Sie sind auf Seite 1von 137

RESUME KOMPILASI SKEN 4 BLOK 10

DIARE
Seorang nenek usia 67 tahun bersama cucunya yang berusia 3 tahun datang ke
Puskesmas Balung dengan keluhan diare sebanyak 6 kali sehari selama 2 hari, sakit perut
dan demam. Setiap akan defekasi disertai sakit perut dan fesesnya bercampur lendir. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan di area epigastrium dan peristaltik usus meningkat.
Nenek tersebut cerita sebelumnya sering merasa perih pada bagian ulu hati kalau telat makan
makanan yang pedas. Cucu yang dibawa serta juga mengalami diare dengan feses yang encer,
sebanyak 12 kali sehari sejak kemarin. Saat diperiksa anak tersebut tampak lemah, pucat, dan
tampak mengantuk. Pada lidah dan rongga mulutnya tampak putih. Dari cerita neneknya
diketahui 1 minggu sebelumnya cucunya pernah mengeluarkan cacing dari anusnya saat
defekasi.
I. Klarifikasi Istilah

Diare : Buang air besar dengan konsistensi lebih encer, dengan frekuensi
lebih dari tiga kali sehari dengan volume lebih dari 200 mL, dengan
atau tanpa darah atau lendir dalam tinja.

II. Penetapan Masalah

1. Nenek
Anamnesis:
a. Usia 67 tahun
b. Keluhan utama:
- Diare 6 kali sehari selama 2 hari
- Sakit perut
- Demam
- Setiap defekasi disertai nyeri perut
- Feses bercampur lendir
c. Riwayat penyakit dahulu:
- Perih pada ulu hati jika telat makan dan makan makanan pedas
Pemeriksaan fisik:
a. Palpasi: Nyeri tekan di area epigastrium
b. Auskultasi: Peristaltik usus meningkat

2. Cucu
Anamnesis:
a. Usia 3 tahun
b. Diare 12 kali sehari selama 2 hari
c. 1 minggu sebelumnya keluar cacing dari anus saat defekasi
Pemeriksaan fisik inspeksi:
Tampak lemah, pucat, mengantuk, pada lidah dan rongga mulut tampak putih
III. Tujuan Belajar

1. Fisiologi cairan tubuh, ion, dan elektrolit


2. Imunologi Infeksi
3. Infeksi Rongga Mulut
4. Gastritis
5. Kolitis
6. Diare
7. Dehidrasi
8. Kolera dan disentri
1. FISIOLOGI CAIRAN TUBUH, ION DAN ELEKTROLIT

FISIOLOGI USUS BESAR


 Absorbsi air dan elektrolit 800 ml/hari, kapasitas maksimal 1500-2000 ml/hari  bila
dilampaui (misal : karena hantar cairan berlebih)  diare.
 Sejumlah kecil pencernaan disebabkan bakteri, bukan enzim.
 Menyekresi mukus alkali yang tidak mengandung enzim untuk melumas dan
melindungi mukosa.
 Bergerak secara lambat (gerakan pengadukan haustral)  haustra (kantong) meregang
waktu otot sirkular berkontraksi untuk mengosongkannya. Gerakan ini tidak
progresif, tetapi menyebabkan isi usus bergerak bolak-balik dan meremas-remas
sehingga memberi cukup waktu untuk terjadi absorbsi.
 Terdapat dua jenis peristaltik propulsif : (1) kontraksi lambat & tidak teratur dari
segmen proximal  bergerak ke depan menyumbat beberapa haustra. (2) peristaltik
massa  kontraksi yang melibatkan segmen colon, menggerakkan massa feses ke
depan, merangsang defekasi.
 Masuknya garam empedu dalam jumlah besar ke colon dapat menyebabkan iritasi
dan diare.
©Patofisiologi Price & Wilson Edisi 6 Volume 1

MEKANISME ABSORBSI CAIRAN DALAM USUS


Transport air melintasi epitel usus adalah pasif. Merupakan sekunder dari
gradien osmotik yang dihasilkan oleh transport aktif elektrolit seperti Na+ dan C+ atau
larutan lain, seperti gula dan asam amino. Absorbsi ion usus terjadi utamanya
melintasi sel epitel yang meresidu pada ujung vili. Sel kripte telibat dalam dalam
sekresi : Na+ merupakan ion utama yang diserap secara aktif dan Cl - merupakan ion
utama yang disekresikan.
Ada beberapa mekanisme agar Na diabsorpsi di usus halus, untuk masuk ke
epitel maka,:
A. natrium terkait dengan penyerapan ion klorida
B. diabsorpsi secara langsung sebagai ion natrium

C. natrium ditukar dengan ion hidrogen

D. Natrium terkait dengan absorpsi bahan organik seperti glukosa atau asam amino
tertentu. Karena itu, penambahan glukosa ke larutan elektrolit dapat meningkatkan
penyerapan usus halus sebanyak tiga kali.

Setelah diabsorpsi , natrium dikeluarkan melalui pompa ion yang disebut


sebagai Na+K+ATPase. Pengeluaran natrium ke cairan ekstraseluler ini meningkatkan
omolaritasnya dan menyebabkan air dan elektrolit lainnya mengalir secara pasif dari
lumen usus halus melalui saluran interseluler ke dalam cairan ekstraseluler. Proses ini
menjaga keseimbangan smotik antara cara intraluminar usus dan cairan ekstraseluler.
Sekresi air dan eletrolit
Sekresi air dan elektrolit biasanya terjadi di dalam kripta epitel usus halus. Di
sini natrium klorida diangkut dari cairan ekstraseluler ke sel epitel melewati membran
basolateral.

Natrium kemudian dipompa kembali ke dalam caran ekstraseluler melalui


Na+K+ATPase. Pada saat yang sama, rangsangan sekresi menyebabkan ion melintasi
membran lumen sel kripta ke dalam lumen usus. Hal ini mengakibatkan perubahan
tekanan osmotik yang menyebabkan air dan elektrolit lain mengalir secara pasif dari
cairan ekstraseluler ke dalam lumen usus melalui saluran interseluler.

1. Imunologi Infeksi
A. InfeksiBakteri

Bakteri dari luar yang masuk ke tubuh akan segera diserang system
imun nonspesifik berupa fagosit, komplemen, APP (acute Phase Protein) atau
dinetralkan antibody spesifik yang sudah ada di dalam darah. Imunologi
bakteri dapat dibedakan menjadi 2, yaitu imunologi baktei intraseluler dan
ekstraseluler. Berikut penjelasannya:
1. Imunologi bakteri ekstraseluler
Bakteri ekstraseluler dapat hidup dan berkembangbiak di luar sel
penjamu misalnya dalam sirkulasi, jaringan ikat dan rongga-rongga
jaringan seperti lumen saluran pernapasan dan saluran pencernaan.
a. Imunitas non spesifik
Komponen imunitas nonspesifik utama terhadap bakteri
ekstraseluler adalah komplemen, fagositosis dan respon inflamasi.
Bakteri yang mengekspresikan manosa pada permukaannya, dapat
diikat lektin yang homolog, sehingga akan mengaktifkan komplemen
melalui jalur lektin, meningkatkan opsonisasi dan fagositosis. Produk
sampingan aktivasi komplemen berperan dalam mengerahkan dan
mengaktifkan leukosit. Fagosit juga mengikat bakteri melalui berbagai
reseptor permukaan lain yng semuanya meningkatkan aktivasi leukosit
dan fagositosis. Fagosit yang diaktifkan juga melepas sitokin yang
menginduksi infiltrasi leukosit ke tempat infeksi.
b. Imunitas spesifik
Antibodi merupakan komponen imun protektif utama terhadap
bakteri ekstraseluler yang berfungsi untuk menyingkirkan mikroba dan
menetralkan toksinnya melalui berbagai mekanisme.
2. Imunologi bakteri intraseluler
Ciri uama dari bakteri intraseluler adalah kemampuannya untuk
hidup bahkan berkembang biak dalam fagosit. Mikroba tersebut mendapat
tempat tersembunyi yang tidak dapat ditemukan oleh antibody dalam
sirkulasi, sehingga untuk eliminasinya memerlukan mekanisme system
imun seluler.
a. Imunitas non spesifik
Efektor imunitas nonspesifik utama terhadap bakteri
intraseluler adalah fagosit dan sel NK.Fagosit menelan dan mencoba
menghancurkan mikroba tersebut namun mikroba dapat resisten
terhadap efek degradasi fagosit.Bakteri intrseluler dapat mengaktifkan
sel NK secara direk atau mellui aktivasi makrofag yang memproduksi
IL-12, sitokin poten yang mengaktifkan sel NK.Sel NK memproduksi
IFN- yang kembali mengaktifkn makrofag dan meningkatkan daya
membunuh bakteri dan memakan bakteri.
b. Imunitas spesifik
Proteksi utama respon imun spesifik terhadap bakteri
intraseluler berupa imunitas seluler, yaitu sel CD4 + Th1 yang
mengaktifkan makrofag yang memproduksi IFN- yang mengaktifkan
makrofag untuk menghancurkan mikroba dalam fagosom dan sel CD8+
yang memacu pembunuhan mikroba serta lisis sel terinfeksi.

B. Infeksi Virus

Respon imun terhadap protein virus melibatkan sel T dan sel B.


Antigen virus yang menginduksi antibody dapat menetrlkan virus dan sel T
sitotoksik yang spesifik merupakan imunitas paling efisien pada imunitas
proteksi terhadap virus.
1. Imunitas nonspesifik humoral dan seluler
Prinsip mekanisme imunitas nonspesifik terhadap virus adalah
mencegah infeksi.Efektor yang berperan adalah IFN tipe 1 dan sel NK dan
yang membunuh sel terinfeksi.IFN tipe 1 mencegah replikasi virus dalam
sel terinfeksi dan sel sekitarnya yang menginduksi lingkungan anti-
viral.IFN- dan IFN- mencegah replikasi virus dalam sel yang
terinfeksi.Sel NK membunuh sel yang terinfeksi oleh berbagai jenis virus
dan merupakan efektor imunitas penting terhadap infeksi dini virus,
sebelum respon imun spesifik bekerja.
2. Imunitas spesifik
Respon imun terhadap vrus tergantung dari lokasi virus dalam
penjamu.Antibodi merupakan efektor dalam imunitas spesifik humoral
terhadap infeksi virus.Antibodi diproduksi dan hanya efektif terhadap virus
dalam fase ekstraseluler.Virus dapat ditemukan ekstraseluler pada awal
infeksi sebelum virus masuk ke dalam sel atau bila dilepas oleh sel
terinfeksi yang dihancurkan.Antibodi dapat menetralkan virus, mencegah
virus menempel pada sel dan masuk ke dalam sel penjamu.Antibodi dapat
berperan sebagai opsonin yang meningkatkan eliminasi partikel virus oleh
fagosit. Aktivasi komplemen juga ikut berperan dalam meningkatkan
fagositosis dan menghancurkan virus dengan envelop lipid secara
langsung. Respon imun terhadap imun intraseluler tergantung dari sel
CD8+ yang membunuh sel terinfeksi dan CD4+ yang memproduksi sitokin.

C. Infeksi parasit
1. Imunitas nonspesifik
Meskipun berbagai protozoa dan cacing mengaktifkan imunitas
nonspesifik melalui mekanisme yang berbeda, mikroba tersebut biasanya
dapat tetap hidup dan berkembang biak dalam penjamu oleh karena dapat
beradaptasi dan menjadi resisten terhadap system imun penjamu. Respon
imun nonspesifik utama terhadap protozoa adalah fagositosis, tetapi
banyak parasit tersebut yang resisten terhadap efek bakterisidal makrofag,
bahkan beberapa diantaranya dapat hidup dalam makrofag.Fagosit juga
menyerang cacing dan melepas bahan mikrobisidal untuk membunuh
mikroba yang terlalu besar untuk dimakan.Beberapa cacing mengaktifkan
komplemen melalui jalur alternatif, tetapi ternyata banyak parasit yang
memiliki lapisan permukaan tebal sehingga resisten terhadap mekanisme
sitosidal neutrofil dan makrofag.
2. Imunitas spesifik
Respon penjamu terhadap infeksi cacing pada umumnya lebih
kompleks oleh karena patogen lebih besar dan tidak bias ditelan oleh
fagosit. Pertahanan terhadap banyak infeksi cacing diperankan oleh
aktivasi sel Th2.Cacing merangsang subset Th2 sel CD4+ yang melepas IL-
4 dan IL-5.IL-4 merangsang produksi IgE dan Il-5 merangsang
perkembangan dan aktivasi eosinofil.IgE yang berikatan dengan
permukaan cacing diikat eosinofil.Selanjutnya eosinofil diaktifkan dan
mensekresi granul enzim yang menghancurkan parasit.Parasit yang masuk
ke dalam lumen saluran cerna, pertama dirusak oleh IgG, IgE dan dibantu
oleh ADCC.Sitokin yang dilepas oleh sel T yang dipacu antigen spesifik
merangsang proliferasi sel goblet dan sekresi bahan mucus yang
menyelubungi cacing yang dirusak.Hal ini memungkinkan cacing dapat
dikeluarkan dari tubuh melalui peningkatan gerakan ususyang diinduksi
mediator sel mast.Cacing biasanya terlalu besar untuk
difagosiosis.Degranulasi sel mast/basofil yang IgE dependen menghasilkan
produksi histamin yang menimbulkan spasme usus temoat cacing
hidup.Eosinoil menempel pada cacing melalui IgA/IgG dan melepas
protein kationik, MBP dan neurotoksin.
2. Infeksi Rongga Mulut

A. Infeksi Herpes

Herpes Simplek

Definisi
Virus Herpes Simpleks adalah virus DNA yang dapat menyebabkan
infeksi akut pada kulit yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok
di atas kulit yang sembab. Ada 2 tipe virus herpes simpleks yang sering
menginfeksi yaituHSV-Tipe I (Herpes Simplex Virus Type I) dan HSV-Tipe
II (Herpes Simplex Virus Type II).
HSV-Tipe I biasanya menginfeksi daerah mulut dan wajah (Oral
Herpes), sedangkan HSV-Tipe II biasanya menginfeksi daerah genital dan
sekitar anus (Genital Herpes). HSV-1 menyebabkan munculnya gelembung
berisi cairan yang terasa nyeri pada mukosa mulut, wajah, dan sekitar mata.
HSV-2 atau herpes genital ditularkan melalui hubungan seksual dan
menyebakan gelembung berisi cairan yang terasa nyeri pada membran mukosa
alat kelamin.

Etiologi
Penyebab infeksi adalah Virus herpes simpleks termasuk dalam famili
herpesviridae, subfamili alphaherpesvirinae. genus Simpleksvirus, spesies
HSV tipe 1 dan tipe 2, keduanya dapat dibedakan secara imunologis (terutama
kalau digunakan antibody spesifik atau antibody monoklonal). HSV tipe 1 dan
tipe 2 juga berbeda kalau dilihat dari pola pertumbuhan dari virus tersebut
pada kultur sel, embryo telur dan pada binatang percobaan.
Pembungkus berasal dari selaput inti sel yang terinfeksi. Pembungkus
ini mengandung lipid, karbohidrat, dan protein, dan dapat menghilangkan eter.
Genom ADN beruntai-untai ganda (BM 85-106 X 10 6) berbentuk lurus. Tipe 1
dan 2 memperlihatkan 50% urutan homologi.

Patogenesis
HSV ditularkan melalui kontak dari orang yang peka lewat virus yang
dikeluarkan oleh seseorang. Untuk menimbulkan infeksi, virus harus
menembus permukaan mukosa atau kulit yang terluka (kulit yang tidak terluka
bersifat resisten). HSV I ditransmisikan melalui sekresi oral, virus menyebar
melalui droplet pernapasan atau melalui kontak langsung dengan air liur yang
terinfeksi. Ini sering terjadi selama berciuman, atau dengan memakan atau
meminum dari perkakas yang terkontaminasi. HSV-I dapat menyebabkan
herpes genitalis melalui transmisi selama seks oral-genital.
Kontak dengan virus HSV 1 pada saliva dari carrier mungkin cara
yang paling penting dalam penyebaran penyakit ini. Infeksi dapat terjadi
melalui perantaraan petugas pelayanan kesehatan (seperti dokter gigi) yaitu
dari pasien HSV mengakibatkan lesi herpes bernanah (herpetic whitlow).
Penularan HSV2 biasanya melalui hubungan seksual. Kedua tipe baik tipe 1
dan tipe 2 mungkin ditularkan keberbagai lokasi dalam tubuh melalui kontak
oral-genital, oral-anal, atau anal-genital. Penularan kepada neonatus biasanya
terjadi melalui jalan lahir yang terinfeksi, jarang terjadi didalam uterus atau
postpartum.
Herpes simplex virus dapat diisolasi dalam 2 minggu dan kadang-
kadang lebih dari 7 minggu setelah muncul stomatitis primer atau muncul lesi
genital primer. Setelah itu, HSV dapat ditemukan secara intermittent pada
mukosal selama bertahun-tahun dan bahkan mungkin seumur hidup, dengan
atau tanpa gejala klinis. Pada lesi yang berulang, infektivitas lebih pendek
dibandingkan infeksi primer dan biasanya virus tidak bisa ditemukan lagi
setelah 5 hari.

Gejala Klinis
Episode pertama (infeksi pertama) dari infeksi HSV adalah yang
paling berat dan dimulai setelah masa inkubasi 4-6 hari. Gelala yang timbul,
meliputi nyeri, inflamasi dan kemerahan pada kulit (eritema) dan diikuti
dengan pembentukan gelembung-gelembung yang berisi cairan. Cairan bening
tersebut selanjutnya dapat berkembang menjadi nanah, diikuti dengan
pembentukan keropeng atau kerak (scab).
Kira-kira 10% dari infeksi primer, muncul sebagai suatu penyakit
dengan spektrum gejala klinis yang beragam, ditandai dengan panas dan
malaise sampai 1 minggu atau lebih, mungkin disertai dengan
gingivostomatitis yang berat diikuti dengan lesi vesikuler pada orofaring,
keratoconjunctivitis berat, dan disertai munculnya gejala dan komplikasi kulit
menyerupai eczema kronis, meningoencephalitis. HSV 1 sebagai penyebab
sekitar 2% faringotonsilitis akut, biasanya sebagai infeksi primer.
HSV I primer biasanya asimptomatik. Gejala prodormal yang
diberikan diantaranya demam, menggigil, terdapat lmphadenopathy servikal,
ditemukan ulkus di dalam mulut pada permukaan ginggiva. Pada HSV I
Sekunder (Lesi labial rekuren) gejala prodormal yang muncul diantaranya
gatal, rasa terbakar, kesemutan selama 12-36 jam. Kemudian ada
pembentukan vesikel. Vesikel pecah, menjadi ulkus dan krusta dalam 48 jam.
Lesi dapat sembuh dalam 7-14 hari. Faktor predisposisi HSV I sekunder ini
diantaranya stress, sakit demam, terpapar sinar UV, kelelahan dan menstruasi.
Reaktivasi infeksi laten biasanya menyebabkan herpes labialis (demam
blister atau cold sores) ditandai dengan munculnya vesikula superfisial yang
jelas dengan dasar erythematous, biasanya pada muka atau bibir, mengelupas
dan akan sembuh dalam beberapa hari. Reaktivasi dipercepat oleh berbagai
macam trauma, demam, perubahan psikologis atau penyakit kambuhan dan
mungkin juga menyerang jaringan tubuh yang lain; hal ini terjadi karena
adanya circulating antibodies, dan antibodi ini jarang sekali meningkat oleh
karena reaktivasi. Penyebaran infeksi yang luas dan mungkin terjadi pada
orang-orang dengan immunosuppressed.
Dapat menyerang SSP bisa disebabkan oleh infeksi primer ataupun
karena terjadi recrudescence. HSV 1 adalah penyebab utama dari
meningoencephalitis. Dapat timbul gejala panas, sakit kepala, leukositosis,
iritasi selaput otak, drowsiness, bingung, stupor, koma dan tanda-tanda
neurologis fokal, dan sering dikaitkan dengan satu atau wilayah temporal lain.
Gejala-gejala ini mungkin dikacaukan dengan berbagai lesi intrakranial lain
seperti abses pada otak dan meningitis TB. Karena terapi antiviral dapat
menurunkan angka kematian yang tinggi, maka pemeriksaan PCR untuk DNA
virus herpes pada LCS atau biopsi dari jaringan otak seharusnya segera
dilakukan pada tersangka untuk menegakkan diagnosa pasti.

Manifestasi pada Rongga Mulut


Primer Herpes Simplex (HSV-I) tipe 1 merupakan virus yang
paling umum menghasilkan infeksi dalam rongga mulut. Paling sering
terjadi pada anak-anak di bawah usia 6 tahun tetapi dapat terjadi pada pasien
yang lebih tua. Infeksi primer pada sebagian besar anak-anak adalah sub-
klinis (tanpa tanda-tanda atau gejala klinis).Herpes simplex virus hampir di
mana-mana di populasi umum; lebih dari 90% orang dewasa memiliki
antibodi terhadap herpes simplex virus oleh dekade keempat kehidupan.
Sekali seseorang terinfeksi, virus menyebar kedaerah massa jaringan saraf,
ganglia (misalnya, trigeminal ganglion), di mana ia tetap laten namun dapat
diaktifkan kapan saja sesuai kondisi. Kedua herpes simpleks tipe 1 dan 2 dapat
menyebabkan infeksi orofacial dan infeksi kelamin, tetapi HSV-I lebih
sering bertanggung jawab atas lesi di dalam dan sekitar mulut.

Herpes simplex pada regio kepala


Acute Herpetic Gingivostomatitis
Primary herpetic gingivostomatitis memiliki frekuensi infeksi virus
terbesar di mulut dan menjalar dengan mudah melalui saliva. Sumber infeksi
mungkin dari individu yang virusnya asimptomatik di saliva atau mendapat
infeksi kambuhan, seperti herpes labialis. HSV pada mulanya menginfeksi sel
epitel tidak berkeratin pada mukosa oral untuk menghasilkan intra epithelial
blisters. Seperti infeksi primer, HSV terletak tersembunyi di jaringan saraf dan
jaringan orofasial. Pemeriksaan status antibodi mengungkapkan bahwa lebih
dari 60 % populasi di Eropa dan Amerika Utara menunjukkan infeksi HSV
pada anak berumur 16 tahun.
Gingivostomatitis ulseratif akut terjadi sebagai akibat replikasi virus
dalam jaringan yang terkena. Masa inkubasi umumnya 4 hingga 5 hari
kemudian gejala diawali dengan demam. Pasien dapat merasa rasa sakit, panas
dan perih atau gatal terutama pada saat makan dan minum. Gusi dapat
membengkak dan mudah berdarah.
Vesikel dapat terjadi di seluruh mulut. Mereka mungkin memiliki
penampilan bintik-bintik di daerah kontak dengan rahang atas. Menyentuhnya
atau mencoba untuk mengkonsumsi makanan bisa menyebabkan rasa sakit
parah.

Di dalam rongga mulut dapat timbul vesikel (gelembung) berukuran


kecil yang umumnya berkelompok dan dapat dijumpai di bagian dalam bibir,
lidah, tenggorokan, langit-langit dan di bagian dalam pipi. Selanjutnya vesikel
ini akan pecah dan menjadi ulkus (luka) yang dipermukaannya terdapat
semacam lapisan kekuningan. Pada saat inilah rentan terjadi penularan karena
vesikel tersebut mengeluarkan cairan yang mengandung jutaan virus herpes
simpleks. Kelenjar getah bening setempat yaitu di sekitar leher dapat
membesar dan saat ditekan terasa lunak.
Herpes gingivostomatitis

Bibir dan gingiva dan mukosa buccal terlibat tetapi kadang-kadang


juga lidah dan retropharynx. Lesi individual dapat dimulai sebagai vesikula
tetapi mungkin meluas ke mukosa dan lapisan kulit dalam, menyukai
penyebaran sistemik. Ada reaksi inflamasi lebih besar dan akibatnya edema
dan eritema.
Isolasi dan kultur HSV menggunakan viral swab, metode standard
diagnosa. Infeksi HSV dapat juga diperkuat dengan adanya kenaikan empat
kali lipat antibodi. Metode ini membutuhkan 10 hari untuk menghasilkan
hasil. Chair- side kits dapat dengan cepat mendeteksi HSV dalam waktu
beberapa menit pada lesi smear/coreng menggunakan immunofluoressence
yang tersedia, tapi terbatas pada biaya. Biopsi jarang digunakan tapi jika
dilakukan akan memperlihatkan vesikula yang tidak spesifik atau ulserasi
dengan multinucleated giant cells yang menggambarkan viral- infected
keratinocytes.
Pasien, dan anak- anak seharusnya ditenangkan tentang kondisi dasar
dan diberi tahu tentang infeksi lesi. Instruksi seharusnya diberikan untuk
membatasi bibir dan mulut untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi di
daerah lainnya. Terapi suportif simptomatik termasuk obat kumur
clorhexidine, terapi analgesik, soft diet, dan cukup minum. Menggunakan
acyclovir, agen antivirus dengan melakukan perlawanan terhadap HSV. Dosis
standard 200mg acyclovir, 5 kali sehari selama 5 hari. Dosis harus dikurangi
setengahnya untuk anak dibawah 2 tahun.
Mendukung langkah-langkah yang biasa untuk infeksi virus akut harus
dilakukan. Ini termasuk pemeliharaan kebersihan mulut yang tepat, cukup
asupan cairan untuk mencegah dehidrasi, dan penggunaan analgesik sistemik
untuk mengontrol rasa sakit. Agen antipiretik juga ditentukan ketika demam
adalah gejala. Pada kasus yang parah mungkin perlu untuk menggunakan
anestesi topikal seperti lidokain atau diphenhyclramine. Pasien sering dapat
mentolerir cairan dingin, dan mereka dapat membantu dalam mencegah
dehidrasi.
Chronic Herpetic Simplex
Infeksi ini disebabkan oleh virus herpes simpleks tipe I atau tipe II
yang ditandai oleh adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang
erimatosa. Penyakit ini dapat menyerang baik pria maupun wanita. Infeksi
primer herpes simpleks tipe I biasanya menyerang pada usia anak-anak,
sedangkan VHS tipe II biasanya terjadi pada dekade 2 atau 3, dan
berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual.
Tempat prediliksi VHS tipe I di daerah pinggang ke atas terutama di
daerah mulut dan hidung. Infeksi primer oleh VHS tipe II mempunyai tempat
predileksi di daerah pinggang ke bawah, terutama di daerah genital. Daerah
predileksi ini sering kacau karena adanya aktivitas seksual seperti oro-genital.
Infeksi ini berlangsung kira-kira 3 minggu dan sering disertai gejala
sistemik, seperti demam dan malese, serta dapat ditemukan pembengkakkan
kelenjar getah bening regional. Kelainan klinisnya dijumpai berupa vesikel
yang berkelompok di atas kulit yang erimatosa, berisi cairan jernih dan
kemudian menjadi seropurulen (bersifat serosa dan bernanah), dapat menjadi
kusta dan kadang-kadang mengalami ulserasi yang dangkal.

