Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Fraktur ekstremitas atas cukup sering terjadi, biasanya disebabkan karena jatuh
dengan tangan terentang. Sebagian besar fraktur tersebut ditangani dalam unit rawat
jalan, yang mengharuskan perawat unit kecelakaan dan kedaruratan serta rawat jalan
memiliki pengetahuan tentang komplikasi potensial serta masalah pasien, khususnya
resiko disfungsi neurovaskular perifer dan defisit pengetahuan (Kneale-Davis, 2008).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh,
yang biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan
jenis dan luasnya trauma (lukman dan nurma ningsih, 2009 Meskipun tulang patah
jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan odema jaringan lunak,
perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf, dan
kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang
disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Brunner &Sudarth, 2001).
Berdasarkan penelitian di rumah sakit di Indonesia pada tahun 2007. Pada tahun
2007 jumlah pasien yang mengalami fraktur terutama daerah lengan bawah bagian
distal yaitu laki-laki 11.357 dan wanita 8.319 pasien, sedangkan insidennya pada laki-laki
yaitu 152 per 100.000 pasien laki-laki dan 120 per 100.000 pasien perempuan. Insiden
tertinggi dan faktor resiko yaitu pada usia 10-14 tahun pada pasien laki-laki dan di atas
85 tahun pada wanita. Insiden fraktur diperkirakan pada usia 50 tahun keatas akan
meningkat 81%, dibandingkan dengan 11% untuk usia dibawah 50 tahun. Pada
kelompok usia tua, jumlah laki-laki yang beresiko lebih tinggi 4,7 kali dibandingkan
dengan wanita. Pada kecelakaaan kendaraan bermotor, pengemudi lebih sering
mengalami fraktur radius ulna dibandingkan dengan penumpangnya, terutama tanpa
airbag depan. Prevalensi pada anak anak fraktur radius ulna terjadi karena bermain
skateboard, roller skating, dan mengendarai skooter.
Fraktur radius ulna sering terjadi pada anak laki-laki dengan usia 11 sampai 14
tahun, sedangkan pada anak perempuan sering pada usia 8 sampai 11 tahun. Pada usia
tua biasanya menderita trauma minimal dan mempunyai faktor resiko osteoporosis.
(Lukman, 2009). Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Brunner &Sudarth,
2001). Penatalaksanaan pasien yang mengalami gangguan muskuloskeletal secara
umum dibagi menjadi penatalaksanaan konservatif dan penatalaksanaan pembedahan.
Dilihat dari uraian diatas dan literatur yang ada maka mendorong penulis untuk
melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa fraktur radius.
2. Tujuan Penulisan
Fraktur Radius adalah fraktur yang terjadi pada tulang radius akibat jatuh dan
tangan menyangga dengan siku ekstensi (Brunner & Suddarth, 2002). Fraktur
antebrachii adalah terputusnya kontinuitas tulang radius ulna, pada anak biasanya
tampak angulasi anterior dan kedua ujung tulang yang patah masih berhubungan satu
sama lain. Gambaran klinis fraktur antebrachii pada orang dewasa biasanya tampak
jelas karena fraktur radius ulna sering berupa fraktur yang disertai dislokasi fragmen
tulang (Mansjoer, 2000). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa
(Sjamsuhidajat & Dee Jong, 2004).
Fraktur radius dan ulna dapat terjadi pada 1/3 proksimal, 1/3 tengah, atau 1/3
distal. Fraktur dapat terjadi pada salah satu tulang ulna atau radius saja dengan atau
tanpa dislokasi sendi. Fraktur radius ulna biasanya terjadi pada anak-anak (Muttaqin,
2008). Fraktur os radius dan fraktus os ulna adalah trauma yang terjadi pada bagian
tungkai depan. Kadang kala sering terjadi fraktur yang terbuka, hal ini sering terjadi
karena trauma terjadi pada lapisan jaringan yang tipis dan lembut (Alex, 2008).
2. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya fraktur pada lengan (Oswari, 2005) :
1. Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa
(misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi
fraktur pada pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri
rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini disebut dengan
fraktur patologis.
4. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.
3. Anatomi Dan Fisiologi
1. Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang berasal
dari embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses “Osteogenesis” menjadi
tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut “Osteoblast”. Proses
mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium. Ada 206 tulang dalam
tubuh manusia, Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima kelompok
berdasarkan bentuknya :
a. Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari
epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah
tulang rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng
pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di
lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan
oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang
yang padat. Epifisis dibentuk dari spongi bone (cancellous atau trabecular). Pada
akhir tahun-tahun remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan
tulang berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan, estrogen, dan
testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang. Estrogen, bersama
dengan testosteron, merangsang fusi lempeng epifisis. Batang suatu tulang
panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis. Kanalis medularis berisi
sumsum tulang.
b. Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous
(spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.
c. Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan
lapisan luar adalah tulang concellous.
d. Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek.
e. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial,
misalnya patella (kap lutut).
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya
terdiri atas tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi
dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun
atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan
proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral
anorganik ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan
fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ). Osteoklas adalah
sel multinuclear ( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan
remosdeling tulang.
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah
osteon terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang
dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat osteosit, yang memperoleh nutrisi
melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang
menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm).
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat
dinamakan periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan
memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan
ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan
yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang merupakan sel
pembentuk tulang.
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum
tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast , yang
melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum, terletak dekat endosteum
dan dalam lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang).
2. Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut :
a. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
b. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan
jaringan lunak.
c. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan).
d. Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis).
e. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.
4. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah
serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan
yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian
inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
1. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan,
dan kepadatan atau kekerasan tulang.
5. Penatalaksaan
FORM PENGKAJIAN
PELATIHAN PENATA ANESTESI ANGKATAN 1 DI RS MITRA PLUMBON
A. Biodata Pasien
Nama : Tn. A
No.RM : T 19020603
Umur : 51 th
Alamat : Jln. Komlek anggrek mas Bok I No.68 Rt 02 / Rw 06 Taman
Baloi
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Diagnose : Fraktur Colles Sinistra
Tindakan : CF Radius Distal Sinistra
Nilai ASA :I
Tindakan pembiusan : General Anetesi
Tanggal Masuk RS : 23 Februari 2019
Tanggal Pengkajian : 23 Februari 2019 Jam
B.Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Pasien dengan terjadi kecelakaan jatuh dari kamar mandi tangannya terjadi
bengkak sampai sikunya dan terasa nyeri.
2. Keluhan Tambahan
Pasien mengatakan nyeri pada siku kanan, nyeri hebat jika di gerakan dan
merasa khwatir dengan tindakan operasi
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit asma, alergi, jantung, paru, darah tinggi
dan diabetes.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan sejak mengalami kecelakaan siku tangan kanan sulit untuk di
gerakan dan nyeri, di bawa ke rumah sakit dan akhirnya di lakukan tindakan
operasi
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan orang tuanya memiliki penyakit darah tinggi.
Pemeriksaan Fisik
Kepala : lonjong, simetris, kulit kepala bersih, rambut utuh
Mata : conjungtiva anemis, sclera tidak iterik, pupil
isokor kiri kanan.
Hidung : tidak ada gangguan
Telinga : simetris kiri kanan, tidak ada gangguan.
Mulut : bibir tidak ada sianosis, tidak ada gigi palsu
Tenggorokan : tidak ada gangguan.
Leher : tidak ada gangguan.
Thorak : tidak ada jejas pada dada, ictus kordis terlhat, kontraksi dada
mengembang saat inspirasi ekspirasi, dada simetris kiri kanan, auskultsi
terdengar vesicular pada area lapang paru, tidak ada suara napas tambahan
wheezing.
Abdomen : tidak ditemukan jejas pada area abdomen, tidak ada
benjolan, simetris, terdengar bising usus 12 x menit.
Genitalia : tidak ada cidera pada genital, terpasang DC, urine +.
