Sie sind auf Seite 1von 8

TEORI – TEORI MOTIVASI

DAN
MENGGALI SUMBER MOTIVASI
Oleh :

Rahmad Agung Nugraha, S.Psi, M.Si


Dosen Progdi BK. Universitas Panca Sakti Tegal
Pada dasarnya motivasi mengacu pada konsep yang digunakan untuk
menerangkan kekuatan-kekuatan yang ada dan bekerja pada diri organisme atau
individu yang menjadi penggerak dan mengarah tingkah laku individu tersebut.
Selain untuk keperluan menerangkan kekuatan-kekuatan yang menjadi penggerak
dan pengarah tingkah laku, teori atau konsep motivasi juga digunakan untuk
menerangkan perbedaan-perbedaan intensitas tingkah laku.
Menurut para teoritikus motivasi, tingkah laku yang intens adalah
merupakan hasil dari taraf motivasi yang tinggi, dan sebaliknya. Dari sini bisa
diketahui bahwa studi mengenai motivasi tidak hanya diperlukan guna memahami
kondisi atau kekuatan-kekuatan yang menjadi penggerak dan pengarah tingkah
laku, tetapi juga penting untuk tujuan menemukan cara-cara yang efektif dan
efisien dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas tingkah laku.
Motivasi berhubungan erat dengan timbulnya suatu kecenderungan untuk
berbuat sesuatu guna mencapai tujuan. Selain itu, motivasi dapat menentukan
tingkah laku seseorang dalam mencapai tujuan tertentu. Istilah need dan motivasi
mempunyai pengertian yang sama dan dapat disamakan penggunaannya dan need
bukan merupakan akibat dari kondisi kekurangan sebagai pengertian umum dalam
kehidupan sehari-hari.
Motivasi merupakan dasar dari kegiatan untuk mengerakkan serta
mengarahkan tingkah laku seseorang dan sangat erat kaitannya dengan motif.
Dengan demikian maka motivasi dapat diartikan sebagai kondisi aktif dalam diri
individu.
Menurut penulis, teori motivasi dapat dikategorikan dalam tiga pendekatan
utama, yaitu pendekatan biologis, pendekatan behavioristik dan pendekatan
kognitif. penulis akan menjabarkan ketiga pendekatan-pendekatan tersebut
dibawah ini :
1. Pendekatan biologis
Pendekatan biologis terdiri dari teori instingtual dan teori fisiologis. Teori
insting menekankan keberadaan insting-insting yang menjadi motivator
tingkah laku. Contoh teori - teori ini adalah teori dari :
 William James
Teori ini mengatakan bahwa insting-insting itu sama dengan reflek-refleks
yang menghasilkan tingkah laku – tingkah laku yang otomatis dalam
kondisi-kondisi yang menunjangnya tanpa diketahui ke arah mana atau
untuk tujuan apa tingkah laku - tingkah laku tersebut muncul.
 William McDougall
Teori ini percaya bahwa seluruh tingkah laku bersumber pada insting atau
instingtif. Hal yang terpenting dalam teori ini adalah menemukan dan
menerangkan berbagai insting dalam memahami motivasi.
 Sigmund Freud
Teori motivasi dari Sigmund Freud menggunakan konsep energi psikis
yang berakumulasi dalam insting yang terangkum atau berada dalam satu
sistem kepribadian yang disebut id. Dan teori-teori insting yang lainnya.
Sedangkan Teori Fisiologis adalah teori – teori yang bertumpu pada asumsi
keberadaan mekanisme –mekanisme fisiologis yang ada dibalik tingkah laku.
Contoh - contoh teori motivasi fisiologis yaitu :
 Teori keterjagaan (Arrousal theory).
Teori motivasi yang menekankan pada asumsi mengenai organisme
sebagai suatu keseluruhan dan berpendapat bahwa tingkah laku organisme
ditentukan oleh taraf keterjagaan organisme yang bersangkutan.
 Teori Hebb
Teori ini mengemukakan bahwa informasi sensoris organisme bertindak
untuk dua tujuan, yakni memberi informasi tentang stimulus atau disebut
fungsi isyarat, dan menaikkan keterjagaan individu (fungsi keterjagaan).
2. Pendekatan behavioristik
Teori-teori motivasi yang termasuk dalam kategori pendekatan behavioristik
adalah sebagi berikut :
a. Teori dorongan.
Diantaranya adalah teori dari :
 Woodworth.
