Sie sind auf Seite 1von 11

Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 4 / No.

2 / Agustus 2009

Personal Dan Sosial Yang Mempengaruhi Sikap Remaja Terhadap


Hubungan Seks Pranikah

Elisabet Setya Asih Widyastuti *)


*) PKBI Jawa Tengah
Korespondensi : elisa_widyastuti@yahoo.com

ABSTRACT

Background: Adolescents are important groups that reported have potentially high risk from
unwanted pregnancy, STIs and HIV/AIDS infections. Recent studies reported that they were
earlier engaged premarital sex, have multiple partners and inconsistent on using condom.
Adolescents who are living in brothel areas, their daily lives were exposed by prostitutions
environment and living in more permissive sub-culture.
Method: This current study that conducted at two brothels in Semarang namely Sunan Kuning
and Gambilangu in 2008 is to examine and to understand the personal and social factors
influencing adolescents’ attitudes toward premarital sex. A cross sectional study with both quan-
titative and qualitative approaches was sequence applied. Cumulatively, 67 adolescents (15-19
years) were interviewed; 5 participants and 8 informants were in-depth interviewed trough this
study. Chi square and logistic regression test applied to examine the relationship between inde-
pendent variables and dependent variable. Furthermore, content analyses technique was ap-
plied to analyze case study.
Result: The research findings reported that brothels were not conducive place for adolescents
to growing up, they were reported obtain negative impacts from their environment such as stig-
matized, school dropped out, alcohol consuming, and exposed by sexual activities: observe
people kissing, hugging, erotic dancing, and having sex. Those sexual exposures could lead
adolescents into some risky behaviour. The adolescents’ acceptance of premarital intercourse
was range between 7.5 – 37.3 percent at any relationship levels; this result was higher com-
pared with other populations of non brothels adolescents. The acceptance level of premarital
sex increased when it was done in more serious relationship. Bivariate analyses suggested that
sex, close friends’ sexual attitudes and sexual exposure were statistically significant have corre-
lation with adolescents attitudes toward premarital sex. In addition, multivariate analyses re-
vealed that close friends’ sexual attitudes was the most influencing the occurrence of adoles-
cents’ attitudes toward premarital sex, next followed by sex. It means adolescents who have
liberal close friends tend to have risk 32,5 times to be more permissive toward premarital sex
than those have traditional one; male have risk 4.9 times to be more permissive toward premari-
tal sex than female.

Key words: adolescents, sexuality, premarital, sex, permissiveness

75
Personal Dan Sosial Yang Mempengaruhi ... (Elisabet Setia AW)

PENDAHULUAN remaja di Indonesia tahun 1998-2002 yang


Remaja merupakan kelompok yang dilakukan Shaluhiyah menunjukkan bahwa
berpotensi berisiko dan perlu mendapat perhatian remaja yang melakukan premarital seks berkisar
serius. Terdapat tiga alasan yang melandasi antara 2 hingga 27 persen (Shaluhiyah, 2006).
perlunya perhatian tersebut (Shaluhiyah, 2006). IYRHS (Indonesian Youth Reproductive
Pertama, proporsi penduduk berusia remaja Health Survey) tahun 2002-2003 menemukan
cukup besar. Kurang lebih seperlima penduduk kurang dari satu persen perempuan dan lima
dunia berusia 10-19 tahun dan lebih dari persen laki-laki mengaku telah melakukan
seperempat penduduk dunia berusia 10-24 tahun hubungan seks pranikah (BPS, NFPD, and MoH,
(WHO, UNFPA, UNICEF, 2006). Di Indone- 2004). Dimana perempuan cenderung kurang
sia, terdapat 28,7 persen penduduk yang berusia menerima seks pranikah daripada laki-laki;
10-19 tahun (BPS, 2005). Kedua, masa remaja perempuan yang tidak berpendidikan empat kali
merupakan masa transisi yang dari masa anak- lebih cenderung menerimanya daripada yang
anak menuju dewasa (Dusek, 1987). Pada masa berpendidikan. Namun pada kondisi tertentu, pre-
ini remaja mengalami perubahan yang besar baik marital seks dapat diterima bila yang melakukan
secara fisik, mental maupun sosial. Pada masa saling mencintai atau berencana menikah.
ini pula beberapa pola perilaku seseorang mulai Penelitian lain tentang perilaku seks remaja
dibentuk, termasuk identitas diri, kematangan (12-24 tahun) belum menikah yang dilakukan di
seksual dan keberanian untuk melakukan empat kota besar di Indonesia yaitu Jakarta,
perilaku berisiko (Shaluhiyah, 2006; Bandura, Surabaya, Medan dan Bandung pada tahun 2004
1989). Banyak remaja mengalami maturity gap melaporkan bahwa rata-rata remaja melakukan
yaitu perbedaan kematangan secara fisik dan hubungan seks pertama kali pada usia 18 tahun,
mental. Perbedaan kematangan ini dapat 16 persen diantaranya mengaku pertama kali
mendorong remaja untuk melakukan hal-hal yang melakukan hubungan seks pada usia 13-15 tahun
berisiko (Goossens, 2006). Ketiga, beberapa (Purdy, 2006).
penelitian melaporkan bahwa banyak remaja Shaluhiyah, dalam penelitiannya di Jawa
yang aktif secara seksual, mempunyai pasangan Tengah pada mahasiswa dan buruh pabrik yang
lebih dari satu dan tidak konsisten dalam berusia antara 18-24 tahun menemukan bahwa
pemakaian kondom pada saat melakukan 5-6 persen perempuan dan kurang dari 20 persen
hubungan seks (Shaluhiyah, 2006; Earle, dkk, laki-laki mengaku pernah melakukan hubungan
2007). Hal ini tentu dapat menimbulkan beberapa seks sebelum menikah (Suryoputro, Ford,
konsekuensi seperti kehamilan yang tidak Shaluhiyah, 2007). Penelitian yang sama juga
dikehendaki (KTD), aborsi, terinfeksi penyakit melaporkan bahwa usia pertama kali melakukan
menular seksual dan HIV/AIDS (Sethaput; hubungan seks diatas 18 tahun; 30 persen
Pluemcharoen, 2007). responden tidak menggunakan kondom pada
Hubungan seks pranikah bagi masyarakat hubungan seks terakhir.
Indonesia masih dipandang sebagai tindakan Meskipun banyak penelitian seksualitas
yang tidak dapat diterima baik secara sosial remaja telah dilakukan di Indonesia namun masih
maupun budaya. Meskipun saat ini kaum muda sedikit penelitian yang dilakukan pada remaja
cenderung lebih toleran terhadap hal ini yang tinggal di lokalisasi. Remaja yang tinggal di
(Suryoputro; Ford; Shaluhiyah, 2007). Beberapa lokalisasi pada umumnya adalah anak mucikari
penelitian menunjukkan bahwa banyak kaum atau orang-orang yang mempunyai usaha di
muda yang melakukan hubungan seks pranikah. komplek tersebut. Mereka tinggal di lingkungan
Tinjauan terhadap beberapa penelitian seksualitas yang sangat permisif terhadap hubungan seks