Penatalaksanaan
Beberapa obat antivirus telah terbukti efektif melawan infeksi HSV.
Semua obat tersebut menghambat sintesis DNA virus. Obat-obat ini dapat
menghambat perkembangbiakan herpesvirus. Walaupun demikian, HSV tetap
bersifat laten di ganglia sensorik, dan angka kekambuhannya tidak jauh
berbeda pada orang yang diobati dengan yang tidak diobati.
Salah satu obat yang efektif untuk infeksi Herpes Simpleks Virus
adalah Asiklofir dalam bentuk topikal, intravena, dan oral yang kesemuanya
berguna untuk mengatasi infeksi primer. Asiklovir (zovirax®) digunakan
secara oral, intravena atau topical untuk mengurangi menyebarnya virus,
mengurangi rasa sakit dan mempercepat waktu penyembuhan pada infeksi
genital primer dan infeksi herpes berulang, rectal herpes dan herpeticwhitrow
(lesi pada sudut mulut bernanah). Preparat oral paling nyaman digunakan dan
mungkin sangat bermanfaat bagi pasien dengan infeksi ekstensif berulang.
Namun, telah dilaporkan adanya mutasi strain virus herpes yang resosten
terhadap acyclovir. Valacyclovir dan famciclovir baru-baru ini diberi lisensi
untuk beredar sebagai pasangan acyclovir dengan efikasi yang sama.
Pemberian profilaksis harian obat tersebut dapat menurunkan frekuensi infeksi
HSV berulang pada orang dewasa. Infeksi neonatal seharusnya diobati dengan
acyclovir intravena.
Beberapa kasus yang ringan mungkin tidak membutuhkan pengobatan.
Orang-orang yang telah parah atau lanjut, orang dengan masalah sistem
kekebalan, atau mereka yang sering mengalami rekuren akan baik jika
diberikan obat antivirus seperti asiklovir, famciclovir, dan valacyclovir. Orang-
orang yang telah lama menderita oral rekuren atau herpes genital atau
manifestasi klinis berat dapat melanjutkan penggunaan obat antivirus untuk
mengurangi frekuensi dan tingkat keparahan rekuren.
Pengobatan spesifik pada infeksi herpes, misalnya gejala akut dari
herpetic keratitis dan stadium awal dendritic ulcers diobati dengan trifluridin
atau adenine arabisonide (vidarabine, via-A® atau Ara-A®) dalam bentuk
ophthalmic ointment atau solution. Corticosteroid jangan digunakan untuk
herpes mata kecuali dilakukan oleh seorang ahli mata yang sangat
berpengalaman. Acyclovir IV sangat bermanfaat untuk mengobati herpes
simpleks encephalitis tetapi mungkin tidak dapat mencegah terjadinya gejala
sisa neurologis.

Prognosis
Lesi oral atau genital biasanya sembuh sendiri dalam 7 sampai 14 hari.
Infeksi mungkin lebih parah dan bertahan lebih lama pada orang yang
memiliki kondisi yang melemahkan sistem kekebalan tubuh.
Setelah infeksi terjadi, virus menyebar ke sel-sel saraf dan menetap
dalam tubuh seumur hidup seseorang. Mungkin akan kembali dan
menyebabkan gejala, atau kambuh. Rekuren dapat dipicu oleh kelebihan sinar
matahari (UV), demam, stres, penyakit akut, obat-obatan atau kondisi yang
melemahkan sistem kekebalan tubuh (seperti kanker, HIV/AIDS, atau
penggunaan kortikosteroid).

Pencegahan
1. Berikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat dan tentang kebersihan perorangan
yang bertujuan untuk mengurangi perpindahan bahan-bahan infeksius.
2. Mencegah kontaminasi kulit dengan penderita eksim melalui bahan-bahan infeksius.
3. Petugas kesehatan harus menggunakan sarung tangan pada saat berhubungan
langsung dengan lesi yang berpotensi untuk menular.
4. Disarankan untuk melakukan operasi Cesar sebelum ketuban pecah pada ibu dengan
infeksi herpes genital primer yang terjadi pada kehamilan trimester akhir, karena
risiko yang tinggi terjadinya infeksi neonatal (30-50%). Penggunaan elektrida pada
kepala merupakan kontra indikasi. Risiko dari infeksi neonatal yang fatal setelah
infeksi berulang lebih rendah (3-5%) dan operasi Cesar disarankan hanya jika terjadi
lesi aktif pada saat persalinan.
5. Menggunakan kondom lateks saat melakukan hubungan seksual mengurangi risiko
infeksi; belum ada anti virus yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi
primer meskipun acyclovir mungkin dapat digunakan untuk pencegahan untuk
menurunkan insidensi kekambuhan, dan untuk mencegah infeksi herpes pada pasien
dengan defisiensi imunitas.

B. Candidiasis

Oral Trush

Definisi
Oral Thrush adalah kandidiasis selaput, lendir mulut, biasanya mukosa dan
lidah, dan kadang-kadang palatum, gusi serta lantai mulut. Penyakit ini ditandai
dengan plak-plak putih dari bahan lembut menyerupai gumpalan susu yang dapat
dikelupas, yang meninggalkan permukaan perdarahan mentah.
Penyakit ini biasanya menyerang bayi yang sakit atau lemah, individu dengan
kondisi kesehatan buruk, pasien dengan tanggap imun lemah, serta kurang sering,
pasien yang telah menjalani pengobatan dengan antibiotik. Trush (suatu infeksi jamur
di mulut) disertai luka di mulut dan peradangan gusi, bisa merupakan pertanda awal
dari adanya gangguan sistem kekebalan.

Etiologi
Pada umumnya oral thrush disebabkan oleh jamur candida albicans yang
ditularkan melalui vagina ibu yang terinfeksi selama persalinan(saat bayi baru lahir)
atau transmisi melalui botol susu dan puting susu yang tidak bersih, atau cuci tangan
yang tidak benar. Oral thrush pada bayi terjadi 7-10 hari setelah persalinan. Jamur
candida albicans bersifat saprofit sehingga jika daya tahan tubuh bayi turun atau pada
pengguna antibiotika yang lama dapat terjadi pertumbuhan jamur ini secara cepat dan
dapat menimbulkan infeksi berupa oral thrush dan diare, sehingga apabila
penggunaan antibiotik tertentu pada usia dibawah 1 tahun akan mengakibatkan
sariawan atau oral thrush yang menetap.
Candida albicans tahan terhadap hampir semua antibiotika yang biasa
dipergunakan dan dapat berkembang sewaktu mikroorganisme lain tertekan.Oral
thrush juga dapat terjadi karena bakteri di dalam mulut karena kurang menjaga
kebersihan di mulut. Lesi-lesi mulut mempunyai konsistensi yang lunak, menonjol,
bercak-bercak keputihan yang menutupi daerah-daerah yang kecil atau luas pada
mukosa mulut, bercak bercak dapat dihapus dan meninggalkan permukaan daging
yang berdarah.
Keadaan ini didukung oleh abrasi mulut, kurangnya kebersihan mulut,
superinfeksi setelah terapi antibiotika, malnutrisi, cacat imunologi, dan
hipoparatiroidisme. Infeksi berat dapat menyebar menuruni esophagus.

Patofisiologi
Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya
untuk tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang
akan berkembang menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah yang akan
membentuk hifa semu. Perbedaan bentuk ini tergantung pada faktor eksternal
yang mempengaruhinya. Sel ragi (blastospora) berbentuk bulat, lonjong atau
bulat lonjong dengan ukuran 2-5 µ x 3-6 µ hingga 2-5,5 µ x 5-28 µ .
Stomatitis dapat terjadi bila khamir menginfeksi rongga mulut.
Gambaran klinisnya khas berupa bercak-bercak putih kekuningan, yang
menimbul pada dasar selaput lendir yang merah. Hampir seluruh selaput lendir
mulut, termasuk lidah dapat terkena. Gejala yang ditimbulkannya adalah rasa
nyeri, terutama bila tersentuh makanan.
Pada manusia, Candida albicans sering ditemukan di dalam mulut,
feses, kulit dan di bawah kuku orang sehat. Candida albicans dapat
membentuk blastospora dan hifa, baik dalam biakan maupun dalam tubuh.
Bentuk jamur di dalam tubuh dianggap dapat dihubungkan dengan sifat jamur,
yaitu sebagai saproba tanpa menyebabkan kelainan atau sebagai parasit
patogen yang menyebabkan kelainan dalam jaringan. Penyelidikan lebih lanjut
membuktikan bahwa sifat patogenitas tidak berhubungan dengan
ditemukannya Candida albicans dalam bentuk blastospora atau hifa di dalam
jaringan. Terjadinya kedua bentuk tersebut dipengaruhi oleh tersedianya
nutrisi, yang dapat ditunjukkan pada suatu percobaan di luar tubuh. Pada
keadaan yang menghambat pembentukan tunas dengan bebas, tetapi yang
masih memungkinkan jamur tumbuh, maka dibentuk hifa.

Gambaran klinis
Pada bayi, gejala sariawan berupa suhu badan meninggi hingga 40 derajat
Celcius, mengeluarkan air liur lebih dari biasa, rewel, tak mau makan atau makanan
dimuntahkan, tak mau susu botol bahkan ASI, dan gelisah terus. Biasanya disertai
dengan bau mulut yang kurang sedap, akibat kuman atau jamur. Sedangkan pada
balita, kadang suhu yang naik tak terlalu tinggi dan nafsu makannya berkurang.
Bentuk sariawan akan terlihat seperti vesikel atau bulatan kecil. Warnanya
putih atau kekuningan. Mula-mula berdiameter 1-3 mm. Kemudian berkembang
berbentuk selaput. Jika selaputnya mengikis, maka akan terlihat berbentuk seperti
lubang/ulkus. Besarnya sariawan tetap, tidak membesar, melebar, atau menjalar
seperti halnya bisul.
Biasanya pemunculan vesikel ini bersamaan dengan timbulnya panas.
Adakalanya vesikel baru muncul 1-2 hari setelah panas. Kadang malah tanpa disertai
panas, jika vesikel yang muncul cuma satu. Yang membuat panas umumnya sariawan
karena jamur candida atau virus herpes.
Sebetulnya sariawan bisa sembuh sendiri seperti sariawan herpetik. Namun
sariawan karena jamur harus diobati dengan obat anti-jamur. Biasanya memakan
waktu penyembuhan sekitar seminggu. Jika sariawan tidak diobati akan bisa
berkelanjutan. Memang tak sampai menyebar ke seluruh tubuh, paling hanya di
sekitar mulut. Tetapi, sangat memungkinkan terjadinya diare, apabila jamurnya
tertelan, mengalir lewat pembuluh darah.
Gejala yang mudah dikenali, adalah lidah yang menjadi agak licin, berwarna
kemerah-merahan, timbul luka dibagian bawah dan pinggir atau pada belahan bagian
tengah lidah. Pada pipi bagian dalam tampak bintik-bintik putih, terkadang terdapat
benjolan kecil yang dapat pecah sehingga mulut terasa perih.
Secara keseluruhan Gejala oraltrush yaitu :
1. Tampak bercak keputihan pada mulut, seperti bekas susu yang sulit dihilangkan.
2. Bayi kadang-kadang menolak untuk minum atau menyusu
3. Mukosa mulut mengelupas
4. Lesi multiple (luka-luka banyak) pada selaput lendir mulut sampai bibir memutih
menyerupai bekuan susu yang melekat, bila dihilangkan dan kemudian berdarah.
5. Bila terjadi kronis maka terjadi granulomatosa (lesi berbenjol kecil) menyerang sejak
bayi sampai anak-anak yang berlangsung lama hingga beberapa tahun akan
menyerang kulit anak.
6. gejala yang muncul adalah suhu badan meninggi sampai 40 derajat Celcius
7. Tak mau makan atau makan dimuntahkan, tak mau susu botol bahkan ASI, dan
gelisah terus
8. Bayi banyak mengeluarkan air liur lebih dari biasanya. Secara psikis, dia akan rewel

Komplikasi
Apabila oral thrush tidak segera ditangani atau diobati maka akan
menebabkan kesukaran minum(menghisap puting susu atau dot) sehingga akan
berakibat bayi kekurangan makanan.Oral thrush tersebut dapat mengakibatkan diare
karena jamur dapat tertelan dan menimbulkan infeksi usus yang bila dibiarkan dan
tidak diobati maka bayi akan terserang diare.Diare juga dapat terjadi apabila masukan
susu kurang pada waktu yang lama.

Penatalaksanaan
Terdiri dari 2 cara :
o Medik /pengobatan
Memberikan obat antijamur, misalnya :a. Miconazol : mengandung
miconazole 25 mg per ml, dalam gel bebas gula. Gel miconazole dapat diberikan
ke lesi setelah makan.b.Nystatin : tiap pastille mengandung 100.000 unit nistatin.
Satu pastille harus dihisap perlahan-lahan 4 kali sehari selama 7-14 hari. Pastille
lebih enak daripada sediaan nistatin lain. Nistatin ini mengandung gula.
o Keperawatan
Masalah dari oral thrush pada bayi adalah bayi akan sukar minum dan
risiko terjadi diare. Upaya agar oral thrush tidak terjadi pada bayi adalah mencuci
bersih botol dan dot susu, setelah itu diseduh dengan air mendidih atau direbus
hingga mendidih (jika botol tahan rebus) sebelum dipakai.
Apabila di bangsal bayi rumah sakit, botol dan dot dapat disterilkan
dengan autoclaff dan hendaknya setiap bayi menggunakan dot satu-satu atau
sendiri-sendiri tetapi apabila tidak memungkinkan atau tidak cukup tersedia
hendaknya setelah dipakai dot dicuci bersih dan disimpan kering, nanti ketika
akan dipakai seduh dengan air mendidih.
Bayi lebih baik jangan diberikan dot kempong karena selain dapat
menyebabkan oral thrush juga dapat mempengaruhi bentuk rahang.Jika bayi
menetek atau menyusu ibunya, untuk menghindari oral thrush sebelum menyusu
sebaiknya puting susu ibu dibersihkan terlebih dahulu atau ibu hendaknya selalu
menjaga kebersihan dirinya.Adanya sisa susu dalam mulut bayi setelah minum
juga dapat menjadi penyebab terjadinya oral thrush jika kebetulan ada bakteri di
dalam mulut.
Untuk menghindari kejadian tersebut, setiap bayi jika selesai minum susu
berikan 1-2 sendok teh air matang untuk membilas sisa susu yang terdapat pada
mulut tersebut.Apabila oral thrush sudah terjadi pada anak dan sudah diberikan
obat, selain menjaga kebersihan mulut berikanlah makanan yang lunak atau cair
sedikit-sedikit tetapi frekuensinya sering dan setiap habis makan berikan air putih
dan usahakan agar sering minum.Oral thrush dapat dicegah dengan selalu
menjaga kebersihan mulut dan sering-seringlah minum apalagi sehabis makan.
Sariawan dapat sembuh dengan sendirinya, kecuali sariawan akibat jamur
yang harus diobati dengan obat antijamur. Masa penyembuhan relatif lama, yaitu
seminggu. Jika tak segera diobati, dapat berkelanjutan meski hanya menyebar di
sekitar mulut saja. Tapi jamur yang tertelan dan melewati pembuluh darah, juga
bisa menyebabkan diare.
Saat sariawan, biasanya si kecil enggan makan atau minum. Berikut kiat
untuk membantunya mendapatkan asupan yang dibutuhkan:
o Suapi makannya dengan menggunakan sendok secara perlahan-lahan. Usahakan
minum menggunakan sedotan dan gelas, untuk menghindari kontak langsung dengan
sariawan serta tak menimbulkan gesekan dan trauma lebih lanjut.
o Berikan makanan yang bertekstur lembut dan cair, pada intinya yang mudah ditelan
dan disuapi. Hindari makanan yang terlalu panas atau terlalu dingin, agar tidak
menambah luka.
o Makanan yang banyak mengandung vitamin C dan B serta zat besi, dapat memercepat
proses penyembuhan. Misalnya buah-buahan dan sayuran hijau. Kekurangan vitamin
C dapat memudahkan si kecil mengalami sariawan.
o Olesi bagian yang sariawan dengan madu.Jika telah diberi obat, biasanya obat kumur,
tetapi tak juga sembuh, kemungkinan ada penyebab lain. Misalnya kuman yang telah
bertambah, pemakaian obat dengan dosis tak tepat, atau cara memberi makanan yang
membuat sariawan si kecil kembali mengalami trauma di lidah.

3. Gastritis

A. Gastritis Infeksi

Etiologi
Gastritis Helicobaster pylori adalah infeksi bakteri yang menyebabkan gastritis
kronis ,terutama bagian antrum lambung dan menyebabkan terjadinya ulous
pada usus dua belas jari. Terjadinya adenocarcinoma dan ulcus pada lambung
secara epidemiologis dikaitkan juga dengan infeksi H.pylori. Dinegara
berkembang prevalensi infeksi Helicobacter Pylori pada orang dewasa
mendekati angka 90%. Sedangkan pada anak-anak prevalensinya lebih tinggi
lagi. Di Indonesia, prevalensi kuman ini menggunakan urea breath test.
Penelitian serologis yang dilakukan secara cross sectional bertambahnya
prevelansi penyakit ini sesuai dengan pertambahan usia. Penyebab penyakit ini
adalah gram negative, basil yang berbentuk kurva dan batang. Berbagai
species yang berbeda dari helicobacter telah ditemukan dalam binatang lain:
H. cinaedi dan H. fennelliate yang dikaitkan dengan terjadinya diare pada laki-
laki homoseksual.

Patofisiologi
Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi oleh bakteri H.
Pylori yang hidup di bagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding
lambung. Walaupun tidak sepenuhnya dimengerti bagaimana bakteri tersebut
dapat ditularkan, namun diperkirakan penularan tersebut terjadi melalui jalur
oral atau akibat memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh
bakteri ini. Infeksi H. pylori sering terjadi pada masa kanak - kanak dan dapat
bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan. Infeksi H. pylori ini
sekarang diketahui sebagai penyebab utama terjadinya peptic ulcer dan
penyebab tersering terjadinya gastritis. Infeksi dalam jangka waktu yang lama
akan menyebabkan peradangan menyebar yang kemudian mengakibatkan
perubahan pada lapisan pelindung dinding lambung. Salah satu perubahan itu
adalah atrophic gastritis, sebuah keadaan dimana kelenjar-kelenjar penghasil
asam lambung secara perlahan rusak. Peneliti menyimpulkan bahwa tingkat
asam lambung yang rendah dapat mengakibatkan racun-racun yang dihasilkan
oleh kanker tidak dapat dihancurkan atau dikeluarkan secara sempurna dari
lambung sehingga meningkatkan resiko (tingkat bahaya) dari kanker lambung.
Tapi sebagian besar orang yang terkena infeksi H. pylori kronis tidak
mempunyai kanker dan tidak mempunyai gejala gastritis, hal ini
mengindikasikan bahwa ada penyebab lain yang membuat sebagian orang
rentan terhadap bakteri ini sedangkan yang lain tidak.

Gambaran klinis
Walaupun banyak kondisi yang dapat menyebabkan gastritis, gejala
dan tanda-tanda penyakit ini sama antara satu dengan yang lainnya. Gejala-
gejala tersebut antara lain: Perih atau sakit seperti terbakar pada perut bagian
atas yang dapat menjadi lebih baik atau lebih buruk ketika makan, mual,
muntah, kehilangan selera makan, kembung, terasa penuh pada perut bagian
atas setelah makan, dan kehilangan berat badan.

Diagnosis
Kebanyakan gastritis biasanya tanpa gejala. Keluhan yang biasanya
dihubungkan dengan gastritis adalah nyeri panas dan pedih pada ulu hati
disertai mual kadang-kadang sampai muntah. Keluhan-keluhan dan juga
pemerikasaan fisik tidak dapat menegakkan diagnosis secara tepat. Diagnosis
ditegakkan dengan cara pemeriksaaan endoskopi dan histopatologi.
Pemeriksaan hispatologi sebaiknya menyertakan pemeriksaan kuman H.pylori.

Terapi
Terdapat beberapa regimen dalam mengatasi infeksi H. pylori.
Yang paling sering digunakan adalah kombinasi dari antibiotik dan
penghambat pompa proton. Terkadang ditambahkan pula bismuth
subsalycilate. Antibiotik berfungsi untuk membunuh bakteri, penghambat
pompa proton berfungsi untuk meringankan rasa sakit, mual, menyembuhkan
inflamasi dan meningkatkan efektifitas antibiotic
Terapi terhadap infeksi H. pylori tidak selalu berhasil, kecepatan
untuk membunuh H. pylori sangat beragam, bergantung pada regimen yang
digunakan. Akan tetapi kombinasi dari tiga obat tampaknya lebih efektif
daripada kombinasi dua obat. Terapi dalam jangka waktu yang lama (terapi
selama 2 minggu dibandingkan dengan 10 hari) juga tampaknya meningkatkan
efektifitas.
Untuk memastikan H. pylori sudah hilang, dapat dilakukan
pemeriksaan kembali setelah terapi dilaksanakan. Pemeriksaan pernapasan dan
pemeriksaan feces adalah dua jenis pemeriksaan yang sering dipakai untuk
memastikan sudah tidak adanya H. pylori. Pemeriksaan darah akan
menunjukkan hasil yang positif selama beberapa bulan atau bahkan lebih
walaupun pada kenyataanya bakteri tersebut sudah hilang.

Pencegahan
Walaupun infeksi H. pylori tidak dapat selalu dicegah, berikut
beberapa saran untuk dapat mengurangi resiko terkena gastritis :
o Makan secara benar. Hindari makanan yang dapat mengiritasi terutama
makanan yang pedas, asam, gorengan atau berlemak. Yang sama
pentingnya dengan pemilihan jenis makanan yang tepat bagi kesehatan
adalah bagaimana cara memakannya. Makanlah dengan jumlah yang
cukup, pada waktunya dan lakukan dengan santai.
o Hindari alkohol. Penggunaan alkohol dapat mengiritasi dan mengikis
lapisan mukosa dalam lambung dan dapat mengakibatkan peradangan dan
pendarahan.
o Jangan merokok. Merokok mengganggu kerja lapisan pelindung
lambung, membuat lambung lebih rentan terhadap gastritis dan borok.
Merokok juga meningkatkan asam lambung, sehingga menunda
penyembuhan lambung dan merupakan penyebab utama terjadinya kanker
lambung. Tetapi, untuk dapat berhenti merokok tidaklah mudah, terutama
bagi perokok berat. Konsultasikan dengan dokter mengenai metode yang
dapat membantu untuk berhenti merokok.
o Lakukan olah raga secara teratur. Aerobik dapat meningkatkan
kecepatan pernapasan dan jantung, juga dapat menstimulasi aktifitas otot
usus sehingga membantu mengeluarkan limbah makanan dari usus secara
lebih cepat.
o Kendalikan stress. Stress meningkatkan resiko serangan jantung dan
stroke, menurunkan sistem kekebalan tubuh dan dapat memicu terjadinya
permasalahan kulit. Stress juga meningkatkan produksi asam lambung dan
melambatkan kecepatan pencernaan. Karena stress bagi sebagian orang
tidak dapat dihindari, maka kuncinya adalah mengendalikannya secara
effektif dengan cara diet yang bernutrisi, istirahat yang cukup, olah raga
teratur dan relaksasi yang cukup.
o Ganti obat penghilang nyeri. Jika dimungkinkan, hindari penggunaan
AINS, obat-obat golongan ini akan menyebabkan terjadinya peradangan
dan akan membuat peradangan yang sudah ada menjadi lebih parah. Ganti
dengan penghilang nyeri yang mengandung acetaminophen.

B. Gastritis Non Infeksi (Tukak Gaster)

Definisi
Suatu gambaran bulat atau semi bulat/oval, ukuran >5 mm kedalaman
submukosa pada mukosa lambung akibat terputusnya kontinuitas/ integritas
mukosa lambung yang merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai
indurasi dengan dasar tukak ditutupi debris
Etiologi
 Pemakaian obat penghilang nyeri secara terus menerus.
Obat analgesik anti inflamasi nonsteroid (OAINS) seperti aspirin,
ibuprofen dan naproxen dapat menyebabkan peradangan pada lambung
dengan cara mengurangi prostaglandin yang bertugas melindungi dinding
lambung. Jika pemakaian obat – obat tersebut hanya sesekali maka
kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika
pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau pemakaian yang
berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan peptic ulcer.
 Penggunaan alkohol secara berlebihan.
Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding lambung
dan membuat dinding lambung lebih rentan terhadap asam lambung
walaupun pada kondisi normal.
 Penggunaan kokain.
Kokain dapat merusak lambung dan menyebabkan pendarahan dan
gastritis.
 Stress fisik.
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar atau infeksi
berat dapat menyebabkan gastritis dan juga borok serta pendarahan pada
lambung.
 Kelainan autoimmune.
Autoimmune atrophic gastritis terjadi ketika sistem kekebalan tubuh
menyerang sel-sel sehat yang berada dalam dinding lambung. Hal ini
mengakibatkan peradangan dan secara bertahap menipiskan dinding
lambung, menghancurkan kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung dan
menganggu produksi faktor intrinsic (yaitu sebuah zat yang membantu
tubuh mengabsorbsi vitamin B-12). Kekurangan B-12, akhirnya, dapat
mengakibatkan pernicious anemia, sebuah konsisi serius yang jika tidak
dirawat dapat mempengaruhi seluruh sistem dalam tubuh. Autoimmune
atrophic gastritis terjadi terutama pada orang tua.
 Radiasi and kemoterapi. Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi
dapat mengakibatkan peradangan pada dinding lambung yang selanjutnya dapat
berkembang menjadi gastritis dan peptic ulcer. Ketika tubuh terkena sejumlah kecil
radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam dosis besar akan
mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan dapat mengikis dinding
lambung serta merusak kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung.
 Penyakit bile reflux.
Bile (empedu) adalah cairan yang membantu mencerna lemak-lemak
dalam tubuh. Cairan ini diproduksi oleh hati. Ketika dilepaskan, empedu
akan melewati serangkaian saluran kecil dan menuju ke usus kecil. Dalam
kondisi normal, sebuah otot sphincter yang berbentuk seperti cincin
(pyloric valve) akan mencegah empedu mengalir balik ke dalam lambung.
Tapi jika katup ini tidak bekerja dengan benar, maka empedu akan masuk
ke dalam lambung dan mengakibatkan peradangan dan gastritis.

Patofisiologi
Lambung adalah sebuah kantung otot yang kosong, terletak pada
bagian kiri atas perut tepat dibawah tulang iga. Lambung orang dewasa
mempunyai panjang berkisar antara 10 inchi dan dapat mengembang untuk
menampung makanan atau minuman sebanyak 1 gallon. Bila lambung dalam
keadaan kosong, maka ia akan melipat, mirip seperti sebuah akordion. Ketika
lambung mulai terisi dan mengembang, lipatan - lipatan tersebut secara
bertahap membuka.
Lambung memproses dan menyimpan makanan dan secara bertahap
melepaskannya ke dalam usus kecil. Ketika makanan masuk ke dalam
esophagus, sebuah cincin otot yang berada pada sambungan antara esophagus
dan lambung (esophageal sphincter) akan membuka dan membiarkan makanan
masuk ke lambung. Setelah masuk ke lambung cincin in menutup. Dinding
lambung terdiri dari lapisan lapisan otot yang kuat. Ketika makanan berada di
lambung, dinding lambung akan mulai menghancurkan makanan tersebut.
Pada saat yang sama, kelenjar - kelenjar yang berada di mukosa pada dinding
lambung mulai mengeluarkan cairan lambung (termasuk enzim - enzim dan
asam lambung) untuk lebih menghancurkan makanan tersebut.
Salah satu komponen cairan lambung adalah asam hidroklorida. Asam
ini sangat korosif sehingga paku besi pun dapat larut dalam cairan ini. Dinding
lambung dilindungi oleh mukosa - mukosa bicarbonate (sebuah lapisan
penyangga yang mengeluarkan ion bicarbonate secara regular sehingga
menyeimbangkan keasaman dalam lambung) sehingga terhindar dari sifat
korosif asam hidroklorida. Gastritis biasanya terjadi ketika mekanisme
pelindung ini kewalahan dan mengakibatkan rusak dan meradangnya dinding
lambung.

