Sie sind auf Seite 1von 22

makalah suku betawi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh tuhan sebagai makhluk yang
berbudaya, hal ini dapat dilihat dari perkembangan manusia yang ditandai dengan adanya
peradaban-peradaban dan juga budaya yang telah terbentuk.Manusia mendiami wilayah yang
berbeda, berada di lingkungan yang berbeda juga. Hal ini membuat kebiasaan, adat istiadat,
kebudayaan dan kepribadian setiap manusia suatu wilayah berbeda dengan yang lainnya.
Namun secara garis besar terdapat tiga pembagian wilayah, yaitu : barat, timur tengah, dan
timur.
Kita di indonesia termasuk ke dalam bangsa timur, yang dikenal sebagai bangsa yang
berkepribadian baik. Bangsa timur dikenal dunia sebagai bangsa yang ramah dan bersahabat.
Orang – orang dari wilayah lain sangat suka dengan kepribadian bangsa timur yang tidak
individualistis dan saling tolong menolong satu sama lain.

Menurut Selo Soemardjan menjelaskan bahwa yang dimaksud masyarakat adalah


manusia yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian tak ada
masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan. Sebaliknya tak ada kebudayaan tanpa
masyarakat sebagai wadah pendahulunya. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama untuk melakukan kegiatan bagi
kepentingan bersama atau sebagian besar hidupnya berada dalam kehidupan budaya.

Masyarakat atau Suku Betawi berasal dari hasil kawin-mawin antar etnis dan bangsa
di masa lalu secara biologis. Kata Betawi digunakan untuk menyatakan suku asli yang
menghuni di Jakarta dan Bahasa Melayu Kreol adalah bahasa yang digunakannya, dan juga
kebudayaan melayunya adalah kebudayaanya. Kata Betawi sebenarnya berasal dari kata
“Batavia”, yaitu nama kuno Jakarta diberikan oleh Belanda. Jadi, sangatlah menarik bila
diteliti secara sruktur, poses dan pertumbuhan social Suku Betawi mulai dari sejarahnya,
bahasa, kepercayaan, profesi, perilaku, wilayah, seni dan budayanya.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Asal-usul Suku Betawi

Jakarta yang berstatus sebagai ibu kota negara Republik Indonesia merupakan suatu
kawasan administrative. Jakarta, selain menjadi pusat pemerintahan juga dikenal sebagai kota
perdagangan dan kebudayaan. Di Jakarta ada suku yang sangat unik, metropolis, mengenal
budaya kota jauh lebih dulu ketimbang New York yang urban, suku itu adalah suku Betawi.
Bagi kita yang tinggal di Jakarta suku Betawi sesungguhnya tidak asing bahkan menjadi
bagian budaya dari orang- orang yang lahir dan besar di Jakarta.

Suku betawi ini mengaku dirinya adalah suku asli dari jakarta padahal Pada tahun
1930, kategori orang Betawi yang sebelumnya tidak pernah ada justru muncul sebagai
kategori baru dalam data sensus tahun tersebut. Jumlah orang Betawi sebanyak 778.953 jiwa
dan menjadi mayoritas penduduk Jakarta waktu itu.

Suku Betawi berasal dari hasil kawin-mawin antaretnis dan bangsa di masa lalu.
Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum
berdarah campuran aneka suku dan bangsa yang didatangkan oleh Belanda ke Batavia. Apa
yang disebut dengan orang atau suku Betawi sebenarnya terhitung pendatang baru di Jakarta.
Kelompok etnis ini lahir dari perpaduan berbagai kelompok etnis lain yang sudah lebih dulu
hidup di Jakarta, seperti orang Sunda, Jawa, Bali, Bugis, Makassar, Ambon, dan Melayu serta
suku-suku pendatang, seperti Arab, India, Tionghoa, dan Eropa.

Pengakuan terhadap adanya orang Betawi sebagai sebuah kelompok etnis dan sebagai
satuan sosial dan politik dalam lingkup yang lebih luas, yakni Hindia Belanda, baru muncul
pada tahun 1923, saat Husni Thamrin, tokoh masyarakat Betawi mendirikan Perkoempoelan
Kaoem Betawi. Baru pada waktu itu pula segenap orang Betawi sadar mereka merupakan
sebuah golongan, yakni golongan orang Betawi.

Ada juga yang berpendapat bahwa orang Betawi tidak hanya mencakup masyarakat
campuran dalam benteng Batavia yang dibangun oleh Belanda tapi juga mencakup penduduk
di luar benteng tersebut yang disebut masyarakat proto Betawi. Penduduk lokal di luar
benteng Batavia tersebut sudah menggunakan bahasa Melayu, yang umum digunakan di
Sumatera, yang kemudian dijadikan sebagai bahasa nasional.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Suku Betawi merupakan perpaduan dari beberapa etnis
yang sudah lebih dulu hidup di Jakarta, seperti: etnis Sunda, Jawa, Arab, Bali, Sumbawa,
Ambon, Melayu dan Tionghoa. Dari beberapa suku-suku tersebut kemudian terjadi
perkawinan silang antar suku dan munculah suku betawi yang mendiami daerah Jakarta dan
sekitarnya.

2.2 7 Sistem yang ada pada Suku Betawi

Sebagaimana kebudayaan yang lain, kebudayaan Betawi juga mempunyai 7 sistem


kebudayaan. 7 sistem dari masing-masing kebudayaan yang ada di Indonesia pasti berbeda.
Lebih jelasnya, berikut terdapat pembahasan mengenai sistem-sistem tesebut, diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Sistem Religi

Sebagian besar Orang Betawi menganut agama Islam, tetapi yang menganut
agama Kristen Protestan dan Katolik juga ada namun hanya sedikit sekali. Menurut H.
Mahbub Djunaidi kebudayaan betawi sebagai suatu subkultur hampir tidak bisa dipisahkan
dengan agama Islam. Agama Islam sangat mengakar dalam kebudayaan Betawi terlihat
dalam berbagai kegiatan masyarakat betawi dalam menjalani kehidupan.

Di antara suku Betawi yang beragama Kristen, ada yang menyatakan bahwa mereka
adalah keturunan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis. Hal ini wajar
karena pada awal abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda mengadakan perjanjian dengan
Portugis yang membolehkan Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda
Kalapa sehingga terbentuk komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Kejadian ini juga berdampak
terjadinya proses pertukaran agama melalui perkawinan campuran antara orang Portugis
dengan penduduk lokal. Komunitas Portugis ini sekarang masih ada dan menetap di
daerah Kampung Tugu, Jakarta Utara.

Umumnya masyarakat Betawi ini memang beragama Islam, ini dapat terlihat dari
kegiatan keagamaan sehari-hari, misalnya pada seni tari, seni musik, dan seni suara. Tapi
pada suku Betawi juga terdapat upacara adat yang berkaitan dengan religius. Upacara-
upacara tersebut antara lain:
a. Kekeba/upacara nujuh bulan
Kekeba adalah upacara nujuh bulan yang diadakan pada saat hamil tujuh bulan, dan biasanya
dipimpin oleh seorang dukun atau paraji.
b. Potong Rambut
Potong rambut adalah upacara pemotongan rambut bayi yang pertama kali setelah bayi
berumur 36 hari dan upacara ini sering disebut upacara selapanan.
c. Upacara Kerik tangan
Upacara kerik tangan adalah upacara serah terima perawatan bayi kepada pihak keluarga
yang melahirkan. Selama berlangsungnya upacara ini harus diiringi dengan pembacaan
shalawat Nabi sebanyak 7 kali.
d. Upacara Khitanan
Upacara khitanan adalah upacara peralihan dari masa kanak-kanak memasuki masa remaja
dengan maksud agar kesehatan alat kelamin mudah dibersihkan. Upacara ini biasanya juga
disebut dengan upacara sunatan/sunat.

2. Sistem Bahasa Suku Betawi

Bahasa Betawi merupakan bahasa sehari-hari suku asli ibu kota negara Indonesia
yaitu Jakarta. Bahasa ini mempunyai banyak kesamaan dengan Bahasa resmi Indonesia yaitu
Bahasa Indonesia. Bahasa Betawi merupakan salah satu anak Bahasa Melayu, banyak istilah
Melayu Sumatra ataupun Melayu Malaysia yang digunakan dalam Bahasa Betawi, seperti
kata “niari” untuk hari ini. Persamaan dengan bahasa-bahasa lain di Pulau Jawa, walaupun
ada bermacam-macam Bahasa, seperti Bahasa Betawi, Bahasa Sunda, Bahasa Jawa, Bahasa
Madura, dan lain sebagainya tetapi hanya Bahasa Betawi yang bersumber kepada Bahasa
Melayu sepertihalnya Bahasa Indonesia. Bagi Orang Malaysia mendengar Bahasa ini
mungkin agak sedikit tidak faham, kerana bahasa ini sudah bercampur dengan bahasa-bahasa
asing, seperti Belanda, Bahasa Portugis, Bahasa Arab, Bahasa Cina, dan banyak Bahasa-
bahasa lainnya. Tetapi Bahasa ini adalah Bahasa yang termudah dimengerti oleh Orang
Malaysia dibandingkan Bahasa Pulau Jawa yang lain selain Bahasa Indonesia.