76
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 4 / No. 2 / Agustus 2009

diluar nikah. Rumah yang mereka tinggali HASIL DAN PEMBAHASAN


digunakan juga sebagai tempat transaksi seks dan 1. Karakteristik responden
karaoke. Setiap hari mereka terpapar oleh Hampir semua responden tinggal di lokalisasi
berbagai kegiatan prostitusi seperti melihat sejak lahir. Mereka tinggal di lokalisasi bersama
perempuan berpakaian seksi dengan gaya duduk, kedua orang tuanya, yang mayoritas bekerja di
berjalan, memandang dan bicara yang bidang industri seks, baik sebagai mucikari,
menantang. Orang secara terbuka berpelukan, pengurus lokalisasi, penjual warung kelontong,
berciuman dan saling merayu. Di sisi lain, warung makanan maupun buruh cucian.
prostitusi oleh masyarakat umum dipandang 2. Sikap terhadap hubungan seks pranikah
rendah dan tidak bermoral sehingga orang-or- Hampir separoh responden (49,3 persen)
ang yang tinggal di dalam komplek lokalisasi juga bersikap lebih permisif terhadap hubungan seks
sering mendapat stigma dari masyarakat. Hal ini pranikah. Tingkat penerimaan mereka terhadap
menjadikan remaja yang tinggal di lokalisasi hubungan intercourse berkisar antara 7,5 persen
kadang merasa minder dan mempunyai self-es- hingga 37,3 persen pada perbagai level hubungan
teem yang rendah. (first dating, casual dating, serious dating, pre-
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui engage dan engage). Pada berbagai aktivitas
pengaruh faktor personal (jenis kelamin, usia, premarital seks (kissing, necking, petting, oral
pendidikan, self-esteem dan praktik beribadah) sex dan intercourse) tingkat penerimaan
dan sosial (kontrol orang tua, sikap seksualitas responden meningkat pada hubungan yang lebih
teman dan paparan seksual) terhadap sikap serius.
remaja yang tinggal di lokalisasi mengenai
hubungan seks pranikah, serta memperoleh “Ngeseks pas pacaran… itu ya nggak
informasi lebih dalam mengenai kehidupan remaja wajar…, tetapi kalau yang ngelakukan
di lokalisasi yang melatar belakangi sikap mereka mau ya terserah dia lah karena dia yang
terhadap hubungan seks pranikah. akan terkena imbasnya, tapi nek bagi aku
sendiri pacaran sebisa mungkin yang
METODE PENELITIAN biasa saja, nggak macem-macem.
Penelitian ini merupakan penelitian cross-sec- Kalau sudah tunangan… itu berarti meh
tional dengan pendekatan kuantitatif dan kulitatif. nikah ya, dah serius…hm… ndak apa-apa
Dilaksanakan pada tahun 2008 pada populasi mungkin hehe. Soale banyak juga ya
remaja yang tinggal di lokalisasi Sunan Kuning dan yang ndak nikah pun hidup bareng, atau
Gambilangu Semarang. Sampel penelitian cuman nikah di bawah tangan. Banyak
kuantitatif sebanyak 67 remaja. Merupakan total kok orang sini yang kayak gitu”.
populasi yang memenuhi kriteria: usia 15-19 tahun, (Bunga, perempuan, 17 tahun, lebih
belum menikah, tinggal di lokalisasi minimum 6 permisif)
bulan dan bukan pekerja seks. Pengumpulan data Tingkat penerimaan terhadap premarital
menggunakan kuesioner terstruktur yang telah diuji intercourse lebih tinggi dibanding dengan temuan
validitas dan reliabilitasnya. Hasil penelitian penelitian sebelumnya baik pada populasi
dianalisis secara univariat, bivariat dan multivariat. mahasiswa, buruh pabrik, pelajar maupun remaja
Analisis bivariat menggunakan uji chi square secara umum. Hal itu di mungkinkan karena
sendangkan analisis multivariat menggunakan uji remaja yang tinggal di lokalisasi tinggal di
logistik regresi. Pada penelitian kualitatif digunakan lingkungan yang sangat permisif, setiap hari
analisa isi atau content anaysis. mereka terpapar oleh hal-hal yang terkait dengan
seksual.