Ektremitas : terdapat bengkak pada siku kanan, siku kanan tampak tidak
simetris dengan siku kiri dan nyeri pada siku kanan bila di gerakan, tidak ada
kelaian pada ektremitas bawah.
Tanda-tanda vital:
Keadaan umum : baik, kooperatif
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital : Tek. Darah : 138/84 mmHg
Nadi : 98x/menit, reguler, adekuat
Pernapasan : 22x/menit
Suhu : 36,6 º C
BB : 67 kg
TB : 165 cm
Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan Interpretasi
HEMATOLOGI
RUTIN
Hemoglobin 15.4 g/dl 13.5 – 17.5 Normal
Hematokrit 46,2 % 33 – 45 Normal
Leukosit 7.85 Ribu/Ul 4.5 – 11.0 Tinggi
Trombosit 279 Ribu/Ul 150 – 450 Normal
Eritrosit 4.94 Juta/Ul 4.50 – 5.90 Normal
HEMOSTASIS
CT 4 menit 2-6 Normal
BT 2 menit 1-3 Normal
INR 1.210
KIMIA KLINIK
ELEKTROLIT
Natrium darah 139 Mmol/L 136 – 145 Normal
Kalium darah 3.4 Mmol/L 3.3 – 5.1 Rendah
Chlorida darah 87 Mmol/L 58 – 100 Tinggi
HbSAg Rapid 0,01 S//CO Negativ < 0.13 Normal
Hiv Non reaktif Non reaktif
2. Radiologi
Foto thorak : tak tampak pembesaran jantung, pulmo dalam batas normal
Foto Elbow joint dextra : Flap fraktur medial aspek dinding fosa fopliteal dislokasi
os radus ulna
LAPORAN INTRA ANESTESI
PENATALAKSANA ANESTESI PADA Tn. E
A. Biodata Pasien
Nama : Tn. E
Umur : 38 th
Alamat : Blok Pekuwon,Rt o15, Rw 005 Kel Plumbon, Cirebon
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Diagnose : Fraktur Anthebraci
Tindakan : Open reduction dan iternal fiksasi
Nilai ASA :I
Tindakan pembiusan : General Anetesi
Tanggal Masuk RS : 06 Februari 2019
Tanggal Pengkajian : 07 Februari 2019
B. Persiapan anestesi :
1. Mesin anestesi :
a. Gas terdiri dari Oksigen dan Nitro Oxide
b. Gas Volotile terdiri dari Sevofluren dan Isofluren
2. Monitor TTV dan EKG
3. STATICS :
a. Laringoskop no blade 3 dan stetoskop
b. Tube ( Selang endotrakeal tube) ETT non kin kin no 7.5 Cup +
c. Air way ( Gudel / Mayo ) ukuran medium no 4
d. Tape ( Plester )
e. Introducer ( mandrein, stilet )
f. Conector
g. Suction
4. Persiapan obat anestesi
a. Premedikasi :
- Midazolam 0,05 mg/Kg BB = 0,05 x 60 kg = 3 mg
- Fentanyl 1- 2 mcg/KgBB = 1 x 60 kg = 60 mcg, 2 x 60 kg = 120 mcg
b. Induksi :
- Propofol 2 mg/kg BB = 2 x 60 kg = 120 mg
- Atracurium 0,5 mg/kgBB = 0,5 x 60 = 30 mg
C. Penatalaksanaan Anestesi
1. Ruang persiapan
Pasien masuk ke kamar persiapan pada pukul 15.10 WIB, pasien langsung diganti baju
operasi, infus terpasang pada tangan kanan dengan iv line ukuran 18 dan lancar.
Selama di ruang persiapan pasien kooperatif dengan tingkat kesadaran compos
mentis GCS 15. Sebelum tindakan anestesi diperlukan pengecekan surat izin anestesi
(SIA) dan surat izin operasi (SIO) terlebih dahulu.
