Sie sind auf Seite 1von 40

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hati merupakan organ yang mempunyai kemampuan tinggi untuk
mengikat, memetabolisme dan mengekskresi zat kimia. Hati juga
mendetoksifikasi zat kimia yang tidak berguna/merugikan tubuh termasuk
alkohol/etanol (Hernawati,2010).
Konsumsi alkohol kronis menimbulkan berbagai efek samping.
Namun, dampak terbesarnya adalah tiga bentuk penyakit hati yang
tersendiri yaitu steatosis hati (perlemakan hati), hepatitis alkoholik dan
sirosis, yang secara bersama–sama disebut sebagai penyakit hati alkoholik.
Paling sedikit 80% dari para peminum berat mengalami perlemakan hati
(steatosis), 10% hingga 35% mengalami hepatitis alkoholik dan sekitar
10% terjangkit sirosis. Karena dua keadaan pertama dapat terbentuk secera
independen, keduanya tidak mencerminkan suatu kontinum kelainan
(Robbinsdkk, 2007).
Etanol merupakan bagian dari alkohol. Metabolisme etanol di
dalam sel hati menyebabkan peningkatan produksi radikal bebas dengan
berbagai mekanisme sehingga terjadi stres oksidatif yang akan merusak
jaringan hati. Reaksi antara 2 etanol dengan H2O2 dan radikal reaktif
spesies yang lain akan menghasilkan radikal hidroksietil yang merupakan
oksidan kuat (Hernawati, 2010).
Karena itu, hati rentan terhadap berbagai gangguan metabolik,
toksik, mikroba dan sirkulasi. Jika penyakit meluas atau terjadi gangguan
sirkulasi darah atau aliran empedu, gangguan fungsi hati dapat mengancam
nyawa (Robbinsdkk, 2007)
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Anatomi dan Fisiologi Hati?
2. Bagaimana Fisiologi Hati?
3. Apa saja Tanda dan Gejala Penyakit liver?
4. Apa saja Macam-macam Gangguan Fungsi Hati?
5. Bagaimana Asuhan Keperawatan Teori liver?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Anatomi dan Fisiologi Hati
2. Untuk mengetahui Fisiologi Hati
3. Untuk mengetahui Tanda dan Gejala Penyakit liver
4. Untuk mengetahui Macam-macam Gangguan Fungsi Hati
5. Untuk mengetahui Bagaimana Asuhan Keperawatan Teori liver

D. Manfaat Masalah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi dan Fisiologi Hati
a. Anatomi Hati
Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg
atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati
sebagian besar kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat
metabolism tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks. Batas atas
hati sejajar dengan ruang intercostal V kanan dan batas bawah
menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan
posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transfersal
sepanjang 5 cm dari system porta hepatis. Permukaan anterior yang
cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh adanya perlekatan ligamentum
falsiform yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang berukuran kira – kira
2 kali lobus kiri.
Pada daerah antara ligamentum falsiform dengan kandung empedu
di lobus kanan kadang – kadang dapat ditemukan lobus kuadratus dan
sebuah daerah yang disebutsebagai lobus kaudatus yang biasanya
tertutup oleh vena kavainverior dan ligamentum venousm pada
permukaan posterior. Hati terbagi dalam 8 segmen dengan fungsi
yang berbeda. Pada dasarnya, Cantlie yang terdapat mulai dari vena
kava sampai kandung empedu telah membagi hati menjadi 2 lobus
fungsional, dengan adanya daerah dengan vaskularisasi relative
sedikit, kadang – kadang dijadikan batas reseksi. Pembagian lebih
lanjut menjadi 8 segmen didasarkan pada aliran cabang pembuluh
darah dan saliran empedu yang dimiliki oleh masing – masing
segmen.
b. Fisiologi Hati
hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Sirkulasi vena
porta yang menyuplai 75% dari suplai asinus memegang peranan
penting dalam fisiologi hati, terutama dalam hal metabolism
karbohidrat, protein dan asam lemak. Fungsi utama hati adalah
pembentukan dan ekskresi empedu. Hati mengekresikan empedu
sebanyak satu liter per hari kedalam usus halus. Unsur utama empedu
adalah air (97%), elektrolit, garam empedu. Walalupun bilirubin
(pigmen empedu) merupakan hasil akhir, metabolism dan secara
fisiologis tidak mempunyai peran aktif, tapi penting sebagai
indicator penyakit hati dan saluran empedu, karena bilirubin dapat
memberi warna pada jaringan dan cairan yang berhubungan
dengannya.
