Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
ABSTRACT
The high numbers of patients with an angry expression of asertif with a history of
violent behavior that average caused hallucinations, need to get attention and serious
handling for all parties concerned especially the nurse on duty in rsj dr. Radjiman
wediodiningrat lawang. This is because the patients in acute conditions as mentioned
above. may harm or threaten the safety of the patient or the safety of others. Research
purposes which is to dig experience nurse in giving an orphanage nursing in patients
behavior violence caused hallucinations in melati room rsj dr. Radjiman wediodiningrat
lawang. The method of this research is to use qualitative research designs with descriptive
phenomenology of approach. Participants who participated in this research as many as four
people room nurse melati rsj dr. Radjiman wediodiningrat lawang. The result of analisi
with the methods colaizzi against the transcript verbatim produce three themes the steps
the preformance of the process of nursing, self-awareness, and empathy. A conclusion that
obtained from the results of this research is a nurse in to treating a patient behavior
violence caused hallucinations there has been a cycle is turning which is that of self-
awareness, empathy, and carry out steps in the process of nursing. The institution clinic
should increase the capability of perawatnya especially in treating patients in the condition
of acute or crisis
Key words: patients with violent behavior, nurse experience, qualitative
Analisis diri merupakan aspek yang Dari hasil penelitian diketahui bahwa
penting untuk memberikan asuhan semua partisipan dalam pengkajian hanya
keperawatan yang terapeutik, dan fokus kepada masalah yang terjadi saat itu
eksplorasi perasaan merupakan aspek dan penyebabnya saja dan lebih banyak
yang sangat penting untuk perawat dalam melakukan pengkajian secara observasi,
usaha untuk menjalin hubungan terapeutik dan untuk pengkajian penyebabnya
ini. Dari hasil pengumpulan data yang partisipan hanya menanyakan jenis
didapatkan melalui wawancara dengan halusinasi saja. Hal ini disebabkan karena
partisipan dan dilakukan analisa tema ini menurut partisipan kondisi pasien yang
telah didapatkan sub tema tidak mampu tidak memungkinkan untuk diwawancarai
mengatasi sendiri, waspada terhadap sebab pasien masih dalam kondisi marah
kondisi pasien, kepuasan dengan dan agresif, disamping itu juga
pekerjaan, dan kepercayaan diri. dikarenakan partisipan lebih
mengutamakan mengamankan pasien
Tidak mampu mengatasi sendiri dulu dari pada melakukan wawancara
Dalam merawat pasien perilaku sehingga tidak memungkinkan partisipan
kekerasan yang disebabkan halusinasi melakukan pengkajian secara
sering kali muncul berbagai permasalahan menyeluruh. Tetapi disini partisipan juga
yang muncul terutama berkaitan dengan mengatakan bahwa setelah pasien
kemampuan seorang perawat. Dalam diamankan, baru dilakukan eksplorasi
penelitian ini telah didapatkan sub tema perasaan dan dalam melakukan
tidak mampu mengatasi sendiri yang pengkajian selain dari hasil observasi juga
mana didalamnya didapatkan sub-sub berdasarkan atau melihat dari data rekam
tema mencari bantuan, merasa kesulitan, medik.
dan merasa takut. Tetapi harus diketahui bahwa
Didalam sub-sub tema mencari pengkajian untuk pasien gangguan jiwa
bantuan didapatkan katagori bantuan khususnya yang dirawat di RSJ Dr.
teman dinas, bantuan satpam, dan Radjiman Wediodingrat lawang
kolaborasi dengan dokter seperti yang menggunakan format yang sudah
diungkapkan partisipan sebagai berikut: dilegalkan oleh pihak rumah sakit, hal
“ ... pasien di manset untuk sementara tersebut diungkapkan oleh salah satu
biar tidak mengancam, mencederai diri partisipan, dan pengkajiannya sifatnya
sendiri dan juga temannya. Pasien itu kita harus menyeluruh mulai dari pengkajian
manset dengan bantuan teman kita alasan masuk, faktor predisposisi, faktor
otomatis ya...jadi jika saat dinas tidak presipitasi, pemeriksaan fisik, pengkajian
ada orang kita bisa memanggil satpam “. psikososial, status mental, kebutuhan
(P1) persiapan pulang, mekanisme koping,
tingkat pengetahuan.