Tanda –tanda vital pasien :
Tekanan darah : 128 / 78 mm/Hg
Nadi : 98 x/menit
Respirasi : 22 x/menit
Saturasi : 98 %
Berat badan : 67 Kg
2. Ruang operasi
Pre Operasi
a. Pasien masuk ke kamar operasi pada pukul 15.20 wib, Pasien di baringkan
dengan posisi supine di meja operasi dan atur kecepatan infus.
b. Nyalakan monitor dan mesin anestesi
c. Pasien dilakukan pemasangan monitor tanda-tanda vital, saturasi oksigen,
precordial.
d. Menunggu intruksi dan lapor kepada konsulen dan operator bila sudah siap.
e. Menganjurkan pasien untuk berdoa
f. Pasien dilakukan pemberian premedikasi : midazolam 3 mg dan ondansentron 8
mg
g. Kemudian dilakuka induksi pada jam 15.35 wib dengan obat :
- fentanyl 100 mcg IV
- Propofol 100 mg IV
- Atracurium 25 mg IV
- sevofluran 2 MAC ( sesuai kebutuhan pasien)
h. Reflek bulu mata hilang, terjadi penurunan pernapasan dan dilakukan baging
dengan jaw trust dan chin lift.
i. Pelaksanaan intubasi dilakukan pada jam 15.33 wib dengan prosedur :
- Posisikan kepala pasien dengank ektensi
- Buka mulut pasien dengan cross finger pegang laringoskop dengan tangan kiri
kemudian masukan kedalam mulut kemudian menyingkirkan lidah ke kiri
pasien dengan posisi laringoskop membuka rongga mulut
- Cari epiglottis, tempatkan ujug bilah laringoskop di valekula.
- Angkat epiglottis denga elevasi laringoskop ke atas ( jangan menekan gigi)
untuk melihat plica vocalis.
- Bila sudah terlihat ambil selang ETT yang sudah terpasang stilet dengan tangan
kanan.
- Masukan ETT dari sisi mulut kanan, sampai masuk ke saluran trakea dengan
ukuran batas mulut minimal 20 cm.
- lepaskan stilet dari ETT, isi balon sebanyak 10 cc udara kemudian hubungkan
dengan konektor kuregatet mesin anestesi.
- Tes kedalam ETT dengan stetoskope pada daerah apex kanan dan kiri untu
memastikan ETT benar-benar masuk kedalam trakea dan mengecek
kesimbangan pengembangan antara paru-paru kanan dan kiri.Stelah ETT sudah
dipastikan dalam keadaan seimbang maka dilakukan fiksasi dengan menggukan
plester agar tidak terjadi perubahan letak posisi ETT. Jam 15.35 pernapasan
psien terhubung ke ventilator
- Jam 15.45 di mulai tindakan operasi
j. Perhitungan respirasi selama operasi.
Perhitungan rencana pemberian ventilasi :
1. Tidal Volume
Tidal Volume = BB (Kg) x Konstanta (6-10)
= 67 x 8
= 536 ml
2. Minute Volume
Minute Volume = Tidal volume x Respirasi rate ( 12-16 x/menit)
= 536 x 12/menit
= 6.432 ml = 6,5 L/menit
3. Menggunkan teknik ventilator IPPV ( )
TV RR PEEP I:E
536 12 4 Ratio
Ml X/menit 1:2
Intra Operasi
Pasein sudah terintubasi dengan ETT non kin kin no 7.5 cup +, mayo ukuran
medium no 4 pada jam 15.35 dan terhubung ke ventilator mesin anestesi.
