Sie sind auf Seite 1von 89

RESUME KOMPILASI SKENARIO 4

DIARE

BLOK 10

PANACEA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JEMBER

2014
SKENARIO 4
Diare
Seorang ibu di ruang IGD sebuah rumah sakit, tampak cemas menunggu putrinya Ika
yang berusia 8 bulan, karena mengalami diare semenjak 2 hari yang ini tidak disertai dengan
lendir dan darah. Frekuensi diare 8-10 kali sehari dengan jumlah sekitar seperempat gelas tiap
kali diare. Selain itu si anak juga mengalami demam dan juga muntah-muntah, serta tidak mau
minum. Di rumah, ibu sudah berusaha memberikan oralit, tetapi tidak mau minum. Pasien tidak
memiliki sumber air bersih. Setelah dokter triase melakukan pemeriksaan fisik dokter
memutuskan pasien perlu mendapatkan penanganan segera
LEARNING OBJECTIVE

SKDI 4 SKDI 3A-3B SKDI 2

Leukoplakia
Gastroenteritis Glositis

Worm Gastroenteristis
dgn dehidrasi

Food Alergy Dehidrasi

Enteritis
Malabsorbsi

Candidiasis
Food intolerance

Mouth Ulcer
Colitis

Necrotizing
enterocolitis
1. SKDI 4

1.1 GASTROENTERITIS
Definisi
Buang air besar dengan frekuensi 3 kali atau lebih per hari, disertai perubahan tinja menjadi
cair, dengan atau tanpa lendir dan darah
Klasifikasi
Berdasarkan waktu
 Diare akut: Pengeluaran tinja yang lunak atau cair 3 kali per hari atau lebih tanpa darah
yang berlangsung kurang dari 14 hari
 Diare Persisten: merupakan istilah yang digunakan di luar negri yang menyatakan diare
berlangsung selama 15-30 hari yang merupakan kelanjutan dari diare akut
 Diare Kronik : Pengeluaran tinja yang lunak atau cair 3 kali per hari atau lebih tanpa
darah yang berlangsung lebih dari 15 hari

Berdasarkan Patofisiologi
 Diare osmotic
Diare osmotic terjadi akibat terdapatnya zat atau makanan yang tidak dapat diserap
sehingga tekanan osmotic dalam lumen usus terus meningkat dan terjadi pergeseran air
dan elektrolit ke dalam lumen. Meningkatnya tekanan osmotic intra lumen ini disebabkan
oleh obat-obatan atau zat kimia hiperosmotik seperti magnesium sulfat atau magnesium
hidroksia, malabsorbsi umum dan defek dalam absorbs mukosa usus, malabsorsi
glukosa/galaktosa, serta malabsorbsi lemak. Isi lumen yang berlebihan akan merangsang
usus untuk mengeluarkannya sehingga terjadilah diare.
 Diare sekretorik
Akibat rangsangan tertentu, missal toksin, pada dinding usus sehingga akan terjadi
penigkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam lumen dan menurunnya absorbs yang
selanjutnya terjadilah diare.
 Diare motilitas
Gangguan motilitas pada usus dibagi menjadi dua, yaitu peningkatan motilitas dan
penurunan motilitas. Peningkatan motilitas mengakibatkan kurangnya kesempatan usus
untuk menyerap makanan ke dalam tubuh sehingga terjadi diare. Sedangkan menurunnya
motilitas dapat mengakibatkan pertumbuhan bakteri yang berlebihan yang selanjutnya
juga akan mengakibatkan diare.
Etiologi
A. Malabsorpsi

Pada tahun-tahun akhir, sindrom malabsorbsi telah lebih banyak diselidiki oleh para ahli di
bidang gastroenterologi. Umumnya yang dimaksud dengan sindrom malabsorbsi ialah
penyakit yang berhubungan dengan gangguan pencernaan (maldigesti) dan atau gangguan
penyerapan (malabsorbsi) bahan makanan yang dimakan. Dengan demikian sindrom
malabsorbsi dapat berupa gangguan absorbsi (a). Karbohidrat. (b). Lemak. (c). Protein. (d)
Vitamin. Pada anak yang sering dijumpai adalah malabsorbsi karbohidrat, khususnya
malabsorbsi laktosa (intoleransi laktosa) dan malabsorbsi lemak, walaupun demikian
berbagai sindrom malabsorbsi dapat terjadi pada berbagai golongan umur1).

a. Malabsorbsi karbohidrat (intoleransi laktosa)


Laktosa merupakan karbohidrat utama dari susu (susu sapi mengandung 50mg laktosa
perliter). Maka pada bayi dan balita diare akibat intoleransi laktosa mendapat perhatian
khusus karena menjadi penyebab yang cukup sering.
Penyebab
Sebagian besar karbohidrat yang dimakan sehari-hari terdiri dari disakarida dan polisakarida.
Karbohidrat dapat dibagi dalam monosakarida (glukosa, galaktosa, dan fruktosa), disakarida
(laktosa atau gula susu, sukrosa atau gula pasir dan maltosa) serta polisakarida (glikogen,
amilum, tepung). Setelah masuk ke dalam usus, disakarida akan diabsorbsi dan masuk ke
dalam mikrovili usus halus dan dipecah menjadi monosakarida oleh enzim disakaridase
(laktase, sukrase, dan maltase) yang ada di permukaan mikrovili tersebut.
Defisiensi enzim disakaridase selektif menyebabkan gangguan hidrolisis karbohidrat pada
membran enterosit meskipun tidak ada cedera mukosa2).
Pada intoleransi laktosa terjadi defisiensi enzim laktase dalam brush border usus halus,
sehingga proses pemecahan laktosa menjadi glukosa terganggu dan akibatnya terjadi
gangguan penyerapan makanan atau zat sehingga akan menyebabkan tekanan osmotik dalam
rongga usus meningkat dan akan mengakibatkan tekanan osmotik dalam rongga usus
meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus
yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare1,5).

Pembagian
Intoleransi laktosa dibedakan menjadi 2, yaitu intoleransi primer yang merupakan kelainan
kongenital dan intoleransi sekunder yaitu terjadinya defisiensi enzim laktase akibat
kerusakan mukosa usus, mengingat disakarida ditahan di lapisan luar mukosa usus. Hal-hal
yang menyebabkan terjadinya defisiensi laktase adalah penggunaan obat-obatan neomycin
dan kanamycin, celliac disease, malnutrisi, giardiasis, defisiensi imunoglobulin, dll1).

Gejala
Baik pada yang bawaan maupun pada yang didapat, penderita menunjukkan gejala klinis
yang sama, yaitu diare yang sangat sering, cair, asam (ph dibawah 4,5), meteorismus,
flatulens dan kolik abdomen. Akibat gejala tersebut, pertumbuhan anak akan terlambat
bahkan tidak jarang terjadi malnutrisi dengan rasio tinggi dan berat badan kurang dari
persentil ke-5.

Pemeriksaan laboratorium
1. Pengukuran pH tinja (pH < 6, normal pH tinja 7- 8)
2. Penentuan kadar gula dalam tinja dengan tablet "Clinitest". Normal tidak terdapat gula
dalam tinja. (+ = 0,5%, + + = 0,75%, +++ = 1%, ++++ = 2%).
3. Lactose loading (tolerance) test
Setelah penderita dipuasakan selama semalam diberi minum laktosa 2 g/kgbb. Dilakukan
pengukuran kadar gula darah sebelum diberikan laktosa dan setiap 1/2jam kemudian hingga
2 jam lamanya. Pemeriksaan ini dianggap positif (intoleransi laktosa) bila didapatkan grafik
yang mendatar selama 2 jam atau kenaikan kadar gula darah kurang dari 25 mg% (Jones,
1968).
4. Barium meal lactose
Setelah penderita dipuasakan semalam, kemudian diberi minum larutan barium laktosa.
Kemudian dilihat kecepatan pasase larutan tersebut. Hasil dianggap positif bila larutan
barium laktosa terlalu cepat dikeluarkan (1 jam) dan berarti pula hanya sedikit yang
diabsorbsi.
5. Biopsi mukosa usus halus dan ditentukan kadar enzim laktase dalam mukosa tersebut.
Untuk diagnosis klinis biopsi usus penting sekali, karena banyak hal dapat diketahui dari
pemeriksaan ini, misalnya gambaran vilus di bawah dissecting microscope. Gambaran
histologis mukosa (mikroskop biasa dan elektron), aktifitas enzimatik (kualitatifdan
kuantitatif). Biopsi usus ternyata tidak berbahaya dan sangat bermanfaat dalam menyelidiki
berbagai keadaan klinis yang disertai malabsorbsi usus.
6. Sugar chromatography dari tinja dan urin.

Diagnosis
Dibuat berdasarkan gejala klinis dan laboratorium seperti di atas.

Pengobatan
Diberikan susu rendah laktosa (LLM, Almiron, eiwit melk) atau Free lactose milk formula
(sobee, Al 110) selama 2-3 bulan kemudian diganti kembali ke susu formula yang biasa.
(kadar laktosa Almiron 1,0%, eiwit melk 1,4%, LLM 0,8%, Sobee 0% dan Al 110 (0%)
Pada intoleransi laktosa sementara, sebaiknya diberikan susu rendah laktosa selama 1 bulan
sedangkan pada penderita dengan intoleransi laktose primer (jarang di Indonesia) diberikan
susu bebas laktosa5).
Respon klinis terhadap pemberian diet bebas laktosa merupakan suatu alternatif untuk
pemeriksaan tinja atau uji diagnostik spesifik. Pembatasan laktosa seharusnya menghasilkan
penyembuhan cepat diarenya dalam 2-3 hari, jika ada defisiensi laktase. Harus bisa
membedakan intoleransi laktosa dengan keadaan sensitif terhadap protein, gastroenteritis
akut tidak memicu sensitivitas susu. Cukup beralasan bila susu sapi diganti dengan susu
formula susu kedelai jika dicurigai intoleransi laktosa karena formula susu kedelai
mengandung tepung rantai pendek atau sukrosa sebagai sumber gulanya. Orang tua harus
dibimbing agar tidak memberikan tambahan cairan bening atau larutan elektrolit encer
berlebihan untuk menghindari hiponatremia atau pengurasan kalori pasca infeksi, yang bisa
menyebabkan diarenya berkepanjangan. Diare yang menetap walaupun laktosa dalam diet
sudah dikurangi memberi kesan diagnosis bukan defisiensi laktosa2).

Prognosis
Pada kelainan primer (kongenital) prognosis kurang baik, sedangkan pada kelainan yang
didapat (sekunder) prognosis baik

b. Malabsorbsi lemak
Di alam, bentuk trigliserida asam lemak umumnya mengandung atom C lebih dari 14, seperti
asam palmitat, asam stearat, asam oleat dan asam linoleat. Bentuk ini disebut LCT (Long
Chain Triglycerides). Disebut MCT (Medium Chain Tryglycerides) adalah trigliserida
dengan atom C6 12 buah. Untuk pengobatan anak dengan malabsorbsi lemak, susu MCT
telah banyak digunakan oleh berbagai klinik1).
Dalam keadaan sehat, absorbsi LCT dari usus halus bergantung kepada beberapa faktor.
Hidrolisis dari LCT menjadi asam lemak dan gliserida terjadi di usus halus bagian atas
dengan pengaruh lipase pankreas dan conjugated bile salts yang ikut membentuk micelles
yaitu bentuk lemak yang siap untuk diabsorbsi. Sesudah masuk ke dalam usus kecil tcrjadi
reesterifikasi dari asam lemak sehingga kemudian terbentuk kilomikron yang selanjutnya
diangkut melalui pembuluh limfe.
Absorbsi MCT berbeda sekali dengan LCT, demikian pula metabolismenya. MCT dapat
diabsorbsi dengan baik dan cepat walaupun tidak terdapat lipase pankreas dan conjugated
bile salts, apalagi karena tidak melalui pembentukan micelles dan kilomikron. MCT akhirnya
akan diangkut langsung melalui vena porta dan selanjutnya dalam hati akan dimetabolisme.
Penyebab
Gangguan absorbsi lemak (LCT) dapat terjadi pada keadaan :
1. Lipase tidak ada atau kurang.
2. Conjugated bile salts tidak ada atau kurang
3. Mukosa usus halus (vili) atrofi atau rusak.
4. Gangguan sistem limfe usus.
Keadan ini akan menyebabkan diare dengan tinja berlemak (steatorea) dan malabsorbsi
lemak. Malabsorbsi lemak dapat terjadi pada kelainan sebagai berikut :
1. Penyakit pankreas; fibrosis kistik, insufisiensi lipase pankreas.
2. Penyakit hati; hepatitis neonatal, atresia biliaris, sirosis hepatis.
3. Penyakit usus halus; reseksi usus halus yang ekstensif (pada atresia, volvulus, infark
mesenterium), penyakit seliak dan malabsorbsi usus (karena kelainan mukosa usus atau
atrofi), enteritis regional, tropical sprue, contaminated small bowel syndrome,
abetalipoproteinemia (karena gangguan pembentukan kilomikron), malabsorbsi yang
sebabnya tidak diketahui. Mungkin sekali terjadi pada diare berulang dan kronis pada
malnutrisi energi protein.
4. Kelainan limfe; limfangiektasis usus, gangguan limfe karena trauma, tuberkulosis,
kelainan kongenital.
5. Neonatus kurang bulan

Diagnosis
Steatorea atau bertambahnya lemak dalam tinja merupakan suatu conditio sine qua non untuk
diagnosis malabsorbsi lemak.
Prosedur yang paling sederhana ialah pemeriksaan tinja makroskopis dan mikroskopis.
Tanda-tanda makroskopis tinja yang karakteristik tinja berlemak ialah lembek, tidak
berbentuk (nonformed stool), berwarna coklat muda sampai kuning, kelihatan berminyak.
Perhitungan kuantitatif metode Van de Kamer atau tinja yang dikumpulkan 3 hari berturut-
turut merupakan pemeriksaan yang paling baik.
Bila ekskresi dalam feses lebih dari 15gram selama 3 hari (5 g/hari) maka hal ini
menunjukkan adanya malabsorbsi.

Pengobatan
Pengobatan lebih banyak ditujukan pada latar belakang penyebab terjadinya malabsorbsi
lemak ini. Kemudian untuk malabsorbsi lemaknya sendiri diberikan susu MCT.
Preparat MCT di luar negeri banyak dibuat dari minyak kelapa.
1. Dalam bentuk bubuk: Portagen, atau Tryglyde (Mead Johnson). Trifood MCT milk,
2. Dalam bentuk minyak: Mead Johnson MCT oil, Trifood MCT oil.
B. Diare Psikogenik
Diare tipe ini disebut diare psikogenik emosional, disebabkan oleh stimulasi berlebihan pada
sistem saraf parasimpatik yang mengeksitasi motilitas dan sekresi mukus pada distal kolon.
Kedua efek ini menyebabkan diare.

C. Diare etiologi imunodefisinsi


Diare yang disebabkan oleh factor imunodefisiensi dapat berasal dari infeksi jamur, bakteri,
virus ataupun parasit. Penyebab tersering pada penderita HIV adalah jamur candida albicans
yang sebenarnya merupakan flora normal tubuh. Keadaan imunodefisiensi dapat terjadi pada
penderita hiv maupun pasien yang mendapat terapi kortikosteroid.

D. Diare etiologi infeksi


Diare yang disebabkan oleh infeksi dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
1. Virus : Rotavirus
2. Bakteri : ETEC, EIEC, vibrio cholera, Salmonela thypi dll
3. Parasit : Giardia Lambia, entamoba hystolitica
 Bakteri noninvasif (enterotoksigenik)

Bakteri masuk kedalam makanan atau minuman yang tercemar oleh bakteri tersebut.
Bakteri kemudian tertelan dan masuk kedalam lambung, didalam lambung bakteri
akan dibunuh oleh asam lambung, namun bila jumlah bakteri terlalu banyak maka
akan ada yang lolos kedalam usus 12 jari (duodenum). Di dalam duodenum bakteri
akan berkembang biak sehingga jumlahnya mencapai 100 juta koloni atau lebih per ml
cairan usus. Denan memproduksi enzim muicinase bakteri berhasil mencairkan lapisan
lendir yang menutupi permukaan sel epitel usus sehingga bakteri dapat masuk ke
dalam membrane (dinding sel epitel). Di dalam membrane bakteri mengeluarkan
toksin yang disebut sub unit A dan sub unit B. sub unit B melekat di dalam membrane
dari sub unit A dan akan bersentuhan dengan membrane sel serta mengeluarkan cAMP
(cyclic Adenosin Monophospate). cAMP berkhasiat merangsang sekresi cairan usus di
bagian kripta vili dan menghambat absorbsi cairan di bagian kripta vili, tanpa
menimbulkan kerusakan sel epitel tersebut. Sebagai akibat adanya rangsangan sekresi
cairan dan hambatan absorbsi cairan tersebut, volume cairan didalam lumen usus akan
bertambah banyak. Cairan ini akan menyebabkan dinding usus menggelembung dan
tegang dan sebagai reaksi dinding usus akan megadakan kontraksi sehingga terjadi
hipermotilitas atau hiperperistaltik untuk mengalirkan cairan ke baeah atau ke usus
besar. Dalam keadaan normal usus besar akan meningkatkan kemampuannya untuk
menyerap cairan yang bertambah banyak, tetapi tentu saja ada batasannya. Bila jumlah
cairan meningkat sampai dengan 4500 ml (4,5 liter), masih belum terjadi diare, tetapi
bila jumlah tersebut melampaui kapasitasnya menyerap, maka akan terjadi diare.

 Bakteri enteroinvasif
Diare menyebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi, dan bersifat
sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur lendir dan darah. Bakteri yang
termasuk dalam golongan ini adalah Enteroinvasif E. Coli (EIEC), S. paratyphi B, S.
typhimurium, S. enteriditis, S.choleraesuis, Shigela, yersinia, dan Perfringens tipe C.

Penyebab diare lainnya, seperti parasit menyebabkan kerusakan berupa usus besar (E.
histolytica) kerusakan vili yang penting menyerap air, elektrolit dan zat makanan
(lamdia) patofisologi kandida menyebabkan gastroenteritis belum jelas, mungkin
karena superinfeksi dengan jasad renik lain.

Mekanisme yang dilakukan virus masih belum jelas kemungkinan dengan merusak sel
epitel mukosa walaupun hanya superfisial, sehingga mengganggu absorpsi air, dan
elektrolit. Sebaliknya sel-sel kripti akan berpoliferasi dan menyebabkan bertambahnya
sekresi cairan ke dalam lumen usus. Selain itu terjadi pula kerusakan enzim-enzim
disakarida yang menyebabkan intoleransi yang akhirnya memperlama diare.