77
Personal Dan Sosial Yang Mempengaruhi ... (Elisabet Setia AW)

3. Hubungan Faktor Personal dengan sikap dengan penelitian sebelumnya misalnya IYARHS
terhadap Hubungan Seks Pranikah 2002-2003 yang menyatakan bahwa perempuan
Jenis kelamin. Proporsi responden yang yang tidak berpendidikan cenderung 4 kali lebih
berjenis kelamin laki-laki dan perempuan besar menerima hubungan seks pranikah
seimbang dengan tingkat permisivitas laki-laki daripada yang berpendidikan. Meski demikian,
lebih tinggi dibanding perempuan (69,7 persen hasil studi kasus menunjukkan bahwa responden
dan 29,4 persen). Hasil uji bivariat menunjukkan yang lebih permisif menganggap pendidikan tidak
adanya hubungan signifikan antara jenis kelamin penting, dua diantara responden drop out SD
dengan sikap terhadap hubungan seks pranikah dan SMP. Mereka juga tidak mempunyai cita-
(p value=0,002). Hasil uji logistik regresi juga cita diwaktu kecil, sehingga hidupnya tanpa tujuan
menunjukkan bahwa jenis kelamin mempunyai yang ingin diraih. Hal itu berbeda dengan
pengaruh paling kuat untuk menjadikan remaja responden yang kurang permisif. Berikut
bersikap lebih permisif terhadap hubungan seks penuturan mereka :
pranikah. Dimana laki-laki mempunyai
kecenderungan 32,5 kali lebih besar untuk “...Makanya aku pengen sekolah yang
bersikap lebih permisif daripada perempuan. Hal baik, lulus terus nanti dapet kerja, terus
ini sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya pindah ke kampung yang lain, nggak
yang dilakukan oleh Shaluhiyah (2006), Early tinggal disini. Kalau kelamaan disini kan
(2007) dan IYARHS 2002-2003. Adanya pola bisa terpengaruh. Kondisi ini memotivasi
hubungan yang tidak seimbang antara laki-laki saya untuk melakukan yang lebih baik.
dan perempuan serta dominannya norma Saya ingin membuktikan agar orang luar
maskulinitas pada norma seksualitas tahu bahwa orang sini nggak semuanya
memunculkan adanya double standard yang jelek.”
lebih menerima hubungan seks pranikah yang (Jaka, laki-laki, 17 tahun, kurang
dilakukan laki-laki daripada perempuan. Pola permisif).
asuh antara anak laki-laki dan perempuan juga
berbeda. Studi kasus menemukan bahwa laki- “...aku udah males sekolah, yang penting
laki cenderung lebih bebas dibanding perempuan. aku bisa membaca dan menulis biar tidak
Usia. Mayoritas responden berusia lebih di bohongi orang”.
dari 17 tahun (62,7 persen). Tingkat permisvitas (Ayah Siwi, laki-laki, 36 tahun).
responden yang berusia lebih dewasa dan lebih
muda hampir sama. Uji statistik juga tidak Self-esteem. Sebanyak 52 persen
menunjukkan hubungan antara usia dengan sikap responden mempunyai self-esteem yang rendah.
remaja terhadap hubungan seks pranikah. Hal Tingkat permisivitas responden yang mempunyai
itu dimungkinkan karena rentang usia responden self-esteem rendah dan tinggi hampir sama,
hanya 4 tahun dan mereka tinggal di lingkungan namun terdapat dua hal yang perlu mendapat
yang sama. perhatian untuk dilakukan intervensi yaitu 64,2
Pendidikan. Mayoritas responden persen responden merasa tidak mempunyai harga
berpendidikan SMA (74,6 persen). Tingkat diri sama sekali dan 41,8 persen responden
permisivitas reponden yang berpendidikan tinggi merasa bahwa dirinya tidak dapat melakukan
dan rendah hampir sama. Hasil uji statistik tidak segala sesuatu dengan baik. Responden
menunjukkan adanya hubungan antara perempuan merasa lebih kurang percaya diri
pendidikan dengan sikap remaja terhadap dibanding dengan laki-laki. Hasil uji statistik
hubungan seks pranikah. Hal itu tidak sesui menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan
antara self-esteem dengan sikap remaja terhadap

