Sie sind auf Seite 1von 13

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/266145525

Pengamatan dan Pengujian Lapangan dalam Karakterisasi Pelapukan Andesit


di Purwakarta

Article · April 2006

CITATIONS READS

2 2,219

3 authors, including:

Prihananto Setiadji Imam A. Sadisun


Universitas Cenderawasih Bandung Institute of Technology
2 PUBLICATIONS   4 CITATIONS    73 PUBLICATIONS   101 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

The Determination of Rainfall Threshold Triggering Landslide in West Java Using TRMM Satellite Data View project

Combination Weight of Evidence (Woe) and Logistic Regression (LR) Method for Landslide Susceptibility Map In Takengon, Aceh View project

All content following this page was uploaded by Imam A. Sadisun on 28 September 2014.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Jurnal Geoaplika (2006)
Volume 1, Nomor 1, hal. 003 – 013

P. Setiadji Pengamatan dan Pengujian Lapangan dalam Karakterisasi


I. A. Sadisun Pelapukan Andesit di Purwakarta
Bandono

Diterima : 6 Februari 2006 Sari – Makalah ini menyajikan Abstract – This paper presents in-
Disetujui : 1 Maret 2006 tentang pengujian in-situ situ tests for both material and
Dipresentasikan : 13 April 2006 menggunakan Schmidt hammer mass of andesites by means of
© Geoaplika 2006 dan point load untuk menentukan Schmidt hammer and point load
derajat pelapukan material dan concerning to determine their
massa batuan andesit yang degree of weathering at the
berkembang di daerah beriklim tropical climate region. The tests
tropis. Lokasi penelitian berada di were conducted at three different
tiga tempat berbeda di Kabupaten locations of Kabupaten
Purwakarta, Jawa Barat. Andesit Purwakarta, West Java. The
yang dijumpai merupakan batuan andesites that were found as
terobosan dan membentuk intrusive rocks formed a hilly
morfologi perbukitan yang cukup morphology. Characterization of
curam. Karakterisasi pelapukan weathered andesites was done in
andesit perlu dilakukan untuk order to know any changes within
menentukan tingkat perubahan the rock mass caused by
yang terjadi pada massa batuan. weathering. Evaluation of the
Penelitian tentang derajat degree of weathering has an
pelapukan memiliki arti penting important aspect from the view
dari sudut pandang geologi teknik point of whether engineering
P. Setiadji
maupun geomekanika. Untuk geology or geomechanics. In this
• Mahasiswa Program Magister keperluan karakterisasi derajat study, some methods that were
Teknik Geologi, FIKTM - ITB pelapukan, dalam penelitian ini quick to determine rock strength,
• Jurusan Diploma 3 Teknologi telah digunakan metode yang easy to be operated, simple and
Mineral, Fakultas Teknik, cepat dalam menentukan nilai not expensive were applied to
Universitas Cenderawasih, kekuatan, sederhana dan mudah characterize the degree of
Papua dioperasikan, serta tidak weathering. Based on all
memerlukan biaya yang mahal. aforementioned considerations,
I. A. Sadisun* Dengan pertimbangan itu maka Schmidt hammer and point load
KK Geologi Terapan dipilih metode pengujian dengan were used for in-situ testing of the
FIKTM – ITB Schmidt hammer dan point load rock strength. Both Schmidt
Jl. Ganesha 10, Bandung 40132 sebagai alat uji kekuatan material hammer and point load tests can
E-mail : imam@gc.itb.ac.id batuan secara in-situ, melalui be also used to estimate uniaxial
kedua pengujian dapat diestimasi compression strength through
Bandono nilai kekuatan batuan melalui empirical equations. Besides,
KK Geologi Terapan persamaan empiris. Disamping itu detailed observations of rock
FIKTM – ITB dilakukan juga pengamatan material and mass characteristics,
Jl. Ganesha 10 Bandung 40132 terhadap karakteristik material such as discoloration, original
dan massa batuan seperti textures of rock, discontinuity and
perubahan warna, tekstur batuan rock/soil ratio were carried out.
asal, diskontinuitas dan An ideal engineering
perbandingan antara komposisi classification of weathered
tanah dan batuan. Hasil penelitian andesites was suggested as a
ini berupa model pelapukan typical model of weathered
batuan andesit yang ideal untuk andesites under tropical climate
skala massa batuan dan diusulkan influence.
sebagai model pelapukan andesit
* Alamat korespondensi di daerah tropis.
Pendahuluan telah berhasil melakukan karakterisasi profil
pelapukan pada batuan granit di bagian
Proses pelapukan merupakan hal yang umum baratdaya Inggris yang didasarkan pada
dijumpai pada batuan. Apalagi di daerah yang pengenalan pelapukan material dan massa