1.2 WORM
1. Ascaris lumbricoides
a. Klasifikasi
Phylum : Nemathelminthes
Class :Nematoda
Subclass :Secernentea
Ordo :Ascaridida
Famili : Ascarididae
Genus : Ascaris
Species : Ascaris lumbricoides
b. Morfologi
Cacing jantan berukuran 10-30 cm, sedangkan betina 22-35 cm. Pada cacing jantan ujung
posteriornya lancip dan melengkung ke arah ventral, dilengkapi pepil kecil dan dua buah
spekulum berukuran 2 mm, sedangkan pada cacing betina bagian posteriornya membulat
dan lurus, dan 1/3 pada anterior tubuhnya terdapat cincin kopulasi, tubuhnya berwarna
putih sampai kuning kecoklatan dan diselubungi oleh lapisan kutikula yang bergaris
lurus.
Telur yang dibuahi, besarnya kurang lebih 60 x 45 mikron, dan yang tidak dibuahi 90 x
40 mikron. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi
bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini, bila terbentuknya
oval melebar, mempunyai lapisan yang tebal dan berbenjol-benjol, dan umumnya
berwarna coklat keemasan, ukuran panjangnya dapat mencapai 75 μm dan lebarnya 50
μm. Telur yang belum dibuahi umumnya lebih oval dan ukuran panjangnya dapat
mencapai 90 μm, lapisan yang berbenjol-benjol dapat terlihat jelas dan kadang-kadang
tidak dapat dilihat.
Telur Ascaris lumbricoides berkembang sangat baik pada tanah liat yang mempunyai
kelembaban tinggi dan pada suhu 25-30◦ C. Pada kondisi ini telur tumbuh menjadi bentuk
yang infektif (mengandung larva) dalam waktu 2-3 minggu.
c. Siklus Hidup
Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif
dalam waktu kurang lebih 3 (tiga) minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan oleh manusia,
menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah
atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru.
Larva di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga
alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus.
Dari trakea larva ini menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan
pada faring. Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan ke dalam
esophagus, lalu menuju usus halus. Di usus halus berubah manjadi cacing dewasa. Sejak
telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2
(dua) bulan.
d. Patologi
Gejala yang timbul pada manusia disebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Gangguan
karena larva biasanya terjadi pada saat berada di paru-paru. Pada orang yang rentan
terjadi pendarahan ringan di dinding alveolus disertai batuk, demam, dan eusinofilia.
Pada foto toraks tampak infiltrat yang menghilang dalam waktu tiga minggu. Keadaan
tersebut disebut sindrom Loeffler. Gangguan yang disebabkan cacing dewasa
menyebabkan penderita terkadang mengalami gangguan usus ringan seperti mual, nafsu
makan berkurang, diare atau konstipasi.
Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga memeperberat
keadaan malnutrisi dan penurunan status kognitif pada anak. Efek yang serius terjadi bila
cacing menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus). Pada keadaan
tertentu cacing dewasa mengembara ke saluran empedu, apendik, atau ke bronkus dan
menimbulkan keadaan gawat darurat sehingga kadang-kadang perlu tindakan kooperatif.

e. Epidemiologi
Di Indonesia prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak. Frekuensinya 60-90%.
Kurangya pemakaian jamban keluarga menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja di
sekitar halaman rumah, di bawah pohon, di tempat mencuci dan di tempat pembuangan
sampah bahkan di negara-negara tertentu terdapat kebiasaan memakai tinja sebagai
pupuk.
Tanah liat, kelembaban tinggi dan suhu 25o-30o C merupakan kondisi yang sangat baik
untuk berkembangnya telur Ascaris lumbricoides menjadi bentuk infektif.
f. Pencegahan dan Pengendalian
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan antara lain:
 Hendaknya pembuangan tinja (feses) pada W.C. yang baik.
 Pemeliharaan kebersihan perorangan dan lingkungan.
 Penerangan atau penyuluhan melalui sekolah, organisasi kemasyarakatan oleh guru-
guru dan pekerja-pekerja kesehatan.
 Hendaknya jangan menggunakan tinja sebagai pupuk kecuali sudah dicampur dengan
zat kimia tertentu.
Upaya pengendalian yang dapat dilakukan antara lain dengan memutus siklus
hidupAscaris lumbricoides. Pemakaian jamban keluarga dapat memutus rantai siklus
hidupAscaris lumbricoides ini. Kurang disadarinya pemakaian jamban keluarga oleh
masyarakat dapat menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja disekitar halaman rumah,
di bawah pohon dan di tempat-tempat pembuangan sampah. Upaya pengendalian juga
dapat dilakukan dengan memberikan obat-obatan seperti yang diberikan secara
perorangan maupun massal. Obat lama yang pernah digunakan adalah piperasin,
tiabendasol, heksilresorkimol, dan hetrazam.

2. Enterobius vermicularis
a. Klasifikasi
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Secernentea
Ordo : Oxyurida
Famili : Oxyuroidea
Genus : Enterobius
Species : Enterobius vermicularis

b. Morfologi
Cacing betina berukuran 8-13 mm x 0,4 mm. Pada ujung anteriornya ada pelebaran
kutikulum seperti sayap yang disebut alae. Bulbus esofagus jelas sekali ekornya panjang
dan runcing. Uterus cacing yang gravid melebar dan penuh telur. Cacing jantan berukuran
2-5 mm juga mempunyai sayap dan ekornya melingkar sehingga bentuknya seperti tanda
tanya, spikulum pada ekor jarang ditemukan. Habitat cacing dewasa biasanya di rongga
sekum, usus besar, dan di usus halus yang berdekatan dengan rongga sekum.
c. Siklus hidup
Manusia adalah satu-satunya hospes Enterobius vermicularis. Tempat hidup cacing kremi
dewasa biasanya adalah coecum, dan bagian usus besar dan usus halus yang berdekatan
dengan coecum. Cacing betina yang hamil, yang mengandung kira-kira 11.000 butir telur
pada malam hari bermigrasi ke daerah perianal dan perineal, tempat telurnya dikeluarkan
dalam kelompok-kelompok dengan kontraksi uterus dan vagina karena rangsangan suhu
yang lebih rendah dan lingkungan udara. Telur menjadi matang dan infektif beberapa jam
setelah dikeluarkan. Telur jarang dikeluarkan di dalam rongga usus maka pemeriksaan
tinja tidak penting. Bila telur ditelan, larva stadium pertama menetas di dalam duodenum.
d. Patologi
Enterobiasis relatif tidak berbahaya jarang menimbulkan lesi yang berarti. Gejala klinis
yang menonjol disebabkan iritasi di sekitar anus, perineum, dan vagina oleh cacing betina
gravid yang bermigrasi ke daerah anus dan vagina sehingga menyebabkan pruritus lokal.
Karena cacing bermigrasi ke daerah anus dan menyebabkan proritusani maka penderita
menggaruk daerah di sekitar anus. Keadaan ini terjadi pada waktu malam hari hingga
penderita terganggu tidurnya dan menjadi lemah. Terkadang cacing dewasa muda
bergerak ke usus halus bagian proksimal sampai ke lambung, esofagus dan hidung
sehingga menyebabkan gangguan pada daerah tersebut. Cacing betina gravid
mengembara dan dapat bersarang di vagina dan di tubafalopi sehingga menyebabkan
radang di saluran telur.
Beberapa gejala infeksi Enterobius vermicularis yaitu kurang nafsu makan, berat badan
turun, aktivitas tinggi, enuresis, cepat marah, insomnia, gigi menggeretak dan masturbasi,
tetapi kadang-kadang sukar untuk membuktikan hubungan sebab dengan cacing kremi.
e. Epidemiologi
Penyebaran cacing kremi lebih luas daripada cacing lain. Penularan dapat terjadi pada
keluarga atau kelompok yang hidup dalam satu lingkungan yang sama (asrama, rumah
piatu). Telur cacing dapat diisolasi dari debu di ruangan sekolah atau kafetaria sekolah
dan menjadi sumber infeksi bagi anak-anak sekolah. Di berbagai rumah tangga dengan
bebarapa anggota keluarga yang mengandung cacing kremi, telur cacing dapat ditemukan
(92%) di lantai, meja, kursi, bufet, tempat duduk kakus, bak mandi alas kasur, pakaian
dan tilam. Penelitian di daerah Jakarta Timur melaporkan bahwa enterobiasis sering
menyerang pada anak usia 5-9 tahun yaitu pada 46 anak (54,1%) dari 85 anak yang
diperiksa.
Penularan dapat dipengaruhi oleh :
1. Penularan dari tangan ke mulut sesudah menggaruk daerah perianal (autoinfeksi) atau
tangan dapat menyebarkan telur kepada orang lain maupun kepada diri sendiri karena
memegang benda-baenda maupun pakaian yang terkontaminasi.
2. Debu merupakan sumber infeksi karena mudah diterbangkan oleh angin sehingga
telur melalui debu dapat tertelan.
3. Retrofeksi melalui anus : larva dari telur yang menetas disekitar anus kembali masuk
ke usus.
Anjing dan kucing tidak mengandung cacing kremi tetapi dapat menjadi sumber infeksi
oleh karena telur dapat menempel pada bulunya. Frekuensi di Indonesia tinggi terutama
pada anak dan lebih banyak ditemukan pada golongan ekonomi lemah. Frekuensi pada
orang kulit putih lebih tinggi daripada orang negro.
f. Pencegahan dan Pengendalian
Penularan enterobiasis dapat melalui tangan, debu ataupun retrofeksi melalui anus oleh
karena itu upaya pencegahan yang dapat dilakukan diantaranya:
 Menjaga kebersihan diri sendiri.
 Kuku sebaiknya pendek dan selalu cuci tangan sebelum makan.
 Makanan hendaknya dihindarkan dari debu dan tangan yang mengandung parasit.
 Pakaian dan alas kasur hendaknya dicuci bersih dan diganti setiap hari.
 Anak yang mengandung Enterobius vermicularis sebaiknya memakai celana panjang
jika hendak tidur supaya alas kasur tidak terkontaminasi dan tangan tidak dapat
menggaruk daerah perianal.
Upaya pengendalian dapat dilakukan dengan cara memberikan obat-obatan seperti
pyrantel pamoat, mebendazol ataupun albendazol.

3. Necator americanus dan Ancylostoma duodenale


a. Klasifikasi
Necator americanus
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Adenophorea
Ordo : Enoplida
Famili : Rhabditoidea
Genus : Necator
Species : Necator americanus
Ancylostomaduodenale
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Secernentea
Ordo : Rhabditida
Famili : Rhabditoidea
Genus : Ancylostoma
Species : Ancylostoma duodenale
b. Morfologi
Cacing tambang dewasa berbentuk silindris, cacing betina berukuran 9-13 mm
sedangakan cacing jantan berukuran 5-10 mm bentuk Necator americanus berbentuk
seperti huruf S, sedangkan Ancylostoma duodenale memiliki bentuk seperti huruf C.
Rongga mulut kedua spesies cacing ini lebar dan terbuka. Pada Necator
americanus mulut dilengkapi dengan gigi kitin, sedangkan pada Ancylostoma
duodenale dilengkapi dua pasang gigi berbentuk lancip. Cacing jantan pada kedua cacing
ini, ujung ekornya mempunyai bursa kopulatriks, sedangkan yang betina ujung ekornya
lurus dan lancip. Secara morfologis kedua spesies cacing dewasa ini mempunyai
perbedaan yang nyata (terutama bentuk tubuh, rongga mulut dan bursa kopulatriksnya).
c. Siklus hidup
Telur kedua cacing ini, keluar bersama dengan tinja. Di dalam tubuh manusia dengan
waktu 1-1,5 hari telur telah menetas dan mengeluarkan larva rabditiform kemudian dalam
waktu sekitar 3 hari, larva rabditiform berkembang menjadi larva filariform (bentuk
infektif). Larva filariform dapat tahan di dalam tanah selama 7-8 minggu. Infeksi pada
manusia terjadi apabila larva filariform menembus kulit atau tertelan.
Siklus hidup kedua cacing tambang ini dimulai dari larva filariform menembus kulit
manusia kemudian masuk ke kapiler darah dan berturut-turut menuju jantung kanan,
paru-paru, bronkus, trakea, laring dan terakhir dalam usus halus sampai menjadi dewasa.
d. Patologi
Gejala nekatoriasis dan ankilostomiasis, yaitu:
Stadium larva
Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit yang
disebut ground itch. Perubahan pada paru biasannya ringan infeksi larva
filariformAncylostoma duodenale secara oral menyebabkan penyakit wakana dengan
gejala mual, muntah, iritasi faring, batuk, sakit leher dan serak
Stadium dewasa
Gejala tergantung pada spesies dan jumlah cacing serta keadaan gizi penderita (Fedan
Protein). Tiap cacing Necator americanus menyebabkan kehilangan darah sebanyak
0,005-0,1 cc sehari, sedangkan Ancylostoma duodenale 0,08-0,34 cc. Pada infeksi berat
terjadi anemia hipokrom mikrositer. Di samping itu juga terdapat eosinofilia. Cacing
tambang biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi daya tahan berkurang dan prestasi
kerja turun.
e. Epidemiologi
Insidens tinggi ditemukan pada penduduk Indonesia, terutama di daerah pedesaan,
khususnya di perkebunan. Seringkali pekerja perkebunan yang langsung berhubungan
dengan tanah mendapat infeksi lebih dari 70%. Kebiasaan defekasi di tanah dan
pemakaian tinja sebagai pupuk kebun (di berbagai daerah tertentu) penting dalam
penyebaran infeksi. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva ialah tanah gembur (pasir,
humus) dengan suhu optimum untuk Necator americans 280-320 C, sedangkan
untuk Ancylostoma duodenale lebih rendah (230-250C). Pada umumnya Ancylostoma
duodenale lebih kuat. Untuk menghindari infeksi, antara lain dengan memakai sandal
atau sepatu.
f. Pencegahan dan Pengendalian
Pencegahan:
 Menghindari kontak langsung dengan tanah dan tempat kotor lainnya.
 Hendaknya pembuangan feses pada tempat/WC yang baik.
 Melindungi orang yang mungkin mendapat infeksi.
 Pemberantasan melalui perbaikan sanitasi lingkungan
 Hendaknnya penggunaan tinja sebagai pupuk dilarang, kecuali tinja tersebut sudah
dicampur dengan zat kimia tertentu untuk membunuh parasitnya.
 Penerangan melalui sekolah-sekolah.
 Menjaga kebersihan diri.
 Selalu menggunakan sandal atau alas kaki ketika bepergian.
 Meminum vitamin B12 dan asamfolat.
Pengendalian:
Pengendalian dilakukan dengan cara pengobatan. Pengobatan yang dilakukan yaitu
melalui obat pilihan bernama tetrakloretilen (juga infektif untuk Ancylostoma
duodenale ). Obat lain yang bisa digunakan adalah mebendazol, albendazol,
pirantelpamoat, bitoskamat, dan befenium hidrosinafoat.

4. Strongyloides stercoralis
a. Klasifikasi
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Adenophorea
Ordo : Enoplida
Famili : Rhabiditoidea
Genus : Strongyloides
Species : Strongyloides stercoralis
b. Morfologi
Cacing ini disebut cacing benang, terdapat bentuk bebas di alam dan bentuk parasitik di
dalam intestinum vertebrata. Bentuk parasitik adalah parthenogenetik dan telur dapat
berkembang di luar tubuh hospes, langsung menjadi larva infektif yang bersifat parasitik
atau dapat menjadi bentuk larva bebas yang jantan dan betina. Bentuk bebas ditandai
dengan adanya cacing jantan dan betina dengan esofagus rabditiform, ujung posterior
cacing betina meruncing ke ujung vulva terletak di pertengahan tubuh. Bentuk parasitik
ditandai dengan esofagus filariform tanpa bulbus posterior, larva infektif dari generasi
parasitik mampu menembus kulit dan ikut aliran darah.
Cacing dewasa betina hidup sebagai parasit di vilus duodenum dan yeyunum. Cacing
betina berbentuk filiform, halus, tidak berwarna dan panjangnya kira-kira 2 mm. Cacing
dewasa betina memiliki esofagus pendek dengan dua bulbus dan uterusnya berisi telur
dengan ekor runcing. Cara berkembang biaknya adalah secara parthenogenesis. Telur
bentuk parasitik diletakkan di mukosa usus, kemudian menetas menjadi larva rabditiform
yang masuk ke rongga usus serta dikeluarkan bersama tinja. Cacing dewasa jantan yang
hidup bebas panjangnya kira-kira 1 mm, esophagus pendek dengan 2 bulbus, ekor
melingkar dengan spikulum. Larva rabditiform panjangnya ± 225 mikron, ruang mulut:
terbuka, pendek dan lebar. Esophagus dengan 2 bulbus, ekor runcing. Larva Filariform
bentuk infektif, panjangnya ± 700 mikron, langsing, tanpa sarung, ruang mulut tertutup,
esophagus menempati setengah panjang badan, bagian ekor berujung tumpul berlekuk.
c. Siklus Hidup
Cara berkembang biak Strongyloides stercoralis diduga secara parthenogenesis. Telur
bentuk parasitik diletakkan di mukosa usus, kemudian telur tersebut menetas menjadi
larva rabditiform yang masuk ke rongga usus serta dikeluarkan bersama tinja. Parasit ini
mempunyai tiga macam daur hidup.
1. Siklus langsung
Sesudah 2-3 hari di tanah, larva rabditiform yang berukuran ± 225 x 16 mikron, berubah
menjadi larva filariform berbentuk langsing dan merupakan bentuk infektif, panjangnya ±
700 mikron. Bila larva filariform menembus kulit manusia, larva tumbuh masuk ke dalam
peredaran darah vena, kemudian melalui jantung kanan sampai ke paru. Dari paru parasit
yang mulai dari dewasa menembus alveolus masuk ke trakea dan laring. Sesudah sampai
di laring terjadi refleks batuk, sehingga parasit tertelan kemudian sampai di usus halus
bagian atas dan menjadi dewasa cacing betina yang dapat bertelur ditemukan kurang
lebih 28 hari sesudah infeksi.
2. Siklus tidak langsung
Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan
cacing betina bentuk bebas. Bentuk bebas lebih gemuk dari bentuk parasitik. Cacing
betina berukuran 1 mm x 0,06 mm, yang jantan berukuran 0,75 mm x 0,04 mm,
mempunyai ekor melengkung dengan dua buah spikulum, sesudah pembuahan,cacing
betina menghasilkan telur yang menetas menjadi larva rabditiform. Larva raditiform
dalam waktu beberapa hari dapat menjadi larva filariform yang infektif dan masuk ke
dalam hospes baru, atau larva rabeditiform tersebut mengulangi fase hidup bebas. Siklus
tidak langsung ini terjadi bilamana keadaan lingkungan sekitarnya optimum yaitu sesuai
dengan keadaan yang dibutuhkan untuk kehidupan bebas parasit ini, misalnya di negeri
tropik dengan iklim lembab yang lebih dingin dengan keadaan yang lebih
menguntungkan untuk parasit tersebut.
3. Autoinfeksi
Larva rabditiform kadang-kadang menjadi larva filariform di usus atau di daerah di
sekitar anus. Bila larva filariform menembus mukosa usus atau kulit perianal maka terjadi
daur perkembangan di dalam hospes. Autoinfeksi dapat menyebabkan strongiloidiasis
menahun pada penderita yang hidup di daerah nonendemik.
d. Patologi
Bila larva filariform dalam jumlah besar menembus kulit, timbul kelainan kulit yang
dinamakan creeping eruption yang sering disertai rasa gatal yang hebat. Cacing dewasa
menyebabkan kelainan pada mukosa usus halus. Infeksi ringan Strongyloides
stercoralisterjadi tanpa diketahui hospesnya karena tidak menimbulkan gejala. Infeksi
sedang dapat menyebabklan rasa sakit seperti tertusuk-tusuk di daerah epigastrium tengah
dan tidak menjalar. Mungkin ada mual dan muntah diare dan konstipasi saling
bergantian. Pada strongioloidiasis dapat terjadi autoinfeksi dan hiperinfeksi. Pada
hiperinfeksi cacing dewasa yang hidup sebagai parasit dapat ditemukan di seluruh traktus
di gestivus dan larvanya dapat ditemukan di berbagai alat dalam (paru, hati, kandung
empedu). Pada pemeriksaan darah mungkin ditemukan eosinofilia atau hipereosinofilia
meskipun pada banyak kasus jumlah sel eosinofil normal.
e. Epidemiologi
Daerah yang panas, kelembaban yang tinggi dan sanitasi kurang, sangat menguntungkan
cacing strongiloides sehingga terjadi daur hidup yang tidak langsung. Tanah yang baik
untuk pertumbuhan larva ini adalah tanah gembur, berpasir dan humus.
f. Pencegahan dan Pengendalian
Penularan strongiloidasisdapat dicegah dengan cara menghindari kontak dengan tanah,
tinja atau genangan air yang diduga terkontaminasi oleh larva infektif. Tindakan
pencegahannya dilakukan sesuai dengan pencegahan penularan infeksi cacing tambang
pada umumnya seperti memakai alat-alat yang menyehatkan untuk pembuangan kotoran
manusia dan memakai sepatu atau alas kaki waktu bekerja di kebun. Upaya pencegahan
juga dapat dilakukan dengan cara memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai
cara penularan, cara pembuatan serta pemakaian jamban.
Pengendalian bisa dilakukan yaitu apabila diketahui seseorang positif terinfeksi, orang itu
harus segera diobati. Pengobatan dilakukan dengan menggunakan obat mebendazol,
pirantel pamoat dan levamisol walaupun hasilnya kurang memuaskan. Saat ini obat yang
banyak dipakai adalah tiabendazol.

