Sie sind auf Seite 1von 14

ANALISIS LAJU KOROSI LOGAM ALUMUNIUM PADUAN 2024- T42

AKIBAT AIR LAUT PADA PESAWAT AMFIBI CESSNA CARAVAN

PROPOSAL TUGAS AKHIR


Diajukan untuk menempuh Tugas Akhir

Program Studi Teknik Mesin Program Strata Satu

Disusun Oleh:

Indriati Nurrohmah Ghozali

2112162064

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
2017
LEMBAR PERSETUJUAN CALON PEMBIMBING
TUGAS AKHIR

Nama Mahasiswa : Indriati Nurrohmah Ghozali

NIM : 2112162064

Judul Tugas Akhir : Analisis Laju Korosi Logam Alumunium Paduan

2024- T42 Akibat Air Laut Pada Pesawat Amfibi

Cessna Caravan

Kelompok Keahlian : Produksi dan Material

Pembimbing I Pembimbing II

TotoTriantoro, ST., Martijanti,ST., MT.


NIP. 0429036501 NIP. 0415037201
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Analisis
Laju Korosi Logam Alumunium Paduan 2024- T42 Akibat Air Laut pada Pesawat
Amfibi Cessna Caravan” dengan baik.

Penulisan laporan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk
memenuhi kelulusan di Jurusan Teknik Mesin Universitas Jendral Achmad Yani.
Laporan ini membahas mengenai analisis laju korosi, khususnya pada material
Alumunium Paduan 2024-T42 pada bagian rangka elevator pesawat Cessna
Caravan.

Penulis sadar bahwa dalam penulisan laporan Tugas Akhir ini masih memiliki
banyak kesalahan dan kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu, penulis menerima
kritik dan saran guna sebagai perbaikan kedepannya. Penulis juga berharap tulisan
laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi setiap pembacanya juga kepada
penulis sendiri.

Bandung, 19 Februari 2018

Indriati Nurrohmah Ghozali


DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN CALON PEMBIMBING TUGAS AKHIR .............. 2


KATA PENGANTAR ............................................................................................ 3
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 4
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 5
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 5
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 6
1.3 Tujuan....................................................................................................... 6
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................. 7
2.1 Pengertian Las .......................................................................................... 7
2.2 Las SMAW (Shielded Metal Arc Welding) Multilayer ........................... 7
2.3 Besar Arus Listrik ................................... Error! Bookmark not defined.
2.4 Sifat Mekanik .......................................... Error! Bookmark not defined.
BAB III METODOLOGI ...................................................................................... 13
3.1 Studi Literatur ........................................................................................ 13
3.2 Tahap Persiapan ..................................................................................... 14
3.3 Proses Pengelasan dan Pengujian ........................................................... 14
3.4 Analisis Data .......................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan dunia transportasi semakin majudan tidak dapat dipisahkan


dari berbagai masalah dalam perkembangannya. Perkembangan dunia transportasi
ini menghasilkan berbagai jenis transportasi yang dapat digunakan untuk
menghubungkan tempat satu sama lainnya. Salah satu dari perkembangan
transportasi ini adalah jenis pesawat amfibi. Pesawat amfibi ini dapat terbang dari
darat maupun dari air. Hal ini menyebabkan beberapa masalah pada strukturnya,
salah satu masalahnya adalah korosi. Korosi dapat menyebabkan masalah serius
pada material logam.Penyebab korosi pun dapat bermacam-macam seperti karena.

Korosi merupakan proses degradasi yang menyebabkan kerusakan serius


pada logam. Korosi dapat terjadi akibat reaksi kimiawi antara zat zat disekitar
dengan logam tersebut.Faktor penyebab korosi dapat bermacam-macam seperti
keadaan lingkungan yang mengandung asam yang tinggi, udara, embun dan air
(tawar dan garam), adanya larutan elektrolit, permukaan logam tidak rata,
kurangnya pemakaian proteksi korosi dll
Pertimbangan dalam pemilihan material pada dunia industri sangatlah
penting, mengingat korosi dapat terjadi kapan saja.Pada umumnya korosi dapat
terjadi dengan cepat pada daerah yang memiliki tingkat kelembaban tinggi, seperti
di sekitar laut.Maka dari itu, material yang digunakan pada daerah tersebut haruslah
memiliki karakteristik tahan korosi dalam waktu panjang.Selain tahan terhadap
korosi material yang dipilih harus handal.
Seringkali korosi tidak dapat dideteksi kapan akan terjadi. Sehingga dirasa
perlu untuk dilakukan analisa mengenai laju korosi pada suatu material. Hal ini,
bertujuan untuk mengetahui tindakan preventif apa yang harus dilakukan untuk
memperlambat terjadinya korosi.
Dalam bahasa sehari-hari korosi dikenal dengan perkaratan.Karat adalah
sebutan bagi korosi pada besi, padahal korosi merupakan gejala destruktif yang
mempengaruhi hampir semua logam.Besi adalah salah satu dari banyak jenis logam
yang mengalami korosi. Karena itu tidak mengherankan bila istilah korosi dan karat
hampir dianggap sama. Korosi dikenal merugikan karena bersifat merusak logam
dan membahayakan.Oleh karena itu,dengan pentingnya mempelajari pencegahan
korosi. (Budi, Herdiansyah, & Saputra, 2014)