Hasil metabolism monosakarida dari usus halus diubah menjadi
glikogen dan disimpan di hati (glikogenesis). Dari depot glikogen ini
disuplai glukosa secara konstan ke darah (glikogenolisis) untuk
memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam
jaringan untuk menghasilkan tenaga dan sisanya diubah menjadi
glikogen (yang disimpan dalam otot) atau lemak (yang disimpan
dalam jaringan subkutan). Fungsi hati dalam metabolism lemak adalah
menghasilkan protein plasma berupa albumin (yang diperlukan untuk
mempertahankan tekanan osmotic koloid). Protrombin, fibrinogen dan
factor bekuan lainnya.Fungsi hati dalam metabolism lemak adalah
menghasilkanlipoprotein, kolesterol, fosfolipid dan asam asetoasetat.
c. Tanda dan Gejala Penyakit
Gejala-gejala sebagian tergantung dari tipe dan jangkaun penyakit
hatinya. Pada banyak kasus, mungkin tidak terdapat gejala. Tanda-
tanda dan gejala-gejala yang umum pada sejumlah tipe-tipe berbeda
dari penyakit hati termasuk:
1) Jaundice atau kekuningan kulit
2) Urin yang coklat seperti teh
3) Mual
4) Hilang selera makan
5) Kehilangan atau kenaikan berat tubuh yang abnormal
6) Muntah
7) Diare
8) Warna tinja (feces)yang pucat
9) Nyeri abdomen (perut) pada bagian kanan atas perut
10) Tidak enak badan (malaise) atau perasaan sakit yang kabur
11) Gatal-gatal
12) Varises (pembesaran pembuluh vena)
13) Kelelahan
14) Hipoglikemia (kadar gula darah rendah)
15) Demam ringan
16) Sakit otot-otot

d. Macam-macam Gangguan Fungsi Hati


1) Macam-macam penyakit hati
Penyakit hati dibedakan menjadi beberapa jenis berikut
beberapa macam penyakit hati yang sering ditemukan, yaitu:
a) Hepatitis A
Penyebab dari hepatitis A adalah virus hepatitis A. Penularan virus
ini melalui rute fekal-oral dan replikasi virus terjadi dalam hati. HAV
ini kemudian diekskresikan ke dalam empedu. Konsentrasi yang
tertinggi di dalam feses, khususnya selama 2 minggu sebelum ikterus
muncul. Anak-anak dari orang dewasa dapat diasumsikan noninfeksius
satu minggu setelah ikterus muncul (Dmochowski, 1976).
Hepatitis A tidak ada predileksi pada jenis kelamin, homoseksual
dapat memiliki risiko infeksi lebih tinggi daripada laki-laki heteros
Wasle , 2005).sumber penularan umum adalah dari makanan atau air
yang terkontaminasi dengan Hepatitis A terkonsentrasi dan dapat
tumbuh dekat dengan outlet pembuang.
b) Hepatitis B
Virus ini hadir dalam semua cairan tubuh, kecuali feses. Darah
dan cairan tubuh adalah media transmisi utama; virus juga dapat
menyebar melalui kontak dengan cairan tubuh, seperti air hiur,
keringat, air mata, air susu ibu, air mani, dan cairan efusi. Sebagian
besar infeksi HVB di negara-negara maju hasil dari aktivitas seksual,
pengugnaan narkoba suntikan, atau paparan kerja.(Dreesman, 2006).
