Sie sind auf Seite 1von 15

MAKALAH KE-NU-AN IMPLEMANTASI SIKAP TA’ADDUL (ADIL) PADA

BIDANG PROFESI APOTEKER

Dosen Pengampu:

Nur Cholid, M.Ag., M.Pd.

Disusun Oleh Kelompok 8:


1. Budiaty Dwi Wulandari 18405021083
2. Himatul Azizah 18405021095
3. Mutiatul Millah 18405021108
4. Anis Fauzia 18405021120
5. Cindy Priscilla D.P 18405021132
6. Laily Fathiyyati 18405021144
7. Anisa Shofwil Milla 18405021156
8. Farhana

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI


UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG
2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang. Puji syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala

rahmat dan karuniaNya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam

senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga

dan para sahabatnya. Dalam makalah ini kami akan membahas “Implementasi Sikap

Ta’addul (Adil) dalam Bidang Profesi Apoteker”. Pmbuatan makalah ini tidak lepas

dari bantuan, bimbingan, dan dukungan dari banyak pihak, maka dalam kesempatan ini

penulis mengucapkan terimakasih kepada bapak Dr. H. Nur Cholid, M.Ag., M.Pd.

selaku dosen pengampu mata kuliah pendidikan aswaja dan teman-teman yang telah

bertanggung jawab dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari

sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya

membangun guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini

dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Semarang, September 2018

Penulis
DAFTAR ISI

COVER .............................................................................................................................. I

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... II

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... III

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 2

C. Tujuan ..................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3

A. Pengertian Aswaja ................................................................................................... 3

B. Sikap Ta’addul (Adil) ............................................................................................. 3

C. Implementasi Sikap Ta’addul (Adil) dalam Bidang Profesi Apoteker ...................

BAB III PENUTUP ...........................................................................................................

A. Kesimpulan .............................................................................................................

B. Saran ........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aswaja (Ahl al-Sunnah Wa al-Jama‟ah) sebagai salah satu paradigma

keagamaan yang telah lama dikembangkan dan dianut oleh masyarakat Nahdlatul

Ulama (NU), khususnya harus menjadi perhatian serius untuk terus diaktualisasikan.

Sebab, nilai-nilai Aswaja dapat dijadikan sebagai counter untuk membendung arus

radikalisme. Melalui ideologisasi nilai-nilai Aswaja yang kemudian disosialisasikan

secara massif, salah satunya melalui jalur pendidikan diharapkan dapat memberikan

pemahaman masyarakat terhadap signifikansi ajaran Islam yang moderat (Masyudi

Muchtar dkk, 2007 dalam Ibniyanto, 2017).

Terlepas dari itu Nahdlatul Ulama menumbuhkan sikap kemasyarakatan atas

dasar-dasar pendirian keagamaan salah satunya adalah sikap Ta’addul (adil) merupakan

sikap menegakan keadilan dan bersikap proporsional dalam menjalani kehidupan

sehingga memiliki komitmen dan konsistensi dalam memegang prinsip kebenaran dan

kebaikan diberbagai bidang kehidupan (Cholid, 2017). Sikap keagamaan inilah sebagai

perwujudan dari pengalaman dan penghayatan seseorang terhadap agama, dan agama

menyangkut persoalan batin seseorang, karenanya persoalan sikap keagamaan pun tak

dapat dipisahkan dari kadar ketaatan seseorang terhadap agamanya. Sikap keagamaan

merupakan integrasi secara kompleks antara unsur kognisi (pengetahuan), afeksi

(penghayatan) dan konasi (perilaku) terhadap agama diri seseorang, karenanya ia


berhubungan erat dengan gejala jiwa pada seseorang (Masyudi Muchtar dkk, 2007

dalam Ibniyanto, 2017).

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengkaji bagaimana

implementasi sikap Ta’addul dalam bidang keprofesian. Perkembangan profesi

mengimplikasikan kepada tuntutan-tuntutan norma etik yang melandasi persoalan

profesional. Profesi apoteker merupakan salah satu dari sekian profesi lain karena

profesi ini sangat bersentuhan langsung dengan kesehatan masyarakat yang mengarah

kepada peningkatan kualitas hidup kesehatan masyarakat.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian sikap Ta’addul (adil) ?

2. Apa prinsip dan karakter Ta’addul (adil) ?

3. Bagaimana implementasi sikap Ta’addul (adil) dalam bidang profesi apoteker?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui tentang pengertian sikap Ta’addul (adil).