1.2 Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan maka didapatkan batasan


masalah yang akan menjadi acuan dalam pembahasan untuk dapat menghasilkan
interval maintenance yang diperlukan sebelum terjadi kerusakan. Batasan Masalah
yang dibahas dalam Tugas Akhir ini adalah :

1. Pesawat yang digunakan adalah jenis amfibi Cessna Caravan 208 yang beroprasi
di daerah pantai.
2. Penelitian dilakukan di laboratorium yang dibuat semirip mungkin keadaannya
seperti daerah pantai.
3. Model yang digunakan adalah part number 2634013-8 yaitu Spar Assy-FWD
RH.
4. Penelitian yang dilakukan hanya mengenai laju korosi yang terjadi pada part
tersebut.

1.3 Tujuan

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui interval maintenance yang


diperlukan sebelum material mengalami kerusakan dan memerlukan penggantian
part. Setelah mengetahui interval maintenance yang diperlukan diharapkan dapat
memperlambat laju korosi
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Korosi

Korosi merupakan kerusakan material yang disebabkan oleh pengaruh


lingkungannya. Proses korosi yang terjadi disamping oleh reaksikimia juga
diakibatkan oleh proses elektrokimia. Lingkungan yang berpengaruhdapat berupa
lingkungan asam, embun, air tawar, air laut, air danau, air sungai,dan air tanah
(chamberlain,1991)
Korosi merupakan proses elektrokimia yang terjadi pada logam dantidak
dapat dihindari karena merupakan suatu proses alamiah. Berbagai faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya korosi, yaitu: sifat logam, yang meliputi perbedaan
potensial, ketidakmurnian, unsur paduan, perlakuan panas yangdialami, dan
tegangan, serta faktor lingkungan yang meliputi udara,
temperatur,mikroorganisme.Korosi adalah suatu peristiwa di mana reaksi terjadi di
antara logamdengan lingkungannya. Reaksi tersebut dengan mudah terjadi karena
tingkat keadaan yang sedemikian rupa ingin merubah keadaan dirinya ke bentuk
lain.Hasil yang di peroleh dari reaksi adalah bentuk dan keadaan logam tersebut
cocok dengan lingkungan tersebut. (Wibowo, 2012)

2.2 Macam Korosi


Menurut Nestor Perez (2004) korosi dibagi menjadi beberapa klasifikasi. Pembahasan
mengenai klasifikasi korosi akan di bahas pada sub-bab selanjutnya.

2.2.1 General Corrosion


This is the case when the exposed metal/alloy surface area is entirely corroded in an
environment such as a liquid electrolyte (chemical solution, liquid metal), gaseous
electrolyte (air, CO2, SO2, etc.), or a hybrid electrolyte (solid and water, biological
organisms, etc.). Some types of general corrosion and their description are given below
[8].

Atmospheric Corrosion on steel tanks, steel containers, Zn parts, Al plates, etc..

Galvanic Corrosion between dissimilar metal/alloys or microstructural phases


(pearlitic steels, α-β copper alloys, α-β lead alloys).

High-Temperature Corrosion on carburized steels that forms a porous scale of several


iron oxide phases.
Liquid-Metal Corrosion on stainless steel exposed to a sodium chloride (NaCl)
environment.

Molten-Salt Corrosion on stainless steels due to molten fluorides (LiF, BeF2, etc)

Biological Corrosion on steel, Cu– alloys, Zn– alloys in seawater.

Stray-Current Corrosion on a pipeline near a railroad.

2.2.2 Localized Corrosion


This term implies that specific parts of an exposed surface area corrodes in a suitable
electrolyte. This form of corrosion is more difficult to control than general corrosion.
Localized corrosion can be classified as [9]
Crevice Corrosion which is associated with a stagnant electrolyte such as dirt, corrosion
product, sand, etc. It occurs on a metal/alloy surface holes, underneath a gasket, lap joints
under bolts, under rivet heads.
Filiform Corrosion is basically a special type of crevice corrosion, which occurs under a
protective film. It is common on food and beverage cans being exposed to the
atmosphere.
Pitting Corrosion is an extremely localized corrosion mechanism that causes destructive
pits.
Oral Corrosion occurs on dental alloys exposed to saliva.
Biological Corrosion due to fouling organisms non-uniformly adhered on steel in marine
environments.
Selective Leaching Corrosion is a metal removal process from the base alloy matrix,
such as dezincification (Zn is removed) in Cu-Zn alloys and graphitization (Fe is
removed) in cast irons.

