Sie sind auf Seite 1von 36

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TRAUMA


THORAX

Dosen Pengampu: Annisa Rahmawati, S.kep, Ns ., M.kep

Disusun Oleh:

Kelompok 2

1. Seri Depi Henmalini (SR162100072)


2. Dayang Nurul Indah Oktavianni (SR162100030)
3. Nova Ariyanti (SR162100008)
4. Muhammad Robby Hefani (SR162100064)

Program Studi S1 Keperawatan III B

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN

MUHAMMADIYAH

PONTIANAK

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat Nya penyusun
masih diberi kesehatan sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya. Makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT
DARURAT PADA PASIEN TRAUMA THORAKS” ini disusun untuk memenuhi
tugas mahasiswa dari mata kuliah kegawatdarutatan diprogram studi ilmu
keperawatan. Kami menyadari bahwa makalah ini tidaklah sempurna oleh karena
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat perlukan untuk penyusun
harapkan demi kesempurnaan makalah ini dimasa akan datang. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya dan masyarakat pada
umumnya. Dan semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk
menambah pengetahuan para mahasiswa dan masyarakat dan pembaca.

Pontianak, 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakag

Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax
yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum
thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat
menyebabkan keadaan gawat thorax akut (Sudoyo, 2010).
Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3 kehidupan
diseluruh kota besar didunia dan diperkiraan 16.000 kasus kematian akibat
trauma per tahun yang disebabkan oleh trauma toraks di Amerika. Sedangkan
insiden penderita trauma toraks di Amerika Serikat diperkirakan 12 penderita
per seribu populasi per hari dan kematian yang disebabkan oleh trauma toraks
sebesar 20-25%. dan hanya 10-15% penderita trauma tumpul toraks yang
memerlukan tindakan operasi, jadi sebagian besar hanya memerlukan tindakan
sederhana untuk menolong korban dari ancaman kematian (Sudoyo, 2010).
Di Australia, 45% dari trauma tumpul mengenai rongga toraks. dengan
adanya trauma pada toraks akan meningkatkan angka mortalitas pada pasien
dengan trauma. Trauma toraks dapat meningkatkan kematian akibat
Pneumotoraks 38%, Hematotoraks 42%, kontusio pulmonum 56%, dan flail
chest 69% (Nugroho, 2015).
Pada trauma dada biasanya disebabkan oleh benda tajam, kecelakaan lalu
lintas atau luka tembak.Bila tidak mengenai jantung, biasanya dapat menembus
rongga paru-paru. Akibatnya, selain terjadi pendarahan dari rongga paru-paru,
udara juga akan masuk ke dalam rongga paru-paru. Oleh karena itu, pau-paru
pada sisi yang luka akan mengempis. Penderita Nampak kesakitan ketika
bernapas danmendadak merasa sesak dan gerakan iga disisi yang luka menjadi
berkurang (Sudoyo, 2010).
Trauma tumpul thoraks sebanyak 96.3% dari seluruh trouma thoraks,
sedangkan sisanya sebanyak 3,7% adalah trauma tajam. Penyebab terbanyak
dari trauma tumpul thoraks masih didominasi oleh korban kecelakaan lalu lintas
(70%). Sedangkan mortalitas pada setiap trauma yang 5 disertai dengan trauma
thoraks lebih tinggi (15,7%) dari pada yang tidak disertai trauma thoraks
(12,8%) pengolahan trauma thoraks, apapun jenis dan penyebabnya tetap harus
menganut kaidah klasik dari pengolahan trauma pada umumnya yakni
pengolahan jalan nafas, pemberian pentilasi dan control hemodianamik
(Patriani, 2012).
Jadi menurut kelompok trauma thorak adalah luka atau cedera fisik
sehingga dapat menyebabkan kematian utama pada anak-anak atau orang
dewasa. Di dalam thoraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan
manusia, yaitu paru-paru dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan
jantung sebagai alat pemompa darah

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Konsep Trauma thoraks?


2. Bagaimana Konsep asuhan keperawatan Trauma thoraks pada pasien yang
mengalami trauma thorak ?
3. Bagaimana tindakan keperawatan pada pasien Trauma thoraks?

C. Tujuan penulisan

1. Tujuan Umum

Dapat menambah pengetahuan mahasiswa mengenai Trauma thorak serta


asuhan keperawatan yang dapat dilakukan terhadap pasien dengan masalah
Trauma thoraks.

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu mengetahui Konsep Trauma thoraks.


b. Mahasiswa mampu memahami Konsep asuhan keperawatan pada
pasien Trauma thoraks.
c. Mahasiswa mampu meng-aplikasikan asuham keperawatan pada
pasien Trauma thoraks.
d. Mahasiswa menganalisis jurnal evidens based practice pada pasien
trauma thorax.

D. Manfaat

1. Mahasiswa mampu memahami teori Trauma thoraks.


2. Mahasiswa mampu konsep teori asuhan keperawatan pada pasien Trauma
thoraks.
3. Mahasiswa mampu memahami tindakan keperawatan pada pasien Trauma
thoraks
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi

Dinding toraks merupakan rongga yang berbentuk kerucut, dimana pada


bagian bawah lebih besar dari pada bagian atas dan pada bagian belakang lebih
panjang dari pada bagian depan. Pada rongga toraks terdapat paru-paru dan
mediastinum. Mediastinum adalah ruang didalam rongga dada diantara kedua
paru-paru. Di dalam rongga toraks terdapat beberapa sistem diantaranya yaitu:
sistem pernapasan dan peredaran darah. Organ yang terletak dalam rongga
dada yaitu; esophagus, paru, hati, jantung, pembuluh darah dan saluran limfe
(Patriani, 2012).

Kerangka toraks meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut


terdiri dari sternum, dua belas pasang kosta, sepuluh pasang kosta yang
berakhir di anterior dalam segmen tulang rawan dan dua pasang kosta yang
melayang. Tulang kosta berfungsi melindungi organ vital rongga toraks seperti
jantung, paru-paru, hati dan Lien (Patriani, 2012).

