Sie sind auf Seite 1von 13

Perbandingan Klasifikasi Berbasis ......

(Ahmad Sutanto et al)

PERBANDINGAN KLASIFIKASI BERBASIS OBYEK DAN KLASIFIKASI


BERBASIS PIKSEL PADA DATA CITRA SATELIT SYNTHETIC
APERTURE RADAR UNTUK PEMETAAN LAHAN
(COMPARISON OF OBJECT BASED AND PIXEL BASED
CLASSIFICATION ON SYNTHETIC APERTURE RADAR SATELLITE
IMAGE DATA FOR LAND MAPPING)

Ahmad Sutanto*,**)1, Bambang Trisakti**) dan Aniati Murni Arimurthy*)


*) Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia

**) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Jakarta, Indonesia

1e-mail: sutanto_ahmad@yahoo.com

Diterima 30 April 2014; Disetujui 23 Mei 2014

ABSTRACT

Utilization of remote sensing data for land mapping has long been developed. In
Indonesia, as a tropical region, the cloud becomes a classic problem in observing the
Earth's surface using optical remotely sensor satellite. Synthetic Aperture Radar (SAR)
sensor satellite has the ability to penetrate clouds so it can solve cloud cover problems.
In this study, the ALOS PALSAR data were used to assess object-based and pixel-based
classification techniques. This data was chosen due to its capacity for object
recognition based on backscatter characteristics. Object-based classification using the
methods of Statistical Region Merging (SRM) for the object segmentation process and
Support Vector Machine (SVM) for the classification process, whereas the pixel-based
classification using SVM method. In the classification stage, several features of Target
Decomposition and Image Decomposition of ALOS PALSAR data have been tested. The
accuracy assessment of the classification was conducted using confusion matrix of the
Region of Interest (ROI) data using the QuickBird data. Implementation of the object-
based classification produced better result comparing to the pixel-based classification
(the number of optimal features is seven) which consisted of three features Freeman
Decomposition (Red, Green, Blue), Entropy, Alpha Angle, Anisotrophy and Normalized
Difference Polarization Index (NDPI). Overall accuracy attained were 73.64 % for the
result of the object-based classification and 62.6% for the pixel-based classification.
Keywords: Object oriented classification, Remote sensing, SRM, SVM, SAR

ABSTRAK

Pemanfaatan data penginderaan jauh untuk pemetaan lahan sudah lama


berkembang. Di Indonesia yang beriklim tropis, awan menjadi masalah klasik dalam
pemindaian permukaan bumi dengan menggunakan satelit penginderaan jauh sensor
optik. Satelit dengan sensor Synthetic Aperture Radar (SAR) mempunyai kemampuan
untuk menembus awan sehingga menjadi solusi permasalahan tutupan awan. Pada
penelitian ini digunakan data ALOS PALSAR untuk mengkaji teknik klasifikasi berbasis
obyek dan berbasis piksel. Data ALOS PALSAR dipilih karena mempunyai kemampuan
pengenalan suatu obyek berdasarkan karakteristik hamburan baliknya (backscatter).
Klasifikasi berbasis obyek menggunakan metode Statistical Region Merging (SRM) untuk
proses segmentasi obyek, dan metode Support Vector Machine (SVM) untuk proses
63
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 11 No. 1 Juni 2014 :63-75

klasifikasi, sedangkan klasifikasi berbasis piksel menggunakan metode SVM. Pada


tahap klasifikasi telah diujicobakan beberapa fitur Dekomposisi Target dan
Dekomposisi Citra dari data ALOS PALSAR. Pengujian akurasi klasifikasi dilakukan
dengan metode confusion matrix menggunakan data Region of Interest (ROI) dari data
QuickBird. Implementasi klasifikasi berbasis obyek memberikan hasil lebih baik dari
klasifikasi berbasis piksel dengan jumlah fitur optimal yakni 7 fitur, terdiri dari 3 fitur
dekomposisi Freeman (Red, Green, Blue), Entropy, Alpha Angle, Anisotrophy dan
Normalized Difference Polarization Index (NDPI). Akurasi keseluruhan mencapai 73,64%
untuk hasil klasifikasi berbasis obyek dan 62,6% untuk klasifikasi berbasis piksel.
Kata kunci : Klasifikasi berbasis obyek, SRM, SVM, Sensor SAR