Ciri khas Bahasa Betawi adalah mengubah akhiran “A” menjadi “E”. sebagai
contoh,Siape, Dimane, Ade Ape, Kenape. Sifat campur-aduk dalam dialek Betawi adalah
cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum yang merupakan hasil perkawinan berbagai
macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lai n di Indonesia maupun
kebudayaan yang berasal dari negara – negara asing. Ada juga yang berpendapat bahwa suku
bangsa yang mendiami daerah sekitar Batavia juga dikelompokkan sebagai suku Betawi awal
(proto Betawi). Menurut sejarah, Kerajaan Tarumanagara, yang berpusat di Sundapura atau
Sunda Kalapa, pernah diserang dan ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya dari Sumatera. Oleh
karena itu, tidak heran kalau etnis Sunda di pelabuhan Sunda Kalapa, jauh sebelum Sumpah
Pemuda, sudah menggunakan bahasa Melayu, yang umum digunakan di Sumatera, yang
kemudian dijadikan sebagai bahasa nasional.

Karena perbedaan bahasa yang digunakan tersebut maka pada awal abad ke-20,
Belanda menganggap orang yang tinggal di sekitar Batavia sebagai etnis yang berbeda
dengan etnis Sunda dan menyebutnya sebagai etnis Betawi (kata turunan dari Batavia).
Walau demikian, masih banyak nama daerah dan nama sungai yang masih tetap
dipertahankan dalam bahasa Sunda seperti kata Ancol, Pancoran, Cilandak, Ciliwung, Cideng
(yang berasal dari Cihideung dan kemudian berubah menjadi Cideung dan tearkhir menjadi
Cideng), dan lain-lain yang masih sesuai dengan penamaan yang digambarkan dalam naskah
kuno Bujangga Manik yang saatini disimpan di perpustakaan Bodleian, Oxford, Inggris.

Meskipun bahasa formal yang digunakan di Jakarta adalah Bahasa Indonesia, bahasa
informal atau bahasa percakapan sehari-hari adalah Bahasa Indonesia dialek Betawi. Bahasa
daerah juga digunakan oleh para penduduk yang berasal dari daerah lain, seperti bahasa
Jawa,bahasa Sunda, bahasa Minang, bahasa Batak, bahasa Madura, bahasa Bugis, dan
jugabahasa Tionghoa. Hal demikian terjadi karena Jakarta adalah tempat berbagai suku
bangsa bertemu.

Untuk berkomunikasi antar berbagai suku bangsa, digunakan Bahasa Indonesia.


Selain itu, muncul juga bahasa gaul yang tumbuh di kalangan anak muda dengan kata-kata
yang terkadang dicampur dengan bahasa asing. Beberapa contoh penggunaan bahasa ini
adalah Please dong ah!, Cape deh!, dan So what gitu loh!
Berikut beberapa contoh pengelompokan bahasa Betawi adalah sebagai berikut :

 Bahasa Betawi yang apabila pada bahasa Indonesia berakhir dengan vokal a´, maka dalam
bahasa Betawi diganti dengan vokal e´.
Contoh :
- apa = ape
- gula = gule
- tua = tue
- saya = saye
 Secara fonologis juga ditandai dengan hilangnya konsonan h´ yang pada tiap kata bahasa
Indonesia menggunakan vokal h´.
Contoh:
- duapuluh = duapulu
- tujuh = tuju
- pilih = pili
- boleh = bole
 Penggunaan partikel dong, deh, sih, yang tidak terdapat kesamaannya dengan bahasa Melayu
klasik. Bahasa Betawi juga mendapat pengaruh dari bahasa Cina yaitu:
- lu = kau, dari bahasa hokkian ³lu´
- nya = ibu, dari bahasa Cina Mandarin ³nyiang´

3. Sistem Mata Pencaharian

Kini Jakarta yang berpredikat sebagai Daerah Khusus Ibukota, luas wilayahnya 600
Km2 dan secara astronomis terletak diantara 608 - 11045 L.S. dan 94045Â - 94005 B.T.
Rata-rata tinggi wilayah dari permukaan air laut kira-kira 7 meter. Di wilayah bagian Selatan
keadaan tanahnya lebih subur dibandingkan dibagian Utara, sehingga di daerah ini penduduk
asli kebanyakan mata pencaharian utamanya adalah bertani, baik bertani padi, sayur-sayuran
maupun buah-buahan. Dengan perkembangan penduduk yang semakin meningkat, maka
tanah-tanah pertanian maupun perkebunan semakin sempit karena dijadikan tempat
pemukiman baru. Hal tersebut turut merubah mata pencaharian penduduk menjadi pedagang,
buruh, tukang dan sebagainya. Sedangkan mereka yang bermukim di daerah Utara umumnya
menjadi nelayan.
Mata pencaharian orang Betawi juga dapat dibedakan antara yang berdiam di
tengah kota dan yang tinggal di pinggiran. Di daerah pinggiran sebagian besar adalah petani
buah-buahan, petani sawah dan pemelihara ikan. Namun makin lama areal pertanian
mereka makin menyempit, karena makin banyak yang dijual untuk pembangunan
perumahan, industri, dan lain-lain. Akhirnya para petani ini pun mulai beralih pekerjaan
menjadi buruh, pedagang, dan lain-lain. Berikut beberapa contoh mata pencaharian dari
beberapa kampung yang termasuk dalam masyarakat Suku Betawi :
 Kampung Kemanggisan dan sekitaran Rawabelong banyak dijumpai para petani
kembang (anggrek, kemboja jepang, dan lain-lain). Dan secara umum banyak menjadi
guru, pengajar, dan pendidik. Profesi pedagang, pembatik juga banyak dilakoni oleh
kaum betawi. Petani dan pekebun juga umum dilakoni oleh warga Kemanggisan.
 Kampung yang sekarang lebih dikenal dengan Kuningan adalah tempat para peternak
sapi perah.
 Di kampung Paseban banyak warga adalah kaum pekerja kantoran sejak zaman
Belanda dulu, meski kemampuan pencak silat mereka juga tidak diragukan. Guru,
pengajar, ustadz, dan profesi pedagang eceran juga kerap dilakoni.
4. Sistem IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi)
Rumah adat

a. Rumah Bapang atau sering disebut rumah kebaya.


Ciri khas rumah ini adalah teras rumahnya yang luas disanalah ruang tamu dan bale
tempat santai pemilik rumah berada, semi terbuka hanya di batasi pagar setinggi 80 cm dan
biasanya lantainya lebih tinggi dari permukaan tanah dan terdapat tangga terbuat dari
batubata di semen paling banyak 3 anak tangga. Depan dan sekeliling rumah adalah halaman
rumah yang luas baru pagar paling luar dari rumah tersebut. Bentuknya sederhana dan terbuat
dari kayu dengan ukiran khas betawi dengan bentuk rumah kotak ( dibangun diatas tanah
berbetuk kotak). Rumah Bapang terdiri dari ruang tamu, ruang keluarga, ruang tidur, kamar
mandi, dapur dan teras extra luas.
b. Rumah Gudang.

Rumah Betawi berstruktur rangka kayu atau bambu, sementara alasnya berupa tanah
dan di tekel atau di semen. Keunikannya dan ciri khas dari rumah betawi terletak pada
lisplank rumah ini adalah terbuat dari material kayu papan yang diukir dengan ornamen
segitiga berjajar yang diberi nama ’gigi balang’ khas banget betawinya. Di bagian tengah dari
rumah tersebut di pakai sebagai ruang tinggal di dalamnya ada kamar tidur, ruang makan,
dapur dan kamar mandi dibatasi dinding kayu tertutup dan beberapa jendela untuk ventilasi
udara, di luarnya merupakan terasi-teras terbuka yang dikelilingi pagar karawang rendah
yang juga bermaterialkan kayu, genteng untuk atab rumah bermaterialkan tanah. Dinding
bagian depan dari rumah ini biasanya bersistem knock down atau bisa di bongkar pasang
berguna jika pemilik rumah menyelenggarakan hajatan yang membutuhkan ruang lebih luas.

5. Sistem Kekerabatan Masyarakat Suku Betawi

Pada masyarakat betawi, sistem kekerabatannya sesuai dengan sistem kekerabatan


di dalam budaya Islam yaitu sistem kekerabatan parental atau bilateral. Artinya kerabat
dekat dan kerabat jauh dapat ditelusuri dari kerabat Ayah dan kerabat Ibu. Kedudukan
dalam keluarga baik laki-laki maupun wanita hampir mempunyai kedudukan dan hak-hak
yang sama. Misalnya dalm memperoleh warisan, pendidikan dan lain-lain, hanya dalam
pembagian warisan anak laki-laki biasanya memperoleh dua kali lipat lebih banyak dari
perempuan. Tetapi untuk pendidikan masyarakat dahulu lebih mementingkan laki-laki,
sedang yang perempuan hanya tinggal dirumah. Sebab masyarakat Betawi dahulu
beranggapan bahwa, perempuan itu setelah menikah pasti ruang lingkup pekerjaannya
hanya dapur, sumur, dan kasur. Berbeda dengan sekarang, dalam hal pendidikan dan yang
lain-lain perempuan sudah disamakan, kecuali pada pembagian warisan hukum adat masih
berlaku sampai sekarang.