78
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 4 / No. 2 / Agustus 2009

hubungan seks pranikah. Namun hasil studi kasus keagamaan dengan standard seksualitas yang
menunjukkan bahwa responden yang kurang konservatif (DeLamater, 1981). Delamater yang
permisif lebih merasa malu dan tidak nyaman dikutip oleh Sprecher juga menyatakan bahwa
tinggal di lokalisasi daripada responden yang institusi yang terorganisasi salah satunya agama
lebih permisif. berperan dalam membentuk nilai dan standard
pada diri seseorang (Sprecher; Kinney, 1998).
“Awal masuk SMP, rasane ndak karu- 4. Hubungan Faktor Sosial terhadap Sikap
karuan. Aku sering diejek, kok ndak Remaja Mengenai Hubungan Seks
pantes sekolah situ….sering kalau duduk Pranikah
aku di lempari kertas ama cowok-cowok, Kontrol orang tua. Sebanyak 52,2 persen
nglemparnya sengaja sambil ngomong responden merasa bahwa mereka mendapat
“eh..perek, perek cilik… “ kontrol yang kurang dari orang tuanya. Tingkat
(Gadis, perempuan, 17 tahun, kurang permisivitas responden yang memperoleh kontrol
permisif) orang tua yang kurang dan lebih hampir sama.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada
Sebagaimana yang sudah diulas sebelumnya, hubungan yang signifikan antara kontrol orang
bahwa proses pembentukan self-esteem salah tua dengan sikap remaja terhadap hubungan seks
satunya dengan membandingkan dengan orang pranikah.
lain, kelompok lain maupun masyarakat lain. Hal Reiss (1965) berpendapat bahwa hubungan
ini juga terjadi pada remaja yang tinggal di orang tua-anak tidak dapat menjadi agen tunggal
lokalisasi, mereka membandingkan kondisi bagi transmisi budaya. Menurutnya, standard
lingkungan tempat tinggalnya dengan kelompok perilaku pada umumnya ditanamkan oleh institusi
rujukannya. Remaja yang masih sekolah biasanya pendidikan, media masa, agama, politik dan
mempunyai banyak teman yang berasal dari so- agen-agen legal (Bandura, 2005). Anak-anak,
cial setting yang berbeda sehingga cenderung secara berulang mengamati dan mempelajari
merasa malu dan kurang percaya diri. Untuk itu, standard dan pola perilaku dari orang sekitarnya,
mereka berusaha menyembunyikan identitasnya tidak hanya dari orang tua tetapi juga saudara,
dihadapan teman-temannya. Sementara, remaja teman sebaya dan orang dewasa lainnya. Lebih
yang sudah tidak sekolah dan bersikap lebih dari itu, media masa juga telah menjadi salah satu
permisif terhadap hubungan seks pranikah sumber penting di luar keluarga (Bandura, 2005).
mayoritas temannya berasal dari lingkungan yang Utomo menyebutkan bahwa peran keluarga
sama, sehingga tidak ada perasaan kurang bagi remaja Indonesia saat ini sudah tidak sekuat
percaya diri. masa sebelumnya sebab nilai kelompok rujukan
Praktik beribadah. Mayoritas responden lain juga memberikan alternatif nilai selain nilai
tidak menjalankan kewajiban agama dengan yang dibuat oleh orang tuanya. Oleh karena itu
baik. Tingkat pemisivitas responden yang kurang generasi muda sekarang mulai mempunyai kontrol
tekun beribadah lebih tinggi dibanding yang lebih yang lebih bagi dirinya sendiri dan mempunyai
tekun (60,6 dan 38,2 persen). Namun uji statistik kesempatan untuk mengambil keputusan bagi
menunjukkan tidak adanya hubungan yang dirinya sendiri secara mandiri (Utomo; McDonal,
signifikan diantara kedua variabel. Hal tersebut 1999).
juga tidak mendukung beberapa penelitian Studi kasus pada penelitian ini menunjukkan
mengenai religiusitas yang telah dilakukan, dimana bahwa ada dua alasan mengapa orang tua
salah satunya menunjukkan bahwa ada hubungan memberikan kebebasan kepada anaknya.
antara tingkat kehadiran pada kegiatan Pertama, karena orang tua merasa yakin bahwa

