Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
ABSTRACT
Background: Malnutrition is the major public health problem among the underfive years old children as a predisposing
cause of child mortality especially at the district of Garut, West Java. Malnutrition and diseases are inter-relating factors
affecting children nutritional status and mortality. This study was done to analyze public health problems focusing on mothers
and children's health related determinants in the district of Garut, West Java. Methods: The design of the study is explorative
design through interview and secondary data collection, problems solving and analysis of policy implementation. Results:
The results of the study were, the prevalence of severe malnutrition is high, namely 5.7 compared to West Java (3.7)
and Indonesia (5.4) per 100 underfive children. Based on the three nutrition indicators called weight/age, height/age and
weight/height, Garut facing the acute (Weight/age is above 10% of UNHCR standard) as well as chronic (TB/U is above the
national prevalence) malnutrition problems. Factors related to the cause of children mortality and severe malnutrition were
among others: 1) environment and sanitation (including low b irth weight and infectious diseases); 2) behavior (hygiene and
immunization), 3) health services provision (early detection, case management, monitoring of child's nutrition and budget
allocation for nutrition programs). Conclusion: Problem solving for nutrition program has to be innovatively developed
at the district level referring to the national goals and strategy. Nutrition intervention to the children only is not enough,
but pregnant mothers who are chronically malnourished has to be intervened to prevent low birth weight babies. Indirect
intervention at the district level is recommended through strengthening the health and nutrition system involving community,
local government as well as inter sectors; as the root of malnutrition problem is broaden over poverty and cultural.
Key words: nutrition intervention, nutrition state at the under-five years old
ABSTRAK
Latar Belakang: Kurang gizi merupakan masalah utama kesehatan pada anak usia di bawah lima tahun (Balita)
sebagai predisposing faktor penyebab kematian di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Kurang gizi dan penyakit adalah dua
faktor yang saling berpengaruh dalam kejadian kurang gizi dan kematian. Studi ini dilakukan untuk menganalisa masalah
kesehatan masyarakat dengan mempelajari determinan terkait kesehatan ibu dan anak. Metode: Disain studi adalah
studi eksploratif melalui wawancara dan analisis data sekunder, pemecahan masalah dan analisa terhadap implementasi
kebijakan. Hasil: Studi menunjukkan bahwa prevalensi gizi buruk cukup tinggi, yairu 5,7 bila dibandingkan dengan prevalensi
untuk Jawa Barat (3,7) dan Indonesia (5,4) per 100 Balita. Berdasarkan indicator gizi BB/U, TB/U dan BB/TU, kabupaten
Garut menghadapi masalah gizi akut (BB/U di atas 10% standar UNHCR) dan masalah gizi kronis (TB/U di atas prevalensi
nasional). Faktor terkait penyebab kematian Balita dan masalah gizi di kabupaten Garut antara lain: 1) faktor lingkungan
dan sanitasi (termasuk kelahiran BBLR dan penyakit infeksi), 2) perilaku (kebersihan individu dan imunisasi anak), 3)
pelayanan kesehatan (deteksi dini, management kasus, monitoring status gizi Balita, alokasi anggaran untuk program
kesehatan ibu dan anak). Kesimpulan: Pemecahan masalah dalam program gizi harus dikembangkan secara inovatif di
tingkat kabupaten dengan mengacu kepada goals dan strategi nasional. Intervensi gizi pada anak saja tidak cukup, tetapi
ibu hamil yang mengalami masalah gizi kronik harus sejak awal dideteksi dan diintervensi dalam upaya mencegah terjadinya
bayi lahir dengan berat badan rendah. Rekomendasi studi adalah intervensi tidak langsung ditingkat kabupaten, melalui
1 Peneliti di Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Kementerian Kesehatan RI, Jalan Percetakan Negara 23 A Jakarta 10560
Alamat korespondensi: E-mail: n_aryastami@yahoo.com
232
Analisis Situasi dan Upaya Perbaikan Gizi Balita (Ni Ketut Aryastami, dkk.)
penguatan system kesehatan dan gizi dengan melibatkan masyarakat, pemerintah lokal dan sector terkait, sebab seperti
telah diketahui akar daripada masalah gizi adalah pada tingkat kemiskinan dan terkait budaya masyarakat.