Muskulus interkostal merupakan tiga otot pipih yang terdapat pada tiap
spatium interkostalis yang berjalan di antara tulang rusuk yang bersebelahan. Setiap
otot pada kelompok otot ini dinamai berdasarkan posisi mereka masing-masing:
1. M.interkostal eksternal merupakan yang paling superficial.
2. M.interkostal internal terletak diantara m.interkostal eksternal dan profundal

Muskulus interkostal profunda memiliki serabut dengan orientasi yang


samadengan muskulus interkostal internal. Otot ini paling tampak pada dinding
torakslateral. Mereka melekat pada permukaan internal rusuk-rusuk yang
bersebelahan sepanjang tepi medial lekuk kosta (Nugroho, 2015).

Muskulus subkostal berada pada bidang yang sama dengan m.interkostal


profunda, merentang diantara multiple rusuk, dan jumlahnya semakin banyak
diregio bawah dinding toraks posterior. Otot-otot ini memanjang dari permukaan
interna satu rusuk sampai dengan permukaan interna rusuk kedua atau ketiga di
bawahnya (Nugroho, 2015).

Muskulus torakal transversus terdapat pada permukaan dalam dinding toraks


anterior dan berada pada bidang yang sama dengan m.interkostal profunda.
Muskulus torakal transversus muncul dari aspek posterior prosesus xiphoideus, pars
inferior badan sternum, dan kartilage kosta rusuk sejati di bawahnya.

a. Suplai arterial
Pembuluh-pembuluh darah yang memvaskularisasi dinding toraks
terutama terdiri dari arteri interkostal posterior dan anterior, yang berjalan
mengelilingi dinding toraks dalam spatium interkostalis di antara rusuk-
rusuk yang bersebelahan (Hudak, 2011).

Arteri interkostal posterior berasal dari pembuluh-pembuluh yang


berhubungan dengan dinding toraks posterior. Dua arteri interkostal
posterior yang paling atas pada tiap sisinya berasal dari arteri interkostal
suprima, yang turun memasuki toraks sebagai percabangan trunkus
kostoservikal pada leher.

Trunkus kostoservikal merupakan suatu cabang posterior dari arteri


subklavian. Sembilan pasang arteri interkostal posterior sisanya berasal dari
permukaan posterior aorta torakalis (Hudak, 2011). Pada sekitar level
spatium interkostalis keenam, arteri ini bercabang menjadi dua cabang
terminal :

1. Arteri epigastrik superior, yang lanjut berjalan secara inferior


menujudinding abdomen anterior.
2. Arteri muskuloprenikus, yang berjalan sepanjang tepi kostal, melewati
diafragma, dan berakhir di dekat spatium interkostal terakhir Arteri
interkostal anterior yang menyuplai enam spatium interkostal teratas
muncul sebagai cabang lateral dari arteri torakal internal, sedangkan
yang menyuplai spatium yang lebih bawah berasal dari arteri
muskuloprenikus. Pada tiap spatium interkostalis, biasanya terdapat
dua arteri interkostal anterior :
a. satu yang lewat di bawah tepi rusuk di atasnya
b. satu lagi yang lewat di atas tepi rusuk di bawahnya dan kemudian
bertemu dengan sebuah kolateral percabangan arteri interkostal
posterior Distribusi pembuluh-pembuluh interkostal anterior dan
posterior saling tumpang tindih dan dapat berkembang menjadi
hubungan anastomosis.
b. Suplai Vena

Drainase vena dari dinding toraks pada umumnya paralel dengan pola suplai
arterialnya. Secara sentral, vena - vena interkostal pada akhirnya akan didrainase
menuju sistem vena atau ke dalam vena torakal internal, yang terhubung dengan
vena brakhiosefalika dalam leher. Vena-vena interkostal posterior pada sisi kiri
akan bergabung dan membentuk vena interkostal superior kiri, yang akan
didrainase ke dalam vena brakhiosefalik kiri (Patriani, 2012).

c. Drainase Limfatik

Pembuluh limfatik pada dinding toraks didrainase terutama ke dalam


limfonodi yang berhubungan dengan arteri torakal internal (nodus parasternal),
dengan kepala dan leher rusuk (nodus interkostal), dan dengan diafragma (nodus
diafrgamatikus) (Patriani, 2012).

d. Innervasi

Innervasi dinding toraks terutama oleh nervus interkosta, yang merupakan


ramus anterior nervus spinalis T1-T11 dan terletak pada spatium interkostalis di
antara rusuk-rusuk yang bersebelahan. Nervus interkostal berakhir sebagai cabang
kutaneus anterior, yang muncul baik secara parasternal, di antara kartilage kosta
yang bersebelahan, ataupun secra lateral terhadap midline, pada dinding abdomen
anterior, untuk menyuplai kulit pada toraks, nervus interkostal membawa :

1. Inervasi somatik motorik kepada otot–otot dinding toraks (intercostal,


subcostal, and transversus thoracis muscles)
2. Innervasi somatik sensoris dari kulit dan pleura parietal,
3. Serabut simpatis postganglionic ke perifer.
Innervasi sensori dari kulit yang melapisi dinding toraks bagian atas disuplai
oleh cabang kutaneus, yang turun dari pleksus servikal di leher. Selain
menginnervasi dinding toraks, nervus interkosta juga menginnervasi area lainnya :

1. Ramus anterior T1 berkontribusi ke pleksus brakhialis


2. Cabang kutaneus lateral dari nervus interkostalis kedua berkontribusikepada
innervasi kutaneus permukaan medial lengan atas
3. Nervus interkostal bawah menyuplai otot, kulit, dan peritoneum dinding
abdomen

B. Definisi

Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis
akibat gangguan emosional yang hebat (Nugroho, 2015).

Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh


benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-
paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul
yang dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan (Rendy, 2012).

Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax
yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari
cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat
menyebabkan keadaan gawat thorax akut. Trauma thoraks diklasifikasikan
dengan tumpul dan tembus. Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang
mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit
diidentifikasi keluasan kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu
(Sudoyo, 2010).

Dari berberapa definisi diatas dapat didefinisikan trauma thoraks adalah


trauma yang mengenai dinding toraks yang secara langsung maupun tidak
langsung berpengaruh pada pada organ didalamnya, baik sebagai akibat dari
suatu trauma tumpul maupun oleh sebab trauma tajam.

C. Klasifikasi
1. Pneumothoraxs

Menurut penyebabnya, pneumothorax dapat dikelompok kan menjadi 2 yaitu :

a. Pneumothorax spontan, yaitu yang terjadi secara tiba-tiba


b. Pneumothorax traumatic

Yaitu pneumothorax yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik


trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robek nya pleura,
dinding dada maupun paru.

Berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumothorax dapat di klasifikasi kan


kedalam 3 jenis, yaitu :

1. Pneumothorax Tertutup ( Simple Pneumothorax )


2. Pneumothorax Terbuka ( Open Pneumothorax )
3. Pneumothorax Ventil ( Tension Pneumothorax )

2. Hematothoraxs

Berdasarkan klasifikasi dibagi sebgai berikut :

a) Hematothoraxs Kecil : yang tampak sebagian bayangan kurang dari


15% pada foto rontgen, perkusi pekak sampai iga IX. Jumlah darah
sampai 300 ml.
b) Hematothoraxs Sedang : 15-35 % tertutup bayangan pada foto
rontgen, perkusi pekak sampai iga VI. Jumlah darah sampai 800 ml
c) Hematothoraxs Besar : lebih 35% pada foto rontgen, perkusi pekak
sampai cranial, iga V. jumlah darah sampai lebih dari 800-1.500 ml

3. Kontusio Pulmonum

Menurut Brunner & Suddart, ( 2001 ) adalah

a) Ringan : nyeri saja.


b) Sedang : sesak nafas, mucus dan darah percabangan bronchial, batuk
tetapi toidak mengeluarkan secret.
c) Berat : sesak nafas hebat, takipnea, takikardi, siasonis, agitasi, batuk
produktif dan kontinyu, secret berbusa, berdarah dan mucoid.

4. Flail Chest

D. Manifestasi Klinis

1. pneumothoraxs
a. Nyeri dada mendadak dan sesak nafas
b. Gagal pernafasan dengan sianosis
c. Kolaps sirkulasi
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara nafas yang
terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali
e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik (ovedoff, 2002)

2. Hematothoraxs

Gejala klinis yang muncul pada pasien dengan hematotoraks adalah nyeri
dada, pasien menunjukan distres pernapasan berat, napas pendek, takikardi,
hipotensi, pucat, dingin dan takipnea.

3. Kontusio Pulmonum

Menurut smeltzer (2002) adalah

a) Ringan : nyeri saja


b) Sedang : Sesak nafas, mucusdan darah percabangan bronchial, batuk
tetapi tidak mengeluarkan secret
c) Berat : sesak nafas hebat, takipnea, takikardi, sianosis, agitasi,
batuk produktif dan kontinyu, secret berbusa, berdarah dan mucoid.

4. Flail Chest

Biasanya karena ada pembengkakan jaringan lunak disekitar dan


terbatasnya gerak pengembangan dinding dada, deformitas, dan gerakan
paradioksal Flail Chest yang ada akan tertutupi. Pada mulanya, penderita
mampu mengadakan kompensasi terhadap pengurangan cadangan
respirasinya. Namun bila terjadi dan penurunan daya pengembangan paru-
paru akan terjadi anoksia berat, hiperkapnea, dan di dapat akral dingin
positif dan wajah yang pucat karena oksigen aliran darah ke daerah perifer
berkurang akibat penurunan ekspansi paru. Pada pasien Flail Chest akan
dapat nyeri yang hebat karena terputusnya inegritas jaringan.

E. Etiologi

Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul 65%
dan trauma tajam 34.9 % (Ekpe & Eyo, 2014). Penyebab trauma toraks
tersering adalah kecelakaan kendaraan bermotor (63-78%) (Saaiq, et al., 2010).
Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima jenis benturan (impact) yang
berbeda, yaitu depan, samping, belakang, berputar, dan terguling (Sudoyo,
2010).
Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat yang
lengkap karena setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda. Penyebab
trauma toraks oleh karena trauma tajam dibedakan menjadi 3 berdasarkan
tingkat energinya, yaitu berenergi rendah seperti trauma tusuk, berenergi
sedang seperti tembakan pistol, dan berenergi tinggi seperti pada tembakan
senjata militer. Penyebab trauma toraks yang lain adalah adanya tekanan yang
berlebihan pada paru-paru yang bisa menyebabkan Pneumotoraks seperti pada
aktivitas menyelam (Hudak, 2011).

Trauma Thorax dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan


sternum, rongga pleura saluran nafas intratoraks dan parenkim paru. Kerusakan
ini dapat terjadi tunggal ataupun kombinasi tergantung dari mekanisme cedera
(Sudoyo, 2010).

F. Patofisiologi

Utuhnya suatu dinding Thorax sangat diperlukan untuk sebuah ventilasi


pernapasan yang normal. Pengembangan dinding toraks ke arah luar oleh otot-
otot pernapasan diikuti dengan turunnya diafragma menghasilkan tekanan
negative dari intratoraks. Proses ini menyebabkan masuknya udara pasif ke
paru–paru selama inspirasi. Trauma toraks mempengaruhi strukur-struktur
yang berbedadari dinding toraks dan rongga toraks. Toraks dibagi kedalam 4
komponen, yaitudinding dada, rongga pleura, parenkim paru, dan
mediastinum. Dalam dindingdada termasuk tulang - tulang dada dan otot-otot
yang terkait (Sudoyo, 2009).