1 PENDAHULUAN produksi padi di Provinsi Jawa Barat


Konsep dasar sistem penginderaan (Raimadoya, et. al 2000). Arifin
jauh adalah seluruh rangkaian proses menunjukkan bahwa citra RGB false
pengumpulan informasi suatu obyek, color antara citra polarisasi ganda ALOS
daerah, atau fenomena melalui analisis PALSAR (dual polarimetry: HH
data yang diperoleh dengan suatu alat Horizontal-Horizontal dan HV Horizontal-
tanpa kontak langsung dengan obyek, Vertikal) dan citra sintetik berhasil
daerah, atau fenomena yang dikaji menampilkan penutup lahan sawah di
(Lillesand and Kiefer, 1979). Letak daerah bukan sentra produksi padi di
geografis wilayah Indonesia yang berada Yogyakarta (Arifin, 2007). Saat ini banyak
pada iklim tropis dengan curah hujan penelitian telah dilakukan untuk
tinggi serta kabut dan liputan awan mengembangkan teknik/ algoritma untuk
yang tebal sering menyebabkan tampilan ekstraksi informasi dan klasifikasi data
obyek pada citra hasil rekaman sensor citra satelit Synthetic Aperture Radar
optik terhalang oleh awan. Kondisi cuaca (SAR).
yang demikian dapat diatasi dengan Secara garis besar teknik
penggunaan sistem penginderaan jauh klasifikasi tersebut dibagi menjadi dua
aktif gelombang mikro. Gelombang yaitu teknik klasifikasi berbasis piksel
mikro terpanjang kira-kira 25.000.000 dan teknik klasifikasi berorientasi obyek.
kali lebih panjang daripada gelombang Teknik klasifikasi berbasis piksel pada
cahaya terpendek (Lillesand and Kiefer, intinya adalah mengklasifikasi tiap
1979). Semakin besar panjang piksel citra menjadi beberapa kelas
gelombangnya maka semakin kuat daya penutup lahan berdasarkan fitur-fitur
tembus gelombangnya. Oleh karena itu, yang dimiliki piksel tersebut. Teknik
energi gelombang mikro dapat menembus klasifikasi berbasis piksel dengan
awan yang menutupi obyek yang akan menggunakan dekomposisi Yamaguchi
diamati. RADAR merupakan sistem dapat membedakan kelas hutan dan
penginderaan jauh sensor aktif non hutan (Han, Shao, 2000), walaupun
gelombang mikro yang dapat dipakai klasifikasi berbasis piksel pada citra
pada hampir semua kondisi cuaca. SAR memberikan masalah mempunyai
Hasil riset internasional European efek salt-and-pepper yang memberikan
Space Agency (ESA) menunjukkan hasil yang kurang sempurna pada
bahwa citra ALOS PALSAR terbukti produk klasifikasi (Li et al., 2008). Efek
mampu mendeteksi land use sawah salt-and-pepper atau yang biasa disebut
yang luasan arealnya sempit dan bentuk speckle noise merupakan noise berupa
lahannya yang bervariasi menurut efek bintik yang timbul pada citra SAR
galangan pada salah satu daerah pusat akibat interferensi gelombang-gelombang
64
Perbandingan Klasifikasi Berbasis ...... (Ahmad Sutanto et al)

mikro yang out-of-phase yang diterima 2 METODE PENELITIAN


sensor SAR (Lee et al, 1994). Noise ini 2.1 Data dan Lokasi
mengganggu kualitas citra SAR yang Data utama yang digunakan adalah
dihasilkan. Speckle noise bisa dihilangkan data citra Satelit ALOS PALSAR level 1.1
antara lain dengan menggunakan wilayah Jakarta dan sekitarnya dengan
Enhanced Lee Filter (Lopez et al, 1990). tanggal akuisisi data 6 Mei 2010
Teknik klasifikasi berorientasi obyek (Gambar 2-1). Data ALOS PALSAR ini
pada intinya mengklasifikasi citra mempunyai resolusi spasial 12,5 meter.
berdasarkan segmen-segmen obyek Selain data citra ALOS PALSAR, data
hasil segmentasi menjadi kelas-kelas citra lain yang digunakan adalah data
penutup lahan yang sesuai dengan citra satelit QuickBird tahun 2010 yang
karakteristik obyek (Li et al., 2008), merupakan data resolusi sangat tinggi
sehingga teknik ini juga dapat dengan resolusi spasial sekitar 0,6
menghilangkan permasalahan efek salt- meter sebagai data citra referensi
and-pepper. (Gambar 2-2).
Pada penelitian ini dilakukan
kajian teknik klasifikasi berorientasi 2.2 Pengolahan Data SAR
obyek pada citra SAR, yaitu menerapkan Secara umum tahapan pengolahan
teknik klasifikasi berorientasi obyek data citra PALSAR dibagi menjadi empat
menggunakan SRM dan SVM pada data bagian yaitu (a) ekstraksi fitur berupa
citra SAR (ALOS PALSAR) full polarimetric. dekomposisi target, dekomposisi citra,
Kemudian melakukan perbandingan dan tekstur, (b) klasifikasi berbasis
hasil klasifikasi menggunakan teknik obyek, (c) klasifikasi berbasis piksel dan
klasifikasi berorientasi obyek dan teknik (d) evaluasi akurasi. Diagram alir
klasifikasi berbasis piksel dengan cara pengolahan data dapat dilihat pada
mengevaluasi tingkat akurasi kedua Gambar 2-2.
teknik tersebut terhadap data citra
satelit resolusi sangat tinggi.

Gambar 2-1: Data ALOS PALSAR Daerah Kajian Wilayah Jakarta


65
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 11 No. 1 Juni 2014 :63-75