Woodworth yang pertama kali memperkenalkan istilah drive.
Dorongan sebagai kontruk motivasional, biasanya dikaitkan dengan
pemeliharaan homeostatis yaitu proses dimana mekanisme-mekanisme
tubuh bekerja dengan tujuan mempertahankan keadaan yang optimal.
Woodworth berasumsi bahwa seluruh tingkah laku (kecuali refleks-
refleks) adalah motivasi. Tanpa adanya dorongan tidak akan ada
kekuatan yang menggerakkan dan mengarahkan mekanisme-
mekanisme yang bertindak sebagai pemuncul tingkah laku.
 Teori dorongan Clark Hull.
Teori dorongan Hull menerangkan faktor non motivasional (belajar)
disejajarkan peranannya dengan faktor motivasional (dorongan). Dan
teori – teori dorongan yang lainnya.
b. Teori motivasi belajar
Teori yang menekankan peranan belajar dalam pembentukan serta
pengarahan motivasi. Contoh-contoh teori ini, adalah teori classical
conditioning dari Ivan Pavlov, teori stimulus respon B.F. Skinner, J.B.
Watson, Law of Effect dari Thorndike, Observasional Learning atau Teori
Modeling dari Bandura dan teori motivasi belajar yang lainnya.

c. Teori Insentif
Teori motivasi yang memberi tekanan khusus pada peranan faktor-faktor
eksternal tanpa mengabaikan sama sekali peranan faktor-faktor internal.
Contoh – contoh teori motivasi insentif, misalkan teori :
 Teori motivasi isentif dari Hobart Mowrer
Motivasi insentif adalah pendorong utama bagi tingkah laku.
Motivasi insentif berkaitan erat dengan proses belajar respons-respons
emosional yang dilakukan oleh organisme
 Model Bolles – Moot Teori
Dalam konsep insentifnya menjelaskan bahwa isyarat-isyarat menjadi
motivator-motivator insentif sejauh isyarat-isyarat tersebut bisa
meramalkan kedatangan ataupun menjauhkan objek tujuan. Bisa
tidaknya isyarat-isyarat itu memainkan peranan sebagai pengendali
motivasional adalah tergantung pada bisa tidaknya isyarat-isyarat
tersebut dijadikan ukuran peramalan atas akibat-akibat yang akan
muncul (isyarat-isyarat prediktif) akan berfungsi sebagai pemerkuat-
pemerkuat sekunder ( secondary reinforcers) dan karenanya akan bisa
memotivasi organisme untuk melanjutkan tingkah lakunya.
 Model Bindra
Model motivasi yang mencakup tidak hanya isyarat-isyarat prediktif,
melainkan keadaan organismik (dorongan) dan insentif-insentif.
 Teori motivasi insentif Eric Klinger.
Teori insentif Eric Klinger memusatkan perhatian dan analisisnya pada
tingkah laku manusia, dengan menekankan pentingnya makna dan
kebermaknaan dalam kehidupan manusia. Kebermaknaan (
meaningfulness ) dicapai oleh individu –individu melalui insentif-
insentif yang diperolehnya. Setiap individu selalu berusaha
memperoleh objek-objek, kejadian-kejadian, dan pengalaman-
pengalaman yang secara emosional penting bagi mereka. Dan teori
motivasi Insentif yang lainnya.
3. Teori Motivasi Hedonik
Teori motivasi hedonisme menerangkan bahwa tingkah laku manusia
dimotivasi ke arah pencapaian kesenangan dan penghindaran kesakitan.
Contoh-contoh teori teori hedonik adalah :
 Teori hedonik Paul T.Young
Teori ini menerangkan bahwa terdapat kontinum hedonik dengan afeksi
positif (perasaan menyenangkan) maksimum di ujung yang satu dan
afeksi negatif (perasaan tidak menyenangkan) maksimum di ujung yang
lainnya. Afeksi positif berkaitan dengan tingkah laku yang mendekat,
sedangkan afeksi negatif berkaitan dengan tingkah laku menghindar.
 Teori hedonik Thomas Hobbes
Teori ini menerangkan bahwa seluruh tingkah laku manusia dimotivasi
oleh hasrat memperoleh kesenangan dan menghindarkan kesakitan.
 Teori hedonik Herbert Spencer
Tingkah laku-tingkah laku yang menyenangkan (menimbulkan
kesenangan) oleh organisme akan dipertahankan, sebab tingkah laku –
tingkah laku tersebut bersifat adaptif atau memiliki nilai survival.