2.2.3 gdfh
2.2.4 hrfjjrt
2.2.5 htdf

2.3 Penyebab Terjadinya Korosi

Besarnya arus pengelasan yang diperlukan tergantung pada


diameterelektroda, tebal bahan yang dilas, jenis elektroda yang digunakan,
geometrisambungan, diameter inti elektroda, posisi pengelasan.Daerah las
mempunyaikapasitas panas tinggi maka diperlukan arus yang tinggi.
Arus las merupakan parameter las yang langsung
mempengaruhipenembusan dan kecepatan pencairan logam induk.Makin tinggi
arus lasmakin besar penembusan dan kecepatan pencairannya.Besar arus
padapengelasan mempengaruhi hasil las bila arus terlalu rendah maka
perpindahancairan dari ujung elektroda yang digunakan sangat sulit dan busur
listrik yangterjadi tidak stabil.Panas yang terjadi tidak cukup untuk melelehkan
logamdasar, sehingga menghasilkan bentuk rigi-rigi las yang kecil dan tidak
rataserta penembusan kurang dalam. Jika arus terlalu besar, maka
akanmenghasilkan manik melebar, butiran percikan kecil, penetrasi dalam
sertapeguatan matrik las tinggi.

2.4 Laju Korosi

Laju korosi adalah kecepatan rambatan atau kecepatan penurunan kualitas bahan
terhadap waktu. Menghitung laju korosi pada umumnya menggunakan 2 cara
yaitu:

1. Metode kehilangan berat


2. Metode Elektrokimia

2.4.1 Metode Kehilangan Berat


Metode kehilangan berat adalah perhitungan laju korosi dengan mengukur kekurangan
berat akibat korosi yang terjadi. Metode ini menggunakan jangka waktu penelitian
hingga mendapatkan jumlah kehilangan akibat korosi yang terjadi. Untuk mendapatkan
jumlah kehilangan berat akibat korosi digunakan rumus sebagai berikut:
Metode ini adalah mengukur kembali berat awal dari benda uji (objek yang ingin
diketahui laju korosi yang terjadi padanya), kekurangan berat dari pada berat awal
merupakan nilai kehilangan berat. Kekurangan berat dikembalikan kedalam rumus
untuk mendapatkan laju kehilangan beratnya.

Metode ini bila dijalankan dengan waktu yang lama dan suistinable dapat dijadikan
acuan terhadap kondisi tempat objek diletakkan (dapat diketahui seberapa korosif
daerah tersebut) juga dapat dijadikan referensi untuk treatment yang harus diterapkan
pada daerah dan kondisi tempat objek tersebut.

2.4.2 Metode Elektro Kimia


Metode elektrokimia adalah metode mengukur laju korosi dengan mengukur beda
potensial objek hingga didapat laju korosi yang terjadi, metode ini mengukur laju
korosi pada saat diukur saja dimana memperkirakan laju tersebut dengan waktu
yang panjang (memperkirakan walaupun hasil yang terjadi antara satu waktu
dengan eaktu lainnya berbeda). Kelemahan metode ini adalah tidak dapat
menggambarkan secara pasti laju korosi yang terjadi secara akurat karena hanya
dapat mengukur laju korosi hanya pada waktu tertentu saja, hingga secara umur
pemakaian maupun kondisi untuk dapat ditreatmen tidak dapat diketahui.
Kelebihan metode ini adalah kita langsung dapat mengetahui laju korosi pada saat
di ukur, hingga waktu pengukuran tidak memakan waktu yang lama.

Metode elektrokimia ini meggunakan rumus yang didasari pada Hukum Faraday
yaitu menggunakan rumus sebagai berikut :

Metode ini menggunakan pembanding dengan meletakkan salah satu material dengan
sifat korosif yang sangat baik dengan bahan yang akan diuji hingga beda potensial yang
terjadi dapat diperhatikan dengan adanya pembanding tersebut. Berikut merupakan
gambar metode yang dilakukan untuk mendapatkan hasil pada penelitian laju korosi
dengan metode elektrokimia yang diuraikan diatas.