Naskah Masuk: 15 Februari 2012, Review 1: 23 Februari 2012, Review 2: 23 Februari 2012, Naskah layak terbit: 10 Maret 2012
233
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 15 No. 3 Juli 2012: 232–239
Konsep dan Faktor Penyebab Masalah Gizi penyakit dan rendahnya asupan nutrisi secara timbal
Berbagai teori dan kajian telah dilakukan oleh para balik menjadi penyebab langsung rendahnya status
ahli dalam menelaah masalah gizi dan kesehatan. gizi masyarakat, baik secara bersamaan ataupun
Dalam teori Blum, status kesehatan dipengaruhi silih berganti dalam lingkaran masalah kesehatan
oleh lingkungan, pelayanan kesehatan, perilaku dan masyarakat.
factor genetik. Kondisi ini tidak berdiri sendiri dan Kasus gizi buruk muncul sebagai manifestasi
saling terkait selama masa kehidupan (van Leeuwen, adanya masalah gizi di masyarakat. Penyebab
1999). Selanjutnya, Unicef mengembangkan kerangka langsung terjadinya kasus gizi buruk adalah kurang
penyebab terjadinya masalah gizi dengan menjelaskan gizi dan penyakit infeksi. Kurang gizi sebagai akibat
keterkaitan masalah gizi dalam berbagai tingkatan tidak cukupnya asupan nutrient dapat menurunkan
factor penyebab seperti tampak dalam diagram 1 imunitas tubuh sehingga mudah terserang penyakit
(Unicef, 1990). infeksi. Sebaliknya, bila anak menderita penyakit
Penyebab mendasar terjadinya masalah gizi infeksi maka anak tersebut dapat menderita kurang
adalah kemiskinan dan keterbatasan sumberdaya gizi terlebih bila asupan nutrient dari makanan tidak
alam yang akan mempengaruhi struktur ekonomi mencukupi.
masyarakat serta kemampuan politik dalam mengatur
dan mengontrol ketersediaan sumber daya (manusia HASIL
dan alam) yang dimiliki oleh suatu Negara.
Hasil penelusuran informasi untuk Kabupaten
Di negara-negara miskin/sedang berkembang
Garut tampak, masalah kesehatan berawal dari
keterbatasan sumberdaya berpotensi terhadap
kelahiran BBLR. Menurut persepsi ibu berdasarkan
rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, yang
data Riskesdas 2007 sebesar 30% bayi yang dilahirkan
dinyatakan sebagai penyebab tidak langsung
adalah BBLR. Namun persentase kelahiran BBLR
masalah gizi masyarakat. Keterbatasan akses
berdasarkan data penimbangan tampak tidak ada
pangan, pendidikan yang rendah, keterbatasan
atau nol. Metode yang digunakan untuk kelahiran
fasilitas pelayanan kesehatan, faktor lingkungan serta
BBLR dalam Riskesdas 2007 adalah recall dan melihat
rendahnya perhatian kepada anak dan wanita menjadi
catatan dari KMS/buku KIA. Kecil kemungkinan tidak
determinan yang saling terkait. Akhirnya, masalah
234
Analisis Situasi dan Upaya Perbaikan Gizi Balita (Ni Ketut Aryastami, dkk.)
adanya kelahiran BBLR dilihat dari latar belakang prevalens status gizi Balita di Kabupaten Garut seperti
masalah kesehatan di kabupaten Garut, sehingga terlihat dalam Tabel 2.
secara umum kemungkinan ada under-reporting di Berat badan balita dapat dengan cepat menurun
lapangan. apabila asupan kalori tidak dapat mencukupi
Gizi buruk merupakan underlying cause penyebab kebutuhannya, terutama bila anak dalam kondisi
kematian pada Balita. Satu saja Balita yang meninggal sakit, misalnya akibat diare atau kurangnya nafsu
akibat gizi buruk (BB/TB) sudah dinyatakan sebagai makan, sehingga anak akan terlihat kurus dan
kejadian luar biasa (KLB). Meskipun jumlah kasusnya menderita masalah gizi akut. Dalam kondisi ini anak
menurun dari 12 kasus pada tahun 2006 menjadi 4 membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa
kasus pada tahun 2008, kematian akibat gizi buruk mengembalikan status gizinya untuk menjadi baik;
di wilayah Kabupaten Garut harus menjadi perhatian dan bila upaya pemulihan ini sulit terkejar, maka Balita
pemerintah Kabupaten Garut. akan mengalami masalah gizi kronis.