Rongga pleura berada diantara pleura viseral dan parietal dan dapat terisi
oleh darah ataupunudara yang menyertai suatu trauma toraks. Parenkim paru
termasuk paru–paru dan jalan nafas yang berhubungan, dan mungkin dapat
mengalami kontusio, laserasi, hematoma dan pneumo kel.Mediastinum
termasuk jantung, aorta/pembuluh darah besar dari toraks, cabang
trakeobronkial dan esofagus. Secara normal toraks bertanggung jawab untuk
fungsi vital fisiologi kardiopulmonerdalam menghantarkan oksigenasi darah
untuk metabolisme jaringan pada tubuh. Gangguan pada aliran udara dan
darah, salah satunya maupun kombinasi keduanya dapat timbul akibat dari
cedera toraks (Sudoyo, 2009).

Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada


beberapa faktor, antara lain mekanisme dari cedera, luas dan lokasi dari cedera,
cedera lain yang terkait, dan penyakit - penyakit komorbid yang mendasari.
Pasien – pasien trauma toraks cenderung akan memburuk sebagai akibat dari
efek pada fungsi respirasinya dan secara sekunder akan berhubungan dengan
disfungsi jantung (Sudoyo, 2009).
Trauma tumpul atau tajam

Thoraks

Cedera jaringan lunak,


cedera/hilangnya
kontinunitas struktur

Perdarahan jaringan interstitinium,


perdarahan intra alveolar, kolaps arteri dan
arteri-arteri kecil, hingga tahanan perifer
pembuluh drah paru meningkat

Reabsorbsi darah oleh


pluera tidak optimal

Ekspansi paru Hemathoraks Akumulasi cairan dalam


kavum pluera
Gangguan ventilasi Merangsang reseptor nyeri
pada pleura viseralis dan Pemasangan WSD
Ketidakefektifan parietalis
pola nafas Thorakdrains bergeser

Diskontiunitas jaringan
Edema tracheal atau Memasang reseptor nyeri
faringeal, Nyeri akut pada periver kulit
peningkatan produksi
secretndan penurunan Ketidakefektifan
Resiko infeksi kerusakan
kemampuan batuk bersihan jalan nafas
integritas kulit
G. Komplikasi
efektif
( Sudoyo, 2009 ).

H. Komplikasi

Trauma toraks memiliki beberapa komplikasi seperti pneumonia 20%,


pneumotoraks 5%, hematotoraks 2%, empyema 2%, dan kontusio pulmonum
20%. Dimana 50-60% pasien dengan kontusio pulmonum yang berat akan
menjadi ARDS. Walaupun angka kematian ARDS menurun dalam
decadeterakhir, ARDS masih merupakan salah satu komplikasi trauma toraks
yang sangat serius dengan angka kematian 20-43% (Nugroho, 2015).

 Kontusio dan hematoma dinding toraks adalah bentuk trauma toraks


yangpaling sering terjadi.Sebagai akibat dari trauma tumpul dinding
toraks,perdarahan masif dapat terjadi karena robekan pada pembuluh darah
pada kulit,subkutan, otot dan pembuluh darah interkosta.
 Fraktur kosta terjadi karena adanya gaya tumpul secara langsung
maupuntidak langsung. Gejala yang spesifik pada fraktur kosta adalah nyeri,
yang meningkat pada saat batuk, bernafas dalam atau pada saat bergerak.
 Flail chest adalah suatu kondisi medis dimana kosta - kosta yang berdekatan
patah baik unilateral maupun bilateral dan terjadi pada daerah kostokondral.
 Fraktur sternum terjadi karena trauma tumpul yang sangat berat sering
kalidisertai dengan fraktur kosta multipel.
 Kontusio parenkim paru adalah manifestasi trauma tumpul toraks yang
palingumum terjadi.
 Pneumotoraks adalah adanya udara pada rongga pleura. Pneumotoraks pada
trauma tumpul toraksterjadi karena pada saat terjadinya kompresi dada tiba-
tiba menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intraalveolar yang dapat
menyebabkan rupture alveolus. gejala yang paling umum pada
Pneumotoraks adalah nyeri yang diikuti oleh dispneu

I. Penatalaksanaan

Manajemen awal untuk pasien trauma toraks tidak berbeda dengan


pasien trauma lainnya dan meliputi ABCDE, yaitu A: airway patency with are
ofcervical spine, B: Breathing adequacy, C: Circulatory support, D:
Disabilityassessment, dan E: Exposure without causing hypothermia
(Nugroho, 2015). Pemeriksaan primary survey dan pemeriksaan dada secara
keseluruhan harus dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi dan
menangani kondisi yang mengancam nyawa dengan segera, seperti obstruksi
jalan napas, tension Pneumotoraks, pneuomotoraks terbuka yang masif,
hemotoraks masif, tamponade perikardial, dan flail chest yang besar (Nugroho,
2015).

Apnea, syok berat, dan ventilasi yang inadekuat merupakan indikasi


utama untuk intubasi endotrakeal darurat.Resusitasi cairan intravena
merupakan terapiutama dalam menangani syok hemorhagik.Manajemen nyeri
yang efektif merupakan salah satu hal yang sangat penting pada pasien trauma
toraks. Ventilator harus digunakan pada pasien dengan hipoksemia,
hiperkarbia, dan takipnea berat atau ancaman gagal napas (Hudak, 2011).

Pasien dengan tanda klinis tension Pneumotoraks harus segera menjalani


dekompresi dengan torakosentesis jarum dilanjutkan dengan torakostomi tube.
Foto toraks harus dihindari pada pasien-pasien ini karena diagnosis dapat
ditegakkan secara klinis dan pemeriksaan x-ray hanya akan menunda
pelaksanaan tindakan medis yang harus segera dilakukan (Hudak, 2011).