5. Trichuris trichiura
a. Klasifikasi
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Adenophorea
Ordo : Enoplida
Famili : Trichinelloidea
Genus : Trichuris
Species : Trichuris trichiura

b. Morfologi
Cacing betina panjangnya kira-kira 5 cm, sedangkan cacing jantan kira-kira 4 cm. Bagian
enterior langsing seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang seluruh tubuh.
Bagian posterior bentuknya lebih gemuk dan cacing betina bentuknya membulat tumpul,
sedangkan pada cacing jantan melingkar dan terdapat satu spikulum. Cacing dewasa
hidup di kolon asendens dan sekum (caecum) dengan satu spikulum dengan bagian
anteriornya yang seperti cambuk masuk kedalam mukosa usus. Seekor cacing betina
diperkirakan menghasilkan telur setiap hari antara 3000 – 10.000 butir. Telur berukuran
50-54 mikron x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan
yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan
bagian dalamnya jernih.
c. Siklus Hidup
Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut menjadi matang
dalam waktu 3-6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah yang lembab
dan tempat yang teduh. Telur matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk
yang infektif. Cara infeksi langsung bila secara kebetulan hospes menelan telur matang.
Larva keluar melalui telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah manjadi dewasa
cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum (caecum).
Jadi cacing ini tidak mempunyai siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang
tertelan sampai cacing dewasa betina menetaskan telur kira-kira 30-90 hari.
d. Patologi
Cacing Trichuris trichiura pada manusia terutama hidup di sekum, akan tetapi dapat juga
ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada anak-anak, cacing ini
tersebar di seluruh kolon dan rektum. Kadang-kadang terlihat di mukosa rektum yang
mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita pada waktu defekasi. Cacing ini
memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi trauma yang menimbulkan
iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat perlekatannya dapat terjadi perdarahan.
Di samping itu rupanya cacing ini menghisap darah hospesnya, sehingga dapat
menyebabkan anemia. Bila infeksinya ringan biasanya asymtomatis (tanpa gejala). Bila
jumlah cacingnya banyak biasanya timbul diarrhea dengan feses yang berlendir, nyeri
perut, dehidrasi, anemia, lemah dan berat badan menurun.
e. Epidemiologi
Faktor penting untuk penyebaran penyakit adalah kontaminasi tanah dengan tinja. Telur
tumbuh di tanah liat, lembab dan teduh dengan suhu optimum 30oC. Pemakaian tinja
sebagai pupuk kebun merupakan sumber infeksi. Frekuensi di Indonesia tinggi. Di
beberapa daerah pedesaan di Indonesia frekuensinya sebesar 30-90%.
f. Pencegahan dan Pengendalian
Di daerah yang sangat endemik infeksi dapat dicegah dengan pengobatan penderita
trikuriasis, pembuatan jamban yang baik, pendidikan tentang sanitasi dan kebersihan
perorangan, terutama anak. Mencuci tangan sebelum makan, dan mencuci sayuran yang
dimakan mentah adalah penting apalagidinegeri yang memakai tinja sebagai pupuk.

Protozoa
1. Entamoeba coli
Klasifikasi
Class : Rhizopoda
Ordo : Amoebida
Genus : Entamoeba
Spesies : Entamoeba histolytica
E. coli
E. ginggivalis
Morfologi
Diantara 3 spesies entamoeba, E. histolytica adalah paling patogen pada manusia.
Organisme ini adalah salah satu agen penyakit penyebab dysentri. Selama beberapa tahun
belakangan diketahui bahwa ada dua jenis entamoeba yang dibedakan menurut ukuran
trophozoit dan cystenya. yaitu:
Ukuran besar : Trophozoit: 20-30 m
Cyste: 10-20 m
Ukuran kecil: Trophozoit : 12-15 m
Cyste: 5-9 m
E. histolytica ukuran besar ada dua strain yaitu patogenik dan non-patogenik. Ukuran kecil
biasanya non-patogenik. Strain E. histolytica yang patogen adalah merupakan parasit
protozoa yang paling penting pada orang dan banyak diteliti
Siklus Hidup
Parasit ini mengalami fase pre dan meta dalam daur hidupnya yaitu:
Trophozoit---precyste---Cyste---metacyste-----metacyste trophozoit.
Trophozoit yang mengandung beberapa nukleus (uni nucleate trophozoit) kadang tinggal
dibagian bawah usus halus, tetapi lebih sering berada di colon dan rectum dari orang atau
monyet serta melekat pada mukosa. Hewan mamalia lain seperti anjing dan kucing juga
dapat terinfeksi. Trophozoit yang motil berukuran 18-30 um bersifat monopodial (satu
pseudopodia besar). Cytoplasma yang terdiri dari endoplasma dan ektoplasma, berisi
vakuola makanan termasuk erytrocyt, leucocyte, sel epithel dari hospes dan bakteria.
Didalam usus trophozoit membelah diri secara asexual.
Trophozoit menyusup masuk kedalam mukosa usus besar diantara sel epithel sambil
mensekresi enzim proteolytik. Didalam dinding usus tersebut trophozoit terbawa aliran
darah menuju hati, paru, otak dan organ lain. Hati adalah organ yang paling sering diserang
selain usus. Di dalam hati trophozoit memakan sel parenchym hati sehingga menyebabkan
kerusakan hati. Invasi amoeba selain dalam jaringan usus disebut amoebiasis sekunder atau
ekstra intestinal.
Trophozoit dalam intestinal akan berubah bentuk menjadi precystic. Bentuknya akan
mengecil dan bebentuk spheric dengan ukuran 3,5-20 um. Bentuk cyste yang matang
mengandung chromatoid untuk menyimpan unsur nutrisi glycogen yang digunakan sebagai
sumber energi. Cyste ini adalah bentuk inaktif yang akan keluar melalui feses.
Cyste sangat tahan terhadap bahan kimia tertentu. Cyste dalam air akan bertahan sampai 1
bulan, sedangkan dalam feses yang mengering dapat bertahan sampai 12 hari. Bila air
minum atau makanan terkontaminasi oleh cyste E. histolytica, cyste akan masuk melalui
saluran pencernaan menuju ileum dan terjadi excystasi, dinding cyste robek dan keluar
amoeba “multinucleus metacystic” yang langsung membelah diri menjadi 8 uninucleat
trophozoit muda disebut “amoebulae”. Amoebulae bergerak ke usus besar, makan dan
tumbuh dan membelah diri asexual.
Multiplikasi (perbanyakan diri) dari spesies ini terjadi dua kali dalam masa hidupnya yaitu:
membelah diri dengan “binary fission” dalam usus pada fase trophozoit dan pembelahan
nukleus yang diikuti dengan cytokinesis dalam cyste pada fase metacystic.

Patologi
E. histolytica adalah spesies amoeba yang paling unik dan berbahaya diantara spesies
amoeba lainnya yang menginfeksi orang. Hal tersebut karena protozoa ini mempunyai
kemampuan untuk menghydrolysis jaringan hospes (histo=jaringan, lytic=lysis). Sekali
amoeba ini berkontak dengan mukosa, parasit ini mensekresi enzim proteolytic, sehingga
organisme ini dapat berpenetrasi kedalam epithelium kemudian kejaringan yang lebih
dalam.
- Lesi intestinal
Terjadi pertama didaerah caecum, appendix, colon ascenden dan berkembang ke
colon lainnya. Bila sejumlah parasit ini menyerang mukosa akan menimbulkan
ulcus(borok), yang mempercepat kerusakan mukosa. Lapisan muskularis usus
biasanya lebih tahan. Biasanya lesi akan terhenti didaerah membran basal dari
muskularis mukosa dan kemudian terjadi erosi lateral dan berkembang menjadi
nekrosis. Jaringan tersebut akan cepat sembuh bila parasit tersebut dihancurkan
(mati). Pada lesi awal biasanya tidak terjadi komplikasi dengan bakteri. Pada lesi
yang lama (kronis) akan diikuti infeksi sekunder oleh bakteri dan dapat merusak
muskularis mukosa, infiltrasi ke sub-mukosa dan bahkan berpenetrasi ke lapisan
muskularis dan serosa.
Terjadinya kasus trophozoit terbawa aliran darah dan limfe ke lokasi lain dari
tubuh, menyebabkan terjadinya lesi pada organ lain. Tingginya angka kematian
karena penyakit ini disebabkan oleh robeknya colon bersamaan dengan terjadinya
peritonitis. Lesi sekunder pada organ lain dapat pula ditemukan tetapi lebih sering
dijumpai lesi pada hati (sekitar 5% dari kasus amebiasis).
- Lesi pada hati
Hal ini terjadi bila trophozoit masuk kedalam venula mesenterika dan bergerak ke
hati melalui sistem vena porta hepatis, kemudian masuk melalui kapiler darah portal
menuju sinusoid hati dan akhirnya membentuk absces. Besarnya absces cukup
bervariasi dari bentuk titik yang kemudian membesar sampai seperti buah anggur.
Ditengah absces akan terlihat adanya cairan nekrosis, ditengahnya ada sel stroma
hati dan bagian luarnya terlihat jaringan hati yang ditempeli oleh ameba. Bilamana
absces pecah serpihan absces akan tersebar dan menginfeksi jaringan lainnya.

- Lesi jaringan lainnya


Lesi pada jaringan lainnya seperti lesi pulmonaris (paru), otak, kulit dan penis,
terjadi karena metastasis dari jaringan hati. Dimana semua kasus terjadi berasal dari
absces jaringan hati.

Diagnosis
Diagnosis terutama dilihat dari gejala klinis dan reaksi tes imunologi. Pemeriksaan
dengan sinar x dapat mendiagnosis adanya absces dalam hati. Pemeriksaan sampel feses
cukup baik dilakukan untuk mendiagnosis infeksi dalam usus. Pemeriksaan beberapa kali
terhadap feses pasien untuk menemukan trophozoit cukup baik dilakukan. Diagnosis
secara imunologik cukup baik hasilnya. Penggunaan teknik fluoerscens antibodi cukup
baik tetapi tidak dpat membedakan antara E. histolytica dengan E. hartmanni.

Pengobatan
Beberapa obat cukup baik untuk membunuh koloni amebiasis yaitu:
- Asam arsanilik dan derivatnya
- iodichlor hydroxyquinolines
Bererapa antibiotik terutama:
- Tetracycline, cukup baik, tetapi kurang baik untuk infeksi ectopic.
- Chloroquine phosphat dan niridazole, cukup efisien
- Metronidazole, merupakan pilihan tepat karena efektif terhadap amebiasis extra
intestinal dan infeksi koloni (dosis 2g/hari, selama 3 hari).
2. Balantidium
Class : Ciliata
Ordo: Trichostomatidae
Famili: Balantiidae
Genus: Balantidium
Species: Balantidiu, coli
Balantidium coli adalah parasit protozoa yang terbesar yang menginfeksi orang. Organisme
ini dijumpai pada daerah tropis dan juga daerah sub-tropis. Pada dasarnya protozoa ini
berparasit pada babi, sedangkan strain yang ada, beradaptasi terhadap hospes definitif
lainnya termasuk orang.
Biologi

Protozoa B. coli hidup dalam caecum dan colon manusia, babi, marmot, tikus dan hewan
mamalia lainnya. Parasit ini tidak langsung dapat menular dari hospes satu kelainnya, tetapi
perlu beberapa waktu untuk menyesuaikan diri supaya dapat bersimbiosis dengan dengan
flora yang ada dalam hospes tersebut. Bilamana sudah beradaptasi pada suatu hospes,
protozoa akan berubah menjadi patogen terutama pada manusia. Pada mamalia lain kecuali
jenis primata, organisme tersebut tidak menimbulkan lesi apapun, tetapi akan menjadi
patogen bilamana mukosa terjadi kerusakan oleh penyebab lain (infeksi sekunder).

Trophozoit akan memperbanyak diri dengan pembelahan. Konjugasi hanya terjadi pada
pemupukan buatan, secara alamiah jarang terjadi konjugasi. Fase cyste terjadi pada waktu
inaktif dari parasit dan tidak terjadi reproduksi secara sexual ataupun asexual. Precyste
terjadi setelah keluar melalui feses yang merupakan faktor yang penting dari epidemiologi
penyakit. Infeksi terjadi bila cyste termakan oleh hospes yang biasanya terjadi karena
kontaminasi makanan dan minuman. Balantiudium coli biasanya mati pada pH 5,0; infeksi
terjadi bila orang mengalami kondisi yang buruk seperti malnutrisi dengan perut dalam
kondisi mengandung asam lemah.

Patologik
Pada kondisi biasa, trophozoit memakan organisme paramaecium dan partikel kecil
jaringan. Tetapi kadang protozoa dapat memproduksi enzim proteolytic yang dapat
mendigesti epithel intestinum dari hospes. Organisme juga memproduksi hyaluronidase
yaitu enzim yang dapat memperbesar ulcer. Ulcer (borok) biasanya berbentuk kerucut
dengan leher kecil seperti kubangan dalam submukosa (seperti ulcer dari amebik). Koloni
dari ulcer tersebut menyebabkan terjadinya infiltrasi sel radang lympocyte,
polymorphonuklear leukosit dan perdarahan. Bila kejadian berlanjut dapat meyebabkan
perforasi dari usus besar dan menyebabkan dysentri. Pada fase ini sering terjadi kematian.
Pengobatan
Beberapa jenis obat dapat membunuh B. coli ini yaitu: Carbasone, diiodohydroxyquin dan
tetracycline. Sering terjadi paenyakit hilang dengan sendirinya, atau individu tidak
menunjukkan gejala tetapi dapat bertindak sebagai karier. Pencegahan dapat dilakukan
dengan seperti pada infeksi E. histolytica dan khusus untuk untuk B. coli perlu ekstra hati-
hati pada orang yang sering berhubungan dengan babi.

3. Giardia lamblia
Clasass: Flagelata
Family: Hexamitidae
Genus Giardia
Species: Giardia lalmblia
Protozoa ini ditemukan pertama kali oleh Leuwenhoek pada tahun 1681, yang ia temukan
pada fesesnya sendiri. Spesies protozoa ini banyak ditemukan didaerah yang beriklim panas.
Anak-anak peka terhadap infeksi penyakit ini, dimana G. Lamblia adalah flagellata yang
paling sering dijumpai pada saluran pencernaan manusia.
Daur hidup
Giardia lamblia hidup dalam usus halus orang yaitu bagian duodenum, jejenum dan bagian
atas dari ileum, melekat pada permukaan epithel usus. Protozoa dapat berenang dengan
cepat menggunakan flagellanya. Pada seorang yang menderita berat penyakit ini , ditemukan
14 milyard parasit dalam fesesnya, sedangkan pada infeksi sedang ditemukan sekitar 300
juta cyste.
Dalam usus halus dimana isi usus berbentuk cairan, parasit ditemukan dalam bentuk
trophozoit, tetapi setelah masuk kedalam colon parasit akan membentuk cyste.. Pertama-
tama flagella memendek, cytoplasma mengental dan dinding menebal, kemudian cyste
keluar melalui feses. Pada awal terbentuknya cyste, ditemukan dua nukleoli, setelah sejam
kemudian ditemukan 4 nukleoli.. Bila cyste tertelan hospes maka cyste tersebut langsung
masuk kedalam duodenum, flagella tumbuh dan terbentuk trophozoit kembali.
Patologi
Kebanyakan kasus infeksi tidak menunjukkan gejala infeksi, biasanya ada orang yang lebih
peka terhadap penyakit ini daripada lainnya. Pada suatu kasus terjadi sekresi cairan mukosa
berlebihan sehingga terjadi diaree, dehydrasi, sakit perut dan berat badan menurun. Feses
terlihat berlemak tetapi tidak ditemukan darah. Protozoa tidak merusak sel hospes, tetapi
memakan cairan mukosa pada epithel usus, sehingga menghambat absorpsi lemak dan unsur
nutrisi lain, hal ini memacu terjadinya gejala penyakit tersebut diatas. Cairan empedu dapat
terserang sehingga menyebabkan jaundice (penyakit kuning/icterus) dan sakit perut (colic).
Penyakit tidak menyebabkan fatal, tetapi sangat mengganggu.
Diagnosis dan pengobatan
Dengan menemukan trophozoit dan cyste dalam feses dapat dijadikan pedoman diagnosis.
Pengobatan dilakukan dengan pemberian Quinacrin atau metronidazole, biasanya sembuh
dalam beberapa hari.

Cestoda
1. Taenia saginata
Cacing pita ini adalah cacing pita yang paling sering ditemukan pada manusia dan
ditemukan di semua negara yang orangnya mengkonsumsi daging sapi. Cacing ini
panjangnya sekitar 3-5 m dan terdiri dari 2000 proglotida. Scolexnya mempunyai 4 batil isap
yang dapat menghisap sangat kuat.
Daur hidup
Proglotida yang berisi penuh telur melepaskan diri dari tubuh cacing dan keluar melalui
feses atau dapat keluar sendiri dari anus. Setiap segmen terlihat seperti cacing tersendiri dan
dapat merayap secara aktif. Setiap segmrn /proglotida dapat dikelirukan sebagai cacing
trematoda atau bahkan nematoda.
Bilamana segmen mulai mengering maka bagian dinding ventral robek dan telur keluar dari
lubang robekan tersebut. Pada saat itu telur berembrio dan infektif dapat menginfeksi hospes
intermedier dan bila tidak telur dapat bertahan berminggu-minggu. Hospes intermedier
palimng utama adalah sapi, tetapi dapat pula pada kambing dan domba.
Bila telur termakan oleh sapi kemudian menetas dalam duodenum, yang dipengaruhi oleh
asam lambung dan sekresi intestinum. Hexacant yang keluar dari telur langsung berpenetrasi
kedalam mukosa dan masuk kedalam venula intestinum, terbawa oleh aliran darah keseluruh
tubuh. Cacing muda tersebut biasanya meninggalkan kapiler masuk diantara sel muyskulus
dan masuk dalam serabut otot (muscle fiber) dan berparasit di lokasi tersebut, kemudian
menjadi cysticercus dalam waktu 2 bulan. Metacercaria ini berwarna putih seperti mutiara
dengan ukuran diameter 10 mm yang berisi satu skolek invaginatif. Penyakit yang
disebabkan oleh cacing ini pada sapi disebut Cysticercisis bovis.
Orang memakan daging sapi yang terinfeksi oleh cacing ini akan tertular bilamana daging
sapi tersebut dimasak kurang matang/masih mentah. Cysticercus terdigesti oleh cairan
empedu dan cacing mulai tumbuh dalam waktu 2012 minggu dan menjadi dewasa
membentuk proglotida yang berisi telur.
Patologi
Penyakit yang disebabkan oleh infeksi T. saginata hampir sama dengan penyakit yang
disebabkan oleh parasit cacing pita lainnya, kecuali gejala yang disebabkan oleh defisiensi
vitamin B12 seperti yang disebabkan oleh infeksi D. latum tidak ditemukan. Intoksikasi yang
disebabkan oleh absorpsi dari ekskreta cacing sering terjadi, dengan gejala sakit perut,
nausea dan hipersensitif. Diaree dan obstruksi intestinal jarang dijumpai, tetapi gejala
anoreksioa sering ditemukan.
Diagnosis dan pengobatan
Diagnosis tepat ditentukan bila dijumpai proglotid yang penuh telur atau skolek. Proglotid
terciri dengan adanya cabang lateral disetiap masing-masing sisi yang m,empunyai cabang
sekitar 15-20. Tetapi cabang tersebut biasanya sulit terlihat pada proglotid yang lama,
sehingga diagnosis lebih akurat bila ditemukan proglotid yang masih baru.
Sejumlah obat telah digunakan untuk pengobatan cacing ini, tetapi obat yang sekarang
banyak dipakai adalah Niklosamide.