beriklim tropis, adanya pelapukan akan terlihat batuan dasar. Aplikasi seperti itu untuk profil
lebih intensif bahkan dapat terjadi secara pelapukan di daerah tropis basah tidak banyak
simultan (Zhao et al., 1994). Hal ini akan dilakukan dan publikasi lebih banyak
tercermin pada tebalnya tanah residu (residual mendiskusikan karakterisasi profil dengan
soil) yang menjadi hasil akhir dari suatu proses istilah horizon morfologi (Deere dan Patton,
pelapukan. Kondisi iklim tropis ikut berperan 1971; Serrano dan Oteo, 1978 dan Brenner et
dalam mempengaruhi sifat keteknikan batuan, al., 1978).
terutama kekuatan batuan.
Makalah ini akan mendiskusikan karakaterisasi
Perubahan-perubahan yang terjadi pada proses pelapukan material dan massa batuan andesit di
pelapukan kebanyakan berlangsung secara Purwakarta dengan pengujian in-situ, dan
gradual dan biasanya diikuti oleh pola-pola mengaplikasikan klasifikasi pelapukan batuan
perubahan yang teratur. Namun demikian profil berdasarkan Irfan dan Dearman (1978) untuk
pelapukan yang terbentuk umumnya andesit yang berkembang di daerah beriklim
berkembang tidak seragam sebagai akibat dari tropis.
adanya pengaruh yang kompleks, baik secara
internal dalam batuan itu sendiri atau pengaruh Geologi Daerah Penelitian
lain yang bersifat eksternal seperti kondisi
iklim, topografi/morfologi, air tanah dan Penelitian pelapukan batuan andesit dilakukan
aktifitas organisme (Sadisun dan Bandono, di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat pada tiga
1998). lokasi berbeda yaitu G. Patapan, G. Kacapi dan
G. Cupu (Gambar 1). Fokus penelitian
Secara geologi proses pelapukan bekerja relatif dilakukan pada batuan terobosan andesit
lambat (long-term processes) akan tetapi terutama tipe andesit hornblende, menurut peta
keberadaannya menjadi penting dari sudut geologi lembar Cianjur (Sudjatmiko, 1972).
pandang keteknikan. Adanya pelapukan pada Batuan ini dijumpai sebagai dyke, volcanic neck
batuan sering mengakibatkan rencana desain dan dome yang memotong Formasi Jatiluhur
rekayasa menjadi khas (Sadisun dan Matsui, dan terbentuk selama episode aktivitas volkanik
1999; Karpuz dan Pasamehmetoglu, 1997; Miosen Akhir – Pliosen (Sutanto et al., 1994).
Gafoori et al., 1994; Krank dan Watter, 1983; Secara fisiografi, daerah penelitian berada
Dearman et al., 1978). dalam Zona Bogor bagian tengah (van
Bemmelen, 1949), yang dikenal sebagai jalur
Suatu hal penting yang tidak banyak antiklinorium yang rumit dan cembung ke arah
didiskusikan dalam pelapukan atau profil utara akibat perlipatan yang kuat pada lapisan
pelapukan adalah penjelasan tentang pelapukan batuan yang berumur Neogen. Morfologi daerah
material batuan (weathering of rock material) terdiri dari perbukitan berlereng agak curam (30
dan pelapukan massa batuan (weathering of – 70%) dengan puncak berbentuk kerucut.
rock mass). Kedua istilah tersebut memiliki arti Struktur geologi yang dijumpai berupa kekar
dan implikasi berbeda pada penyelidikan gerus (shear joint) dengan arah umum utara-
geologi teknik. Deskripsi material batuan selatan dan timurlaut-baratdaya, searah dengan
biasanya dilakukan pada contoh berukuran kecil Pola Sunda dan Pola Jawa (Pulunggono dan
(scale of hand specimen), sedangkan deskripsi Martodjojo, 1994).
massa batuan dilakukan pada skala ukuran yang
lebih besar (Goodman, 1976). Perbedaan Metodologi
keduanya menjadi penting dalam karakterisasi
profil pelapukan untuk tujuan geologi teknik Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk
yaitu sebagai penentu tingkat pekerjaan melakukan karakterisasi pelapukan andesit pada
keteknikan yang memerlukan pengenalan skala material maupun massa batuan, dan
pelapukan material batuan dasar dan pelapukan menyusun profil pelapukan andesit yang
massa batuan dasar (Dearman, 1974, 1976; mewakili daerah tropis, dengan
Baynes et al., 1978). Irfan dan Dearman (1978)

4
mengaplikasikan klasifikasi pelapukan Irfan dan Tahap kerja lapangan yang dilakukan adalah
Dearman (1978), Tabel 1. sebagai berikut :
a) Pembuatan dan pengamatan terhadap
sumur uji dan quarry untuk menentukan
perkembangan derajat pelapukan
b) Deskripsi material batuan dalam istilah
geologi teknik yang sederhana untuk setiap
derajat pelapukan, dan pengukuran struktur
serta diskontinuitas sesuai dengan ISRM
(1978b).
c) Pengujian Schmidt hammer untuk
menentukan parameter kekerasan dan
kondisi pelapukan batuan dan sekaligus
pengambilan contoh (hand specimen).
d) Pengambilan foto dan pembuatan
penampang dari morfologi yang
menggambarkan urutan derajat pelapukan
batuan.
e) Contoh selanjutnya diuji dengan point load.