J. Pencegahan

Pencegah trauma thorax yang efektif adalah dengan cara menghindari


faktor penyebabnya, seperti menghindari terjadinya trauma yang biasanya
banyak dialami pada kasus kecelakaan dan trauma yang terjadi berupa trauma
tumpul serta menghindari kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari
cavum thorax yang biasanya disebabkan oleh benda tajam ataupun benda
tumpul yang menyebabkan keadaan gawat thorax akut (Patriani, 2012)
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TRAUMA


TORAX

A. Kasus

Tn. D (30 tahun) dibawa penolong dan keluarganya ke rumah sakit


M.Yunus bengkulu pada tanggal 01 Januari 2019 karena mengalami
kecelakaan bermobil. Dari pengkajian pasien mengalami penurunan
kesadaran. Penolong mengatakan dada korban membentur stir mobil, setelah
kecelakaan pasien muntah darah lalu kemudian pasien tidak sadar. Keadaan
pasien saat di IGD klien mengalami penurunan kesadaran, napas cepat dan
dangkal, auskultasi suara napas ronchi, dan pasien gurgling. Terdapat
bengkak dan jejas di dada sebelah kiri. Hasil pemeriksaan GCS 8(E2V2M4)
kesadaran sopor, hasil pemeriksaan TTV, TD :120/80 mmHg, nadi :
110x/menit, RR : 35x/menit, suhu : 38,7oC, akral teraba dingin, tampak
sianosis, penggunaan otot-otot pernapasan, dan napas cuping hidung.

B. Pengkajian

1. Pengkajian Primer

a. Circulation : Ada nadi, nadi 110x/menit, TD : 120/80 mmHg, akral


teraba dingin dan tampak sianosis, gangguan perfusi jaringan
b. Airway : Pernapasan ada , napas ronchi.
c. Breathing : Pernapasan cuping hidung, pasien ngorok, penggunaan
otot – otot pernapasan, pasien sesak dengan RR 35x/menit, gangguan
pola napas.
d. Disability : Penurunan kesadaran, kesadaran sopor GCS 8 (E2V2M4)
e. Exposure : Terdapat bengkak dan jejas di bagian dada sebelah kiri,
akral teraba dingin, tampak sianosis dan bagian tubuh lain nya baik.
C. Pengkajian Sekunder

1. Anamnesis

a. Identitas klien

Nama : Tn. D

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 30 tahun

Alamat : Pagar dewa

Agama : Islam

Bahasa : Melayu

Status perkawinan : Menikah

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Sopir travel

Golongan darah : B

No. register :

Tanggal MRS : 21 Mei 2018

Diagnosa medis : Pulmonalis embolus

b. Identitas penanggung jawab :

Nama : Ny. D

Jenis kelamin : Prempuan

Alamat : Pagar dewa

Agama : Islam

Hubungan dengan pasien : Istri

c. Keluhan utama
Pasien datang ke RSUD Dr. M. Yunus kota bengkulu, dengan
kecelakaan bermobil, pasien mengalami penurunan kesadaran dan ada
bengkak dan jejas di bagian dada sebelah kiri.
d. Riwayat kesehatan
e. Riwayat penyakit sekarang
Tn. D (30 tahun) dibawa penolong dan keluarganya ke rumah sakit
karena mengalami kecelakaan bermobil. Pasien mengalami penurunan
kesadaran. Penolong mengatakan dada korban membentur stir mobil,
setelah kecelakaan pasien muntah darah lalu kemudian pasien tidak
sadar. Keaadaan pasien saat di IGD klien mengalami penurunan
kesadaran, napas cepat dan dangkal, auskultasi suara napas ronchi, dan
pasien ngorok. Terdapat bengkak dan jejas di dada sebelah kiri. Hasil
pemeriksaan GCS 8(E2V2M4) kesadaran sopor, hasil pemeriksaan
TTV, TD : 120/80 mmHg, nadi : 110x/menit, RR : 35x/menit, suhu :
38,7oC, akral teraba dingin, tanpak sianosis, penggunaan otot-otot
pernapasan, dan napas cuping hidung.
f. Riwayat penyakit dahulu
Keluarga mengatakan pasien sudah berberapa kali mengalami
kecelakaan tetapi belum perna separah ini sampai mengaami
penurunan kesadaran serta pasien tidak memiliki riwayat penyakit
apapun

2. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum : Penurunan kesadaran dan sesak


Kesadaran : Sopor
TTV : Tekanan Darah :120/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 110x/menit
Pernapasan : 35x/menit
Suhu : 38,7oC Kepala
Inspeksi : Distribusi rambut baik, bentuk kepala simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
b. Mata
Inspeksi : Anemis, skelera an ikterik, bentuk simetris.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
c. Hidung
Inspeksi : Bentuk simetris, pernapasan cuping hidung, penggunaan
otot- otot pernapasan
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
d. Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, terdapat darah
Palpasi : Ada lesi dan nyeri tekan
e. Mulut
Inspeksi : Bentuk simetris, sianosis, serta keluarnya darah segar dan
lendir
f. Leher
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid,
tidak dicurigai fraktur cervikal.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembenkakan
g. Toraks
Inspeksi : Bentuk tidak simetris, terdapat jejas dan bengkak,
pergerakan dinding dada tidak simetris, terdapat otot bantu
pernapasan.
Palpasi : Terdapat nyeri tekn dan ada pembengkakan
Auskultasi : Bunyi napas ronchi, suara ngorok, frekuensi napas
30x/menit Perkusi : Snoring
h. Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada jejas
Palpasi : ada nyeri tekan pada supra pubik
Auskultasi : Bising usus normal 12x/menit
Perkusi : Tympani
i. Genetalia
Inspeksi : Bersih, tidak ada kelainan, terpasang kateter spool blase
j. Ekstremitas
 Atas :Inspeksi : Simetris, tidak ada pembengkakan dan terpasang
ada jejas ditangan kanan, terpasang infus ditangan kiri, fleksi dan
ekstensi (-)
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
 Bawah : Inspeksi : Simetris, tidak ada pembengkakan
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
k. Data tambahan pasien
 Data psikologi Keluarga bisa di ajak bekerja sama dengan baik
dalam proses keperawatan
 Data social Hubungan keluarga dan klien baik, terlihat dari
keluarga yang selalu menunggu klien.
 Data spiritual Klien beragama islam, keluarga selalu berdoa untuk
kesembuhan klien.
D. Analisa Data

