Sie sind auf Seite 1von 16

ASUHAN KEPERAWATAN HEMEROID

DI SUSUN OLEH :

AVERIANI BENEDITA ODILIA 113063C117003


RURIANTO 113063C117027
THABITA YOVI SRI DAYANTI 113063C117029
YOPA YOPISA 113063C117032

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHTAN SUAKA INSAN


BANJARMASIN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Anatomi dan Fisiologi


Anatomi saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring),
kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus.

Gambar 1.1 Anatomi Sistem Pencernaan Manusia

Fisiologi sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut


sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk
menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap
zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak
dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Anatomi dan
fisiologi sistem pencernaan yaitu :
1. Mulut
Mulut merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan
air. Mulut merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap dan jalan
masuk untuk system pencernaan yang berakhir di anus. Bagian dalam dari
mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa
yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan sederhana terdiri dari manis,
asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung,
terdiri dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong oleh gigi depan
(incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi
bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah
akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-
enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung
antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan
menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar
dan berlanjut secara otomatis.

2. Tenggorokan (Faring)
Tenggorokan merupakan penghubung antara rongga mulut dan
kerongkongan. Didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu
kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan
pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas
dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung,
didepan ruas tulang belakang keatas bagian depan berhubungan dengan
rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak
berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut
ismus fausium. Tekak terdiri dari bagian superior yaitu bagian yang sama
tinggi dengan hidung, bagian media yaitu bagian yang sama tinggi dengan
mulut dan bagian inferior yaitu bagian yang sama tinggi dengan laring.
Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang
menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga. Bagian media disebut
orofaring, bagian ini berbatas ke depan sampai di akar lidah. Bagian inferior
disebut laringofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring.

3. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui
sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan
berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik.
Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut
histologi, esofagus dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian superior
(sebagian besar adalah otot rangka), bagian tengah (campuran otot rangka
dan otot halus), serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
4. Lambung
Lambung merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari
tiga bagian yaitu kardia, fundus dan antrium. Lambung berfungsi sebagai
gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur
makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung
menghasilkan 3 zat penting yaitu lendir, asam klorida (HCL), dan prekusor
pepsin (enzim yang memecahkan protein). Lendir melindungi sel – sel
lambung dari kerusakan oleh asam lambung dan asam klorida menciptakan
suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah
protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang
terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.

5. Usus halus (usus kecil)


Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan
pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena
porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air
(yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna).
Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein,
gula dan lemak. Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa (sebelah
dalam), lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang dan lapisan serosa.
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum),
usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
a. Usus Dua Belas Jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus
halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus
kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian
terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir
di ligamentum treitz. Usus dua belas jari merupakan organ
retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput
peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat
sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu
dari pankreas dan kantung empedu. Lambung melepaskan makanan ke
dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian
pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui
sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika
penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk
berhenti mengalirkan makanan.
b. Usus Kosong (Jejenum)
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di
antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum).
Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 12
meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan
digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam
usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili),
yang memperluas permukaan dari usus.
c. Usus Penyerapan (Illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.
Pada sistem pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2- 4
m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh
usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit
basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam empedu.

6. Usus Besar (Kolon)


Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan
rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus
besar terdiri dari kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon
desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum).
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna
beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam
usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K.
Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit
serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam
usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan
dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.

7. Rektum dan Anus


Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai
tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena
tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika
kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul
keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum
karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf
yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak
terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana
penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk
periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang
dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan
anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang
penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran
pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus
terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus.
Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang
dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar) yang merupakan fungsi
utama anus (Pearce, 1999).
BAB II
KONSEP PENYAKIT HEMOROID

2.1 Definisi
Hemoroid adalah Suatu pelebaran dari vena-vena didalam pleksus
Hemoroidalis (Muttaqin, 2011). Hemoroid adalah pelebaran pembuluh darah
vena hemoroidalis dengan penonjolan membrane mukosa yang melapisi daerah
anus dan rectum (Nugroho, 2011). Hemoroid (wasir) merupakan dilatasi karena
varises pada pleksus venosus di submukosa anal dan parianal (Mitchell, 2006).