Penggolongan derajat pelapukan didasarkan atas


perbedaan karakteristik yang diperoleh melalui
pengamatan perubahan fisik akibat disintegrasi
fisik mekanik maupun dekomposisi mineral
penyusun batuan, dan pengujian kekerasan
dengan Schmidt hammer. Selanjutnya, hasil
Gambar 1. Lokasi dan peta geologi penggolongan tersebut disusun menjadi profil
daerah penelitian pelapukan menurut derajat perkembangan
pelapukan, mulai dari batuan segar hingga tanah
Penelitian ini sepenuhnya didasarkan pada residu, dan hasil pengujian sifat keteknikan
pekerjaan lapangan yang meliputi pengamatan diverifikasi dengan point load untuk
singkapan dan sumur uji, serta pengujian in-situ menentukan nilai estimasi kuat tekan..
menggunakan Schmidt hammer dan point load.

Tabel 1. Sistem klasifikasi derajat pelapukan batuan (Irfan dan Dearman, 1978)
Istilah Derajat Penciri Utama
Seluruh material batuan telah terubah menjadi tanah. Struktur massa dan kemas
Tanah
VI (fabric) material telah rusak. Disini terjadi perubahan volume menjadi lebih besar
Residu
tetapi tanah belum mengalami transportasi.
Lapuk Seluruh material batuan telah terdekomposisi dan/atau terdisintegrasi menjadi
V
Sempurna tanah. Struktur massa yang asli sebagian besar masih utuh.
Lebih dari tigapuluh lima persen material batuan telah terdekomposisi dan/atau
Lapuk
IV terdisintegrasi menjadi tanah. Batuan segar atau perubahan warna pada batuan
Kuat
masih dapat dijumpai sebagai kerangka diskontinus atau inti batuan.
Kurang dari tigapuluhlima persen material batuan telah terdekomposisi dan/atau
Lapuk
III terdisintegrasi menjadi tanah. Batuan segar atau perubahan warna pada batuan
Sedang
masih dapat dijumpai sebagai kerangka diskontinus atau inti batuan.
Lapuk Perubahan warna menunjukan pelapukan pada material batuan dan permukaan
II
Ringan diskontinuitas.
Batuan Tidak ada tanda-tanda material batuan mengalami pelapukan; mungkin terdapat
I
Segar sedikit perubahan warna pada permukaan diskontinuitas utamanya.

Sebagai hasil akhir, disusun skema klasifikasi Bagan alir metodologi penelitian seperti terlihat
derajat pelapukan andesit dan model pelapukan pada Gambar 2.
andesit yang berkembang di daerah tropis.

5
ekstrapolasi hasil karakteristik pelapukan. Profil
disusun berurutan dari bawah ke atas, mulai dari
batuan yang segar hingga tanah residu. Dari
profil ini dapat dijelaskan riwayat
perkembangan derajat pelapukan andesit yang
terjadi di Purwakarta.

Pengujian In-Situ

Pengujian in-situ dilakukan dengan


mempertimbangkan beberapa persyaratan (Irfan
dan Dearman, 1978), yaitu : (1) cepat dan
sederhana, termasuk preparasi sampel yang
minimum; (2) relevan dengan sifat-sifat batuan;
(3) relevan dengan masalah keteknikan; dan (4)
memiliki kemampuan membedakan antara
derajat keteknikan secara tepat. Terutama sekali
sesuai untuk tujuan klasifikasi derajat pelapukan
batuan. ISRM (1981) merokomendasikan
Gambar 2. Skema metodologi penelitian penggunaan Schmidt hammer sebagai peralatan
standar untuk penentuan diskontinuitas
kekuatan pada massa batuan. Karpuz dan
Karakterisasi Pelapukan Pasamehmetoglu (1997) merekomendasikan
penggunaan Schmidt hammer dan point load
Karakterisasi material dan massa pelapukan untuk karakterisasi massa batuan di lapangan.
batuan andesit di lapangan terdiri dari dua fase, Pengujian in-situ juga dimaksudkan untuk
yaitu pengamatan singkapan pada sumur uji dan memberi data pendukung terhadap karakterisasi
quarry, dan pengujian in-situ. derajat pelapukan batuan.