N Data Etiologi Masalah


o
1 Ds :- Penolong mengatakan Hematoraks Ketidakefektifan
pasien muntah darah bersihan jalan
Do : - suara napas gurgling Ekspensi paru napas
- Terdapat lendir dan gumpalan
darah di mulut pasien Gangguan
- Frekuensi napas 35x/menit ventilasi

2 Ds : - Penolong mengatakan Trauma thorak Gangguan pola


dada korban membentur stir napas
mobil sebelum mengalami Reabsorsi darah
penurunan kesadaran
- Penolong mengtakan pasien Hemathorak
bernapas cepat (sesak)
Ekspensi paru
Do : - Suara napas ronchi
- Pasien bernapas menggunakan Gangguan
cuping hidung dan oto-otot ventilasi
pernapasan
- Frekuensi napas 30x/menit

3 Ds : - penolong mengatakan Trauma thorak Gangguan


bahwa pasien sebelum tak pertukaran gas
sadarkan diri mengalami Perdarahan
muntah darah jaringan
Do : - Terdapat gumpalan darah intersitium
di area mulut dan menggangu
proses ventilasi Reabsorsi darah
- Suara napas ngorok
- Pasien tampak sesak, pucat Hemathorak
- Napas cepat dan dangkal
dengan frekuensi nadi Ekspensi paru
35x/menit
- Pemeriksaan AGD : Saturasi Gangguan
85%. ventilasi
4 Ds : - penolong mengatakan Trauma tajam dan Gangguan
bahwa pasien mengalami trauma tumpul perfusi jaringan
kecelakaan bermobil dengan
posisi dada membentur stir Trauma thorak
mobil kemudian mengalami
penurunan kesadaran Perdarahan
Do :- Pasien mengalami jaringan
penurunan kesadaran intersitium
- Terdapat bengkak dan jejas di
dada Reabsorsi darah
- Pemeriksaan gcs 8 kesadaran
sopor Hemathorak
- Tampak sianosis, dan pucat
- Akral teraba dingin Gangguan
- SPo2 85% ventilasi
- CRT > 3 detik
- Pemeriksaan ttv :

TD :120/80 mmHg
N : 110x/m
P : 35x/m
S : 38,7oc

5 Ds : - Penolong mengatakan ada Trauma thorak Nyeri dada


bengkak dan jejas di bagian
dada pasien Perdarahan
- Penolong mengatakan dada jaringan
pasien membentur stir intersitium

Do : - Tampak ada bengkak dan Reabsorsi darah


jejas di dada pasien
- Pengkajian PQRST Hemathorak

Region : Tampak ada bengkak Merangsang


dan jejas didada pasien sebelah reseptor nyeri
kiri. dada pleura
viseralis dan
perientalis

Diskontinuitas
jaringan
E. Diagnosa keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan secret yang


berlebih, gumpalan darah yang menghalangi pernapasan
2. Gangguan pola napas, dispneu berhubungan dengan penurunan kemampuan
paru
3. Gangguan pertukaran gas bserhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi dan perfusi
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan terjadi sumbatan dan suplai
oksigen turun dalam jaringan
5. Nyeri dada berhubungan dengan bengkak, jejas dan infark paru-paru

F. Tindakan Keperawatan

No. Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria (Noc) Intervensi (Nic)