79
Personal Dan Sosial Yang Mempengaruhi ... (Elisabet Setia AW)

anaknya tidak akan berbuat diluar batas “Kadang dia datang ke aku... mah aku
kewajaran sehingga diberikan kepercayaan punya masalah gini-gini sama cowoknya…
kepadanya untuk melakukan segala sesuatu kenapa kamu nggak bilang sama
sesuai dengan keinginan anak asal dapat mamahmu? Nggak, nanti aku ndak malah
mempertanggungjawabkannya. Kedua, karena dimarahin”.
anak sangat nakal dan tidak mau mendengarkan (Teman Siwi, perempuan, 35 tahun)
nasihat orang tua, sehingga orang tua merasa
kewalahan dan membiarkan anak melakukan Sikap seksualitas teman. Sebanyak 52,2
segala sesuatu yang diinginkan. Kasus pertama persen responden berpendapat bahwa teman
ditemukan pada responden yang kurang permisif dekatnya mempunyai sikap seksualitas yang lib-
dan kasus kedua ditemukan pada responden eral. Responden juga meyakini bahwa teman
yang lebih permisif. dekatnya lebih menerima hubungan seks di luar
Pada kasus orang tua yang mengontrol nikah yang dilakukan oleh pekerja seks daripada
anaknya dengan ketat, ternyata ada perbedaan yang dilakukan oleh pasangan kumpul kebo
tujuan antara responden yang kurang permisif dan (56,7 persen dan 28,4 persen). Hasil studi kasus
yang lebih permisif. Pada responden yang kurang menyatakan bahwa meskipun responden
permisif, orang tuanya melakukan kontrol untuk mengetahui bahwa profesi pekerja seks tidak
melindungi anaknya dari pengaruh negatif halal, namun mereka tidak memandang rendah
lingkungannya, sedangkan pada responden yang para pekerja seks. Terdapat dua alasan yang
lebih permisif, kontrol orang tua dilakukan agar mendasari sikap mereka: pertama, karena
usahanya tetap berjalan dengan baik, sehingga kehidupan mereka ditopang dari penghasilan
pengawasan ketat hanya dilakukan pada saat yang diperoleh dari praktik prostitusi sehingga
jam kerja. para pekerja seks berperan besar sebagai alat
Dari hasil studi kasus juga diketahui bahwa pencari nafkah. Kedua, bahwa terdapat banyak
responden merasa dekat dengan orang tuanya alasan mengapa para perempuan mau menjadi
terutama ibu, namun dalam komunikasi sehari- pekerja seks, misalnya ditinggal oleh
hari topik pembicaraan antara orang tua dan anak pasangannya, mendapat kekerasan, korban traf-
lebih banyak menekankan pada masalah sekolah, ficking atau trauma masa lalu sebelumnya.
keuangan dan hal-hal yang berkaitan dengan Sehingga alasan utama mereka adalah ekonomi,
kepribadian namun tidak pernah membicarakan bukan untuk bersenang-senang semata. Berikut
masalah seksualitas. Responden merasa lebih penututan responden tentang hal tersebut.
nyaman untuk membicarakan masalah seksualitas
dengan teman dekatnya daripada dengan “Aku ndak mandang mereka rendah
saudara kandung maupun orang tuanya. karena aku makan dari uang mereka, kok
memandang rendah”.
“Saya lebih deket ke ibu, bisa diajak (Gadis, perempuan, 17 tahun, kurang
ngobrol. Tapi kalau masalah pribadi pal- permisif)
ing ceritanya ke temen, kalau ibu masalah
sekolah, kepribadian. Kadang dimarahi Sebagian besar responden masih meyakini
kalau perilakunya nggak sesuai”.. bahwa teman dekatnya mempunyai pandangan
(Jaka, laki-laki, 17 tahun, kurang yang tradisional terhadap perilaku seksual.
permisif) Sebanyak 43,3 persen menganggap bahwa oral
seks tidak normal; 43,3 persen berpandangan
bahwa onani membahayakan kesehatan dan 82,1

80
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 4 / No. 2 / Agustus 2009

persen meyakini bahwa homoseksual adalah (1979) dan Reiss (1967) yang dikutip oleh
kelainan. Seperti yang sudah diulas sebelumnya Sprecher dalam bukunya “Sexuality”, bahwa
bahwa pandangan tersebut dilandasi adanya dua pada umumnya peneliti menemukan standard
dikotomi antara perilaku seks yang dianggap baik, teman sebaya mempunyai pengaruh paling kuat
normal dan natural serta perilaku seks yang tidak pada standard responden daripada standard or-
baik, tidak normal dan tidak natural. Berdasarkan ang tua (Sprecher; Kinney, 1998). Delamater juga
Rubin, hubungan seks yang baik adalah yang menyebutkan bahwa standard orang tua
bertujuan untuk bereproduksi atau menghasilkan cenderung berpengaruh menjadi lebih konservatif
keturunan yaitu penetrasi dari penis ke vagina. sedangkan standard teman berpengaruh menjadi
Sedangkan oral seks dan onani, adalah perilaku lebih liberal.
seks yang bersifat rekreatif dan tidak Penelitian yang dilakukan oleh Shah & Zelnik
menghasilkan keturunan sehingga dianggap (1981) yang diikuti oleh 2193 remaja
sebagai perilaku yang tidak normal (Alimi, perempuan, dimana dalam penelitian tersebut
2005). Hegemoni heteronormativitas yang begitu responden ditanya mengenai persamaan sikap
ditemukan pada populasi ini, sebagian besar mereka mengenai hubungan seks pranikah
responden berangapan bahwa homoseksual dengan sikap kelompok rujukannya. Responden
adalah kelainan. Pandangan seperti ini perlu yang menerima hubungan seks pranikah, 55
diluruskan mengingat orientasi seks merupakan persennya menyatakan bahwa pendapatnya
salah satu hak seksual yang perlu dihargai, juga tersebut sama dengan pendapat temannya.
untuk mengurangi stigma dan diskriminasi pada Sedangkan pada responden yang tidak menerima
kaum homoseksual. hubungan seks pranikah, 66 persennya
Sebanyak 40,3 persen responden juga menyatakan bahwa sikapnya sama dengan sikap
meyakini bahwa temannya beranggapan orang tuanya (Dusek, 1987).
kehamilan di luar nikah adalah wajar di masa Kaplan (1997) yang dikutip oleh Shaluhiyah
sekarang. Hal ini kemungkinan dilatar belakangi menyatakan bahwa teman adalah sumber penting
akan banyaknya kasus kehamilan di luar nikah dalam sosialisasi seksual bagi remaja, sebab
di lingkungannya, baik yang terjadi pada remaja, mereka ada pada saat yang tepat ketika remaja
maupun yang sudah dewasa. Sebanyak 26,9 ingin mengeksplorasi dirinya sendiri, mencari tahu
persen responden juga setuju bila aborsi dijadikan siapa kah mereka dan apa yang mereka inginkan
salah satu alternatif pemecahan masalah pada di dunia (Shaluhiyah, 2006). Menurut Steel
kasus kehamilan di luar nikah. (1999) dalam kutipan yang sama, bahwa pada
Secara bivariat hasil uji statistik menunjukkan masa remaja seseorang memperoleh informasi
bahwa ada hubungan secara signifikan antara mengenai hubungan sama jenis dan lawan jenis
sikap seksualitas teman dengan sikap remaja dari teman sebayanya. Mereka juga belajar
terhadap hubungan seks pranikah (nilai p 0,000; mengenal cinta, siapa yang perlu dicintai,
koefisien phi 0,703). Secara multivariat, sikap bagaimana rasanya jatuh cinta dan lainnya. Proses
seksualitas teman mempunyai pengaruh yang belajar tersebut berasal dari eksplorasi mereka
paling kuat untuk terbentuknya sikap lebih terhadap orang lain yang menjadi model, model
permisif terhadap hubungan seks pranikah. budaya dan dari perasaan yang tumbuh dalam
Bahwa laki-laki mempunyai kecenderungan 32,5 diri mereka sendiri.
kali lebih besar dibanding perempuan untuk Pada proses perkembangan, masa remaja
bersikap lebih permisif. merupakan periode dimana seseorang mulai
Temuan tersebut juga sejalan dengan yang keluar dari kehidupan keluarga dan belajar
disampaikan DeLamater & MacCorquodale bersosialisasi. Salah satu ciri remaja adalah