Pengamatan dan pencatatan dilakukan secara Hasil pengujian yang diperoleh berupa nilai
sistematis menurut metode yang diusulkan oleh kekerasan Schmidt hammer, R dan indeks
Fookes dkk. (1971), komite standarisasi ISRM kekuatan point load, Is(50) (kg/cm). Nilai
(ISRM, 1978b, 1981), dan IAEG Commission Schmidt hammer (Schmidt hammer value/SHV)
on Engineering Geological Mapping (Matula, diperoleh dari nilai pantulan (rebound value)
1981) tentang tatacara pendeskripsian dan sepanjang arah tumbukan (impact) yang tidak
klasifikasi tanah dan batuan untuk tujuan horizontal karena dipengaruhi oleh gaya
keteknikan yaitu meliputi: 1) Penentuan nama gravitasi dari berbagai derajat. Oleh sebab itu,
batuan (lithological rock name), 2) Deskripsi SHV terlebih dahulu dinormalisasi dengan
sifat-sifat material batuan, 3) Deskripsi sifat- referensi arah bidang horizontal (Aydin dan
sifat tambahan yang dijumpai pada massa Basu, 2005). ISRM (1978a) dan ASTM (2001)
batuan. Deskripsi material dan massa batuan menentukan normalisasi SHV dengan kurva
berisi tentang : a) sifat-sifat material batuan koreksi yang dikeluarkan oleh pabrik pembuat
seperti warna, tekstur terdiri dari ukuran butir alat. Basu dan Aydin (2004) mengusulkan
dan kenampakan tekstur yang lain serta kemas formulasi analisis untuk nilai pantulan Schmidt
(fabric), kondisi pelapukan (state of hammer dan melakukan percobaan pada
weathering), alterasi, dan kekuatan; b) sifat-sifat berbagai macam batuan. Matula (1981)
massa batuan, terdiri dari struktur, merekomendasi hasil pengujian indeks point
diskontinuitas dan profil pelapukan dan c) nama load untuk menentukan nilai uniaxial
batuan berdasarkan pengamatan megaskopis. compressive strength dengan cara empiris.
Bieniawski (1984) menyatakan hubungan linear
Karakterisasi dilakukan pada penampang sumur antara indeks poin load dan nilai kuat tekan
uji untuk material tanah dan batuan lapuk, serta uniaksial (uniaxial compressive strength/UCS)
singkapan pada quarry untuk material batuan, dengan persamaan UCS =
baik lateral maupun vertikal. Profil pelapukan 23*Is(50).
disusun dengan melakukan korelasi dan

6
Hasil dan Diskusi
Karakteristik terhadap material batuan
Sumur uji telah dibuat sebanyak dua buah yaitu dilakukan pada singkapan yang dijumpai di
SU-1 dan SU-2 , berlokasi di G. Patapan. Dari permukaan dan quarry. Material di bawah zona
lokasi ini diperoleh perkembangan urutan transisi ditentukan berupa batuan yang telah
derajat pelapukan IV, V dan VI yang cukup lapuk menengah (moderately weathered).
representative. Satu hasil menarik diperoleh Karakterisitik derajat pelapukan ini berupa
dari SU-I yaitu ditemukan lapisan kunci (key diskolorasi yang meluas hingga bagian dalam,
bed) yang menjadi kontak antara tanah residu diskontinuitas berkembang intesif, rekahan
(residual soil) dan (transported soil), yaitu terbuka dan terisi oleh kalsit dan lempung, serta
berupa kehadiran lempung hitam yang berisi struktur block joint yang cukup rapat. Derajat
sisa rumput dan tumbuhan lain, Tabel 2. Tanah pelapukan yang lebih rendah ditandai dengan
residu ditemukan tidak terlalu tebal karena semakin tipis discoloration dan berkurangnya
berada pada lereng dengan kemiringan 70% diskontinuitas, digolongkan dalam batuan yang
atau 30o, dan dibedakan dengan lapisan di mengalami lapuk ringan (slightly weathered).
bawahnya berdasarkan perubahan warna Discoloration hanya dijumpai pada rind
(discoloration), kehadiran fragmen batuan asal weathering dan sepanjang bidang diskontinu.
dan kondisi pelapukan. Tanah residu berwarna Nilai Schmidt hammer dan point load berada
coklat tua yang menunjukkan lingkungan yang dalam kategori menengah. Pada batuan segar
dipengaruhi oleh oksidasi. Di bagian bawah (fresh rock) gejala discoloration dan
tanah residu, warna berubah menjadi coklat diskontinuitas tidak dijumpai dan hasil
kekuningan. Pada SU-2, di bagian bawah tanah pengujian dengan Schmidt hammer dan point
residu ditemukan lapisan tanah yang telah lapuk load menunjukan hasil yang cukup tinggi. Hasil
sempurna (completely weathered) dan dapat analisis pengujian Schmidt hammer dan point
dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian atas load diberikan dalam Tabel 5.
dicirikan dengan telah rusaknya tekstur batuan
asal, sedangkan di bagian bawah jejak tekstur Hasil pengujian in-situ, dengan menggunakan
batuan asal masih dapat ditelusuri melalui sisa Schmidt hammer dan point load,
batuan atau mineral yang telah lapuk lanjut, memperlihatkan pola yang hampir mirip
Tabel 3. Diskolorasi dan gradasi warna, namun (Gambar 3). Hasil pengujian kekerasan dan
tidak tegas, memberi ciri kedua bagian ini kekuatan massa batuan berkurang secara linear
berada dalam kondisi pelapukan yang sama. dengan bertambahnya derajat pelapukan.
Paling dasar dari sumur uji yang bisa diamati Tangensial garis Schmidt hammer relatif lebih
adalah lapisan yang terdiri dari campuran kecil daripada point load menunjukan hasil
material tanah dan batuan yang telah lapuk pengujian dengan Schmidt hammer cenderung
lanjut (highly weathered). Lapisan ini dicirikan kurang sensitif, terutama pada derajat pelapukan
dengan adanya jejak rekahan atau diskontinuitas II dan III karena dikontrol oleh diskontinuitas.
yang semakin nyata dan pelapukan membola Sedangkan pada pengukuran point load
(spheroidal weathering). Diskontinuitas diperoleh hasil yang lebih sensitif dan stabil.
semakin kuat dan intensitasnya meningkat Dari Gambar 3 dapat juga diketahui bahwa
menuju bagian yang didominasi batuan (bagian kekuatan material berubah drastis dari derajat I
dalam). Proses pelapukan sangat kuat terjadi ke II, artinya faktor pelapukan secara signifikan
pada derajat pelapukan ini, sehingga mempengaruhi sifat keteknikan andesit di
menimbulkan ambiguous antara sifat tanah dan Purwakarta. Selanjutkan kontrol kekuatan
batuan. Sehingga menurut mekanika tanah dan dipengaruhi oleh kondisi diskontinuitas.
batuan contoh material derajat pelapukan ini
tidak dapat di analisis. Suatu metode perlu Hasil pengujianSchmidt hammer dapat juga
diciptakan untuk karakterisasi zona transisi diterapkan pada penampang morfologi untuk
(intermediate zone) ini. Kajian menarik untuk menggambarkan perubahan dan ketebalan
diteliti lebih lanjut. Hasil pengukuran dengan masing-masing derajat pelapukan. Efek
Schmidt hammer dan point load menunjukan pelapukan tampak mempengaruhi pola dan
nilai yang rendah untuk kekuatan derajat bentuk morfologi, seperti terlihat pada Gambar
pelapukan ini. Hasil karakterisasi material tanah 4.
dirangkum dalam Tabel 4.