Sebaliknya, respons-respons atau tingkah laku –tingkah laku yang
menimbulkan kesakitan akan disingkirkan dari perbendaharaan tingkah
laku organisme. Baik kesenangan maupun kesakitan adalah dua aspek
yang memegang peranan menentukan dalam pemodifikasian tingkah laku.
Dan teori-teori motivasi hedonik yang lainnya.
4. Teori Motivasi Pertumbuhan
Contoh - contoh teori motivasi pertumbuhan terdiri dari teori-teori :
 Teori tendensi pengaktualisasian Carl Rogers
Rogers menekankan bahwa tendensi pengaktualisasian adalah Master
Motive yang merepresentasikan tendensi yang inheren pada manusia
sebagai organisme untuk mengembangkan segenap kapasitas atau potensi
yang dimilikinya dengan berbagai cara.
 Teori bertingkat dan aktualisasi diri Abraham Maslow
Teori motivasi yang menekankan pada pertumbuhan diri
 Teori motivasi Erick Fromm
Fromm menekankan 3 faktor dalam motivasi yaitu Motive, Expentancy
dan Incentif.
 Teori motivasi kebutuhan Model Edwards
Edwards mengklasifikasikan 15 kebutuhan (instrinsik) yang nampak pada
manusia dengan kekuatan yang berbeda-beda yang dapat mempengaruhi
motivasi individu. Kebutuhan tersebut adalah achievement, deference,
order, exhibition, autonomy, affiliation, intraception, succorance, dominan,
abasement, nurturance, change, endurance, heterosexuality, aggresion.
 Teori motivasi sosial model Mc Clelland
Dalam konsepnya mengenai motivasi, dalam diri individu terdapat 3
kebutuhan pokok yang mendorong tingkah laku yaitu need for
achievement, need for affiliation, need for power.
5. Pendekatan kognitif
Teori motivasi yang memfokuskan penguraian dan penelitian motivasi tingkah
laku manusia serta memandang individu sebagai agen yang aktif mengolah
dan menentukan tingkah laku yang diungkapkannya. Contoh Teori – teori
yang dimaksud antara lain adalah teori :
 Teori lapangan ( field theory) Kurt Lewin
Pendekatan kognitif Lewin terutama dipengaruhi oleh psikologi gestalt,
yakni satu aliran psikologi yang menekankan bahwa organisme dalam
bertingkah laku bersifat aktif dan disertai insight (pemahaman) atas situasi
atau masalah yang dihadapinya. Tingkah laku organisme atau individu
hanya bisa dimengerti sebagai hasil dari seluruh kekuatan yang bekerja
mempengaruhi diri individu tersebut.
 Teori keseimbangan (balance theory) Fritz Heider
Menurut teori keseimbangan Heider, relasi antara individu dengan objek
bisa positif dan bisa pula negatif. Relasi individu –objek positif adalah
relasi yang melibatkan perasaan menyukai atau sikap memiliki.
Sebaliknya, relasi individu objek negatif adalah relasi yang menyertakan
atau melibatkan perasaan tidak menyukai atau sikap tidak memiliki.
 Teori ketidakseimbangan kognitif (cognitive dissonance theory) dari
Festinger.
Teori disonansi kognitif berdasarkan gagasan bahwa individu selalu
berusaha memelihara konsistensi keyakinan-keyakinan dan sikap-sikapnya
dengan tingkah laku overt-nya (tingkah laku nampak). Kognisi-kognisi
individu mengenai dirinya sendiri dan mengenai dunia sekitarnya selalu
berelasi satu sama lain dengan tiga kemungkinan relasi, sehingga akan
terdapat tiga bentuk keadaan kognitif, yakni disonan (tidak konsisten),
tidak relevan, atau konsonan (konsisten). Jika kognisi – kognisi individu
berada dalam keadaan disonan, yakni kognisi yang satu tidak konsisten
atau tidak sejalan dengan kognisi yang lainnya, maka individu akan
mengalami perasaan tidak menyenangkan. Pada gilirannya individu
tersebut akan termotivasi untuk melakukan perubahan dengan tujuan agar
kognisi-kognisinya itu ada dalam keadaan konsonan atau konsisten satu
sama lain.
 Teori persepsi diri (self perception theory) dari Bem
Individu mengamati tingkah lakunya sendiri sebagaimana orang luar atau
individu lain melakukannya.