PEMBAHASAN Pengkajian merupakan tahap yang
Melaksanakan tahapan-tahapan dalam paling menentukan bagi tahap berikutnya,
proses keperawatan. disamping itu dalam merawat pasien
Pengkajian perilaku kekerasan yang disebabkan
Semua partisipan telah melakukan halusinasi, sebelum menentukan tingkat
pengkajian, hal tersebut dinyatakan oleh kegawat daruratannya, perawat harus
partisipan dalam bentuk mengidentifikasi melakukan pengkajian dulu terutama
penyebab marah, mengidentifikasi berkaitan dengan isi halusinasi, respon
penyebab halusinasi, eksplorasi perasaan, pasien terhadap halusinasi, wktu
dan melakukan cara-cara yang ada di terjadinya dan situasi pencetus terjadinya
pengkajian. halusinasi.
Menurut Iyus bahwa asuhan jenis diagnosa yang muncul pada pasien
keperawatan yang kompeten bagi perawat perilaku kekerasan yang disebabkan
jiwa salah satunya adalah melakukan halusinasi dinyatakan Iyus Yosep (2009),
pengkajian biopsikososial yang peka bahwa diagnosa yang menyertai pasien
terhadap budaya (Iyus. 2009). Hal perilaku kekerasan diantaranya adalah
tersebut selaras dengan apa yang perilaku kekerasan, perubahan persepsi
dijelaskan oleh Gail W, Stuart bahwa sensori halusinasi, gangguan proses pikir,
pengkajian dilakukan dengan wawancara, harga diri rendah, mekanisme koping
observasi, perilaku, tinjauan catatan- individu, mekanisme koping keluarga
catatan data dasar, dan pengkajian (Iyus, 2009). Tetapi sebaliknya apa yang
komprehensif terhadap klien dan sistem dikatakan Anna keliat bahwa Khusus
yang relevan (Gail W, Stuart. 2007) untuk pasien perilaku kekerasan yang
dalam kondisi akut diagnosa yang muncul
Menentukan diagnosa keperawatan. adalah diagnosa krisis yaitu perilaku
Dari hasil penelitian ini semua kekerasan (Kelliat, 2007).
partisipan dalam merawat pasien perilaku
kekerasan yang disebabkan halusinasi ini Menentukan rencana keperawatan.
telah melakukan tahap menentukan Pada penelitian ini dalam hal
diagnosa keperawatan, yang dinyatakan menentukan rencana keperawatan,
dalam bentuk mengumpulkan partisipan menyatakan bahwa rencana
data,mengelompokkan data, analisa data, keperawatan untuk pasien perilaku
sesuai standart, dan cara kekerasan yang disebabkan halusinasi ini
memeperioritaskan diagnosa. sudah tersedia dan dalam bentuk SOP
Dalam menentukan prioritas belum (standart operasional prosedur), sehingga
sepenuhnya sesuai dengan konsep yang dalam menentukan rencana keperawatan
ada. partisipan dalam menentukan harus berdasarkan SOP, kemudian waktu
prioritas hanya berdasar diagnosa yang menentukan rencana keperawatan ini
sering muncul atau yang tampak saat itu, dilakukan sebelum interaksi dengan
padahal dalam konsep seperti yang pasien dan setelah ditemukan
disebutkan dalam Budi Anna Keliat diagnosanya, selain itu dalam membuat
(2005) bahwa dalam memperioritaskan rencana keperawatan harus ditetapkan
suatu masalah keperawatan adalah dengan tujuannya juga, dalam membuat rencana
mengutamakan yang mengancam nyawa keperawatan ini sasaranya individu dan
atau keselamatan pasien. Kemudian untuk seharusnya juga melibatkan penanggung
jenis diagnosa dari hasil penelitian ini jawab pasien dalam hal ini keluarga. Dari
partisipan menyatakan bahwa diagnosa hasil penelitian juga didapatkan bahwa
yang sering muncul pada pasien perilaku tindakan keperawatan khususnya
kekerasan yang disebabkan halusinasi managemen krisis sebelumnya tidak
adalah diagnosa krisis, halusinasi, direncanakan, hal ini dikarenakan pasien
gangguan proses pikir, dan perilaku dalam kondisi marah dan sifatnya secara
kekerasan. Hal ini sebenarnya juga kurang tiba-tiba, sehingga tindakan keperawatan
tepat karena sesuai dengan keunikan yang dilakukan lebih banyak
pasien gangguan jiwa yang mana mengandalkan instuisi dan tidak rencana.
mempunyai sifat unik yaitu satu individu Walaupun tindakan tersebut hanya
pasien bisa memiliki masalah atau mengandalkan instuisi petugas tetapi
diagnosa keperawatan yang banyak dalam sudah sesuai dengan SOP yang ada hal
artian sangat komplek, dan hal tersebut tersebut mungkin dikarenakan rencana
dapat terjadi dikarenakan partisipan dalam keperawatan yang ada di SOP sudah
melakukan pengkajian tidak secara terbiasa dilakukan.