2.2.1 Ekstraksi fitur berupa Dekom- Matrix (GLCM)). Hasil analisa GLCM ini
posisi Target, Dekomposisi Citra, menghasilkan delapan fitur tekstur
dan Tekstur yaitu Energy, Contrast, Homogeneity,
Pada bagian ini data citra SAR Entropy, Dissimiliarity, Correlation, Mean,
yang telah dibentuk menjadi matrik dan Variance (Haralick, R.M, 1985).
koherensi kemudian didekomposisi
menjadi 3 parameter target yaitu Entropy, 2.2.2 Klasifikasi Berbasis Obyek
Mean Alpha Angle dan Anisotropy
A. Tahapan Segmentasi
berdasarkan eigenvalue dan eigenvector
dari matriks koherensi (Sambodo, et.al Proses segmentasi yang dilakukan
2005). Hasilnya didapatkan nilai dari pada penelitian ini memakai algortima
ketiga parameter tadi pada setiap piksel Statistical Region Merging (SRM).
pada citra SAR. Selain itu dihitung juga Implementasi SRM dilakukan dengan
nilai Normalized Difference Polarization menggunakan MATLAB source code
Index (NDPI) dari dual polarisasi data yang diperoleh dari internet dengan
SAR (HV dan HH) dengan menggunakan beberapa modifikasi. Source code dibuat
Persamaan 2-1. NDPI dapat meningkat- oleh Sylvain Boltz (2009). (http:// www.
kan perbedaan obyek geologi dan obyek mathworks.com/matlabcentral/ file-
permukaan bumi lainnya (Cao, et. al, exchange/25619-image-segmentation-
2008. Kushardono, 2012). using-statistical-region-merging).
Proses segmentasi dilakukan
NDPI = [HV-HH] / [HH+HV] (2-1) dengan menggunakan metode Statistical
Region Merging (SRM). Input data dalam
proses segmentasi adalah citra dekom-
Pada dekomposisi citra, dibuat posisi Freeman-Durden. Parameter
dekomposisi Pauli, dekomposisi Sinclair segmentasi dengan algoritma SRM ini
dan dekomposisi Freeman-Durden. adalah parameter Q level dan Region
Tetapi berdasarkan hasil pengamatan Pixel Minimum (Nock et al, 2004).
visual dan kajian segmentasi terhadap Parameter Q level berkaitan dengan
penampakan obyek, hasil dekomposisi kompleksitas segmentasi dan menentu-
Freeman-Durden (1998) lebih sesuai kan banyak sedikitnya region segmen
dengan kenampakan obyek sehingga yang akan terbentuk. Nilai Q level yang
dekomposisi ini selanjutnya digunakan lebih tinggi menghasilkan region segmen
dalam kegiatan klasifikasi. Dekomposisi yang lebih banyak sehingga kompleksitas
Freeman-Durden menggambarkan tiga segmentasi lebih tinggi. Parameter
mekanisme fisis hamburan gelombang Region Pixel Minimum menentukan
mikro pada data SAR yaitu surface jumlah piksel minimum yang dapat
scattering, double-bounce scattering dan digabungkan dalam suatu region
volume scattering (Freeman, Durden, segmen. Makin tinggi nilai Region Pixel
1998). Mekanisme surface scattering Minimum maka makin sedikit region
terjadi pada obyek seperti lahan terbuka, segmen yang akan terbentuk (Suwono,
perairan, dan lapangan. Mekanisme E. 2009).
double-bounce scattering terjadi pada Algoritma SRM didasarkan pada
obyek seperti gedung dan permukiman. analisis statistik dari piksel-piksel yang
Mekanisme volume scattering terjadi berdekatan lalu melakukan penggabungan
pada obyek seperti pepohonan dan piksel-piksel yang mirip/homogen dalam
hutan. suatu batasan/region. Proses peng-
Fitur tekstur didapatkan dengan gabungan piksel dilakukan dengan
menggunakan analisa Matrik kookurensi memperhatikan fungsi pengurutan (sort
tingkat keabuan (Grey Level Cooccurance function) dan predikat penggabungan
66
Perbandingan Klasifikasi Berbasis ...... (Ahmad Sutanto et al)

(merging predicate) yang akan menentukan Machine (SVM) untuk proses klasifikasi
apakah dua piksel yang berdekatan kelas penutup lahan. SVM merupakan
akan digabung atau tidak. salah satu pengklasifikasi (classifier)
Nielsen and Nock (2004) pada sistem klasifikasi terbimbing
mendefinisikan fungsi pengurutan (sort (surpervised classification), yang memerlu-
function) f sebagai berikut: kan data latih (training sample) dalam
proses klasifikasinya (Sembiring, 2007.
(2-2) Vapnik, 1999). Input data untuk proses
klasifikasi adalah fitur dekomposisi
dimana pa dan pa’ adalah nilai-nilai target (Entropy, Mean Alpha Angle dan
piksel yang berdekatan pada kanal a. Anisotropy), NDPI, dan fitur Dekomposisi
Nielsen and Nock (2004) juga Freeman-Durden (RGB), serta enam fitur
memodelkan predikat penggabungan tekstur Haralick (entropy, homogeneity,
(merging predicate) sebagai berikut: correlation, mean, contrast dan variance)
sehingga total adalah 13 fitur yang
(2-3) digunakan dalam proses klasifikasi.
Dalam proses klasifikasi pemilihan
dimana poligon segmen-segmen yang akan
dijadikan data latih (training sample)
akan mengacu pada data referensi (citra
satelit resolusi tinggi). Poligon segmen-
= nilai rata-rata kanal a pada region R segmen yang akan dijadikan data latih
= himpunan region-region dengan R
(training sample) akan diberikan label
piksel kelas seperti label kelas yang terdapat
Parameter SRM untuk semua citra δ = pada data referensi. Data latih yang
1/(6 | I |2 ) telah dipilih untuk tiap kelas penutup
g= 256 (lihat referensi Nock, Nielsen, 2004) lahan kemudian akan dimasukkan ke
0≤ δ ≥ 1 (lihat referensi Nock, Nielsen 2004) dalam sistem klasifikasi untuk menentu-
kan kelas penutup lahan untuk seluruh
Pada kegiatan awal dilakukan segmen yang ada pada data citra SAR.
perubahan parameter Q level dan Variabel yang mewakili poligon segmen-
parameter Region Pixel Minimum, dan segmen pada klasifikasi SVM adalah
dikaji hasil segementasi karena nilai rata-rata (Mean) dari piksel segmen
perubahan parameter-parameter tersebut. tersebut pada tiap-tiap kanal.
Nilai Q level sebesar 256 memberikan Tahapan yang dilakukan dalam
batasan obyek yang paling jelas secara proses klasifikasi menggunakan SVM
visual, dibandingkan dengan nilai Q yakni melakukan penyamaan skala
level yang lebih rendah atau lebih tinggi. antara data latih (training samples) dan
Sedangkan nilai region pixel minimum data tes (test samples), memilih beberapa
digunakan nilai 3, 5 dan 10. segmen untuk menjadi data latih yang
mewakili tiap kelas penutup lahan, dan
B. Tahapan Klasifikasi Berbasis Obyek menginputkan data latih ke dalam
Hasil segmentasi yang membagi sistem SVM untuk mengklasifikasi kelas
citra SAR menjadi beberapa poligon penutup lahan dari seluruh segmen.
segmen yang di dalamnya memiliki Selanjutnya, apabila secara visual hasil
piksel-piksel yang mirip. Dari poligon klasifikasi belum sesuai dengan
segmen-segmen tersebut akan diklasifikasi penampakan pada citra maka dilakukan
kelas penutup lahannya. Pada penelitian koreksi dengan memasukkan beberapa
ini digunakan metode Support Vector data latih atau menghapus data latih
67
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 11 No. 1 Juni 2014 :63-75