81
Personal Dan Sosial Yang Mempengaruhi ... (Elisabet Setia AW)

membentuk jaringan sosial bersama teman- untuk terbentuknya sikap permisif pada remaja.
temannya. Sehingga, mempunyai perasaan Secara teori pada dasarnya manusia
diterima oleh komunitasnya merupakan suatu hal mempunyai kemampuan belajar melalui
yang sangat penting bagi perkembangan remaja. pengalaman diri sendiri maupun dari orang lain.
Oleh karena itu mereka akan berusaha agar Social learning theory menjelaskan bahwa
diterima oleh kelompok rujukannya dengan cara manusia mempunyai kemampuan belajar melalui
mengikuti nilai, sikap dan perilaku mereka. Hal observasi, yang menjadikan mereka dapat
ini sesuai dengan hasil studi kasus, bahwa teman meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
tidak hanya berpengaruh pada sikap remaja berdasarkan informasi yang diperoleh dari
terhadap seksualitas, namun juga pada proses pengaruh modeling. Bandura mencatat
pengambilan keputusan yang lainnya seperti kemampuan manusia ini sebagai vicarious learn-
pertimbangan keluar sekolah, membolos ing yaitu proses belajar dengan cara mengamati
termasuk keputusan untuk melakukan hubungan perilaku orang lain beserta konsekuensi nya
seks pertama kali. dengan cara melihat atau mendengarkan
Paparan Seksual. Interaksi dengan (Bandura, 1989).16 Sumber infomasi mengenai
pekerja seks maupun industri seks diyakini juga pola perilaku dan akibatnya diperoleh dari
merupakan salah satu paparan seksual bagi model-model yang ditayangkan secara simbolis
remaja. Sebanyak 50,7 persen responden baik secara verbal maupun non verbal. Dalam
mengaku mendapat paparan seksual yang lebih, proses modeling, bentuk-bentuk yang dipelajari
dimana 40,3 persen responden sering berinteraksi dapat berupa pola perilaku, standard, judge-
dengan pekerja seks. Apalagi 52,2 persen ment standard, kemampuan kognitif dan aturan-
responden tinggal di rumah yang juga digunakan aturan yang dapat membentuk perilaku baru.
sebagai industri seks seperti karaoke dan wisma Bandura juga menjelaskan bahwa pada ob-
dimana banyak diantara keluarga yang tidak servational learning terdapat 4 komponen yaitu
memisahkan antara tempat usaha dan tempat attentional, retentional, production process
tinggal. dan motivational. Studi kasus pada penelitian
Selain itu responden juga mengakses media ini menemukan kesesuaian teori tersebut pada
porno. Media yang paling sering digunakan pada proses responden belajar dari lingkungannya yang
populasi ini adalah telpon genggam (40,3 persen), akhirnya responden berperilaku seksual secara
karena media ini bersifat personal sehingga privasi aktif. Sebagai contoh pada kasus Siwi,
terjaga, hampir semua remaja mempunyai fasilitas responden yang bersikap lebih permisif terhadap
ini dan dapat diakses dimana-mana dengan hubungan seks pranikah. Tahap attentional,
mudah. Perkembangan teknologi yang pesat dimulai ketika dia berusia 11 tahun secara tidak
sehingga telpon genggam juga dapat digunakan sengaja melihat pekerja seks sedang melakukan
untuk mengakses internet serta memungkinkan hubungan seks dengan tamunya. Meskipun
untuk berbagi data dengan orang lain semakin pengalaman itu hanya terjadi sekali, namun
mendukung pemanfaatan telpon genggam untuk responden masih dapat mengingat dengan baik
mengkonsumsi media porno. peristiwa tersebut. Waktu itu respoden tidak
Secara bivariat hasil uji statistik menunjukkan menceritakan pengalamannya kepada siapapun,
bahwa terdapat hubungan secara signifikan antara namun dia memahami apa yang dilakukan oleh
paparan seksual dengan sikap remaja terhadap pekerja seks tersebut. Tahap kedua, retentional
hubungan seks pranikah (nilai p<0,020; koefisien adalah proses menginternalisasi informasi yang
phi 0,314). Namun secara multivariat ternyata diterima. Secara informal Siwi sering mendengar
paparan seksual tidak mempunyai pengaruh cerita dari teman-temannya tentang pekerjaan

