Intervensi :
1.Kaji apakah klien memahami dan mengerti tentang penyakitnya.
Rasional: memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan
2.Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahan konsepsi/informasi.
Rasional: Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu dapat mereka perbuat, kebanyakan klien
merasakan manfaat.
3.Peragakan penerapan terapi seperti, mandi dan penggunaan obat-obatan lainnya.
Rasional: memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk melakukan terapi.
4.Nasihati klien agar selalu menjaga hygiene pribadi juga lingkungan..
Rasional: Dengan terjaganya hygiene, dermatitis alergi sukar untuk kambuh kembali

D.Evaluasi
Evaluasi yang akan dilakukan yaitu mencakup tentang :
1.Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
2.Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
3.Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
4.Menggunakan obat topikal dengan tepat.
5.Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.

Das könnte Ihnen auch gefallen