yang lama dan memilih data latih yang obyek. Metode yang digunakan adalah
baru. Proses tersebut terus berlanjut metode SVM. Perbedaan antara kedua
hingga didapatkan hasil seperti yang metode klasifikasi ini yakni ada tidaknya
diharapkan. proses segmentasi, dimana klasifikasi
Pada penelitian ini juga dilakukan berbasis piksel tidak menggunakan
eksperimen untuk mengetahui pengaruh tahapan segmentasi obyek.
penambahan fitur tekstur yang berupa
nilai variance, entropy, energy/second 2.2.4 Evaluasi akurasi
moment, homogeneity, contrast, correlation Perhitungan nilai akurasi hasil
dan mean/average dari band HH, HV klasifikasi dilakukan dengan meng-
dan VV pada proses klasifikasi. Variasi gunakan metode confusion matrix. Data
ekasperimen yang dilakukan dengan referensi yang digunakan dalam
menggunakan fitur tekstur dapat dilihat pengujian dilakukan dengan mengambil
pada Tabel 2-2 percobaan 4. dan mengumpulkan Ground truth Region
of Interest (ROI) dari data QuickBird,
2.2.3 Klasifikasi berbasis piksel seperti diperlihatkan pada Gambar 2-3.
Klasifikasi berbasis piksel dilaku- Hasil confusion matrix adalah Kappa
kan dengan menggunakan persyaratan Coefficient, Overall Accuracy, User
dan data latih yang sama dengan yang Accuracy dan Producer Accuracy.
digunakan pada klasifikasi berbasis

Gambar 2-2: Diagram Alir Pengolahan Data

Data QuickBird tahun 2010 sebagai referensi

Gambar 2-3: Data QuickBird Wilayah Jakarta dan Training Sampel untuk Pengujian
68
Perbandingan Klasifikasi Berbasis ...... (Ahmad Sutanto et al)

2.3 Skenario Eksperimen minimum dalam satu region segmen


Pada kegiatan ini, klasifikasi dan pengaruh jumlah training sample
dilakukan dengan menggunakan lima per kelas penutup lahan.
skenario besar, selanjutnya dibagi lagi  Skenario klasifikasi 3 bertujuan untuk
menjadi 22 skenario yang lebih kecil mengetahui pengaruh fitur-fitur yang
(Tabel 2-1 dan Tabel 2-2). Tujuan dari dijadikan input.
masing-masing skenario klasifikasi  Skenario klasifikasi 4 bertujuan untuk
antara lain: mengetahui pengaruh penambahan
 Skenario klasifikasi 1 bertujuan untuk fitur tekstur
mengetahui pengaruh bentuk training  Skenario klasifikasi 5 bertujuan untuk
sample mengetahui pengaruh pengaruh
 Skenario klasifikasi 2 bertujuan untuk pemberian filter pada citra SAR.
mengetahui pengaruh jumlah piksel

Tabel 2-1: KONDISI UNTUK PERCOBAAN KLASIFIKASI 1,2 DAN 3


JumlahImage
Data Referensi : Ground Truth fitur : 3
Jenis fitur : dekomposisi Freeman ( R,G,B
Object-based Classification )
Pixel-based Classification
Average
Segmentasi : Q level = 256, Region pixel minimum = 3 Average
Percobaan Kondisi Keterangan
Kappa 2A-1 Producer
Overall Bentuk trainingUser Kappa (persegi
sample : rectangle panjang)Producer
Overall User
Coefficient Accuracy Accuracy Accuracy Coefficient Accuracy Accuracy Accuracy
Jumlah training sample per kelas = 10 buah
(%) (%) (%) (%) (%) (%)
Filter : tanpa filter
Jumlah fitur : 3
Jenis fitur : dekomposisi Freeman ( R,G,B )
Tipe file input : 8 bit uninteger
Segmentasi : Q level = 256, Region pixel minimum = 10 Jumlah fitur : 3
1A Bentuk training sample : polygon segmentasi 0.2641 55.76 Jenis 41.82fitur : dekomposisi
37.34 Freeman 0.1665( R,G,B68.20
) 30.07 18.42
Jumlah training sample per kelas = rata-rata 3 buah Segmentasi : Q level = 256, Region pixel minimum = 5
Filter : tanpa filter 2A-2 Bentuk training sample : rectangle (persegi panjang)
Tipe file input : 8 bit uninteger Jumlah training sample per kelas = 10 buah
1 Jumlah fitur : 3 Filter : tanpa filter
Jenis fitur : dekomposisi Freeman ( R,G,B )
Tipe file input : 8 bit uninteger
Segmentasi : Q level = 256, Region pixel minimum = 10
Percobaan 1B Bentuk training sample : rectangle
Kondisi (persegi panjang)
Keterangan 0.2862 59.35 Jumlah 37.63fitur : 36.80
3
0.1764 55.89 29.58 42.80
Jumlah training sample per kelas = 1 buah Jenis fitur : dekomposisi Freeman ( R,G,B )
Filter : tanpa filter Segmentasi : Q level = 256, Region pixel minimum = 10
Tipe file input : 8 bit uninteger 2A-3 Bentuk training sample : rectangle (persegi panjang)
Jumlah fitur : 4 Jumlah training sample per kelas = 10 buah
Jenis fitur : dekomposisi Freeman ( R,G,B ), NDPI. Filter : tanpa filter
Tipe file input : 8 bit uninteger
Segmentasi : Q level = 256, Region pixel minimum = 10 2 Jumlah fitur : 3
3A Bentuk training sample : rectangle (persegi panjang)
Jenis fitur : dekomposisi Freeman ( R,G,B )
Jumlah training sample per kelas = 30 buah
Segmentasi : Q level = 256, Region pixel minimum = 3
Filter : tanpa filter
Tipe file input : 8 bit uninteger
2B-1 Bentuk training sample : rectangle (persegi panjang)
Jumlah training sample per kelas = 30 buah
Jumlah fitur : 6
Filter : tanpa filter
Jenis fitur : dekomposisi Freeman ( R,G,B ), Entropy, Alpha
Tipe file input : 8 bit uninteger
Angle, Anisotrophy.
Jumlah fitur : 3
Segmentasi : Q level = 256, Region pixel minimum = 10
3B Jenis fitur : dekomposisi Freeman ( R,G,B )
3 Bentuk training sample : rectangle (persegi panjang) Segmentasi : Q level = 256, Region pixel minimum = 5
Jumlah training sample per kelas = 30 buah 2B-2 Bentuk training sample : rectangle (persegi panjang)
Filter : tanpa filter Jumlah training sample per kelas = 30 buah
Tipe file input : 8 bit uninteger Filter : tanpa filter
Jumlah fitur : 7 Tipe file input : 8 bit uninteger
Jenis fitur : dekomposisi Freeman ( R,G,B ), Entropy, Alpha Jumlah fitur : 3
Angle, Anisotrophy,NDPI. Jenis fitur : dekomposisi Freeman ( R,G,B )
Segmentasi : Q level = 256, Region pixel minimum = 10 Segmentasi : Q level = 256, Region pixel minimum = 10
3C Bentuk training sample : rectangle (persegi panjang) 2B-3 Bentuk training sample : rectangle (persegi panjang)
Jumlah training sample per kelas = 30 buah Jumlah training sample per kelas = 30 buah
Filter : tanpa filter Filter : tanpa filter
Tipe file input : 8 bit uninteger Tipe file input : 8 bit uninteger
69
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 11 No. 1 Juni 2014 :63-75