Berdasarkan hasil kegiatan Bulan Penimbangan Seperti telah disebutkan di atas bahwa penyebab
Balita Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, selama utama kematian pada Balita adalah karena faktor
3 tahun terakhir (2006–2008), tercatat prosentase kurang gizi dan BBLR. Data dari Dinas kesehatan
balita gizi buruk (BB/U) berturut-turut 0,87%; 0,92% terkait kematian balita akibat gizi buruk dapat dilihat
dan 0,66%. Angka tersebut berada di atas angka dalam Tabel 3.
toleransi kasus gizi buruk pada balita sebesar 0,5%. Faktor lingkungan sebagai penyebab utama
Berdasarkan indicator berat badan menurut umur (BB/ kematian balita gizi buruk adalah penyakit infeksi.
U), persentase tersebut tampak kecil bila dibandingkan Kejadian penyakit infeksi dapat berawal dari kelahiran
dengan hasil survey nasional (Riskesdas 2007), BBLR. Data dari Kabupaten Garut menyebutkan 89
seperti tampak pada tabel 1. dari 152 kasus BBLR meninggal. Kurang dari separuh
bayi BBLR survive. Bayi dalam masa pertumbuhannya
Tabel 1. Persentase Balita menurut status gizi (BB/U) sangat rentan untuk terserang penyakit infeksi;
Riskesdas 2007 terutama bila status gizinya sudah buruk (BBLR).
Gizi Gizi
Anak yang gizi buruk memiliki imunitas yang lebih
Gizi baik Gizi lebih rendah sehingga mudah terserang penyakit infeksi;
Buruk kurang
Garut 5,7 10,5 79,4 4,5 sebaliknya penyakit infeksi dapat juga menjadi awal
Jawa Barat 3,7 11,3 81,5 3,5 penyebab rendahnya status gizi balita.
Indonesia 5,4 13,0 77,2 4,2 Faktor perilaku terkait dengan pendidikan yang
rendah berpotensi terhadap rendahnya upaya
Tabel di atas menunjukkan bahwa persentase masyarakat untuk akses ke fasilitas pelayanan.
Balita gizi buruk di Kabupaten Garut lebih tinggi Meskipun data tentang pendidikan tidak dapat
dibandingkan dengan persentase wilayah Jawa melengkapi analisis ini, namun secara teoritis hal ini
Barat maupun Indonesia. Penilaian masalah gizi dapat dikaitkan dengan rendahnya cakupan imunisasi
berdasarkan BB/U hanya dapat mengindikasikan di Kabupaten Garut. Rendahnya perilaku hidup bersih
gambaran status gizi balita secara umum dan tidak
dapat menggambarkan situasi apakah masalah gizi
Tabel 2. Prevalensi gizi Balita menurut tiga indikator,
tersebut bersifat akut atau kronik.