7
Tabel 2. Penampang sumur uji 1 (SU-1)
Kedalaman Penampang
Deskripsi Keterangan
(m) Sumur Uji

0.0 Tanah hasil timbunan


Warna coklat muda, berbutir halus atau tidak in situ
hingga kasar, terdapat fragmen batuan, (Transported soil)
tidak memperlihatkan tekstur dan
1.00 struktur batuan asal, batuan segar dan
lapuk bercampur aduk, dijumpai sisa
kayu dan tumbuhan.
2.00

3.00
Warna kehitaman di bagian atas
menunjukan sisa dari rumput dan
Tanah residu
akarnya, dan warna coklat tua, material
(Residual soil)
tanah asli, tekstur halus dan ukuran butir
4.00 seragam
Warna coklat kekuningan (terang)
ukuran butir halus dan seragam sedikit Telah lapuk
sisa butiran batuan berukuran kerikil sempurna(Completely
yang telah lapuk, lunak dan sedikit weathered)
5.00 kompak

Tabel 3. Penampang sumur uji 2 (SU-2)


Kedalaman Penampang
Deskripsi Keterangan
(m) Sumur Uji
0.00 Warna coklat tua, ukuran butir halus Tanah
dan seragam, tekstur batuan telah residu(Residual soil)
1.00 hilang, lengket jika basah
Telah lapuk
Warna coklat kekuningan, butir halus sempurna
dan seragam, memperlihatkan sisa (Completely
butiran batuan dan mineral yang telah weathered)
2.00 lapuk berwarna hitam Bagian atas
Telah lapuk
Warna coklat keabu-abuan, butir halus sempurna
dan menunjukan tekstur seperti (Completely
porfiritik atau mottled, sedikit fragmen weathered)
3.00 batuan berukuran kerikil Bagian bawah

Warna coklat muda, butir halus hingga


kasar, dijumpai orientasi retakan halus,
4.00 di beberapa bagian ditemukan Telah lapuk lanjut
spheroidal weathering dan fragmen (Highly weathered)
batuan berukuran10-30 cm dengan
kondisi lapuk ringan hingga menengah,
5.00 material sedikit keras dan kompak

8
Tabel 4. Hasil karakterisasi material tanah
Ketebalan ( m ) Karakterisasi Kondisi pelapukan dan
derajat pelapukan

Warna coklat tua, berbutir halus hingga kasar, batuan Tanah hasil timbunan atau tidak
0 – 3.0 segar dan lapuk bercampur aduk, dijumpai sisa kayu dan in-situ (Transported soil)
tumbuhan di bagian bawah.