Gambaran klinis
Walaupun banyak kondisi yang dapat menyebabkan gastritis, gejala
dan tanda-tanda penyakit ini sama antara satu dengan yang lainnya. Gejala-
gejala tersebut antara lain: Perih atau sakit seperti terbakar pada perut bagian
atas yang dapat menjadi lebih baik atau lebih buruk ketika makan, mual,
muntah, kehilangan selera makan, kembung, terasa penuh pada perut bagian
atas setelah makan, dan kehilangan berat badan.

Diagnosa
Bila seorang pasien didiagnosa terkena gastritis, biasanya dilanjutkan dengan
pemeriksaan tambahan untuk mengetahui secara jelas penyebabnya.
Pemeriksaan tersebut meliputi :
o Pemeriksaan darah. Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibodi H. pylori
dalam darah. Hasil tes yang positif menunjukkan bahwa pasien pernah kontak dengan
bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu tidak menunjukkan bahwa pasien
tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa anemia,
yang terjadi akibat pendarahan lambung akibat gastritis.
o Pemeriksaan pernapasan. Tes ini dapat menentukan apakah pasien terinfeksi oleh
bakteri H. pylori atau tidak.
o Pemeriksaan feces. Tes ini memeriksa apakah terdapat H. pylori dalam feses atau
tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga
dilakukan terhadap adanya darah dalam feces. Hal ini menunjukkan adanya
pendarahan pada lambung.
o Endoskopi saluran cerna bagian atas. Dengan tes ini dapat terlihat adanya
ketidaknormalan pada saluran cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat dari
sinar-X. Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang kecil yang
fleksibel (endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam esophagus, lambung dan
bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dimati-rasakan (anestesi)
sebelum endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani
tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan, dokter akan
mengambil sedikit sampel (biopsy) dari jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan
dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Tes ini memakan waktu kurang lebih 20
sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai,
tetapi harus menunggu sampai efek dari anestesi menghilang, kurang lebih satu atau
dua jam. Hampir tidak ada resiko akibat tes ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah
rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan endoskop.
o Ronsen saluran cerna bagian atas. Tes ini akan melihat adanya tanda-tanda gastritis
atau penyakit pencernaan lainnya. Biasanya akan diminta menelan cairan barium
terlebih dahulu sebelum dilakukan ronsen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan
akan terlihat lebih jelas ketika di ronsen.

Komplikasi
Jika dibiarkan tidak terawat, gastritis akan dapat menyebabkan peptic
ulcers dan pendarahan pada lambung. Beberapa bentuk gastritis kronis dapat
meningkatkan resiko kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara
terus menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding
lambung.
Kebanyakan kanker lambung adalah adenocarcinomas, yang bermula
pada sel-sel kelenjar dalam mukosa. Adenocarcinomas tipe 1 biasanya terjadi
akibat infeksi H. pylori. Kanker jenis lain yang terkait dengan infeksi akibat
H. pylori adalah MALT (mucosa associated lymphoid tissue) lymphomas,
kanker ini berkembang secara perlahan pada jaringan sistem kekebalan pada
dinding lambung. Kanker jenis ini dapat disembuhkan bila ditemukan pada
tahap awal.

Terapi
Terapi gastritis sangat bergantung pada penyebab spesifiknya dan mungkin
memerlukan perubahan dalam gaya hidup, pengobatan atau, dalam kasus yang
jarang, pembedahan untuk mengobatinya.
Terapi terhadap asam lambung
Asam lambung mengiritasi jaringan yang meradang dalam lambung dan
menyebabkan sakit dan peradangan yang lebih parah. Itulah sebabnya, bagi
sebagian besar tipe gastritis, terapinya melibatkan obat-obat yang mengurangi
atau menetralkan asam lambung seperti :
o Anatsida. Antasida merupakan obat bebas yang dapat berbentuk cairan
atau tablet dan merupakan obat yang umum dipakai untuk mengatasi
gastritis ringan. Antasida menetralisir asam lambung dan dapat
menghilangkan rasa sakit akibat asam lambung dengan cepat.
o Penghambat asam. Ketika antasida sudah tidak dapat lagi mengatasi
rasa sakit tersebut, dokter kemungkinan akan merekomendasikan obat
seperti cimetidin, ranitidin, nizatidin atau famotidin untuk mengurangi
jumlah asam lambung yang diproduksi.
o Penghambat pompa proton. Cara yang lebih efektif untuk mengurangi
asam lambung adalah dengan cara menutup “pompa” asam dalam sel-sel
lambung penghasil asam. Penghambat pompa proton mengurangi asam
dengan cara menutup kerja dari “pompa-pompa” ini. Yang termasuk obat
golongan ini adalah omeprazole, lansoprazole, rabeprazole dan
esomeprazole. Obat-obat golongan ini juga menghambat kerja H. pylori.
o Cytoprotective agents. Obat-obat golongan ini membantu untuk
melindungi jaringan-jaringan yang melapisi lambung dan usus kecil. Yang
termasuk ke dalamnya adalah sucraflate dan misoprostol. Jika meminum
obat-obat AINS secara teratur (karena suatu sebab), dokter biasanya
menganjurkan untuk meminum obat-obat golongan ini. Cytoprotective
agents yang lainnya adalah bismuth subsalicylate yang juga menghambat
aktivitas H. pylori.

4. Kolitis

A. Kolitis Infeksi

1. Kolitis Tuberkulosa

Definisi
Infeksi kolon oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Epidemiologi
Lebih sering ditemukan di negara berkembang dengan penyakit TBC yang
masih menjadi masalah kesehatan masyarakat.

Patofisiologi
Mycobacterium tuberculosis biasanya tertelan bersama sputum, sehingga
menimbulkan 3 bentuk kelainan: 1) ulseratif pada 60% kasus, lesi aktif
berupa tukak superfisial; 2) hipertropik pada 10% kasus, bentuk lesinya
berupa parut fibrosis, dan massa menonjol seperti karsinoma; 3)
ulserohipertropik pada 30% kasus, terdapat ulserasi dengan fibrosis yang
merupakan bentuk penyembuhan. Lokasi tersering (85 – 90% kasus) di
daerah ileosekal.

Gejala Klinis
Keluhan paling sering adalah nyeri perut kronik tidak khas. Dapat terjadi
diare ringan bercampur darah, kadang konstipasi, anoreksia, demam
ringan, berat badan turun, atau teraba massa abdomen kanan bawah.

Diagnosis
Pada diagnosis pasti, ditemukannya bakteri tuberculosis di jaringan,
dengan peneriksaan mikrospik langsung atau kultur biopsi jaringan. Pada
diagnosis dugaan, bila didapatkan tuberculosis paru aktif dengan penyakit
ileosekal.Pada pemeriksaan barium enema ditemukan penebalan dinding,
distorsi lekuk mukosa, ulserasi, stenosis, pseudopolip. Dengan
kolonoskopi ditemukan penyempitan lumen, dinding kolon kaku, ulserasi
dengan tepi irregular dan edematous.

Diagnosis banding
Penyakit Crohn, amebiasis, diverticulitis, dan karsinoma kolon.

Kompilkasi
Perdarahan, perforasi, obstruksi intestinal parsial yang selanjutnya
berkembang menjadi obstruksi total, terbentuk fistula, dan sindrom
malabsorbsi
Tata laksana
Menggunakan kombinasi 3 macam atau lebih obat anti tuberculosis.
Kadang-kadang perlu tindakan bedah untuk menghindari komplikasi.
Obat tuberculosis yang dipakai:
o INH 5-10 mg/KgBB atau 400 mg sekali sehari
o Etambutol 15-25 mg/KgBB atau 900-1200 mg sekali sehari
o Rimfampisin 10 mg/KgBB atau 450-600 mg sekali sehari
o Pirazinamid 25-35 mg/KgBB atau 1,5-2 g sekali sehari

2. Kolitis Pseudomembran

Definisi
Peradangan kolon akibat toksin, ditandai terbentuknya lapisan eksudatif
(pseudomembran) melekat di permukaan mukosa

Etiologi
Disebabkan toksin Clostridium difficle karena penggunaan antibiotik yang
menekan flora normal usus sehingga meningkatkan koloni C. difficle.

Epidemiologi
C. Difficle ditemukan di tinja 3-5% orang dewasa sehat tanpa kelainan
kolon. Penularan bisa secara kontak langsung lewat tangan atau makanan
minuman tercemar. Semua jenis antibiotik, kecuali aminoglikosida
intravena dapat menyebabkan colitis pseudomembran, namun paling
sering adalah ampisilin, klindamisin, dan sefalosporin.

Patogenesis
C. difficle mengeluarkan 2 toksin utama: toksin A dan toksin B. Toksin A
merupakan enterotoksin yang berpengaruh terhadap semua kelainan yang
terjadi. Sedangkan toksin B adalah sitotoksin dan tidak melekat pada
mukosa yang masih utuh.
Gejala klinis
Pasien biasanya mengalami diare cair disertai kram perut, diare 10-20 kali
sehari, mual, muntah, leukositosis. Temuan lain yaitu, nyeri tekan
abdomen bawah, edema, hipoalbuminemia, dan colitis ringan.

Komplikasi
Pada kasus berat, dapat terjadi komplikasi berupa dehidrasi, edema
anaserka, gangguan elektrolit, megakolon toksik, atau perforasi kolon.

Diagnosis
Ditemukan pasien diare selama atau setelah menggunakan antibiotic. Pada
pemeriksaan kolonoskopi ditemukan lesi berbentuk pseudomembran luas
warna kuning abu-abu, dan jika diambil dengan forsep biopsy terlihat
mukosa di bawahnya mengalami ulserasi. Menggunakan metode ELISA
untuk memeriksa terdapatnya toksin A.
Klasifikasi hasil biopsi gambaran histopatologi colitis pseudomembran:
Lesi Klasifikasi Histopatologi
Vulkano Tipe 1 Nekrosis epithelial fokal dengan PMN dan
fibrin tersebar dalam lumen
Glandular Tipe 2 Pelebaran kelenjar dengan PMN dan musin,
dilapisi pseudomembran, mukosa sekitar
tidak terkena
Nekrosis Tipe 3 Nekrosis mukosa total dengan mukosa
dilapisi pseudomembran tebal

Diagnosis banding
Diare akibat kuman pathogen lain, efek samping obat bukan antibiotic,
colitis non infeksi, dan sepsis intra abdominal

Tata laksana
Tindakan awal yaitu menghentikan antibiotic yang menjadi penyebab,
mengganggu peristaltic, dan mencegah penyeberan nosocomial. Kemudian
pemberian cairan dan elektrolit. pada colitis ringan sampai sedang
digunakan metronidazole dengan dosis peroral 250-500 mg 4 kali sehari
selama 7-10 hari. Pada kasus berat menggunakan vankomisin peroral dosis
125-500 mg 4 kali sehari selama 7-14 hari.

3. Kolitis Amebik (Amebiasis Kolon)

Definisi
Peradangan kolon yang disebabkan oleh protozoa Entamoeba histolytica.

Epidemiologi.
Prevalensi amebiasis diberbagai tempat sangat bervariasi,
diperkirakan 10% populasi terinfeksi. Prevalensi tertinggi di daerah tropis
(50-80%). Manusia merupakan host sekaligus reservoir utama.
Penularannya lewat kontaminasi tinja ke makanan dan minuman, dengan
perantara lalat, kecoak, kontak interpersonal atau lewat hubungan seksual
anal-oral. Sanitasi lingkungan yang jelek. Penduduk yang padat dan
kurangnya sanitasi individual mempermudah penularannya.
Pasien yang asimtomatik tanpa adanya invasi jaringan, hanya
mengeluarkan kista pada tinjanya. Kista tersebut dapat bertahan hidup di
luar tubuh manusia. Sedangkan pada pasien dengan infeksi amuba
akut/kronik yang invasif selain kista juga mengeluarkan trofozoit, namun
bentuk trofozoit tersebut tidak dapat bertahan lama diluar tubuh manusia.

Gejala klinis.
Gejala klinis pasien amebiasis sangat bervariasi, mulai dan
asimtomatik sampai berat dengan gejala klinis menyerupai kolitis ulseratif.
Beberapa jenis keadaan klinis pasien amebiasis adalah sebagai berikut :
1. Carrier: ameba tidak mengadakan invasi ke dinding usus, tanpa gejala atau hanya
keluhan ringan seperti kembung, flatulensi, obstipasi, kadang-kadang diare. Sembilan
puluh persen pasien sembuh sendiri dalam waktu satu tahun, sisanya (10 %)
berkembang menjadi kolitis ameba.
2. Disentri ameba ringan : kembung, nyeri perut ringan, demam ringan, diare ringan
dengan tinja berbau busuk serta bercampur darah dan lendir, keadaan umum pasien
baik.
3. Disentri ameba sedang : kram perut, demam, badan lemah, hepatomegali dengan
nyeri spontan.
4. Disenti ameba berat : diare disertai banyak darah, demam tinggi, mual, anemia.
5. Disentri ameba kronik : gejala menyerupai disentri ameba ringan diselingi dengan
periode normal tanpa gejala, berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-tahun,
neurasthenia, serangan diare biasanya timbul karena kelelahan, demam atau makanan
yang sukar dicerna.

Penatalaksanaan.
1. Karier asimtomatik diberi obat yang bekerja di lumen usus (luminalagents) antara
lain: Iodoquinol (diiodohidroxyquin) 650 mg tiga kali per hari selama 20 hari atau
Paromomycine 500 mg 3 kali sehari selama 10 hari.
2. Kolitis ameba akut diberi metronidazol 750 mg tiga kali sehari selama 5 – 10 hari,
ditambah dengan obat luminal tersebut di atas.
3. Amebiasis ekstraintestinal (misalnya : abses hati ameba) diberi metronidazol 750 mg
tiga kali sehari selama 5-10 hari ditambah dengan obat luminal tersebut diatas.
Penggunaan 2 macam atau lebih amebisidal ekstra intestinal tidak terbukti lebih
efektif dari satu macam obat.

4. Disentri Basiler (Shigellosis)

Definisi
Infeksi akut ileum terminalis dan kolon yang disebabkan oleh bakteri
genus Shigella

Epidemiologi.
Infeksi Shigella mudah terjadi di tempat pemukiman padat ,
sanitasi jelek, kurang air dan tingkat kebersihan perorangan yang rendah.
Di daerah endemik infeksi Shigella merupakan 10 – 15 % penyebab diare
pada anak. Sumber kuman Shigella yang alamiah adalah manusia
walaupun kera dan simpanse yang telah dipelihara dapat juga tertular.
Jumlah kuman untuk menimbulkan penyakit relative sedikit, yaitu berkisar
antara 10-100 kuman. Oleh karena itu sangat mudah terjadi penularan
secara fecal oral, baik secara kontak langsung maupun akibat makanan
dan minuman yang terkontaminasi.
Di daerah tropis termasuk Indonesia. Disentri biasanya
meningkat pada musim kemarau di mana S.flexnerii merupakan penyebab
infeksi terbanyak. Sedangkan di negera-negara Eropa dan Amerika Serikat
prevalensinya meningkat di musim dingin. Prevalensi infeksi oleh
S.flexnerii di negera tersebut telah menurun sehingga saat ini S.Sonnei
adalah yang terbanyak

Gejala klinis
Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Pada dasarnya
gejala klinis Shigeleosis bervariasi. Lama gejala rerata 7 hari pada orang
dewasa, namun dapat berlangsung sampai 4 minggu. Disentri basiler yang
tidak diobati dengan baik dan berlangsung lama gejalanya menyerupai
kolitis ulserosa. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, rasa
panas rektal, diare disertai demam yang bisa mencapai 40o C. selanjutnya
diare berkurang tetapi tinja masih mengandung darah dan lendir, tenesmus,
dan nafsu makan menurun. Pada anak-anak mungkin didapatkan demam
tinggi dengan atau tanpa kejang, delirium, nyeri kepala, kaku kuduk dan
letargi.
Pengidap pasca infeksi pada umumnya berlangsung kurang dari
4 minggu. Walaupun jarang terjadi telah dilaporkan adanya pengidap
Shigella yang mengeluarkan kuman bersama feses selama bertahun.
Pengidap kronik tersebut biasanya sembuh sendiri dan dapat mengalami
gejala shifellosis yang intermiten.

Penatalaksanaan
1. Mengatasi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Sebagian besar pasien
disentri dapat diatasi dengan rehidrasi oral. Pada pasien dengan diare berat, disertai
dehidrasi dan pasien yang muntah berlebihan sehingga tidak dapat dilakukan rehidrasi
oral harus dilakukan rehidrasi intravena.
2. Antibiotik. Keputusan penggunaan antibiotik sepenuhnya berdasarkan beratnya
penyakit yaitu pasien dengan gejala disentri sedang sampai berat, diare persisten serta
perlu diperhatikan pola sensitivitas kuman di daerah tersebut. Beberapa jenis
antibiotik yang dianjurkan adalah:
 Ampisilin 4 kali 500 mg per hari, atau
 Kontrimoksazol 2 kali 2 tablet per hari, atau
 Tetrasiklin 4 kali 500 mg per hari selama 5 hari
Dilaporkan bahwa pada daerah tertentu di Indonesia
kuman Shigella telah banyak yang resisten dengan antibiotik tersebut
diatas sehingga diperlukan antibiotik lain seperti golongan kuinolon
dan sefalosporin generasi III terutama pada pasien dengan gejala klinik
yang berat
3. Pengobatan simtomatik. Hindari obat yang dapat menghambat motilitas usus seperti
narkotika dan derivatnya, karena dapat mengurangi eliminasi bakteri dan
memprovokasi terjadinya megakolon toksik. Obat simtomatik yang lain diberikan
sesuai dengan keadaan pasien antara lain analgetik-antipiretik dan antikonvulasi.

5. Kolitis Escherichia coli (pathogen)

Definisi
Infeksi kolon oleh serotieEscherichia coli tertentu (O157:H7) yang
menyebabkan diare berdahak/tidak.

Epidemiologi.
Karena pemeriksaan laboratorium untuk E.Coli patogen jarang
dilakukan, maka angka kejadiannya tidak diketahui dengan pasti.
Diperkirakan di Amerika Serikat sekitar 21.000 orang terinfeksi setiap
tahunnya. Di Canada dan Amerika Serikat, E.Coli (O157:H7) lebih sering
diisolasi pada pasien diare dibandingkan dengan Shigella demikian juga
pada pasien diare kronik di Jakarta.
E.Coli patogen tersebut didapatkan pada usus ternak sehat
(sekitar 1%), penularan ke manusia sehingga menyebabkan KLB (kejadian
luar biasa/outbreak) adalah lewat daging yang terkontaminasi pada saat
penyembelihan, daging tersebut kemudian digiling dan kurang baik dalam
proses pemanasannya. Cara penularan lain adalah lewat air minum yang
tercemar, tempat berenang yang tercemar dan antar manusia.
Masa inkubasi rerata 3-4 hari, namun dapat terjadi antara 1 – 8
hari. E.Coli patogen dapat ditemukan pada pasien sampai 3 minggu setelah
sembuh namun tidak pernah ditemukan pada orang sehat (bukan flora
normal pada manusia).

Gejala klinis.
Manifestasi klinis enfeksi E.Coli patogen sangat bervariasi,
dapat berupa : infeksi asimtomatik, diare tanpa darah, diare berdarah
(hemorrhagic colitis), SHU, purpuratrombositopenik sampai kematian.
Gejala klinis adalah nyeri abdomen yang sangat (severe
abdominal cramp), diare yang kemudian diikuti diare berdarah dan
sebagian dari pasien disertai nausea (mual) dan vomiting (muntah). Pada
umumnya suhu tubuh pasien sedikit meningkat atau normal, sehingga
dapat dikelirukan sebagai kolitis non infeksi.
Pemeriksaan tinja pasien biasanya penuh dengan darah, namun sebagian
pasien tindak mengandung darah sama sekali.
Gejala biasanya membaik dalam seminggu, namun dapat pula
terjadi SHU (sekitar 6 % dari pasien) antara 2-12 hari dari onset diare.
SHU ditandai dengan anemia hemolitik mikroangiopatik, trombositopenia,
gagal ginjal dan gejala saraf sentral. Komplikasi neurologik berupa
kejang , koma, hemiparesis terjadi pada sekitar seperempat dari pasien
SHU. Prediktor keparahan SHU antara lain meningkatnya jumlah lekosit,
gejala gastrointestinal yang berat, cepat timbul anuria, usia di bawah 2
tahun. Mortalitas antara 3-5 %.

Penatalaksanaan.
Pengobatan infeksi E.Coli patogen tidak spesifik, terutama
pengobatan suportif dan simtomatik. Komplikasi SHU dilaporkan lebih
banyak terjadi pada pasien yang mendapat antibiotik dan obat yang
menghambat motilitas. Di samping itu pemberian kontrimoksazol
dilaporkan tidak mempunyai efek yang signifikan terhadap perjalanan
gejala gastrointestinal, ekskresi organisme dan komplikasi SHU.
B. Kolitis Non Infeksi

1.Kolitis Ulserosa

Epidemiologi
Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, akan tetapi lebih
seringdi negara-negara Barat. Di Indonesia aseperti di Negara-negaraAsia-
Afrika, kolitis ulserosa agak jarang.Akan tetapi akhir-akhirini lebihbanyak
kasus ditemukan.Mungkin hal ini disebabkankarena lebih banyak orang
yang pergi berobat ke dokter danfasilitas diagnostik sekarang sudah lebih
baik.Insidens kira-kira 3 - 6 per 100.000 tiap tahun pada orangBarat. Lebih
banyak ditemukan pada wanita daripada laki-laki.Dapat ditemukan pada
semua usia, akan tetapi lebih sering padausia dewasa muda. Di Indonesia
belum didapat angka-angka yangpasti.

Etiologi
Belum diketahui dengan pasti penyebab dari radang kolon ini.
- Faktor psikis :Sering didapat faktor-faktor psikis padakolitis ulserosa. Akan tetapi
banyak yang berpendapat bahwafaktor psikis lebih merupakan akibat daripada sebab
penyakit ini.
- Faktor Imunologi ;Terdapat kelainan-kelainan imunologik pada penderita kolitis
ulserosa. Akan tetapi para penyelidikbelum dapat membuktikan bahwa kelainan reaksi
immun merupakan peranan yang utama pada kolitis ulserosa.

Patofisiologi
Proses radang mulai di rektum sebagai radang yang difus, naik
ke bagian proksimal dan seluruh kolon dapat terkena. Ada infiltrasi sel-sel
polimorf, sel plasma dan eosinofil ke lamina propria, ada edema dan
pelebaran vaskuler, kelenjar-kelanjar ikut meradang dan terjadi abses-abses
di kripta-kripta Lieberkuhn.Kemudian terdapat destruksi kelenjar-kelenjar
dan ulserasi padaepitel.
Makroskopis mukosa kelihatan hiperemis secara difus
padakeadaan yang ringan dan kelihatan ulserasi pada keadaan yangsedang
dan berat.Dinding usus bisa menjadi tipis dan tidak jarang ini menyebabkan
perforasi.Pada waktu penyembuhan terjadi proses granulasi yang sering
berlebihan sehingga menyerupai suatu polip sehingga disebut pseudopolip.
Pada kasus yang menahun, usus akan menjadi lebih pendekdari
sering timbul penyempitan lumen, walaupun strikturajarang terjadi. Pada
sebagian kecil dari penderita, proses radanghanya terdapat pada rektum.

Gambaran Klinis
Secara klinis, keadaan penderita dapat berbeda-beda mulaiyang
ringan sampai yang berat.Biasanya serangan yang per-tama timbul secara
pelan-pelan dengan adanya diare dengantinja yang bercampur lendir dan
darah.Bila radang hanya direktum, penderita mengeluh mengenai obstipasi
dan perdarahan rektal.Sering ada nyeri di perut bagian kiri dan hilangsetelah
defekasi dan penderita mengeluh karena tenesmus.Nafsu makan berkurang,
berat badan menurun dan merasa lemah.
Pada beberapa penderita diare akut yang berdarah dapatdisertai
suatu kolitis yang berat dengan panas badan, anoreksia,mual dan
vomitus.Biasanya nyeri tekan pada tempat yang sakit.Pada penderita yang
sudah lama sakit, ada anemia.Pada penderita yangsakit berat, perutnya
membesar, meteoristis, nadi cepat danbadan panas.Berat badan biasanya
menurun.Selain kelainan-kelainan tersebut, terdapat pula kelainan pada
sendi-sendi (artritis), conjunctivitis, uveitis, stomatitis aphtosa,
eritemanodosum dan kadang-kadang pyoderma gangrenosum.Sebabdari
kelainan-kelainan sistemik ini yang terdapat di luarsaluran cerna, sampai
sekarang tidak diketahui.

Komplikasi
Komplikasi yang tidak jarang terjadi ialah suatu dilatasi akutdari
kolon pada penderita yang sakit berat, perdarahan banyakatau
perforasi.Komplikasi-komplikasi tersebut sangat membahayakan dan bisa
fatal bila tidak diambil tindakan yang tepat.
Penyakit yang menahun dapat menimbulkan tanda-tanda
obstruksi karena terjadinya striktura.Karsinoma kolon merupakan suatu
keganasan yang tidak jarang terdapat pada penderita kolitis ulserosa,
terutama pada mereka yang telah menderita lebih dari 10 tahun.Tumor
ganas tersebut dapat tumbuh disemua bagian dari kolon, terutama di
rektum.Displasia berat dianggap sebagai "carcinoma in-situ".

Diagnosa
Disampaing pemeriksaan anamnesa, pemeriksaan jasmani dan
laboratorium rutin, perlu diadakan pemeriksaan lain untuk membenarkan
diagnosa.
- Pemeriksaan radiologis.
Pemeriksaan dengan barium dapat membantu. Pada
dilatasi akut diperbolehkan pemeriksaan rontgen, akan tetapi tanpa
dipersiapkan dengan garam inggris atau castor oil. Dalam keadaan ini,
foto rontgen dibuat tanpa barium. Pada keadaan yang berat, para ahli
menyatakan bahwa pemeriksaan dengan barium masih dapat dilakukan
asal saja ahli radiologi mengetahui benar keadaan penderita dan zat
barium dimasukkan ke dalam usus dengan sangat hati-hati.
- Sigmoido-kolonoskopi.
Pemeriksaan endokopis diperlukan untuk menegakkan
diagnosa, terutama di Indonsia untuk membedakan dengan kolitis yang
disebabkan Shigella atau ameba. Selain dari itu endoskopi sangat
diperlukan untuk mengetahui adanya keganasan, terutama jika ada
kelainan polipoid. Biopsi pada endoskopi sangat menguntungkan.
Pernah saya membuat biopsi pada tepi ulkus dan pada pemeriksaan
PAditemukan adanya ameba histolitika, walaupun pemeriksaan tinja
selalu negatif. Biopsi juga dapat menemukan adanya displasia atau sel-
sel karsinoma.

Diagnosa Banding
Di Indonesia, pada penderita dengan feses yang dicampuri ingus
dan darah harus selalu difikirkan kemungkinan adanya kolitis yang
disebabkan ameba atau Shigella. Karena itu perlu diperiksa tinja secara teliti
dan berulangkali. Pemeriksaan rontgen dan endoskopi dapat membantu,
terutama endoskopi. Kolitis ulserosa juga harus dibedakan dengan kolitis
Crohn. Pada penyakit Crohn, kelainan juga terdapat pada ileum, malahan
juga pada saluran cerna bagian atas. Selain itu sering menimbulkan fistel-
fistel. Pada karsinoma kolon juga sering ada darah, kadang-kadang disertai
sedikit lendir pada feses.