Eksaserbasi infeksi HBV kronis diamati lebih sering pada pria dari
pada pada wanita. Walaupun alasan untuk perbedaan seks ini tidak
jelas, frekuensi eksaserbasi yang lebih tinggi pada laki-laki didapat
dari jumlah atau kejadian HBV dengan sirosis dan hepatoseluler
karsinoma. (Rugge, 2006). Secara patogenesis, terdapat empat tahapan
berbeda yang telah diidentiflkasi dalam sildus hidup virus, yaitu
sebagai berikut (Sharma, 2008).
 Tahap pertama: toleransi imunitas. Lama tahap ini untuk orang
dewasa yang sehat adalah sekitar 2-4 minggu (termasuk masa
inkubasi). Pada tahap ini terjadi replikasi virus aktif walaupun
sedikitatau tidak ada elevasi di tingkat aminotransferase dan tidak
ada gejala penyakit.
 Tahap kedua: pada tahap ini ada suatu reaksi inflamasi dengan efek
sitopatik. HBeAg dapat diidentiflkasi dalam serum, dan terlihat
penurunan tingkat DNA HBV. Lama tahap ini untuk pasien dengan
infeksi akut adalah sekitar 3-4 minggu (periode simtomatik) dan
untuk pasien dengan infeksi kronis akan 10 tahun atau lebih sampai
sirosis akan berkembang.
 Tahap ketiga: selama tahap .ini host dapat menargetkan hepatosit
yang terinfeksi dan HBV, maka tidak ada lagi replikasi Virus dan
HBeAb yang dapat dideteksi. DNA HBV tingkat lebih rendah atau
tidak terdeteksi dan aminotransferase normal. Pada tahap ini sebuah
integrasi dari genom virus ke genom hepatosit host terjadi. HbsAg
masih positif.
 Tahap keempat: virus tidak dapat dideteksi dan antibodi terhadap
berbagai antigen virus telah dihasilkan.
c) Hepatitis C
Penyebab hepatitis C adalah virus hepatitis C (HCV). HCV tidak
terkait dengan virus lain yang menyebabkan hepatitis. Virus hepatitis
C terutama di tularkan melalui kontak dengan darah atau produk darah.
Kontaminasi jarum intravena diantara pengguna narkoba, transfusi
produk darah yang terinfeksi, hemodialisa, dan transplantasi organ dari
donor yang terinfeksi merupakan vaktor predisposisi resiko transmisi
HCV. Predisposisi lain yang lebih jarang dapat terjadi adalah dari ibu
ke bayi pada saaat melahirkan, hubungan seksual dengan orang yang
terinfeksi, kontaminasi jarum suntik, kontaminasi dari pisau cukur,
gunting kuku, atau barang lain yang terkontaminasi.
d) Hepatitis D
HDV di tularkan parenteral khususnya resiko pengguna jarum
suntik dan beberapa transfusi darah. Transmisi seksual atau perinatal
jarang terjadi (Bean,2000). Infeksi HDV terjadi lebih sering terjadi di
kalangan orang dewasa daripada anak-anak.
e) Hepatitis E
Penyebab dari hepatitis E memiliki banyak kesamaan dengan
hepatitis A. Infeksi hepatitis E baru-baru ini telah di kaitkan dengan
hepatitis kronis pasca penerimaan transplantasi organ
(SCHWARTZ,2008). Hepatitis E virus adalah suatu infeksi interik
virus ini menyebar dari veses dan mengontaminasi air di dalam daerah
endemik. (skitmore,1999).
2) Patofisiologi
Infeksi virus Hepatitis A di tularkan melalui rute fekal-oral dan
menyebabkan cedera hati. Respon cedera ini terjadi pada sel-sel hati
dan akan mengarah pada kondisi nekrosis, terutama pada bagian
sentrilobural, serta peningkatan seluraritas di daerah portal. Daerah
keleanjar getah bening dan limpa dapat menjadi diperbesar. Cedera
sel-sel hati di presentasikan dalam bentuk sebagai berikut (Bennett,
2009).
a). Cedera Langsung pada sel-sel hati dengan meniefestasi
peningkatan serum enzim
b). Kolestasis yang menyebabkan icterus dan hiperbilirubinemia.
c). Tidak adekuatnya fungsi hati.