Tetapi pada umumnya masyarakat Betawi atau Jakarta asli dalam hal susunan
masyarakat dan sistem kekerabatanya, menganut sistem patrilineal yaitu menghitung
hubungan kekerabatan melalui garis keturunan laki-laki saja. Karena itu mengakibatkan tiap-
tiap individu dalam masyarakat memasukan semua kaum kerabat ayah dalam hubungan
kekerabatannya, sedangkan semua kaum kerabat ibu diluar garis hubungan kekerabatannya.
Misalnya dalam memperoleh warisan, pendidikan dan lain-lain. Dalam pembagian warisan
anak laki-laki biasanya memperoleh dua kali lipat lebih banyak dari perempuan. Tetapi untuk
pendidikan masyarakat dahulu lebih mementingkan laki-laki, sedangkan yang perempuan
hanya tinggal dirumah. Sebab masyarakat Betawi dahulu beranggapan bahwa, perempuan itu
setelah menikah pasti ruang lingkup pekerjaannya hanya dapur, sumur, dan kasur. Berbeda
dengan sekarang, dalam hal pendidikan dan yang lain-lain perempuan sudah disamakan,
kecuali pada pembagian warisan hukum adat masih berlaku sampai sekarang.

Ada beberapa hal yang positif yang dimiliki oleh masyarakat Betawi antara lain, jiwa
sosial mereka tergolong sangat tinggi, walaupun terkadang dalam beberapa hal terlalu
berlebih dan cenderung tendensius atau fanatik. Orang Betawi juga sangat menjaga nilai –
nilai agama yang tercermin dari ajaran orang tua (terutama yang beragama Islam) kepada
anak-anaknya. Masyarakat Betawi sangat menghargai pluralisme. hal ini terlihat dengan
hubungan yang baik antara masyarakat Betawi dan pendatang dari luar Jakarta. Orang Betawi
sangat menghormati budaya yang mereka warisi. Terbukti dari perilaku kebanyakan warga
yang mesih memainkan lakon atau kebudayaan yang diwariskan dari masa ke masa seperti
lenong, ondel-ondel, gambang kromong, dan lain-lain. Berikut penjelasannya agar lebih
dipahami :

 Upacara Perkawinan
Upacara perkawinan adat Betawi ditandai dengan serangkaian prosesi. Didahului
masa perkenalan melalui Mak Comblang. Dilanjutkan lamaran. Pingitan. Upacara siraman.
Prosesi potong cantung atau ngerik bulu kalong dengan uang logam yang diapit lalu
digunting. Malam pacar, mempelai memerahkan kuku kaki dan kuku tangannya dengan
pacar.
Puncak adat Betawi adalah Akad nikah. Mempelai wanita memakai baju kurung
dengan teratai dan selendang sarung songket. Kepala mempelai wanita dihias sanggul sawi
asing serta kembang goyang sebanyak 5 buah, serta hiasan sepasang burung Hong. Dahi
mempelai wanita diberi tanda merah berupa bulan sabit menandakan masih gadis saat
menikah. Mempelai pria memakai jas Rebet, kain sarung plakat, Hem, Jas, serta kopiah.
Ditambah baju Gamis berupa Jubah Arab yang dipakai saat resepsi dimulai.
Perkawinan adat betawi lebih bernafaskan Islam. Hal ini dapat terlihat dari upacara
ijab qabul dan tarian-tarian pengantar dari acara yang dilaksanakan keluarga. Dalam
pelaksanaan adat perkawinan mempunyai beberapa tahapan yaitu:

a. Pengiriman utusan, dalam pengiriman utusan ini pemuda yang sudah mempunyai ketetapan
hati pada kekasihnya akan mengirim utusan untuk melamar sigadis pujaannya. Hal ini
dimaksudkan bahwa si pemuda adalah orang yang baik, serta orang yang mempunyai latar
belakang baik. Dalam pengiriman utusan biasanya si pemuda didampingi oleh kedua orang
tuanya.

b. Penentuan hari perkawinan, pada saat inilah diadakan rembukan kedua keluarga untuk
menentukan hari, tanggal, dan tahun yang baik uantuk mengadakan perkawinan. Pada saat
inilah si pemuda mulai memikirkan mas kawin apa yang yang diberikan pada si gadis. Mas
kawin yang lazim diberikan biasanya berupa seperangkat alat shalat dan perhiasan emas
untuk pihak gadis.

c. Ijab qabul, yaitu upacara pengesahan antara seorang laki-laki dan wanita untuk hidup
bersama dalam suatu rumah tangga.

d. Upacara adat, setelah upacara ijab qabul selesai maka telah syah hubungan suami istri
keduanya, namun ada kalanya kedua belah pihak ingin mengadakan resepsi yang
dilaksanakan secara adat asal kedua belah pihak mempelai.

6. Sistem Peralatan Hidup Suku Betawi


Betawi memiliki perkembangan yang bisa dikatakan paling pesat dari semua daerah
yang tersebar di Indonesia. Begitu juga dengan pesatnya perkembangan teknologi yang
dialami di Jakarta. Teknologi Suku Betawi didatangkan dari negara asing, seperti senjata api,
kapal laut, kompas, teropong, peralatan pabrik dan bercocok tanam, dan lain sebagainya.

Masyarakat Betawi banyak mengadaptasi perkembangan peralatan teknologi yang di buat


di Jepang. Sayang untuk dikatakan, tetapi masyarakat Betawi merupakan konsumen yang
memiliki sifat ‘konsumtif’ yang secara langsungmempengaruhi negara kita.
a. Senjata Tradisional Betawi Genre Awal

 Rotan
Rotan adalah jenis senjata tradisional Betawi yang digunakan pada permainan Seni
Ketangasan Ujungan, termasuk kategori senjata alat pemukul. Disinyalir dari Seni Ujungan
inilah awal beladiri berkembang. Pada masa awal terbentuknya Seni Ketangkasan Ujungan,
rotan yang digunakan mencapai panjang 70-100cm. Pada ujung rotan disisipkan benda-benda
tajam seperti paku atau pecahan logam, yang difungsikan untuk melukai lawan.
 Punta
Punta adalah senjata tajam jenis tusuk, dengan panjang sekitar 15-20cm. Senjata ini
lebih berfungsi sebagai senjata pusaka yang menjadi simbol strata sosial pada waktu
itu, karena senjata tajam ini tidak pernah digunakan untuk bertarung. Di Jawa Barat
mungkin dikenal sebagai Kujang, namun Kujang lebih variatif dari segi bentuk dan
motif ciung.
 Beliung Gigi Gledek
Beliung adalah sejenis kapak dengan mata menyilang kearah gagang pegangan,
umumnya digunakan sebagai perkakas untuk membuat kayu. Beliung Gigi Gledek
merupakan jenis kapak dengan mata kapak terbuat dari batu, merupakan teknik
pembuatan senjata sisa peninggalan zaman batu baru di Betawi yang masih tersisa
antara abad 1-3M. Beberapa tokoh yang diketahui pernah menggunakan ini sebagai
senjata andalannya adalah Batara Katong (Wak Item) dan Salihun pemimpin
kelompok Si Pitung. Beliung digunakan Salihun sebagai sarana dalam melakukan aksi
perampokan maupun pelarian dengan memanjat pagar tembok.

 Cunrik (Keris Kecil Tusuk Konde)


Cunrik merupakan senjata tradisional para perempuan Betawi, biasa digunakan oleh
para resi perempuan yang tidak ingin menonjolkan kekerasan dalam pembelaan
dirinya, terbuat dari besi kuningan dengan panjang kurang dari 10cm. Salah seorang
resi perempuan yang terkenal menggunakan cunrik ini adalah Buyut Nyai Dawit,
pengarang Kitab Sanghyang Shikshakanda Ng Karesiyan (1518). Dimakamkan di
Pager Resi Cibinong.

b. Senjata Tradisional Betawi yang dipakai dalam Maen pukulan

 Kerakel (Kerak Keling) / Blangkas


Kerakel (Kerak Keling) merupakan jenis senjata pemukul, merupakan perkembangan
dari senjata rotan Ujungan. Orang Betawi Rawa Belong lebih mengenalnya dengan
sebutan Blangkas. Batang pemukul pipih memiliki panjang lebih pendek dari rotan
(40-60cm), terbuat dari hasil sisa pembakaran baja hitam (kerak keling) yang dicor.
Ujung gagang lancip yang difungsikan juga sebagai alat penusuk. Pada gagang dibuat
lebih ringan dengan bahan terbuat dari timah. Agar tidak licin para jawara zaman dulu
melapisinya dengan kain. Sekilas bentuk Kerakel mirip dengan Kikir, sejenis
perkakas yang difungsikan sebagai pengerut besi.
Pada akhir abad 17 orang-orang peranakan cina di luar kota memodifikasi kerakel
menjadi sebuah bilah dengan dua mata tajam, di sebut Ji-Sau (Ji, berarti dua-Sau,
berarti bilah). Seiring dengan perkembangan waktu, lidah masyarakat Betawi
memetaforkan kata ji-sau menjadi pi-sau, sekalipun pi-sau hanya bermata satu.