2. Untuk mengetahui apa saja prinsip dan karakter sikap Ta’addul (adil).

3. Untuk mengetahui implementasi sikap Ta’addul (adil) dalam bidang profesi

apoteker.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Aswaja

Pengertian Aswaja (Ahl al-Sunnah Wa al-Jama‟ah) secara bahasa berasal dari

kata Ahlun yang artinya keluarga, golongan atau pengikut. Al-Sunnah berarti orang-

orang yang mengikuti sunnah (perkataan, pemikiran atau amal perbuatan Nabi

Muhammad SAW) sedangkan al-Jama‟ah adalah sekumpulan orang yang memiliki

tujuan. Jika dikaitkan dengan madzhab, Aswaja mempunyai arti sekumpulan orang

yang berpegang teguh pada salah satu imam madzhab dengan tujuan mendapatkan

keselamatan dunia dan akhirat (Siradj. 2008 dalam Ibniyanto. 2016).

Lain dengan para ulama NU di Indonesia yang menganggap Aswaja sebagai

upaya pembakuan atau menginstitusikan prinsip-prinsip tawasuth (moderat), tasamuh

(toleran) dan tawazun (seimbang) serta ta’adul (keadilan), yaitu Said Aqil Sirodj yang

mereformulasikan Aswaja sebagai metode berfikir (manhaj al-fikr) keagamaan yang

mencakup semua aspek kehidupan yang berdasarkan pada proses modernisasi, menjaga

keseimbangan dan toleransi. Konsep yang ditawarkan ini bertujuan untuk memberikan

warna baru terhadap pemahaman Aswaja yang selama ini dianggap “final”.

Munculnya pendidikan Aswaja, tentu memiliki tujuan untuk menumbuh

kembangkan aqidah ahlussunnah wal jama’ah melalui pemberian, pemupukan, dan

pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman

peserta didik tentang Aswaja sehingga menjadi muslim yang terus berkembang
keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT berdasarkan faham Ahlussnnah wal

jama’ah. Mewujudkan umat Islam yang taat beragama dan berakhlak mulia, yaitu umat

yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, etis, jujur dan adil.

B. Sikap Ta’addul (Adil)

Sikap Ta’addul atau Al-I’tidal yang berarti tegak lurus, tidak condong ke kanan

dan tidakcondong ke kiri, diambil dari kata al’adlu keadilan atau I’diluu = bersikap

adillah. Jadi, Al-I’tidal adalah perilaku yang tidak condong ke kanan atau ke kiri serta

dapat berlaku adil, dan tidak berpihak kecuali pada yang benar dan yang harus dibela.

Ta’addul dapat diartikan sikap emnegakkan keadilan dan bersikap proporsionaldalam

menjalani kehidupan sehingga memiliki komitmmen dan konsistensi dalam memegang

prinsip kebenaran di berbagai kehidupan .

Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman:

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalia

menjadi rang-orang yang tegak membela (kebenaran) karena Allah menjadi saksi

(pengukur kebenaran) yang adil. Dan janganlah kebencian kamu pada suatu kaum

menjadikan kamu berlaku tidak adil. Berbuat adillah karena keadilan itu lebih
mendekatkan pada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah

Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS al-Maidah: 8).

C. Implementasi Sikap Ta’addul (Adil) dalam Bidang Profesi Apoteker

Dalam hidup ini untuk mencapai sesuatu dengan sukses dalam segala hal

dan bidang apapun sebenarnya, selain kerja keras, usaha, dan talenta, ada satu lagi yang

paling penting demi sebuah profesionalisme atau keberhasilan yaitu keadilan. Sikap

Ta’addul atau Adil adalah dimana semua orang mendapat hak menurut kewajibannya.

Sebagian besar orang mendefenisikan kata adil adalah suatu sikap yang tidak memihak

atau sama rata, tidak ada yang lebih dan tidak ada yang kurang, tidak ada pilih kasih

dan masih banyak lagi persepsi yang lainnya. Sedangkan sikap prefesional adalah

seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan

terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang menurut keahlian. Jadi bisa di simpulkan

bahwa sikap prefesional lebih condong ke dalam dunia kerja sedangkan siikap adil

lebih condong dalam kehidupan sehari hari dan dalam mengambil sebuah keptusan.

Sebagaimana Allah SWT berfirman :


Artinya : Wahai orang-orang yang berfirman! Jadilah kamu penegeak

kedilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap

ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupin miskin, maka

Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa

nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikan (kata-

kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Maha Mengetahui terhadap

segala apa yang kamu kerjakan. (QS An-Nisa: 135).