2. Taenia solium
Adalah cacing pita babi yang paling berbahaya pad orang, karena kemungkinan terjadinya
infeksi sendiri oleh cysticercus dapat terjadi. Cacing dewas panjangnya 1,8-3 m.
Daur hidup dan patologi
Daur hidupnya mirip dengan T. saginatus, tetapi hospes intermedier berbeda dimana T.
saginatus. Pada sapi dan T. solium pada babi. Proglotid yang penuh telur keluar melalui
feses, kemudian telur infektif keluar dimakan oleh babi. Telur menetas dalam tubuh babi dan
telur dan membentuk Cysticercus celluloses, didalam daging (otot) atau organ lainnya.
Orang akan mudah terinfeksi bila memakan daging babi yang kurang masak. Cysticercus
berkembang menjadi cacing cacing muda yang langsung menempel pada dinding intestinum
dan tumbuh menjadi dewasa dalam waktu 5-12 minggu. Dimana cacing ini dapat bertahan
hidup sampai 25 tahun.
Cysticercosis:
Tidak seperti spesies cacing pita lainnya, T. solium dapat berkembang dalam bentuk
cysticercus pada orang. Infeksi terjadi bila telur berembrio tertelan masuk kedalam lambung
dan usus, kemudian cacing berkembang menjadi cysticercus di dalam otot. Cysticerci sering
ditemukan dalam jaringan subcutaneus, mata, otak, otot, jantung, hati dan paru. Kapsul
fibrosa mengelilingi metacestoda ini, kecuali bila cacing berkembang dalam kantong mata.
Pengaruh cysticercus terhadap tubuh bergantung pada lokasi cysticercus tinggal. Bila
berlokasi di jaringan otot, kulit atau hati, gejala tidak begitu terlihat, kecuali pada infeksi
yang berat. Bila berlokasi di mata dapat menyebabkan kerusakan retina, iris, uvea atau
choroid. Perkembangan cysticercus dalam retina dapat dikelirukan dengan tumor, sehingga
kadang terjadi kesalahan pengobatan dengan mengambil bola mata. Pengambilan cysticercus
dengan operasi biasanya berhasil dilakukan.
Cysticerci jarang ditemukan pada syaraf tulang belakang (spinal cord), tetapi sering
ditemukan pada otak. Terjadinya nekrosis karena tekanan dapat menyebabkan gangguan
sistem saraf yaitu tidak berfungsinya saraf tersebut. Gangguan tersebut ialah: terjadi
kebutaan, paralysis, gangguan keseimbangan, hydrocephalus karena obstruksi atau terjadi
disorientasi. Kemungkinan terjadinya epilepsi dapat terjadi. Penyakit dapat dicurigai sebagai
epilepsi peyebab cysticercosis bila penderita bukan keturunan penderita epilepsi.
Bilamana cysticercus mati dalam jaringan, akan menimbulkan reaksi radang, hal tersebut
dapat mengakibatkan fatal pada hospes, terutama bila cacing berada dalam otak. Reaksi
seluler lain dapat dpat terjadi yaitu dengan adanya kalsifikasi. Bila ini terjadi pada mata
pengobatan dengan operasi akan sulit dilakukan.
Pengobatan dan pencegahan
Pencegahan infeksi cacing ini lebih utama yaitu mencegah kontaminasi air minum, makanan
dari feses yang tercemar. Sayuran yang biasanya dimakan mentah harus dicuci berish dan
hindarkan terkontaminasi terhadap telur cacing ini.
Pengobatan susah dilakukan, kecuali operasi dengan pengambilan cyste.

Trematoda
1. Fasciolopsis buski
Parasit cacing sering dilaporkan menginfeksi orang dan babi. Diperkirakan sekitar 10 juta
orang terinfeksi oleh parasit cacing ini. Cacing dewasa panjangnya 20-75 mm dan lebar
lebar 20 mm.
Daur hidup
cacing dewasa hidup dalam usus halus memproduksi telur sampai 25000 butir/ekor/hari
yang keluar melalui feses. Telur menetas pada sushu optimum (27-32oC) selama sekitar 7
minggu. Meracidium keluar dan masuk kedalam hospes intermedier siput yang termasuk
dalam genus segmentia dan hippeutis (planorbidae) untuk membentuk sporocyst. Sporocyst
berada dalam jantung dan hati siput, kemudian mengeluarkan redia induk, kemudian redia
induk memproduksi redia anak. Redia berubah menadi cercaria keluar dari tubuh siput dan
berenang dalam air, kemudian menempel pada tanaman/sayuran/rumput dimana cercaria
berubah menjadi metacercaria. Bila tanaman tersebut dimakan/termakan manusia/babi maka
cercaria menginfeksi hospes definitif.
Patologi
Perubahan patologi yang disebabkan oleh cacing ini ada tiga bentuk yaitu toksik, obstruksi
dan traumatik. Terjadinya radang di daerah gigitan, menyebabkan hipersekresi dari lapisan
mukosa usus sehingga menyebabkan hambatan makanan yang lewat. Sebagai akibatnya
adalah ulserasi, haemoragik dan absces pada dinding usus. Terjadi gejala diaree kronis.
Toksemia terjadi sebagai akibat dari absorpsi sekresi metabolit dari cacing, hal ini dapat
mengakibatkan kematian.
Diagnosis
Berdasarkan gejala klinis dan ditemukan telur cacing dalam feses.
Pengobatan
Diklorofen, niklosamide dan praziquantel.

2. Fasciola hepatica
Cacing ini banyak menyerang hewan ruminansia yang biasanya memakan rumput yang
tercemar netacercaria, tetapi dapat juga menyerang manusia. Cacing ini termasuk cacing
daun yang besar dengan ukuran 30 mm panjang dan 13 mm lebar.
Daur hidup
Cacing dewasa hidup dalam saluran empedu hospes definitif (terutama ruminansia kadang
juga orang). Cacing bertelur dan keluar melalui saluran empedu dan keluar melalui feses.
Telur berkembang membentuk meracidium dalam waktu 9-10 hari pada suhu optimum.
Meracidium mencari hospes intermedier siput Lymnea rubiginosa dan berkembang menjadi
cercaria. Cercaria keluar dari siput dan menempel pada tanaman air/rumput/sayuran. Cercaria
melepaskan ekornya memmbetuk metacercaria. Bila rumput/tanaman yang mengandung
metacercaria dimakan oleh ternak/orang, maka cacing akan menginfeksi hospes definitif dan
berkembang menjadi cacing dewasa.
Patologi
Cacing dalam saluran empedu menyebabkan peradangan sehingga merangsang terbentuknya
jaringan fibrosa pada dinding saluran empedu. Penebalan saluran empedu menyebabkan
cairan empedu mengalir tidak lancar. Disamping itu pengaruh cacing dalam hati
menyebabkan kerusakan parenchym hati dan mengakibatkan sirosis hepatis. Hambatan
cairan empedu keluar dari saluran empedu menyebabkan ichterus. Bila penyakit bertambah
parah akan menyebabkan tidak berfungsinya hati.

1.3 FOOD ALERGY


Alergi makanan adalah respon sistem kekebalan tubuh. Ini terjadi ketika tubuh kesalahan
bahan makanan – biasanya sebuah protein - yang dapat menganggu dan berbahaya dapat
menciptakan sistem pertahanan (antibodi) untuk melawannya. Gejala alergi makanan ketika
antibodi yang memerangi akibat makanan. Makanan yang paling umum penyebab alergi
adalah alergi kacang tanah, kacang pohon (seperti kenari, pecan dan almond), ikan, dan
kerang, susu, telur, produk kedelai, dan gandum.

Gejala Alergi Makanan


Gejala alergi makanan dapat berkisar dari ringan sampai parah, dan jumlah makanan yang
diperlukan untuk memicu reaksi berbeda dari orang ke orang. Gejala alergi makanan dapat
termasuk:
 Ruam atau gatal-gatal
 Mual
 Sakit perut
 Diare
 Gatal kulit
 Sesak napas
 Nyeri dada
 Pembengkakan saluran udara ke paru-paru
 Anafilaksis

Angka kejadian Alergi Makanan dan Intoleransi Makanan


Angka kejadian alergi makanan sekitar 2 sampai 4% dari orang dewasa dan 6 sampai 8% dari
usia anak-anak. Intoleransi makanan jauh lebih banyak. Pada kenyataannya, hampir semua
orang pada satu waktu memiliki reaksi yang tidak menyenangkan untuk sesuatu yang mereka
makan. Beberapa orang memiliki intoleransi makanan tertentu. Intoleransi laktosa, makanan
yang paling umum intoleransi, mempengaruhi sekitar 10% dari Amerika.

Makanan Penyebab Alergi dan Intoleransi

Alergi makanan timbul dari kepekaan terhadap senyawa kimia (protein) dalam makanan. Hal
itu berkembang setelah tubuh manusia terpapar protein makanan yang membuat tubuh harus
menyeleksi apakah berbajaya bagi tubuh manusia atau tidak. . Pertama kali makan makanan
yang mengandung protein, sistem kekebalan tubuh merespon dengan menciptakan melawan
penyakit spesifik antibodi (disebut imunoglobulin E atau IgE). Ketika Anda makan makanan
lagi, itu memicu pelepasan IgE antibodi dan bahan kimia lainnya, termasuk histamin, dalam
upaya untuk mengusir protein “penyusup” dari tubuh Anda. Histamin kimia yang kuat yang
dapat mempengaruhi sistem pernapasan, saluran pencernaan, kulit, atau sistem
kardiovaskular.
Sebagai hasil dari respon ini, gejala alergi makanan terjadi. Gejala alergi tergantung pada
tempat di dalam tubuh histamin dilepaskan. Jika histamim tersebut dikeluarkan di telinga,
hidung, dan tenggorokan, mungkin memiliki hidung gatal dan mulut, atau kesulitan bernapas
atau menelan. Jika histamin di kulit, dapat terjadi gatal-gatal atau ruam. Jika histamin
dilepaskan dalam saluran pencernaan, mungkinsakit perut, kram, atau diare. Banyak orang
mengalami gejala sebagai kombinasi makanan itu dimakan dan dicerna.
Alergi makanan sering terjadi dalam keluarga, menunjukkan bahwa kondisi dapat
diwariskan.
Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan intoleransi makanan. Dalam beberapa kasus,
seperti intoleransi laktosa, orang yang tidak memiliki bahan kimia, yang disebut enzim, yang
diperlukan untuk benar mencerna protein tertentu yang ditemukan dalam makanan. Juga
umum adalah intoleransi pada beberapa bahan kimia ditambahkan ke makanan untuk
memberikan warna, meningkatkan rasa, dan melindungi terhadap pertumbuhan bakteri.
Bahan ini termasuk berbagai pewarna dan monosodium glutamat (MSG), meningkatkan
citarasa.
Substansi yang disebut sulfida juga merupakan sumber intoleransi bagi beberapa orang.
Mereka mungkin terjadi secara alami, seperti dalam anggur merah atau dapat ditambahkan
untuk mencegah pertumbuhan jamur.
Salisilat adalah kelompok tanaman bahan kimia yang ditemukan secara alami di banyak
buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, kopi, jus, bir, dan anggur. Aspirin juga adalah
sebuah senyawa dari keluarga salisilat. Makanan yang mengandung salisilat dapat memicu
gejala alergi pada orang yang sensitif terhadap aspirin.
Tentu saja, setiap makanan yang dikonsumsi dalam jumlah berlebihan dapat menyebabkan
gejala pencernaan.

Perbedaan Antara Alergi makanan dan Intoleransi makanan

Alergi makanan dapat dipicu oleh bahkan sejumlah kecil makanan dan terjadi setiap kali
makanan yang dikonsumsi. Orang dengan alergi makanan biasanya disarankan untuk
menghindari makanan yang menyinggung sepenuhnya. Di sisi lain, intoleransi makanan
sering dosis terkait.
Orang dengan intoleransi makanan mungkin tidak memiliki gejala kecuali jika mereka
makan sebagian besar makanan atau makan makanan sering. Sebagai contoh, seseorang
dengan intoleransi laktosa dapat minum kopi atau susu dalam segelas susu, tapi menjadi sakit
jika dia minum beberapa gelas susu.
Alergi dan intoleransi makanan juga berbeda dari keracunan makanan, yang umumnya hasil
dari makanan yang rusak atau tercemar dan mempengaruhi lebih dari satu orang makan
makanan. Penyedia layanan kesehatan Anda dapat membantu menentukan apakah Anda
memiliki alergi makanan atau intoleransi, dan membuat rencana untuk membantu
mengontrol gejala.

Diagnosis Intoleransi Makanan

Kebanyakan intoleransi makanan ditemukan melalui trial and error untuk menentukan
makanan atau makanan yang menyebabkan gejala. Anda mungkin akan diminta untuk
menyimpan catatan harian makanan untuk mencatat apa yang Anda makan dan kapan Anda
mendapatkan gejala, dan kemudian mencari faktor-faktor umum.
Cara lain untuk mengidentifikas mengidentifikasi masalah makanan adalah untuk mengikuti
program diet eliminasi provokasi. Hal ini melibatkan sepenuhnya menghapuskan setiap
tersangka makanan dari diet sampai bebas gejala. Kemudian mulai memperkenalkan
kembali makanan, satu per satu waktu. Hal ini dapat membantu Anda menunjukkan makanan
yang menyebabkan gejala. Mencari saran dari penyedia layanan kesehatan Anda atau ahli
diet terdaftar sebelum memulai diet eliminasi untuk memastikan diet dalam keadaan gizi
yang memadai.

Terapi
 Alergi Makanan
Ringan : Antihistamin Berat : kortikosteroid
 Intoleransi Makanan
Menghindari makanan yang menebabkan intolerasi makanan.

1.4 ENTERITIS
Enteritis Jejunum dan Ileum
(Clinical Evaluation And Management Enteritis Gastroenterologi)
Enteritis Jejenum atau ileum merupakan peradangan dinding usus yang ditandai adanya
defekasi dengan frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan konsistensi feces cair atau setengah
padat dengan jumlah lebih banyak ( lebih dari 250 ml/jam). Gejala diare biasa berlangsung
cepat beberapa jam hingga beberapa hari atau kurang dari 2 minggu.
Penyebab paling banyak diakibatkan adanya bakteri, parasit dan virus. Penyebab ini
paling banyak dipengaruhi ketersediaan air bersih yang sedikit atau tidak ada.
Patofisologi
1. Bakteri noninvasif (enterotoksigenik)
Toksin yang diproduksi oleh bakteri akan terikat pada mukosa usus halus, namun
tidak merusak mukosa. Toksin menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen
usus yang diikuti air, ion karbonat, kation, natrium dan kalium. Bakteri yang termasuk
golongan ini adalah V. Cholerae, Enterotoksigenik E.Coli (ETEC), C. Perfringers, dan S.
Aureus.
Secara klinis dapat ditemukan diare berupa air seperti cucian beras dan
meninggalkan dubur secara deras dan banyak (voluminous). Diare jenis ini dikenal sebagai
diare sekretorik isotonik voluminal.
2. Bakteri enteroinvasif
Kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi dapat terjadi pada keadaan ini.
Diare bersifat sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur lendiri dan darah. Bakteri
yang termasuk dalam golongan ini adalah Enterinvasif E.Coli (EIEC), S. Paratyphi B, S.
Enteriditis, S. Choleraesuis, Shigela, Yersinia dan C. Perfringens tipe C.
3. Parasit
Diare yang disebabkan oleh parasit dapat menyebabkan kerusakan berupa ulkus
besar (E. Histolitica), kerusakan vili yang penting untuk penyerapan air, elektrolit dan zat
makanan (G. Lamblia).
Manifestasi klinik
Pasien dengan diare akut akibat infeksi sering mengalami nausea, muntah, nyeri
perut sampai kejang perut, demam dan diare. Kekurang cairan akibat diare akan
menyebabkan pasien merasa haus, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit
menurun, serta suara menjadi serak.
Dapat terjadi gangguan biokimiawi, seperti asidosis metabolik dimana frekuensi
napas pasien lebih cepat dan dalam (pernapasan Kussmaul).
Pada pasien diare dapat terjadi renjatan hipovolemik berat dengan tanda-tanda
denyut nadi cepat (lebih dari 120x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak dapat
terukur, pasien gelisahmuka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang-kadang
sianosis. Kekurangan kalium dapat menimbulkan aritimia jantung.

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan yang segera dilakukan adalah pemeriksaan feces lengkap diikuti
elektrolit, analisa gas darah dan darah tepi.
Penetalaksanaan
1. Rehidrasi untuk menangani dehidrasinya

2. Mencari penyebab dengan pemeriksaan fisik dan laboratorium

3. Apabila diakibatkan oleh bakteri seperti:

a) Enterotoksin E. Colli digunakan antibiotik Quinolon 1-5 hari

b) G. Lambia digunakan metronidazole 4x250 mg selama 7 hari

c) Kalau helminthes seperti Anclyostoma atau Necator bisa menggunakan


Albendazole atau Mebendazole 100 mg selama 3 hari.

1.5 CANDIDIASIS

Definisi
Penyakit infeksi primer atau sekunder yang menyerang menyerang saluran
pencernaan, kulit, kuku, selaput lendir, dan alat dalam yang disebabkan oleh berbagai
spesies Candida.
Epidemiologi
Ditemukan di seluruh dunia, namun lebih banyak terjadi di daerah tropis dengan
kelembaban udara yang tinggi. Dapat menyerang semua umur baik laki-laki maupun
perempuan.
Etiologi
Infeksi superfisialis pada umumnya disebabkan Candida albicans, sedangkan infeksi
sistemik kurang lebih 50% disebabkan Candida non Candida albicans. Candida
albicans merupakan penyebab tersering (60%-75%) berbagai manifestasi klinik.
Faktor Risiko
Infeksi Candida disebabkan karena adanya faktor predisposisi baik endogen maupun
eksogen.
Pembagian Kandidiasis
a. Kandidiasis Superfisialis
Sering terjadi, ditandai dengan infeksi yang terbatas dan terjadi di permukaan
kulit / mukosa, permukaan lesi seperti beludru karena tertutup plak. Biasanya
mengenai daerah kulit yang sering basah dan lembab (kulit genital, kulit bayi yang
tertutup popok, aksila, mukosa mulut yang biasanya terdapat di permukaan lidah,
palatum, mukos bukal)
b. Kandidiasis Sistemik
Infeksi Candida yang mengenai parenkim organ dalam (jantung, ginjal, hepar,
paru, mata, otak) dan sering bermanifestasi sebagai kandidemia dan ditandai
dengan abses pada parenkim organ.
Patogenesis
Kelainan karena Candida ditentukan oleh:
a. Patogenitas fungi
Faktor penentu: jenis spesies, daya lekat, dimorfisme, toksin, dan enzim
b. Mekanisme pertahanan host
Meliputi: sawar mekanik yaitu lapisan kulit yang utuh tanpa ada luka, substansi
anti microbial non spesifik, fagositosis dan intracellular killing, respon imun
spesifik dari host.

Terdapat syarat mutlak berkembangnya infeksi, yaitu:


1. Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel host, diperantarai oleh:
komponen spesifik dari dinding sel mikroorganisme (manoprotein dan kitin yang
berperan dalam aktivitas adhesif), adhesin, dan reseptor.
2. Setelah terjadi penempelan, Candida albicans akan melakukan penetrasi ke epitel
sel mukosa melalui peran enzim aminopeptidase dan asam fosfatase. Lalu apa
yang akan terjadi setelah proses penetrasi tergantung dari keadaan imun host.
Gejala
Gejala klinis yang terlihat bervariasi tergantung dari bagian tubuh yang terinfeksi.
Pada candidiasis oral terlihat mukosa yang berwarna merah yang diselubungi bercak-
bercak putih. Bercak-bercak putih ini biasanya bersifat asymptomatic, tetapi dapat
juga diikuti dengan perasaan terbakar (burning sensation). Lesi dapat berbentuk difus
maupun lokal, bersifat erosif, dan berbentuk seperti pseudomembran.