Infeksi virus hepatitis B di tularkan secara hematogen dan
seksual. HBV merupakan virus yang mereplikasi hepatotropik di hati
dan menyebabkan disfungsi sel-sel hati. Hasil dari infeksi ini adalah
interaksi rumit host-virus yang mengakibatkan gejala akut atau
asimtomatik. Pasien mungkin dapat menjadi kebal terhadap HBV atau
justru mengembangkan carrier kronis ke sisi lainnya(Mansoer,2007).
Kondisi patologis yang disebabkan oleh interaksi virus dan sistem
kekebalan tubuh akan menyerang hati dan menyebabkan cedera sel-sel
hati. Sebagai respons terhadap adanya cedera sel oleh berbagai antigen
virus, individu membentuk bermacam-macam antibodi. Respons
aktivasi dari limfosit untuk mengenali berbagai HBV di permukaan
hepatosit dan melakukan aktivasi reaksi imunitas. Sebagian antibodi
terhadap HBV menetap seumur hidup setelah pasien pulih dari
penyakitnya. Apabila seseorang terus mengidap virus hepatitis B
seperti diperlihatkan oleh menetapnya HbsAg, maka orang tersebut
dapat mengalami hepatitis kronik.
Suatu gangguan reaksi imunitas (misalnya pelepasan sitokin,
produksi antibodi) atau toleransi feIatif status imunitas mengakibatkan
hepatitis kronis dan berakhir pada kondisi sirosis hepatis. Pada
hepatitis kronik dengan adanya toleransi imunitas, tidak dijumpai lagi
antibodi terhadap HbsAg. Dengan berlanjutnya penyakit akan terjadi
regenerasi nodular den'gan hilangnya struktur lobular sehingga dapat
terbentuk kondisi sirosis dan perkembangan hepatocellular carcinoma
(Hepatoma).
Transmisi HCV dilatularkan dengan cara yang sama seperti HBV,
tetapi terutama melalui transfusi darah. Virus hepatitis C yang masuk
ke dalam sirkulasi mempunyai target invasi, yaitu hepatosit dan
limfosit B. Pada sebagian besar orang yang terinfeksi akan mengalami
respons viremia, respons inflamasi sistemik, dan fibrosis hepatik.
Meskipun virus hepatitis C mempunyai kemampuan untuk
merusak sel-sel hati, 80% dari individu dengan penyakit ini tidak
memiliki gejala spesiflk yang berhubungan dengan gangguan fungsi
hati. Gejala mungkin tidak muncul selama 10-20 tahun, keluhan masih
asimtomatik, gejala seperti flu, mual, anoreksia merupakan keluhan
yang lazim. Pada saat gejala gangguan hati didapatkan, kerusakan
mungkin sudah sangat serius.
Dengan berkembangnya kerusakan pada hepatosit, maka fungsi
hati menurun dengan cepat. Respons cedera ini terjadi pada seluruh
sel-sel hati dan terjadi nekrosis pada sebagian besar hepatosit.
Peningkatan selularitas di daerah portal, tidak adekuatnya fungsi hati
akan menurunkan kadar albumin serum dan memperpanjang waktu
prothrombin, serta gangguan regenerasi sel hati. Kondisi ini
meningkatkan kondisi hepatitis kronis dengan kerusakan regenerasi
nodular dengan hilangnya struktur lobular sehingga dapat terbentuk
kondisi g sirosis dan perkembangan karsinoma hepatoselular
(hepatoma) Kondisi infeksi virus hepatitis C memberikan berbagai
masalah keperawatan yang muncul pada pasien dan memberikan
implikasi pada asuhan keperawatan.