Profesional berarti anda menempatkan diri sebagai seorang yang mengerti dan

paham akan tugas dan tanggung jawab pekerjaan, hubungan dan relasi kerja dengan tim

lain, serta fokus dan konsisten dengan target serta tujuan organisasi. Perilaku yang

cenderung individu semakin dieliminir karena tidak hanya merugikan pribadi sendiri

namun dapat pula menjatuhkan performa tim.

Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk merealisasikan

perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk menjadi orientasi

pasien. Untuk itu kompetensi Apoteker perlu ditingkatkan secara terus menerus agar

perubahan paradigma tersebut dapat diimplementasikan. Apoteker harus dapat

memenuhi hak pasien agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan termasuk

tuntutan hukum. Perkembangan di atas dapat menjadi peluang sekaligus merupakan

tantangan bagi Apoteker untuk maju meningkatkan kompetensinya sehingga dapat

memberikan Pelayanan Kefarmasian secara komprehensif dan simultan baik yang

bersifat manajerial maupun farmasi klinik.


Dengan demikian, dapat dipahami bahwa paham Aswaja yang dikembangkan

melalui pendidikan, lebih dari sekedar madzhab tetapi merupakan manhajul fikr

(metodologi berpikir). Hal ini tercermin dari sikap Aswaja yang mendahulukan Nash,

namun juga memberikan porsi yang longgar terhadap akal, sehingga tidak gampang

menganggap bid’ah berbagai tradisi dan perkara baru yang muncul dalam semua aspek

kehidupan, baik aqidah, mu’amalah, akhlaq, sosial, politik, budaya dan lain-lain.

Karakter Aswaja yang sangat dominan adalah selalu bisa beradaptasi dengan situasi dan

kondisi.

Dalam pelayanan kefarmasian kepada mayarakat, maka profesi apoteker harus

berlaku adil kepada pasien. Tidak boleh ada perlakuan istimewa/khusus terhadaptas

dasar apapun. Pasien mempunyai hak untuk dilayani secara adil. Dalam hal ini profesi

apoteker harus memegang teguh prinssip kedua dari primafacie ini yaitu adil. Dalam

memberikan pelayanan kepada pasien tidak boleh ada diskriminasi atau perlakuan

khusus berbasiskan ras, suku, agama, jabatan dan lainnya. Perlakuan khusus akan

dilakukan jika dalam resep tertulis bahwa resep harus segera dikerjakan atau diserahkan

kepada pasien, dengaan pertimbangan keadaan kesehataan pasien yang mebahayakan

(CITO atau PIM).

Suatu contoh lain kasus dalam bersikap Ta’addul (Adil). Pada suatu rumah sakit

di Instalasi Farmasi seorang Apoteker dihadapi dengan sebuah kendala dimana harus

membuat jadwal sift malam kepada dua orang asisten apoteker. Kendala yang dihadapi

yaitu ada Asisten Apoteker (A) yang baru saja memiliki bayi yang berusia 5 bulan dan

seorang Asisten Apoteker (B) yang belum menikah. Berdasarkan kasus tersebut dalam
1 minggu Asisten Apoteker harus memiliki jadwal shift malam sebanyak 2 kali.

Sehingga seorang Apoteker ini harus membuat jadwal shift malam yang secara adil dan

tidak pilih kasih terhadap ke dua Asisten Apoteker tersebut. Agar tidak terjadi

kesalahpahaman apoteker mengadakan musyawarah kepada seluruh pegawai di Intalasi

Farmasi agar mereka dapat memahamai bahwa hak dan kewajiban harus berjalan secara

adil. Dalam contoh kasus tersebut keadilan memang harus dimiliki dalam diri

seseorang, keadilan adalah dambaan setiap orang, ingin diperlakukan adil sebagaimana

yang lainnya, tidak ada kata pembedaan-bedaan. Jika keadilan ini terwujud semestinya,

maka ketertiban dan kedamaian akan menjadi balasan atas apa yang kita perbuat.