2.2 Klasifikasi Hemoroid


Pada dasarnya hemoroid di bagi menjadi dua klasifikasi, yaitu :
1) Hemoroid Interna
Hemoroid interna merupakan varises vena hemoroidalis superior dan media.
Terdapat pembuluh darah pada anus yang ditutupi oleh selaput lendir yang basah.
Jika tidak ditangani bisa terlihat muncul menonjol ke luar seperti hemoroid
eksterna. Gejala - gejala dari hemoroid interna adalah pendarahan tanpa rasa sakit
karena tidak adanya serabut serabut rasa sakit di daerah ini. Jika sudah parah bisa
menonjol keluar dan terus membesar sebesar bola tenis sehingga harus diambil
tindakan operasi untuk membuang wasir.
Hemoroid interna terbagi menjadi 4 derajat :
a. Derajat I Timbul pendarahan varises, prolapsi / tonjolan mokosa tidak
melalui anus dan hanya dapat di temukan dengan proktoskopi.
b. Derajat II Terdapat trombus di dalam varises sehingga varises selalu
keluar pada saat defekasi, tapi seterlah defekasi selesai, tonjolan tersebut
dapat masuk dengan sendirinya.
c. Derajat III Keadaan dimana varises yang keluar tidak dapat masuk lagi
dengan sendirinya tetapi harus di dorong.
d. Derajat IV Suatu saat ada timbul keaadan akut dimana varises yang
keluar pada saat defikasi tidak dapat di masukan lagi.
2) Hemoroid eksterna
Hemoroid merupakan varises vena hemoroidalis inferior yang umumnya
berada di bawah otot dan berhubungan dengan kulit. Biasanya wasir ini terlihat
tonjolan bengkak kebiruan pada pinggir anus yang terasa sakit dan gatal.
Hemoroid eksrterna jarang sekali berdiri sendiri, biasanya perluasan hemoroid
interna. Tapi hemoroid eksterna dapat di klasifikasikan menjadi 2 yaitu:
a. Akut Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir
anus dan sebenarnya adalah hematom, walaupun disebut sebagai trombus
eksterna akut. Tanda dan gejala yang sering timbul adalah:
1. Sering rasa sakit dan nyeri
2. Rasa gatal pada daerah hemorid Kedua tanda dan gejala tersebut
disebabkan karena ujung
3. Ujung saraf pada kulit merupakan reseptor rasa sakit .
b. Kronik Hemoroid eksterna kronik atau “Skin Tag” terdiri atas satu
lipatan atau lebih dari kulit anus yang berupa jaringan penyambung dan
sedikit pembuluh darah.
2.3 Etiologi
Hemoroid timbul kerena dilatasi, pembengkakn atau inflamasi,
hemoroidalis yang disebabkan oleh faktor-faktor resiko/pencetus, seperti :
1. Mengedan pada buang air besar yang sulit
2. Pola air besar yang salah ( lebih banyak menggunakan jamban dan terlalu
lama duduk dijamban sambil, membaca, merokok )
3. Peningkata tekanan intra abdomen karena tumor ( tumor udud, tumor
abdomen)
4. Kehamilan ( disebabkan tekanan jenis pada abdomen dan perubahan
hormonal )
5. Usia tua
6. Konstipasi kronik
7. Diare akut yang berlebihan dan diare kronik
8. Hubungan seks peranal
9. Kurang minum dan kurang makan makanan berserat (sayur dan bu)
10. Kurang olahraga/imobilisasi
2.4 Manifestasi Klinis
1. Timbul rasa nyeri dan gatal
2. Perdarahan berwarna merah terang saat defekasi
3. Pembengkakan pada area anus
4. Nekrosis pada area sekitar anus
5. Pendarahan/prolaps

2.5 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan colok dubur
Diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rektum. Pada
hemorid interna tidak dapat diraba sebab tekanan vena didalamnya tidak
cukup tinggi dan biasanya tidak nyeri.
2. Anoskop
Diperlukan untuk melihat hemoroid interna tidak menonjol keluar.
3. Proktosigmoidoskopi
Untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh proses radang
atau proses keganasan di tingkat yang lebih tinggi.