Terapi
- Diit
Makanan sebaiknya mengandung banyak serat, akan tetapi tidak pedas
atau banyak mengandung lemak.
- Obat-obat
Obat antibiotik hanya diperlukan jika ada infeksi sekunder
dengan kuman-kuman. Kortikosteroid diperlukan pada serangan akut
tetapi untuk pengobatan jangka panjang untuk mencegah supaya tidak
kambuh tidak digunakan karena diperlukan dosis tinggi dan akan
menimbulkan efek sampingan. Pada penyakit yang ringan atau
sedang, kortikosteroid diberikan per os 20 mg - 40 mg sehari. Pada
kasus yang dengan cara per os tidak menunjukkan perbaikan, tidak
jarang ada perbaikan dengan kortikosteroid per enema, biasanya
diberikan tiap malam 150 mg hydrocortisone selama 10 hari dan
kemudian dilanjutkan dengan per os. Pada keadaan yang berat,
kortikosteroid harus diberikan secara intravena, selain itu keadaan
anemia, dehidrasi dan kehilangan elektrolit harus diperbaiki.
Salazopirin juga baik untuk kolitis ulserosa. Biasanya diberikan 2
gram sehari. Pada pengobatan jangka panjang perlu diperiksa
hemoglobin dan darah perifer. Salazopirin di dalam usus dipecah oleh
kuman-kuman menjadi asam 5-aminosalisilat dan sulfapyridine. Yang
mempunyai khasiat anti radang adalah komponen salicylat dan efek
sampingannya seperti rasa mual, muntah, kelainan kulit dan darah,
disebabkan oleh sulfapyridin. Akan tetapi Salazopyrin hanya dapat
dipakai untuk kasus yang ringan dan sedang saja dan untuk mencegah
kambuhnya serangan. Azathioprine merupakan suatu obat immuno-
suppressive, dan hasilnya dikatakan baik, akan tetapi sekarang banyak
laporan menunjukkan bahwa hasilnya mengecewakan, dianjurkan
pemakainya hanya untuk mereka yang tidak menunjukkan perbaikan
dengan pengobatan lain.
Metronidazole juga dicoba untuk pengobatankolitis
ulserosa dan ada yang melaporkan bahwa hasilnya mengembirakan
akan tetapi ini masih dalam taraf penyelidikan.
- Pembedahan.
Indikasi untuk operasi ialah:
o dilatasi toksik
o perforasi
o striktura
o perdarahan yang banyak bila tidak berhenti dengan tindakan konservatif.
o serangan akut yang tidak membaik dengan pengobatan intensif.
o kasus yang menahun di mana seluruh kolon terkena dan tidak menunjukkan kemajuan.
o carcinoma in-situ atau displasia berat
o karsinoma kolon
Jenis operasi yang paling baik ialah proktokolektomi total
dengan ileostomi. Jika kolektomi total saja yang dilakukan, di
kemudian hari penyakitnya pada rektum akan kambuh kembali.

Prognosa
Dengan adanya obat-obat yangdiuraikan di atas, perbaikan
hidrasi dan elektrolit, kemajuan dalam teknik operasi serta perawatan pasca-
bedah, prognosa kolitis ulserosa cukup baik. Walaupun sebagian kecil akan
mengalami serangan yang berulang-ulang.

2.Kolitis Crohn

Epidemiologi
Penyebaran penyakit ini sama dengan kolitis ulserosa. Banyak
ditemukan di Negara Barat dan sedikit di Negara Asia dan Afrika. Akan
tetapi akhir-akhir ini lebih banyak kasus Crohn ditemukan di Indonesia,
mungkin juga karena lebih banyak orang berobat ke dokter dan adanya
kemajuan di bidang teknik untuk diagnosa. Penyakit Crohn biasanya
terdapat pada dewasa muda dan lebih banyak pada wanita daripada laki-
laki.
Etiologi
Sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Terdapat faktor-
faktor auto-imun. Mungkin juga disebabkan oleh suatu RNA Virus kecil,
tetapi mengenai ini belum ada kepastian. Tidak jelas apakah faktor genetik
mempunyai peranan. Makanan yang tidak atau kurang mengandung serat
yang biasanya digemari di Negara Barat mempunyai peranan yang penting.
Mungkin ini pula yang menyebabkan bahwa penyakit Crohn tidak begitu
banyak ditemukan di Negara Asia dan Afrika di mana makanan lebih
banyak mengandung serat seperti sayur-mayur dan buah-buahan dan lain-
lain.

Patologi
Kolitis Crohn sebenarnya merupakan sebagian dari penyakit
Crohn yang lebih luas, yang biasanya terdapat pada ileum, malahan saluran
cerna bagian atas. Yang paling sering terkena ialah bagian ileum terminalis
dan caecum. Biasanya yang terkena pada beberapa segmen-segmen yang
terpisah-pisah (skip lesions).
Bagian-bagian diantaranya yang terkena penyakit, secara
makroskopis kelihatan normal, akan tetapi secara histologi dan biokemis
kelainan-kelainan terdapat di seluruh usus. Pada permulaan timbul luka-
luka aftoid dan kemudian menjadi luka-luka yang dalam, lambat laun
terdapat fisura, fibrosis dengan penebalan dinding usus. Dan sering terdapat
striktura dan fistulasi. Pada pemeriksaan histologis ditemukan peradangan
transmural, terutama di sub mukosa dan terdapat sel-sel limfosit, makrofag
dan sel plasma. Granulom-granulom tanpa perkijuan ditemukan pada lebih
dari 50% penderita-penderita penyakit ini.

Gambaran klinis
Para penderita mengeluh mengenai sakit perut yang berulang-
ulang, sering mendapat serangan diare, atau sebaliknya susah buang air
besar, kadang-kadang panas dan berat badan sering menurun. Perdarahan
per anum sering disebabkan radang pada kolon.
Komplikasi
Pada kasus yang menahun, timbul striktura yang menyebabkan
obstruksi, fistel-fistel antara usus dan usus kecil atau antara usus dan
kandung kemih atau fistel antara usus dan kulit. Di sekitar anus terdapat
fistel-fistel, fisur-fisur dan absesabses. Perdarahan yang banyak atau
perforasi jarang terjadi. Begitu pula jarang terjadi dilatasi akut. Karsinoma
kolon dulu diduga tidak begitu sering akan tetapi sekarang kasus. karsinoma
lebih sering ditemukan pada colitis Crohn.
Kadang-kadang timbul hiperoxaluria dan batu oxalat. Proses
radang dapat menjalar ke ureter yang menyebabkan pyelonefritis yang
berulang, stenosis pada ureter dan hidronefrosis.

Diagnosa
Pemeriksaan jasmani dan anamnesa perlu dilakukan dengan
teliti. Pemeriksaan laboratorium rutin perlu. LED dan C-reactive protein
biasanya meninggi dan kadar albumin dan kalium dalam darah rendah.
Tinja harus diperiksa untuk mengetahui adanya darah atau penyebab lain
dari radang usus. Temtama di Indonsia di mana ameba dan Shigella masih
sering ditemukan.
Pemeriksaan radiologis jangan hanya terbatas pada kolon saja
bila kemungkinan penyakit Crohn ada. Foto rontgen dari esofagus,
lambung, duodenum dan ileum perlu dibuat pula.
Pada ileitis terminalis sering terlihat "String sign of Cantor",
suatu gambar seperti benang pada foto dengan barium. Ini disebabkan
karena penebalan dinding ileum terminale, ehingga lumen menyempit.
Fistel-fistel juga akan nampak pada foto rontgen. Endoskopi dan biopsi
sangat membantu.

Diagnosa banding
Seperti pada kolitis ulserosa, di sinipun kemungkinan ameba
dan Shigella perlu disingkirkan dulu.Tuberkulosis pada kolon perlu
dipikirkan, karena tuberkulosis masih banyak terdapat di Indonesia.
Karsinoma kolon di Indonsia sekarang juga lebih banyak
ditemukanLimfoma malignum kadang-kadang terdapat di kolon. Kolitis
Crohn perlu dibedakan dengan kolitis ulserosa. Diagnosa "irritable colon"
hanya dapat dibuat bila penyakit penyakit lain sudah dapat disingkirkan.

Terapi
Pada dasarnya pengobatan medis-konservatif dengan diit dan obat-obat
lebih baik daripada pembedahan.
- Diit
:makanan sebaiknya lunak, tidak merangsang, rendah lemak dan tinggi
serat. Dahulu dianjurkan rendah serat, akan tetapi kemudian ternyata
bahwa tinggi serat lebih baik. Rendah serat hanya diberikan bila ada
steatorea atau ada striktura.
- Obat-obat
Kortikosteroid baik pada penyakit yang aktif. Dosis sama dengan
kolitis ulserosa. Salazopyrin juga baik untuk penyakit yang aktif akan
tetapi kurang memuaskan untuk pengobatan"maintenance".
Azathioprine dapat dicoba pada mereka yang tidak menunjukkan
perbaikan atau kambuh lagi dengan obat-obat lain. Metronidazole
dapat memberikan hasil yang baik bila ada sepsis. Laporan-laporan
yang terakhir menyebutkan hasil yang memuaskan pada kasus dengan
fistula. Fistula tersebut menutup setelah pengobatan dengan
metronidazole. Dahulu, adanya fistel merupakan indikasi untuk operasi
akan tetapi sekarang metronidazole merupakan alternatif yang lebih
baik.
- Pembedahan. Indikasi untuk pembedahan adalah :
kelainan-kelainan perianal
obstruksi.
bila ada perdarahan yang banyak.
adanya keganasan.
Bila pengobatan dengan obat-obat dan diit tidak memberikan
hasil yang baik.Pada pembedahan selalu dikerjakan suatu end-to-end
anastomosis dan reseksi harus dibatasi pada bagian yang perlu diangkat
saja. Tindakan bypass harus dihindari karena sering menimbulkan residif
dan disertai dengan timbulnya banyak kuman-kuman dan malabsorpsi. Tiap
tindakan pembedahan harus dilindungi oleh kortikosteroid.
Prognosa
Biasanya cukup baik dengan diit dan pengobatan. Akan tetapi
penyakitnya dapat sering kambuh kembali, sehingga sering diperlukan
pembedahan. Dan kira-kira separoh dari mereka yang dibedah, memerlukan
bedah ulangan di kemudian hari.

3. Kolitis Radiasi

Definisi
Peradangan dan kerusakan pada bagian bawah usus besar setelah
terpapar x-sinar atau radiasi pengion sebagai bagian dari terapi radiasi .
Radiasi proctitis paling sering terjadi setelah perawatan untuk kanker
seperti kanker leher rahim , kanker prostat , dan kanker usus besar . Radiasi
proctitis melibatkan lebih rendah usus , terutama kolon sigmoid dan rektum
.

Terapi
Menurut Cytopath Biopsi Patologi (Patologi CBL), obat untuk
terapi radiasi mengurangi gejala termasuk: mual, perdarahan dan diare.
Alternatif obat termasuk penghilang rasa sakit dan busa steroid yang
mengurangi iritasi. Lomotil, Pepto-Bismol dan Imodium AD semua obat
cocok untuk mengobati kolitis Anda.
Diet mengurangi gejala-gejala kolitis radiasi, juga dapat
mengurangi dosis obat. Minimalkan gejala Anda dengan mengkonsumsi
apel, pisang, roti putih, telur dan sayuran matang. Jika gejala memburuk
dan obat tidak membantu dokter mungkin menyarankan operasi. Menurut
CBL Patologi, sebuah reseksi kolon atau kolektomi adalah pilihan untuk
mengobati kolitis radiasi.

4. Kolitis Iskemik

Definisi
Kolitis iskemik adalah gangguan yang mengembangkan aliran ketika darah
ke suatu bagian dari usus besar (kolon). Hal ini dapat menyebabkan daerah
peradangan usus besar dan dalam beberapa kasus, kerusakan usus
permanen.

Etiologi
Pada beberapa orang, kolitis iskemik dapat disebabkan oleh atau
berhubungan dengan kondisi medis lainnya, termasuk:
 Radangan pembuluh darah (vaskulitis)
 Hernia, campur dengan arteri serta suplai darah vena ke usus
 Diabetes
 pembekuan darah (hiperkoagulasi)
 Kanker usus
 Aneurisma
 Dehidrasi

Gejala klinis
 Nyeri perut, nyeri atau kram, biasanya ke kiri bawah perut bisa tiba-tiba atau bertahap
 Darah berwarna merah dalam tinja atau mencret darah
 Diare
 Mual
 Muntah

Komplikasi
 Gangrene. kolitis iskemik bisa mengakibatkan kematian jaringan (gangren) di usus
besar. Gangren dapat berkembang setelah penurunan awal aliran darah ke usus besar
dan dapat mengakibatkan kematian jika tidak menerima pengobatan tepat waktu.
 Rupture dan bleeding. Iskemik juga dapat menyebabkan sebuah lubang (perforasi)
pada usus atau perdarahan persisten.
 Nyeri dan penyumbatan,Bahkan sebagai penyembuhan terjadi kolitis iskemik dapat
menyebabkan usus jaringan parut dan penyempitan. Hal ini dapat menyebabkan sakit
perut kronis dan penyumbatan.

Diagnosa
Kolonoskopi A dianggap uji definitif untuk mendiagnosa kolitis
iskemik. Dalam prosedur ini, tabung fleksibel dimasukkan ke dalam rektum
dan ke dalam usus besar. Sebuah kamera kecil di ujung lingkup
mengirimkan gambar usus ke layar video. Dokter akan dapat melihat
lapisan interior usus besar anda dan mendeteksi adanya jaringan inflamasi
dan bisul.
Kadang-kadang sebagai bagian dari kolonoskopi, dokter Anda
dapat menghapus sebuah sampel jaringan kecil (biopsi) dari usus besar
anda untuk analisis laboratorium. Pada kolitis iskemik, pembengkakan dan
perdarahan dapat hadir di bawah lapisan usus's (lapisan mukosa), dan dapat
dideteksi di laboratorium.
X-rays of the abdomen and pelvis dapat dilakukan dalam
kombinasi dengan enema barium. Dalam proses ini, bahan kontras (barium
cair) dimasukkan ke dalam usus besar melalui dubur Setelah usus besar
dilapisi dengan barium, radiolog mengambil gambar X-ray dari usus..
Gambar-gambar ini, yang dapat dilihat pada monitor video, dapat
mendeteksi kelainan-kelainan dalam usus besar dan membantu
membedakan kolitis iskemik dari kondisi peradangan lainnya.
USG menggunakan gelombang suara untuk menyediakan gambar
usus besar. Hal ini dapat membantu dalam mengesampingkan gangguan
lain, seperti penyakit inflamasi usus. Untuk prosedur, alat yang disebut
transduser yang memancarkan gelombang suara diperpanjang perut
Informasi yang ditangkap oleh transduser tersebut dikirim ke komputer
yang menghasilkan gambar.
Abdominal computerized tomography (CT) scans menggunakan
teknologi canggih X-ray untuk menghasilkan gambar penampang rinci usus
besar.Dokter mungkin dapat mendeteksi penebalan dinding usus besar di
scan.
Orang dengan kolitis iskemik mungkin memiliki peningkatan
jumlah sel darah putih (WBC) yang terjadi bila ada peradangan atau tubuh
memerangi infeksi.

Tata laksana
Sebagian hanya memerlukan pengobatan suportif saja, selain
itu memperbaiki kondisi kardiovaskular, hindari vasokonstriktor splanknik,
dekompresi nasogastric dan antibiotika sistemik. Indikasi opersai bila ada
peritonitis, sepsis, perdarahan dari ulkus dalam, obstruksi, dan bila penyakit
bertambah berat. Opersai yang optimal dengan melakukan reseksi segmen
iskemi dan mengangkat ujung usus yang tersisa.

5. Diare

Epidemiologi
Diare merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di
Amerika Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan
pasien pada ruang praktek dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia
data menunjukkan diare akut karena infeksi terdapat peringkat pertama s/d ke
empat pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit.
Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun
sedangkan di negara berkembang lebih dari itu. Di USA dengan penduduk sekitar
200 juta diperkirakan 99 juta episode diare akut pada dewasa terjadi setiap
tahunnya.WHO memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus diare akut setiap tahun
dengan mortalitas 3-4 juta pertahun.
Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta
episode diare pada orang dewasa per tahun.Dari laporan surveilan terpadu tahun
1989 jumlah kasus diare didapatkan 13,3 % di Puskesmas, di rumah sakit didapat
0,45% pada penderita rawat inap dan 0,05 % pasien rawat jalan. Penyebab utama
disentri di Indonesia adalah Shigella, Salmonela, Campylobacter jejuni,
Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica. Disentri berat umumnya disebabkan
oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh Shigella
flexneri, Salmonella dan Enteroinvasive E.coli ( EIEC).
Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati
pasien diare akut yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman
terkontaminasi, berpergian, penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS,
merupakan petunjuk penting dalam mengidentifikasi pasien beresiko tinggi untuk
diare infeksi.
Patofisiologi
Diare infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi
diare non inflamasi dan diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri
dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang
disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti
mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala
dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan
lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear.
Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan
diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen
biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi
cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada
pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit.
Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat
dibagi menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas.
Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan
osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare.
Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat
garam magnesium.
Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi
yang berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat
toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam
empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon
intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat
menyebabkan diare sekretorik.
Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik
usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi
bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory
bowel disease (IBD) atau akibat radiasi.
Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan
waktu tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis,
sindroma usus iritabel atau diabetes melitus.
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi
bakteri paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus
dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan
mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang
invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses. Pada
dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi
penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi
mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat
menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi
pertahanan mukosa usus.

Klasifikasi

1. Berdasarkan lama/waktu:

Akut
Diare dapat disebabkan oleh satu atau ebih patofisiologi sebagai berikut :
1) Osmolaritas intraluminal yang meninggi disebut diare osmotic.
Diare tipe ini disebabkan menngkatnya tekanan osmotic intralumen dari
usus halus yan disebabkan oleh obat-obatan atau zat kimia yang
hiperosmotik
2) Sekresi cairan dan elektrolit yang meninggi, disebut diare sekretori.
Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari
usus. Yag khas pada diare ni yaitu ditemukan diare dengan volume tija
yang banyak sekali. Diare ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan
puasa makan/minum. Penyebab dari diare tipe ini antara lain karena efe
enterotoksin pada infeksi Vibrio cholera, atau Escherchia Coli.
3) Malabsorbsi asam empedu,malasorbsi lemak.
Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi micelle
empdu dan penyakit saluran bilier dan hati.
4) Defek system pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit.
Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif
NA+ K+ ATP ase di enterost dan absorbsi NA+ dan air yang abnormal.
5) Motilitas dan waktu transit usus abnormal.
Diare tipe ini diseabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usu
sehingga menyebabkan absorbsi yang abnormal di usus halus.
6) Gangguan permeabilitas usus.
Diare tipe ini desibabkan permeabilitas usus yang abnormal disebabkan
karea adanya kelainan morfologimembran epite spesifik pada usus halus
7) Diare inflamatorik.
Diare tipe ini disebabkan adanya kerusakan mukosa usus karena proses
inflamasi, sehingga terjadi produksi mucus yang berlebihan dan eksudasi
air ke dalam lumen, gangguan absorbsi air-elektrolit.
8) Infeksi dinding usus disebut diare infeksi.
Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare . dari
sudutkelainan usus, diare oleh bakteri dibagi menjadi diare invasive
(merusak mukosa) dan non-invasif (tidak merusak mukosa).

Kronis
Adalah diare yang lebih dari 14 hari
Diagnosis
a. Anamnesis
Ditanyakan mengenai : Deskripsi dari diarenya (frekuensi, duasi,
konsistensi, volume, warna, serta hubungannya dengan makan atau
minum. Tanyakan pula gejala sistemik, riwayat bepergian, riwayat
pengobatan, dan fungsi seksualnya.
1. Jika feses besar, encer, seperti sup, maka ada kemungkinan ada makanan yang tidak
terdigesti dengan baik, dan kemungkinan besar ada masalah di intestinum tenue.
Biasanya disertai dengan nyeri pada periumbilikal, atau kuadran kanan bawah.
2. Jika feses berwarna coklat, mushy, dan terkadang bercampur mucus atau darah. Ada
perasaan terburu-buru dan tenesmus. Nyeri perut d bagian bawah, pelvis, atau sacral,
maka kemungknan ada yang tidak beres di kolon atau rektum.
3. Adanya darah di feses menandakan inflamasi, infeksi vascular, atau keganasan.
Adanya laukosit menunjukkan inflamasi mukosa.
4. Diare yang berhenti setelah puasa, menandakan diare osmotic. Diare yang bervolume
banyak meskipun puasa cenderung kea rah diare sekretorik.

Terapi
Kurangi kontak dengan orang lain untuk meminimalisir penularan. Sedangkan
penatalaksanaannya merupakan 3 elemen, yaitu:
a. Rehidrasi
b. Antibiotic
c. Terapi anti diare lanjutan

2. Berdasarkan patofisiologinya

Diare Osmotik
Diare osmotik dapat terjadi pada keadaan-keadaan berikut, yaitu:
 Keadaan intoleransi makanan
Situasi ini terjadi bila seseorang makan berbagai jenis makanan
dalam jumlah yang banyak sekaligus. Saat makanan tersebut masuk ke
usus halus dalam keadaan osmotik yang sangat tinggi dimana campur
aduknya berbagai jenis makanan tidak menguntungkan karena dapat
menimbulkan sekresi air yang berlebihan dan kenudia terjadi diare. Hal ini
terjadi karena kondisi hipertonik akibat kandungan disakarida yang
berlebihan.
 Waktu pengosongan lambung yang cepat
Dalam keadaan fisiologis, makanan yang masuk ke lambung selalu
dalam keadaan hipertonis, kemudian oleh lambung dicampur dengan
cairan lambung dan diaduk menjadi bahan yang isotonis atau hipotonis.
Pada pasien yang sudah mengalami gastrotektomi, piloroplasti, atau
gastroenterostomi, maka makanan yang masih hipertonis akan masuk ke
usus halus akibatnya akan timbul sekresi air dan elektrolit ke usus.
Keadaan ini mengakibatkan volume isi intestin yang bertambah dengan
tiba-tiba sehingga menimbulkan distensi usus. Kemudian mengakibatkan
diare berat disertai hipovolemi intravaskuler dan depresi.
 Sindrom malabsorpsi
Jika terjadi kerusakan pada mukosa, maka akan terjadi gangguan
proses absorpsi monosakarida dan oligosakarida yang terganggu yang akan
menimbulkan suasana hipertonis lalu timbullah diare.
 Defisiensi enzim pencernaan
Misalnya pada defisiensi enzyme laktase yang digunakan mencerna
disakarida laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. Jika terjadi defisiensi
laktase maka akan terjadi penumpukan disakarida yang akan
mengakibatkan keadaan hipertonis yang memancing sekresi air dan
akhirnya timbullah diare.
 Laksan osmotik
Misalnya magnesium sulfat yang bila diminum dapat menarik air
dari dinding usus ke lumen

Gambaran klinis
1. Ileum dan kolon masih mampu menyerap natrium karena Na diserap secara aktif.
Sehingga jika terjadi dehidrasi yang terjadi adalah dehidrasi hipokalemi
2. pH tinja menjadi bersifat asam akibat fermentasi karbohidrat oleh bakteri
3. diare akan berhenti jika pasien puasa
Diare Sekretotik
Adalah diare yang disebabkan jika usus kecil dan usus besar mengeluarkan
garam (terutama natrium klorida) dan air dalam tinja. Dan dapat pula
disebabkan oleh toksin tertentu seperti pada kolera yang bisa lebih dari 1
liter/hari dan diare infeksius lainnya. Bahan lainnya yang juga dapat
menyebabkan pengeluaran air dan garam adalah minyak kastor dan asam
empedu lalu tumor tertentu misal karsinoid, gastrinoma dan vipoma.
Diare Sekretori ditandai oleh volume feses yang besar oleh karena
abnormalitas cairan dan transport elektrolit yang tidak selalu berhubungan
dengan makanan yang dimakan. Diare ini biasanya menetap dengan puasa.
Pada keadaan ini tidak ada malabsorbsi larutan. Osmolalitas feses dapat
diukur dengan unsure ion normal tanpa adanya osmotic gap pada feses. Bisa
juga terjadi karena toxin dari bakteri yang akan menstimulasi c AMP dan
cGMP yang akan menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit.

Patofisiologi
Diare sekretorik disebabkan karena sekresi air dan elektrolit ke dalam
usus halus. Hal ini terjadi bila absorpsi natrium oleh vili gagal sedangkan
sekresi clorida di sel epitel berlangsung terus tau malah akan meningkat. Hasil
akhir adalah sekresi cairan yang mengakibatkan kehilangan air dan elektrolit
dari dalam tubuh menjadi tinja cair. Hal ini dapat megakibatkan dehidrasi.
Pengeluaran cairan ini juga dapat dirangsang oleh adanya toksin bakteri
seperti toksin E. coli dan vibrio colera atau virus yang dapat merangsang
mukosa.
Yang khas pada diare ini adalah diare dengan volume feses yaang banyak
sekali. Diare akan tipe ini akan tetap berlagsung walaupun dilakukan puasa
makan/minum. Hal ini menyebabkan terjadinya dehidrasi. Pada diare infeksi
perubahan ini terjadi karena adanya rangsangan pada mukosa usus oleh toksin
bakteri seperti toksin Escherichia coli dan Vibrio cholera 01 atau virus
(rotavirus).
Yang terjadi disini adalah sekresi air dan elektrolit ke dalam lumen
usus halus yang terjadi karena absorpsi Na oleh villi usus gagal sedangkan
sekresi Cl pada epitel usus terus terjadi dan mengalami peningkatan, proses ini
terus terjadi hingga akhirnya terjadi sekresi cairan yang berakibat hilangnya
air dan elektrolit dari tubuh bersama feses sebagai diare cair yang volumenya
besar dan dapat menimbulkan dehidrasi pada penderitanya.

Etiologi
- infeksi bekteri, virus, parasit
- hiperperistaltik usus yang disebabkan oleh bahan-bahan kimia, makanan ( pedas,
asam, keracunan makanan ), psikis
- defisiensi imun, terutama sekretori immunoglobulin A (SIgA) yang mengakibatkan
terjadi / bertambahnya flora normal usus dan jamur , terutama jamur Candida

Gambaran klinis
 Diare dalam jumlah yang sangat banyak
 Kadar elektrolit dalam tinja hampir sama dengan osmolaritasnya
 PH tinja normal
 Kehilangan natrium relatif lebih banyak daripada kehilangan kalium
 Diare tetap berlanjut hingga cairan dalam tubuh habis (diare tidak berhenti dengan
berpuasa)

3. Berdasarkan Volume
Diare Volume Kecil
Small Volume Dhiarrea tidak ditekankan berapa banyak jumlah
volume tinja yang keluar pada saat defekasi, tetapi lebih ditekankan
mekanisme patofisiologinya. Kolon yang merupakan reservoir utama sebagai
tempat penampungan sementara dan proses reabsorbsi air supaya feces yang
dikeluarkan tidak terlalu encer mengalami inflamasi. Akibatnya, proses
penyerapan air terganggu yang mengakibatkan feces dikeluarkan dalam
bentuk cair. Permasalahan terletak di mana sumber inflamasi pada kolon itu
berada. Small volume dhiarrea terjadi jika sumber inflamasi ada di kolon
distal, hal ini mempengaruhi kinerja kolon dalam proses penyaluran feces.
Feces bergerak dalam lumen kolon sedikit demi sedikit dan sering, hal ini
mengakibatkan penderita merasa sakit saat defekasi sehingga feces saat
dikeluarkan volumenya tampak sedikit namun sering.