Tabel 2-2: KONDISI UNTUK PERCOBAAN KLASIFIKASI 4,5


Data Referensi : Ground Truth Image
Jumlah fitur : 16
Object-based Classification Pixel-based Classification
Jenis fitur : dekomposisi Freeman ( R,G,B ), Entropy, AlphaAverage
Average
Percobaan Kondisi Keterangan
Kappa Overall Producer User
Angle, Anisotrophy,NDPI,Nilai entropy ,Overall
Kappa homogeneityProducer
dan User
Coefficient Accuracy Accuracy Accuracy Coefficient Accuracy Accuracy Accuracy
(%) correlation
(%) dari
(%)band HH, HV, VV. ( ukuran
( %window
) fitur
(%) (%)
Jumlah fitur : 3 tekstur 7X7 )
Jumlah
Jenis fiturfitur :7
: dekomposisi Freeman ( R,G,B ) 4G
Segmentasi : Q level = 256, Region pixel minimum = 10
Segmentasi : Q level = 256, Region pixel minimum = 10
1A Jenis fitur : dekomposisi Freeman ( R,G,B ), Entropy, Alpha
Bentuk training sample : polygon segmentasi 0.2641 55.76 Bentuk training
41.82 37.34sample : rectangle
0.1665 (persegi68.20panjang)30.07 18.42
Angle,
JumlahAnisotrophy,NDPI.
training sample per kelas = rata-rata 3 buah
Jumlah training sample per kelas = 30 buah
Filter : tanpa filter
Segmentasi
Tipe file input : Q: level = 256, Region pixel minimum = 10
8 bit uninteger Filter : tanpa filter
1 4A Jumlah fitur : 3
Bentuk training sample : rectangle (persegi panjang)
Jenis fitur : dekomposisi Freeman ( R,G,B ) 4 Tipe file input : 32 bit float
Jumlah
Segmentasi training sample
: Q level per kelas
= 256, = 30
Region buah
pixel minimum = 10 Jumlah fitur : 16
1B Bentuk training sample : rectangle (persegi panjang) 0.2862 59.35 37.63 36.80
Jenis fitur : dekomposisi 0.1764 ( R,G,B
Freeman 55.89
), Entropy,29.58
Alpha 42.80
Filter : tanpa filter
Jumlah training sample per kelas = 1 buah
Tipe
Filterfile inputfilter
: tanpa : 32 bit float Angle, Anisotrophy,NDPI,Nilai entropy , homogeneity dan
Tipe file input : 8 bit uninteger
Jumlah fitur : 10 correlation dari band HH, HV, VV. ( ukuran window fitur
Jenis fitur : dekomposisi Freeman ( R,G,B ), Entropy, Alpha tekstur 11 X 11 )
4H Segmentasi : Q level = 256, Region pixel minimum = 10
Angle, Anisotrophy,NDPI,Varians HH, Varians HV, Varians VV.
Bentuk training sample : rectangle (persegi panjang)
( ukuran window fitur tekstur 3X3 )
4B Segmentasi : Q level = 256, Region pixel minimum = 10 Percobaan Kondisi Jumlah training sample per kelas = 30 buah
Keterangan
Filter : tanpa filter
Bentuk training sample : rectangle (persegi panjang) Tipe file input : 32 bit float
Jumlah training sample per kelas = 30 buah
Filter : tanpa filter Jumlah fitur : 7
Jenis fitur : dekomposisi Freeman ( R,G,B ), Entropy, Alpha
Tipe file input : 32 bit float Angle, Anisotrophy,NDPI.
Jumlah fitur : 13 Segmentasi : Q level = 256, Region pixel minimum = 10
4 5A Bentuk training sample : rectangle (persegi panjang)
Jenis fitur : Dekomposisi Freeman (R, G, B), Entropy, Alpha Jumlah training sample per kelas = 30 buah
Angle, Anisotrophy, NDPI, Nilai entropy dan mean dari band Filter : Enhanced Lee Filter 3X3
HH, HV, VV. ( ukuran window fitur tekstur 3X3 ) Tipe file input : 32 bit float
Jumlah fitur : 7
4C Segmentasi : Q level = 256, Region pixel minimum = 10 Jenis fitur : dekomposisi Freeman ( R,G,B ), Entropy, Alpha
Bentuk training sample : rectangle (persegi panjang) Angle, Anisotrophy,NDPI.
Jumlah training sample per kelas = 30 buah Segmentasi : Q level = 256, Region pixel minimum = 10
5 5B Bentuk training sample : rectangle (persegi panjang)
Filter : tanpa filter Jumlah training sample per kelas = 30 buah
Tipe file input : 32 bit float Filter : Enhanced Lee Filter 5X5
Jumlah fitur : 16 Tipe file input : 32 bit float
Jenis fitur : dekomposisi Freeman ( R,G,B ), Entropy, Alpha Jumlah fitur : 7
Jenis fitur : dekomposisi Freeman ( R,G,B ), Entropy, Alpha
Angle, Anisotrophy,NDPI,Nilai entropy , mean dan
Angle, Anisotrophy,NDPI.
homogeneity dari band HH, HV, VV. ( ukuran window fitur Segmentasi : Q level = 256, Region pixel minimum = 10
tekstur 3X3 ) 5C Bentuk training sample : rectangle (persegi panjang)
4D Segmentasi : Q level = 256, Region pixel minimum = 10 Jumlah training sample per kelas = 30 buah
Bentuk training sample : rectangle (persegi panjang) Filter : Enhanced Lee Filter 7X7
Tipe file input : 32 bit float
Jumlah training sample per kelas = 30 buah
Filter : tanpa filter
Tipe file input : 32 bit float
Jumlah fitur : 16
Jenis fitur : dekomposisi Freeman ( R,G,B ), Entropy, Alpha
Angle, Anisotrophy,NDPI, Nilai contrast , energy dan
correlation dari band HH, HV, VV. ( ukuran window fitur
tekstur 3X3 )
4E Segmentasi : Q level = 256, Region pixel minimum = 10
Bentuk training sample : rectangle (persegi panjang)
Jumlah training sample per kelas = 30 buah
Filter : tanpa filter
Tipe file input : 32 bit float