(Furqan, 2013)
2.5 Alumunium Paduan 2024- T42

2024 aluminium alloy is an aluminium alloy, with copper as the primary alloying
element. It is used in applications requiring high strength to weight ratio, as well
as good fatigue resistance. It is weldable only through friction welding, and has
average machinability. Due to poor corrosion resistance, it is often clad with
aluminium or Al-1Zn for protection, although this may reduce the fatigue
strength.[1][2] In older systems of terminology, this alloy was named 24ST.Al

2024 is commonly extruded, and also available in alclad sheet and plate forms. It
is not commonly forged (the related 2014 aluminium alloy is, though).[3]

(Wikipedia, n.d.)

Tabel 0-1 Alumunium Properties

Property Value
Atomic Number 13
Atomic Weight (g/mol) 26.98
Valency 3
Crystal Structure FCC
Melting Point (°C) 660.2
Boiling Point (°C) 2480
Mean Specific Heat (0-100°C) (cal/g.°C) 0.219
Thermal Conductivity (0-100°C) (cal/cms. °C) 0.57
Co-Efficient of Linear Expansion (0-100°C) (x10-6/°C) 23.5
Electrical Resistivity at 20°C (Ω.cm) 2.69
Density (g/cm3) 2.6898
Modulus of Elasticity (GPa) 68.3
Poissons Ratio 0.34

2.6 Mechanical Properties of Aluminium

Aluminium can be severely deformed without failure. This allows aluminium to


be formed by rolling, extruding, drawing, machining and other mechanical
processes. It can also be cast to a high tolerance.

Alloying, cold working and heat-treating can all be utilised to tailor the properties
of aluminium.

The tensile strength of pure aluminium is around 90 MPa but this can be increased
to over 690 MPa for some heat-treatable alloys.
2.7 Heat Treatment of Aluminium

A range of heat treatments can be applied to aluminium alloys:

 Homogenisation – the removal of segregation by heating after casting.


 Annealing – used after cold working to soften work-hardening alloys (1XXX,
3XXX and 5XXX).
 Precipitation or age hardening (alloys 2XXX, 6XXX and 7XXX).
 Solution heat treatment before ageing of precipitation hardening alloys.
 Stoving for the curing of coatings
 After heat treatment a suffix is added to the designation numbers.
 The suffix F means “as fabricated”.
 O means “annealed wrought products”.
 T means that it has been “heat treated”.
 W means the material has been solution heat treated.
 H refers to non heat treatable alloys that are “cold worked” or “strain
hardened”.

The non-heat treatable alloys are those in the 3XXX, 4XXX and 5XXX groups.

Table 5. Heat treatment designations for aluminium and aluminium alloys.

Term Description

T1 Cooled from an elevated temperature shaping process and naturally aged.

Cooled from an elevated temperature shaping process cold worked and naturally
T2
aged.

T3 Solution heat-treated cold worked and naturally aged to a substantially.

T4 Solution heat-treated and naturally aged to a substantially stable condition.

T5 Cooled from an elevated temperature shaping process and then artificially aged.

T6 Solution heat-treated and then artificially aged.

T7 Solution heat-treated and overaged/stabilised.

(AZO Materials, 2005)

Chemical Properties % Value


Aluminum (Al) >=99.3
Copper (Cu) <=0.10
Magnesium (Mg) <=0.050
Manganese (Mn) <=0.050
Silicon (Si) + Iron (Fe) <=0.70
Titanium (Ti) <=0.030
Vanadium (V) <=0.050
Zinc (Zn) <=0.10

Soft, durable, lightweight metal


• About 1/3 the density and stiffness of steel
• Vital for aerospace, and useful in other areas
of transportation to help reduce fuel
consumption.
• Good thermal and electrical conductor
• Remarkable for its ability to resist corrosion
• Corrosion resistance is reduced by

• Aqueous salts
• Combinations with other metals

3 BAB III
METODOLOGI

4.1 Studi Literatur

Pada tahap ini dilakukan pembelajaran teori-teori yang berkaitan dengan


pengelasan SMAW (Shielded Metal Arc Welding) Multilayer, pengaruh arus
terhadap pengelasan, specimen dan sifat mekanik menggunakan buku-buku
referensi dan juga beberapa sumber dari internet.
4.2 Tahap Persiapan

Tahap persiapan semua alat dan spesimen yang akan diteliti, baik itu alat – alat yang
akan digunakan dan juga material yang akan dijadikan spesimen.

4.3 Proses Pengelasan dan Pengujian

Pada Tahap ini dilakukan pengerjaan yaitu proses pengelasan yang sebelumnya
telah direncanakan dan dilakukan pengujian sifat mekanik setelahnya.

4.4 Analisis Data

Pada tahap ini adalah menganalisa hasil data yang diperoleh pada pengujian sifat
mekanik yang telah diperoleh sebelunya, sehingga dapat diketahui hasil akhir yang
ingin didapat.

Das könnte Ihnen auch gefallen