Riskesdas 2007
Sementara itu, data KLB balita gizi buruk (BB/TB)
yang dilaporkan dengan menggunakan format W1 BB/U TB/U
BB/TB
baik dengan gejala klinis dan atau disertai penyakit GIZI GIZI
GIZI akut Keterangan
(Buruk- Kronis
penyerta selama kurun waktu yang sama berturut- (Kurus)
Kurang) (Pendek)
turut adalah 38, 17, dan 31 kasus dengan jumlah Garut 16,2 41,8 11,0 Akut-kronis
kematian 12, 4 dan 4 kasus pada tahun 2008. Indikator Jawa Barat 15,0 35,4 9,0 -
status gizi BB/TB memberikan informasi masalah gizi Indonesia 18,4 36,8 13,6 Akut
yang bersifat akut. Keterangan:
Melengkapi informasi tersebut, maka hasil Akut = BB/TB di atas 10% standar UNHCR; Kronis = TB/U di atas
Riskesdas 2007 dapat memperkaya informasi untuk prevalens nasional
235
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 15 No. 3 Juli 2012: 232–239
Tabel 3. Faktor Terkait Penyebab Kematian Balita Gizi Buruk di Kabupaten Garut
No. Faktor Proporsi Keterangan
1 LINGKUNGAN
• Prevalensi penyakit infeksi pada Balita 67,66% Tinggi
• Kematian akibat BBLR 89/152 kasus Tinggi
2 PERILAKU
• Perilaku Hidup Bersih dan Sehat 23,32% Rendah
• Perilaku mencuci tangan 31,9% Rendah
• Imunisasi tidak lengkap 67,4% Riskesdas 2007
3 PELAYANAN KESEHATAN
• Deteksi dini kasus gizi buruk dan kurang 16,2% Riskesdas 2007
• Penanganan gizi buruk 12% Tidak adekuat
• Balita jarang ditimbang 43,7% Riskesdas 2007
• Balita tidak memiliki KMS 43,8% Riskesdas 2007
• Ketrampilan TPG dalam tata laksana gizi kurang 19% Rendah
• Alokasi anggaran kesehatan <15% APBD 1-2% Sangat rendah
4 FAKTOR GENETIK – –
Catatan: Adaptasi dari Teori Blum
236
Analisis Situasi dan Upaya Perbaikan Gizi Balita (Ni Ketut Aryastami, dkk.)
yang tingginya di bawah rata-rata kelompok usianya Pada Balita, pemberian makanan tambahan
(Li, 2003). Demikian seterusnya mengikuti siklus sebaiknya dijadikan program rutin. Tidak hanya
kehidupan, hingga remaja ini menjadi seorang ibu. pada Balita gizi kurang/buruk, tetapi seluruh Balita.
Terlebih bila ibu ini menikah pada masa remaja, Kendala dalam hal alokasi anggaran dari pemerintah
dimana kebutuhan gizi untuk dirinya sendiripun belum harus dipecahkan dengan melakukan re-alokasi dan
terpenuhi, dan apabila dia hamil, maka kebutuhannya prioritas, khususnya pada Balita dengan status gizi
menjadi dobel dan akan sangat berisiko untuk kurang dan buruk, agar tidak sampai mengalami sakit
melahirkan bayi yang BBLR (Anderson, 2010). apalagi meninggal.
Kecenderungan masalah gizi secara nasional Pada ibu hamil, terutama ibu hamil yang mengalami
telah berhasil diturunkan separuhnya sejak tahun kurang gizi kronis (KEK) harus diprioritaskan untuk
1989. Pencapaian ini sudah sangat mendekati target mendapat makanan tambahan. Selebihnya adalah
pencapaian MDG nasional pada tahun 2015. Badan diberikan penyuluhan gizi dan kesehatan serta
Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) supplementasi mikro nutrient, antara lain pil besi,
menyangkut masalah gizi, menyatakan, tantangan asam folat, kalsium, serta multi vitamin.
dalam pencapaian MDGs Goal 1 yaitu mengentaskan Untuk jangkauan yang lebih luas, upaya
kemiskinan dan kelaparan dituangkan dalam target intervensi langsung dalam pemecahan masalah gizi
dimana setengah dari proporsi penduduk yang rawan juga dilakukan di tingkat remaja, yakni mencukupi
menderita kelaparan diturunkan dalam jangka waktu kebutuhan gizi remaja (misalnya pemberian tablet
25 tahun yakni tahun 1990-2015 (Atmawikarta, besi pada remaja puteri) sebagai upaya preventif
2010). terjadinya anemia.
Melihat permasalahan terkait dengan kesehatan
Balita di Kabupaten Garut dan strategi kebijakan b) Intervensi Tidak langsung
yang tertuang dalam Goals MDGs, maka upaya Masalah gizi, seringkali berakar dari masalah
peningkatan status gizi masyarakat merupakan salah daya beli dan ketersediaan pangan. Bila masyarakat
satu komponen dalam upaya pengentasan kemiskinan memiliki daya beli, maka pangan bisa didatangkan.
yang tertuang dalam Goal nomor 1 MDGs. Agar masyarakat memiliki daya beli, maka mereka
Upaya pemecahan masalah untuk tingkat harus diberdayakan, yaitu dibukakan lapangan kerja.