2.6 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Konservatif
a. koreksi konstioasi jika ada, meningkatkan konsumsi serat, laksatif, dan
menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi seperti
kodein. ( Daniel, W.J)
b. Perubahan gaya hidup lainnya seperti meningkatkan konsumsi cairan,
menghindari konstipasi dan mengurangi mengejan saat buang air besar.
c. Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid dan antiseptik dapat
mengurangi gejala gatal-gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid.
Penggunaan steroid yang berlama-lama harus dihindari untuk mengurangi
efek samping. Selain itu suplemen flavonoid dapat membantu mengurangi
tonus vena, mengurangi hiperpermeabilitas serta efek antiinflamasi
meskipun belum diketahui bagaimana mekanismenya.
2. Pembedahan
Apabila hemoroid internal derajat I yang tidak membaik dengan
penatalaksanaan konservatif maka dapat dilakukan tindakan pembedahan.
HITS ( Hemorrhoid Institue OF South Texas )menetapkan indikasi
tatalaksana pemebedahan hemoroid antara lain :
a. Hemoroid interna derajat II berulang.
b. Hemoroid derajat II dan IV dengan gejala.
c. Mukosa rektum menonjol keluar anus.
d. Hemoroid derajat I dan derajat II dengan penyakit penyerta seperti
fisura.
e. Kegagalan penatalaksanaan kenservatif penyakit seperti fisura.
f. Permintaan pasien.
Pembedahan yang sering dilakukan yaitu : (Halverson, A & Acheson,
A.G)
a. Skleroterapi
b. Rubber band ligation
c. Infrared thermocoagulation
d. Bipolar diathermy
e. Lassser haemoorhoidectomy
f. Dopper ultrasound guided haemorrhoid artery ligation
g. Cryotherapy
h. Stappled hemmorrhoidpexy.

2.7 Patofisiologi
Faktor penyebab faktor-faktor hemoroid adalah mengedan saat defekasi,
konstipasi menahun, kehamilan dan obesitas. Keempat hal diatas menyebabkan
peningkatan tekanan intra abdominal lalu di transmisikan ke derah anorektal
dan elevasi yang tekanna yang berulang-ulang mengakibatkan vena
hemoroidalis mengalami prolaps. Hasil di atas menimbulkan gejala gatal atau
priritus anus akibat iritasi hemoroid dengan feses, perdarahan akibat tekanan
yang terlalu kuat dan feses yang keras menimbulkan perdarahan, dan ada
udema dan peradangan akibat infeksi yang terjadi saat ada luka akibat
perdarahan.
BAB III
TEORI ASUHAN KEPERAWATAN HEMOROID

3.1 Pengkajian
a. Anamanesa
Anamnesa adalah mengetahui kondisi pasien dengan cara wawancara atau
interview. Mengetahui kondisi pasien untuk saat ini dan masa yang lalu.
1) Identitas
Meliputi identitas klien yaitu : nama lengkap, tempat tanggal lahir,
jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
suku/bangsa, golongan darah, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian,
No. RM, diagnose medis, dan alamat.
Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat.
2) Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah
secara tiba-tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan
untuk mengurangi keluhan, obat apa yang digunakan. Keluhan utama
yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output sedikit
sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak
selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa
lelah, napas berbau ( ureum ), dan gatal pada kulit.
3) Riwayat Kesehatan Sekarang ( PQRST )
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan pasien pada saat di
anamnesa meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region,
radiaton, severity scala dan time. Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji
onet penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola
nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya nafas berbau
ammonia, dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji pula sudah kemana
saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan
mendapat pengobatn apa.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,
payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign prostatic
hyperplasia, dan prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu
saluran kemih, infeksi system prkemihan yang berulang, penyakit
diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya
yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai
riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi
terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami
penyakit yang sama. Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan
dalam keluarga, ada atau tidaknya riwayat infeksi system perkemihan
yang berulang dan riwayat alergi, penyakit hereditas dan penyakit
menular pada keluarga.

b. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Klien lemah dan terlihat sakit berat
2. Tingkat Kesadaran : Menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana
dapat mempengaruhi system saraf pusat
3. TTV : Sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan
darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat
c. Pola fungsional
1. Pola aktivitas istirahat: Kelamahan, kelelahan, malaise, gangguan tidur
ditandai kelemahan otot, kehilangan tonus otot dan penurunan rentang
gerak.
2. Sirkulasi: Hipertensi, edema jaringan umum dan pitting pada
extremitas, cenderung terjadi perdarahan
3. Integritas Ego: Faktor stress, perasaan tidak berdaya ditandai menolak,
ansietas, marah, mudah tersinggung dan perubahan kepribadian.
4. Eliminasi: Penurunan frekuensi urin, oligguri, oliguri dapat menjadi
anuria.
5. Makanan dan cairan: Peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB,
anoreksia, nyeri ulu hati, rasa metalik tak sedap pada mulut, mual,
muntah ditandai distensi abdomen/asites, hepatomegali (tahap akhir),
perubahan turgor kulit, perdarahan gusi, penampilan lemah.
6. Neurosensori: Sakit kepala, kram otot, kejang, kelemahan; gangguan
status mental.
7. Nyeri/kenyamanan: Nyeri pinggang, sakit kepala, kram otot, gelisah.
8. Pernafasan: Nafas pendek, batuk dengan atau tanpa sputum kental,
takipnea, dispnea dan sputum merah muda encer.
9. Kenyamanan kulit: Kulit gatal/pruritus, ptekie, ekimosis pada kulit.
10. Seksualitas: Penurunan libido, amenore, dan infertiliti
11. Interaksi sosial: Tidak mampu bekerja dan mempertahankan fungsi
peran dalam keluarga.

3.2 Diagnosa Keperawatan


Adapun diagnosa yang mungkin muncul adalah :
1. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi, tekanan dan sensitifitas
pada area rectal/anal sekunder akibat penyakit anorektal dan spasme
sfingter pada pascaoperatif.
2. Konstipasi berhubungan dengan mengabaikan dorongan untuk
defekasi akibat nyeri selama eliminasi.
3.3 Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi, tekanan dan sensitifitas pada area
rectal/anal sekunder akibat penyakit anorektal dan spasme sfingter pada
pascaoperatif.
Kriteria Hasil :
a. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri)
b. Menyatakan rasan nyaman setelah nyeri berkurang.
Intervensi :
1) Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyaman.
2) Lakukan pengkajian nyeri saat komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi.
3) Pilih dan lakukan penanganan nyeri ( farmakologi, non
farmakologi, dan interpersonal)
Implementasi :
1) Mengobservasi reaksi non verbal dari ketidaknyaman.
2) Melakukan pengkajian nyeri saat komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi.
3) Memilih dan lakukan penanganan nyeri ( farmakologi, non
farmakologi, dan interpersonal)
Evaluasi :
S : Pasien mengatakan tidak lagi merasakan sakit yang berlebihan.
O: Pasien tampak terlihat lebih rileks dari sebelumnya.
A: Masalah teratasi.
P: Melanjutkan implementasi.

2. Konstipasi berhubungan dengan mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat


nyeri selama eliminasi.
Kriteria Hasil :
a. Bebas dari ketidaknyamanan dan konstipasi
b. Mempertahankan bentuk feses lunak setiap 1-3 hari.
Intervensi :
1) Monitor feses, frekuensi, konsistensi dan volume.
2) Dorong dan tingkatkan asupan cairan, kecuali di
kontraindikasikan.
3) Anjurkan pasien untuk diet serat.
Implementasi :
1) Memonitor feses, frekuensi, konsistensi dan volume
2) Mendorong dan tingkatkan asupan cairan, kecuali di
kontraindikasikan.
3) Menanjurkan pasien untuk diet serat.
Evalusi :
S : Pasien menyatakan BAB lancar.
O : Klien tampak nyaman kerena mampu BAB
A : Masalah teratasi
P : Melanjutkan Intervensi.

BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hemoroid adalah Suatu pelebaran dari vena-vena didalam pleksus
Hemoroidalis (Muttaqin, 2011). Hemoroid adalah pelebaran pembuluh
darah vena hemoroidalis dengan penonjolan membrane mukosa yang
melapisi daerah anus dan rectum (Nugroho, 2011). Hemoroid (wasir)
merupakan dilatasi karena varises pada pleksus venosus di submukosa
anal dan parianal (Mitchell, 2006). Dengan tanda dan gejala : Timbul rasa
nyeri dan gatal, Perdarahan berwarna merah terang saat defekasi,
Pembengkakan pada area anus , Nekrosis pada area sekitar anus,
Pendarahan/prolaps.

3.2 Saran
Sebagai calon perawat, kita harus mengetahui pengertian, etiologi, tanda
dan gejala, patofisiologi dan hemoroid. Perawat harus tau bagaimana membuat
asuhan keperawatan sistem pencernaan pada hemoroid.
https://maike470.wordpress.com/2016/03/11/asuhan-keperawatan-pada-ggk/

Das könnte Ihnen auch gefallen