3 HASIL DAN DISKUSI seperti: tubuh air dan lapangan rumput.


Citra komposit RGB yang Penempatan rough surface pada band
dihasilkan dengan metode dekomposisi biru mengakibatkan obyek-obyek tersebut
Freeman-Durden diperlihatkan pada berwarna hitam kebiruan. Double
Gambar 3-1. Pada citra dekomposisi bounce menampilkan besarnya energi
Freeman-Durden, surface scattering pantulan yang tinggi, sehingga
menampilkan besarnya energi pantulan penempatan pada band merah
yang rendah yang terjadi pada obyek- menjadikan obyek-obyek bangunan
obyek permukaan bumi yang datar, tinggi yang tersebar di beberapa tempat,
70
Perbandingan Klasifikasi Berbasis ...... (Ahmad Sutanto et al)

terutama di sekitar jalan-jalan besar Perbandingan antara citra dekomposisi


berwarna kemerahan. Sedangkan volume Freeman-Durden (Gambar 3-1) dengan
scattering (canopy layer) pada band tiga citra hasil segmentasi (Gambar 3-2)
hijau menampilkan energi pantulan dengan nilai Region Pixel Minimum yang
menengah (menunjukkan terjadinya berbeda, memperlihatkan bahwa
scatter berulang), yang umumnya segmentasi dengan region piksel minimum
terdapat pada daerah permukiman dan 3 dan 5 menghasilkan jumlah poligon
vegetasi. segmen yang banyak dan terlalu detil,
Citra dekomposisi Freeman-Durden sehingga mengakibatkan obyek yang
menjadi input proses segmentasi sama terdiri dari poligon-poligon segmen
menggunakan metode SRM. Pada dalam berbagai ukuran. Sementara
Gambar 3-2 diperlihatkan hasil region piksel minimum 10 menghasilkan
segmentasi dari citra dekomposisi hasil segmentasi yang lebih sedikit dan
Freeman-Durden dengan parameter kurang detil, tapi segmentasi yang
segmentasi Q level 256 dan Region Pixel dihasilkan mempunyai bentuk yang
Minimum 3,5 dan 10 piksel. Pada relatif sesuai dengan penampakan obyek
penelitian ini, evaluasi visual untuk pada citra dekomposisi Freeman-Durden,
melihat kemiripan antara bentuk obyek seperti tubuh air (warna hitam pada
dan hasil segmentasi menjadi cara yang citra dekomposisi Freeman-Durden),
digunakan untuk mengukur keakuratan atau kumpulan obyek bangunan tinggi
segmentasi dan menentukan nilai (warna kemerahan).
parameter yang paling sesuai.

Dekomposisi Freeman-Durden
R : double bounce
G : canopy layer
B : rough surface

Gambar 3-1: Citra hasil dekomposisi Freeman-Durden


Dekomposisi Freeman-Durden
R : double bounce
G : canopy layer
B : rough surface

Hasil Segmentasi Citra Hasil Segmentasi Citra Hasil Segmentasi Citra


Dekomposisi Freeman-Durden Dekomposisi Freeman-Durden Dekomposisi Freeman-Durden
(Q level = 256, Region Pixel (Q level = 256, Region Pixel (Q level = 256, Region Pixel
Minimum = 10) Minimum = 5) Minimum = 3)
Gambar 3-2: Citra Hasil Segmentasi dengan Region Pixel Minimum Berbeda
71
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 11 No. 1 Juni 2014 :63-75