Infeksi HDV akut dan kronis melibatkan proses peradangan hati.
HDV dapat bereplikasi secara independen dalam hepatosit, tetapi
membutuhkan antigen permukaan hepatitis B (HbsAg) untuk
memberikan respons propagasi. Virus ini melakukan koinfeksi dengan
HBV sehingga infeksi HBV bertambah parah. Infelgsi oleh HDV juga
dapat timbul kemudian pada individu yang mengidap infeksi kronik
HBV. Kematian sel-sel hati dapat terjadi karena efek sitotoksik
langsung HDV atau melalui mediasi respons imunitas (Lacey, 2006).
“ms hepatitis delta ini meningkatkan risiko timbulnya hepatitis
fulminan, kegagalan hati, clan kematian (Rosina, 1999).
Kondisi infeksi virus hepatitis D memberikan berbagai masalah
keperawatan yang muncul pada pasien dan memberikan implikasi
pada asuhan keperawatan.
Infeksi virus hepatitis E ditularkan meIaIui rute fecaI-oral. Setelah
masuk ke sirkulasi, maka target organ virus ini adalah sel-sel hepatosit
dan menyebabkan cedera pada seI-Sel hati. Respons cedera ini terjadi
pada seluruh seI-sel hati dan terjadi nekrosi.
Kondisi infeksi virus hepatitis E memberikan berbagai masalah
keperawatan yang muncul pada pasien.
3). Manifestasi Klinis
a). Hepatitis A
Banyak pasien tidak tampak ikterik (tidak memperlihatkan
gejala ikterus) dan tanpa gejala. Ketika gejalanya muncul,
bentuknya bernapas infeksi saluran napas atas yang ringan,
seperti flu dengan panas yang tidak begitu tinggi. Anoreksia
merupakan gejala dini dan biasanya berat. Gejala ini diperkirakan
terjadi akibat pelepasan toksin oleh hati yang rusak atau akibat
kegagalan sel hati yang rusak tersebut untuk melakukan
detoksifikasi produk yang abnormal. Belakangan dapat timbul
ikterus dan urin yang berwama gelap.
Gejala dispepsia dapat terjadi dalam berbagai derajat yang
ditandai oleh rasa nyeri epigastrium, mual, nyeri ulu hati dan
flatulensi. Pasien biasanya menolak rokok, bau asap rokok atau
bau-bau lain yang keras. Semua gejala ini cenderung menghilang
Segera setelah gejala ikterus mencapai puncaknya, mungkin 10
hari sesudah kemunculan awal. Hati dan limpa sering mengalami
pembesaran moderat selama beberapa hari setelah awitan
penyakit; bila tidak, ada beberapa tanda fisik yang harus dicari
selain gejala ikterus. Meskipun gejala hepatitis A pada anak-anak
mungkin sangat ringan, namun pada pasien dewasa, penyakit ini
cenderung lebih bersifat simtomatik dengan gejala yang lebih
berat dan perjalanan penyakit yang lebih lama.
b). Hepatitis B
Secara klinis, penyakit ini sangat menyerupai hepatitis A.
Namun, masa inkubasinya jauh lebih lama (yaitu, antara 1 dan 6
bulan). Angka mortalitasnya cukup besar berkisar dari 1% hingga
10%.
Gejala dan tanda-tanda hepatitis B dapat samar dan
bervariasi. Panas dan gejala pada pernapasan jarang dijumpai;
sebagian pasien mungkin mengeluhkan amalgia dan ruam. Pasien
hepatitis B dapat mengalami penurunan selera makan, dispepsia,
nyeri abdomen, pegal-pegal yang menyeluruh, tidak enak badan
dan lemah. Gejala ikterus dapat terlihat atau kadang-kadang tidak
tampak. Apabila terjadi .ikterus, gejala jni akan disertai dengan
tinja yang berwama cerah dan urin yang berwama gelap.Hati
penderita hepatitis B mungkin terasa nyeri ketika ditekan dan
membesar hingga panjangnya meneapai 12 hingga 14 cm. Limpa
membesar dan pada sebagian kecil pasien dapat diraba; kelenjar
limfe servikal posterior juga dapat membesar.
c). Hepatitis C
Dikenal mulai dari hepatitis akut, fulminan, kronis, yang
dapat berkembang menjadi sirosis atau kanker hati.