 Golok
Golok merupakan jenis senjata tajam masyarakat Melayu yang paling umum
ditemukan, walaupun dengan penamaan yang berlainan berdasarkan daerahnya.
Sebagian besar masyarakat di pulau Jawa sepakat menamakan senjata tajam jenis
“bacok” ini dengan golok. Pada masyarakat Betawi keberadaan golok sangat
dipengaruhi kebudayaan Jawa Barat yang melingkupinya. Perbedaan diantara
keduanya dapat dilihat dari model bentuk dan penamaannya, sedangkan kualitas dari
kedua daerah ini memiliki kesamaan mengingat kerucut dari sumber pande besi
masyarakat Betawi mengacu pada tempat-tempat Jawa Barat, seperti Ciomas di
Banten dan Cibatu di Sukabumi.

 Golok Gobang
Golok Gobang, adalah golok yang berbahan tembaga, dengan bentuk yang pendek.
Panjang tidak lebih dari panjang lengan (sekitar 30cm) dan diameter 7cm. Bentuk
Golok Gobang yang pada ujung (rata) dan perut melengkung ke arah punggung golok,
murni digunakan sebagai senjata bacok. Di Jawa Barat model Golok Gobang ini
dinamakan Golok Candung. Bentuk gagang pegangan umumnya tidak menggunakan
motif ukiran hewan, hanya melengkung polos terbuat dari kayu rengas. Masyarakat
Betawi tengah menyebutnya dengan istilah “Gagang Jantuk”. Bilah golok gobang
polos tanpa pamor atau wafak yang umum dipakai sebagai golok para jawara, dengan
diameter 6cm yang tampak lebih lebar dari golok lainnya

 Golok Ujung Turun


Golok jenis ini adalah golok tanding dengan ujung yang lancip, panjang bilah sekitar
40cm, dengan diameter 5-6cm. Umumnya golok Ujung Turun ini menggunakan
wafak pada bilah dan motif ukiran hewan pada gagangnya. Gagang dan warangka
golok lebih sering menggunakan tanduk, hal ini dimaksudkan sebagai sarana
mengurangi beban golok ketika bertarung. Di Jawa Barat golok jenis ini merupakan
perpaduan antara jenis Salam Nunggal dan Mamancungan.

 Golok Betok & Badik Badik


Golok Betok adalah golok pendek yang difungsikan sebagai senjata pusaka yang
menyertai Golok Jawara, begitupun Badik Badik yang berfungsi hanya sebagai pisau
serut pengasah Golok Jawara. Kedua senjata tajam ini digunakan paling terakhir
manakala sudah tidak ada senjata lagi di tangan.

 Siku
Orang Betawi menyebutnya sebagai Siku, karena bentuknya yang terdiri dari dua
batang besi baja yang saling menyiku atau menyilang. Ujung tajam menghadap ke
lawan. Dalam setiap permainan siku selalu digunakan berpasangan. Dalam istilah lain
senjata tajam jenis ini disebut Cabang atau Trisula.

7. Sistem Kesenian Suku Betawi


Segala sesuatu yang berkaitan dengan kesenian atau kebudayaan betawi adalah hasil
peleburan dari beberapa macam kebudayaan yang ada di Tanah Betawi melalui masa gradual
change yang tidak sekejap. Hasil peleburan atau alkuturasi itu membentuk kebudayaan baru
yang “terlepas” dari masing-masing kebudayaan yang mempengaruhinya. Kesenian Betawi
yang didapat dari peleburan atau pencampiran tersebut adalah sebagai berikut :

 Tari-tarian
Seni tari di Jakarta merupakan perpaduan antara unsur-unsur budaya masyarakat yang
ada di dalamnya. Pada awalnya, seni tari di Jakarta memiliki pengaruh Sunda dan Tionghoa
seperti tariannya yang memiliki corak tari Jaipong dengan kostum penari khas pemain Opera
Beijing. Namun Jakarta dapat dinamakan daerah yang paling dinamis. Selain seni tari lama
juga muncul senitari dengan gaya dan koreografi yang dinamis. Berikut beberapa tarian yang
berasal asli dari betawi :

a. Tari cokek
Tari Cokek merupakan tarian yang berasal dari budaya Betawi tempo dulu. Dewasa
ini orkes gambang kromong biasa digunakan untuk mengiringi tari pertunjukan kreasi baru,
seperti tari Sembah Nyai, Sirih Kuning dan sebagainya, di samping sebagai pengiring tari
pergaulan yang disebut tari cokek. Tari cokek ditarikan berpasangan antara laki-laki dan
perempuan. Tarian khas Tangerang ini diwarnai budaya etnik Cina. Penarinya mengenakan
kebaya yang disebut cokek. Tarian cokek mirip sintren dari Cirebon atau sejenis ronggeng di
Jawa Tengah. Tarian ini kerap identik dengan keerotisan penarinya, yang dianggap tabu oleh
sebagian masyarakat.
Pembukaan pada tari cokek ialah wawayangan. Penari cokek berjejer memanjang
sambil melangkah maju mundur mengikuti irama gambang kromong. Rentangan tangannya
setinggi bahu meningkah gerakan kaki. Setelah itu mereka mengajak tamu untuk menari
bersama, dengan mengalungkan selendang. pertama-tama kepada tamu yang dianggap paling
terhormat. Bila yang diserahi selendang itu bersedia ikut menari, maka mulailah mereka
ngibing; menari berpasang-pasangan. Tiap pasang berhadapan pada jarak yang dekat tetapi
tidak saling bersentuhan. Ada kalanya pula pasangan-pasangan itu saling membelakangi.
Kalau tempatnya cukup leluasa biasa pula ada gerakan memutar dalam lingkaran yang cukup
luas. Pakaian penari cokek biasanya terdiri atas baju kurung dan celana panjang dari bahan
semacam sutera berwarna. Ada yang berwarna merah menyala, hijau, ungu, kuning dan
sebagainya, polos dan mencolok. Di ujung sebelah bawah celana biasa diberi hiasan dengan
kain berwarna yang serasi. Selembar selendang panjang terikat pada pinggang dengan kedua
ujungnya terurai ke bawah rambutnya tersisir rapih licin ke belakang. Ada pula yang
dikepang kemudian disanggulkan yang bentuknya tidak begitu besar, dihias dengan tusuk
konde bergoyang-goyang.

b. Tari belenggo
Salah satu jenis musik dan tari dari Betawi. Kata belenggo mungkin sama artinya
dengan "tari". Kemungkinan ucapan belenggo merupakan perkembangan dari kata "lenggo",
namun bisa pula kata "lenggo" itu diambil dari bahasa Jawa, yang artinya "duduk". Dalam
kenyataan, pemain musik memang duduk di tikar dan penari-penari pun hampir tidak
sepenuhnya berdiri, kecuali hampir berjongkok sambil menggerak-gerakkan tangannya
sebagaimana lazimnya tarian padang pasir.
Belenggo sebagai suatu pementasan musik dan tari telah dikenal di Batavia sejak
zaman penjajahan Belanda. Merupakan suatu pementasan khas Betawi dengan pengaruh
Cina, mirip tari Ronggeng. Diiringi dengan tiga rebana yang berbeda ukurannya, satu atau
dua rebab yang lazim digunakan dalam gamelan Sunda, yang kadang-kadang diganti dengan
biola dan alat musik menyerupai kecapi yang disebut sampan cina. Gerak tarian sangat
terbatas dan semua pemainnya lelaki.
Gerak tarian mempunyai banyak persamaan dengan tarian Melayu dan Gambus
Zapin, musik dan tari yang dikenal di Batavia pada masa penjajahan Belanda. Tariannya
tidak memiliki pola yang tetap. Pada umumnya gerak tarinya diambil dari gerak-gerak
pencak silat dan tergantung dari perbendaharaan gerak pencak silat yang dimiliki penari yang
bersangkutan. Lagu pengiringnya berupa lagu-lagu Melayu. Pakaian penari seragam hitam
(seperti yang biasa dipakai pemain pencak silat).
Dahulu alat musik pengiringnya orkes yang alat-alatnya terdiri dari tiga buah rebana
yang tidak sama besarnya, sebuah rebab yang umum digunakan dalam gamelan Sunda, atau
diganti dengan biola, dan sebuah "moon guitar" yang terkenal dengan nama ''Cina Sampan."
Berdasarkan musik pengiringnya, tari Belenggo dibagi menjadi dua macam:

1) Belenggo Rebana, O yang dimainkan oleh anggota grup Rebana Biang secara bergantian.
Pada masa lalu Rebana Biang baru dimainkan apabila malam telah larut. Sebelumnya hanya
dimainkan lagu dzikir dan lagu-lagu Sunda Gunung, misalnya lagu Kangaji, Anak Ayam,
Sanggreh atau Sangrai Kacang, dan sebagainya. Apabila telah banyak yang mengantuk, maka
barulah dimainkan tari Belenggo. Seniman Belenggo pada umumnya adalah petani.