Dalam proses klasifikasi meng- berbasis obyek dan overall accuracy


gunakan classifier SVM digunakan fitur- sebesar 62.6% untuk hasil klasifikasi
fitur dekomposisi target dan dekomposisi berbasis piksel.
Freeman-Durden yang diturunkan dari Gambar 3-4 menunjukkan hasil
citra PALSAR, seperti yang telah dijelas- klasifikasi penutup lahan wilayah kajian
kan pada bagian metode. Klasifikasi berbasis obyek (kiri) dan berbasis piksel
berbasis obyek dan klasifikasi berbasis (kanan) untuk skenario 5C dengan
piksel dilakukan dengan menggunakan menggunakan classifier SVM. Kedua
skenario klasifikasi pada Tabel 2-1 dan jenis klasifikasi menggunakan training
2-2, hanya saja tidak ada proses sample, filter dan window size 7x7 yang
segmentasi pada tahapan klasifikasi sama. Fitur yang digunakan adalah tiga
berbasis piksel. Tingkat akurasi hasil fitur dekomposisi Freeman-Durden (RGB),
klasifikasi berbasis obyek dan berbasis Entropy, Alpha Angle, Anisotrophy dan
piksel untuk seluruh skenario klasifikasi NDPI. Perbedaan antara hasil kedua
dievaluasi dengan metode confusion jenis klasifikasi terlihat dengan jelas,
matrix, dengan menghitung Kappa pada hasil object-oriented classification
Coefficient, Overall Accuracy, User sebaran kelas penutup lahan terlihat
Accuracy dan Producer Accuracy (Tabel lebih homogen karena piksel-piksel
3-1). Perbandingan overall accuracy sudah dikelompokkan dalam region-
untuk kedua jenis klasifikasi pada region segmen, sedangkan pada hasil
semua skenario diperlihatkan pada pixel-based classification sebaran kelas
Gambar 3-3, dimana hasil evaluasi penutup lahan masih bercampur karena
memperlihatkan bahwa skenario 5C klasifikasi didasarkan pada klasifikasi
merupakan skenario klasifikasi terbaik per piksel bukan per obyek yang
yang menghasilkan overall accuracy terdapat pada citra.
sebesar 73.6% untuk hasil klasifikasi

Tabel 3-1: PENGUJIAN HASIL KLASIFIKASI MENGGUNAKAN CONFUSION MATRIX

72
Perbandingan Klasifikasi Berbasis ...... (Ahmad Sutanto et al)

Gambar 3-3: Grafik Fluktuasi Hasil Akurasi Total dari Hasil Klasifikasi untuk Seluruh Skenario,
Berbasis Obyek (Biru) dan Berbasis Piksel (Merah)

Gambar 3-4: Hasil Klasifikasi Skenario 5C, (Kiri) Berbasis Obyek dan (Kanan) Berbasis Piksel

Analisis lebih lanjut yakni untuk  Pada skenario klasifikasi 1, tingkat


mengetahui pengaruh dari setiap skenario akurasi hasil klasifikasi yang lebih
(lima skenario besar) terhadap hasil baik didapatkan saat menggunakan
klasifikasi, dilakukan dengan mengacu training sample berbentuk rectangle
perubahan tingkat akurasi (khususnya dibandingkan berbentuk poligon
nilai koefisien Kappa dan nilai overall segmentasi
accuracy) dari setiap proses klasifikasi  Terdapat kecenderungan kenaikkan
yang dikerjakan (Tabel 3-1 dan Gambar nilai koefisien Kappa dan nilai overall
3-3). Beberapa hasil analisis sebagai accuracy apabila terjadi penambahan
berikut: jumlah training sample. Hal ini bisa
73
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 11 No. 1 Juni 2014 :63-75

terlihat pada skenario klasifikasi 2. meningkat cukup tinggi. Hal ini karena
Penambahan jumlah training sample filter merupakan juga proses
ini bisa membantu classifier SVM homogenisasi piksel-piksel yang
untuk mengenali kelas obyek lahan. berdekatan. Efek ini serupa dengan
 Pada skenario klasifikasi 3 dimana proses segmentasi pada klasifikasi
terdapat variasi jumlah fitur, peng- berbasis obyek. Pemberian filter dapat
gunaan fitur polarimetri (Entropy, mengurangi efek speckle noise yang
Alpha Angel, dan Anisotrophy) dan fitur selanjutnya meningkatkan akurasi
NDPI secara bersamaan dapat pemisahan obyek. Pada klasifikasi
meningkatkan nilai koefisien Kappa berbasis obyek proses pengurangan
dan nilai akurasi dibandingkan bila speckle noise ini sudah dilakukan
digunakan secara terpisah. pada tahapan segmentasi sehingga
 Penambahan fitur tekstur dengan penggunaan filter kurang berpengaruh
ukuran window 3x3 pada skenario pada hasil klasifikasi berbasis obyek.
klasifikasi 4 tidak signifikan
mempengaruhi peningkatan tingkat 4 KESIMPULAN
akurasi. Fenomena ini terlihat dari Dari berbagai percobaan yang
nilai overall accuracy yang cenderung dilakukan dalam penelitian ini dapat
stabil (Gambar 3-3). Hal ini mungkin diambil beberapa kesimpulan antara
karena dalam percobaan ini telah lain:
digunakan fitur dekomposisi Freeman-  Pemberian variasi filter kurang
Durden yang terdiri dari fitur Double berpengaruh pada peningkatan
bounce pada band Red, Canopy layer akurasi hasil klasifikasi berbasis obyek,
pada band Green dan Rough Surface tapi berpengaruh cukup signifikan
pada band Blue, dimana ketiga band pada klasifikasi berbasis piksel. Hal ini
tersebut merepresentasikan tekstur karena pada proses klasifikasi
dari permukaan bumi. Oleh karena itu berbasis obyek telah dilakukan proses
penambahan fitur tekstur kurang segmentasi yang menyatukan piksel-
mempengaruhi kenaikan tingkat piksel yang homogen sehingga
akurasi. Perbesaran ukuran window pemberian-pemberian filter kurang
fitur tekstur menjadi 7x7 dan 11x11 berpengaruh. Pada klasifikasi berbasis
mempengaruhi klasifikasi berbasis piksel, filter akan mengurangi speckle
piksel tetapi tetap kurang berpengaruh noise yang meningkatkan homogenitas
klasifikasi berbasis obyek. Hal ini piksel, sehingga meningkatkan akurasi
diperkirakan karena penambahan hasil klasifikasi.
ukuran window fitur tekstur akan  Tingkat akurasi klasifikasi berbasis
memberi efek penghalusan citra obyek lebih baik dari pada klasifikasi
(smoothing) yang berpengaruh pada berbasis piksel untuk seluruh skenario
klasifikasi berbasis piksel. Sedangkan klasifikasi. Akurasi keseluruhan
pada klasifikasi berbasis obyek, hal ini (Overall accuracy) mencapai 73,61%
kurang berpengaruh karena sudah untuk hasil klasifikasi berbasis obyek
ada proses segmentasi yang merata- dan 62,55% untuk klasifikasi berbasis
ratakan nilai piksel dalam satu region. piksel, dimana jumlah fitur yang
 Efek filter pada skenario klasifikasi 5 optimal dalam percobaan klasifikasi
kurang berpengaruh pada peningkatan data citra SAR dengan menggunakan
akurasi untuk klasifikasi berbasis SVM yaitu 7 fitur yang terdiri dari 3
obyek, tetapi berpengaruh pada fitur dekomposisi Freeman (R,G,B),
klasifikasi berbasis piksel. Hal ini Entropy, Alpha Angle, Anisotrophy dan
terlihat dari nilai overall accuracy yang NDPI.
74
Perbandingan Klasifikasi Berbasis ...... (Ahmad Sutanto et al)