menyeluruh. hal yang berkaitan dengan
pemberian terapi psikofarmaka atau terapi komunikasi dua arah sehingga perasaan
kimiawi bisa juga dikatakan fiksasi sulit, perasaan berat dan gagal
kimiawi. hal tersebut dibuktikan dengan dikarenakan sulit menjalin komunikasi
beberapa partisipan menyatakan bahwa tidak dirasakan perawat (Iyus, 2009).
dalam merawat pasien perilaku kekerasan Kemudian perasan takut, tidak aman,
perlu dilakukan kolaborasi dengan dokter tegang, merasa sulit, terasa berat, dan
dalam hal pemberian fiksasi kimiawi. merasa gagal atau kecolongan seharusnya
dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak boleh dirasakan perawat secara terus
dalam menenangkan pasien perilaku menerus, karena perasaan-perasaan
kekerasan sangat perlu diberikan terapi tersebut dapat mempengaruhi psikologis
psikofarmaka, dan ini bukan wewenang perawat dan akan menyebabkan stres.
seorang perawat, sehingga dalam Menurut Robin (2003 dalam Sanjaya
pemberian fiksasi kimiawi ini perawat 2009) tugas dan tanggung jawab perawat
tidak mampu melakukannya dikarenakan bukan hal yang ringan untuk dipikul, hal
keterbatasan peran. inilah yang bisa menimbulkan stres kerja
Hal tersebut selaras dengan teknik pada perawat. Stres yang dihadapi oleh
managemen krisis, yang mana disebutkan perawat di dalam bekerja akan sangat
bahwa dalam melakukan prosedur mempengaruhi kualitas pelayanan
tindakan managemen krisis diharapkan keperawatan yang diberikan kepada
membentuk tim krisis yang terdiri dari pasien. Stres kerja akan berpengaruh pada
perawat, dokter, dan konselor dan kondisi fisik, psikologis dan sikap
memberi tahu petugas keamanan jika perawat
perlu (Iyus, 2009). Waspada pada kondisi pasien
Selain hal-hal tersebut diatas, dalam Dalam penelitian ini dalam sub tema
penelitian ini juga didapatkan data bahwa waspada pada kondisi pasien dinyatakan
ada partisipan yang merasa sulit dalam oleh partisipan dalam bentuk
merawat pasien perilaku kekerasan ini. kewaspadaan dan antisipasi.
Perasaan merasa sulit ini oleh partisipan Kewaspadaan perawat disini dirasakan
dinyatakan dalam bentuk merasa sulit, karena pasien perilaku kekerasan
terasa berat, dan merasa gagal atau khususnya yang disebabkan halusinasi ini
kecolongan. Partisipan merasa sulit dan sifatnya tidak bisa diduga apalagi pasien
berat ini dikarenakan pasien perilaku yang halusinasinya berisi suatu perintah
kekerasan yang pernah dia rawat karena halusinasi ini sifatnya selalu
mengalami kesulitan dalam destruktif dan bisa membahayakan
berkomunikasi dan sulit diarahkan yang keselamatan pasien maupun orang lain.
disebabkan pasien masih dalam kondisi Kemudian yang berkaitan dengan
marah. Disini bisa disimpulkan bahwa antisipasi dilakukan perawat karena
perawat berusaha untuk menjalin perawat merasa kuatir terjadi hal-hal yang
komunikasi dua arah dengan pasien yang membahayakan pasien maupun orang lain
masih dalam kondisi marah. Dalam termasuk membahayakan keselamatan
menentukan intervensi keperawatan pada diri petugas, sehingga dalam merawat
pasien perilaku kekerasan terdapat tiga pasien perilaku kekerasan ini perawat
intervensi yaitu strategi preventif, strategi selalu bersikap antisipasi. Dalam
antisipatif, dan strategi pengurungan. Bila penelitian ini sikap antisipasi ini
kondisi pasien dalam masih kondisi dinyatakan dalam bentuk mengamankan
marah maka strategi yang dilakukan pasien dan juga menjaga jarak dengan
adalah strategi pengurungan, sehingga pasien agar aman. Hal tersebut sesuai
komunikasi yang dilakukan adalah dengan apa yang dinyatakan Iyus bahwa
komunikasi sepihak dan perawat tidak perawat dalam merawat pasien perilaku
memaksakan untuk melakukan kekerasan ini diharuskan mempunyai