1. Ketidakefektifan  Status pernapasan :  Pastikan kebutuhan


bersihan jalan napas pertukaran gas oral/suction
berhubungan dengan  Airway status  Auskultasi suara napas
secret yang berlebih, Kriteria hasil : sebelum dan sesudah
gumpalan darah yang  Suara napas bersih, tidak suction
menghalangi ada sianosis, mampu  Berikan oksigen
pernapasan bernapas dengan mudah menggunakan nasal
 Menunjukan jalan napas kanul
Definisi : yang pasten (irama napas  Monitor status napas
Ketidakmampuan untuk dalam rentang normal, dan oksigen
membersihkan sekresi tidak ada suara napas  Buka jalan napas
atau obstruksi dari abnormal) gunakan tekhnik chin
saluran pernapasan  Mampu lift
untuk mempertahankan -mengidentifikasi dan  Posisikan pasien untuk
kebersihan jalan napas mencegah faktor yang memaksimalkan
menghambat jalan napas ventilasikeluarkan
secret dengan cara
suction
 Monitor respirasi dan
status oksigen
2. Gangguan pola napas,  Respiratory Status : Airway Management
dispneu berhubungan ventilation  Buka jalan nafas,
dengan penurunan gunakan teknik chin lift
kemampuan paru  Respiratory Status : atau jaw thrust bila
airway patency perlu
Definisi : Inspirasi dan  Posisikan pasien untuk
 Vital Sign Status
/ ekspirasi yang tidak memaksimalkan
memberi ventilasi Kriteria Hasil : ventilasi
 Mendemonstrasi kan  Lakukan fisioterapi
batuk efektif dan suara dada jika perlu
 Keluarkan secret dengan
napas yang bersih, tidak batuk atau suction
ada sianosis dan dyspneu  Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
(mampu mengeluarkan
tambahan
sputum, mampu bernafas  Atur intake untuk cairan
dngan mudah, tidak ada mengoptimalkan
keseimbangan
pursed lips)  Monitor respirasi dan
 Menunjukkan jalan nafas status O2.
Respiratory Monitoring
yang paten (klien tidak
 Monitoring
merasa tercekik, ratarata,kedalaman,
iramanapas, frekuansi irama dan usaharespirasi
 Catat gerakan dada,
pernafasan dalam, amati kesimetrisan,
rentang normal, tidak ada penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
suara nafas abnormal)
supraclavicular dan
 Tanda tanda vital dalam intercostals
rentang normal (tekanan  Monitor suara nafas
seperti dengkur
darah, nadi, pernafasan)  Auskultasi suara nafas,
catat area
penurunan/tidak adanya
ventilasi dan suara
tambahan
 Auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya.
3. Gangguan pertukaran  Respiratory Status : Airway Management
gas berhubungan Gas exchange  Buka jalan nafas,
dengan  Respiratory Status : gunakan teknik chin lift
ketidakseimbangan ventilation atau jaw thrust bila
ventilasi dan perfusi  Vital Sign Status perlu
Kriteria Hasil :  Posisikan pasien untuk
Definisi: kelebihan atau  Mendemonstrasi kan memaksimalkan
defisit pada oksigenasi peningkatan ventilasi ventilasi - Lakukan
dan/atau eliminasi dan oksigenasi yang fisioterapi dada jika
karbon dioksida pada adekuat perlu - Keluarkan secret
membran  Memelihara dengan batuk atau
alveolarkapiler. kebersihan paru paru suction
dan bebas dari tanda  Auskultasi suara nafas,
tanda distress catat adanya suara
pernafasan tambahan
 Mendemonstras ikan  Atur intake untuk cairan
batuk efektif dan suara mengoptimalkan
nafas yang bersih, tidak keseimbangan
ada sianosis dan  Monitor respirasi dan
dyspneu (mampu status O2.
mengeluarkan sputum, Respiratory Monitoring
mampu bernafas  Monitoring
dengan mudah, tidak ratarata,kedalaman,
ada pursed lips) irama dan usaha
Tanda tanda vital dalam respirasi
rentang normal.  Catat gerakan dada,
amati kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostals
 Monitor suara nafas
seperti dengkur
 Auskultasi suara nafas,
catat area
penurunan/tidak adanya
ventilasi dan suara
tambahan
 Auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya.
4. Gangguan perfusi  Energy conservation activity therapy
jaringan berhubungan  Activity tolerance  Kolaborasikan dengan
dengan suplai oksigen  Self care : ADLs tenaga medis dalam
dalam jaringan. Kriteria hasil : merencanakan
 Berpartisipasi dalam program terapi yang
Definisi : aktivitas fisik tanpa tepat
Ketidakcukupan energi disertai peningkatan  Bantu klien untuk
psikologis atau tekanan darah, nadi dan mengidentifikasi
fisiologis untuk RR aktivitas yang mampu
melanjutkan atau  Mampu melakukan dilakukan - Bantu
menyelesaikan aktifitas aktivitas seharihari untuk memilih
kehidupan sehari-hari (ADLs) secara mandiri aktivitas konsisten
yang harus atau yang  Tanda-tanda vital yang sesuai dengan
ingin dilakukan. normal kemampuan fisik,
 Energy psikomotor psikologi dan sosial
 Level kelemahan  Bantu untuk
 Manpu berpindah : mendapatkan alat
denangan atau tanpa bantuan aktivitas
bantuan alat seperti kusi roda, krek
 Status kardiopulmonari  Bantu untuk membuat
activityadekuat jadwal latihan diwaktu
Sirkulasi status baik luang
 Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas.
5. Nyeri dada  Pain level Pain management
berhubungan dengan  Pain control  Lakukan pengkajian
infark paru-paru .  Comfort level nyeri secara
Kriteria hasil : komprehensif termasuk
Definisi: pengalaman  Mampu mengontrol lokasi, karakteristik,
sensori dan emosional nyeri (tahu penyebab durasi, frekuensi,
yang tidak nyeri, mampu kualitas dan faktor
menyenangkan yang mengguanakan tehnik presipitasi
muncul akibat nonfarmakologi untuk  Observasi reaksi
kerusakan jaringan mengurangi nyeri, nonverbal dari
yang aktual atau mencari bantuan) ketidaknyamanan
potensial atau  Melaporkan bahwa  Gunakan tehnik
digambarkan dalam hal nyeri berkurang dengan komunikasi teraupetik
kerusakan sedimikian menggunakan untuk mengetahui
rupa manajemen nyeri pengalaman nyeri
 Mampu mengenali pasien
nyeri (skala, intensitas,  Kaji kultur yang
frekuensi dan Paintanda mempengaruhi respon
nyeri) nyeri
 Menyatakan rasa  Evaluasi pengalaman
nyaman setelah nyeri nyeri masa lampau
berkurang  Evaluasi bersama
pasien dan tim
kesehatan lain tentang
ketidakefektifan
kontrol nyeri masa
lampau
Analgesic administration
 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
 Cek intruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
 Cek riwayat alergi -
Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu
 Tentukan pilihan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya nyeri
 Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal Pilih
rute pemberian secara
IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur.
G. Implementasi dan Evaluasi

tanggal No. Implementasi Evaluasi Paraf


Dx  Mempastikan kebutuhan S : -Keluarga
oral/suction
mengatakan
1.  Mengauskultasi suara
napas sebelum dan suara napas
sesudah suction
pasien sudah
 Memberikan oksigen
menggunakan nasal tidak gorok lagi
kanul
dan sesak
 Memonitor status napas
dan oksigen sudah
 Membuka jalan napas
berkurang
gunakan tekhnik chin lift
 Momposisikan pasien
untuk memaksimalkan O : -Bersihan
ventilasikeluarkan secret
jalan napas
dengan cara suction
 Memonitor respirasi dan pasien tampak
status oksigen
bersih A :
Masalah
teratasi
sebagian P :
Lanjutkan
intervens
DX  Membuka jalan nafas, S : - keluarga
gunakan teknik chin lift mengatakan
2. atau jaw thrust bila perlu pasien masih
 Memposisikan pasien sesak
untuk memaksimalkan
ventilasi - Keluarga
 Melakukan fisioterapi pasien
dada jika perlu mengatakan
 Mengauskultasi suara gerakan
nafas, catat adanya suara dinding dada
tambahan masih tidak
 Mengatur intake untuk setabil
cairan mengoptimalkan
keseimbangan O : - klien tampak
 Memonitor respirasi dan sesak
status O2.
 Monitoring - RR : 30x/m
ratarata,kedalaman, A : masalh
irama dan usaha belum teratasi
respirasi P : lanjutkan
 Mencatat gerakan dada, intervensi
amati kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostals
 Memonitor suara nafas
seperti dengkur
 Mengauskultasi suara
nafas, catat area
penurunan/tidak adanya
ventilasi dan suara
tambahan
 Mengauskultasi suara
paru setelah tindakan
untuk mengetahui
hasilnya.