Diagnosis
Diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis pada kerokan kulit atau usapan
mukokutan. Diperiksa dengan larutan KOH 10% atau dengan pewarnaan Gram. Selain
itu dapat juga dilakukan kultur pada agar Saboroud baik yang telah ditambahkan
antibiotik maupun yang tidak. Perbenihan disimpan dalam suhu 37° selama 24-48 jam,
terlihat yeast like colony. Identifikasi Candida albicans dapat dilakukan dengan
menggunakan corn meal agar.
Tes serologi seperti imunodifusi, aglutinasi latex, fiksasi komplemen, ELISA
atau antibodi fluorescent dapat digunakan dan cukup membantu dalam identifikasi
pada infeksi sistemik.
Terapi
Tindakan pertama yang perlu dilakukan adalah menghilangkan atau mengurangi
faktor-faktor predisposisi yang memicu timbulnya infeksi. Pengobatan medikomantosa
diberikan sesuai dengan lokasi infeksi. Ketokonazol (golongan imidazol) merupakan
salah satu obat yang sering digunakan untuk pengobatan kandidiasis. Selain itu terdapat
amfoterisin B, nistatin, dan golongan triazol

1.6 MOUTH ULCER

Definisi
Mouth ulcers (sariawan) adalah menghilangnya atau adanya erosi pada bagian
membrane mukosa rongga mulut (pipi atau bibir sebelah dalam, lidah dan bawah
lidah, gusi, langit-langit). Gambaran sariawan itu sendiri berupa suatu luka yang
terdapat pada selaput lendir atau mukosa rongga mulut (pipi atau bibir sebelah dalam,
lidah dan bawah lidah, gusi, langit-langit) yang terkadang dapat
dilapisi dengan suatu lapisan putih.
Terdapat 2 type dari mouth ulcers yaitu : aphthous ulcers (canker sores) and
cold sores (yang disebabkan oleh herpes simplex virus).
Terdapat 3 jenis mouth ulcer: minor, mayor, dan herpetiform. Tipe minor itu
adalah apthoues yang sering kita jumpa sehari-hari, bisa satu atau multiple berukuran
kurang dari 1cm dan luka tidak terlalu dalam. Tipe mayor luka lebih besar dan lebih
dalam (biasanya pada keganasan, kasus gizi buruk). Bentuk herpetiform berupa
gelembung-gelembung bergerombol seperti buah anggur (biasanya pada infeksi herpes
simplek virus).

C
B

A. Minor; B. Mayor; C. Herpetiform


Etiologi
Penyebab dari mouth ulcers sendiri sebetulnya belum diketahui secara pasti.
Namun diduga ada beberapa proses yang menyebabkan terjadinya mouth ulcers. Pada
beberapa kasus, mouth ulcers dapat timbul pada saat seseorang mengalami
stress.Perubahan hormonal yang terjadi pada saat menstruasi diduga merupakan
penyebab terjadinya mouth ulcers.
Berikut beberapa factor yang dapat memicu terjadinya mouth ulcers:
1.Trauma
- Minor physical injuries
Trauma yang terjadi pada mulut merupakan penyebab yang umum terjadinya
mouth ulcers. Cedera - seperti bergesekan dengan gigi palsu atau kawat gigi, tergores
dari sikat gigi yang keras,begesekan dengan gigi yang tajam, dll
- Chemical injuries
Bahan-bahan kimia seperti aspirin dan alkohol dapat menyebabkan oral mucosa
menjadi nekrosis yang akan menyebabkan terjadinya ulcers. Selain . Sodium lauryl
sulfate (SLS), adalah bahan utama yang terdapat pada kebanyakan pasta gigi, juga
meningkatkan insisden terjadinya mouth ulcers.
2.Infeksi
- Viral
Yang paling umum adalah Herpes simplex virus yang menyebabkan herpetiform
ulcerations yang berulang.
- Bakteri
Bakteri yang dapat menyebabkan terjadinya mouth ulcers antara lain adalah
Mycobacterium tuberculosis (TBC) dan Treponema pallidum (sifilis).
- Jamur
Coccidioides immitis (demam lembah), Cryptococcus neoformans
(kriptokokosis), Blastomyces dermatitidis ("Amerika Utara Blastomycosis") diduga
menyebabkan terjadinya mouth ulcers.

- Protozoa
Entamoeba histolytica, suatu parasit protozoa ini terkadang menyebabkan mouth
ulcers.
3.Imun system
Peneliti menenukan bahwa mouth ulcers merupakan produk akhir dari suatu
penyakit yang diperantarai oleh imun system.
- Imunodeficiency
Adanya mouth ulcers yang terjadi secara berulang merupakan indikasi adanya
immunodeficiency. Kemoterapi, HIV, dan mononukleosis adalah semua
penyebab immunodeficiency pada mouth ulcers yang menjadi manifestasi
umum.
- Autoimun
Autoimmunity juga merupakan penyebab mouth ulcers. Pemphigoid Membran
mukosa, reaksi autoimmune epitel membran basal, menyebabkan
desquamation/ulserasi dari mukosa oral.
- Alergi
4.Dietry
Defisiensi dari vitamin B12, zat besi dan asam folat diduga merupakan
penyebab terjadinya mouth ulcers.
5.Kanker pada mulut

Manifestasi klinis
Mouth ulcers biasanya didahului oleh adanya sensasi terbakar. Kemudian
setelah beberapa hari membentuk sebuah titik merah atau benjolan, diikuti oleh luka
terbuka. Mouth ulcers muncul dengan lingkaran atau oval yang berwarna putih atau
kuning dengan tepi merah meradang. Ulkus yang terbentuk sering sekali sangat perih
terutama pada saat berkumur atau menyikat gigi, atau juga ketika ulkus teriritasi
dengan salty, spicy atau sour foods. Selain itu juga bisa
ditemukan adanya pembesaran dari kelenjar getah bening pada submandibula.
Berkurangnya nafsu makan biasa ditemukan pada mouth ulcers.
Diagnosis
Penting untuk menetapkan penyebab ulkus mulut. Beberapa penyelidikan
meliputi:
• Pemeriksaan fisik - tergantung pada berat ringannya penyakit tersebut.
Sebagai contoh, jika luka besar dan kuning, itu kemungkinan besar disebabkan oleh
trauma. Cold sores di dalam mulut cenderung sangat banyak dan tersebar di sekitar
gusi, lidah, tenggorokan dan bagian dalam pipi. Demam menandakan lika dapat
disebabkan oleh infeksi herpes simpleks.
• Darah rutin - untuk memeriksa tanda-tanda infeksi.
• Biopsi kulit - jaringan dari ulkus diambil dan diperiksa di laboratorium.

Pengobatan
Pada kebanyakan kasus, mouth ulcers dapat sembuh dengan sendirinya pada
beberapa hari. Namun ada beberapa cara yang sederhana untuk mengurangi rasa sakit
dan kesulitan makan:
• Hindari makanan pedas, asam, keras, atau terlalu panas
• Hindari minuman soda atau air jeruk
• Pakai sedotan waktu minum
• Berkumur dengan air garam
• Ada yang menganggap bahwa madu dapat mengurangi rasa sakit
• Mengganti pasta gigi dengan pasta gigi yang tidak mengandung natrium lauryl sulfat
(SLS).
Obat kumur chlorhexidine dapat mengurangi rasa sakit. Mungkin juga
membantu luka untuk sembuh lebih cepat. Hal ini juga membantu untuk mencegah
luka menjadi terinfeksi. Obat kumur chlorhexidine biasanya digunakan dua kali sehari.
Krim kortikosteroid adalah jenis obat yang umumnya dipakai untuk
mengobati afte yang berat. Obat topikal ini dapat mengurangi kegiatan sistem
kekebalan tubuh, yang dianggap sebagai penyebab tukaknya, pada tempat tukak
bertumbuh. Kortikosteroid setempat yang paling efektif adalah betametason,
fluokinonid, fluokinolon, klobetasol, hidrokortison, dan triamkinol.
Penggunaan obat tersebut untuk waktu terlalu lama juga dapat meningkatkan
kemungkinan timbulnya beberapa infeksi dalam mulut, seperti kandidiasis. Afte yang
besar, atau tukak yang tidak menjadi pulih setelah memakai kortikosteroid setempat,
sering diobati dengan kortikosteroid yang dipakai dalam bentuk pil, misalnya
prednison. Kadang penambahan antihistamin (obat antialergi) dan/atau obat bius (mis.
lidokain) dapat membantu mengobati rasa nyeri terkait dengan afte yang besar.
Talidomid sudah dibuktikan sebagai obat yang sangat efektif untuk tukak. Obat
ini tidak boleh dipakai oleh perempuan hamil atau yang mungkin akan menjadi hamil.
Talidomid dapat menyebabkan cacat lahir yang sangat parah. Namun mengingat
sariawan akan sembuh sendiri, ada baiknya penggunaan obat-obatan tersebut tidak
terburu-buru. Seperti yang disebutkan bahwa sariawan itu merupakan gejala dari suatu
penyakit (bisa autoimun, kelainan darah atau kanker, bisa juga penyakit infeksi khusus
misalkan infeksi menular seksual atau ada gingivitis/peradangan gusi oleh bakteri),
oleh karena itu sariawan perlu dicari penyakit dasarnya, dan diterapi sesuai dengan
penyakit yang menyertai. Penting kita menjaga gizi yang baik selama pemulihan afte.
Makan makanan yang halus dan lunak.
Mouth ulcers perlu penanganan lebih serius:
1. bila berlangsung lebih dari 2 minggu
2. membuat tidak bisa makan atau minum sama sekali
3. disertai demam
4. terdapat pembesaran kelenjar getah bening
5. gangguan saluran cerna
6. nyeri sendi (atritis)
7. gangguan membrane mukosa seperti ada peradangan di uvea (mata)

Pencegahan
Cara untuk mengurangi kemungkinan mouth ulcer meliputi:
• Menyikat gigi setidaknya dua kali setiap hari.
• Floss secara teratur.
• Mengunjungi dokter gigi secara teratur.
• Sikat gigi dengan lembut
• Makan makanan yang bergizi yang sehat dan seimbang
• Pastikan bahwa kondisi-kondisi yang mendasari, seperti diabetes melitus dan
penyakit inflamasi usus, dikelola dengan tepat.

Komplikasi
Jika mouth ulcers tidak diobati atau dibiarkan maka akan dapat menyebabkan
beberapa komplikasi yaitu :
- Bacterial Infection
- Inflamasi pada mulut
- Tooth absess
II. SKDI 3B

2.1 GASTROENTERITIS DENGAN DEHIDRASI


Gastroenteritis adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau
setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari keadaan
normal yakni 100-200 ml sekali defekasi (Hendarwanto, 2003)

Etiologi
1. faktor infeksi
• infeksi enteral
infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama gastroenteritis,
meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Yersinia, Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus,
Astrovirus, dll), infeksi parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur
(C. albicans)
• infeksi parenteral
infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat menimbulkan gastroenteritis
seperti: otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan
sebagainya.
2. faktor makanan
Gastroenteritis dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi
terhadap jenis makanan tertentu.
3. Faktor malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa
merupakan penyebab gastroenteritis yang terpenting pada bayi dan anak. Di samping
itu dapat pula terjadi malabsorbsi lemak dan protein.
4. Faktor psikologis
Gastroenteritis dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas)

Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya gastroenteritis ialah:
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus
enteris, Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia
Coli, Yersinia dan lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa
mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi
enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus
pada Gastroenteritis akut.
Penularan Gastroenteritis bias melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang
lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman
yang terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan
yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus
meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus,isi rongga
usus berlebihan sehingga timbul diare ). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat
toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi
diare. Gangguan multilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik.
Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang
mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis Metabolik dan Hipokalemia), gangguan
gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi darah
Manifestasi klinis
• Diare yang berlangsung lama (berhari-hari atau berminggu minggu) baik
secara menetap atau berulang à panderita akan mengalami penurunan berat
badan.
• Berak kadang bercampur dengan darah.
• Tinja yang berbuih.
• Konsistensi tinja tampak berlendir.
• Tinja dengan konsistensi encer bercampur dengan lemak
• Penderita merasakan sekit perut.
• Rasa kembung.
• Kadang-kadang demam

Tata Laksana
• Pemberian cairan.
Gastroenteritis dengan dehidrasi

Plan B
 Jenis : oral  intravena

 Jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama:

• Oralit yang diberikan dihitung dengan mengalikan Berat Badan pasien (kg)
dengan 75 ml.

• Bila berat badan anak tak diketahui dan atau untuk memudahkan di
lapangan,berikan oralit „minimal“ sesuai tabel di bawah

Umur < 1 th 1 – 5 th > 5 th Dewasa

Jumlah oralit 300 ml 600 ml 1200 ml 2400 ml

• Berat Badan 3-10 kg : 200 ml/kgBB/hari

• Berat Badan 10-15 kg : 175 ml/kgBB/hari

• Berat Badan > 25 kg : 135 ml/KgBB/hari

Rumus jumlah larutan oralit yang diberikan :


Jumlah = BB x % kehilangan BB
Waktu pemberian : 3 jam pertama (penting)
Jumlah pemberian : 1 jam pertama 20-25%
2-3 jam berikutnya : 75-80% (dibagi rata)
Contoh soal :
Anak dengan BB 11kg dating dengan keluhan diare dan menunjukkan tanda dehidrasi sedang.
Diperkirakan kehilangan cairan sekitar 7% dari BB. Berpa jumlah larutan oralit yang dibutuhkan
dan bagaimana cara pemberiannya?
Jawab :
- Jumlah larutan oralit :
11kg x 7% = 0,77
L = 770 ml
- Cara pemberian :
1 jam pertama = 154 ml – 193 ml
2-3 jam berikutnya = 288 ml - 308 ml
Diganti menjadi intravena jika :
- BAB terlalu sering (10 ml/kg/jam)
- muntah terus
- tidak bisa minum
- perut kembung/ ileus
Plan C
 Mulai diberi cairan IV segera. Bila penderita bisa minum, berikan oralit sewaktu cairan
IV dimulai.

Nilai kembali penderita tiap 1-2 jam. Bila rehidrasi belum tercapai, percepat tetesan intravena.
Juga berikan oralit (5 ml/kgBB/jam) bila penderita bisa minum, biasanya setelah 3 – 4 jam (bayi)
atau 1 – 2 jam (anak)
Menghitung banyaknya cairan yang harus diberikan pada 3 jam pertama
Pedoman pemberian cairan secara intravena :

Infuse set :
- Makro  1 cc = 20 tetes
- Mikro  1 cc = 60 tetes

Contoh soal :
Anak berusia 8 bulan dengn BB 5 kg dating dengan keluhan diare dan dalam keadaan dehidrasi
berat. Berapa jumlah cairan yang diberikan pada anak tersebut jika menggunakan infuse set :
a. Makro
b. Mikro

Jawab :
a. Makro
1 jam pertama : 30 ml/kgBB x 5kg = 150 ml
150 ml x 20 tetes = 3000 tetes
3000 tetes / 1 jam (60 menit) = 50 tpm

5 jam berikutnya : 70ml/kgBB x 5kg = 350ml


350ml x 20 tetes = 7000 tetes
7000 tetes / 5 jam (300 menit) = 23 tpm

b. Mikro
1 jam pertama : 30ml/kgBB x 5kg = 150 ml
150 ml x 60 tetes = 21.000 tetes
9000 tetes / 1 jam (60 menit) = 150 tpm

5 jam berikutnya : 70 ml/kgBB x 5kg = 350 ml


350ml x 60 tetes = 21.000 tetes
21.000 tetes / 5 jam (300 menit) = 70 tpm

Maintenance (Holiday’s sgar)


- BB <10kg = BB x 100cc
- BB 10-20 kg = 1000cc + (BB-10) x 50cc
- BB >20kg = 1500cc + (BB-20) x 20cc

(Gastroenteritis dengan dehidrasi berat + bronkopneumonia : rehidrasi tetap, maintenance


diberikan sebanyak 75% dari kebutuhan normal.
Gastroenteritis dengan dehidrasi berat + gizi buruk = jumlah cairan tetap, waktu diperpanjang
2 kali)

2.2 DEHIDRASI
Et causa tersering karena gastroenteritis pada anak. Pada banyak kasus bisa dengan rehidrasi oral
menggunakan oralit. Manifestasi klinis yang bisa ditemukan pada anak yang mengalami
dehidrasi tergantung dari derajat dehidrasinya. Dan derajat dehidrasi ini bisa digunakan untuk
menentukan penatalaksanaan yang tepat bagi si anak.
Derajat dehidrasi berdasarkan prosentase kehilangan berat badan pada anak:
1. Mild dehydration  loss <5% pada bayi dan <3% pada anak dewasa  denyut nadi
meningkat atau normal, urine output menurun, terlihat haus
2. Moderate dehydration  5-10% pada bayi dan 3-6% pada anak dewasa  takikardia,
lethargi, mata cekung, produksi air mata menurun, pucat, dan akral dingin
3. Severe dehydration  >10% pada bayi dan >6% pada anak dewasa  nadi teraba
cepat dan lemah, tekanan darah menurun, urine output hampir tidak ada, mata terlihat
lebih cekung, air mata sudah susah untuk keluar, kesadaran menurun, dan turgor kulit
sangat turun.

Temuan laboratorium:
 serum sodium concentration  bisa juga digunakan untuk evaluasi rehidrasi dan terapi si
anak, apakah dia termasuk isotonoc dehydration, hypotonic dehydration, atau hypertonic
dehydration. Karena setiap jenis dehidrasi yang bedasarkan kadar natrium dalam tubuh
berbeda-beda
 hemoconcetration  Htc, Hb, protein serum meningkat. Viskositas darah meningkat
karena air dalam tubuh berkurang sangat banyak.

Prinsip pemberian terapi cairan adalah untuk:


1. Memperbaiki dinamika sirkulasi (bila ada syok)
2. Mengganti defisit yang terjadi
3. maintenance untuk mengganti kehilangan cairan dan elektrolit yang sedang
berlangsung (on going losses)
Terapi cairan dapat diberikan melalui oral atau parenteral. Untuk tipe dehidrasi ringan dan
sedang biasanya cukup dengan terapi oral yaitu dengan pemberian oralit. Sedangkan tipe
dehidrasi yang paling membutuhkan terapi parenteral lewat kateter adalah dehidrasi berat.
Penderita dengan dehidrasi berat yaitu >10% untuk bayi dan >9% untuk anak dewasa serta
menunjukkan gangguan organ vital tubuh, rehidrasinya dengan terapi parenteral. Ada 3 tahap
dalam terapi parenteral:
1. Terapi awal  perbaiki dinamika sirkulasi dan fungsi ginjal
2. Terapi lanjutan  mengganti defisit air dan elektrolit
3. Terapi rumatan (maintenance)  menjaga atau memulihkan status gizi penderita
Keterangan:
1. Terapi awal
Untuk mencegah atau mengobati syok  secara cepat mengembangkan volume
cairan ekstraselular, terutama plasma. Idealnya seluruh cairan yang diberikan selalu
dalam vaskular
2. Terapi lanjutan

Untuk mengkoreksi secara menyeluruh sisa defisit air dan natrium serta mengganti
kehilangan abnormal dari cairan yang sedang berjalan dan kehilangan obligatorik.
Pemberian K sudah bisa dilakukan, tidak esensial, biasnya tidak diberikan sebelum 24
jam, kecuali bila ditemukan hipokalemia yang berat.
3. Terapi akhir
Untuk koreksi dari defisiensi nutrisi
Gangguan elektrolit yang mungkin terjadi pada waktu pengobatan rehidrasi
1. Hipernatremi

Bila natrium plasma >150 mmol/L harus dipantau ketat  untuk diturunkan kadar
natriumnya, tapi harus perlahan-lahan. Jika diturunkan terlalu cepat akan
menimbulkan komplikasi yaitu berupa cerebral edema.
Koreksi dengan rehidrasi i.v dilakukan dengan diberikan cairan 0.45% saline – 5%
dextrose selama 8 jam. Hitung cairan yang dibutuhkan dengan menggunakan berat
badannya dikalikan dengan kehilangan berat badannya  periksa kadar natrium
setelah 8 jam  normal, maintenance. Bila sebaliknya, lanjutkan 8 jam lagi 
periksa kadar natrium lagi setelah 8 jam  maintenance, 0.18% saline – 5% dextrosa,
hitung untuk 24 jam  bila pasien sudah bisa kencing, tambah 10 mmol KCl pada
setiap 500ml cairan infus  mulai beri diet normal  lanjut beri oralit 10ml/kg/BB
setiap BAB, sampai diare berhenti
2. Hiponatremia

Bila natrium plasma < 130 mol/L, biasanya terjadi pada anak dengan Shigellosis,
malnutrisi berat, dan edema serta dalam penatalaksanaannya hanya meminum air
putih atau yang hanya mengandung sedikit garam. Awal beri oralit dulu  tidak
berhasil  koreksi Na bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi  beri RL atan NS
dengan perhitungan, kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 – kadar Na serum yang
diperiksa x 0.6 x BB  setengahnya diberi dalam 8 jam pertama, sisanya dalam 16
jam  peningkatan serum Na tidak boleh > 2 mEq/L/jam
3. Hiperkalemia

Bila K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glukonas 10% 0.5 –
1 ml/kgBB i.v perlahan dalam 5-10 menit  monitoring detak jantung
4. Hipokalemia

Bila K< 3.5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar K :


o kalium 2-5 – 3.5 mEq/L diberi per oral 75 mcg/kgBB/hari dibagi 3 dosis
o K < 2.5 mEq/L diberi secara intravena drip dalam 4 jam
Dosis: (3.5 – kadar K terukur x BB x 0.4 + 2 mEq/kgBB/24 jam) diberi dalam 4 jam,
kemudian 20 jam berikutnya adalah (3.5 – kadar K terukur x BB x 0.4 + 1/6 x 2 mEq
x BB)
Karena hipokalemi dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik usus, gangguan
fungsi ginjal, dan aritmia jantung.
III. SKDI 3A

3.1 GLOSITIS

1. Definisi

Glossitis adalah inflamasi pada lidah. Berasal dari Bahasa Yunani, glossa yang berarti lidah
dan itis yang berarti inflamasi (radang).