kabupaten harus dikembangkan oleh masing- Selayaknyalah pemerintah memikirkan dan melakukan
masing kabupaten (dalam hal ini Kabupaten Garut) upaya pemecahan masalah yang bersifat menyeluruh
dengan mengacu kepada goals dan strategi yang dan terpadu antar sector di hulu sehingga dampaknya
telah dituangkan dalam strategi nasional. Namun, dapat dirasakan dalam peningkatan kesehatan dan
pada dasarnya strategi penanggulangan masalah di kesejahteraan masyarakat.
lapangan dapat dimulai berdasarkan evidence based Dari MDGs kita ketahui bahwa pengentasan
dan komitment pemerintah kabupaten Garut itu sendiri kemiskinan adalah goal nomor 1, dimana di dalamnya
dalam meningkatkan status gizi masyarakatnya terkait masalah gizi. Goal ini tidak akan pernah
melalui pengembangan program intervensi kesehatan tercapai tanpa adanya inisiasi dan penggerakan
Balita secara langsung maupun tidak langsung. dari pemerintah, mengingat kebijakan MDGs
adalah kebijakan yang mengacu kepada komitmen
a) Intervensi langsung internasional.
Intervensi langsung dapat dilakukan melalui Kegiatan ini membutuhkan integrasi di semua
pemberian makanan tambahan, yaitu makanan level, baik lintas program maupun lintas sektoral.
pengganti ASI (MP-ASI) pada bayi. Bila Ibu si bayi Implementasi kebijakan di era otonomi membutuhkan
mampu menyusui secara eksklusif enam bulan, komitmen ditingkat kabupaten, khususnya dalam hal
makanan pendampin SI diberikan setelah bayi berusia formulasi anggaran terkait kesehatan. Kekuatan politik
lebih dari 6 bulan, tetapi bila ibu mengalami hambatan telah mengurangi 'jatah' rakyat untuk memperoleh
dalam menyusui (misalnya: ASI tidak cukup), maka haknya. Seringkali terjadi ketidak-sesuaian antara
susu formula perlu ditambahkan pada bayi, khususnya kebijakan dan implementasinya di masyarakat,
bayi BBLR. misalnya anggaran kesehatan yang sangat kecil.
237
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 15 No. 3 Juli 2012: 232–239
Peranan Lintas Sektor dan Unit Pelaksana pekarangan, pemberian bibit (tanaman, ternak, ikan)
Teknis hingga produksi pangan dan olahan rumah tangga;
Masalah gizi merupakan masalah yang ditangani 4) Bidang Agama, memberikan penyuluhan dan
oleh Dinas Kesehatan/Puskesmas. Pada dasarnya klarifikasi pentingnya kesehatan dan gizi melalui
masalah gizi terjadi sebagai dampak dari masalah pendekatan budaya dan agama (misalnya menyangkut
kemiskinan, pengetahuan dan factor budaya. Oleh pantangan/tabu yang dapat merugikan kesehatan);
karena masalah gizi merupakan tanggung jawab 5) Perkumpulan wanita dan kelompok pengajian
Dinas Kesehatan, maka perlu adanya advocacy melakukan sharing dan diskusi-diskusi masalah
dari Dinas Kesehatan kepada Pemerintah Daerah kesehatan keluarga dan wanita.
maupun Dewan Perwakilan Rakyat untuk menaruh Pemberdayaan Masyarakat
perhatiannya (memberikan alokasi anggaran) kepada
Upaya peningkatan kesehatan dan gizi masyarakat
kesehatan/gizi masyarakat.
dapat dimulai dari tingkat individu, keluarga/rumah
Kemampuan petugas pelaksana gizi (TPG)
tangga maupun komunitas. Di tingkat individu, dapat
dalam mendeteksi dan menangani kasus gizi buruk
dimulai dari membiasakan berperilaku hidup bersih
harus lebih ditingkatkan. Peningkatan kemampuan
dan pola hidup sehat. Misalnya, makan bervariasi,
petugas seharusnya lebih cost-efektif dibandingkan
tidak harus mahal tetapi seimbang.
dengan memberikan intervensi/pengobatan kasus
Di tingkat keluarga/rumah tangga, implementasi
gizi buruk.