3.  Membuka jalan nafas, S : - Klien


gunakan teknik chin lift mengatakan
atau jaw thrust bila perlu sudah tidak
 Memposisikan pasien sakit kepala
untuk memaksimalkan lagi pada saat
ventilasi bangun tidur
 Melakukan fisioterapi dan tidak
dada jika perlu kesulitan lagi
 Mengeluarkan secret bernapas
dengan batuk atau
suction O : Tampak klien
 Mengauskultasi suara tidur dengan
nafas, catat adanya suara nyenyak dan
tambahan tidak
 Mengatur intake untuk mengalami
cairan mengoptimalkan pusing dan
keseimbangan kesulitan
 Memonitor respirasi dan bernapas
status O2.
 Monitoring A : Masalah
ratarata,kedalaman, teratasi
irama dan usaha sebagian
respirasi
 Mencatat gerakan dada, P : Lanjutkan
amati kesimetrisan, intervensi
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostals
 Memonitor suara nafas
seperti dengkur
 Mengauskultasi suara
nafas, catat area
penurunan/tidak adanya
ventilasi dan suara
tambahan
 Mengauskultasi suara
paru setelah tindakan
untuk mengetahui
hasilnya

4.  Mengkolaborasikan S : - Klien tidak


dengan tenaga medis mengeluhkan
dalam merencanakan pusing dan
program terapi yang sakit kepala -
tepat Klien
 Membantu klien untuk mengatakan
mengidentifikasi sudah merasa
aktivitas yang mampu tenang
dilakukan
 Membantu untuk O : - Tingkat
memilih aktivitas kesadaran
konsisten yang sesuai pasien
dengan kemampuan komposmetis
fisik, psikologi dan (GCS 12)
sosial
 Membantu untuk A : Masalah
mendapatkan alat teratasi
bantuan aktivitas seperti
kusi roda, krek P : Intervensi
 Membantu untuk selesai
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
 Membantu
pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas.
5.  Melakukan pengkajian S : - keluarga
nyeri secara mengatakan
komprehensif termasuk pasien sudah
lokasi, karakteristik, bisa
durasi, frekuensi, menenangkan
kualitas dan faktor nyeri yang
presipitasi dialaminya
 Mengobservasi reaksi Pasien
nonverbal dari mengatakan
ketidaknyamanan nyeri
 Menggunakan tehnik berkurang
komunikasi teraupetik setiap selesai
untuk mengetahui diberikan
pengalaman nyeri pasien obat
 Mengkaji kultur yang
mempengaruhi respon O : - Luka pasien
nyeri tampak bersih
 Mengevaluasi
pengalaman nyeri masa - Bengkak pada
lampau pasien sudah
 Mengevaluasi bersama mengecil
pasien dan tim kesehatan
lain tentang A : Masalah
ketidakefektifan kontrol teratasi
nyeri masa lampau sebagian
 Menentukan lokasi,
karakteristik, kualitas P : lanjutkan
dan derajat nyeri intervensi
sebelum pemberian obat
 Mengecek intruksi
dokter tentang jenis
obat, dosis, dan
frekuensi
 Mengecek riwayat alergi
 Memilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari analgesik
ketika pemberian lebih
dari satu
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax
yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari
cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan
dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut. Trauma tumpul merupakan
luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda
tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan kerusakannya karena gejala-gejala
umum dan rancu (Sudoyo, 2010).
Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3
kehidupan diseluruh kota besar didunia dan diperkiraan 16.000 kasus
kematian akibat trauma per tahun yang disebabkan oleh trauma toraks di
amerika. Sedangkan insiden penderita trauma toraks di amerika serikat
diperkirakan 12 penderita per seribu populasi per hari dan kematian yang
disebabkan oleh trauma toraks sebesar 20-25%. Dan hanya 10-15%
penderita trauma tumpul toraks yang memerlukan tindakan operasi, jadi
sebagian besar hanya memerlukan tindakan sederhana untuk menolong
korban dari ancaman kematian (Sudoyo, 2010).
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh
benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-
paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun
tumpul yang dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan (Rendy,
2012).

B. Saran

Penulis mengetahui bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna


sehingga penulis mengharapkan saran atau kritik yang membangun dari
pembaca sehingga makalah ini bisa mendekati kata sempurna. Opini dari
para pembaca sangat berarti bagi kami guna evaluasi untuk
menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Aru W, Sudoyo. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta:
Interna Publishing
Hudak dan Gallo. (2011). Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistik. Edisi
- VIII Jakarta: EGC
Nugroho, T. Putri, B.T, & Kirana, D.P. (2015). Teori asuhan keperawatana gawat
darurat. Padang : Medical book
Nurarif, A.H, dan Kusuma, H. (2015). APLIKASI Asuhan keperawatan
berdasarkan diagnosa medis & NANDA NIC-NOC , jilid 1. jogjakarta :
penerbit buka Mediaction.
Patriani. (2012). Asuhan Keperawatan pada pasien trauma dada. http://asuhan-
keperawatan-patriani.pdf.com/2008/07/askep-trauma-dada.html. Diakses
pada tanggal 02 Januari 2019
Rendy , M.C, & Th, M. (2012). Asuhan keperawatan medikal bedah penyakit dalam
. yogjakarta : Nuha medika

Das könnte Ihnen auch gefallen