2) Belenggo Ajeng, yang dimainkan dengan iringan Gamelan Ajeng. Penari dalam Belenggo
Ajeng bukan hanya anggota rombongan Ajeng, tetapi orang-orang luar terutama yang
bermaksud membayar kaul. Belenggo Ajeng dimainkan setelah 'nyapun', yaitu menaburi
kedua mempelai dengan beras kuning, uang, dan bunga-bunga diiringi lagu khusus semacam
kidung. Siapa saja yang berminat, dengan mendahulukan yang berkaul, dipersilakan untuk
menari.
Tari Belenggo bersifat improvisatoris dan tidak membawa tema cerita ataupun lukisan
tertentu. Tari Belenggo dilakukan di tengah-tengah pemain musik. Tari Belenggo ini
diwariskan secara turun-temurun dan merupakan tontonan yang digemari masyarakat di
wilayah Ciganjur, Jakarta Selatan. Masyarakat pendukung tari Belenggo Ajeng dengan
sendirinya menjadi pendukung Gamelan Ajeng. Masyarakat tersebut adalah Kelapa Dua
Wetan, Gandaria, dan Cijantung (Jakarta Timur).

c. Tari japin/ zapin


Jenis tari ketangkasan dan kelincahan gerak yang indah dan berirama. Pada awalnya
tarian ini hidup di kalangan santri, terutama sebagai pengisi waktu senggang mereka setelah
selesai belajar ilmu agama dan melaksanakan pekerjaan sehari-hari. Melihat gerak dan
komposisinya, maka dapat diduga tarian ini merupakan penyesuaian tari-tari kepahlawanan
dari Timur Tengah, dan masuk ke Indonesia bersamaan dengan awal pengembangan agama
Islam.
Tari Zapin merupakan ragam seni tari yang berkembang di daerah Betawi. Artinya
Tari Zapin sendiri merupakan tari langkah yang tidak banyak [removed][removed]
mempergunakan gerakan tangan ataupun anggota tubuh lainnya. Biasanya Tari Zapin hanya
dibawakan oleh dua orang lelaki yang mengambil tempat di tengah-tengah lingkaran musik
yang mengiringnya. Tarian Zapin tidak membawa tema cerita atau lukisan tertentu dan
mempunyai susunan gerakan yang pasti.
Musik pengiring tarian ialah Rebana Zapin atau Orkes Gambus. Jika dilihat dari segi
fungsinya, Tari Zapin dikelompokkan ke dalam tarian pergaulan dan dalam penampilannya
tidak ada jarak antara penari dan penonton. Penonton bebas untuk tampil di arena sebagai
penari. Tari Zapin telah berkembang sedemikian rupa, dan banyak dipengaruhi oleh seni tari
setempat. Umumnya dikembangkan oleh masyarakat dari rumpun bangsa Melayu, misalnya
di Bengkalis, Siak, Pekanbaru, di Riau. Kemudian juga di Sumatera Barat, Kalimantan
Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Betawi (Jakarta).
Gerakan tari terutama ditekankan pada kelincahan rentak kaki, dan kelenturan tubuh
melakukan gerak berputar, maju mundur dengan cepat. Keharmonisan tari ini terlihat jika
ditarikan secara berpasangan, atau oleh beberapa orang penari yang bergerak serentak,
demikian cepat, lincah sehingga mendebarkan hati yang melihat. Pada dasarnya hanya
dibawakan oleh penari pria, dengan mengandalkan irama rentak kaki dan jentikan jari tangan.
Tetapi pada masa kini sering pula ditarikan oleh penari puteri berpakaian muslim, tanpa
kehilangan kelincahannya. Ragamnya yang cukup banyak menunjukkan bahwa tari ini cukup
diminati. Hanya saja tari ini jarang dipertontonkan sebagai hiburan di tempat-tempat umum.

d. Tari samrah
Salah satu tarian masyarakat Betawi yang merupakan hasil kebudayaan Melayu.
Pengaruh Melayu tampak pada kostum, musik, tari, dan teaternya. Gerakan tarinya banyak
menunjukkan persamaan dengan umumnya tari Melayu, mengutamakan gerak langkah
kaki dan lenggang berirama. Tari Samrah biasa dilakukan berpasangan atau perorangan.
Mereka menari dengan diiringi nyanyian seorang biduan dengan nyanyian berupa pantun.
Tarian ini diiringi musik gambus yang terdiri dari harmonium, gendang, biola, dan gambus.
Cara menarinya hanya melenggak-lenggok sambil menggerakkan kedua belah tangan seperti
tarian Melayu. Tarian itu bertujuan menghibur dan memperluas pergaulan. Sambil menari,
para penari juga dapat berkenalan dengan gadis-gadis cantik yang kemudian dapat dijadikan
pacarnya.
Perbedaan antara tari Samrah dengan tari Zapin, Belenggo, Cokek, dan Topeng
terletak pada gerakan jongkok, yang di dalam Samrah disebut Salawi, yaitu gerakan
jongkok hampir seperti duduk bersila. Persamaan tari Samrah dengan tarian Betawi lainnya
terlihat pada posisi tubuh yang agak membungkuk, dan tari ini dapat dijadikan sebagai
tari pergaulan. Dalam menari, penari turun secara berpasangan dan berjoget dengan
diiringi nyanyian yang dilantunkan seorang biduan, nyanyiannya berupa pantun dengan tema
lagu tentang cinta keagamaan dan cinta wanita (dengan ungkapan kata-kata merendahkan diri
sebagai orang tak punya, buruk rupa, namun bertekad untuk mencintai wanita
cantik. Berdasarkan iramanya, tari Samrah terbagi menjadi dua macam:
a. Tarian yang berirama lembut: tari Sawo Matang, tari Musalma, tari Mamira, dll.
b. Tarian yang berirama cepat: tari Bayang-bayang, tari Jali-jali, tari Cendrawasih, dll.

Penari Samrah umumnya adalah kaum lelaki. Busana yang dikenakan berupa
baju potongan teluk belanga yang sewarna dengan celananya. Pelekat dikenakan di luar baju
sampai batas lutut, mengenakan selendang yang berwarna kontras dengan warna baju.
Mengenakan kopiah berwarna hitam dari beludru. Dari lagu maupun tariannya
dapat diketahui bahwa kesenian ini berasal dari Melayu. Di samping kesenian,
kebudayaan Melayu yang memberikan pengaruh terbesar di Betawi adalah bahasa, dimana
bahasa Melayu adalah penyusun bahasa Betawi dengan berbagai sub dialeknya. Tokoh-tokoh
Samrah berjasa mempertahankan kelangsungan hidup kesenian ini antara lain Harun
Rasyid, Jajang S, Ali Sabeni dll.

e. Tari uncul
Salah satu jenis tarian masyarakat Betawi. Merupakan bagian yang biasa diselipkan
dalam pertunjukan Ujungan Betawi (yang disebut juga gitikan atau sabetan). Tari Uncul
berfungsi sebagai rangsangan dan tantangan kepada lawan dalam arena ujungan yang
diselenggarakan dalam pesta panen atau pesta-pesta lainnya.
Musik pengiringnya disebut Sampyong. Terdiri dari sebuah atau lebih Sampyong,
sejenis gambang yang sederhana sekali yang bilahannya terbuat dari bambu atau kayu,
jumlah bilahnya biasanya empat buah, ditambah kentongan bambu dan tanduk kerbau. Suara
Sampyong yang monoton bagi penggemar Ujungan menimbulkan semangat bertanding yang
menggelora. Kostum yang dipakai pemain atau penari Uncul dan Ujungan biasanya tidak
ditetapkan, tetapi umumnya terdiri dari celana pangsi hitam, berkaos oblong berwarna hitam
atau bertelanjang dada. Sambil memegang pukulan dari rotan sebesar jari kaki, panjangnya
lebih kurang 80 cm. Penari Uncul yang tampil di arena terlebih dahulu memberi hormat
kepada penonton dengan membungkukkan badannya. Setelah itu baru menari dengan
gerakan-gerak pukulan, tangkisan dan sebagainya dengan alat pemukulnya, secara berirama
sesuai iringan musik Sampyong, ada pula yang menari dengan gerakan-gerakan yang lucu
seperti gerakan kera, atau gerakan-gerakan yang dapat memancing dan memanaskan hati
lawan. Pemain kesenian ini umumnya adalah para petani. Di Jakarta, Uncul dapat ditemui di
Jakarta Timur mulai dari Ceger, Bambu Apus, Kampung Setu, Kali Malang, Cakung,
Sukapura, dan daerah-daerah perbatasan dengan Bekasi. Tokoh-tokoh tari Uncul di wilayah
Daerah Khusus Ibukota Jakarta antara lain; Yakub, Mamad, Peto, Sapri dll, yang umumnya
telah berusia lanjut.