pola hidup bersih harus dibudayakan. Makan dirumah
Intensifikasi intervensi penanggulangan masalah
(bukan jajanan) merupakan salah satu tehnik untuk
gizi membutuhkan kerjasama program maupun lintas
mendapatkan nutrisi secara benar, seimbang, cukup
sektoral. Untuk kabupaten Garut, kerjasama ini bisa
dan merata antar anggota keluarga. Disamping
dalam bentuk saling terintegrasinya upaya menuju
itu, makan dirumah dapat meningkatkan hubungan
satu misi yaitu meningkatkan status gizi masyarakat
komunikasi dan social antar anggota rumah
Garut. Di tahun 1974–1984, dikenal istilah Upaya
tangga serta menghindari unsafety makanan yang
Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) yang melibatkan
berlebihan, antara lain penggunaan penyedap dan
integrasi lintas sector yang sangat intensif dengan
food additive.
kegiatan karang gizinya dan berlanjut menjadi pos
Tingkat komunitas, pemanfaatan sarana
pelayanan terpadu (Posyandu) pada tahun 1985. Hal
komunikasi melalui perkumpulan kelompok seminat
yang baik tidak ada salahnya untuk dilakukan kembali
(misal: kelompok pengajian, kelompok pensiunan,
setelah lama tidak berfungsi dan terjadinya perubahan
dll) termasuk pemanfaatan media radio, bulletin
system pemerintahan (Desentralisasi). Keterlibatan
maupun selebaran. Kepedulian masyarakat juga perlu
sector serta tanggung jawab teknisnya adalah:
ditingkatkan melalui system Dasa Wisma di tingkat
1) Bidang Kesehatan, memberikan pelayanan gizi dan
R; yaitu membentuk kelompok komunitas untuk
kesehatan kepada Balita melalui Puskesmas maupun
setiap 10 rumah tangga agar saling peduli dan saling
Posyandu; 2) Bidang Pendidikan, menyelenggarakan
berinteraksi dalam upaya peningkatan kesehatan
pendidikan, penyuluhan serta kegiatan ekstra
anggotanya.
kurikuler melalui peserta didik untuk dapat mengenal,
mengerti dan berperilaku sehat sejak dini. Contoh Monitoring dan Evaluasi
yang dapat diambil di bidang gizi adalah masyarakat Keberhasilan suatu program tidak akan pernah
tidak mengkonsumsi garam yodium, yang merupakan tercapai tanpa adanya upaya monitoring dan evaluasi.
program nasional, disebabkan mereka tidak tahu Upaya monitoring dan evaluasi terhadap upaya
pentingnya yodium dalam garam (Aryastami, 2009). pemecahan masalah gizi dapat dilakukan di semua
Distribusi informasi melalui pendidikan sangat efektif tingkatan. Di tingkat masyarakat, upaya monitoring
dalam merubah perilaku seseorang, dimulai dari dilakukan oleh masyarakat melalui aktifitas dalam Pos
tingkat dasar dan dipraktekkan menjadi kebiasaan di Kesehatan Desa. Peranan kader dan penanggung
tingkat keluarga; 3) Bidang Pertanian dan Peternakan, jawab Pos Kesehatan Desa sangat dibutuhkan dalam
melakukan penyuluhan gizi keluarga dan peningkatan memberikan informasi tentang kesehatan bayi, balita
income generating melalui upaya pemanfaatan dan ibu hamil. Komunikasi informasi kesehatan
238
Analisis Situasi dan Upaya Perbaikan Gizi Balita (Ni Ketut Aryastami, dkk.)
masyarakat dapat diteruskan secara berjenjang ke kesehatan baik lintas program maupun lintas sektoral
tingkat Puskesmas. dan peningkatan upaya pemberdayaan masyarakat.
Di tingkat Puskesmas, petugas harus bertindak Penanggulangan masalah gizi tidak bisa hanya
berdasarkan community oriented dalam melaksanakan dilakukan oleh sector kesehatan saja, mengingat
seluruh program dan kegiatannya. Upaya monitoring akar masalahnya berada di tingkat yang lebih luas:
dan evaluasi di tingkat kecamatan harus dilakukan kemiskinan, pendidikan, budaya, ketersediaan pangan
secara terintegrasi dengan lintas sector; melibatkan dan akses ke pelayanan kesehatan. Untuk itu perlu
camat, lurah, guru, pemuka agama, LSM dan seluruh komitmen yang kuat antara pemerintah local, dan
potensi yang ada di masyarakat. masyarakat melalui keterlibatan wakil rakyatnya.