Diare Volume Besar

Diare Osmotik
Diare osmotic terjadi jika cairan yang dicerna tidak seluruhnya
aiabsorbsi oleh usus halus akibat tekanan osmotic yang mendesak cairan
kedalam lumen intestinal.
Peningkatan volume cairan lumen tersebut meliputi kapasitas kolon
untuk reabsorbsi, nutrien dan obat sebagai cairan yang aggal dicerna dan
diabsorbsi. Pada umumnya penyebab diare osmotic adalah malabsorbsi lemak
atau karbohidrat. Malabsorbsi protein secara klinik sulit diketahui namun
dapat menyebabkan malnutrisi atau berakibat kepada defisiensi spesifik asam
amino.
Variasi kelainan ini dihubungkan dengan malabsorbsi dan maldigesti.
Maldigesti intraluminal terjadi oleh karena insufisiensi eksoktrin pancreas jika
kapasitas sekresi berkurang sampai 90%. Keadaan ini terjadi pada pankreatitis
kronik, obstruksi duktus pancreas, somastostaninoma, kolestasis dan bacterial
overgrowth.
Diare osmotic dapat terjadi akibat gangguan pencernaan kronik
terhadap makanan tertentu seperti buah,gula/manisan, permen karet,makanan
diet dan pemanis obat berupa karbohidrat yang tidak ddiabsorbsi seperti
sorbitol atau fruktosa. Kelainan congenital spesifik seperti tidak adanya
hidrolase karbohidrat atau defisiensi lactase pada laktosa intolerans dapat juga
menyebabkan diare kronik.
Malabsorbsi mukosa terjadi pada celiac sprue atau enteropati sensitive
glutein. Pasien dengan celiac sprue memiliki presentasi atipik yaitu gangguan
pertumbuhan, otot kecil, distensi abdomen, defisiensi besi, retardasi dan
anoreksia.
Pada tropical sprue ditandai dengan malabsorbsi dan perubahan
histologik usus halus berupa atrofi villus, hiperplasia kripta, kerusakan epitel
permukaan dan infiltrasi mononuclear ke lamina propria. Malabsorbsi
Intestinal (Whipp;e’s disease) disebabkan tropehyma whippeli, umumnya
terjadi pada usia dewasa. Manisfestasi berupa artralgia, demam,
menggigil,hipotensi,limfadenopati dan keterlibatan system saraf. A
betalipoproteinemia disebabkan karena tidak adanya Apo B akibat defek
formassi kilomikron. Pada anak-anak dengan kelainan ini ditandai dengan
steatore, sel darah merah akantositik,ataksia,pigmentosa retinitis. Steatore
disebabkan juga oleh Giardia,Isospora,Strogyloides dan kompleks
mycobacterium avium. Steatore yang disebabkan oleh obet terjadi kerusakan
pada enterosit misalnya kolkisine, neomisin dan paraaminosalisilic acid.
Limpangiektasia menyebabkan protein losing enterophaty dengan steatorea,
tetapi absorbsi karbohidrat tetap baik misalnya pada post mukosal obstruction
of lymphatic channels. Penyakit ini dapat congenital atau didapat misalnya
trauma,limfoma,karsinoma atau Penyakit whipple.
Reseksi Intestinal yang luas dapat menyebabkan short bowel syndrome
berupa steatore akibat tidak adekuatnya absorbsi, menurunnya transit time, dan
menurunnya pool garam empedu. Faktor lain yang mungkin mendukung diare
dan short bowel syndrome adalah efek osmotic cairan non absorbsi,
hipersekresi gaster dan beberapa penyebab dari pertumbuhan bakteri.1,4,6

Diare Sekretori
Diare Sekretori ditandai oleh volume feses yang besar oleh karena
abnormalita cairan dan transport elektrolit yang tidak selalu berhubungan
dengan makanan yang dimakan. Diare ini biasanya menetap dengan puasa.
Pada keadaan ini tidak ada malabsorbsi larutan. Osmolalitas feses dapat diukur
dengan unsure ion normal tanpa adanya osmotic gap pada feses.
Diare sekretori terjadi pada Carcinoid tumor traktus gastrointestinal
sebagai suatu : Sndrom Carcinoid yaitu : episodic flushing, telangiectatic skin
lesions, sianosis, pellagra like skin lesions, bronchospasm dan cardiac murmur
yang disebabkan right sided valvular lesions. Sindrom ini terjadi akibat
substans vasoaktif sebagai secretagogue poten intestinal, misalnya seratonin,
histamin, katekolamin, prostaglandin dan kinin. Sepertiga kasus diare ini
adalah Sindroma Zollinger Ellison dan simtom ini terjadi 10% kasus. Diare
terjadi karena sekresi dengan volume tinggi asam hidroklorik, maldigesti
lemak akibat inaktivasi lipase pancreas dan rendahnya pH asam empedu.
Pada adenoma pankreatik sel non beta, diare ini terjadi akibat sekresi
vasoaktif intestinal polypeptide(VIP) dihubungkan dengan Watery Diarrhea
Hypoklemia Achlorhydria (WDHA) yang sering terjadi diare massif,
akhlohidria, hipokalemia,hipomagnesemia,hiperkalsemia tanpa
hiperparatiroidisme. Beberapa kasus dijumpai adanya flushing,miopati atau
nefropati. Carcinoma Medular pada thyroid mungkin sekali menggambarkan
sindrom multiple neoplasia endokrin type II a dengan feokromositoma dan
hiperparatiroidisme. Diare ini dimediasi oleh kalsitonin yang dihasilkan oleh
tumor. Adanya diare pada medullari tumor menunjukkan suatu prognostic
yang buruk.
Mastosiosis Sistemik diare terjadi akibat mediasi histamin atau
amalabsorbsi yang disebabkan oleh infiltrasi mukosa intestinal oleh sel mast.
Diare yang disebabkan oleh Adenoma Villous pada rectum atau rektosigmoid
biasanya terjadi pada tumor yang besar dengan diameter 3-4 cm. Sering juga
disertai dengan hipokalemia.
Kolitis limfositik dan Kolitis kollagenous, karakteristik penyakit ini
ditandai lesi histologik berupa infiltrasi sel inflamasi dan limfosit
intraepithelial ke lamina propria dan adanya subepitelial kolagen band pada
colitis kolagen. Gambaran mukosa kolonoskopi normal.
Diare Sekretori berat dapat terjadi pada reseksi atau bypass dari ileum
distal sedikitnya 100 cm. Diare terjadi akibat stimulasi sekresi kolon oleh
garam empedu dihidroksi yang absorbsinya pada illeum terminal (diare
kolerik). Dengan mencegah kontraksi kandung empedu dan membawa
sejumlah besar empedu ke intestine melalui puasa dapat mengeliminasi diare
ini. Jika lebih dari 100 cm direksesi, sintesis hepatic tidak dapat
mempertahankan pool asam empedu intraluminal secara memadai daan
steatore terjadi. Asam empedu yang menyebabkan diare dapat terjadi sesudah
kolisistektomi karena kehilangan kapasitas penyimpanan dari kandung
empedu.
Kasus yang jarang adalah malabsorbsi primer asam empedu idiopatik
(primer) dari Illeium terminal. Terjadinya diare sekretorik ini dapat
diterangkan. Transit usus halus yang cepat meningkatkan asam empedu kolon.
Kejadian ini dapat juga terjadi pada diare post vogotomi pada 30% pasien
yang menjalani prosedur drainase vagotomi trunkal untuk ulkus peptikum.
Diare ini berkurang pada vogotomi gaster proksimal.1’4-6

4. Berdasarkan etiologinya
Infeksi:
 Bakteri
Invasive : Shigella, salmonella, yersinia, campylobacter, E.coli
Non invasive : Escherichia coli, Vibrio cholera, streptococcus aureus,
staphylococcus, klebsiella, Clostridium perfringens,
Bacillus aureus

Infeksi bakteri secara umum:


1) Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui rute gastrointestinal.
2) Sesampainya di lambung, bakteri akan dibunuh oleh asam lambung, tetapi apabila
jumlah bakteri cukup banyak, ada bakteri yang dapat lolos sampai ke dalam
duodenum.
3) Di dalam duodenum,bakteri akan berkembang biak sehingga jumlahnya mencapai 100
juta koloni atau lebih per mililiter cairan usus halus.
4) Dengan memproduksi enzim mucinase, bakteri akan mencairkan lapisan lender
dengan menutupi permukaan sel epitel mukosa usus sehingga bakteri dapat masuk ke
dalam membran sel epitel mukosa.

Ada dua cara bergantung pada bakteri apa yang menginfeksi:


1) Bakteri langsung menginvasi sel epitel mukosa usus sehingga sel epitel rusak,
terbuka, dan lepas.
2) Bakteri mengeluarkan toksin yang menyebabkan ATPcAMP. cAMP merangsang
sekresi cairan usus tanpa menimbulkan kerusakan sel epitel usus. Cairan ini
menyebabkan dinding usus akan mengadakan kontraksi sehingga terjadi
hipermotilitas untuk mengalirkan cairan ke bawah atau ke usus besar. Tetapi, ada pula
bakteri yang mampu melakukan kedua infeksi tersebut. Melalui jalur mana pun
bakteri menginfeksi, akan menyebabkan gangguan sehingga kerja usus halus maupun
usus besar abnormaldiare. Diare ada yang bercampur lendir dan darahdisentri.

Infeksi bakteri bila ditinjau secara khusus:


Tiga cara umum penginfeksian bakteri:
1) Kemampuan untuk menempel pada dinding mukosa usus. Untuk dapat menyebabkan
penyakit, suatu bakteri harus mempunyai kemampuan untuk melekat pada dinding
mukosa usus. Sebab, jika tidak, bakteri akan terbawa bersama aliran darah. Perlekatan
ini dibantu oleh adhesins(protein yang diekspresikan pada permukaan organisme).
2) Kemampuan untuk mensekresikan enterotoksin. Organisme yang bersifat
enterotoksigenik memproduksi polipeptida yang menyebabkan diare. Polipeptida itu
sendiri telah memiliki sifat sekresi sehingga memicu tubuh untuk menyeksresinya.
Toksin akan disekresikan tanpa menyerang sel mukosa usus.
Misal:Enterotoxigenic Escherichia coli menyebabkan traveler’s
diarrhea,Enterohemorrhagic Escherichia coli yang menyekresikan
Shiga toxin. Shiga toxin dalam bentuk sitotoksin menyebabkan nekrosis
sel epitel.
3) Kemampuan untuk menginvasi.
Contohnya Shigella dysentry yang menyebabkan kerusakan yang fatal
pada sel epitel.

Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman


enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa
kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin.
Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk
dapat mengatasi pertahanan mukosa usus.
Adhesi
Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur
polimer fimbria atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan
sel epitel. Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut juga sebagai
colonization factor antigen (CFA) yang lebih sering ditemukan pada
enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli (ETEC)
Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic
E.coli (EPEC), yang melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF),
menyebabkan perubahan konsentrasi kalsium intraselluler dan arsitektur
sitoskleton di bawah membran mikrovilus. Invasi intraselluler yang ekstensif
tidak terlihat pada infeksi EPEC ini dan diare terjadi akibat shiga like toksin.
Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang
terlihat pada jenis kuman enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau
EHEC.
Invasi
Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel
epitel usus. Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar
ke sel epitel sekitarnya. Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan
reaksi inflamasi serta kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat
dilepaskannya mediator seperti leukotrien, interleukin, kinin, dan zat vasoaktif
lain. Kuman Shigella juga memproduksi toksin shiga yang menimbulkan
kerusakan sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik seperti
demam, nyeri perut, rasa lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat
invasif misalnya Salmonella.
Sitotoksin
Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh
Shigella dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan
sitotoksin adalah Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang
dapat menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman
EPEC serta V. Parahemolyticus.
Enterotoksin
Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin
(CT) yang secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus.
Toksin kolera terdiri dari satu subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan
merangsang aktivitas adenil siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP
intraseluler sehingga terjadi inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus
serta peningkatan sekresi klorida dan HCO3 pada sel kripta mukosa usus.
ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya
sama dengan CT serta heat Stabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar
cGMP selular, mengaktifkan protein kinase, fosforilasi protein membran
mikrovili, membuka kanal dan mengaktifkan sekresi klorida.
Peranan Enteric Nervous System (ENS)
Berbagai penelitian menunjukkan peranan refleks neural yang
melibatkan reseptor neural 5-HT pada saraf sensorik aferen, interneuron
kolinergik di pleksus mienterikus, neuron nitrergik serta neuron sekretori
VIPergik.
Efek sekretorik toksin enterik CT, LT, ST paling tidak sebagian
melibatkan refleks neural ENS. Penelitian menunjukkan keterlibatan neuron
sensorik aferen kolinergik, interneuron pleksus mienterikus, dan neuron
sekretorik tipe 1 VIPergik. CT juga menyebabkan pelepasan berbagai
sekretagok seperti 5-HT, neurotensin, dan prostaglandin. Hal ini membuka
kemungkinan penggunaan obat antidiare yang bekerja pada ENS selain yang
bersifat antisekretorik pada enterosit.

a. Shigella spp.
Morfologi: berbentuk batang, gram negatif, ukuran 0,5-0,7 μm x 2-3 μm,
tidak berflagel.
Spesies yang sering menyerang manusia: Shigella dysentriae,
Shigella sonnei, Shigella flexneri.
Patogenesis:
– Menghasilkan toksin LT.
– Bakteri ini mampu menginvasi ke epitel sel mukosa usus halus,
berkembang biak di daerah invasi tersebut.
– Lalu, mengeluarkan toksin yang merangsang terjadinya perubahan system
enzim di dalam sel mukosa usus halus(adenil siklase).
– Akibat invasi bakteri ini, terjadi infiltrasi sel-sel polimorfonuklear dan
menyebabkan matinya sel-sel epitel tersebut, sehingga terjadi tukak-tukak
kecil di daerah invasi.
– Akibatnya, sel-sel darah merah dan plasma protein keluar dari sel dan
masuk ke lumen usus dan akhirnya keluar bersama tinjatinja bercampur
lendir dan darah.

b. Salmonella spp.
Morfologi: berbentuk batang, gram negatif, ukuran 1-3,5 μm x 0,5-
0,8 μm, tidak berspora, motil dengan flagel peritrik.
Spesies yang menyebabkan diare pada manusia: Salmonella enteritis.
Patogenesis:
– Menghasilkan toksin LT.
– Invasi ke sel mukosa usus halus.
– Tanpa berproliferasi dan tidak menghancurkan sel epitel.
– Bakteri ini langsung masuk ke lamina propria yang kemudian
menyebabkan infiltrasi sel-sel radang.
c. Campylobacter jejuni
Morfologi: berbentuk koma, gram negatif, motil dengan flagel
lofotrik, nonspora.
Patogenesis:
– Menghasilkan toksin ST
– Bakteri ini menginvasi dinding usus halus dan bisa masuk ke dalam
aliran darah usus halus.
– Menyebabkan inflamasi pada mukosa.
– Jonjot usus halus memendek dan melebar.
– Toksin akan menyebabkan nekrosis hemorhagik.

d. Yersinia enterocolitica
Morfologi: berbentuk batang pendek, gram negatif
Patogenesis:
– Menghasilkan toksin ST.
– Invasi ke dalam mukosa usus, membentuk plasmid perantara, dan
menyekresikan toksin ST dan mengaktifkan kerja enzim adenilat siklase.
– Sering menimbulkan gejala sistemik.

e. Staphylococcus aureus
Morfologi: berbentuk coccus, gram positif, diameter berkisar 0,8-1
μm, tidak berspora, non motil.
Patogenesis:
– Menghasilkan 4 macam toksin ST(toksin A/B/C/D)
– Toksin dapat merusak mukosa usus dan menimbulkan diare. Toksin B
juga dapat menyebabkan sekresi air dan elektrolit pada usus halus.
Keracunan makanan karena stafilokokkus disebabkan asupan
makanan yang mengandung toksin stafilokokkus, yang terdapat pada
makanan yang tidak tepat cara pengawetannya. Enterotoksin
stafilokokus stabil terhadap panas.
Gejala terjadi dalam waktu 1 – 6 jam setelah asupan makanan
terkontaminasi. Sekitar 75 % pasien mengalami mual, muntah, dan
nyeri abdomen, yang kemudian diikuti diare sebanyak 68 %. Demam
sangat jarang terjadi. Lekositosis perifer jarang terjadi, dan sel darah
putih tidak terdapat pada pulasan feses. Masa berlangsungnya penyakit
kurang dari 24 jam.
Diagnosis ditegakkan dengan biakan S. aureus dari makanan
yang terkontaminasi, atau dari kotoran dan muntahan pasien.
Terapi dengan hidrasi oral dan antiemetik. Tidak ada peranan
antibiotik dalam mengeradikasi stafilokokus dari makanan yang ditelan.

f. Clostridium perfringens
Morfologi: berbentuk batang, gram positif.
Spesies penyebab diare: Clostridium botulinum, Clostridium perfrigens.
Patogenesis:
– Menghasilkan toksin LT
– Toksin merangsang enzim adenilat siklase pada dinding usus
yangmengakibatkan bertambahnya konsentrasi cAMP sehingga hipersekresi
air dan klorida dalam usus.
– Hal ini mengakibatkan reabsorpsi Na terhambat.
C perfringens adalah bakteri batang gram positip, anaerob,
membentuk spora. Bakteri ini sering menyebabkan keracunan makanan
akibat dari enterotoksin dan biasanya sembuh sendiri . Gejala berlangsung
setelah 8 – 24 jam setelah asupan produk-produk daging yang
terkontaminasi, diare cair dan nyeri epigastrium, kemudian diikuti dengan
mual, dan muntah. Demam jarang terjadi. Gejala ini akan berakhir dalam
waktu 24 jam.
Pemeriksaan mikrobiologis bahan makanan dengan isolasi lebih dari
105 organisma per gram makanan, menegakkan diagnosa keracunan
makanan C perfringens . Pulasan cairan fekal menunjukkan tidak adanya
sel polimorfonuklear, pemeriksaan laboratorium lainnya tidak diperlukan.
Terapi dengan rehidrasi oral dan antiemetik.

g. Vibrio cholerae
Morfologi: Bentuk batang, gram negatif berbentuk koma dengan
panjang 2-4 μm, membentuk koloni konveks, halus, dan
bundar.
Patogenesis:
– Bakteri tertelan dan masuk ke usus halus
– Multipikasi dalam usus halus
– Menghasilkan enterotoksin kolera yang mempengaruhi
ATPcAMPpeningkatan sekresi ion Cl ke lumen usus.
– Hipersekresi akibat toksin.
– Feses seperti air cucian beras.

V cholerae adalah bakteri batang gram-negatif, berbentuk koma dan


menyebabkan diare yang menimbulkan dehidrasi berat, kematian dapat
terjadi setelah 3 – 4 jam pada pasien yang tidak dirawat. Toksin kolera
dapat mempengaruhi transport cairan pada usus halus dengan
meningkatkan cAMP, sekresi, dan menghambat absorpsi cairan.
Penyebaran kolera dari makanan dan air yang terkontaminasi.
Gejala awal adalah distensi abdomen dan muntah, yang secara cepat
menjadi diare berat, diare seperti air cucian beras. Pasien kekurangan
elektrolit dan volume darah. Demam ringan dapat terjadi.
Kimia darah terjadi penurunan elektrolit dan cairan dan harus segera
digantikan yang sesuai. Kalium dan bikarbonat hilang dalam jumlah yang
signifikan, dan penggantian yang tepat harus diperhatikan. Biakan feses
dapat ditemukan V.cholerae.
Target utama terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang
agresif. Kebanyakan kasus dapat diterapi dengan cairan oral. Kasus yang
parah memerlukan cairan intravena.
Antibiotik dapat mengurangi volume dan masa berlangsungnya
diare. Tetrasiklin 500 mg tiga kali sehari selama 3 hari, atau doksisiklin 300
mg sebagai dosis tunggal, merupakan pilihan pengobatan. Perbaikan yang
agresif pada kehilangan cairan menurunkan angka kematian ( biasanya < 1
%). Vaksin kolera oral memberikan efikasi lebih tinggi dibandingkan
dengan vaksin parenteral.

h. Escherichia coli patogen


Morfologi: berbentuk batang pendek(kokobasil), gram negatif, ukuran
0,4-0,7 μm x 1,4 μm, sebagian motil dan berkapsul.
Cara penyerangan: endotoksin yang dibentuk(toksin LT, termolabil dan
toksin ST, termostabil) dan kemampuan melekat pada usus halus.
Perlekatan denganperantara plasmid yang merupkan ciri khasnya.
Ada 5 strain penyebab diare:
1. Enteropathogenic E.coli(EPEC)
– Terutama menyerang bayi dan anak-anak.
– Pada usus halus, bakteri ini membentuk koloni dan akan menyerang
vilisehingga penyerapan terganggu.
2. Enterotoxigenic E.coli(ETEC)
– Patogenesis hampir sama dengan kolera.
– Penyerangan dengan menghasilkan toksin, ada yang memiliki toksin
LT saja,ST saja ataupun keduanya.
– Bakteri ini melekat pada sel mukosa usus halus dan menyeksresikan
toksin.
3. Enteroinvasive E.coli(EIEC)
– Patogenesis hampir sama dengan Shigella spp.
– Bakteri ini menembus sel mukosa usus besar dan menimbulkan
kerusakanjaringan mukosa sehingga lapisan mukosa terlepas.
4. Enterohaemmoragic E.coli(EHEC)
– Memproduksi toksin Shiga, sehingga disebut juga Shiga-toxin
producingstrain(STEC).
– Toksin merusak sel endotel pembuluh darah, terjadi pendarahan
yangkemudian masuk ke dalam usus.
5. Enteroaggregative E.coli(EAEC)
– Bakteri ini melekat pada sel mukosa usus halus dan menghasilkan
enterotoksindan sitotoksin sehingga mukosa rusak dan mukus keluar
bersamadiare.

E. coli patogen adalah penyebab utama diare pada pelancong. Mekanisme


patogen yang melalui enterotoksin dan invasi mukosa. Ada beberapa agen
penting, yaitu :
1 Enterotoxigenic E. coli (ETEC).
2 Enterophatogenic E. coli (EPEC).
3 Enteroadherent E. coli (EAEC).
4 Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)
5 Enteroinvasive E. Coli (EIEC)

Kebanyakan pasien dengan ETEC, EPEC, atau EAEC mengalami


gejala ringan yang terdiri dari diare cair, mual, dan kejang abdomen. Diare
berat jarang terjadi, dimana pasien melakukan BAB lima kali atau kurang
dalam waktu 24 jam. Lamanya penyakit ini rata-rata 5 hari. Demam
timbul pada kurang dari 1/3 pasien. Feses berlendir tetapi sangat jarang
terdapat sel darah merah atau sel darah putih. Lekositosis sangat jarang
terjadi. ETEC, EAEC, dan EPEC merupakan penyakit self limited, dengan
tidak ada gejala sisa.
Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang spesifik untuk E coli,
lekosit feses jarang ditemui, kultur feses negatif dan tidak ada lekositosis.
EPEC dan EHEC dapat diisolasi dari kultur, dan pemeriksaan aglutinasi
latex khusus untuk EHEC tipe O157.
Terapi dengan memberikan rehidrasi yang adekuat. Antidiare
dihindari pada penyakit yang parah. ETEC berespon baik terhadap
trimetoprim-sulfametoksazole atau kuinolon yang diberikan selama 3 hari.
Pemberian antimikroba belum diketahui akan mempersingkat penyakit
pada diare EPEC dan diare EAEC. Antibiotik harus dihindari pada diare
yang berhubungan dengan EHEC.

i. Bacillus cereus
B. cereus adalah bakteri batang gram positip, aerobik, membentuk
spora. Enterotoksin dari B. cereus menyebabkan gejala muntah dan diare,
dengan gejala muntah lebih dominan.
Gejala dapat ditemukan pada 1 – 6 jam setelah asupan makanan
terkontaminasi, dan masa berlangsungnya penyakit kurang dari 24 jam.
Gejala akut mual, muntah, dan nyeri abdomen, yang seringkali berakhir
setelah 10 jam. Gejala diare terjadi pada 8 – 16 jam setelah asupan makanan
terkontaminasi dengan gejala diare cair dan kejang abdomen. Mual dan
muntah jarang terjadi. Terapi dengan rehidrasi oral dan antiemetik.

 Virus
Invasive :CMV, adenovirus, HIV, polio
Non invasive :rotavirus

Virus yang menjadi etiologi diare akut antara lain Rotavirus,


Adenovirus, cytomegalovirus (CMV), virus HIV, polio virus.

a. Rotavirus

Rotavirus adalah family dari reovirus yang punya ciri-ciri penting:

 Virion: Ikosahedral, diameternya 60-80 nm, kulit kapsid ganda

 Komposisi: RNA (15%), protein (85%)

 Genom: RNA untai ganda, linier, bersegmen (10-12 segmen), bobot molekul
keseluruhan 12-15 juta.

 Protein: Sembilan protein struktur, inti mengandung beberapa enzim.

 Selubung: tak ada. (selubung semu sementara terdapat selama morfogenesis partikel
rotavirus)

 Replikasi: sitoplasma; virion tidak seluruhnya tak berselubung


 Karakteristik yang menonjol: penyusunan ulang genetik terjadi dengan mudah.
Rotavirus adalah penyebab utama diare anak-anak; model baik untuk penelitian
molekuler pathogenesis virus.

Patogenesis

Rotavirus menginfeksi sel-sel dalam villi usus kecil/ halus


(ditambah mukosa lambung dan usus besar). Mereka berkembang biak
dalam sitoplasma sel-sel usus (sitoplasma eritrosit) dan merusak
mekanisme transportnya. Salah satu protein yang dikode rotavirus yaitu
NSP4, adalah suatu enterotoksin virus dan merangsang sekresi dengan
memicu suatu sinyal jalan pintas transduksi. Sel-sel yang rusak terkelupas
masuk ke dalam lumen usus dan melepaskan virus dalam jumlah yang
besar yang dapat tampak di feses (lebih dari 10 partikel/gram feses).

Ekskresi virus biasanya berakhir 2-12 hari dengan kata lain pasien
sehat, tetapi bisa berkepanjangan pada pasien dengan nutrisi buruk. Diare
yang disebabkan oleh rotavirus bisa terjadi karena kelemahan absorpsi
natrium dan glukosa karena kerusakan sel-sel pada vili yang digantikan
oleh sel-sel yang tersembunyi yang immature (sel kriptus yang tidak
menyerap dan belum matang) dan tidak dapat mengabsorpsi. Bisa
memakan waktu 3-8 minggu untuk kembali ke fungsi normal.

Rotavirus adalah penyebab sebagian besar diare pada bayi dan


anak-anak, tetapi tidak pada orang dewasa. Masa inkubasinya 1-4 hari.
Gejala yang khas antara lain diare, demam, nyeri perut, dan muntah-
muntah diikuti dehidrasi.

Pada bayi dan anak-anak, kehilangan banyak elektrolit dan cairan


bisa fatal jika tidak diobati. Pasien dengan kasus yang lebih ringan
mempunyai gejala selama 3-8 minggu dan kemudian sembuh sempurna.
Bisa terjadi infeksi asimptomatik dengan serokonversi. Infeksi saluran
pencernaan yang disebabkan suatu virus yang disebut rotavirusakan
menyebabkan diare yang encer.