Glossitis atrofi (lidah atrofi) adalah atrofi pada papilla lidah yang mengakibatkan lidah
menjadi licin/halus. Lidah mungkin pucat atau eritematous dan mungkin pula tampak mengecil
atau membesar. Ia mungkin terkait dengan anemia, pellagra, defisiensi vitamin B kompleks,
seriawan, atau penyakit sistemik lain atau mungkin juga karena sebab lokal. Karena atrofi
mungkin adalah satu fase, dan ekskoriasi lidah yang terbatas dan nyeri adalah fase lain dari satu
atau lebih penyakit sistemik yang sama, banyak terminologi yang membingungkan muncul
(seperti glossitis Moeller, glossitis Hunter, bald tongue, glossitis eritematosa superfisial kronis,
eksfoliativa glossodinia, beefy tongue, dan glossitis pellagrous)

Glossitis merupakan suatu kondisi peradangan yang terjadi pada lidah yang ditandai dengan
terjadinya deskuamasi papila filiformis sehingga menghasilkan daerah kemerahan yang
mengkilat.

Terdapat beberapa penyabab dari glossitis ini, bisa lokal maupun sistemik. Bakteri dan
infeksi virus dapat merupakan penyebab lokal dari glossitis. Trauma atau iritasi mekanis dari
sesuatu yang terbakar,gigi atau peralatan gigi merupakan penyebab lokal yang lain. Iritasi lokal
seperti dari tembakau, alkohol dan makanan yang pedas ataupun makan yang berbumbu dapat
juga menciptakan kondisi glossitis ini,Suatu reaksi alergi dari pasta gigi,obat kumur dan bahan
bahan lain yang diletakkan di dalam mulut merupakan salah satu penyebab lokal.
Glossitis sistemik merupakan hasil dari kelainan nutrisi, penyakit kulit dan infeksi
sistemik.Seseorang dengan kekurangan gizi atau malnutrisi atau kurangnya asupan vitamin B
dalam dietnya juga menyebablkana glossitis ini terbentuk.Penyakit kulit seperti oral lichen
planus, erythema multiforme, aphthous ulcers, and pemphigus vulgaris juga bisa menyebabkan
glossitis.Infeksi seperti syphilis and human immunodeficiency virus (HIV) kemungkinan
memberikan tanda bahwa glossitis ini merupakan gejala yang pertama kali akan muncul
nantinya.

Kadangkala penyebab dari glossitis ini adalah keturunan. Suatu pemeriksaan yang
mendalam merupakan hal yang perlu dilakukan guna untuk mendapatkan penyebab dari glossitis
ini secara pasti. Kadangkala bila penyebabnya tidak jelas dan tidak ada kemajuan setelah
dilakukan perawatan, maka perlu dilakukan biopsi. Pada beberapa kasus, glositis akan
menyembuh pada pasien dengan rawat jalan.

Kadangkala rawat inap diperlukan bila pembengkakan pada lidah ini membesar dan
menghalangi jalannya udara yang kita hisap.

2.Etiologi
Glosstitis biasanya dapat disebabkan oleh
 defisiensi zat besi (Fe)
 defisiensi vitamin B kompleks, ataupun
 karena Crohn disease yang ditandai dengan adanya cobble stone.

3.Tanda dan gejala glossitis

Tanda dan gejala dari glossitis in bervariasi oleh karena penyebab yang bervariasi pula dari
kelainan ini, tanda dasar kelainan ini adalah bahwa lidah menjadi berubah warnanya dan terasa
nyeri. Warna yang dihasilkan bervariasi dari gelap merah sampai dengan merah terang.

Lidah yang terkena mungkin akan terasa nyeri dan menyebabkan sulitnya untuk mengunyah,
menelan atau untuk berbicara. Lidah yang mempunyai kelainan ini permukaannya akan terlihat
halus.Terdapat beberapa ulserasi atau borok yang terlihat pada lidah ini.
Kondisi ini biasanya memperlihatkan gejala rasa perih, sakit, terbakar, atau panas pada
permukaan lidah. Glossitis dapat disebabkan oleh berbagai hal dan terapi yang diberikan sangat
tergantung dari penyebab utamanya.

4.Penatalaksanaan

Perawatan dari glosotis ini tergantung dari kasusnya. Antibiotics dipergunakan bila kelainan
ini melibatkan bakteri. Bila penyebabnya adalah defisiensi besi, maka diperlukan supplement
yang memadai yaitu harus diberikan zat besi yang merupakan ciri defisiensi utama dari glossitis
ini. Pembengkakan dan rasa tidak nyaman di mulut dilakukan pemberian obat obatan yang
diberikan secara oral. Obat kumur yaitu campuran setengah teh baking soda dan dicampur
dengan air hangat akan membantu keadaan ini..Bila pembengkakan dirasakan parah, bisa
diberikan kortokosteroid. Diet cair nampaknya harus diberikan pada seseorang dengan glossitis
ini.

5.Pencegahan
Kebersihan rongga mulut merupakan hal yang harus dilakukan. Sikat gigi dan penggunaan
dental floss atau benang gigi merupakan suatu keharusan, juga jangan lupa untuk membersihkan
lidah setelah makan. kemudian kunjungi dokter gigi secara teratur. Jangan gunakan bahan bahan
obat atau makanan yang merangsang lidah untuk terjadi iritasi atau agent sensitisasi. Bahan
bahan ini termasuk makanan yang panas dan beralkohol. Kemudian juga hentikan merokok dan
hindari penggunaan tembakau dalam jenis apapun. Sebaiknya segera konsultasi ke dokter bila
gangguannya bertambah parah. Bila lidah sudah mengkalangi jalan nafas oleha karena proses
enlargement, bila hal ini terjadi, mutlak diperlukan perawatan yang lebih intensive.

3.2 FOOD INTOLERANT

1. Definisi

Intoleransi makanan adalah respon sistem pencernaan akibat respon sistem kekebalan. Hal ini
terjadi ketika terjadi iritasi pada sistem pencernaan seseorang atau ketika seseorang tidak mampu
mencerna atau kegagalan karena makanan. Intoleransi laktosa, yang ditemukan dalam susu dan
produk susu lainnya, adalah makanan yang paling banyak terjadi.
2. Gejala Intoleransi Makanan

Gejala intoleransi makanan termasuk:

 Mual
 Sakit perut
 Gas, kram, atau kembung
 Muntah
 Mulas
 Diare
 Sakit kepala
 Lekas marah atau nervousness

3.Perbedaan Antara Alergi makanan dan Intoleransi makanan

Alergi makanan dapat dipicu oleh bahkan sejumlah kecil makanan dan terjadi setiap kali
makanan yang dikonsumsi. Orang dengan alergi makanan biasanya disarankan untuk
menghindari makanan yang menyinggung sepenuhnya. Di sisi lain, intoleransi makanan sering
dosis terkait. Orang dengan intoleransi makanan mungkin tidak memiliki gejala kecuali jika
mereka makan sebagian besar makanan atau makan makanan sering. Sebagai contoh, seseorang
dengan intoleransi laktosa dapat minum kopi atau susu dalam segelas susu, tapi menjadi sakit
jika dia minum beberapa gelas susu. Alergi dan intoleransi makanan juga berbeda dari keracunan
makanan, yang umumnya hasil dari makanan yang rusak atau tercemar dan mempengaruhi lebih
dari satu orang makan makanan. Penyedia layanan kesehatan Anda dapat membantu menentukan
apakah Anda memiliki alergi makanan atau intoleransi, dan membuat rencana untuk membantu
mengontrol gejala.

4.Diagnosis Intoleransi Makanan

Kebanyakan intoleransi makanan ditemukan melalui trial and error untuk menentukan makanan
atau makanan yang menyebabkan gejala. Anda mungkin akan diminta untuk menyimpan catatan
harian makanan untuk mencatat apa yang Anda makan dan kapan Anda mendapatkan gejala, dan
kemudian mencari faktor-faktor umum. Cara lain untuk mengidentifikasi masalah makanan
adalah untuk mengikuti program diet eliminasi provokasi. Hal ini melibatkan sepenuhnya
menghapuskan setiap tersangka makanan dari diet sampai bebas gejala. Kemudian mulai
memperkenalkan kembali makanan, satu per satu waktu. Hal ini dapat membantu Anda
menunjukkan makanan yang menyebabkan gejala. Mencari saran dari penyedia layanan
kesehatan Anda atau ahli diet terdaftar sebelum memulai diet eliminasi untuk memastikan diet
dalam keadaan gizi yang memadai.

5.Terapi
Menghindari makanan yang menebabkan intolerasi makanan. Contoh paling sering dari food
intolerance: defisiensi lactase. Jadi enzim lactase dalam tubuh itu kadarnya kurang sehingga
laktosa tidak bisa diabsorbsi. Laktosa yang tidak bisa diabsorbsi akan difermentasi oleh bakteri
usus halus menjadi gas dan asam organic, hasil fermentasi ini akan meingkatkan beban osmotic
sehingga banyak sekresi air di usus halus pada feses.
6.Diagnosisnya
Hydrogen breath test: bernilai positif apabila 90 menit setelah pemberian laktosa 50g, kadar
hydrogen dalam pernafasan > 20ppm yang mengindikasikan adanya fermentasi laktosa oleh
bakteri. Kemudian ditemukan gejala (kembung, flatulens, kram perut) dan diare serta feses
pH<6.
7.Tata laksana
Dengan mengurangi dosis makanan yang menyebabkan intoleransi, salah satu caranya dengan
pengenceran.

3.3 MALABSORBSI

1.Definisi
Syndroma Mal-absorbsi adalah kumpulan gejala dan tanda-tanda yang diakibatkan oleh
absorbsi lemaknon adekuat didalam usus halus. (Barbara C. Long, 1985).
Usus halus merupakan tempat proses pencernaan dan absorbsi nutrition yang utama, khususnya
lemak dengan adanya enzyme-enzym pancreas, empedu serta enzy-enzym yang dihasilkan oleh
usus sendiri.
Lemak makanan merupakan sumber energi yang utama bagi tubuh, pelarut vitamin A,D,E,K
serta sumber lemak esensial. Pada syndrome malabsorbsi ini, vitamin-vitamin yang larut dalam
lemak juga mengalami gangguan absorbsi sehingga malabsorbsi lemak selalu disertai
malabsorbsi vitamin A,D,E,K. Dalam berbagai keadaan malabsorbsi lemak sering disertai
dengan menurunnya absorbsi protein, karbohidrat dan mineral. Gejala yang ditampakkan
tergantung pada berat ringannya malabsorbsi serta tergantung pula pada malabsorbsi jenis
nutrient tertentu.

2.Etiologi
Dihubungkan pada gangguan pencernaan dan absorbsi nutrient di dalam usus halus.

3. Patofisiologi
Malabsorbsi diakibatkan oleh tiga hal yaitu :
a. Gangguan fungsi percernaan (phase Intra Lumen)
Pada keadaan ini nutrient tidak dapat dipecahkan menjadi bentuk yang dapat diserap oleh villi-
villi usus halus. Karbohidrat diserap dalam bentuk mono sacharida / glukosa. Protein diserap
dalam bentuk asam amino. Lemak diserap dalam bentuk asam lemak dan gliserol. Gangguan ini
terjadi bila :
• Enzym lipase pancreas kurang.
• Cairan lambung khususnya gasterin kurang.
• Konjugasi garam empedu kurang.
Keadaan-keadaan ini dapat terjadi pada ;
• Sub total gastrectomy.
• Pankreatitis
• Ca. Pankreas.
• Penyakit Lever.
• Obstruksi saluran empedu.

b. Gangguan Mukosa Usus Halus (Phase Mukosal).


Pada keadaan ini nutrient telah dibentuk menjadi bentuk-bentuk yang dapat diserap oleh villi-
villi usus halus, namun bentuk-bentuk tidak dapat diserang oleh gangguan pada mukosa usus
halus / villi-villi. Normalnya mukosa usus halus menghasilkan enzyme diantaranya
enterokinase. Enzyme ini mengaktifkan tripsinogen menjadi tripsin, selanjutkan tripsin
mengubah protein menjadi polypeptide. Mukosa usus menghasilkan enzyme disacharidase
yaitu lactosa, maltosa dan sukrosa.. Maltase mencegah maltose menjadi dua glukosa. Sukrose
atau invertase memecah skrosa menjadi fruktosa dan glukosa. Keadaan ini dapat terjadi pula
pada :
- Defisiensi Lactase.
- Celiac Disease
- Tropical Sprue.
- Enteritis Alergic
- Small Bowel Ischemic
- Radiation Enteritis
- Croh’s Disease

c. Gangguan pengangkutan Nutrien ke dalam pembuluh limpa dan pembuluh darah (Phase
Transit).
Gangguan ini terjadi bila terdapat obstruksi limphatik seperti pada lymphoma dan gangguan
supply darah seperti pada thrombus mesenteric superior.

 MALABSORBSI KARBOHIDRAT

Enteropati Glutten: pada kasus ini, disebut juga celliac sprue di mana pasien tidak tahan
terhadap pajanan glutten yang ada di gandum. Apabila pasien terpajan, maka pajanan glutten
dapat mengaktifkan sel T sehingga sel T merusak vili sus halus dan absorbsi terganggu.
1.Gejala-gejala / Tanda-tanda :
Berbagai macam tnda atau gejala pada Malabsorbsi, yaitu :
• .Feces tampak bercahaya, berminyak, licin dan terbatas, berbau (Steatorhoe)
• Dalam air feces mengapung.
• Berat badan rendah.
• Pucat, lemas, badan lesu
• Anorexia.
• Mudah terkena infeksi.
• Mudah berdarah (Echynosis,hematuria)
• Nyeri otot / tulang.
• Tulang rapuh, mudah terkena fraktur.
• Kulit kasar dan kering, hyperfigmentasi.
• Flatulence.
• Hypokalsemia, anemi.
• Pheriperal, neuritis.
• Edema periper.

Penatalaksanaan
1.Diet :
Tinggi kalori dan protein serta rendah lemak.
Menghindarkan makanan makanan yang mengandung penyebab malabsorbsi seperti susu yang
banyak mengandung lactose (Intoleranse Lactose)

2.Medikamentosa.
Pada Malabsorbsi congenital,terapibersifat symptomatic seperti pemberian preparat besi dan
vitamin pada klien anemi serta transpusi darah bila perlu.
Terapi pada malabsorbsi yang didapat ditujukan pada etiologi seperti enteritis kronis yang
menyebabkan kerusakan mukosa halus.
Obstruksi pancreas yang menyebabkan enzyme-enzym pancreas tidak dapat masuk ke dalam
usus halus.

3.Penyuluhan :
Ditujukan kepada klien dan keluarga. Mencakup penyakit dan diet yang diperlukan. Perawatan
membantu klien dalam mengatasi perubahan pola makan.

3.4 COLITIS
A. Kolitis Infeksi
1. Kolitis Tuberkulosa

Definisi
Infeksi kolon oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.

Epidemiologi
Lebih sering ditemukan di negara berkembang dengan penyakit TBC yang masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat.

Patofisiologi
Mycobacterium tuberculosis biasanya tertelan bersama sputum, sehingga menimbulkan 3
bentuk kelainan: 1) ulseratif pada 60% kasus, lesi aktif berupa tukak superfisial; 2)
hipertropik pada 10% kasus, bentuk lesinya berupa parut fibrosis, dan massa menonjol
seperti karsinoma; 3) ulserohipertropik pada 30% kasus, terdapat ulserasi dengan fibrosis
yang merupakan bentuk penyembuhan. Lokasi tersering (85 – 90% kasus) di daerah
ileosekal.

Gejala Klinis
Keluhan paling sering adalah nyeri perut kronik tidak khas. Dapat terjadi diare ringan
bercampur darah, kadang konstipasi, anoreksia, demam ringan, berat badan turun, atau
teraba massa abdomen kanan bawah.

Diagnosis
Pada diagnosis pasti, ditemukannya bakteri tuberculosis di jaringan, dengan peneriksaan
mikrospik langsung atau kultur biopsi jaringan. Pada diagnosis dugaan, bila didapatkan
tuberculosis paru aktif dengan penyakit ileosekal.Pada pemeriksaan barium enema
ditemukan penebalan dinding, distorsi lekuk mukosa, ulserasi, stenosis, pseudopolip.
Dengan kolonoskopi ditemukan penyempitan lumen, dinding kolon kaku, ulserasi dengan
tepi irregular dan edematous.
Diagnosis banding
Penyakit Crohn, amebiasis, diverticulitis, dan karsinoma kolon.

Kompilkasi
Perdarahan, perforasi, obstruksi intestinal parsial yang selanjutnya berkembang menjadi
obstruksi total, terbentuk fistula, dan sindrom malabsorbsi

Tata laksana
Menggunakan kombinasi 3 macam atau lebih obat anti tuberculosis. Kadang-kadang perlu
tindakan bedah untuk menghindari komplikasi.
Obat tuberculosis yang dipakai:
o INH 5-10 mg/KgBB atau 400 mg sekali sehari
o Etambutol 15-25 mg/KgBB atau 900-1200 mg sekali sehari
o Rimfampisin 10 mg/KgBB atau 450-600 mg sekali sehari
o Pirazinamid 25-35 mg/KgBB atau 1,5-2 g sekali sehari

2. Kolitis Pseudomembran

Definisi
Peradangan kolon akibat toksin, ditandai terbentuknya lapisan eksudatif (pseudomembran)
melekat di permukaan mukosa

Etiologi
Disebabkan toksin Clostridium difficle karena penggunaan antibiotik yang menekan flora
normal usus sehingga meningkatkan koloni C. difficle.

Epidemiologi
C. Difficle ditemukan di tinja 3-5% orang dewasa sehat tanpa kelainan kolon. Penularan
bisa secara kontak langsung lewat tangan atau makanan minuman tercemar. Semua jenis
antibiotik, kecuali aminoglikosida intravena dapat menyebabkan colitis pseudomembran,
namun paling sering adalah ampisilin, klindamisin, dan sefalosporin.
Patogenesis
C. difficle mengeluarkan 2 toksin utama: toksin A dan toksin B. Toksin A merupakan
enterotoksin yang berpengaruh terhadap semua kelainan yang terjadi. Sedangkan toksin B
adalah sitotoksin dan tidak melekat pada mukosa yang masih utuh.

Gejala klinis
Pasien biasanya mengalami diare cair disertai kram perut, diare 10-20 kali sehari, mual,
muntah, leukositosis. Temuan lain yaitu, nyeri tekan abdomen bawah, edema,
hipoalbuminemia, dan colitis ringan.

Komplikasi
Pada kasus berat, dapat terjadi komplikasi berupa dehidrasi, edema anaserka, gangguan
elektrolit, megakolon toksik, atau perforasi kolon.