Warna kehitaman di bagian atas menunjukan sisa Tanah residu (residual soil) atau
rumput. Warna asli coklat kemerahan, tekstur halus dan VI
0.5 – 2.0
ukuran butir seragam.
Telah lapuk sempurna bagian
Warna coklat kekuningan, butir halus dan seragam, sisa
atas(upper completely
1.0 – 2.0 butiran batuan dan mineral yang telah lapuk berwarna
weathered) atau Va
hitam
Telah lapuk sempurna bagian
Warna coklat keabu-abuan, butir halus dan tekstur
bawah (lower completely
1.5 – 2.0 seperti porfiritik atau mottled, sedikit fragmen batuan
weathered) atau Va
berukuran kerikil
Warna coklat muda, butir halus hingga kasar, ada
orientasi retakan halus, ditemukan spheroidal
weathering dan fragmen batuan berukuran10-30 cm Telah lapuk lanjut
5.0 - 10.
dengan kondisi lapuk ringan hingga menengah, material (highly weathered) atau IV
sedikit keras dan kompak

Tabel 5. Hasil analisis pengukuran Schmidt hammer dan point load


Derajat Nilai pengukuran Schmidt hammer Jumlah Nilai pengukuran point load Jumlah
Lokasi Rata- St. Rata- St.
pelapukan Min Maks pengukuran Min Maks pengukuran
rata dev. rata dev.
IV 10 21 14.22 2.87 45 0.18 0.48 0.32 0.14 2
G. Patapan

III 10 28 19.00 4.59 89 0.53 0.96 0.73 0.14 10


II 10 32 20.73 5.43 241 1.13 1.32 1.23 0.10 7
I 19 34 26.83 4.06 38 1.88 2.51 2.13 0.33 7
IV 11 21 13.75 2.36 19 0.19 0.82 0.43 0.25 5
G. Cupu G. Kacapi

III 11 31 18.53 4.43 225 1.02 1.26 1.20 0.22 2


II 11 34 21.80 4.78 129 1.31 1.76 1.49 0.20 10
I 30 40 34.00 4.18 5 1.78 2.96 2.19 0.74 7
III 12 23 18.39 2.76 31 0.58 0.84 0.74 0.14 2
II 10 30 20.61 5.29 33 1.03 1.37 1.20 0.19 5
I 22 35 27.00 2.64 41 1.70 2.17 1.94 0.33 2

35 2.5
hammer

30
schmidt hammer

load

2.0
25
poinload

1.5
Nilai Schmidt

20
point

15 1.0
Indeks
Indeks

10
Nilai

0.5
5
0 0.0
I II III IV
Derajat pelapukan

Schmidt hammer Point load

Gambar 3. Hasil pengukuran Schmidt hammer dan point load


berdasarkan derajat pelapukan

9
dan massa batuan pada setiap derajat pelapukan.
Kompilasi hasil pengamatan lapangan dan
pengujian in-situ, dirangkum dalam Tabel 7
berikut ini.

3.0

2.5

Indeks point load


2.0

1.5

1.0

0.5 y = 2.31Ln(x) - 5.76


R2 = 0.92
0.0
0 10 20 30 40
Nilai schmidt hammer

Gambar 5. Korelasi indeks point load dengan


nilai Schmidt hammer
Gambar 4. Penampang derajat pelapukan
andesit dalam perspektif morfologi yang dibuat Kesimpulan
berdasarkan hasil pengukuran Schmidt hammer
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan
Korelasi antara nilai indeks point load Is(50)) beberapa hal sebagai berikut :
dan Schmidt hammer (SHV) (Gambar 5), 1. Klasifikasi pelapukan andesit di Purwakarta
diwakili dengan pola garis yang berubah secara dapat disusun berdasarkan karakteristik
logaritmik, seperti persamaan berikut : Is(50) = derajat pelapukannya menjadi tujuh kelas,
2.31ln(SHV) – 5.76 dengan koefisien korelasi yaitu mulai dari lapisan terdalam hingga
(R2) = 0.92. Berdasarkan persamaan ini secara terluar (terdangkal) adalah sebagai berikut :
tidak langsung dapat ditentukan atau estimasi batuan segar (I), batuan lapuk ringan (II),
nilai kuat tekan uniaksial dari hasil pengujian batuan lapuk menengah (III), batuan lapuk
Schmidt hammer. Hasil analisis dan estimasi kuat (IV), batuan lapuk sempurna bagian
nilai kuat tekan uniaksial dapat dilihat pada bawah (Vb), batuan lapuk sempurna bagian
Tabel 6. atas (Va) dan tanah residu (VI). Modifikasi
dilakukan pada derajat pelapukan V untuk
Hasil analisis sifat keteknikan yang telah memperlihatkan kontinuitas perkembangan
dilakukan pada pengujian in-situ menunjukan derajat pelapukan.
bahwa ada perbedaan kekuatan dari material