f. Tari pencak silat


Salah satu jenis kesenian masyarakat Betawi. Tarian ini sepenuhnya merupakan aneka
gerak pencak silat dengan diiringi oleh tabuhan khusus yang disebut gendang pencak. Iringan
lainnya yang sering juga digunakan ialah Gambang Kromong serta Gamelan Topeng. Tarian
Pencak Silat belum lama berkembang, hal ini dikarenakan ahli-ahli pencak silat Betawi pada
masa lalu lebih mengutamakan 'isi' daripada 'kembangan' silat. Kembangan hanya dianggap
membuang waktu dan mereka berpendapat bahwa pencak silat bukan untuk dipamerkan,
melainkan untuk membela diri. Kemudian Tari Pencak Silat dikembangkan untuk
mengelabuhi penguasa saat mereka menggembleng anak didiknya dalam mempelajarai ilmu
silat dan ilmu bela diri. Gaya-gaya tari yang terkenal antara lain gaya sera, gaya pecu, gaya
rompas, dan gaya bandul. Tari silat Betawi menunjukkan aliran atau gaya yang diikuti
penarinya masing-masing.
Di wilayah Betawi, berkembang beberapa aliran pencak silat seperti Lintau, Cimande,
Cikalong, Syahbandar, Kwitang, Tanah Abang (Cingkrik), Kemayoran, dsb. Juga terdapat
berbagai macam gaya seperti gaya Sera, Pecut, Rompas, Bandul, dsb. Tari Pencak Silat
dilakukan dengan diiringi musik orkes Gambang Kromong, Rebana Biang, ataupun Gendang
Pencak.

g. Tari yapong
Satu jenis tarian tradisional yang diciptakan untuk pertunjukan. Yapong bukan tari
pergaulan seperti Jaipongan, yang berasal dari Jawa Barat, namun kemudian dalam
perkembangannya kadang kala berfungsi sebagai tari pergaulan untuk mengisi acara menari
sesuai permintaan karena tarian ini penuh dengan variasi.
Yapong mula-mula diorbitkan dalam rangka mempersiapkan acara peringatan HUT
Kota Jakarta ke-450 pada tahun 1977. Pada saat itu, Dinas Kebudayaan DKI menyiapkan
sebuah pergelaran tari massal yang spektakuler dengan mempergelarkan cerita . perjuangan
Pangeran Jayakarta. Pergelaran berbentuk sendratari ini dipercayakan penggarapannya
kepada seniman Bagong Kussudiarjo. Untuk mempersiapkan pergelaran itu, Bagong
mengadakan penelitian selama beberapa bulan mengenai kehidupan masyarakat Betawi
melalui perpustakaan, film, slide maupun langsung pada masyarakat Betawi. Akhirnya
pergelaran tari ini berhasil dipentaskan pada tanggal 20 dan 21 Juni 1977 di Balai Sidang
Senayan. Pementasannya didukung 300 orang artis dan musikus.
Tari Yapong merupakan suatu tari gembira dengan gerakan yang dinamis dan erotis.
Dalam adegan tersebut dipertunjukkan suasana gembira menyambut kemenangan Pangeran
Jayakarta. Adegan ini dinamai Yapong dan tidak mengandung arti apapun. Namun istilah
Yapong ini lahir dari bunyi lagunya ya, ya, ya, ya, yang dinyanyikan artis pengiringnya serta
suara musik yang berkesan pong, pong, pong, sehingga lahirlah "ya-pong" dan berkembang
menjadi Yapong.

h. Tari topeng betawi


Tarian Topeng sebenarnya merupakan salah satu ciri khas budaya tari di Indonesia.
Pada awalnya, seni tari di Jakarta memiliki pengaruh Sunda dan China seperti Jaipong dan
Tari Topeng yang para pemainnya menggunakan kostum penari khas pemain Opera khas
negeri Tirai Bambu tersebut. Tari Topeng adalah visualisasi gerak, yang dibuat tanpa melalui
konsep yang khusus. Di dalamnya ada pengaruh budaya Sunda, namun memiliki ciri khasnya
berupa selancar. Para penarinya menggunakan topeng yang mirip dengan Topeng Banjet
Karawang Jawa Barat, namun dalam topeng Betawi memakai Bahasa Betawi. Dalam Tarian
Topeng Betawi sendiri ada tiga unsur di dalamnya yaitu musik, tari dan teater. Tarian dalam
Topeng Betawi inilah yang disebut Tari Topeng.
Secara umum, Tari Topeng adalah jenis tarian yang penarinya mengenakan topeng.
Topeng sendiri telah ada di Indonesia sejak zaman pra-sejarah. Secara luas digunakan dalam
tari yang menjadi bagian dari upacara adat atau penceritaan kembali cerita-cerita kuno dari
para leluhur. Makna topeng dalam keseharian masyarakat Indonesia, khususnya Betawi
kabarnya dipercaya memiliki kekuatan magis yang dapat menjauhkan dari petaka. Tari
Topeng Betawi, gerakannya lincah dan riang. Biasanya, tarian ini diiringi musik rebab,
kromong tiga, gendang besar, kulanter, kempul, kecrek dan gong buyung.
Karena tarian ini bersifat teatrikal dan memiliki unsur komunikasi meski lewat gerak,
maka biasanya Tari Topeng Betawi memiliki tema besar dalam setiap pertunjukannya.
Biasanya tema yang diangkat adalah kritik sosial mengenai kemiskinan di pada masa
kolonial, atau terkadang hanya menyajikan guyonan semata. Awalnya Tari Topeng Betawi
disajikan secara berkeliling oleh para seniman, terutama sebagai bagian hiburan dari pesta
pernikahan atau khitanan. Pertunjukan Tari Topeng Betawi biasa digelar semalam suntuk.
Unsur magis dari topeng sendiri perlahan-lahan bergeser. Awalnya, jika orang yang
menyelenggarakan pesta atau hajat kemudian menggundang kelompok Tari Topeng, maka
orang tersebut memiliki tujuan agar dia dan keluarganya dijauhkan dari petaka. Tetapi,
kemudian hal tersebut bergeser lebih pada kemeriahan yang diberikan tarian ini dapat pula
memeriahkan pestanya. Pesta-pesta besar sepertinya kurang lengkap tanpa adanya Tari
Topeng Betawi.
Di Betawi sendiri, tari topeng ini mempunyai beberapa varian seperti Tari Lipet
Gandes, Tari Topeng Tunggal, Tari Enjot-enjotan, Tari Gegot, Tari Topeng Cantik, Tari
Topeng Putri, Tari Topeng Ekspresi, dan Tari Kang Aji.

 Musik

Musik Dalam dunia musik Betawi terdapat perbauran yang harmonis antara unsur
priburni dengan unsur Cina, Eropa dan budaya barat lainnya. Beberapa kesenian music yang
berasal dan ada di Suku Betawi adalah :
a. Tanjidor
Salah satu jenis musik Betawi yang mendapat pengaruh kuat dari musik Eropa. Pada
musik Tanjidor alat musik yang paling banyak dimainkan adalah alat musik tiup,
seperti klarinet, piston, trombone serta terompet. Jenis musik ini muncul pada abad ke-18,
yang ketika itu dimainkan untuk mengiringi perhelatan atau mengarak pengantin.
Namun akhir-akhir ini musik tanjidor sering ditampilkan untuk menyambut tamu agung.
Merupakan suatu ansambel musik yang namanya lahir pada masa penjajahan Hindia
Belanda di Betawi (Jakarta). Kata "tanjidor" berasal dari kata dalam bahasa Portugis
tangedor, yang berarti "alat-alat musik berdawai (stringed instruments)". Tetapi dalam
kenyataannya, nama Tanjidor tidak sesuai lagi dengan istilah asli dari Portugis itu.
Namun yang masih sama adalah sistem musik (tonesystem) dari tangedor, yakni sistem
diatonik atau duabelas nada berjarak sama rata (twelve equally spaced tones). Ansambel
Tanjidor terdiri dari alat-alat musik seperti berikut: klarinet (tiup), piston (tiup), trombon
(tiup), saksofon tenor (tiup), saksofon bas (tiup), drum (membranofon), simbal (perkusi), dan
side drums (tambur).
Pemain-pemainnya terdiri dan 7 sampai 10 orang. Mereka mempergunakan
peralatan musik Eropa tersebut, untuk memainkan reportoir laras diatonik maupun lagu-
lagu yang berlaras pelog bahkan slendro. Tentu saja terdengar suatu suguhan yang
terpaksa, karena dua macam tangga nada yang berlawanan dipaksakan pada peralatan
yang khas berisi kemampuan teknis nada-nada diatonik. Karena gemuruhnya bahan
perkusi, dan keadaan alat-alat itu sendiri sudah tidak sempuma lagi memainkan laras diatonik
yang murni, maka adaptasi pendengaran lama kelamaan menerimanya pula.
Para pemain Tanjidor kebanyakan berasal dari desa-desa di luar Kota Jakarta, seperti
di daerah Tangerang, Indramayu dll. Dalam membawakannya, mereka tidak dapat membaca
not balok maupun not angka, dan lagu-lagunya tidak pula mereka ketahui dan mana asal-
usulnya. Namun semua diterimanya secara aural dari orang-orang terdahulu.
Ada kemungkinan bahwa orang-orang itu merupakan bekas-bekas serdadu Hindia
Belanda, dan bagian musik. Dengan demikian peralatan musik Tanjidor yang ditemui
kemudian tidak ada yang masih baru, kebanyakan semuanya sudah bertambalan pateri
dan kuning, karena proses oksidasi.