Di tingkat kabupaten, perlu dibuat komitmen
yang lebih tegas mengenai keterlibatan lintas sector DAFTAR PUSTAKA
dari dinas terkait. Hal ini harus juga diwujudkan
ACCN/SCN, 2000. Nutrition throughout the Life Cycle. 4th
dalam pengalokasian anggaran APBD yang sesuai
Report on the World Nutition Situation, Geneva
dengan kebutuhan kesehatan dan kesejahteraan
Anderson AS, Wrieden AL, 2010. Teenage pregnancies
masyarakatnya, bukan sebaliknya, anggaran lebih (Dalam) Maternal-Fetal Nutrition during Pregnancy
banyak teralokasi untuk pembangunan fisik dan and Lactation. Section 3 chapter 12 pp 119–126.
kebutuhan politik. (ed. Michael E. Symonds and Margaret M. Ramsay)
Cambridge University Press 2010.
Aryastami NK. Analisis kebijakan penggunaan garam
KESIMPULAN DAN SARAN
beryodium dalam upaya penanggulangan GAKY di
Kesimpulan Provinsi Bali dan Kalimantan Tengah. Badan Litbang
Status Balita di Kabupaten Garut tergolong dalam Departemen Kesehatan, Jakarta 2009.
Atmawikarta A. Summary of MDGs Report 2010. Presentasi
masalah gizi akut dan kronis. Masalah gizi akut
untuk mata kuliah Analisis Kebijakan, Program Doktor
pada Balita dapat terjadi akibat adanya penyakit FKM UI, November 2010.
infeksi sehingga menurunkan status gizi Balita atau Badan Litbang Departemen Kesehatan RI. Riset Kesehatan
sebaliknya, diawali dengan status gizi Balita kurang/ Dasar 2007.
buruk menyebabkan Balita rawan terkena penyakit Badan Litbang Departemen Kesehatan RI. Riset Kesehatan
infeksi. Untuk itu perlu dilakukan intervensi langsung Dasar 2010.
maupun tidak langsung, yaitu melalui pemberian Barker DJP dan Clark PM, 1997. Fetal undernutrition
makanan tambahan (pada penderita gizi kurang) and disease in later life. Journals of Reproduction
dan makanan tambahan pemulihan disertai dengan and Fertility Reviews of Reproduction (1997) 2:
105–112.
pengobatan penyakit terhadap penderita gizi buruk.
Dinas Kesehtan Kabupaten Garut. Profil Kesehatan
Intervensi sebaiknya dilakukan pula pada ibu Kabupaten Garut 2009.
hamil yang menderita kurang energi kronik dengan Gluckman P, dan Hanson M, 2005. The fetal matrix:
memberikan supplemen makro dan mikro nutrient. evolution, development and disease. Cambridge
Bentuk supplemen dapat disesuaikan dengan kondisi University Press, 2005, pp 8–10.
wilayah dan ketersediaan bahan setempat. Prinsipnya Li H, Stein AD, Barnhart HX, Ramakrishnan U, Martorell R,
adalah bahan makanan dapat diperoleh dari wilayah 2003. Associations between prenatal and postnatal
setempat, terjangkau oleh masyarakat dan dapat growth and adult body size and composition. Am J
dikonsumsi. Sedangkan untuk jenis mikro nutrient Clin Nutr 2003; 77: 1498–1505.
Unicef, 1990. Strategy for improving nutrition of children and
dapat diberikan berupa multi vitamin dan mineral
women in developing countries. New York 1990.
sesuai dengan kebutuhan selama kehamilan. van Leeuwen JA, Waltner_Toews D, Abernathy T dan Smit
Saran B. Evolving Models of Human Health toward an
Ecosystem Context. Ecosystem Health, Vol. 5, No.
Upaya intervensi secara tidak langsung dilakukan
3, September 1999.
melalui penguatan system pelayanan gizi dan
239