Tabel 6. Hasil analisis pengujian in-situ dan estimasi nilai kuat tekan uniaksial
berdasarkan derajat pelapukan
Derajat Schmidt hammer Point load Estimasi
Nilai Nilai Nilai UCS*
pelapukan
pengukuran Jumlah pengukuran Jumlah (MPa)
Rata- St. Rata- St. (Bieniawski,
Pengujian pengujian
rata dev rata dev 1984)
IV 13.99 2.62 64.00 0.38 0.19 7 0.83
III 18.64 4.51 345 0.97 0.18 14 2.11
II 21.05 5.10 403 1.36 0.15 22 2.97
I 29.28 4.12 84 2.16 0.53 16 4.72
*Dihitung berdasarkan pengujian point load

10
Tabel 7. Model klasifikasi derajat pelapukan andesit di Purwakarta

Nilai pengukuran
Ketebalan* Derajat Poin
Profil Schmidt UCS** Karakteristik
load
(m) Pelapukan hammer (kg/cm2) (MPa)

Material berupa tanah, warna


VI
coklat tua, berukuran lempung, dan
0.5 - 2.0 (Tanah ND ND
lengket. Tidak ada fragmen dan
residu)
tekstur batuan asal.
Va
Material berupa tanah, warna
(Batuan
coklat agak kekuningan, berbutir
1.0 - 2.0 lapuk ND ND
pasir halus - sedang, ada sedikit
sempurna
fragmen yang telah lapuk lanjut.
bagian atas)
Material berupa tanah (dominan)
Vb
warna coklat keabu-abuan, berbutir
(Batuan
pasir kasar, fragmen berukuran
lapuk
1.5 - 2.0 < 13 <0.30 <0.70 kerikil dan telah lapuk lanjut, ada
sempurna
jejak tektur porfiritik atau mottled,
bagian
dan ada indikasi rekahan
bawah)
(diskontinuitas).
Material campuran tanah dan
batuan, warna tanah coklat terang,
batuan abu-abu gelap hingga
IV 13.75 0.32 0.71
hitam, fragmen telah lapuk ringan
5 - 10 (Batuan - - -
hingga menengah, diskontinuitas
lapuk kuat) 14.22 0.43 0.95
sangat, rapat, saling potong,
terbuka terisi kalsit ada spheroidal
weathering dan corestone.
Material berupa batuan,warna abu-
abu tua, tekstur porfiritik, fine
III
18.39 0.73 1.60 grain, diskontinuitas kerapatan
(Batuan
10 - 50 - - - sedang, lurus dan relatif sejajar,
lapuk
19.00 1.20 2.62 terbuka terisi kalsit dan
menengah)
lempung,struktur block joint,
discoloration cukup dalam.
Material berupa batuan, warna
abu-abu kebiruan hingga
II kehitaman, tekstur porfiritik,
(Batuan 20.61 - 1.20 - 2.63 - fenokris hornblende dan piroksen,
20 - 50
lapuk 21.80 1.49 3.26 fine grain discoloration tipis pada
ringan) kulit dan bidang rekahan,
diskontinuitas renggang, lurus, rata
dan tidak terbuka.
Material berupa batuan segar dan
I 26.83 1.94 4.23
masif, warna abu-abu kebiruan
ND (Batuan - - -
hingga agak putih, tekstur
segar) 34.00 2.19 4.80
porfiritik dan terdapat xenolith.
* = ditentukan dari penafsiran
** = dihitung berdasarkan pengujian point load dengan persamaan Bieniawski (1984)

2. Pengujian in-situ dengan Schmidt hammer Schmidt hammer memberikan hasil kurang
dan point load dapat digunakan untuk sensitif dibandingkan dengan hasil
menentukan perbedaan derajat pelapukan. pengujian point load. Hubungan Is dan
Kedua alat dapat menunjukan nilai kekuatan SHV di wakili dengan persamaan Is = 2.31
terhadap masing-masing derajat pelapukan. ln SHV – 5.76 (R2= 0.92)

11
3. Hasil kompilasi pengamatan dan pengujian suatu klasifikasi derajat pelapukan, dan
in-situ dapat disusun secara lengkap, detail dapat digunakan sebagai model pelapukan
dan sistematis berdasarkan kriteria andesit yang berkembang di daerah tropis.
karakterisasi derajat pelapukan menjadi