82
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 4 / No. 2 / Agustus 2009

pekerja seks dan bentuk-bentuk kenikmatan dapat memunculkan fantasi dan dorongan seks.
seksual. Ketika responden bekerja sebagai op- Namun reaksi responden setelah mendapatkan
erator karaoke, dia juga sering mengamati para paparan seksual berbeda antara yang kurang
penyanyi karaoke bernyanyi dan menari erotis permisif dan yang lebih permisif. Pada responden
diantara para kliennya. Tahap ketiga, produc- yang kurang permisif berusaha mengendalikan
tion process, ketika informasi yang diperoleh dorongan seksual tersebut dengan melakukan
sudah terinternalisasi di dalam memori, berbagai aktivitas bersama teman-temannya
membantunya untuk menerima hubungan seks sedangkan pada yang lebih permisif biasanya
pranikah. Pertama kali responden melakukan dorongan seksual disalurkan dengan cara onani
hubungan seks ketika berusia 15 tahun. Tahap atau melakukan hubungan seks.
terakhir motivational process, dia mendapatkan Lokalisasi bukanlah tempat yang nyaman
motivasi pada perilaku yang barunya karena bagi remaja untuk tumbuh dan berkembang,
mendapatkan kenikamatan personal juga karena terutama bagi remaja perempuan. Beberapa
mengetahui bahwa teman serta kakaknya juga diantara responden mengaku pernah mengalami
melakukan hal yang sama namun tidak mendapat pelecehan dari para pengunjung karena disangka
punishment, maka akhirnya dia juga menerima pekerja seks. Selain itu responden juga merasa
ajakan untuk malakukan hubungan seks yang kurang percaya diri, di cap buruk sebagai anak
kedua. nakal yang suka merokok dan mabuk.
Temuan studi kasus juga menunjukkan Responden yang masih sekolah mengaku tidak
bahwa lingkungan prostitusi menjadikan remaja dapat belajar karena lingkungannya ramai.
yang tinggal di lokalisasi mengalami kedewasaan Seorang responden laki-laki mengaku tidak
seksual sebelum waktunya. Responden juga dapat khusuk ketika menjalankan ibadah puasa
dilaporkan mendapat paparan seksual dari karena melihat pekerja seks berpakaian seksi.
lingkungannya seperti tanpa sengaja melihat atau Baik responden maupun orang tuanya
mendengar orang yang sedang melakukan mengakui bahwa lokalisasi memberikan dampak
hubungan seks, mengintai orang sedang mandi negatif terhadap perkembangan remaja yang
dan mengkonsumsi media porno. Paparan tinggal di dalamnya, misalnya mempuat sikap
seksual tersebut pada responden laki-laki diakui mereka lebih permisif terhadap hubungan seks

Tabel 1. Hasil analisis logistik regresi untuk terjadinya sikap lebih permisif terhadap hubungan
seks pranikah
Unstanda- 95% Confidence
Significant Odd
Variable predictor rized Interval
p<0.05 ratio
(B) (lower-upper)
Faktor personal
Laki-laki 1,6 0,004* 4,951 1,671 – 14,671
Lebih dewasa (>17 th) 0,879 0,142 2,408 0,745 – 7,780
Kurang tekun beribadah 1,115 0,052 3,050 0,992 – 9,380
Faktor sosial
Mempunyai teman liberal 3,483 0,000* 32,550 7,312 –
144,897
Paparan seksual banyak 0,092 0,903 1,096 0,251 – 4,788
*) p < 0.05 adalah signifikan secara statistik.
83
Personal Dan Sosial Yang Mempengaruhi ... (Elisabet Setia AW)