DAFTAR RUJUKAN Lillesand, T.M., & Kiefer, R.W., 1979.


Arifin, S., 2007. Identifikasi Penutup Lahan Remote Sensing and Image
Menggunakan Data Polarimetrik Interpretation, John Willey & Sons,
Satelit ALOS Palsar. Berita Inderaja. New York.
Cao, Y.G., Yan, L.J., & Zheng, Z.Z., 2008. Lopes, A., Touzi, R., & Nezry, E., 1990.
Extraction of Information on Adaptive Speckle Filters and Scene
Geology Hazard From Multi- Heterogeneity. IEEE Transactions
Polarization Sar Images, The on Geoscience and Remote Sensing,
International Archives of the Vol. 28, No. 6, pp. 992-1000.
Photogrammetry, Remote Sensing Nock, R., & Nielsen, F., 2004. Statistical
and Spatial Information Sciences. Region Merging. IEEE transctions
Vol. XXXVII. Part B4. Beijing, on pattern analysis and machine
pp.1529-1532. intelligence. Vol. 26,pp. 1452-1458.
Freeman, A. & Durden, S. L., 1998. A Raimadoya, M.A., Trisasongko, B.H., &
Three-Component Scattering Model Nurwadjedi, 2007. Eksplorasi Citra
for Polarimetric SAR Data< IEEE Radar untuk Intelijen Ketahanan
Trans. on GRS, GRS-36(3), pp. Pangan, Departemen Imu Tanah
963-973. dan Sumberdaya Lahan, Fakultas
Han, Y., Shao, Y., 2010. Full Polarimetric Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
SAR Classification Based on Sambodo, K. A., Teguh, K., & Santoso, H.,
Yamaguchi Decomposition Model 2005. Klasifikasi Data Polarimetrik
and Scattering Parameters, IEEE RADAR dengan Menggunakan
Metode Dekomposisi Cloude &
Journal, pages 1104-1108.
Pottier, Pertemuan Ilmiah MAPIN
Haralick, R.M., 1985. Statistical and
XIV, hal 79-84, Surabaya,
Structural Approaches to Texture,
Indonesia.
Digital Image Processing and
Sembiring, K., 2007. Penerapan Teknik
Analysis, Volume 2, IEEE Comp.
Support Vector Machine untuk
Soc. Press, pp. 304-322.
Pendeteksian Intrusi pada
Kushardono, D., 2012. Klasifikasi Spasial
Jaringan, skripsi sarjana,
Penutup Lahan dengan Data SAR
Jurusan Teknik Informatika,
Dual-Polarisasi Menggunakan Sekolah Teknik Elektro dan
Normalized Difference Polarization Informatika, Institut Teknologi
Index dan Fitur Keruangan dari Bandung, 2007.
Matriks Kookurensi, Jurnal Suwono, E., 2009. Aplikasi Deteksi
Penginderaan Jauh Vol.9 No.1, Obyek Pada Citra Digital Dengan
pp.12-24. Metode Global Contour Shape,
Lee, J.-S., Jurkevich, I., Dewaele, P., skripsi sarjana, Jurusan Teknik
Wambacq, P., and A. Oosterlinck, Informatika, Fakultas Teknologi
1994. Speckle Filtering of Synthetic Informasi, Institut Teknologi
Aperture Radar Images: A Review, Sepuluh Nopember Surabaya.
Remote Sensing Review, 8:313-340. Sylvain Boltz, 2009. (http://www.
Li, H. T., Gu, H.Y., Han, Y. S., Yang, J. H., mathworks.com/matlabcentral/
2008. Object-oriented Classification fileexchange/25619-image-
of Polarimetric SAR Imagery based segmentation-using-statistical-
on Statistical Region Merging and region-merging).
Support Vector Machine, Vapnik, V. N., 1999. The Nature of
International Workshop on Earth Statistical Learning Theory, 2nd
Observation and Remote Sensing edition, Springer-Verlag, New York
Applications. Berlin Heidelberg.
75

Das könnte Ihnen auch gefallen