Daftar Pustaka

Aydin, A. dan Basu, A., 2005. weathered granite. Eng. discontinuities in rock
The Schmidt hammer in Geol., 12: 345-374. masses. Int. J. Rock Mech.
rock material Deere, D.V., dan Patton, F.D., Min. Sci. Geomech. Abstr.,
characterization. Eng. 1971. Slope stability in 16: 135-140.
Geol., 81: 1-14. residual soils. Proc. IV ISRM, 1981. Commission on
Baynes, F.J., Dearman, W.R., Panam. Conf. Soil Mech. classification of rock and
dan Irfan, T.Y., 1978. Founda. Eng., San Juan, rock masses, Basic
Practical assessment of Puerto Rico, 1: 87-170. geotechnical description of
grade in a weathered Fokkes, P.G., Dearman, W.R., rock masses. Int. J. Rock
granite. Bull. Int. Assoc. dan Franklin, J.A., 1971. Mech. Min. Sci. Geomech.
Eng. Geol., 18: 101-109. Some engineering aspect Abstr., 18: 85-110.
Bemmelen van, R.W., 1949. of rock weathering with Karpuz, C dan
The Geoloy of Indonesia, field examples from Pasahmehmetoglu, A.G.
Vol. IA, General Geology, Dartmoor and elsewhere. 1997. Field characteristics
Martinus Nijhoff The W. Eng. Geol., 4: 139-185. of Ankara Andesites, Eng.
Hogue, hal. 25-28 dan Gafoori, M., Mastropasqua, Geol., 1: 39-46.
616-634. M., Carter, J.P., dan Airey, Krank, K.D. dan Watter, R.J.,
Bieniawski, Z.T., 1984. Rock D.W., 1993. Engineering 1983. Geotechnical
mechanics design in properties of ashfield properties of weathered
mining and tunneling. shale, Australia. Bull. Int. Sierre Nevada
Balkema, Rotterdam. Assoc. Eng. Geol., 48: 97- Granodiorite, Bull. Int.
Brenner, R.P., Nutalaya, P. 106. Assoc. Eng. Geol., 20:
dan Bergado, D.T., 1978. Goodman, R.E., 1976. 173-184.
Weathering effects on Methods of geological Matula, M., 1981. Rock and
some engineering engineering in soil description and
properties of a granite discontinuous rock, West classification for
residual soil in Northern Publishing Co., USA, 472. engineering geological
Thailand. Proc. II Int. Irfan, T.Y. dan Dearman, mapping. Report by the
Cong., Int. Assoc. Eng. W.R., 1978. Engineering IAEG commission on
Geol., Madrid, Session II, classification and index engineering geological
V.1, 23-36. properties of a weathered mapping. Bull. Int. Assoc.
Dearman, W.R., 1974. granite. Bull.Int. Assoc. Eng. Geol., 24: 235-274.
Weathering classification Eng. Geol., 17: 79-90. Pulunggono dan Martodjojo,
in the characterization of ISRM, 1978a. Commission on S., 1994. Perubahan
rock for engineering standardization of tektonik Paleogene-
purposes in British laboratory and field tests. Neogene merupakan
practice. Bull. Int. Assoc. Suggested methods for peristiwa terpenting di
Eng. Geol., 9: 33-42. determining hardeness and Jawa, Proc. Geol dan
Dearman, W.R., 1976. abrasiveness of rocks. Int. Geotektonik P. Jawa sejak
Weathering classification J. Rock Mech. Min. Sci. akhir Mesozoik hingga
in the characterization of Geomech. Abstr., 15: 89- Kuarter, Yogyakarta, 37-
rock. A revision. Bull. Int. 97. 50.
Assoc. Eng. Geol., 13: ISRM, 1978b. Commission on Sadisun, I.A., dan Bandono,
123-127. standardization of 1998. Pengenalan derajat
Dearman, W.R., Baynes, F.J., laboratory and field tests. pelapukan batuan guna
dan Irfan, T.Y., 1978. Suggested methods for the menunjang pelaksanaan
Engineering grading of quantitative description of berbagai pekerjaan sipil

12
dan operasi pertambangan. Serrano, A.A. dan Oteo, C.S., akhir Mesozoik hingga
Gakuryoko, Vol. IV, No. 2, 1978. Geotechnical Kuarter, Yogyakarta, 73-
10-23. behaviour of the laterite 76.
Sadisun, I.A., dan Matsui, K., soils of west Africa. Proc. Zhao, J., Broms, B.B., Zhou,
1999. Engineering grades III Int. Assoc. Eng. Geol., Y., dan Choa, V., 1994. A
in claystone of Upper Madrid, Session II, V.1, study of the weathering of
Subang Formation and 328-338. the Bukit Timah Granit;
their effect on some Sutanto, Soeria-Atmadja, R., Part A: review, field
change of engineering Maury, R.C., dan Bellon, observations and
properties. In. Proc. of ’99 H., 1994. Geochronology geophysical survey. Bull.
Japan-Korea Joint Symp. of Tertiary volcanism in Int. Assoc. Eng. Geol., 49:
On Rock Engineering, Java. Proc. Geologi dan 97-106.
Japan, 37-46. Geotektonik P. Jawa sejak

13
14

View publication stats

Das könnte Ihnen auch gefallen