MENGGALI SUMBER MOTIVASI


Teori motivasi yang kita bahas di atas menjelaskan bahwa sumber
motivasi itu sedikitnya bisa digolongkan menjadi dua, yaitu sumber motivasi dari
dalam diri (intrinsik) dan sumber motivasi dari luar (ekstrinsik). Termasuk sumber
dari dalam, misalnya saja kebutuhan kita untuk menemukan makanan,
mendapatkan kesehatan, mendapatkan keamanan, mendapatkan kehormatan,
meraih prestasi di bidang kita, dan seterusnya.
Sedangkan yang termasuk sumber motivasi dari luar, misalnya saja kondisi
kerja yang mendukung, gaji yang jumlahnya sesuai dengan keinginan atau
tuntutan kita, perlakukan yang baik dari pihak lain, dan seterusnya. Dari praktek
hidup seringkali kita temukan bahwa motivasi yang bersumber dari luar ini
sifatnya tidak otomatik dan tidak mutlak. Di atas kertas putih memang bisa
dikatakan bahwa kenaikan gaji bisa menambah motivasi dan bisa menambah
kreativitas tetapi prakteknya tidak berlaku untuk semua orang atau tidak mutlak
bisa menaikkan motivasi semua orang.
Prakteknya seringkali membuktikan bahwa kenaikan gaji hanya akan
memotivasi orang yang sudah bisa memotivasi dirinya. Adapun bagi orang yang
belum bisa memotivitas dirinya atau menolak memotivasi dirinya (malas-malasan,
setengah-setengah, dan semacamnya), kenaikan gaji seringkali terbukti tidak bisa
membuat mereka termotivasi. Atau paling banternya hanya menambah motivasi
untuk jangka waktu yang sangat pendek.
Bahkan kalau kita rujukkan pada hasil studi Teresa Amabile, profesor dari
Harvard Business School (The 6 Myths of creativity, Gruner + Jahr USA
Publishing, 2004), kenaikan gaji malah menjadi semacam "fitnah", masalah atau
ancaman terhadap motivasi dan kreativitas bagi orang yang menolak memotivasi
dirinya. Teresa mengatakan bahwa karyawan yang motivasi dan kreativitasnya
tergantung pada kenaikan gaji semata justru akan menjadikan kemalasan sebagai
jurus untuk mendapatkan kenaikan gaji berikutnya.
Walhasil, memang perlu kita akui bahwa gaji yang rendah menurut ukuran
yang berlaku umum, kondisi kerja yang tidak kondusif menurut rasio umum atau
perlakuan organisasi yang tidak fair menurut norma umum, bisa menjadi
demotivator. Tetapi hal ini tidak punya pengertian bahwa ketika gaji kita naik,
kondisi kerja Ok atau perlakuan yang kita terima OK dari pihak lain lantas
membuat kita secara otomatik menjadi orang yang kreatif dan motivatif.
Kita bisa memilih menjadi orang kreatif dan motivatif dengan alasan
karena kita kekurangan fasilitas, karena gaji kita tidak cukup menurut ukuran kita,
karena kita sedang dilanda krisis perlakuan baik dari orang lain ATAU bisa pula
kita memilih menjadi orang kreatif dan motivatif dengan alasan karena kita
sedang dikelilingi fasilitas kerja yang berlimpah, gaji kita lebih menurut ukuran
kita, dan karena kita sedang mendapatkan treatment yang bagus dari pihak lain.
Prakteknya membuktikan, "We are the law of ourselves."
Cukupkah pemahaman kita tentang sumber motivasi itu hanya sebatas
pada pengertian-pengertian yang seperti penjelasan di atas? Kalau kita mencoba
menelaah praktek hidup lebih dalam, ternyata bisa kita temukan bahwa sumber
motivasi itu jumlahnya tak terbatas dan terhingga. Seluruh aktivitas perasaan kita
(feeling and mood) dalam meresponi apa yang terjadi di dalam diri dan apa yang
menimpa diri kita dari luar bisa kita gunakan sebagai motivator, termasuk yang
sering kita cap dengan sebutan hal-hal negatif atau tak berguna atau ancaman
motivasi (demotivator)
Berikut ini adalah sebagian contoh dari hal-hal yang sering kita anggap
negatif tetapi bisa kita olah sebagai sumber motivasi yang gratis dan bisa kita gali
seluas-luasnya, sekuat-kuatnya dan sedalam-dalamnya:
Pertama, kekesalan. Terlepas dari perbedaan kadar dan alasan, semua orang yang
hidup di dunia ini pernah kesal: kesal kepada diri sendiri, kesal kepada orang lain,
kesal kepada keadaan, bahkan kesal kepada Tuhan. Persoalan yang kita hadapi
dalam praktek hidup bukan masalah pernah kesal atau tidak pernah, melainkan
akan kita gunakan untuk apakah kekesalan yang menggelora di dada kita?