Diagnosis laboratorium berdasar pada adanya virus dalam feses


yang dikumpulkan pada awal penyakit dan pada saat kenaikan titer
antibodi. Virus dalam feses ditunjukkan melalui IEM, imunodifusi, atau
ELISA. Tes serologi dapat digunakan untuk mendeteksi suatu kenaikan
titer antibodi, terutama ELISA.

Imunitas

Infeksi rotavirus biasanya dominan selama musim dingin. Infeksi


bergejala paling sering terjadi pada anak-anak antara umur 6 bulan sampai
2 tahun, dan penularan tampaknya terjadi melalui jalan fekal-oral.

Faktor imun setempat, seperti IgA sekresi atau interferon, penting


dalam perlindungan terhadap infeksi rotavirus. Dengan kata lain, infeksi
ulang pada saat terdapat antibodi sirkulasi dapat mencerminkan adanya
serotipe virus yang banyak. Infeksi asimtomatis sering pada bayi kurang
dari 6 bulan, waktu dimana selama itu antibodi maternal yang didapat
secara pasif oleh bayi baru lahir seharusnya ada. Infeksi neonatal demikian
tidak mencegah infeksi ulang, tetapi dapat melindungi dari bertambah
beratnya penyakit selama infeksi ulang.

Tata laksana

Penatalaksanaan terdiri dari penggantian cairan dan pengembalian


keseimbangan elektrolit secara intravena atau peroral, sebagaimana yang
bisa dilakukan. Dipandang dari segi penularan melalui jalan fekal-oral,
penata-laksanaan air buangan dan sanitasi merupakan ukuran pengendalian
yang berarti.

b. Adenovirus

Adalah virus yang dapat bereplikasi dan menyebabkan penyakit


pada mata, respiratory tract, GIT, dan saluran kemih. Infeksi adenovirus
umumnya bersifat subklinis, dan virus dapat menetap pada inang selama
berbulan-bulan. Sekitar sepertiga dari 47 serotipe adenovirus yang
terdapat pada manusia diketahui dapat menyebabkan penyakit.

Sifat-sifat penting adenovirus, antara lain:


 Virion: Ikosahedral, berdiameter 80-110 nm, 252 kapsomer, serabut mencuat dari tiap
puncak segitiga

 Komposisi: DNA (13%), protein (87%)

 Genom: DNA untai ganda, linier, BM 20-30 juta, protein terikat pada ujung, infeksius

 Protein: Antigen penting (heksona, dasar pentona, serabut) berhubungan dengan


protein-protein kapsid terluar

 Selubung: tidak ada

 Replikasi: Inti (nukleus)

 Karakter menonjol: model yang baik untuk mempelajari proses molekuler sel
eukariota

Patogenesis

Banyak adenovirus yang bereplikasi di dalam sel usus dan dapat


ditemukan dalam tinja, tetapi adanya jenis yang biasa ini tidak
berhubungan dengan penyakit saluran pencernaan. Walaupun demikian,
serotype 40 dan 41 secara etiologi berhubungan dengan gastroenteritis
pada anak-anak. Adenovirus enteric ini ditemukan pada tinja, namun sulit
dibiakkandan dapat dideteksi dengan mikroskopelektron atau asai yang
berdasarkan antigen.Beberapa intususepsi pada anak-anak dianggap
berasal dari adenovirus kelompok C.

Sekitar sepertiga dari serotipe manusia yang diketahui umumnya


menyebabkan penyakit pada manusia. Serotipe tunggal dapat
menyebabkan penyakit yang berbeda, dan sebaliknya, penyakit yang sama
dapat disebabkan oleh lebih dari satu tipe. Adenovirus 1-7 adalah tipe yang
paling sering di seluruh dunia dan menimbulkan keadaan yang mendesak
pada penyakit-penyakit yang disebabkan oleh adenovirus. Adenovirus
menyebabkan sekitar 5% penyakit pernapasan akut pada anak-anak, tetapi
sangat sedikit pada orang dewasa. Kadang-kadang adenovirus
menyebabkan penyakit pada organ lain, khususnya mata dan saluran
pencernaan.
Imunitas

Adenovirus merangsang imunitas secara efektif dan jangka panjang


dalam melawan infeksi ulang. Ini bisa mencerminkan fakta bahwa
adenovirus juga menginfeksi limfonodi regional dalam sel-sel limfonodi
dalam saluran pencernaan. Resistensi pada penyakit klinis tampaknya
langsung berkaitan dengan adanya antibodi penetralisir yang bersirkulasi,
yang mungkin menetap seumur hidup. Antibodi maternal biasanya
melindungi bayi terhadap infeksi berat pada pernapasan aleh adenovirus.
Antibodi penetralisir melawan satu atau lebih tipe, telah terdeteksi pada
lebih dari 50% bayi berusia 6-11 bulan.

Diagnosis laboratorium

a. Isolasi dan Identifikasi virus

Sempel-sempel seharusnya dikumpulkan dari tempat yang


terjangkit pada awal penyakit untuk mendapatkan isolasi virus yang
optimal. Tergantung penyakit klinisnya, virus dapat diambil dari feses,
urine, tenggorokan, konjungtiva, atau rectal swab.

b. Serologi

Infeksi manusia dengan tipe adenovirus apa saja merangsang


peningkatan antibodi yang terikat komplemen pada antigen grup
adenovirus semua tipe. Tes CF adalah suatu metode yang mudah
untuk mendeteksi infeksi oleh semua grup adenovirus. Jika
dibutuhkan identifikasi spesifik dari respon serologi pasien, maka
dapat dipakai tes Nt dan HI. Pada kebanyakan kasus, titer antibodi
penetralisir pada orang yang terinfeksi menunjukkan peningkatan
empat kali lipat atau lebih terhadap tipe adenovirus yang ditemukan
pada pasien.

Pencegahan dan pengendalian


Sebagai permulaan, dipakai vaksin yang telah diberi formalin dan
dipreparasi dalam sel-sel ginjal monyet. Ini digantikan oleh virus yang
dilemahkan, yang tumbuh dalam sel diploid manusia, dibungkus dalam
kapsul yang berselubung gelatin dan diberikan secara oral. Selain
vaksinasi, juga tersedia metode lain untuk pencegahan dan pengendalian.
Resiko wabah konjungtivitis melalui air dapat dikurangi dengan khlorinasi
kolam renang dan air buangan. Tindakan aseptik yang ketat selama
pemeriksaan mata, disertai dengan sterilisasi alat yang adekuat, merupakan
hal yang esensial dalam pengendalian keratokunjungtivitis epidemika.

c. HIV
Patogenesis
Tahap perjalanan infeksi HIV meliputi infeksi primer, penyebaran
virus ke organ limfoid, latensi klinis, peningkatan ekspresi HIV, penyakit
klinis, dan kematian. Durasi antara infeksi primer dan progresi menjadi
penyakit klinis rata-rata sekitar 10 tahun. Pada kasus yang tidak diobati,
kematian biasanya terjadi dalam 2 tahun setelahonset gejala klinis.
Setelah infeksi primer, terdapat 4-11 hari masa antara infeksi
mukosa dan viremia permulaan; viremia dapat terdeteksi selama sekitar 8-
12 minggu. Virus tersebar luas ke seluruh tubuh selama masa ini, dan
menjangkiti organ limfoid. Masa laten klinis ini bisa berlangsung selama
10 tahun. Selama masa ini, terjadi banyak replikasi virus. Diperkirakan
sekitar 10 milyar partikel HIV dihasilkan dan dihancurkan setiap harinya.
Gambaran klinis
Gejala-gejala dari infeksi akut HIV tidak spesifik dan meliputi
kelelahan, ruam kulit, nyeri kepala, mual dan berkeringat di malam hari.
AIDS ditandai oleh supresi yang nyata pada sistem imun dan
perkembangan infeksi oportunistik berat yang sangat bevariasi, atau
neoplasma yang tidak umum (terutama sarkoma Kaposi). Gejala yang
lebih serius pada orang dwasa seringkali didahului oleh gejala prodromal
(“diare dan pengurusan”) yang dapat meliputi kelelahan, malaise,
berkurangnya berat badan, demam, napas pendek, diare kronis, bercak
putih pada lidah, dan limfadenopati.
Imunitas
Orang yang terinfeksi HIV membentuk respon humoral maupun
cell-mediated terhadap antigen yang berkaitan dengan HIV. Antibodi
terhadap sejumlah antigen virus terbentuk segera setelah infeksi, tetapi
pola respon terhadap perubahan antigen virus spesifik melampaui waktu
karena pasien berlanjut menjadi AIDS.
Kebanyakan individu yang terinfeksi membuat antibodi penetralisir
terhadap HIV. Antibodi penetralisir dapat diukur secara in vitro dengan
meng-hambat infeksi HIV dari lini sel limfosit yang rentan.
Diagnosis laboratorium
Infeksi HIV dapat terdeteksi melalui 3 cara:
 Isolasi virus
 Penentuan serologis antibodi antivirus
 Pengukuran asam nukleat atau antigen virus
Pencegahan, Penatalaksanaan, dan Pengendalian
 Obat-obatan antivirus
 Vaksin terhadap HIV
 Tindakan pengendalian
 Edukasi kesehatan

d. Polio virus
Masa inkubasi 6-20 hari, berkembang biak di dalam jaringan mukosa,
jaringan limfoid (tonsil dan peyer’s patches) dan usus, tersebar melalui
jalan fekal-oral, kemudian terjadi viremis sehingga dapat ditemukan
virusnya dalam aliran darah untuk beberapa hari (6-9 hari setelah infeksi),
dalam waktu ini terajdi gejala klinik non-spesifik yang pertama: demam,
malaise, serak, kadang-kadang sakit kepala dan muntah.

 Parasit (protozoa, jamur, dan cacing):


Protozoa
Invasive : Entamoeba histolytica, Balantidium coli,
cryptosporidium parvum
Non invasive : Giardia lamblia

a. Entamoeba hytolitica
Penyakit yang ditimbulkan: Amebiasis.
Morfologi
Entamoeba histolytica termasuk dalam kelas Rhizopoda dalam
Protozoa. Ada 2 bentuk dalam perkembangan hidupnya yaitu, bentuk
tropozoit dan bentuk kista. Bentuk tropozoit Entamoeba histolytica dibagi
menjadi 2 yaitu, bentuk histolitika dan bentuk minuta.
a. Bentuk histolitika
– Ukuran 20-40 µm
– Ektoplasma bening homogen pada tepi sel dan terlihat nyata
– Endoplasma berbutir halus, tidak mengandung bakteri/sisa makanan,
mengandung sel eritrosit dan inti entamoeba
– Berkembangbiak dengan pembelahan biner
– Patogen pada usus besar, hati, paru-paru, otak, kulit dan vagina
b. Bentuk minuta
– Ukuran 10-20 µm
– Ektoplasma tampak berbentuk pseupodium dan tidak terlihat nyata
– Endoplasma berbutir kasar, mengandung bakteri/sisa makanan,
mengandung inti entamoeba tetapi tidak mengandung eritrosit
c. Bentuk kista
– Ukuran 10-20 µm
– Bentuk kista dibentuk sebagai bentuk dorman pertahanan terhadap
lingkungan
– Dinding kista dibentuk oleh hialin.
– Pada kista muda terdapat kromatid dan vakuola
– Kista immatur: kromosom sausage like
– Kista matang: 4 nukleus
Bentuk tropozoit/bentuk aktif/vegetatif/proliferative/bersifat
patogen. Bentuk kista/bentuk infektif/dorman/bentuk infektif, bukan
patogen
b. Patogenesis
Pembentukan bentuk infektif untuk inisiasi patogenesis dimulai
dari adanya bentuk minuta Entamoeba histolytica pada orang normal.
Bentuk minuta ini bersifat komensal sehingga orang normal itu tidak
terinfeksi. Orang normal inilah yang bertindak sebagai carrier. Bentuk
minuta ini akan mengalami pembelahan biner dan dilapisi hialin
membentuk dinding. Dalam tahap ini, bentuk minuta telah berkembang
menjadi bentuk kista. Kista matang yang dikeluarkan melalui tinja jika
tertelan akan memulai infeksi Entamoeba histolytica pada orang yang
menelannya.

c. Daur hidup Entamoeba histolytica


Bentuk infektif: kista matang. Bentuk patogen: bentuk tropozoit
Bentuk diagnostik: kista berinti entamoeba dalam tinja. Amebiasis
ditularkan oleh pengandung kista, pengandung kista biasanya orang
sehat. Ia memegang peranan penting dalam penyebaran penyakit sebab
tinjanya merupakan sumber infeksi.Kista dapat hidup lama dalam
air(10-14 hari), dilingkungan lembab(12 hari). Kista mati pada suhu
50°C atau dalam keadaan kering.

b. Balantidium coli
Penyakit yang ditimbulkan: Balantidisis/Disentri Balantidium.
Port d’entrée: fecal-oral(rute gastrointestinal).
Morfologi
Ada 2 stadium dalam perkembagan hidupnya:
a. Bentuk tropozoit
– Ukuran 60 µm
– Hanya mempunyai makronukleus
b. Bentuk kista

Patogenesis
Kista matang dalam tinjaTertelanEksitasi usus
halusMembentuk koloniBentuk tropozoit membentuk abses-abses
kecilUlkus mengaung pada usus besar.
Daur hidup Entamoeba histolytica:
Bentuk infektif: kista matang
Bentuk patogen: bentuk tropozoit

c. Giardia lamblia
Penyakit yang ditimbulkan: Giardiasis
Port d’entrée: fecal-oral
Morfologi
Ada 2 stadium dalam daur hidupnya:
a. Bentuk tropozoit
– Pear shape, 9-20 μm x 5-15 μm
– 2 nukleus, 8 flagela
– Aksonema, badan tengah
b. Bentuk kista
– Ukuran 8-12 µm, 4 nukleus
– Dinding tipis dan kuat
– Sewaktu kista dibentuk, tropozoit menarik kembali flagel-flagel ke
dalam aksonema sehingga tampak sebagai 4 pasang benda sabitsisa
dari flagel
Patogenesis
Flora normal  Tropozoit dalam tinja cairEnkitasi sepanjang
prosesTinja mulai padatKista matang dalam tinja padatEksitasi pada
duodenum
Proses eksitasi: KistaTropozoitSitoplasma membelahFlagel tumbuh
dari aksonema2 tropozoitmenginvasi usus halus
Giardia lamblia tidak menginvasi mukosa, tetapi menyerang vili. Protozoa
ini menyebabkan atropi vili yang mengarah pada malabsorpsidiare.

d. Cryptosporidium parvum
Penyakit yang ditimbulkan: Kriptosporidiosis(diare dengan tinja cair yang
sering, tanpa darah)
Port d’entrée: fecal-oral, kebanyakan berupa kontaminasi water-borne.
Patogenesis
Cryptosporidium parvum hidup sebagai flora normal dalam tubuh
dan merupakan patogen opportunistik. Pada orang yang
immunokompromis, dapat menyebabkan Cryptosporidium parvum aktif
dan menginvasi usus halusdiare.
Ookista matang pada hospes terinfeksi. Eksitasi pada traktus
gastrointestinal bagian atas. Sporozoit keluar dari ookista. Masuk ke sel
epitel usus bagian apeks. Membelah secara seksual/merogoniMerozoit.
Menginvasi sel lain.

Merozoit akan membentukMakrogametosit


Mikrogametosit
Makrogamet
Mikrogamet
Ookista dengan 4 sporozoit
yang berdinding tipis
yang berdinding tebal
yang menyebabkan autoinfeksi tinja
Jadi, protozoa ini memasuki sel epitel dan membentuk spora dan
gamet.

Jamur

a. Candida albicans

Morfologi
Morfologi koloni C. albicans pada medium padat agar
Sabouraud Dekstrosa, umumnya berbentuk bulat dengan permukaan
sedikit cembung, halus, licin dan kadang-kadang sedikit berlipat-lipat
terutama pada koloni yang telah tua. Umur biakan mempengaruhi
besar kecil koloni. Warna koloni putih kekuningan dan berbau asam
seperti aroma tape. Dalam medium cair seperti glucose yeast, extract
pepton, Candida albicans tumbuh di dasar tabung.
Patofisiologi
Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel pejamu
menjadi syarat mutlak untuk berkembangnya infeksi. Secara umum
diketahui bahwa interaksi antara mikroorganisme dan sel pejamu
diperantarai oleh komponen spesifik dari dinding sel mikroorganisme,
adhesin dan reseptor. Manan dan manoprotein merupakan molekul-
molekul Candida albicans yang mempunyai aktifitas adhesif. Khitin,
komponen kecil yang terdapat pada dinding sel Candida albicans juga
berperan dalam aktifitas adhesive. Setelah terjadi proses penempelan,
Candida albicans berpenetrasi ke dalam sel epitel mukosa. Dalam hal
ini enzim yang berperan adalah aminopeptidase dan asam fosfatase.
Apa yang terjadi setelah proses penetrasi tergantung dari keadaan imun
dari pejamu.
Pada umumnya Candida albicans berada dalam tubuh manusia
sebagai saproba dan infeksi baru terjadi bila terdapat faktorpredisposisi
pada tubuh pejamu. Faktor-faktor yang dihubungkan dengan
meningkatnya kasus kandidosis antara lain disebabkan oleh :
 Kondisi tubuh yang lemah atau keadaan umum yang buruk, misalnya: bayi baru lahir,
orang tua renta, penderita penyakit menahun, orang-orang dengan gizi rendah.
 Penyakit tertentu, misalnya: diabetes mellitus.
 Kehamilan.
 Rangsangan setempat pada kulit oleh cairan yang terjadi terus menerus, misalnya oleh
air, keringat, urin atau air liur.
 Penggunaan obat di antaranya: antibiotik, kortikosteroid dan sitostatik.
Faktor predisposisi berperan dalam meningkatkan pertumbuhan
Candida albicans serta memudahkan invasi jamur ke dalam jaringan
tubuh manusia karena adanya perubahan dalam sistem pertahanan
tubuh. Blastospora berkembang menjadi hifa semu dan tekanan dari
hifa semu tersebut merusak jaringan, sehingga invasi ke dalam jaringan
dapat terjadi. Virulensi ditentukan oleh kemampuan jamur tersebut
merusak jaringan serta invasi ke dalam jaringan. Enzim-enzim yang
berperan sebagai faktor virulensi adalah enzim-enzim hidrolitik seperti
proteinase, lipase dan fosfolipase.
Penyakit yang ditimbulkan
Candidiasis usus atau enteritis oleh Candida, dapat merupakan
penyakit setempat saja, atau merupakan bagian dari candidiasis
sistemik. Bila penyakit ini bersifat setempat, maka kelainan hanya ada
di dalam usus. Bila penyakit itu merupakan sebagian candidiasis
sistemik, tentu terdapat juga kelainan-kelainan pada alat-alat lain.
Candidiasis usus dapat bersifat akut maupunmenahun dan dapat
mengenai semua umur penderita.
Gejala utama candidiasis usus akut ialah diare, tinja lembek
hingga cair, biasanya tanpa lendir dan darah. Gejala candidiasis usus
menahun tidak menentu. Pada kebanyakan keadaan, timbulnya
penyakit ini dikaitkan dengan adanya faktor predisposisi pada
penderita yang mempermudah timbulnya penyakit tsb.
Penyebab penyakit ialah jamur Candida yang bersifat
menyerupai ragi. Walaupun ada 7 spesies yang diketahui dapat
menyebabkan penyakit pada manusia, namun spesies utama ialah
Candida albicans. Spesies ini, juga spesies-spesies lainnya, dapat
ditemukan di dalam berbagai alat tubuh manusia sehat sebagai saprofit
tanpa menimbulkan suatu kelainan. Alat tubuh terbanyak yang
mengandung jamur ialah usus. Usus merupakan sumber infeksi
endogen untuk timbulnya candidiasis, karma candida telah terdapat
sebelumnya di dalamnya.
Pada keadaan tertentu ialah bila ada faktor predisposisi, maka
jamur menimbulkan kelainan. Faktor ini diantaranya ialah kelemahan
tubuh, misalnya pada bayi baru lahir atau orang tua renta dan mereka
yang menderita penyakit menahun. Pada keadaan yang lemah jamur
mudah menginvasi jaringan. Obat kortikosteroid dan sitostatik
mempunyai pengaruh yang sama. Obat antibiotik menekan kuman-
kuman yang semula hidup bersama dengan jamur di dalam usus,
sehingga jamur dapat tumbuh dengan subur. Jamur dapat berubah dari
sifat saprofit menjadi patogen.
1. Adanya korelasi antara malnutrisi dan candidiasis usus. Penderita
malnutrisi, biasanya anak-anak, mudah menderita candidiasis usus
karena tidak mempunyai daya tahan cukup terhadap jamur itu.
Adanya candida di dalam usus menghambat absorbsi zat-zat
makanan, terutama hidrat arang, elektrolit serta cairan, dengan
demikian terjadi diare. Maka terjadilah lingkaran tanpa akhir.
2. Fungsi vili usus yang kurang baik juga dapat menjadi dasar
timbulnya candidiasis, yang sebetunya berdasarkan pada hambatan
absorbsi bahan makanan sehingga menimbulkan malnutrisi juga.
Sebaliknya invasi candida pada vili mengakibatkan fungsi vili
terganggu. Sebagai telah disebut di atas maka sumber utama infeksi
endogen ialah usus. Di samping infeksi endogen dapat terjadi
infeksi eksogen. Cara infeksi ini terjadi misalnya waktu bayi
dilahirkan. Bila vagina ibunya mengandung Candida, maka jamur
dapat tertelan dan masuk ke dalam usus. Cara lain ialah melalui alat
minum dan makan yang tercemar, misalnya di dalam tempat
perawatan bayi yang baru lahir
3. atau tempat-tempat perawatan anak yang tidak memperhatikan
kebersihan dengan baik. Pada kesempatan ini akan dikemukakan
beberapa hasil pemeriksaan yang telah dilaporkan pada kesempatan
lain

Cacing
Ascaris lumbricoides, Ancylostoma duodenale, Necator americanus,
Tricuris trichiura, Strongiloides stercoralis, Taenia ,Hymenolepis nana,
Dipylidium caninum, Fasciolopsis buski, Metagonimus Yokogawai,
Heterophyesheterophyes

a. Ascaris lumbricoides
Hospes: manusia
Penyakit: ascariasis
Cara infeksi: melalui mulut(per oral), tertelan telur infektif
Distribusi geografik: 70%prevalensi di Indonesia pada 1970-1980
Morfologi:
Cacing dewasa
 Bentuk: silindris dengan ukuran betina 20-35cm dan jantan 15-
20 cm
 Kepala: mempunyai 3 bibir, satu terletak mediodorsal dan 2
ventrolateral
 Ekor: betina lurus dan lancip, jantan melengkung
 Pada ujung post.terdapat duri-duri halus: copulatory spikula
Larva ascaris di dalam jaringan paru
 Pada perwanaan HE, larva berwarna ungu tua, reaksi radang(sel-sel polimorf dan
eusinofil) di sekitar larva.
Telur
Terdapat 2 macam telur:
-yang dibuahi (fertilized egg)
-yang tak dibuahi( unfertilized egg)
 Telur yang dibuahi:
Ukuran 60-45 mikron, bentuk agak lonjong dengan dinding
luar tebal berwarna cokelat karena zat warna empedu, dinding
telur terdiri dari 3 lapisan.
Terdapat lapisan albuminoid bergerigi yang tebal, biasanya
terdapat 1-4 sel.
 Telur yang tidak dibuahi:
Bentuk lebih lonjong daripada yang dibuahi
Dinding tipis, lapisan albumin lebih tipis, seluruh bagian dalam
telur berisi granula.
 Telur infektif:
Morfologi seperti telur dibuahi
Berisis rhabditoid larva, terbentuk sesudah 3 minggu di tanah.
Daur hidup:
Telurdalam lingkungan sesuaimenjadi infektif(3mnggu)tertelan
manusiamenetas di usus haluspemb.darah dan
limfejantungparualveolusnaik ke bronkiolus-
faringrangsangan batukjika tertelan kembaliesofagususus
haluscacing dewasa
Wkatu untuk siklus diatas: 2bulan
Patologi dan gejala klinis
 Gejala ditimbulkan cacing dewasa dan larva
 Larvaparu2,alveolus rentan terjadi perdarahan, batuk, demam dan
eusinofiliasindrom loeffler
 Cacing dewasaringan, gejala gangguan usus ringan(mual, nafsu makan
berkurang, diare dan konstipasi.
 Pada infeksi berat, terutama pada anak2, obstruksi
ususmalabsorbsimalnutrisi
 Kadang cacing dewasa bergerak ke saluran empedu, apendiks atau ke
bronkusgawat daruratoperatif
Prognosis: baik, tanpa pengobatan dapat sembuh sendiri dalam 1,5
tahun. Dengan pengobatan kesembuhan 70-99%
Diagnosa dan terapi:

Tabel 1.Major Human Intestinal Parasitic Nematodes

Parasitic Nematode

Feature Ascaris lumbricoides Necator americanus,


(Roundworm) Ancylostoma duodenale
(Hookworm)
Global prevalence in humans 1221 740
(millions)
Endemic areas Worldwide Hot, humid regions
Infective stage Egg Filariform larva
Route of infection Oral Percutaneous
Gastrointestinal location of Jejunal lumen Jejunal mucosa
worms
Adult worm size 15–40 cm 7–12 mm
Pulmonary passage of larvae Yes Yes
a
Incubation period (days) 60–75 40–100
Longevity 1y N. americanus: 2–5 y
A. duodenale: 6–8 y
Fecundity (eggs/day/worm) 240,000 N. americanus: 4000–10,000
A. duodenale: 10,000–25,000
Principal symptoms Rarely gastrointestinal or Iron-deficiency anemia in
biliary obstruction heavy infection
Diagnostic stage Eggs in stool Eggs in fresh stool, larvae in
old stool
Treatment Mebendazole Mebendazole
Albendazole Pyrantel pamoate
Pyrantel pamoate Albendazole
b. Cacing Tambang(Hookworm)
Terdapat dua jenis cacing tambang: Necator americanus dan
ancylostoma duodenale
 Hospes: manusia
 Penyakit: infeksi cacing tambang. Ancylostomiasis
 Cara Infeksi: Larva sedikit/ larva filari menembus kulit
 Epidemiologi: insidensi tinggi di
Indonesia(pedesaan,perkebunan)
 Morfologi:
a. Cacing dewasa
Necator Americanus:
 Cacing dewasa berbentuk silindris dengan ujung anterior melengkung tajam kea rah
dorsal(seperti huruf S) warna kuning ke abu2an atau sedikit kemerahan.
 Jantan:7-9mm dan Diameter:0,3mm
 Betina: 9-11mm dan D:0,4mm
 Rongga mulut terdapat bentukan semilunar cutting plate
 Ujung post cacing jantan terdapat bursa kopulatrix dan sepasang spikula
 Ujung post cacing betina runcing, vulva terletak di bag tengah tubuh.
Ancylostoma duodenale:
 Berbentuk silindris dan relative gemuk, terdapat lengkunagn cervical kea rah dorso
anterior(seperti huruf C), warna merah muda atau coklat muda ke abu-abuan.
 Cacing jantan p:8-11mm D:0,4-0,5 mm
 Betina P: 10-13mm D:0,6 mm
 Rongga mulut terdapat sepasang gigi ventral, gigi luar ukuran lebih besar.
 Ujung post cacing betina tumpul, cacing jantan memp bursa kopulatrix
a. Larva
Terdapat dua jenis stadium larva:
 Larva rhabditiform
Bentuk agak gemuk dan pendek, ukuran 300-
20mikron
Mulut sempit, panjang, esophagus panjangnya=1/4
panjang badan.
 Larva filariform
Bentuk langsing, panjang berekor runcing,
mempunyai shealth(selubung), ukuran 600-
25mikron, esophagus panjangnya 1/3 badan.
Merupakan stadium non feeling
b. Telur
Telur kedua jenis spesies tidak dapat dibedakan:
 Bentuk lonjong berdinding tipis, jernih tidak
berwarna, ukuran 60-40 mikron.
 Telur berisi embrio yang terdiri dari 2-8
sel(morula)
c. Daur Hidup
Telurmenetas dalam 1-1,5hrlarva rabditiformdalam
3hrlarva filariformmenembus kulitkapiler
darahjantung kananparubronkustrakealaringusus
halus
d. Patologi dan gejala klinis
Stadium larva:
Bila banyak filariform yg menembus kulittimbul
perubahan pada kulit(ground itch)
Stadium Dewasa:
Gejala tergantung pada
a. Spesies dan jumlah cacing
N. americanuskehilangan darah 0,0005-0,1cc/hari
A.duodenale0,08-0,34cc/hr
Akibat kehilangan darahanemiadaya tahan tubuh
berkurang.
b. Keadaan gizi penderita(Fe dan protein)
e. Diagnosis dan pengobatan
a. Mebendazole
b. Pyrantel pamoate
c. Albendazole