pranikah, drop out dari sekolah, suka perempuan untuk bersikap lebih permisif
thongkrong dan mabuk-mabukan serta terhadap hubungan seks pranikah.
mendorong seseorang untuk melakukan hubu-
ngan seks pranikah, berganti-ganti pasangan dan UCAPAN TERIMA KASIH
tidak aman. Seorang responden menyatakan Ucapan terima kasih kepada Menteri
bahwa lokalisasi membuat remaja brutal atau Pendidikan Nasional yang telah memberikan
suka melakukan sesuatu yang tidak sesuai aturan dukungan pembiayaan melalui program Beasiswa
maupun norma masyarakat. Meski demikian, Unggulan hingga penyelesaian tesis bedasarkan
tidak ada diantara responden perempuan yang DIPA Sekretariat Jendral Departemen
berniat menjadi pekerja seks, maupun responden Pendidikan Nasional tahun anggaran 2006 hingga
laki-laki yang berniat menikah dengan pekerja tahun 2008.
seks.
KEPUSTAKAAN
SIMPULAN Alimi, M.Y. 2005. Tidak Hanya Gender, Seks
Lokalisasi bukanlah tempat yang baik bagi Juga Konstruksi Sosial: Kritik Terhadap
remaja untuk tinggal di dalamnya. Lingkungan yang Heteroseksualitas. Jurnal Perempuan.
permisif memberikan paparan seksual kepada 41(Seksualitas): p. 53-69.
remaja sehingga menjadikan mereka mengalami Bandura, A. 1989. Human Agency in Social
kematangan seksual lebih dini. Hasil eksplorasi Cognitive Theory. The American Psycho-
dapat didentifikasi keyakinan responden akan logical Association. 44(9): p. 1175-1184.
dampak negatif lokalisasi bagi remaja yang tinggal Bandura, A. 1989. Social Cognitive Theory, in
di dalamnya, yaitu menjadikan remaja kurang Annals of Child Development, V. R, Edi-
percaya diri, terstigma, dilecehkan, drop out dari tor. JAI Press: Greenwich CT. p. 1-60.
sekolah, mempunyai kebiasaan thongkrong,
BPS. 2005. Data Statistik.
mabuk dan menyalahgunakan narkoba. Paparan
seksual yang diperoleh remaja, seperti mendengar BPS, NFPB, and MoH. 2004. Indonesia Young
maupun melihat orang yang sedang berciuman, Adult Reproductive Health Survey 2002–
berangkulan, merayu, menari erotis maupun 2003. Calverton: ORC Macro.
melakukan hubungan seks mendorong remaja DeLamater, J. 1981. The Social Control of Sexu-
untuk melakukan hubungan seks yang tidak aman. ality. Annual Review of Sociology. 7:
Secara bivariat, paparan seksual memang p. 263-290.
berhubungan secara signifikan dengan sikap Dusek, J.B. 1987. Adolescent Development and
remaja terhadap hubungan seks pranikah. Behavior. 10 ed. New Jersey: Prentice-Hall
Namun hasil uji bivariat dan multivariat International, Inc.
menunjukkan bahwa sikap seksualitas teman Earle, J., et al. 2007. Premarital Sexual Attitudes
mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap and Behavior at a Religiously-Affiliated
sikap remaja mengenai hubungan seks pranikah, University: Two Decades of Change. Sexu-
baru kemudian jenis kelamin. Dimana remaja ality & Culture. 11(2): p. 39-61.
yang mempunyai teman liberal mempunyai Goossens, L. 2006. Adolescent Development:
kecenderungan 32,5 kali lebih besar untuk Putting Europe on the Map, in Handbook
bersikap lebih permisif terhadap hubungan seks
of Adolescent Development, S. Jackson
pranikah daripada yang mempunyai teman and L. Goossens, Editors. Psychology
tradisional. Sedangkan laki-laki mempunyai Press: New York. p. 1-10.
kecenderungan 4,9 kali lebih besar daripada

84
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 4 / No. 2 / Agustus 2009

Longmore, M.A., et al. 2004. Self-Esteem, De- Suryoputra, A., N.J. Ford, and Z. Shaluhiyah.
pressive Symptoms, and Adolescents’ 2007. Social Learning Theory in Youth
Sexual Onset. Social Psychology Quarterly. Sexual Behavior Study in Central Java. The
67(3): p. 279-295. Indonesian Journal of Health Pomotion,
Owens, T.J., Two Dimensions of Self-Esteem: 2007. 2(1).
Reciprocal Effects of Positive Self-Worth Sprecher, S. and K.M. Kinney.1998. Sexuality.
and Self-Deprecation on Adolescent Prob- London: Sage.
lems. American Sociological Review, 1994. Utomo, I.D.S. and P. McDonald. 1999. New
59(3): p. 391-407. Approaches to Studying Young People’s
Purdy, C.H. 2006. Fruity, Fun and Safe: Creat- Sexuality and Reproductive Health
ing a Youth Condom Brand in Indonesia. Behaviour: A Case Study of Indonesia, in
Reproductive Health Matters. 14(28): p. Social Categories in Population Health.
127-134. Cairo, Egypt
Sethaput, C. and S. Pluemcharoen, 2007. Why WHO, UNFPA, and UNICEF. 2006. Investing
Focus on Adolescent Migrants?, in Ado- in Our Future:A Framework for Accelerat-
lescent Migrants and Reproductive Health ing Action for the Sexual and Reproductive
in the Greate Mekong Sub-Region: Are Health of Young People. Geneva: WHO
They Equiped to Protect Temselves Against Press.
RH Risk?, B.Y. Boonchaiwattanaerm-
Attig, et al., Editors. IPSR: Nakhon
Prathom. p. 5-15.
Shaluhiyah, Z. 2006. Sexual Lifestyle and Inter-
personal Relationships of University Stu-
dents in Central Java Indonesia and Theirs
Implication for Sexual and Reproductive
Health, in Phylosophy in Medical Geogra-
phy. Exeter.

85

Das könnte Ihnen auch gefallen