1. Monitoring Intake dan output cairan
1. Perhitungan cairan pasien selama operasi :
BB : 67 kg
Jenis Operasi : Sedang
Puasa : 8 jam
2. Kebutuhan cairan mentenance untuk pasien BB 60 Kg
Rumus 4 2 1
Kebutuhana caira maintenance :
4 x 10 = 40
2 x 10 = 20
1 x 30 = 30
Jumah = 90 cc/jam
3. Kebutuhan cairan selama puasa
Maintenace x lama puasa
90 ml/jam x 8 jam = 720 cc
4. Insensible Water Lose (IWL)
Stres Operasi : Ringan = 2 – 4 ml, sedang = 4 -6 ml, berat = 6 – 8 ml
IWL = Stress operasi x BB (Kg) pasien
= 4 x 67 kg
= 268 ml
5. Estimated bood lose
Estimated Blood Volume
EBV laki-laki dewasa 70 cc/kgbb
EBV perempuan dewasa 65 cc/kgbb
EBV = ( 70 x 67 kg )
EBV = 4.690 cc
EBL (10 %, 15 %, 20 % )
Ringan = 10 % x 4.690 cc = 469 cc
Sedng = 15 % x 4.690 cc = 703.5 cc
Berat = 20 % x 4.690 cc = 938 cc
6. Jumlah pendarahan 1 jam pertama :
Suction = 60 cc
Kasa (1 kasa = 10 cc) = 50 cc
Perdarahan di ganti dengan cairan kristaloid dengan perbandingan 1:3
= 110 cc darah : 330 cc Cairan kristaloid
Jumlah pendarahan 1 jam kedua :
Suction = 50 cc
Kasa (1 kasa = 10 cc) = 40 cc
Perdarahan di ganti dengan cairan kristaloid dengan perbandingan 1:3
= 90 cc darah : 270 cc Cairan kristaloid
7. Kebutuhan cairan selama operasi
Rumus : Puasa + Maintenance + IWL + Perdarahan = ml
Jam 1 = ½ Puasa + Maintenance + IWL + Perdarahan = ml
½ 720 + 90 + 268 + 330 = 988 cc
Jam 2 = ¼ Puasa + Maintenance + IWL + Perdarahan = ml
¼ 720 + 90 + 268 + 270 = 808 cc
8. Total cairan yang keluar
Darah = 200 cc
Urine = 150 cc
9. Cairan yang sudah diberikan (Kristaloid)
Pre operasi = 500 cc
Intra operasi = 1.796 cc
Total = 2.296 cc
10. Jumlah tetesan / menit 1 jam pertama = 988 x 20 tetes/ menit
60 menit
= 329.3tetes/menit : 60 detk
= 5.48 cc / detik
Jumlah tetesan / menit 1 jam Kedua = 808 x 20 tetes/ menit
60 menit
= 269.3 tetes/menit
= 4.48 tetes / detik
2. Pengakhiran anestesi
Operasi selesai pada pukul 17.45 wib pasien dilakukan spontanisasi pada
pernapasan dengan baging ( axis) tanpa menggunakan ventilator dan di
berikan terapi injeksi neostigmine 1 mg + sulfat atropine 0.5 mg untuk
menghilangkan efek dari obat relaksan (atrakurium). Pasien bernapas
spontan dengan adekuat dengan tanda bisa menelan, pasien sadar penuh,
mampu bernps bila di perintah, kekuatan otot sudah pulih, tensi normal,
saturasi normal dan tidak ada distensi lambung. Pasien dilakukan ektubasi
pada jam 18.05 Wib.
3. Pengakhiran anestesi
Operasi selesai pada pukul 17.45 wib pasien dilakukan spontanisasi pada
pernapasan dengan baging ( axis) tanpa menggunakan ventilator dan di
berikan terapi injeksi neostigmine 1 mg + sulfat atropine 0.5 mg untuk
menghilangkan efek dari obat relaksan (atrakurium). Pasien bernapas
spontan dengan adekuat dengan tanda bisa menelan, pasien sadar penuh,
mampu bernps bila di perintah, kekuatan otot sudah pulih, tensi normal,
saturasi normal dan tidak ada distensi lambung. Pasien dilakukan ektubasi
pada jam 18.05 Wib.