 Infeksi Akut
Umumnya infeksi akut HCV tidak memberi gejala atau
hanya bergejala minimal. Hanya 20-30% kasus yang
menunjukkan tanda-tanda hepatitis akut 7 – 8 minggu (berkisar 2
– 26 minggu) setelah terjadinya paparan.
Infeksi virus hepatitis terbagi 3 fase, yaitu fase prodormal,
fase ikterik, dan fase convalescent. Pada fase prodormal, onset
terjadi pada hari 1-14, namun rata-rata timbul pada hari 5-7
setelah paparan. Keluhan yang sering yaitu malaise, fatique,
mual dan muntah, kehilangan selera makan, low grade fever, flu
like symptoms, dan kebanyakan pasien mengeluh adanya nyeri
pada perut kanan atas.
Pada fase ikterik, gejala yang sering ditimbulkan yaitu
warna kuning pada mukosa sklera pada awalnya dan berlanjut
pada perubahan warna pada kulit. Durasi ikterik bervariasi,
biasanya antara 4 hari sampai beberapa bulan, namun rata-rata 2-
3 minggu. Urin menjadi gelap, feses berwarna seperti dempol
(pucat). Selama fase ini, setengah penderita menunjukkan
gejala gatal-gatal.
Pada fase convalescent, kebanyakan gejala di atas
menghilang (resolve). Ikterik tidak ditemukan, warna pada kulit,
urin dan feses kembali ke warna yang semula. Kembalinya nafsu
makan dan adanya peningkatan berat badan menunjukkan sudah
adanya tahap penyembuhan.
Umumnya secara klinik gejala HCV akut lebih ringan daripada
hepatitis virus akut lainnya. Masa inkubasi HCV terletak antara
HAV dengan HBV, yaitu sekitar 2 – 26 minggu, dengan rata-rata
8 minggu. Pada penderita hepatitis akut ditemukan Anti HCV
positif pada 75,5% HNANB pasca-tranfusi, 35% pada HNANB
sporadik dan hanya 2,4
Pada HBV. Sebagian besar penderita yang terserang HCV
akut akan menjurus menjadi kronis.
RNA virus hepatitis C dapat terdeteksi sebelum gejala
muncul, namun level dari viremia pada 6 bulan pertama dapat
dorman dan tidak terdeksi walaupun orang tersebut sedang
dalam infeksi yang persisten. Gejala awal yang ditunjukkan
tergantung dari usia saat terjadinya paparan, sistem imun
penderita, adanya penyakit hati sebelumnya dan tingkat inokulasi
virus.
Level serum dari enzim hati seperti alanin
aminotransferase (ALT) meningkat 10 kali lebih tinggi dari
pada normal, kemudian menurun, dan untuk orang dengan infeksi
yang persisten didapatkan kadar ALT naik turun (fluktuatif).
Serum bilirubin juga dapat meningkat setelah beberapa minggu
gejala pertama muncul, namun akhirnya kembali ke level yang
normal. Secara garis besar, angka mortalitas pada infeksi akut
tergolong rendah.