b. Gambang Kromong
Gambang kromong (atau ditulis gambang keromong) adalah sejenis orkes yang
memadukan gamelan dengan alat-alat musik Tionghoa, seperti sukong, tehyan, dan
kongahyan [1]. Sebutan gambang kromong diambil dari nama dua buah alat perkusi, yaitu
gambang dan kromong. Awal mula terbentuknya orkes gambang kromong tidak lepas dari
seorang pemimpin komunitas Tionghoa yang diangkat Belanda (kapitan Cina) bernama Nie
Hoe Kong (masa jabatan 1736-1740).
Bilahan gambang yang berjumlah 18 buah, biasa terbuat dari kayu suangking, huru
batu, manggarawan atau kayu jenis lain yang empuk bunyinya bila dipukul. Kromong
biasanya dibuat dari perunggu atau besi, berjumlah 10 buah (sepuluh pencon). Tangga nada
yang digunakan dalam gambang kromong adalah tangga nada pentatonik Cina[1], yang sering
disebut salendro Cina atau salendro mandalungan. Instrumen pada gambang kromong terdiri
atas gambang, kromong, gong, gendang, suling, kecrek, dan sukong, tehyan, atau kongahyan
sebagai pembawa melodi.
Orkes gambang kromong merupakan perpaduan yang serasi antara unsur-unsur
pribumi dengan unsur Tionghoa. Secara fisik unsur Tionghoa tampak pada alat-alat musik
gesek yaitu sukong, tehyan, dan kongahyan. Perpaduan kedua unsur kebudayaan tersebut
tampak pula pada perbendaharaan lagu-lagunya. Di samping lagu-lagu yang menunjukkan
sifat pribumi, seperti lagu-lagu Dalem (Klasik) berjudul: Centeh Manis Berdiri, Mas Nona,
Gula Ganting, Semar Gunem, Gula Ganting, Tanjung Burung, Kula Nun Salah, dan Mawar
Tumpah dan sebagainya, dan lagu-lagu Sayur (Pop) berjudul: Jali-jali, Stambul, Centeh
Manis, Surilang, Persi, Balo-balo, Akang Haji, Renggong Buyut, Jepret Payung, Kramat
Karem, Onde-onde, Gelatik Ngunguk, Lenggang Kangkung, Sirih Kuning dan sebagainya,
terdapat pula lagu-lagu yang jelas bercorak Tionghoa, baik nama lagu, alur melodi maupun
liriknya, seperti Kong Ji Liok, Sip Pat Mo, Poa Si Li Tan, Peh Pan Tau, Cit No Sha, Ma Cun
Tay, Cu Te Pan, Cay Cu Teng, Cay Cu Siu dan sebagainya.
Lagu-lagu yang dibawakan pada musik gambang kromong adalah lagu-lagu yang
isinya bersifat humor, penuh gembira, dan kadangkala bersifat ejekan atau sindiran[1].
Pembawaan lagunya dinyanyikan secara bergilir antara laki-laki dan perempuan sebagai
lawannya

c. Orkes Samrah
Samrah adalah salah satu budaya Betawi. Orkes Samrah berasal dari Melayu
sebagaimana tampak dari lagu-lagu yang dibawakan seperti lagu Burung Putih, Pulo Angsa
Dua, Sirih Kuning, dan Cik Minah dengan corak Melayu, di samping lagu-lagu khas Betawi,
seperti Kicir-kicir, Jali-jali, Lenggang-lenggang Kangkung, dan sebagainya. Tarian yang
biasa diiringi orkes ini disebut Tari Samrah.
Gerak tariannya menunjukkan persamaan dengan umumnya tari Melayu yang
mengutamakan langkah-langkah dan lenggang lenggok berirama, ditambah dengan gerak-
gerak pencak silat, seperti pukulan, tendangan, dan tangkisan yang diperhalus. Biasanya
penari Samrah turun berpasang-pasangan. Mereka menari diiringi nyanyian biduan yang
melagukan pantun-pantun bertema percintaan dengan ungkapan kata-kata merendahkan diri
seperti orang buruk rupa hina papa tidak punya apa-apa.
Orkes Samrah biasa digunakan untuk mengiringi nyanyian dan tarian. Lagu-lagu
pokoknya adalah lagu Melayu seperti: Burung Putih, Pulau Angsa Dua, Cik Minah Sayang,
Sirih Kuning, dan Masmura. Di samping itu, terkadang membawakan lagu khas Betawi,
antara lain: Kicir-kicir, Jali-jali, dan Lenggang Kangkung.Alat musik yang membentuk orkes
Samrah adalah harmonium, biola, gitar, dan tamborin. Kadang-kadang dilengkapi dengan
rebana bahkan gendang. Mengenai alat musik bernama harmonium ini memang sudah
langka.
Kostum yang dipakai pernain musik Samrah ada dua macam yakni peci, jas, dan kain
pelekat atau peci, baju sadariah, dan celana batik. Sekarang ditambah lagi dengan model baru
yang sebenarnya model lama yang disebut "Jung Serong" (ujungnya serong) yang terdiri dari
tutup kepala yang disebut liskol, jas kerah tutup dengan pentolan satu warna dan sepotong
kain batik yang dililitkan di bawah jas, dilipat menyerong, ujungnya menyempul ke bawah.
Daerah penyebaran Samrah terbatas di daerah tengah dari wilayah budaya Betawi, yaitu di
Tanah Abang, Cikini, Paseban, Tanah Tinggi, Kemayoran, Sawah Besar, dan Petojo.

d. Rebana
Istilah umum bagi jenis gendang yang dinamakan rebana atau robana, yaitu "frame
drums", berupa gendang yang memakai bingkai, karena badan gendang (kelawang), tinggi
atau dalamnya hanya beberapa inci saja jika dibandingkan dengan jenis-jenis gendang
lainnya. Permukaan yang paling lebar dari bingkai tadi, diberi kulit dan direnggangkan,
sedangkan muka yang sebelah lagi dibiarkan terbuka. Wujud rebana itu hampir mirip dengan
sebuah pasu kayu untuk tempat air, pada zaman dahulu saat panci besi dan plastik belum
dikenal.
Di Betawi, rebana (robana) dikenal sebagai alat musik bermembran yang di beberapa
daerah disebut juga terbang. Merupakan gendang pipih bundar yang dibuat dari tabung kayu
pendek dan agak lebar ujungnya, pada salah satu bagiannya diberi kulit. Nama rebana
diperkirakan berasal dari kata robbana, yang berarti Tuhan Kami. Sebutan itu timbul karena
alat musik ini digunakan untuk mengiringi lagu-lagu bernafaskan agama Islam yang sering
melagukan syair yang mengundang kata robbana. Lama-kelamaan alat musiknya disebut
"rebana" atau "robana".
Sebagai instrumen tradisional dari Jakarta, keberadaan rebana masih bertahan di
beberapa tempat seperti Kampung Bojong. Biasanya dimainkan saat memperingati hari-hari
besar agama Islam, seperti peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW Kesenian ini
dimainkan oleh para remaja putra dan remaja putri Kampung Bojong yang biasa latihan di
masjid atau madrasah. Kadangkala juga dipergunakan sebagai sarana upacara peringatan
Maulid Nabi Muhammad SAW, pernikahan, khitanan, kenduri, dsb. Instrumen rebana di
Betawi memiliki berbagai ragam jenis, diantaranya Rebana Ketimpring, Rebana Hadroh,
Rebana Dor, Rebana Qasida, Rebana Maukhid, Rebana Burdah, Rebana Biang.

e. Keroncong Tugu
Musik keroncong digemari oleh masyarakat Tugu di Jakarta Utara. Jenis musik inilah
yang menjadi cikal bakal keroncong asli Betawi, yang kemudian dikenal dengan sebutan
Keroncong Tugu. Di tengah para pemukim Tugu, keroncong memang menemukan bentuk
yang khas, dibandingkan dengan kroncong Jawa, dari segi tempo keroncong Tugu lebih cepat
dan dinyanyikan lebih bersemangat. Karena itu, keroncong Tugu mudah dipakai untuk
mengiringi dansa. Perbedaan lainnya, gitar Tugu lain dari yang lain. Ukurannya lebih kecil
dari gitar biasa. Senarnya lima. Dan di kalangan penduduk Tugu, gilar mini ini disebut
"jitera" yang dibuat dati batang pohon waru yang dibobok. Di zaman dulu, "empu" jitera
yang paling termasyur adalah Leonidas Salomons - kini sudah mendiang.
Jejak-jejak Portugis yang masih terlihat dalam keroncong Tugu, di antaranya ialah
lagu lama yang hampir setiap orang Indonesia pernah dilelapkan tidurnya dalam buaian atau
gendongan dengan lagu tersebut, yang bernama. "Nina Bobok."
Dari blantika keroncong Tugu, tak bisa dilupakan nama Jacobus Quiko, yang pada
tahun 1975 menerima piagam penghargaan Gubernur DKI Jakarta. Dialah, sejak 1939,
memimpin Orkes Keroncong Tugu yang terbilang unik itu. Bersamanya, dikenal Tante
Christina, biduanita yang menerima penghargaan yang sarna setahun sebelumnya. Moresco
tentulah "lagu wajib" yang tak bisa dipisahkan dari keroncong Tugu. Moresco asli bercerita
tentang seorang perawan Muslim asal Moro, yang kemudian termasyur sebagai penari. Ada
sepenggal kuplet Moresco dalam dialek Tugu: Anda-anda na bordi de mare/Mienja korsan
nunka contenti/Io buskaja mienja amadal Nunka sabe ela ja undi. Adapun maknanya: Jauh-
jauh mengarungi samudra/Hatiku tak pernah ceria/Terus mencari belahan sukma/Tapi kini
di manakah dia. Selain Moresco, terdapat sejumlah lagu lain, yaitu: Kafrinyo, Prounga,
Jankagaletti.