Waktu
TD Pra Anestesi : / mmHg Skor
5” 15” 30” 45” 60” 90” 120” Keluar
Siskulasi 1 1 1 1
TD+/20-50 mHg dari normal
TD+/ > 50 mHg dari normal 0
Sadar penuh 2 2 2 2 2 2 2 2
Menggerakkan 4 ekstremitas 2 2 2 2 2 2 2 2
Menggerakkan 2 ekstremitas 1
Aktifitas
Tidak mampu menggerakkan 0
ekstremitas
TOTAL 8 8 9 10 10 10 10
Do:
Klien tampak gelisah, berkeringat dan
dan tidak tenang, Wajah klien tampak
tegang.
Hasil tanda-tanda vital:
TD : 125/79 mmHg,
Nadi : 98x/menit, regular
RR : 22x/menit
Suhu : 37,60C
Intra Anestesi
1 Resiko - Blood lose 1. Monitor tanda-tada 1. Mengetahui adanya
perdarahan severity perdarahan perdarahan yang
-Blood 2. Catan nilai hb dan hebat.
coagulation Ht sesudah terjdi
2. Mengetahui kondisi
Kriteria hasil : perdarahan
1. Tidak ada 3. Monitor nilai lab ( hemostatic dalam
hematuria koagulasi yan batas normal
dan meliputi PT, PTT, 3. Mencegah terjadi
hematemesis Trobosit) perdarahan akibat
2. Kehilangan 4. Monitor TTV koagulasi tidak
darah yang ortostatik normal
terlihat 5. Kolaborasi
3. Tekanan pemberian produk 4. Memantau
darah dalam darah hemosttik dalam
batas normal 6. Kolaborasi batas normal
diastole dan pemberian obat
5. Untuk memenuhi
sistol antifibrinolitik
4. Tidak ada kebutuhan darah
pendrahan 6. Mecegah terjadi
selam operasi pedarahan
5. Hemogblobin
dan hatokrit
dalam atas
normal
Post Anestesi
1 Bersihan jalan - respirasi status 1. Auskultasi suara 1. Mengetahui adanya
napas : ventilasi napas sebelum dan sumbaan pada jalan
- Air way sesudah di sucton napas.
patency 2. Berikan oksigen 2. Untuk memenuhi
Krteria Hasil : dengan kebutuhan oksigen
1. Memdemontr mengunakan nasal dalam tubuh
asika batuk kanul 3. Memaksimalkan
efektif dan 3. Anjukan pasien ventilasi yang masuk
suara napas untuk napas dalam 4. Mengetahui
yang bersih, setelah ETT di kebutuhan oksigen
mampu kelukan dalam tubuh
mengekuarka 4. Monitor status 5. Memaksimalkan
n sputum dan oksigen pasien ventilasi udara yang
mampu 5. Buka jalan napas masuk
bernapas degan teknik chin 6. Memaksimalkan
dengan lift atau jaw trush ventilasi udara yang
mudah. bila perlu. masuk
2. Menunjukan 6. Posisikan pasien 7. Mecegah tertutup
jalan napas untuk jalan napas oleh
yang paten memaksimalkan lidah
dengan ventilasi 8. Mengurangi
pernapasan 7. Pasang mayo bila sumbatan jalan
dalam dan perlu. napas
normal 8. Keluarkan secret 9. Mengetahu
3. Mampu atau batuk dengan kebutuhan oksigen
mengidentifik suction dalam tubuh
asi dan 9. Monitor status
memcegah oksigen dan sturasi
factor yng
dapat
menghambat
jalan napas.