Diagnosis
Ditemukan pasien diare selama atau setelah menggunakan antibiotic. Pada pemeriksaan
kolonoskopi ditemukan lesi berbentuk pseudomembran luas warna kuning abu-abu, dan
jika diambil dengan forsep biopsy terlihat mukosa di bawahnya mengalami ulserasi.
Menggunakan metode ELISA untuk memeriksa terdapatnya toksin A.
Klasifikasi hasil biopsi gambaran histopatologi colitis pseudomembran:
Klas
Lesi ifika Histopatologi
si
Vul Tipe Nekrosis epithelial fokal dengan PMN
kano 1 dan fibrin tersebar dalam lumen
Glan Tipe Pelebaran kelenjar dengan PMN dan
dula 2 musin, dilapisi pseudomembran,
r mukosa sekitar tidak terkena
Nek Tipe Nekrosis mukosa total dengan mukosa
rosis 3 dilapisi pseudomembran tebal
Diagnosis banding
Diare akibat kuman pathogen lain, efek samping obat bukan antibiotic, colitis non infeksi,
dan sepsis intra abdominal

Tata laksana
Tindakan awal yaitu menghentikan antibiotic yang menjadi penyebab, mengganggu
peristaltic, dan mencegah penyeberan nosocomial. Kemudian pemberian cairan dan
elektrolit. pada colitis ringan sampai sedang digunakan metronidazole dengan dosis peroral
250-500 mg 4 kali sehari selama 7-10 hari. Pada kasus berat menggunakan vankomisin
peroral dosis 125-500 mg 4 kali sehari selama 7-14 hari.

3. Kolitis Amebik (Amebiasis Kolon)

Definisi
Peradangan kolon yang disebabkan oleh protozoa Entamoeba histolytica.

Epidemiologi.
Prevalensi amebiasis diberbagai tempat sangat bervariasi, diperkirakan 10%
populasi terinfeksi. Prevalensi tertinggi di daerah tropis (50-80%). Manusia merupakan
host sekaligus reservoir utama. Penularannya lewat kontaminasi tinja ke makanan dan
minuman, dengan perantara lalat, kecoak, kontak interpersonal atau lewat hubungan
seksual anal-oral. Sanitasi lingkungan yang jelek. Penduduk yang padat dan kurangnya
sanitasi individual mempermudah penularannya.
Pasien yang asimtomatik tanpa adanya invasi jaringan, hanya mengeluarkan
kista pada tinjanya. Kista tersebut dapat bertahan hidup di luar tubuh manusia. Sedangkan
pada pasien dengan infeksi amuba akut/kronik yang invasif selain kista juga mengeluarkan
trofozoit, namun bentuk trofozoit tersebut tidak dapat bertahan lama diluar tubuh manusia.

Gejala klinis.
Gejala klinis pasien amebiasis sangat bervariasi, mulai dan asimtomatik sampai
berat dengan gejala klinis menyerupai kolitis ulseratif. Beberapa jenis keadaan klinis
pasien amebiasis adalah sebagai berikut :
1. Carrier: ameba tidak mengadakan invasi ke dinding usus, tanpa gejala atau hanya keluhan
ringan seperti kembung, flatulensi, obstipasi, kadang-kadang diare. Sembilan puluh persen
pasien sembuh sendiri dalam waktu satu tahun, sisanya (10 %) berkembang menjadi kolitis
ameba.
2. Disentri ameba ringan : kembung, nyeri perut ringan, demam ringan, diare ringan dengan
tinja berbau busuk serta bercampur darah dan lendir, keadaan umum pasien baik.
3. Disentri ameba sedang : kram perut, demam, badan lemah, hepatomegali dengan nyeri
spontan.
4. Disenti ameba berat : diare disertai banyak darah, demam tinggi, mual, anemia.
5. Disentri ameba kronik : gejala menyerupai disentri ameba ringan diselingi dengan periode
normal tanpa gejala, berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, neurasthenia,
serangan diare biasanya timbul karena kelelahan, demam atau makanan yang sukar
dicerna.

Penatalaksanaan.
1. Karier asimtomatik diberi obat yang bekerja di lumen usus (luminalagents) antara lain:
Iodoquinol (diiodohidroxyquin) 650 mg tiga kali per hari selama 20 hari atau
Paromomycine 500 mg 3 kali sehari selama 10 hari.
2. Kolitis ameba akut diberi metronidazol 750 mg tiga kali sehari selama 5 – 10 hari,
ditambah dengan obat luminal tersebut di atas.
3. Amebiasis ekstraintestinal (misalnya : abses hati ameba) diberi metronidazol 750 mg tiga
kali sehari selama 5-10 hari ditambah dengan obat luminal tersebut diatas. Penggunaan 2
macam atau lebih amebisidal ekstra intestinal tidak terbukti lebih efektif dari satu macam
obat.

B. Kolitis Non Infeksi


1. Kolitis Ulserosa
Epidemiologi
Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, akan tetapi lebih seringdi negara-
negara Barat. Di Indonesia aseperti di Negara-negara Asia-Afrika, kolitis ulserosa agak
jarang. Akan tetapi akhir-akhirini lebih banyak kasus ditemukan. Mungkin hal ini
disebabkan karena lebih banyak orang yang pergi berobat ke dokter dan fasilitas diagnostik
sekarang sudah lebih baik. Insidens kira-kira 3 - 6 per 100.000 tiap tahun pada orang Barat.
Lebih banyak ditemukan pada wanita daripada laki-laki. Dapat ditemukan pada semua
usia, akan tetapi lebih sering padausia dewasa muda. Di Indonesia belum didapat angka-
angka yang pasti.

Etiologi
Belum diketahui dengan pasti penyebab dari radang kolon ini.
- Faktor psikis :Sering didapat faktor-faktor psikis padakolitis ulserosa. Akan tetapi banyak
yang berpendapat bahwa faktor psikis lebih merupakan akibat daripada sebab penyakit ini.
- Faktor Imunologi ;Terdapat kelainan-kelainan imunologik pada penderita kolitis ulserosa.
Akan tetapi para penyelidik belum dapat membuktikan bahwa kelainan reaksi immun
merupakan peranan yang utama pada kolitis ulserosa.

Patofisiologi
Proses radang mulai di rektum sebagai radang yang difus, naik ke bagian
proksimal dan seluruh kolon dapat terkena. Ada infiltrasi sel-sel polimorf, sel plasma dan
eosinofil ke lamina propria, ada edema dan pelebaran vaskuler, kelenjar-kelanjar ikut
meradang dan terjadi abses-abses di kripta-kripta Lieberkuhn. Kemudian terdapat destruksi
kelenjar-kelenjar dan ulserasi pada epitel.
Makroskopis mukosa kelihatan hiperemis secara difus pada keadaan yang
ringan dan kelihatan ulserasi pada keadaan yangsedang dan berat. Dinding usus bisa
menjadi tipis dan tidak jarang ini menyebabkan perforasi. Pada waktu penyembuhan terjadi
proses granulasi yang sering berlebihan sehingga menyerupai suatu polip sehingga disebut
pseudopolip.
Pada kasus yang menahun, usus akan menjadi lebih pendek dari sering timbul
penyempitan lumen, walaupun striktur jarang terjadi. Pada sebagian kecil dari penderita,
proses radang hanya terdapat pada rektum.

Gambaran Klinis
Secara klinis, keadaan penderita dapat berbeda-beda mulai yang ringan sampai
yang berat. Biasanya serangan yang per-tama timbul secara pelan-pelan dengan adanya
diare dengan tinja yang bercampur lendir dan darah. Bila radang hanya direktum, penderita
mengeluh mengenai obstipasi dan perdarahan rektal. Sering ada nyeri di perut bagian kiri
dan hilang setelah defekasi dan penderita mengeluh karena tenesmus. Nafsu makan
berkurang, berat badan menurun dan merasa lemah.
Pada beberapa penderita diare akut yang berdarah dapat disertai suatu kolitis
yang berat dengan panas badan, anoreksia, mual dan vomitus. Biasanya nyeri tekan pada
tempat yang sakit. Pada penderita yang sudah lama sakit, ada anemia. Pada penderita yang
sakit berat, perutnya membesar, meteoristis, nadi cepat dan badan panas. Berat badan
biasanya menurun. Selain kelainan-kelainan tersebut, terdapat pula kelainan pada sendi-
sendi (artritis), conjunctivitis, uveitis, stomatitis aphtosa, eritemanodosum dan kadang-
kadang pyoderma gangrenosum. Sebab dari kelainan-kelainan sistemik ini yang terdapat di
luar saluran cerna, sampai sekarang tidak diketahui.

Komplikasi
Komplikasi yang tidak jarang terjadi ialah suatu dilatasi akutdari kolon pada
penderita yang sakit berat, perdarahan banyak atau perforasi. Komplikasi-komplikasi
tersebut sangat membahayakan dan bisa fatal bila tidak diambil tindakan yang tepat.
Penyakit yang menahun dapat menimbulkan tanda-tanda obstruksi karena
terjadinya striktura. Karsinoma kolon merupakan suatu keganasan yang tidak jarang
terdapat pada penderita kolitis ulserosa, terutama pada mereka yang telah menderita lebih
dari 10 tahun.Tumor ganas tersebut dapat tumbuh disemua bagian dari kolon, terutama di
rektum.Displasia berat dianggap sebagai "carcinoma in-situ".

Diagnosa
Disampaing pemeriksaan anamnesa, pemeriksaan jasmani dan laboratorium
rutin, perlu diadakan pemeriksaan lain untuk membenarkan diagnosa.
- Pemeriksaan radiologis.
Pemeriksaan dengan barium dapat membantu. Pada dilatasi akut diperbolehkan
pemeriksaan rontgen, akan tetapi tanpa dipersiapkan dengan garam inggris atau castor oil.
Dalam keadaan ini, foto rontgen dibuat tanpa barium. Pada keadaan yang berat, para ahli
menyatakan bahwa pemeriksaan dengan barium masih dapat dilakukan asal saja ahli
radiologi mengetahui benar keadaan penderita dan zat barium dimasukkan ke dalam usus
dengan sangat hati-hati.
- Sigmoido-kolonoskopi.
Pemeriksaan endokopis diperlukan untuk menegakkan diagnosa, terutama di Indonsia
untuk membedakan dengan kolitis yang disebabkan Shigella atau ameba. Selain dari itu
endoskopi sangat diperlukan untuk mengetahui adanya keganasan, terutama jika ada
kelainan polipoid. Biopsi pada endoskopi sangat menguntungkan. Pernah saya membuat
biopsi pada tepi ulkus dan pada pemeriksaan PAditemukan adanya ameba histolitika,
walaupun pemeriksaan tinja selalu negatif. Biopsi juga dapat menemukan adanya displasia
atau sel-sel karsinoma.

Diagnosa Banding
Di Indonesia, pada penderita dengan feses yang dicampuri ingus dan darah
harus selalu difikirkan kemungkinan adanya kolitis yang disebabkan ameba atau Shigella.
Karena itu perlu diperiksa tinja secara teliti dan berulangkali. Pemeriksaan rontgen dan
endoskopi dapat membantu, terutama endoskopi. Kolitis ulserosa juga harus dibedakan
dengan kolitis Crohn. Pada penyakit Crohn, kelainan juga terdapat pada ileum, malahan
juga pada saluran cerna bagian atas. Selain itu sering menimbulkan fistel-fistel. Pada
karsinoma kolon juga sering ada darah, kadang-kadang disertai sedikit lendir pada feses.

Terapi
- Diit
Makanan sebaiknya mengandung banyak serat, akan tetapi tidak pedas atau banyak
mengandung lemak.
- Obat-obat
Obat antibiotik hanya diperlukan jika ada infeksi sekunder dengan kuman-kuman.
Kortikosteroid diperlukan pada serangan akut tetapi untuk pengobatan jangka panjang
untuk mencegah supaya tidak kambuh tidak digunakan karena diperlukan dosis tinggi dan
akan menimbulkan efek sampingan. Pada penyakit yang ringan atau sedang, kortikosteroid
diberikan per os 20 mg - 40 mg sehari. Pada kasus yang dengan cara per os tidak
menunjukkan perbaikan, tidak jarang ada perbaikan dengan kortikosteroid per enema,
biasanya diberikan tiap malam 150 mg hydrocortisone selama 10 hari dan kemudian
dilanjutkan dengan per os. Pada keadaan yang berat, kortikosteroid harus diberikan secara
intravena, selain itu keadaan anemia, dehidrasi dan kehilangan elektrolit harus diperbaiki.
Salazopirin juga baik untuk kolitis ulserosa. Biasanya diberikan 2 gram sehari. Pada
pengobatan jangka panjang perlu diperiksa hemoglobin dan darah perifer. Salazopirin di
dalam usus dipecah oleh kuman-kuman menjadi asam 5-aminosalisilat dan sulfapyridine.
Yang mempunyai khasiat anti radang adalah komponen salicylat dan efek sampingannya
seperti rasa mual, muntah, kelainan kulit dan darah, disebabkan oleh sulfapyridin. Akan
tetapi Salazopyrin hanya dapat dipakai untuk kasus yang ringan dan sedang saja dan untuk
mencegah kambuhnya serangan. Azathioprine merupakan suatu obat immuno-suppressive,
dan hasilnya dikatakan baik, akan tetapi sekarang banyak laporan menunjukkan bahwa
hasilnya mengecewakan, dianjurkan pemakainya hanya untuk mereka yang tidak
menunjukkan perbaikan dengan pengobatan lain.
Metronidazole juga dicoba untuk pengobatankolitis ulserosa dan ada yang
melaporkan bahwa hasilnya mengembirakan akan tetapi ini masih dalam taraf
penyelidikan.
- Pembedahan.
Indikasi untuk operasi ialah:
o dilatasi toksik
o perforasi
o striktura
o perdarahan yang banyak bila tidak berhenti dengan tindakan konservatif.
o serangan akut yang tidak membaik dengan pengobatan intensif.
o kasus yang menahun di mana seluruh kolon terkena dan tidak menunjukkan kemajuan.
o carcinoma in-situ atau displasia berat
o karsinoma kolon
Jenis operasi yang paling baik ialah proktokolektomi total dengan ileostomi. Jika
kolektomi total saja yang dilakukan, di kemudian hari penyakitnya pada rektum akan
kambuh kembali.

Prognosa
Dengan adanya obat-obat yangdiuraikan di atas, perbaikan hidrasi dan
elektrolit, kemajuan dalam teknik operasi serta perawatan pasca-bedah, prognosa kolitis
ulserosa cukup baik. Walaupun sebagian kecil akan mengalami serangan yang berulang-
ulang.

2. Kolitis Crohn
Epidemiologi
Penyebaran penyakit ini sama dengan kolitis ulserosa. Banyak ditemukan di Negara
Barat dan sedikit di Negara Asia dan Afrika. Akan tetapi akhir-akhir ini lebih banyak kasus
Crohn ditemukan di Indonesia, mungkin juga karena lebih banyak orang berobat ke dokter
dan adanya kemajuan di bidang teknik untuk diagnosa. Penyakit Crohn biasanya terdapat
pada dewasa muda dan lebih banyak pada wanita daripada laki-laki.

Etiologi
Sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Terdapat faktor-faktor auto-imun.
Mungkin juga disebabkan oleh suatu RNA Virus kecil, tetapi mengenai ini belum ada
kepastian. Tidak jelas apakah faktor genetik mempunyai peranan. Makanan yang tidak atau
kurang mengandung serat yang biasanya digemari di Negara Barat mempunyai peranan
yang penting. Mungkin ini pula yang menyebabkan bahwa penyakit Crohn tidak begitu
banyak ditemukan di Negara Asia dan Afrika di mana makanan lebih banyak mengandung
serat seperti sayur-mayur dan buah-buahan dan lain-lain.

Patologi
Kolitis Crohn sebenarnya merupakan sebagian dari penyakit Crohn yang lebih luas,
yang biasanya terdapat pada ileum, malahan saluran cerna bagian atas. Yang paling sering
terkena ialah bagian ileum terminalis dan caecum. Biasanya yang terkena pada beberapa
segmen-segmen yang terpisah-pisah (skip lesions).
Bagian-bagian diantaranya yang terkena penyakit, secara makroskopis kelihatan
normal, akan tetapi secara histologi dan biokemis kelainan-kelainan terdapat di seluruh
usus. Pada permulaan timbul luka-luka aftoid dan kemudian menjadi luka-luka yang
dalam, lambat laun terdapat fisura, fibrosis dengan penebalan dinding usus. Dan sering
terdapat striktura dan fistulasi. Pada pemeriksaan histologis ditemukan peradangan
transmural, terutama di sub mukosa dan terdapat sel-sel limfosit, makrofag dan sel plasma.
Granulom-granulom tanpa perkijuan ditemukan pada lebih dari 50% penderita-penderita
penyakit ini.

Gambaran klinis
Para penderita mengeluh mengenai sakit perut yang berulang-ulang, sering mendapat
serangan diare, atau sebaliknya susah buang air besar, kadang-kadang panas dan berat
badan sering menurun. Perdarahan per anum sering disebabkan radang pada kolon.

Komplikasi
Pada kasus yang menahun, timbul striktura yang menyebabkan obstruksi, fistel-fistel
antara usus dan usus kecil atau antara usus dan kandung kemih atau fistel antara usus dan
kulit. Di sekitar anus terdapat fistel-fistel, fisur-fisur dan absesabses. Perdarahan yang
banyak atau perforasi jarang terjadi. Begitu pula jarang terjadi dilatasi akut. Karsinoma
kolon dulu diduga tidak begitu sering akan tetapi sekarang kasus. karsinoma lebih sering
ditemukan pada colitis Crohn.
Kadang-kadang timbul hiperoxaluria dan batu oxalat. Proses radang dapat menjalar
ke ureter yang menyebabkan pyelonefritis yang berulang, stenosis pada ureter dan
hidronefrosis.

Diagnosa
Pemeriksaan jasmani dan anamnesa perlu dilakukan dengan teliti. Pemeriksaan
laboratorium rutin perlu. LED dan C-reactive protein biasanya meninggi dan kadar
albumin dan kalium dalam darah rendah. Tinja harus diperiksa untuk mengetahui adanya
darah atau penyebab lain dari radang usus. Temtama di Indonsia di mana ameba dan
Shigella masih sering ditemukan.
Pemeriksaan radiologis jangan hanya terbatas pada kolon saja bila kemungkinan
penyakit Crohn ada. Foto rontgen dari esofagus, lambung, duodenum dan ileum perlu
dibuat pula.
Pada ileitis terminalis sering terlihat "String sign of Cantor", suatu gambar seperti
benang pada foto dengan barium. Ini disebabkan karena penebalan dinding ileum
terminale, ehingga lumen menyempit. Fistel-fistel juga akan nampak pada foto rontgen.
Endoskopi dan biopsi sangat membantu.

Diagnosa banding
Seperti pada kolitis ulserosa, di sinipun kemungkinan ameba dan Shigella perlu
disingkirkan dulu.Tuberkulosis pada kolon perlu dipikirkan, karena tuberkulosis masih
banyak terdapat di Indonesia. Karsinoma kolon di Indonsia sekarang juga lebih banyak
ditemukanLimfoma malignum kadang-kadang terdapat di kolon. Kolitis Crohn perlu
dibedakan dengan kolitis ulserosa. Diagnosa "irritable colon" hanya dapat dibuat bila
penyakit penyakit lain sudah dapat disingkirkan.

Terapi
Pada dasarnya pengobatan medis-konservatif dengan diit dan obat-obat lebih baik daripada
pembedahan.
- Diit:
makanan sebaiknya lunak, tidak merangsang, rendah lemak dan tinggi serat. Dahulu
dianjurkan rendah serat, akan tetapi kemudian ternyata bahwa tinggi serat lebih baik.
Rendah serat hanya diberikan bila ada steatorea atau ada striktura.
- Obat-obat
Kortikosteroid baik pada penyakit yang aktif. Dosis sama dengan kolitis ulserosa.
Salazopyrin juga baik untuk penyakit yang aktif akan tetapi kurang memuaskan untuk
pengobatan"maintenance". Azathioprine dapat dicoba pada mereka yang tidak
menunjukkan perbaikan atau kambuh lagi dengan obat-obat lain. Metronidazole dapat
memberikan hasil yang baik bila ada sepsis. Laporan-laporan yang terakhir menyebutkan
hasil yang memuaskan pada kasus dengan fistula. Fistula tersebut menutup setelah
pengobatan dengan metronidazole. Dahulu, adanya fistel merupakan indikasi untuk operasi
akan tetapi sekarang metronidazole merupakan alternatif yang lebih baik.
- Pembedahan. Indikasi untuk pembedahan adalah :
kelainan-kelainan perianal
obstruksi.
bila ada perdarahan yang banyak.
adanya keganasan.
Bila pengobatan dengan obat-obat dan diit tidak memberikan hasil yang
baik.Pada pembedahan selalu dikerjakan suatu end-to-end anastomosis dan reseksi harus
dibatasi pada bagian yang perlu diangkat saja. Tindakan bypass harus dihindari karena
sering menimbulkan residif dan disertai dengan timbulnya banyak kuman-kuman dan
malabsorpsi. Tiap tindakan pembedahan harus dilindungi oleh kortikosteroid.

