Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PENDAHULUAN
terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik dan dikelilingi cincin api yang
menyebabkan indonesia rawan akan bencana letusan gunung berapi, gempa bumi,
tsunami, banjir dan tanah longsor. Menurut data badan nasional penanggulanan bencana
(BNPB) bahwa kejadian bencana alam yang terjadi di Indonesia sejak januari sampai
dengan september 2018 sebanyak 1,999 kejadian meliputi : gempa, tsunami, erupsi gunung
api, banjir, longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, puting beliung, dan cuaca
ekstrem (Farisa, 2018). Bencana tersebut merupakan suatu keadaan yang sangat sulit yang
Dampak yang terjadi akibat bencana alam tersebut dapat menimbulkan korban
jiwa, kerusakan fasilitas infrastruktur baik milik pemerintah maupun masyarakat, adanya
korban yang mengalami gangguan secara fisik berupa luka –luka sampai meninggalkan
kecacatan pada tubuh, gangguan secara psikis, dll. Kejadian ini tidak saja menimbulkan
korban jiwa, tetapi juga korban dan keluarga korban mengalami perasaan duka yang
mendalam, akibat kehilangan orang-orang yang dicintai, serta kehilangan harta benda.
Banyak pula diantara korban bencana alam mengalami kecelakaan fisik dan gangguan
mental (Nawangsih, 2014). Selain menimbulkan kerugian secara materi, bencana alam
juga mengakibatkan dampak psikologis yang disebabkan oleh perasaan takut dan putus
asa akibat bencana alam. Kondisi traumatik tersebut seringkali berakhir dengan Post-
adalah anak-anak. Hal ini dapat dipahami, karena dari jumlah seluruh populasi suatu
masyarakat, anak-anak merupakan bagian dari populasi tersebut. Selain itu anak memiliki
keterbatasan fisik dan ketergantungan yang tinggi pada orang tua. Kejadian bencana
tersebut mengakibatkan “trauma” psikologis pada korban khususnya pada anak-anak dan
beresiko terhadap bencana adalah: semakin tinggi tingkat keparahan bencana dan tingkat
kengerian pengalaman yang dialami semakin besar pula efek psikologis, fisik maupun efek
Bagi seorang anak dampak yang terjadi dari gempa dapat menimbulkan trauma
yang mendalam karena ketakutan meliwat pristiwa bencana, gelisah yang tidak
berkesudahan, perasaan akan adanya bahaya yang segera menyerang atau ada
malapetaka yang akan segera menimpa ulang disertai dengan adanya dorongan untuk
melarikan diri dari situasi tesebut. Hal ini akan menjadi pengalaman traumatis bagi seorang
anak yang dapat berlanjut pada post traumatic syndromes disorders (PTSD) (Nawangsih,
2014).
Menurut DSM IV- TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV-
Text Revised), PTSD adalah suatu gangguan melibatkan sekelompok gejala kecemasan
yang terjadi setelah seseorang telah terkena peristiwa traumatis yang mengakibatkan
perasaan ngeri, tidak berdaya atau takut. Gangguan emosional tersebut dialami seseorang
setelah mengalami kejadian traumatis. Gangguan tersebut dapat meliputi tiga gejala pokok
Anak sebagai salah satu korban bencana yang rentan pula mengalami PTSD,
perlu mendapat penanganan yang serius agar akibat yang ditimbulkan tidak
agar gangguan stress pasca trauma yang dialami dapat menurun. Apabila tidak terdeteksi
dan dibiarkan tanpa penanganan, maka dapat mengakibatkan komplikasi medis maupun
psikologis yang serius yang bersifat permanen yang akhirnya akan mengganggu
pada aspek yang sifatnya fisik; misalnya bantuan pengobatan, sandang, pangan dan papan.
kurang diperhatikan. Stress pasca trauma itu sendiri bila tidak ditangani dengan sungguh-
sungguh dan profesional dapat berlanjut pada gangguan jiwa seperti kecemasan, depresi,
psikosis (gangguan jiwa berat) bahkan sampai pada tindakan bunuh diri.
Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi, Karini & Agustin (2011), menunjukkan
bahwa anak remaja yang mengalami PTSD kategori sedang sebanyak 53,85%
dibandingkan dengan orang dewasa 53,12% dan remaja yang membutuhkan dukungan
empati, lebih banyak diperlukan oleh remaja dalam meminimalkan tingkat PTSD
(15,38%).
Penelitian yang dilakukan oleh Mashar (2011) menunjukkan bahwa perlu adanya
permainan kelompok teman sebaya bagi anak usia sekolah dengan PTSD. Hasil
penelitian ini didukung oleh Nawangsih (2014) bahwa anak-anak dengan PTSD
intervensi khusus bagi anak-anak yang mengalami PTSD yakni teknik Play Therapy.
Kabupaten Donggala merupakan salah daerah daerah yang terkena bencana gempa
Tsunami, terletak di Provinsi Sulawesi Tengah bagian barat di pulau Sulawesi, Indonesia.
Donggala masuk dalam kawasan lempeng tektonik aktif, terutama dengan keberadaan
Sesar Palu-Koro yang berpotensi mengalami gempa bumi besar, tsunami, banjir, dan
kebakaran hutan. Menurut data BNPB (2013) menyatakan bahwa Kabupaten Donggala
memiliki Angka Indeks Risiko Bencana BNPB 189 (tinggi) dan menduduki peringkat ke-
80 dari 496 kabupaten yang memiliki resiko bencana. Hal ini terbukti bahwa pada tanggal
28 september 2018 terjadi gempa dan tsunami di palu dan donggala yang menyebabkan
banyak korban yang meninggal dunia, luka – luka dan korban yang hilang serta terjadi
Berdasarkan data BPNB korban bencana gempa - tsunami di Palu dan Donggala
sebanyak 2.045 korban meninggal dunia dengan perinciannya 171 di Donggala, 1.636 di
Palu, 222 di Sigi, 15 di Moutoung, dan 1 orang di Pasang Kayu, sedangkan untuk korban
luka berat dan luka ringan jumlahnya 10.679 orang, dengan rincian 2.549 luka berat dan
8.130 luka ringan, jumlah korban hilang 671 orang. Selain itu terjadi kerusakan ribuan
bangunan termasuk bangunan sekolah yang menyebabkan kegiatan sekolah terhenti untuk
Anak Usia Sekolah Korban Pasca Bencana Gempa – Tsunami Dengan PTSD Di
1.5.2 Anak
Menurut Wong (2009) usia anak sekolah adalah anak pada usia 6 - 12
tahun yang artinya sekolah menjadi pengalama inti anak. Periode ketika anak -
anak dianggap mulai bertanggung jawab atas perilakunya sendiri dalam
hubungan dengan orang tua mereka, teman sebaya, dan orang lainnya. Usia
sekolah merupakan masa anak memperoleh dasar – dasar pengetahuan untuk
keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh
keterampilan tertentu.
1.5.3 Bencana
Gempa bumi adalah getaran asli dari dalam bumi, bersumber di dalam
bumi yang kemudian merambat ke permukaan bumi akibat rekahan bumi pecah
dan bergeser dengan keras. Penyebab gempa bumi dapat berupa dinamika bumi
(tektonik), aktivitas gunung api, akibat meteor jatuh, longsoran (di bawah muka
air laut), ledakan bom nuklir di bawah permukaan.
Tsunami, kata ini berasal dari Jepang, tsu berarti pelabuhan, nami berarti
gelombang. Tsunami dipergunakan untuk gelombang pasang yang memasuki
pelabuhan. Pada laut lepas misal terjadi gelombang pasang sebesar 8 m tetapi
begitu memasuki daerah pelabuhan yang menyempit tinggi gelombang pasang
menjadi 30 m. Tsunami biasa terjadi jika gempa bumi berada di dasar laut
dengan pergerakan vertikal yang cukup besar. Tsunami juga bisa terjadi jika
terjadi letusan gunungapi di laut atau terjadi longsoran di laut.