Kekesalan bisa kita jadikan motivator untuk maju tetapi bisa pula kita jadikan
demotivator untuk maju, tergantung apa yang kita pilih. Anthony Robbins yang
saat ini dikenal Motivator International papan atas mengakui bahwa dirinya
menjadikan kekesalan sebagai motivator untuk maju. Karena ia kesal dengan
posisi karirnya yang berada di level bawah, maka kekesalan itu ia olah menjadi
energi yang mendorong dirinya untuk naik.
Kedua, kegagalan. Semua manusia yang berusaha di dunia ini pastilah pernah
gagal. Kegagalan dalam usaha bukanlah pilihan (choice), melainkan konsekuensi
yang tidak bisa dipilih (not free to choose). Andaikan boleh memilih, tentulah tak
ada satu pun manusia di dunia ini yang memilih kegagalan. Semua orang pastilah
akan memilih keberhasilan.
Meskipun semua orang pernah menghadapi kegagalan tetapi yang berbeda adalah
bagaimana orang itu menggunakan energi kegagalan. Apakah kita akan
menggunakan kegagalan usaha kita sebagai motivator untuk mencapai
keberhasilan ataukah kita akan menggunakan kegagalan kita sebagai demotivator?
Semua akan kembali kepada pilihan kita. Robert Kiyosaki menyimpulkan bahwa
kegagalan itu akan menjadi penghancur (demotivator, destroyer) bagi orang kalah
(losers) tetapi akan menjadi inspirasi maju bagi para pemenang (winners)
Meminjam istilah yang pernah digunakan oleh Jhon C. Maxwell, di sana ada yang
disebut Kegagalan Maju (failing forward) dan di sana ada pula yang disebut
Kegagalan Mundur (failing backward). Menurutnya, Kegagalan Maju adalah
kemampuan seseorang untuk bangkit kembali setelah dipukul mundur,
kemampuan untuk belajar dari kesalahan dan kemampuan untuk melangkah
menuju arah yang lebih bagus. J.M. Barrie menyimpulkan: "Selama lebih dari 30
tahun saya memimpin, saya sampai pada kesimpulan bahwa yang paling penting
di sini adalah memiliki kemampuan yang saya sebut "kegagalan maju".
Ketiga, hinaan, celaan atau cemoohan orang lain atas kita. Terlepas dari perbedaan
bentuk, jenis, dan kadar, sebetulnya semua orang di dunia ini pernah dihina,
dilecehkan, dipandang rendah, diperlakukan secara tidak enak oleh orang lain.
Semua sepakat bahwa diotak-atik dengan menggunakan teori apapun, yang
namanya dihina atau dilecehkan tentulah merupakan sesuatu yang tidak kita
inginkan terjadi.
Masalah yang kita hadapi dalam praktek hidup (selain masalah yang sudah kita
rasakan) adalah bagaimana kita menggunakan semua itu. Hinaan bisa kita jadikan
sebagai motivator dan bisa pula kita jadikan sebagai demotivator, tergantung
bentuk kegunaan yang kita pilih. Tak sedikit para peraih prestasi tinggi di
bidangnya di sekitar kita yang mendapatkan dorongan maju (motivasi) dari hinaan
orang lain di sekitarnya yang kemudian mengantarkan mereka pada satu titik
pembuktian-diri positif. Albert Einstein mengakui bahwa semangat dari dirinya
yang agung kerapkali mendapatkan perlawanan dari orang lain yang punya
semangat biasa-biasa.
Karena sesungguhnya yang menentukan kegunaan itu kita, maka Les
Brown berpesan: "Jangan biarkan opini negatif orang lain tentang dirimu menjadi
kenyataan di dalam dirimu." Dihina orang lain tidak capable kalau kita iyakan
(kita gunakan sebagai demotivator) akan menjadi kenyataan di dalam diri kita
tetapi kalau kita tolak (kita jadikan motivator untuk menjadi capable) tentu ini
setidaknya akan mengantarkan kita menjadi capable, meskipun tidak semudah
orang membalik tangan. Eleanoor Rosevelt berkesimpulan: "Tidak ada orang yang
sanggup membuat anda down tanpa izin dari anda."