 Ondel-ondel

Ondel-ondel merupakan salah satu bentuk pertunjukan rakyat Betawi yang sering
ditampilkan dalam pesta-pesta rakyat. Nampaknya ondel-ondel memerankan leluhur atau
nenek moyang yang senantiasa menjaga anak cucunya atau penduduk suatu desa.Ondel-ondel
yang berupa boneka besar itu tingginya sekitar 2,5 m dengan garis tengah 80 cm, dibuat dari
anyarnan barnbu yang disiapkan begitu rupa sehingga mudah dipikul dari dalarnnya. Bagian
wajah berupa topeng atau kedok, dengan rambut kepala dibuat dari ijuk. Wajah ondel-ondel
laki-laki di cat dengan warna merah, sedang yang perempuan dicat dengan warna putih.
Semula ondel-ondel berfungsi sebagai penolak bala atau gangguan roh halus yang
gentayangan. Dewasa ini ondel-ondel biasanya digunakan untuk menambah semarak pesta-
pesta rakyat atau untuk penyambutan tamu terhormat, misainya pada peresmian gedung yang
baru selesai dibangun. Betapapun derasnya arus modernisasi, ondel-ondel ternyata masih
tetap bertahan dan menjadi penghias wajah kota metropolitan Jakarta.

 Teater tradisional

a. Lenong
Lenong adalah kesenian teater tradisional atau sandiwara rakyat Betawi yang
dibawakan dalam dialek Betawi yang berasal dari Jakarta, Indonesia.[1] Kesenian tradisional
ini diiringi musik gambang kromong dengan alat-alat musik seperti gambang, kromong,
gong, kendang, kempor, suling, dan kecrekan, serta alat musik unsur Tionghoa seperti tehyan,
kongahyang, dan sukong. Lakon atau skenario lenong umumnya mengandung pesan moral,
yaitu menolong yang lemah, membenci kerakusan dan perbuatan tercela. Bahasa yang
digunakan dalam lenong adalah bahasa Melayu (atau kini bahasa Indonesia) dialek Betawi.
Masarakat Betawi sangat mencintai kesenian lenong betawi. Sederhananya, lenong
merupakan bentuk teater tradisional yang dikembangkan oleh orang-orang Betawi. Secara
praktis, kesenian tradisional ini memainkan pertunjukan seperti halnya teater dengan diiringi
musik gambang kromong. Alat-alt musik seperti gambang, kromong, gong, kendang, kempor,
suling, kecrek, dan alat musik khas Tionghoa, misalnya: tehyan, kongahyang, dan sukong.
Dalam seni pertunjukan lenong betawi, dimuat lakon yang mengandung pesan moral,
misalnya menolong yang lemah, membenci kerakusan dan perbuatan tercela. Pengantar
bahasa dalam kesenian ini adalah bahasa Melayu dengan dialek khas Betawi.
Dalam catatan sejarah, kesenian lenong berkembang pada akhir abad ke-19. Menurut
pengamat kesenian, pertunjukan Lenong Betawi merupakan hasil adaptasi masyarakat Betawi
atas kesenian serupa seperti yang sedang berkembang saat itu. Lenong berkembang dari
proses teaterisasi musik gambang kromong dan sebagai tontonan yang sudah dikenal sejak
1920-an. Di dalam penggunaan musik khas Tionghoa, hal itu mengindikasikan adanya
perkawinan budaya antara pribumi dan pendatang (Tionghoa). Masyarakat betawi pada
waktu itu telah menjadi masyarakat yang majemuk dan menghargai perbedaan. Terdapat dua
jenis lenong yaitu :

-Lenong Denes sendiri adalah perkembangan dari bermacam bentuk teater rakyat Betawi
yang sudah punah, seperti wayang sumedar, wayang senggol ataupun wayang dermuluk.
Lenong yang menyajikan cerita-cerita kerajaan seperti, indra Bangsawan, Danur Wulan dan
sebagainya, menurut istilah setempat disebut Lenong Denes. Bahasa yang digunakan dalam
pentaspun, bukan bahasa Betawi sehari-hari, melainkan bahasa "Melayu Tinggi", dengan
kata-kata ; "hamba", "kakanda", "adinda", "beliau", "daulat tuanku", "syahdan", berdatang
sembah dan sebagainya. Bahasa demikian dewasa ini sudah sedikit sekali yang dapat
menghayati, termasuk para seniman lenong sendiri. Oleh karenanya penggunaanya tampak
kaku, sulit untuk dapat melahirkan humor spontan. Oleh karena itu pula makin menyusut
peminatnya.

-Lenong preman sendiri adalah Lenong Preman membawakan cerita tentang kehidupan
drama rumah tangga sehari-hari. Lenong Preman sering disebut juga Lenong jago, karena
cerita yang dibawakan umumnya kisah para jagoan, tuan tanah, seperti: Si Pitung, Mirah dari
Marunda atau Pandekar Sambuk Wasiat. Cerita tentang kepahlawanan dan kriminal pun
menjadi tema utama lakon Lenong ini. Bersifat humor dan bahasa yang digunakan cenderung
kasar dan tidak sopan karena spontan.

 Kuliner

Jakarta memiliki beragam masakan khas sebagai kekayaan kuliner Indonesia. Sebagai
kota metropolitan Jakarta banyak menyediakan makanan khas. Salah satu ciri dari makanan
khas Jakarta adalah memiliki rasa yang gurih. Makanan-makanan khas dari Betawi / Jakarta
diantaranya yaitu :
a. Kerak Telor

Kerak telor merupakan salah satu makanan khas daerah Betawi. Makanan ini dibuat
dari bahan-bahan antara lain seperti beras ketan putih, telur ayam atau telur bebek, ebi (udang
kering) dan parutan kelapa yang disangrai kering, serta bawang goreng, cabai merah, kencur,
jahe, merica, garam dan gula pasir sebagai bumbu pelengkapnya.
Cara membuat makanan ini cukup unik karena tidak dimasak di atas kompor namun
dimasak diatas bara api. Pedagang kerak telor sesekali membalikkan wajan agar permukaan
dari kerak telor tersebut juga terpanggang dan matang merata sambil dikipas-kipas agar bara
api tetap menyala. Setelah kering dan matang kerak telor siap untuk disajikan
Kerak telor terbuat dari bahan-bahan yaitu ketan putih, telur ayam atau bebek, bawang merah
goreng, udang goreng, cabai merah, kencur, jahe, kelapa sangrai, gula, garam, dan merica.
Kerak telor memiliki rasa yang gurih dan enak dinikmati selagi hangat.

b. Kembang Goyang

Kembang goyang mungkin aslinya adalah makanan orang Cina Peranakan. Camilan
yang satu ini bisa dibilang sejenis crackers karena renyah dengan rasa manis dan gurih.
Kembang goyang adalah penganan yang terbuat dari tepung beras, lalu adonan dicetak dalam
cetakan berbentuk bunga sehingga terciptalah bentuk kembang ini. Camilan ini cocok
dimakan di sore hari sambil menikmati teh hangat. Kembang goyang biasa ditemukan di
pasar-pasar tradisional di Jakarta, meski keberadaannya kini juga sudah mulai jarang
ditemukan. Jika punya cukup waktu, sebenarnya Anda bisa mencoba membuat kembang
goyang ini di rumah karena prosesnya tidak terlalu rumit.

c. Roti Buaya

Buaya adalah binatang yang paling setia dengan pasangannya. Buaya berbentuk roti
dalam masyarakat Betawi merupakan representasi dari kesetiaan. Oleh karena itu harus
diberikan sepasang. Roti buaya adalah salah satu prasayarat yang harus ada dalam upacara
pernikahan Betawi. Roti buaya ini berbentuk buaya kecil yang lucu. Namun sayang, roti ini
juga sekarang mulai sulit didapatkan. Toko-toko roti modern lebih banyak menjual berbagai
jenis roti dari luar dari pada roti khas Betawi ini.

d. Kue Rangi

Kue rangi atau biasa disebut sagu rangi terbuat dari tepung kanji dicampur dengan
kelapa yang diparut kasar. Dahulu, orang memanggang kue rangi dengan memanfaatkan api
yang berasal dari kayu bakar atau arang. Alhasil, kue tersebut menjadi lebih wangi. Kue rangi
adalah salah satu makanan khas Betawi yang juga mulai jarang didapatkan. Rasanya gurih
karena mengandung parutan kelapa dan juga manis karena di permukaan kue ditaburi gula
merah. Aromanya jangan tanya, harum dan menggugah selera.

Das könnte Ihnen auch gefallen