Prognosa
Biasanya cukup baik dengan diit dan pengobatan. Akan tetapi penyakitnya
dapat sering kambuh kembali, sehingga sering diperlukan pembedahan. Dan kira-kira
separoh dari mereka yang dibedah, memerlukan bedah ulangan di kemudian hari.

3. Kolitis Radiasi

Definisi
Peradangan dan kerusakan pada bagian bawah usus besar setelah terpapar x-
sinar atau radiasi pengion sebagai bagian dari terapi radiasi . Radiasi proctitis paling sering
terjadi setelah perawatan untuk kanker seperti kanker leher rahim , kanker prostat , dan
kanker usus besar . Radiasi proctitis melibatkan lebih rendah usus , terutama kolon sigmoid
dan rektum .

Terapi
Menurut Cytopath Biopsi Patologi (Patologi CBL), obat untuk terapi radiasi
mengurangi gejala termasuk: mual, perdarahan dan diare. Alternatif obat termasuk
penghilang rasa sakit dan busa steroid yang mengurangi iritasi. Lomotil, Pepto-Bismol dan
Imodium AD semua obat cocok untuk mengobati kolitis Anda.
Diet mengurangi gejala-gejala kolitis radiasi, juga dapat mengurangi dosis obat.
Minimalkan gejala Anda dengan mengkonsumsi apel, pisang, roti putih, telur dan sayuran
matang. Jika gejala memburuk dan obat tidak membantu dokter mungkin menyarankan
operasi. Menurut CBL Patologi, sebuah reseksi kolon atau kolektomi adalah pilihan untuk
mengobati kolitis radiasi.

4. Kolitis Iskemik

Definisi
Kolitis iskemik adalah gangguan yang mengembangkan aliran ketika darah ke suatu bagian
dari usus besar (kolon). Hal ini dapat menyebabkan daerah peradangan usus besar dan
dalam beberapa kasus, kerusakan usus permanen.

Etiologi
Pada beberapa orang, kolitis iskemik dapat disebabkan oleh atau berhubungan dengan
kondisi medis lainnya, termasuk:
 Radangan pembuluh darah (vaskulitis)
 Hernia, campur dengan arteri serta suplai darah vena ke usus
 Diabetes
 pembekuan darah (hiperkoagulasi)
 Kanker usus
 Aneurisma
 Dehidrasi

Gejala klinis
 Nyeri perut, nyeri atau kram, biasanya ke kiri bawah perut bisa tiba-tiba atau bertahap
 Darah berwarna merah dalam tinja atau mencret darah
 Diare
 Mual
 Muntah

Komplikasi
 Gangrene. kolitis iskemik bisa mengakibatkan kematian jaringan (gangren) di usus besar.
Gangren dapat berkembang setelah penurunan awal aliran darah ke usus besar dan dapat
mengakibatkan kematian jika tidak menerima pengobatan tepat waktu.
 Rupture dan bleeding. Iskemik juga dapat menyebabkan sebuah lubang (perforasi) pada
usus atau perdarahan persisten.
 Nyeri dan penyumbatan,Bahkan sebagai penyembuhan terjadi kolitis iskemik dapat
menyebabkan usus jaringan parut dan penyempitan. Hal ini dapat menyebabkan sakit perut
kronis dan penyumbatan.

Diagnosa
Kolonoskopi A dianggap uji definitif untuk mendiagnosa kolitis iskemik. Dalam
prosedur ini, tabung fleksibel dimasukkan ke dalam rektum dan ke dalam usus besar.
Sebuah kamera kecil di ujung lingkup mengirimkan gambar usus ke layar video. Dokter
akan dapat melihat lapisan interior usus besar anda dan mendeteksi adanya jaringan
inflamasi dan bisul.
Kadang-kadang sebagai bagian dari kolonoskopi, dokter Anda dapat menghapus
sebuah sampel jaringan kecil (biopsi) dari usus besar anda untuk analisis laboratorium.
Pada kolitis iskemik, pembengkakan dan perdarahan dapat hadir di bawah lapisan usus's
(lapisan mukosa), dan dapat dideteksi di laboratorium.
X-rays of the abdomen and pelvis dapat dilakukan dalam kombinasi dengan
enema barium. Dalam proses ini, bahan kontras (barium cair) dimasukkan ke dalam usus
besar melalui dubur Setelah usus besar dilapisi dengan barium, radiolog mengambil
gambar X-ray dari usus.. Gambar-gambar ini, yang dapat dilihat pada monitor video, dapat
mendeteksi kelainan-kelainan dalam usus besar dan membantu membedakan kolitis
iskemik dari kondisi peradangan lainnya.
USG menggunakan gelombang suara untuk menyediakan gambar usus besar. Hal
ini dapat membantu dalam mengesampingkan gangguan lain, seperti penyakit inflamasi
usus. Untuk prosedur, alat yang disebut transduser yang memancarkan gelombang suara
diperpanjang perut Informasi yang ditangkap oleh transduser tersebut dikirim ke komputer
yang menghasilkan gambar.
Abdominal computerized tomography (CT) scans menggunakan teknologi
canggih X-ray untuk menghasilkan gambar penampang rinci usus besar.Dokter mungkin
dapat mendeteksi penebalan dinding usus besar di scan.
Orang dengan kolitis iskemik mungkin memiliki peningkatan jumlah sel darah
putih (WBC) yang terjadi bila ada peradangan atau tubuh memerangi infeksi.

Tata laksana
Sebagian hanya memerlukan pengobatan suportif saja, selain itu memperbaiki
kondisi kardiovaskular, hindari vasokonstriktor splanknik, dekompresi nasogastric dan
antibiotika sistemik. Indikasi opersai bila ada peritonitis, sepsis, perdarahan dari ulkus
dalam, obstruksi, dan bila penyakit bertambah berat. Opersai yang optimal dengan
melakukan reseksi segmen iskemi dan mengangkat ujung usus yang tersisa.

3.5 NECROTIZING COLITIS

1. Definisi
Enterokolitis nekrotikan adalah penyakit gastrointestinal yang didapat yang paling
sering terjadi di antara bayi baru lahir yang sakit dan merupakan kedaruratan bedah yang
paling sering terjadi di antara bayi baru lahir. Terjadi Inflamasi dan nekrosis menyebar
atau dalam satu bidang pada lapisan mukosa dan submukosa usus.
2. Etiologi
Etiologi NEC hingga saat ini belum dapat dipastikan, namun diyakini erat
kaitannya dengan terjadinya iskemik intestinal, faktor koloni bakteri dan faktor makanan.
Iskemik menyebabkan rusaknya dinding saluran cerna, sehingga rentan pada invasi
bakteri. NEC jarang terjadi sebelum tindakan pemberian makanan dan sedikit terjadi pada
bayi yang mendapat ASI. Bagaimananapun sekali pemberian makanan dimulai, hal itu
cukup untuk menyebabkan proliferasi bakteri yang dapat menembus dinding saluran
cerna yang rusak dan menghasilkan gas hidrogen. Gas tersebut bisa berkumpul dalam
dinding saluran cerna (pneumotosis intestinalis) atau memasuki vena portal.
NEC sering dihubungkan dengan dengan faktor resiko spesifik, antara lain:
pemberian susu formula, asfiksia, Intrauterine Growth Restriction (IUGR), polisitemia /
hiperviskositas, pemasangan kateter umbilikal, gastroskisis, penyakit jantung bawaan dan
mielomeningokel. NEC bisa timbul sebagai kumpulan penyakit atau penyakit dominan di
NICU. Beberapa kumpulan tampaknya berhubungan dengan organisme spesifik
(misalnya Klebsiella, Escherichia coli, Staphylococcus koagulase-negatif), tetapi sering
kuman patogen spesifik tidak diketahui.

3. Patologi dan Patogenesis


Enterokolitis nekrotikan (NEC) penyakit gastrointestinal di dapat yang paling
sering terjadi diantara bayi baru lahir yang sakit dan merupakan kedaruratan bedah yang
paling sering terjadi di antara bayi baru lahir. Spektrum penyakitnya bervariasi dari
rendah yang dapat sembuh sendiri sampai berat yang dicirikan dengan inflamasi dan
nekrosis menyebar atau dalam satu bidang pada lapisan mukosa dan submukosa usus.
Patogenesis NEC adalah multifaktorial. Saat ini etiologi di bagi ke dalam tiga mekanisme
patologis utama yang dikombinasikan untuk menciptakan suatu kondisi penyakit yang
dimaksud :
 Cedera Iskemik pada usus
Cedera Iskemik pada usus menyebabkan suatu penurunan aliran darah ke usus.
Asfiksia saat lahir, sindrom distress pernapasan. Hipoperfusi usus merusak mukosa usus
dan sel mukosa yang melapisi usus menghentikan sekresi enzim protektif. Bakteri yang
berploriferasi dibantu oleh makanan enteral (substrat), menginvasi mukosa usus yang
rusak. Invasi bakteri mengakibatkan kerusakan usus lebih lanjut karena pelepasan toksin
bakteri dan hidrogen. Gas mulanya membelah lapisan serosa dan submukosa usus. Gas
tersebut juga dapat merobek ke dalam vaskular mesenterika yang akan didistribusikan ke
dalam sistem vena porta. Toksin bakterial yang berkombinasi dengan iskemia
mengakibatkan nekrosis. Nekrosis yang sangat tebal mengakibatkan perforasi dengan
pelepasan udara bebas ke dalam rongga peritonial dan peritonitis. Ini dianggap sebagai
kedaruratan bedah.

4.Gambaran Klinis
Bayi dengan NEC mempunyai variasi gejala klinis dan onset bisa secara
tersembunyi maupun tiba-tiba. Onset NEC biasanya muncul pada usia kurang dari 3
minggu pertama. Hal ini lebih sering terjadi pada bayi prematur yang paling kecil.
Penyebabnya belum diketahui, tetapi cedera hipoksia pada dinding usus mungkin
berhubungan dengan septikemia, serangan apnue, dan kolonisasi usus oleh organisme
tertentu mungkin merupakan faktor presipitat.
Penyakit ini dicirikan oleh suatu rentang tanda dan gejala yang luas yang mencerminkan
keparahan, komplikasi, dan mortalitas penyakit. Secara khas, NEC yang dicurigai derajat
I terdiri atas temuan klinik yang tidak spesifik dan dapat menyerupai kondisi yang biasa
lainnya pada bayi prematur temuan klinis antara lain:
1. Ketidakstabilan Suhu
2. Letargi
3. apnue dan bradikardi
4. Hipoglikemia
5. Perfusi perifer buruk
6. Intoleransi makan
7. Emesis
8. Distensi Abdomen ringan
9. Peningkatan residu gaster prapemberian makan melalui selang
NEC pasti derajat II terdiri atas temuan klinis non spesifik yang telah disebutkan
ditambah:
1. Distensi abdomen berat
2. Nyeri tekan abdomen
3. Feses berdarah
4. Lengkung pada usus teraba
5. Edema dinding abdomen
6. Bunyi usus yang mungkin menurun.
NEC lanjut derajat III terjadi bila sakit akut. Tanda-tanda dan gejala yang berkaitan
meliputi
1. Kemunduran tanda-tanda vital
2. Adanya bukti syok septik
3. Edema dan eritema dinding abdomen
4. Massa Kuadran kanan bawah
5. Asidosis (metabolik dan/respiratorik)
5. Komplikasi
1. Komplikasi segera meliputi
o Sepsis
o Gagal nafas
o Gagal ginjal
o Syok
o Anemis
o Trombositopenia
o Perforasi
2. Komplikasi jangka panjang
 Striktur
 Syndrome usus pendek
 Malabsorbsi
 Gagal tumbuh kembang
 Fistula enterokolitis

Kriteria Bell’s menurut Gomella:
Stadium 1 (suspek NEC)
a. kelainan sistemik : tandanya tidak spesifik, termasuk apnu, bradikardia, letargi dan
suhu tidak stabil.
b. kelainan abdominal : termasuk intoleransi makanan, rekuren residual lambung, dan
distensi abdominal.
c. kelainan radiologik : gambaran radiologi bisa normal atau tidak spesifik.
Stadium 2 (terbukti NEC)
a. kelainan sistemik : seperti stadium 1 ditambah dengan nyeri tekan abdominal dan
trombositopenia.
b. kelainan abdominal : distensi abdominal yang menetap, nyeri tekan, edema dinding
usus, bising usus hilang dan perdarahan per rektal.
c. kelainan radiologik : gambaran radiologi yang sering adalah pneumatosis intestinal
dengan atau tanpa udara vena porta atau asites.
Stadium 3 (NEC lanjut)
a. kelainan sistemik : termasuk asidosis respiratorik dan asidosis metabolik, gagal
nafas, hipotensi, penurunan jumlah urin, neutropenia
dan disseminated intravascular coagulation (DIC).
b. kelainan abdominal : distensi abdomen dengan edema, indurasi dan diskolorasi.
c. kelainan radiologik :gambaran yang sering dijumpai adalah pneumoperitoneum
(udara bebas dalam rongga peritoneal sekunder terhadap perforasi).
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, gambaran klinis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan fisik : intoleransi makanan, Peningkatan residu lambung, Perut kembung,
Hematochezia, Perubahan warna dinding perut, massa perut.
Pemeriksaan laboratorium yang menggambarkan tanda-tanda sepsis :1
 Leukopenia (hitung sel darah putih total di bawah 6000/mm3)

 Trombositopenia (hitung trombosit dibawah 50.000/mm3)

 Ketidakseimbangan elektrolit. Gangguan elektrolit seperti hiponatremia dan


hipernatremia serta hiperkalemia sering terjadi.

 Analisa gas darah apakah terjadi Asidosis (metabolik dan atau respiratorik)

Kultur Specimen darah, urin, feses, dan Cairan serebrospinal sebaiknya diperiksa untuk
kemungkinan adanya virus, bakteri, dan jamur yang patogen.

Sistem koagulasi. Jika dijumpai trombositopenia ataupun perdarahan screening


koagulopati lebih lanjut harus dilakukan. Prothrombin Time memanjang, Partial
Thromboplastin time memanjang, penurunan fibrinogen dan peningkatan produk pemecah
fibrin, merupakan indikasi terjadinya disseminated intravascular coagulation (DIC).

Temuan radiologis merupakan dasar untuk mengonfirmasi diagnosis NEC. Radiografi


standar anteroposterior dan dekubitus lateral kiri dapat menunjukkan tanda tanda berikut:4,5

Distensi Fokal atau gas nonspesifik pada lengkung usus


 Penebalan dinding usus dari adanya edema

 Pnematosis intestinal (gelembung udara pada dinding usus)

 Lengkung usus yang berdilatasi

 Udara vena porta

 Pnemoperitonium (udara abdomen bebas)


IV. SKDI 2

4.1 LEUKOPLAKIA

1. Definisi

Leukoplakia ( Leuko = putih, Plakia = bercak ) adalah sebuah kondisi dimana


munculnya penebalan, berwarna putih di gusi, di pipi bagian dalam, dan terkadang di
lidah. Bentuk bercak putih yang tebal ini tidak bisa dibuang dengan guratan.

2.Tanda dan gejala

Leukoplakia bisa muncul dalam bermacam-macam bentuk, akan tetapi biasanya


muncul dalam bentuk bercak keabu-abuan atau abu-abu keputihan. Biasanya berada di
gusi atau berada di bagian dalam pipi dan terkadang di lidah. Setelah beberapa
minggu, leukoplakia akan berkembang menjadi bercak :

 Berwarna putih
 Teksturnya tebal, kasar, dan kadang keriput.
 Permukaannya agak keras, kaku.

3.Etiologi

Penyebab dari leukoplakia tidak diketahui. Banyak kemungkinan yang dihubungkan


dengan leukoplakia. Di antaranya rokok, minuman beralkohol, dan penyebab lain.
Iritan (penyebab iritasi) mekanis seperti permukaan tambalan yang kasar, gigi palsu,
tidak lagi dianggap berhubungan dengan leukoplakia.

Tembakau akhirnya menjadi salah satu yang paling sering disalahkan dalam kasus
leukoplakia. Mayoritas penderitanya adalah perokok, dan mayoritas leukoplakia
menjadi berkurang, lebih baik, setelah mereka berhenti merokok.

Para peneliti juga menemukan Candida albicans, jamur yang menyebabkan oral thrush,
dan papillomavirus, virus yang menyebabkan gangguan di genital, terdapat pada bercak
leukoplakia.Tapi belum diketahui apakah bakteri ini adalah infeksi sekunder atau justru
penyebab leukoplakia.

4.Faktor resiko

Penggunaan tembakau dalam bentuk apa pun masih menempati urutan tertinggi faktor
resiko terkena kanker mulut (mulut=oral) termasuk leukoplakia. Minum alkohol dan
perokok malah semakin meningkatkan resiko itu.Kasus leukoplakia lebih banyak
terjadi pada kaum pria daripada wanita. Hal ini karena laki-laki akan kemungkinan
besar melakukan kedua faktor resiko di atas, yaitu merokok dan meminum alkohol
dibandingkan wanita. Tapi sebaliknya, wanita menunjukkan perubahan yang lebih jelas
pada jaringan mulut mereka dibandingkan pria.

5. Diagnosa

Biasanya, cara mendiagnosa leukoplakia dengan mentes bercak yang terdapat di mulut
anda dan menanyakan riwayat kesehatan anda untuk menemukan kemungkinan
penyebab yang cocok. Untuk memastikan apakah itu tanda-tanda pra kanker atau tidak,
dokter akan mengambil sebagian jaringan tersebut sebagai sampel(biopsi) untuk
dianalisis di laboratorium. Biopsi ini bisa dilakukan dengan memotong keseluruhan
lesi, atau sebagian saja.Bisa juga dengan sikat.
Pemeriksaan di laboratorium akan menggunakan mikroskop dan berbagai pengujian
untuk mengetahui adanya sel-sel yang tidak normal di antara ribuan atau jutaan sel-sel
normal.

Pernyataan ‘negatif’ pada laporan hasil tes berarti tidak ditemukan sel-sel abnormal di
mulut. Seandainya hasilnya ’positif’, itu artinya ada yang abnormal pada sel mulut dan
mungkin dokter gigi anda akan mengambil sebagian jaringan lagi untuk di tes di
laboratorium yang lebih canggih.

6.Komplikasi

Leukoplakia biasanya tidak menimbulkan kerusakan serius di jaringan mulut dan


biasanya bisa berkurang setelah faktor yang mengiritasi dihentikan. Tapi, beberapa
memang menimbulkan peradangan dan menyebabkan ketidaknyamanan.

Kanker mulut (oral) adalah komplikasi terberat yang mungkin terjadi setelah
leukoplakia. Mayoritas kanker mulut terbentuk di sekitar bercak leukoplakia, dan
bercak itu sendiri akan bisa menunjukan tanda-tanda perubahan menuju
kanker. Sebaliknya, hairy leukoplakia tidak terasa sakit dan tidak terlihat seperti akan
menjadi kanker. Tapi, di sisi lain, bisa menandakan munculnya HIV/AIDS.

7.Penatalaksanaan

Perawatan yang biasanya dilakukan dalam kasus leukoplakia adalah menghentikan


sumber iritasi yaitu dengan menghentikan rokok dan konsumsi alkohol. Ketika tindakan
ini tidak efektif atau lesi leukoplakia menunjukkan tanda-tanda kanker, dokter mungkin
akan memilih untuk membuang bercak leukoplakia dengan scalpel, laser atau
denganprobe dingin yang bisa membekukan sekaligus menghancurkan sel kanker
(cryoprobe). Beberapa peneliti lain juga mengatakan bahwa vitamin E (alfa-tokoferol)
bisa mereduksi lesi yang berkaitan dengan leukoplakia. Tapi ini masih perlu dibuktikan
lebih lanjut.

8.Pencegahan
 Berhenti merokok.
 Berhenti mengkonsumsi alkohol.
 Memakan buah dan sayuran segar.

Das könnte Ihnen auch gefallen