N.americanus
c. Keluarga Heterophyidae
Hospes dan Nama Penyakit
Hospes cacing ini sangat banyak, umumnya makhluk pemakan ikan
seperti manusia, kucing, anjing, rubah, dan jenis burung-burung
tertentu.
Nama penyakitnya adalah heterofialisis.
Distribusi Geografik
Cacing ini ditemukan di Mesir, Turki, Jepang, Korea, RRC, Taiwan,
Filipina, dan Indonesia.
Cacing dari keluarga Heterophyidae adalah: Heterophyes,
Metagonimus yokogawai dan Haplorchis yokogawai.
Di Indonesia, Lie Kian Joe (1951) menemukan cacing Haplorchis
yokogawai pada autopsi 3 orang mayat.
Morfologi dan Daur Hidup
Cacing dari keluarga Heterophyidae berukuran panjang antara 1-1,7
mm ddan lebar antara 0,3-0,75 mm, kecuali genus Haplorchis yang
jauh lebih kecil, yaitu panjang 0,41-0,51 mm dan lebar 0,24-0,3 mm.
Di samping batil isap perut, ciri-ciri khas lain adalah, batil isap kelamin
yang terdapat di sebelah kiri belakang.
Cacing ini mempunyai 2 buah testis yang lonjong, ovarium kecil yang
agak bulat dan 14 buah folikel vitelin yang letaknya sebelah lateral.
Bentuk uterus sangat berkelok-kelok, letaknya di antara kedua sekum.
Telur berwarna agak coklat muda, mempunyai operkulum, berukuran
26,5-30 x 15-17 mikron, berisi mirasidium. Mirasidium yang keluar
dari telur, menghinggapi keong air tawar/payau, seperti genus
Pirenella, Cerithdia, Semisulcospira, sebagai hospes perantara I dan
ikan dari genus Mugil, Tilapia, Aphanius, Acanthogobius, Clarias dan
lain-lain sebagai hospes perantara II. Dalam keong, mirasidium
tumbuh menjadi sporokista, kemudian menjadi banyak redia induk,
berlanjut menjadi banyak redia anak untuk pada gilirannya membentuk
banyak serkaria. Serkaria ini menghinggapi ikan-ikan tersebut dan
masuk kedalam otot-ototnya untuk tumbuh menjadi metaserkaria.
Manusia mendapatkan infeksi karena makan daging ikan mentah, atau
yang dimasak kuarang matang. Pada ikan genus Plectoglossus dan
sejenisnya, metaserkaria tidak masuk ke dalam otot, akan tetapi
hinggap di sisik dan siripnya.
Metaserkaria yang turut dimakan dengan daging mentah, tumbuh
menjadi cacing dewasa dalam 14 hari dan bertelur.
Patologi dan Gejala Klinis
Pada infeksi cacing keluarga Heterophyidae, biasanya stadium dewasa
menyebabkan iritasi ringan pada usus halus, tetapi ada beberapa ekor
cacing yang mungkin dapat menembus vilus usus. Telurnya dapat
menembus masuk aliran getah bening dan menyangkut di katup-katup
atau otot jantung dan mengakibatkan payah jantung. Kelainan ini
terutama dilaporkan pada infeksi cacing Metagonimus dan Haplorchis
yokogawai. Telur atau cacing dewasa dapat bersarang dijaringan otak
dan menyebabkan kelainan disertai gejala-gejalanya. Gejala klinis
yang ditimbulkan oleh infeksi berat cacing tersebut adalah mulas atau
kolik dan diare berlendir, serta nyeri tekan pada perut.
Diagnosis
Diagnosis ditegakan dengan menemukan telur dalam tinja.
Pengobatan
Obat yang tepat untuk penyakit cacing ini, adalah prazikuantel.
Prognosis
Penyakit heterofiasis biasanya ringan dan tidak membahayakan, dapat
diobati sampai sembuh.
Epidemiologi
Menusia, terutama pedagang ikan dan hewan seperti kucing, anjing
dapat merupakan sumber infeksi bila menderita penyakit kucing
tersebut. Telur cacing dalam tinja dapat mencemari air serta ikan yang
hidup didalamnya. Hospes definitif mendapatkan infeksi karena
memakan daging ikan mentah yang mengandung metaserkaria hidup.
Ikan yang diproses kurang sempurna untuk konsumsi, seperti fessikh,
dapat juga menyebabkan infeksi. Sebagai usaha untuk mencegah
meluasnya infeksi cacing Heterophyidae kebiasaan makan ikan mentah
harus dihindari.

Cestoda
 Taenia Saginata
Hospes: manusia
Hospes perantara: sapi
Penyakit: Taeniasis saginata
Cara infeksi: makan daging sapi mengandung cyste cercusbovis
kurang matang
Epidemiologi:banyak ditemukan di Negara yang penduduknya banyak
mengkonsumsi daging sapi/kerbau. Di Indonesia terutama di bali,
Jakarta.
Morfologi:
a. Cacing dewasa
 Scolex(kepala) bentuk bulat diameter 1-2mm,
mempunyai 4 buah sucker(alat pengisap), setengah
bulat,tidak mempunyai rostelum pada kepala.
 P:4-12m, mempunyai 1000 proglottid terdiri dari:
Proglottid belum matang di belakang leher
Proglottid mattang di bagian tengah
Proglottid gravid di sepertiga post
b. Proglotoid gravid
 Ukuran panjang lebih besar dari lebar, besar 16x6mm
 Cabang2 uterus berjumlah 15-30 dan berisi telur
 Tidak mempunyai uterine pore(lubang uterus), genital
pore terletak di tepi/sisi lateral.
c. Telur
 Berbentuk bulat, berdinding tebal dgn struktur radiair,
D:35 mikron
 Telur berisi heksakan embrio
Telur taenia saginata dan taenia solium tidak dapat dibedakan.
Daur Hidup
Telur melekat pada rumputdimakan ternakembrio heksakan
menetas di usus ternakmenembus dinding ususmasuk saluran getah
beningikut alir darahjar ikat sela2 otottumbuh menjadi sistiserkus
bovis(larva taenia saginata)dimakan manusia(masak kurang
matang)skoleks keluar dari cacing gelembung(dgn cara evaginasi
dan melekat pada mukosa usus halus seperti yeyunumdlm 8-10
mnggu menjad dewasa
Patologi dan Gejala klinis
Cacing dewasa biasanya menyebabkan gejala ringan: mual,sakit ulu
hati, muntah,perut tersa tidak enak, mencret,pusing,gugup
Gejala berat jika proglotid masuk ke apendiks atau terjadinya
obstruksi(ileus)
Diagnosis
Proglotid ditemukan pada tinja yang aktif bergerak atau keluar
spontan, ditemukan juga telur dalam usap anus
Pengobatan
Obat tradisional: biji labu merah, biji pinang
Obat lama: kuinakrin, amodiakuin, niklosamid
Obat baru: prazikuantel
Prognosis
Umumnya baik, meski kadang sulit mengeluarkan skoleksnya.
 Taenia Solium
Hospes: Manusia
Hospes perantara: Babi
Penyakit: taeniasis solium, cystecercosis cellulosae
Cara infeksi: makan daging babi mengandung cystecercus cellulosae,
dimasak kuarng matang, autoinfeksi.
Epidemiologi:
Sering ditemukan pada penduduk atau kalangan tertentu yang
dibolehkan makan babi dan cara memasaknya.
Morfologi:
a. Cacing Dewasa
 Scolex (kepala) bulat D:1mm, dengan 4 buah sucker(alat
pengisap), mempunyai rostellum dan hocklets (kait-kait)
 Panjangnya 2-4 m, terdiri dari 1000
b. Proglotid Gravid
 Ukuran lebih besar dari lebarnya, 1,5x
 Cabang2 uterus berjumlah 7-12 dan berisi telur-telur
c. Cysticercus cellulose
 Pada potongan melintang tampak potongan kepala,
sucker dan kait-kait
 Besar 1,5-2cm, bahan berasal dari otot babi
 Bila sudah tua dapat mengalami pengapuran.
Daur Hidup
Proglotid gravid(berisi kira2 30.000-50.000 telur)keluar melalui
celah robekan pada proglotiddimakan hospes,dinding
tercernaembriohekasasan keluarmenembus dinding ususgetah
beningalir darahjarinagn otot babi(lidah,punggung,dan
pundak)konsumsi manusiadinding kista dicernaskoleks
mengalami evaginasimelekat ke usus halus3bln mnjd cacing
dewasa.
Patologi dan gejala klinis
Cacing dewasa:
Biasanya seekor, gejala klinis tidak berarti: nyeri ulu hati, mencret,
mual,obstipasi dan sakit kepala
Larvasistiserkosis, dapat menghinggapi jar sub kutis, mata,jaringan
otak,otot jantung, hati, paru dan rongga perutkalsifikasi
Pada jaringan otak jarang menimbulkan kalsifikasi, tapi sering
menimbulkan gejala seperti epilepsy, meningoensefalitis, gejala
peningkatan tek intracranial, kadang dapat menimbulkan sumbatan
pada ventrikel IVkematian
 Fasciolopsis Buski
Hospes: manusia, anjing dan babi
Hospes perantara: keong air dan tumbuhan air
Penayakit: fasciolopsis
Cara infeksi: makan tumbuhan air mengandung metacercaria
Epidemiologi:
Tergantung dari kebiasaan makan tumbuh-tumbuhan yang mentah dan
tidak dimasak sampai matang. Membudidayakan tumbuhan di daerah
tercemar juga dapat menyebarluaskan penyakit tersebut.

Morfologi:
a. Cacing dewasa
 Tubuh lebih besar dari fasciola hepatica, ukuran 5-9cm
 Tidak mempunyai chepalic cone, sekum tidak
bercabang-cabang
 Oral sucker dan ventral sucker letaknya berdekatan
 Ovarium bercabang, testis bercabang dalam posisi
tandem
b. Telur
 Bentuk lonjong, warna coklat muda ukuran
140x75mikron
 Mempunyai operculum yang kecil.
Daur Hidup
Seekor cacing dapat mengeluarkan 15.000-48.000 butir
telur/haridalam air 27-32C menetas dalam 3-
7mingguMirisidiumberenang bebashospes perantara yang
cocok(keong)spirokistapindah ke jantung dan hati
hospesspirokista matang.menjadi koyakmelepas redia
indukredia anakserkaria
Serkariaberenang bebashinggap di tumbuhan airdimakan
manusiacacing dewasa dalam 25-30 hari.
Patologi dan Gejala klinis
Cacing dewasa melekat pada mukosa usus dgn batil isapmemakan isi
usus&mukosa ususperadangan, tukak, ulkus, maupun abses.
Bias terjadi erosi kapilerperdarahan
Cacing dalam jumlah besarileus
Infeksi beratgejala intoksikasi dan sensitisasi seperti edema muka,
dinding perut dan tungki bawah.
Gejala klinisyang dini pada akhir masa inkubasi: diare dan nyeri
epigastrium. Diare mulanya diselingi konstipasi lalu menjadi persisten
Diagnosis
Dengan menemukan telur pada tinja.
Pengobatan
Obat yang efektif saat ini diklorofen, niklosamid dan prazikuantel
Prognosis
Penyakit yang berat mungkin menyebabkan kematian, dengan
pengobatan sedini mungkinharapan sembuh makin besar.

 Trichuris trichiura

Hospes dan nama penyakit

Manusia merupakan hospes cacing ini. Penyakit yang disebabkannya


disebut trikuriasis.

Morfologi dan daur hidup


Cacing betina panjangnya kira-kira 5 cm, sedangkan cacing
jantan kira-kira 4 cm. Bagian anterior langsing seperti cambuk,
panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang seluruh tubuh. Bagian posterior
bentuknya lebih gemuk, pada cacing betina bentuknya membulat
tumpul. Pada cacing jantan melingkar dan terdapat satu spikulum.
Cacing dewasa ini hidup di kolon asendens dan sekum dengan bagian
anteriornya yang seperti cambuk masuk ke dalam mukosa usus. Seekor
cacing betina diperkirakan menghasilkan telur setiap hari antara 3000-
20.000 butir.

Telur berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan


yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna
kekuningan-kuningan dan bagian dalamnya jernih. Telur yang dibuahi
dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut menjadi matang
dalam waktu 3 sampai 6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu
pada tanah yang lembab dan tempat teduh. Telur matang ialah telur
yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif. Cara infeksi langsung
bila secara kebetulan hospes menelan telur matang. Larava keluar
melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah menjadi
dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon,
terutama sekum. Jadi cacing ini tidak mempunyai siklus paru. Masa
pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa
betina meletakkan telur ± 30-90 hari.

Karakteristik Trichuris trichiura

- Ukuran cacing dewasa


Jantan 30-45 mm
Betina 35-50 mm
- Telur Panjang 50-55 µm, lebar 22-24 µm
- Lokasi cacing dewasa
Sekum dan kolon asenden
- Jumlah telur/ cacing betina/ hari
3000-20000 butir

Patologi dan gejala klinis

Cacing Trichuris pada manusia terutama hidup di sekum, akan


tetapi dapat juga ditemukan di kolon asendens.

Pada infeksi berat, terutama pada anak, cacing ini tersebar di


seluruh kolon dan rektum. Kadang-kadang terlihat di mukosa rektum
yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita pada waktu
defekasi.

Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus,


hingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan
mukosa usus. Pada tempat perlekatannya dapat terjadi perdarahan. Di
samping itu rupanya cacing ini mengisap darah hospesnya, sehingga
dapat menyebabkan anemia.

Penderita terutama anak dengan infeksi Trichuris yang berat


dan menahun, menunjukkan gejala-gejala nyata seperti diare yang
sering diselingi dengan sindrom disentri, anemia, berat badan turun
dan kadang-kadang disertai prolapsus rektum.

Pada tahun 1976, bagian parasitologi FKUI telah melaporkan


10 anak dengan trikuriasis berat, semuanya menderita diare yang
menahun selama 2-3 tahun.

Infeksi berat Trichuris trichiura sering disertai dengan infeksi


cacing lainnya atau protozoa. Infeksi ringan biasanya tidak
memberikan gejala klinis yang jelas atau sama sekali tanpa gejala;
parasit ini ditemukan pada pemeriksaan tinja secara rutin.

Diagnosis

Diagnosis dibuat dengan menemukan telur di dalam tinja.

Pengobatan

 Albendazol 400 mg (dosis tunggal)


 Mebendazol 100 mg (dua kali sehari tiga hari berturut-turut)
Diagnosis
Menemukan telur dan proglotid
Sistiserkosisbiopsi otot, CT scan,ELISA,PCR
Terapi
Prazikuantel,albendazol atau pembedahan pada sistiserkosis.
Prognosis
Cukup baik, dapat disembuhkan dengan pengobatan, pada
sistiserkosistergantungberat ringan nya infeksi dan alat tubuh yang
dihinggapi.

 Strongiloides stercoralis
Penyakit : * strongiloidiasis
* strongiloidosis
* diare cochin - china
habitat : intestinum tenue
inang definitif : manusia, anjing, kucing
morfologi cacing dewasa:
- bentuk parasit betina
- bentuk parasit jantan ?
- bentuk bebas betina
- bentuk bebas jantan
Patologi dan gejala klinis
Bila filariform menembus kulit dalam jumlah besar, timbul kelainan
kulit yang dinamakan creeping eruption yang sering disertairasa gatal
yang hebat.
Cacing dewasa enyebabkan kelainanp ada mukosa usus halus. Infeksi
ringan padau mumnya terjadit anpa diketahui hospesnya karena tidak
menimbulkan gejala. Infeksi sedang dapat menyebabkan rasa sakit
seperti tertusuk-tusuk didaerah epigastrium tengah dan tidak menjalar.
Mungkin ada mual dan muntah; diaredan konstipasi saling bergantian.
Diagnosis
Diagnosis klinis tidak pasti karena strongiloidiasis tidak memberikan
gejala yang nyata. Diagnosis pasti ialah dengan menemukan larva
rabditiform dalam tinja segar,dalam biakan atau dalama spirasid
uodenum. Biakkan selama sekurang-kurangnya 224j am menghasilkanl
arva filariform dan cacing dewasa yang hidup bebas.
Pengobatan
Albendazol 400mg satu/dua kali sehari selama 3 hari merupakan obat
pilihan. Mebendazol 100mg 3x sehari selama 2 atau 4 minggu dapat
memberikan hasil yang baik.

 Hymenolepis nana
Patologi dan gejala klinik
H.nana biasanya tidakm enyebabkan gejala. Cacing dalam
jumlah besar akan menimbulkan iritasi mukosa usus. Kelainan yang
timbul yaitu toksemia umum karena penyerapan sisa metabolit masuk
kedalam vaskuler. Infeksi berat pada anak menimbulkan gejala
neurologi. Sakit perut, diare, obstipasi dan anoreksia adalah gejala
ringan.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja.
Pengobatan
Obat yang efektif adalahprazikuantel dann iklosamid, tetapi
saat ini obat-obat tersebut sulit didapat di Indonesia.

 Dipylidium caninum
Diagnosis Diare

Pendekatan Umum Diare Akut Infeksi Bakteri


Untuk mendiagnosis pasien diare akut infeksi bakteri diperlukan
pemeriksaan yang sistematik dan cermat. Kepada pasien perlu ditanyakan
riwayat penyakit, latar belakang dan lingkungan pasien, riwayat pemakaian
obat terutama antibiotik, riwayat perjalanan, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.Pendekatan umum Diare akut infeksi bakteri baik
diagnosis dan terapeutik terlihat pada gambar 1.

Manifestasi Klinis Diare


Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah
dan/atau demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.
Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis
yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di
badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan
biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan
seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah
kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak.
Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang,
yang mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang
pusat pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam
(kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas
agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang
tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base
excess sangat negatif.
Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa
renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun
sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung
ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare
akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun
dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul
penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut
kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi
lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan
yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena
dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan
intravena tanpa alkali.

Pemeriksaan Laboratorium
Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari
pemeriksaan feses adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung
leukosit, jika ada itu dianggap sebagai penanda inflamasi kolon baik infeksi
maupun non infeksi. Karena netrofil akan berubah, sampel harus diperiksa
sesegera mungkin. Sensitifitas lekosit feses terhadap inflamasi patogen
(Salmonella, Shigella dan Campylobacter) yang dideteksi dengan kultur feses
bervariasi dari 45% - 95% tergantung dari jenis patogennya.
Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi intestinal adalah laktoferin.
Laktoferin adalah glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan netrofil,
keberadaannya dalam feses menunjukkan inflamasi kolon. Positip palsu dapat
terjadi pada bayi yang minum ASI. Pada suatu studi, laktoferin feses, dideteksi
dengan menggunakan uji agglutinasi lateks yang tersedia secara komersial,
sensitifitas 83 – 93 % dan spesifisitas 61 – 100 % terhadap pasien dengan
Salmonella,Campilobakter, atau Shigella spp, yang dideteksi dengan biakan
kotoran.
Biakan kotoran harus dilakukan setiap pasien tersangka atau menderita
diare inflammasi berdasarkan klinis dan epidemiologis, test lekosit feses atau
latoferin positip, atau keduanya. Pasien dengan diare berdarah yang nyata
harus dilakukan kultur feses untuk EHEC O157 : H7.
Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan
cairan harus diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum, kreatinin,
analisa gas darah dan pemeriksaan darah lengkap.
Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan
lainnya biasanya tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.

Tata Laksana
A. Penggantian Cairan dan elektrolit
Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga
hidrasi yang adekuat dan keseimbangan elektrolit selama episode akut.
Ini dilakukan dengan rehidrasi oral, dimana harus dilakukan pada
semua pasien kecuali yang tidak dapat minum atau yang terkena diare
hebat yang memerlukan hidrasi intavena yang membahayakan
jiwa.Idealnya, cairan rehidrasi oral harus terdiri dari 3,5 g Natrium
klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium klorida, dan 20 g
glukosa per liter air.Cairan seperti itu tersedia secara komersial dalam
paket-paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air.
Jika sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti
dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh
baking soda, dan 2 – 4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau
1 cangkir jus jeruk diberikan untuk mengganti kalium. Pasien harus
minum cairan tersebut sebanyak mungkin sejak mereka merasa haus
pertama kalinya.Jika terapi intra vena diperlukan, cairan normotonik
seperti cairan saline normal atau laktat Ringer harus diberikan dengan
suplementasi kalium sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi
harus dimonitor dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital,
pernapasan, dan urin, dan penyesuaian infus jika diperlukan.
Pemberian harus diubah ke cairan rehidrasi oral sesegera mungkin.
Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan
yang keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung
dengan memakai cara :
BD plasma, dengan memakai rumus :
Kebutuhan cairan = BD Plasma – 1,025 X Berat badan (Kg) X 4 ml
0,001
Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis :
- Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB
1. - Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB
1. - Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB

Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberi


penilaian/skor (tabel 1)
Tabel 1. Skor Daldiyono
- rasa haus/muntah 1
- Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg 1
- Tekanan darah sistolik < 60 mmHg 2
- Frekwensi Nadi > 120 x/menit 1
- kesadaran apatis 1
- Kesadaran somnolen, sopor atau koma 2
- Frekwensi nafas > 30 x/menit 1
- Facies cholerica 2
- Vox cholerica 2
- Turgor kulit menurun 1
- Washer’s woman’s hand 1
- Ekstremitas dingin 1
- Sianosis 2
- Umur 50-60 tahun -1
- Umur > 60 tahun -2
Kebutuhan cairan = Skor X 10% X KgBB X 1 liter
15
Goldbeger (1980) mengemukakan beberapa cara menghitung
kebutuhan cairan :
Cara I :
1. - Jika ada rasa haus dan tidak ada tanda-tanda klinis dehidrasi lainnya,
1. maka kehilangan cairan kira-kira 2% dari berat badan pada
waktu itu.
2. - Bila disertai mulut kering, oliguri, maka defisit cairan sekitar
6% dari
3. berat badan saat itu.
1. - Bila ada tanda-tanda diatas disertai kelemahan fisik
yang jelas,
1. perubahan mental seperti bingung atau delirium, maka
defisit cairan
1. sekitar 7 -14% atau sekitar 3,5 – 7 liter pada
orang dewasa dengan
2. berat badan 50 Kg.
Cara II :
Jika penderita dapat ditimbang tiap hari, maka kehilangan berat badan
4 Kg pada fase akut sama dengan defisit air sebanyak 4 liter.
Cara III :
Dengan menggunakan rumus :
Na2 X BW2 = Na1 X BW1, dimana :
Na1 = Kadar Natrium plasma normal; BW1 = Volume air badan normal,
biasanya 60% dari berat badan untuk pria dan 50% untuk wanita ; Na2
= Kadar natrium plasma sekarang ; BW2 = volume air badan sekarang.

B. Anti biotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare
akut infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari
tanpa pemberian anti biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada :
Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti demam, feses
berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi
lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi, diare
pada pelancong, dan pasien immunocompromised. Pemberian antibiotik
secara empiris dapat dilakukan (tabel 2), tetapi terapi antibiotik spesifik
diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman.

Antibiotik empiris untuk Diare infeksi Bakteri


Organisme Pilihan pertama Pilihan kedua
Campylobacter, Ciprofloksasin 500mg oral
Salmonella/Shigella Shigella atau 2x sehari, Ceftriaxon 1gr
3 – 5 hari IM/IV sehari
Salmonella spp TMP-SMX DS oral 2x sehari, 3 hari
Campilobakter spp Azithromycin, 500 mg Eritromisin 500
oral 2x sehari mg oral 2x sehari, 5hr
Vibrio Cholera Tetrasiklin 500 mg Resisten
Tetrasiklin oral 4x
sehari, 3 hari
Ciprofloksacin 1gr
oral 1x
Doksisiklin
300mg Eritromisin
250 mg oral
Traveler diarrhea Ciprofloksacin 500mg TMP-SMX DS oral 2x
sehari, 3 hari
Clostridium difficile Metronidazole 250-500 mg Vancomycin, 125
mg oral 4x sehari

C. Obat anti diare

Kelompok antisekresi selektif


Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya
secara luas racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat
enzim enkephalinase sehingga enkephalin dapat bekerja kembali
secara normal. Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari
elektrolit sehingga keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara
normal. Di Indonesia saat ini tersedia di bawah nama hidrasec sebagai
generasi pertama jenis obat baru anti diare yang dapat pula digunakan
lebih aman pada anak.

Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl
serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan
kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2 – 4 mg/ 3 – 4x sehari
dan lomotil 5mg 3 – 4 x sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi
penghambatan propulsi, peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat
memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi frekwensi diare.Bila
diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat
mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan
gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.

Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin,
atau smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat
menyeap bahan infeksius atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut
maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung dengan zat-zat yang
dapat merangsang sekresi elektrolit.

Zat Hidrofilik
Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta,
Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat
membentuk kolloid dengan cairan dalam lumen usus dan akan
mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat
mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-
10 cc/ 2x sehari dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk
kapsul atau tablet.

Probiotik
Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan
Bifidobacteria atau Saccharomyces boulardii, bila mengalami
peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang
positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna.
Syarat penggunaan dan keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare
harus diberikan dalam jumlah yang adekuat.

Komplikasi
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi
utama, terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera
kehilangan cairan secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang
cepat. Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia
dan asidosis metabolik.
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis,
sehingga syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka
dapat timbul Tubular Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal
multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan pemberian
cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai rehidrasi yang optimal.
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang
disebabkan terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal,
anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS
akan meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti diare,
tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya HUS masih kontroversi.
Sindrom Guillain – Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah
merupakan komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya
setelah infeksi C. jejuni. Dari pasien dengan Guillain – Barre, 20 – 40 % nya
menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya. Biasanya pasien
menderita kelemahan motorik dan memerlukan ventilasi mekanis untuk
mengaktifkan otot pernafasan. Mekanisme dimana infeksi menyebabkan
Sindrom Guillain – Barre tetap belum diketahui.
Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit
diare karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.

Prognosis
Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang
mendukung, dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare
infeksius hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal.
Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-
anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalits berhubungan dengan
diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan
mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik.