I. Implementasi keperawatan
Intra Anestesi
1. Memonitor tanda-tada 1. Monitor tanda-tada
perdarahan perdarahan
2. Mencatat nilai hb dan Ht 2. mencatan nilai hb dan Ht
07 /02/2019
sesudah terjdi perdarahan sesudah terjdi
1
3. Memonitor nilai lab ( koagulasi perdarahan
Jam 17.25
yan meliputi PT, PTT, Trobosit) 3. Monitor nilai lab (
4. Memonitor TTV ortostatik koagulasi yan meliputi
5. Berkolaborasi pemberian PT, PTT, Trobosit)
produk darah jika perdarahan 4. Monitor TTV ortostatik
melebihi dari 15 % 5. Kolaborasi pemberian
6. Berkolaborasi pemberian obat produk darah
antifibrinolitik : 6. Kolaborasi pemberian
Asam traneksamat 1 gr IV obat antifibrinolitik
Post Anestesi
1 07 /02/2019 1. Mengauskultasi suara napas 1. Auskultasi suara napas
sebelum dan sesudah di sebelum dan sesudah di
Jam 18.20 sucton sucton
2. Memberikan oksigen dengan 2. Memerikan oksigen
mengunakan nasal kanul dengan mengunakan
3. Menganjukan pasien untuk nasal kanul
napas dalam setelah ETT di 3. Menganjukan pasien
keluakan untuk napas dalam
4. Memonitor status oksigen setelah ETT di kelukan
pasien 4. Monitor status oksigen
5. Membuka jalan napas degan pasien
teknik chin lift atau jaw trush 5. Membuka jalan napas
bila perlu. lebih terbuka
6. Memasang mayo bila perlu. 6. Membebaskan hambatan
7. Mengeluarkan secret atau pada jalan napas
batuk dengan suction 7. Mengeluarkan secret
8. Memonitor status oksigen dan atau batuk dengan
sturasi dengan pemberian suction
oksigen 3 liter dan saturasi 99 8. Monitor status oksigen
% dan sturasi
EVALUASI PASIEN DI RUANG PEMULUHAN (RR)
(SOAP)
A : Nyeri
P : - Masalah belum teratasi
- lanjutkan itervensi
3. 07 /02/2019 S : -
O : - banyak darah yang keluar selama operasi 400
Jam 18.30 cc.
- Perdarahan termasuk kategori perdarahan
Ringan dengan kehilangan 10 %.
- Pemberian resusitasi cairan sesuai dengan
darah yang hilang 400 cc di ganti caira
kristaloid 1200 cc.
- TTV : TD : 106 / 69 mmHg
Nadi : 98 x/menit
Respiasi : 12 x / menit
Suhu : 36,40C
A : Resiko perdarahan melebihi 15 % tidak terjadi
P :- masalah teratasi
- lanjutkan intervensi
4. 07 /02/2019 S : -
O : -Terdapat banyak mucus pada rongga mulut
Jam 18.35 pada saat ektubasi dan setelah di ektubasi.
- pasien sudah bernapas spontan.
- Terdengar suara stidor pada rongga mulut.
- setalah dilakukan suction, ektubasi dilakukan
napas pasien mengalami kesulitan bernapas.
- Refplek menelan masih sangat lemah
TTV :
TD : 124 / 78 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Respiasi : 21 x / menit
Suhu : 36,40C
A : Bersihan jalan napas tidak efektif
P :- masalah teratasi sebagian
- lanjutkan intervensi
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTERGRASI (CPPT)
REVIEW &
VERIFIKASI
DPJP
(Tulis nama,
beri paraf,
Tgl/Jam PROFESIONAL HASIL ASESMEN INTRUKSI PPA TERMASUK tgl, jam)
PEMBERI PENATALAKSANAAN PASIEN PASCA BEDAH DPJP harus
ASUHAN membaca /
mereview
seluruh
rencana
asuhan
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Fraktur coless adalah terputusnya kontinuitas tulang radius ulna. Yang
dimaksud dengan antebrachii adalah batang (shaft) tulang radius dan ulna (andi,
2012). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang
yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang
ditentukan jenis dan luasnya trauma. Tulang bersifat rapuh namun cukup
mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan
eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah
trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas
tulang.
B. SARAN
Dengan dibuatnya makalah ini, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi
peserta pelatihan penata anestesi dan dapat menambah pengetahuan tentang
asuhan keperawatan anestesi tetang penyakit fibroadenoma mammae. Semoga
dalam pembuatan asuhan keperwatan anestesi berikutnya lebih teliti dan lebih
lengkap dalam pengkajian anestesi.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta
Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Smeltzer, S.C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.