Pelayanan kefarmasian mulai berubah orientasinya dari drug oriented menjadi

patient oriented. Perubahan paradigma ini dikenal dengan nama Pharmaceutical care

atau asuhan pelayanan kefarmasian (Kemenkes RI, 2011). Pharmaceutical care atau

asuhan kefarmasian merupakan pola pelayanan kefarmasian yang berorientasi pada

pasien. Pola pelayanan ini bertujuan mengoptimalkan penggunaan obat secara rasional

yaitu efektif, aman, bermutu dan terjangkau bagi pasien (Depkes RI, 2008). Hal ini

meningkatkan tuntutan terhadap pelayanan farmasi yang lebih baik demi kepentingan

dan kesejahteraan pasien. Asuhan kefarmasian, merupakan komponen dari praktek

kefarmasian yang memerlukan interaksi langsung apoteker dengan pasien untuk

menyelesaikan masalah terapi pasien, terkait dengan obat yang bertujuan untuk

meningkatkan kualitas hidup pasien (Kemenkes RI, 2011).

Akibat dari perubahan paradigma pelayanan kefarmasian, apoteker diharapkan

dapat melakukan peningkatan keterampilan, pengetahuan, serta sikap sehingga


diharapkan dapat lebih berinteraksi langsung terhadap pasien. Adapun pelayanan

kefarmasian tersebut meliputi pelayanan swamedikasi terhadap pasien, melakukan

pelayanan obat, melaksanakan pelayanan resep, maupun pelayanan terhadap perbekalan

farmasi dan kesehatan, serta dilengkapi dengan pelayanan konsultasi, informasi dan

edukasi (KIE) terhadap pasien serta melakukan monitoring terkait terapi pengobatan

pasien sehingga diharapkan tercapainya tujuan pengobatan dan memiliki dokumentasi

yang baik (Depkes RI, 2008). Apoteker harus menyadari serta memahami jika

kemungkinan untuk terjadinya kesalahan pengobatan (Medication Error) dalam proses

pelayanan kefarmasian dapat terjadi sehingga diharapkan apoteker dapat menggunakan

keilmuannya dengan baik agar berupaya dalam melakukan pencegahan dan

meminimalkan masalah tentang obat (Drug Related Problems) dengan membuat

keputusan yang tepat dan profesional agar pengobatan rasional (Depkes RI, 2008).

Salah satu contoh penerapan sikap Ta’adul dalam dunia kefarmasian yaitu ketika

didalam suatu rapat tahunan IAI, terjadi perbedaan pendapat antara apoteker satu

dengan apoteker lainnya, maka sikap seorang apoteker ketua sidang harus adil, tidak

boleh langsung membela salah satu seorang apoteker dengan menjatuhkan yang lain

yang akhirnya akan menguntungkan diri anggota yang dibelanya. Tetapi harus benar-

benar tidak memihak salah satu, bahkan berusaha menjembatani perbedaan pendapat

yang terjadi diantara anggota apoteker.

Contoh lain ketika seorang pasien bertanya kepada apoteker mengenai penyakit

pasien lainnya. Sikap seorang apoteker adalah dengan tidak memberi informasi yang

berkaitan dengan pasien tersebut. Apoteker harus merahasiakan kondisi pasien


meskipun apoteker tersebut mendapat imbalan atas informasi yang diberikan. Hal ini

sesuai dengan Kode Etik Apoteker Indonesia (2009) yaitu seorang apoteker harus

senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi atau sumpah apoteker Indonesia

serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam

melaksanakan kewajibannya.

Sikap dan perilaku seperti contoh diatas harus benar-benar dapat dibiasakan.

Seorang apoteker harus berlatih dan membiasakan diri bersikap netral dalam segala hal,

dan adil dalam menghadapi masalah. Dengan demikian, akan tercipta seorang apoteker

menjadi manusia yang benar-benar mempunyai sikap yang luhur dan dapat dicontoh

bagi orang lain serta akan menempatkan dirinya pada posisi yang terhormat dan

dimuliakan orang lain.


BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Cholid Nur. 2007. Pendidikan Ke-Nu-an Konsepsi Ahlussunnah Waljamaah

Annahdliyah. Semarang: CV Presisi Cipta Media.

Depkes RI. 2008. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di

Apotek. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI.

IAI. 2009. Kode Etik Apoteker Indonesia dan Implementasi Jabaran Kode Etik. Jakarta:

ISFI.

Ibniyanto. 2017. Implementasi Pembelajaran Aswaja dalam Pembentukan Perilaku

Sosial dan Keagamaan Peserta Didik. Tesis.

Kemenkes RI. 2011. Profil Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2010. Direktorat
Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan RI, Kementrian Kesehatan RI.
Permenkes No.72. 2016. Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta:

Depkes RI.

Das könnte Ihnen auch gefallen