Pencegahan
Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral,
penularannya dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini
termasuk sering mencuci tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya
selama mengolah makanan. Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah
pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran manusia.
Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus
diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk
membersihkan makanan, atau air yang digunakan untuk memasak harus
disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan tentang keamanan air atau air
yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air, harus direbus dahulu
beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau sungai,
harus diperingatkan untuk tidak menelan air.
Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air
yang bersih (air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah
manusia atau hewan yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk
pada buah-buahan dan sayuran. Semua daging dan makanan laut harus
dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh
dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum jus apel
yang tidak dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh
dan terkena kotoran ternak.
Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi
efektivitas dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang
tersedia adalah untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral
kini tidak begitu efektif dan tidak direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin
oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi imunitasnya lebih panjang. Vaksin
tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan sering memberikan efek
samping. Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %, tetapi hanya
memerlukan 1 dosis dan memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin
tipoid oral telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4
kali dan memberikan efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya.

6. Dehidrasi

Dehidrasi adalah keaadaan berkurangnya volume air tubuh.


Berdasarkan tingkat keparahannya, dibagi dalam 3 derajat:
a. Derajat ringan, gejala klinis: takikardi
b. Derajat sedang, gejala klinis: takikardi dan hipotensi ortostatik
c. Derajat berat, gejala klinis: hipotensi, takikardi, oliguri, agitasi, pikiran kacau

Cara menilai derajat dehidrasi:


Penilaian A B C

KU Baik *Rewel *Lesu / tidak sadar

Mata N Cekung Sangat cekung

Air mata Ada Tdk ada Tdk ada

Mulut Basah Kering Sangat kering

Rasa haus Tidak haus *Haus *Males minum

Kembali cepat (1*Kembali lambat (1-2*Kembali sangat


Turgor kulit
detik) detik) lambat (> 2 detik)
Derajat
Tanpa Ringan/sedang Berat
dehidrasi
Bila ada 1 tanda * + ≥ 1 tanda lainnya

Penilaian derajat dehidrasi:


a. Tanpa dehidrasi  Rencana pengobatan A
b. Dehidrasi ringan/sedang Rencana pengobatan B
c. Dehidrasi berat  Rencana pengobatan C

Prinsip pemberian terapi cairan:


a. Memperbaiki dinamika sirkulasi (bila ada syok)
b. Mengganti kehilangan cairan (dehidrasi) yang sudah terjadi
c. Mengganti kehilangan cairan yang akan terjadi (concomitten Water Loss)
d. Mencukupi kebutuhan cairan (maintenance)

Terapi rehidrasi

a. Tujuan:
Mengoreksi kekurangan cairan dan elektrolit secara cepat (terapi rehidrasi)
dan kemudian mengganti cairan yang hilang sampai diarenya berhenti (terapi
rumatan)
b. Pelaksanaan:

• Upaya rehidrasi oral


Prinsip
Absorpsi Natrium (dan juga elektrolit lain dan air) di usus dilakukan
secara absorpsi aktif molekul makanan tertentu seperti glukosa atau L
asam amino.
Cairan yang digunakan:
o Cairan rehidrasi oral (Oralit)
o Cairan rumah tangga

Rehidrasi Plan A
o Jenis cairan
ASI, oralit, larutan gula garam, cairan makanan (kuah sayur, air
tajin) atau air matang
o Umur Jml oralit tiap BAB Jml oralit yang disediakan
< 12 bl 50 – 100 ml 400 ml/hr (2 bks)
1-4 th 100 – 200 ml 600-800 ml/hr,3-4 bks>
5 th 200 – 300 ml 800-1000 ml/hr,4-5 bks
Dws 300 – 400 ml 1200-2800 ml/hr

Rehidrasi Plan B
o Jenis : oral hingga intravena
o Jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama:
• Oralit yang diberikan dihitung dengan mengalikan Berat Badan pasien (kg)
dengan 75 ml.
• Bila berat badan anak tak diketahui dan atau untuk memudahkan di lapangan,berikan
oralit minimal, dengan dosis:

Umur < 1 th 1 – 5 th > 5 th Dewasa

Jumlah 2400.
300 ml 600 ml 1200 ml
oralit
Kadang –kadang penderita dehidrasi ringan / sedang  infus, jika:
- BAB terlalu sering (10 ml/kg/jam)
- muntah terus
- tidak bisa minum
- perut kembung/ ileus
- malabsorbsi glukosa

• Upaya rehidrasi intravena


Tujuan
Mengembalikan dengan cepat volume cairan tubuh dan
memperbaikisyok hipovolemik dan hanya untuk penderita dengan
dehidrasi berat.
Cairan yang digunakan:
• Ringer laktat
• NaCl 0,9%
• Cairan D Gana
• NaCl 0,45%

Rehidrasi Plan C

Pemberian I:
Umur Kemudian 70 ml/kg dalam
30 ml/kg dalam

Bayi < 12 bln 1 jam 5 jam

Anak . 1 th ½ - 1 jam 2,5 – 3 jam

Komposisi formula baru oralit:


Tata laksana juga dapat dilakukan dengan cara memberikan cairan
sesuai dengan yang telah dikeluarkan oleh tubuh. Cara menghitung
kebutuhan cairan dengan metode Daldiyono:
Kebutuhan cairan = Berat jenis plasma – 1,025 x BB X 4 ml
0,001
Jika sediaan komersial (oralit) tidak ada, cairan rehidrasi oral
pengganti dapat dibuat dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½
sendok teh baking soda, dan 2-4 sendok makan gula per liter air. Untuk
menambah kalium, dapat diberikan dua pisang atau satu cangkir jus
jeruk.

7. Demam Typhoid

Epidemiologi
Organisme penyebab Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi A, B, C
termasuk dalam genus Salmonella, dan merupakan patogen pada manusia. Infeksi
memiliki prevalensi tertinggi di asia selatan dan tenggara, timur tengah, amerika
selatan dan tengah, serta afrika. Resistensi multiobat terhadap kloramfenikol,
ampisilin, dan kotrinoksazol sering terdapat di asia tenggara. Suatu epidemi tifoid
yang resisten terhada kuinolon telah terjadi di Tajikistan.Di Negara maju, demam
enteric sebagian besar merupakan infeksi impor.Penularan terjadi melalui
makanan atau air yang terkontaminasi oleh feses atau urin dari pasien atau
karier.Penyebaran langsung kasus ke kasus tidak umum terjadi.Masa inkubasi 10-
21 hari.

Etiologi
Salmonella typhi, basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar,
tidak berspora.Mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen yaitu antigen 0
(somatic, terdiri dari zat kompleks lipopolisakarida) antigen H (flagella) dan
antigen Vi.Dalam serum penderita terdapat zat anti (agglutinin) terhadap jetiga
macam antigen tersebut).

Patogenesis
Infeksi terjadi pada saluran cerna.Basil diserap di usus halus.Melalui
pembuluh limfe halus masuk ke dalam peredaran darah sampai di organ-organ
terutama hati dan limpa. Basil yag tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati
dan limpa sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada
perabaan. Keudian basil masuk kembali ke dalam darah dan menyebar ke seluruh
tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak
berbentuk lonjng dan perforasi usus.Gejala demam disebabkan oleh endotoksin
sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus.

Manifestasi klinis
Demam tifoid yang tidak diobati seringkali merupakan penyakit berat
yang berlangsung lama dan terjadi selama 4 minggu atau lebih..
a. Minggu pertama: demam ang semaikn meningat, nyri kepala, malaisee, konstipasi,
batuk nonproduktif, bradikardia relatif.
b. Minggu kedua: demam terus-menerus, apatis, diare, distensi andomen, ‘rose spot’,
splenomegali.
c. Minggu ketiga: demam terus-menerus, delirium, mengantuk, distensi abdomen
massif, diare ‘pea soup’.
d. Minggu keempat: perbaikan bertahap pada semua gejala.
Setelah pemulihan, relaps dapat terjadi pada hingga 10 % kasus. Kasus
dapat terjadi ringan atau tidak tampak.Kasus paratifoid serupa dengan tifoid
namun biasanya lebih ringan.

Komplikasi
Dapat terjadi pada:
1. Usus halus
Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal, yaitu:
a. Perdarahan usus
Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tnja dengan
benizidin.Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila berat dapat
disertai perasaaan nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
b. Perforasi usus
Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelah itu dan terjadi pada
bagian distal ileum.Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat
ditemukan bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati
menghilang dan terdapat udara di antara hati dan diafragma pada foto
rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
c. Peritonitis
Biasanya menyertaii perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi
usus.Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyri perut yang hebat, diding
abdomen tegang dan nyeri pada tekanan.
2. Komplikasi luar usus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis yaitu meningitis,
kolesistisis, enselofati dan lain-lain.Terjadi karena infeksi sekunder, yaitu
bronkopneumonia.Dehidrasi dan asidosis dapat timbul akibat masukan
makanan yang kurang dan prespirasi akibat suhu tubuh yang tinggi.

Pemeriksaan penunjang dan diagnosis


Untuk memastikan diagnosis perlu dikerjakan pemeriksaan laboratorium sebagai
berikut:
1. Pemeriksaan yang berguna untuk menyokong diagnosis
a. Pemeriksaan darah tepi
Terdapat gambaran leucopenia, limfositosis relatif dan aneosinofilia pada
permulaan sakit.Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan.
Pemeriksaan darah tepi ini sederhana, mudah dikerjakan di laboratorium
yang sederhana akan tetapi berguna untuk membantu diagnosis yang
cepat.
b. Pemeriksaan sumsum tulang
Dapat digunakan untuk menyokong diagnosis.Pemeriksaan ini tidak
termasuk pemeriksaan rutinyang sederhana.Terdapat gambaran sumsum
tulang berupa hiperaktif RES dengan adanya sel makrofag, sedangkan
system eritropoiesis, granulopoiesis dan trombopoieses berkurang.
2. Pmeriksaan laboratorium untuk membuat diagnosis
Biakan empedu unruk menemukan salmonella typhi dan pmeriksaan widal
adalah pemeriksaan yang dapat dipakai unuk membuat diagnosis tifus yang
pasti
a. Biakan empedu
Basil Salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah penderita biasanya
dalam minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam
urin dan feses dan mungkin akan tetap positif untuk waktu yang lama.
Oleh karena itu pemeriksaan yang positif dari contoh darah digunakan
untuk menegakkan diagnosis, sedangkan pemeriksaan negatif dari contoh
urin dan feses 2 kali berturut-turut digunakan untuk menentukan bahwa
penderita benar- benar sembuh dan tidak menjadi pembawa kuman.
b. Pemeriksaan widal
Dasar pemeriksaan adalah reaksi agutinasi yang terjadi bila serum
penderita dicampur dengan suspensi antigen Salmonella
typhi.Pemeriksaan yang positif ialah bila terjadi reaksi aglutinasi. Dengan
jalan mengencerkan serum, maka kadar zat anti dapat ditentukan, yaitu
pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan reaksi aglutinasi. Untuk
membuat diagnosis yang diperlukan ialah titer zat anti terhadap antigen O.
Titer yang bernilai 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan yang
progresif digunakan untuk membuat diagnosis.Titer tersebut mencapai
puncaknya bersamaan dengan penyembuhan penderita.Titer terhadap H
tidak diperlukan untuk diagnosis, karena dapat tetap tinggi setelah
mendapatkan imunisasi atau penderita telah lama sembuh. Titer dapat
positif karena keadaan berikut:
- Titer O dan H tinggi karena terdaptanya agglutinin normal, karena infeksi basil
Colipatogen dalam usus.
- Pada neonatus, zat anti tersebut diperoleh dari ibunya melalui tali pusat.
- Terapat infeksi silang dengan rickettsia
- AKibat imunisasi secara alamiah karena masuknya basil peroral atau pada keadaan
infeksi subklinis.

Diagnosis Banding
- paratifoid A,B,C
- Influenza
- Malaria
- TB
- dengue
Terapi
1. Isolasi penderita dan desinfeksi pakaian dan ekskreta
2. Perawatan yang baik untuk menghindarkan komplikasi, mengingat sakit yang lama,
lemah dan anoreksia.
3. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali, yaitu istirahat
mutlak, berbaring terus di tempat tidur. Seminggu kemudian boleh duduk dan
selanjutnya boleh berdiri dan berjalan.
4. Diet
5. Obat pilihan adalah kloramfenikol, kecuali bila penderita tidak serasi dapat diberikan
obat lain, misalnya ampisilin, kotrimoksasol dan lain-lain.
Dosis dan aturan pakai kloramfenikol:
Dewasa : 50 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi tiap 6 jam.
Anak : 50-75 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi tiap 6 jam.
Bayi< 2 minggu: 25 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis terbagi tiap 6 jam. Berikan
dosis lebih tinggi untuk infeksi lebih berat. Setelah umur 2 minggu bayi dapat
menerima dosis sampai 50 mg/kgBB/ hari dalam 4 dosis tiap 6 jam.

Prognosis
Umumnya pognosis pada anak baik asal penderita cepat berobat.Mortalitas
penderita yang dirawat sekitar 6%.

8. Antibiotik

A. Penisilin
Penisilin merupakan asam organik, terdiri dari satu inti siklik dengan satu
rantai samping. Beberapa penisilin akan berkurang aktivitas antimikrobanya
dalam suasana asam sehingga penisilin kelompok ini harus diberikan secara
parenteral. Penisilin yang lain hilang aktivitasnya bila dpengaruhi enzim
betalaktamase yang emecah cincin betalaktam. Penisilin menghambat
pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel
mikroba.
Mekanisme kerja antibiotik betalaktam sebagai berikut:
1. Obat bergabung dengan penicillin binding protein pada kuman.
2. Terjadi hambatan sintesis dinding sel kuman karena prose’s transpeptidasi antar rantai
peptidoglikan terganggu.
3. Kemudian terjadi aktivasi enzim proteolitik pada dinding sel.
Efek samping dari penisilin alam maupun sintetik dapat terjadi pada semua
cara pemberian, dapat melibatkan berbagai organ dan jaringan secara terpisah
maupun bersama-sama dan dapat muncul dalam bentuk yang ringan sampai
fatal. Berikut beberapa efek samping yang ditimbulkan:
1. Alergi (reaksi anafilaksis lebih banyak terjadi pada pemberian parentral, tetapi
pemberian secara oral dan pmberian uji kulit intradermal dapat pulamenimbulkan
reaksi alergi ini.
2. Syok anafilaktif
Beberapa contoh obat penicillin:
1. Penisilin V (tablet an sirup)
2. Penisilin isoksazolil (tablet, kapsul, suspensi, bubuk kering)
3. Ampisilin (tablet, suspensi, sunikan)
4. Amoksisilin (kapsul, tablet, sirup)
5. Karbenisilin (IV)
6. Sulbenisilin (IV)
7. Tikarsilin (iV dan IM)

B. Sefalosporin
Sefalosporin dibagi menjadi 3 generasi berdasarkan aktivitas antimikrobanya
yang secara tidak langsung juga sesuai dengan urutan masa pembuatannya,
yaitu:
1. Sefalosporin generasi pertama
Memperlihatkan spectrum antimikroba yang terutama aktif terhadap
kuman gram positif.Golongan ini aktif terhadap sebagian besar S. aureus
dan streptococcus.
Contoh-contoh obatnya:
- Sefaotin (IV)
Digunakan untuk penyakit infeksi berat oleh kuman tertentu.Obat ini
sangat tahan terhadap penisilinase.
- Sefazolin (IM / IV)
- Sefapirin
- Sefaleksin (oral)
- Sefadrin (oral, IM, IV)
- Sefadroksil (oral)
2. Sefalosporin generasi kedua
Lebih aktif pada kuman gram negatif, misalnya H. influenzae, Pr.
Mirabilis, E. Coli, dan Klebsiella.
Contoh-contoh obatnya:
- Sefamandol (IM)
- Sefoksitin (IM/IV)
- Sefaklor (oral)
- Sefuroksim
3. Sefalosporin generasi ketiga
Jauh lebih aktif terhadap enterobacteriaceae.
Contoh-contoh obatnya:
- Sefotaksim (IM/IV)
- Mokssalaktam (IM/IV)
- Seftraikson (IM/IV)
- Sefoperazon (IM/IV)
- Septazidim (IM/IV)
- Sefiksim

C. Tetrasiklin
Golongan ini menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Paling
sedikit terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotik ke dalam ribosom bakteri
gram negatif, pertama yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua
adalah system transpor aktif. Setelah masuk maka antibiotik berikatan dengan
ribosom 30S dn menghalangi masuknya komplek tRNA asam amino pada
lokasi asam amino.
Golongan tetrasiklin termasuk antibiotik yang terutama bersifat bakteriostatik
dan bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman.
Efek samping yang mungkin timbul akibat pemberian golongan tetrasiklin
ialah:
1. Reaksi kepekaan
Reaksi kulit yang mungkin timbul akibat pemberian golongan tetrasiklin
ialah erupsi morniliformis, urtikaria dan dermatitis eksfoliatif.Reaksi yang
lebih hebat ialah udem angioneurotik dan reaksi anafilatsis.
2. Reaksi toksik dan iritatif
Iritasi lambung sering terjadi pada pemberian tetrasiklin peroral, terutama
dengan oksitetrasiklin dan doksisiklin.
3. Efek samping akibat perubahan biologik
Kadang terjadi superinfeksi oleh kuman resisten dan jamur.
Contoh obatnya:
- Tetrasiklin (oral, IM, IV)
- Klortetrasiklin (oral, IM, IV)
- Oksitetrasiklin (oral, IM, IV)
- Demeklosiklin (oral)
- Doksisiklin (oral)
- Minosiklin (oral)

D. Kloramfenikol
Kloamfenikol bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman.Yang
dihambat ialah enzim peptidil transferase yang berperan sebagai katalisator
untuk membentuk ikatan-ikatan peptida pada prose’s sintesis protein
kuman.Efek toksik kloramfenikol pada sel mamalia terutama terlihat pada
system hemopoietik dan diduga berhubungan dengan mekanisme kerja obat
ini.Umumnya obat ini bersifat bakteriostatik.Pada konsentrasi tinggi obat ini
bersifat bakteriasid.
Contoh obatnya:
- kloramfenikol (oral, salep)
- Kloramfenikol stearat (oral)
- Kloramfenikol natrium suksinat (IV)
- Tiamfenikol (oral)
CHOLERA
Penyakit kolera (cholera) adalah penyakit infeksi saluran usus bersifat akut yang disebabkan
oleh bakteri Vibrio cholerae, bakteri ini masuk kedalam tubuh seseorang melalui makanan
atau minuman yang terkontaminasi. Bakteri tersebut mengeluarkan enterotoksin (racunnya)
pada saluran usus sehingga terjadilah diare (diarrhoea) disertai muntah yang akut dan hebat,
akibatnya seseorang dalam waktu hanya beberapa hari kehilangan banyak cairan tubuh dan
masuk pada kondisi dehidrasi.

Patofisiologi Kolera
Gambar perjalanan kuman Vibrio cholerae di dalam tubuh manusia
Seperti pada gambar:
Kolera ditularkan melalui jalur oral. Bila vibrio berhasil lolos dari pertahanan primer dalam
mulut dan tertelan, bakteri ini akan cepat terbunuh dalam asam lambung yang tidak
diencerkan. Bila vibrio dapat selamat melalui asam lambung maka dia akan berkembang
dalam usus halus. Suasana alkali di bagian usus halus ini merupakan medium yang
menguntungkan baginya untuk hidup dan berkembang biak.

Vibrio cholera

Menempel pada mukosa usus halus karena adanya membran protein terluar dan adhesin
flagella

Enterotoksin yang menyebabkan hilangnya cairan dan elektrolit yang masif yang disebabkan
oleh kerja toksin pada sel epitel usus halus, terutama pada duodenum dan yeyunum

Toksin tersebut terikat pada gangliosid, reseptor GM1

Menembus membran sel epitel

Aktivasi adenosine diphospate(ADP) ribosyltransferase

Transfer ADP ribose dari NAD (nicotinamide adenine dinucleotida) ke GTP (guanosine
triphospate) binding protein yang mengatur aktivitas adenilat siklase

Peningkatan sintesis cAMP

Menghambat absorpsi NaCl dan merangsang eksresi Cl (klorida)

Hilangnya air, NaCl, Kalium dan bikarbonat

Apabila dehidrasi tidak segera ditangani, maka akan berlanjut kearah hipovolemik dan
asidosis metabolik dalam waktu yang relatif singkat dan dapat menyebabkan kematian bila
penanganan tidak adekuat. Pemberian air minum biasa tidak akan banyak membantu,
Penderita (pasien) kolera membutuhkan infus cairan gula (Dextrose) dan garam (Normal
saline) atau bentuk cairan infus yang di mix keduanya (Dextrose Saline).

 Penyebaran Penularan Penyakit Kolera


Kolera dapat menyebar sebagai penyakit yang endemik, epidemik, atau pandemik. Meskipun
sudah banyak penelitian bersekala besar dilakukan, namun kondisi penyakit ini tetap menjadi
suatu tantangan bagi dunia kedokteran modern. Bakteri Vibrio cholerae berkembang biak dan
menyebar melalui feaces (kotoran) manusia, bila kotoran yang mengandung bakteri ini
mengkontaminasi air sungai dan sebagainya maka orang lain yang terjadi kontak dengan air
tersebut beresiko terkena penyakit kolera itu juga.

Misalnya cuci tangan yang tidak bersih lalu makan, mencuci sayuran atau makanan dengan
air yang mengandung bakteri kolera, makan ikan yang hidup di air terkontaminasi bakteri
kolera, Bahkan air tersebut (seperti disungai) dijadikan air minum oleh orang lain yang
bermukim disekitarnya.

 Gejala dan Tanda Penyakit Kolera


Pada orang yang feacesnya ditemukan bakteri kolera mungkin selama 1-2 minggu belum
merasakan keluhan berarti, Tetapi saat terjadinya serangan infeksi maka tiba-tiba terjadi diare
dan muntah dengan kondisi cukup serius sebagai serangan akut yang menyebabkan samarnya
jenis diare yg dialami.
Akan tetapi pada penderita penyakit kolera ada beberapa hal tanda dan gejala yang
ditampakkan, antara lain ialah :
- Diare yang encer dan berlimpah tanpa didahului oleh rasa mulas atau tenesmus.
- Feaces atau kotoran (tinja) yang semula berwarna dan berbau berubah menjadi cairan putih
keruh (seperti air cucian beras) tanpa bau busuk ataupun amis, tetapi seperti manis yang
menusuk.
- Feaces (cairan) yang menyerupai air cucian beras ini bila diendapkan akan mengeluarkan
gumpalan-gumpalan putih.
- Diare terjadi berkali-kali dan dalam jumlah yang cukup banyak.
- Terjadinya muntah setelah didahului dengan diare yang terjadi, penderita tidaklah
merasakan mual sebelumnya.
- Kejang otot perut bisa juga dirasakan dengan disertai nyeri yang hebat.
- Banyaknya cairan yang keluar akan menyebabkan terjadinya dehidrasi dengan tanda-
tandanya seperti ; detak jantung cepat, mulut kering, lemah fisik, mata cekung, hypotensi dan
lain-lain yang bila tidak segera mendapatkan penangan pengganti cairan tubuh yang hilang
dapat mengakibatkan kematian.

 Penanganan dan Pengobatan Penyakit Kolera


Penderita yang mengalami penyakit kolera harus segera mandapatkan penaganan segera,
yaitu dengan memberikan pengganti cairan tubuh yang hilang sebagai langkah awal.
Pemberian cairan dengan cara Infus/Drip adalah yang paling tepat bagi penderita yang
banyak kehilangan cairan baik melalui diare atau muntah. Selanjutnya adalah pengobatan
terhadap infeksi yang terjadi, yaitu dengan pemberian antibiotik/antimikrobial seperti
Tetrasiklin, Doxycycline atau golongan Vibramicyn. Pengobatan antibiotik ini dalam waktu 48
jam dapat menghentikan diare yang terjadi.

Pada kondisi tertentu, terutama diwilayah yang terserang wabah penyakit kolera pemberian
makanan/cairan dilakukan dengan jalan memasukkan selang dari hidung ke lambung (sonde).
Sebanyak 50% kasus kolera yang tergolang berat tidak dapat diatasi (meninggal dunia),
sedangkan sejumlah 1% penderita kolera yang mendapat penanganan kurang adekuat
meninggal dunia. (massachusetts medical society, 2007 : Getting Serious about Cholera).
 Pencegahan Penyakit kolera
Cara pencegahan dan memutuskan tali penularan penyakit kolera adalah dengan prinsip
sanitasi lingkungan, terutama kebersihan air dan pembuangan kotoran (feaces) pada
tempatnya yang memenuhi standar lingkungan. Lainnya ialah meminum air yang sudah
dimasak terlebih dahulu, cuci tangan dengan bersih sebelum makan memakai
sabun/antiseptik, cuci sayuran dangan air bersih terutama sayuran yang dimakan mentah
(lalapan), hindari memakan ikan dan kerang yang dimasak setengah matang.

Bila dalam anggota keluarga ada yang terkena kolera, sebaiknya diisolasi dan secepatnya
mendapatkan pengobatan. Benda yang tercemar muntahan atau tinja penderita harus di
sterilisasi, searangga lalat (vektor) penular lainnya segera diberantas. Pemberian vaksinasi
kolera dapat melindungi orang yang kontak langsung dengan penderita.

Pemeriksaan Penyakit Kolera


 Biakan tinja atas V.cholerae positif
 Berat jenis plasma meningkat
 Kreatini serum,nitrogen urine darah meningkat

Komplikasi Penyakit Kolera


 Akibat kekurangan cairan untuk elektrolit
- Renjatan dan dehidrasi tidak terbatas
- Nekrosis tubuli ginjal akibat hipovolemia dan hipokalemia
- Ileus paralitik karena hipokalemia
- Edema paru karena asidosis
 Akibat kelebihan cairan/elektrolit
- Payah jantung kongestif akut
 Abortus spontan pada wanita hamil

Prognosis Penyakit Kolera


Lebih dari 50% penderita kolera berat yang tidak diobati meninggal dunia.
Kurang dari 1% penderita yang mendapat penggantian cairan yang adekuat, meninggal dunia.
DISENTRI
Manifestasi Disentri
Masa inkubasi berlangsung dari beberapa jam sampai 3 hari
Gejala bervariasi: defekasi sedikit2 dan terus menerus
Sakit perut dengan rasa kolik dan mejan
Muntah-muntah dan sakit kepala
Sifat kotoran yang dikeluarkan awalnya sedikit2 sampai isi usus terkuras habis ; keadaan
ringan masih dapat mengeluarkan cairan bila keadaan bertambah berat tinja menjadi
berlendor dan dengan warna kemerahan (red currant jelly) atau lendir yang bening dan
berdarah sifat tinja nya basa.
Suhu badan bisa tinggi sampai rendah , takikardia.

Bentuk klinis:
1. Bentuk yang berat ( fulminating case) : disebabkan S. Dysentriae
2. Berjangkit cepat, berak spt air, muntah, suhu badan subnormal, dehidrasi, renjatan
septik. Apabila tidak segera ditolong maka akan menimbulkan kematian
3. Ingin berak terus, tinja berlendir dan berdarah
4. Timbul rasa haus yang sangat, kulit kering dan dingin, turgor kulit berkurang, muka
berwarna kebiruan atau sianosis, ekstremitas dingin, viskositas darah meningkat.
5. Mengeluh sakit perut sebelah kiri , melilit diikuti pengeluaran inja sehingga perut
menjadi kelihatan cekung
6. Didaerah anus terjadi luka dan nyeri
7. Keadaan selanjutnya memburuk: inkontinensia urin, gelisah, gangguan sirkulasi
perifer, bisa sampai anuria, dan koma hiperemik bahkan sampai kematian.

Das könnte Ihnen auch gefallen