Gampangnya ngomong, semua yang diciptakan Tuhan atau semua yang
diizinkan Tuhan untuk ada dan untuk terjadi di dalam diri kita dan di dunia ini,
memiliki kegunaan, dari (katakanlah) mulai ketakutan, kekurangan, kebingungan,
kemalangan, dan seterusnya. Kitalah yang diberi pilihan (tawaran) untuk memilih
kegunaan itu. Bisa kita gunakan sebagai motivator (kegunaan positif) dan bisa
pula kita gunakan sebagai demotivator (kegunaan negatif). Memilih kegunaan
positif akan mengantarkan kita menjadi orang yang semakin positif. Memilih
kegunaan negatif akan mengantarkan kita menjadi orang yang semakin negatif.
Apa yang bisa kita lakukan agar kita bisa menggunakan ledakan emosi negatif
yang selama ini kita anggap barang tak berguna itu menjadi berguna, menjadi
motivator atau setidak-tidaknya tidak sampai membuat kita menjadi orang yang
semakin / bertambah negatif akibat tertimpa oleh hal-hal negatif (hal-hal yang
tidak kita inginkan)? Sebagai pembelajaran, mungkin kita bisa melakukan pilihan
berikut:
1. Menyadari
Menyadari atau kesadaran-diri (self-awareness) adalah kemampuan kita untuk
mendeteksi, menyadari, merasakan, dan mengontrol apa yang kita pikirkan,
apa yang kita rasakan, dan apa yang kita unek-unek-an serta kemampuan kita
untuk memahami bagaimana semua itu terjadi dan apa yang menyebabkannya.
Memiliki kesadaran-diri seperti ini akan membuat kita punya pilihan hidup
(choice), bisa mengambil keputusan menurut pilihan kita dari dalam (from the
inside-out), atau responsif (bukan sekedar reaktif).
Seperti yang kita alami dalam praktek hidup sehari-hari, kekesalan itu bisa
kita pilih sebagai sumber motivator dan bisa pula kita pilih sebagai sember
demotivator. Cuma saja, untuk bisa memilih sebagai motivator ini dibutuhkan
kesadaran-diri, kontrol-diri, atau penguasaan-diri serta kekebasan memilih
(free to choose). Hilangnya kesadaran-diri ini akan membuat kita menempati
posisi sebagai korban kekesalan, dan bukan sebagai pihak yang bisa
menggunakan kekesalan. Kita mudah lupa bahwa kekesalan itu selain bisa kita
gunakan sebagai motivator juga bisa menjadi demotivator.
2. Menggunakan
Setelah kita memiliki "kebebasan memilih" dalam menggunakan apa yang
terjadi dan apa yang menimpa kita, maka tahapan berikutnya adalah
menggunakan energinya untuk mendukung keinginan kita. Kekesalan,
kekecewaan, ketakutan, kekurangan atau kejengkelan tidak secara otomatik
menjadi sumber motivator hanya karena kita tahu. Ia akan menjadi motivator
kalau kita gunakan (apply) untuk memotivasi diri kita melalui saluran aktivitas
yang jelas dan tujuan (sasaran) yang jelas.
Karena itu, akan lebih mudah buat kita dalam mengolah ledakan emosi agar
menjadi sumber motivasi kalau kita memiliki tujuan hidup yang jelas dan
jelas-jelas kita perjuangkan. Ibarat menembak, jika sasaran yang akan kita
bidik itu jelas (spesifik, measureable, attainable), tentulah akan lebih mudah
kita mengalihkan energi dari yang semula akan mencelakakan kita ke yang
mendukung kita.
3. Mengawasi
Dari praktek hidup sehari-hari kita diajarkan bahwa yang terkadang membuat
kita tidak sanggup menggunakan berbagai ledakan emosi sebagai sumber
motivasi itu bukan saja karena kita tidak tahu semata, melainkan karena kita
lupa (losing control). Karena itu, pengawasan aktivitas batin kita tetap
diperlukan. Lupa hanya sebentar lalu kita menarik diri untuk ingat, mungkin
tak ada masalah tetapi kalau kita lupa dalam kurun waktu yang panjang
apalagi selamanya, tentulah ini membahayakan buat kita.

Selamat mencoba......
Salam Rahmad Agung Nugraha.....

Das könnte Ihnen auch gefallen