 Infeksi kronis
Infeksi akan menjadi kronik pada 70 – 90% kasus dan sering
kali tidak menimbulkan gejala apapun walaupun proses kerusakan
hati berjalan terus. Adapun kriteria dari hepatitis kronis adalah
naiknya kadar transaminase serum lebih dari 2 kali nilai normal,
yang berlangsung lebih dari 6 bulan. Hilangnya HCV setelah
terjadinya hepatitis kronis sangat jarang terjadi. Jangka waktu
dimana berbagai tahap penyakit hati berkembang sangat
bervariasi. Diperlukan waktu 20 – 30 tahun untuk terjadinya
sirosis hati yang sering tejadi pada 15 – 20% pasien hepatitis C
kronis. Progresivitas hepatitis kronik menjadi sirosis hati
tergantung beberapa faktor resiko yaitu: asupan alkohol, ko-
infeksi dengan virus hepatitis B atau Human Immunodeficiency
Virus (HIV), jenis kelamin laki-laki, usia tua saat terjadinya
infeksi dan kadar CD4 yang sangat rendah. Bila telah terjadinya
sirosis, maka risiko terjadinya karsinoma hepatoselular adalah
sekitar 1- 4% pertahun. Karsinoma hepatoseluler dapat terjadi
tanpa diawali dengan sirosis, namun hal ini jarang terjadi.
d). Hepatitis D
Infeksi hepatitis D seringkali bersifat asimptomatik (tidak
menimbulkan gejala) pada sekitar 90% penderitanya. Selain itu,
infeksi hepatitis D seringkali sulit dibedakan dari infeksi virus
hepatitis lainnya secara klinis, terutama gejala infeksi virus
hepatitis B. Gejala hepatitis B dan D sangat mirip sehingga sulit
untuk menentukan virus mana yang menimbulkan gejala pada
penderita. Pada beberapa kasus, hepatitis D dapat membuat gejala
hepatitis B menjadi lebih buruk. Selain itu, penderita hepatitis B
dengan gejala asimptomatik dapat mengalami gejala hepatitis B
akibat infeksi hepatitis D. Periode inkubasi hepatitis D, yaitu
waktu yang dibutuhkan virus dari terpapar hingga menimbulkan
gejala, adalah sekitar 21-45 hari. Namun, dapat juga berlangsung
lebih cepat, terutama pada superinfeksi. Gejala hepatitis D yang
umumnya ditemui antara lain adalah Kulit dan mata menjadi
kuning, Rasa lelah, Mual dan muntah, Nyeri sendi, Nyeri perut,
Kehilangan nafsu makan, Warna urine berubah menjadi gelap
seperti the, Gatal-gatal, Tampak bingung, Memar dan perdarahan
e). Hepatitis E
Virus Hepatitis E memiliki masa inkubasi 15-60 hari (rata-rata
40 hari). Keadaan hepatitis virus akut dibagi dalam 3 stadium
klinis, yaitu:
 Fase prodromal
Fase ini terjadi 1-10 hari dengan gejala yang tidak spesifik
seperti malaise, kelelahan, demam, diare, nausea dan muntah.
 Fase ikterik
Pada fase ikterik umumnya terjadi peningkatan kadar
bilirubin dan enzim transaminase.
 Fase konvalesens
Selama fase kovalesens, penurunan berat badan segera
terkoreksi, tetapi rasa lelah akan terus terjadi selama beberapa
bula.
4). Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengidap
hepatitis dilakukan untuk memastikan diagnosis, mengetahui penyebab
hepatitis dan menilai fungsi organ hati (liver). Pemeriksaan
laboratorium untuk mendeteksi hepatitis terdiri dari atas tes serologi
dan tes biokimia hati. Tes serologi adalah pemeriksaan kadar antigen
maupun antibodi terhadap virus penyebab hepatitis. Tes ini bertujuan
untuk mengetahui jenis virus penyebab hepatitis. Tes biokimia hati
adalah pemeriksaan sejumlah parameter zatzat kimia maupun enzim
yang dihasilkan jaringan hati (liver). Dari tes biokimia hati inilah dapat
diketahui derajat keparahan atau kerusakan sel dan selanjutnya fungsi
organ hati (liver) dapat dinilai. Beberapa jenis parameter biokimia
yang diperiksa adalah AST (aspartat aminotransferase), ALT (alanin
aminotransferase), alkalin fostase, bilirubin, albumin dan waktu
protrombin. Pemeriksaan ini biasa dilakukan secara berkala untuk
mengevaluasi perkembangan penyakit maupun perbaikan sel dan
jaringan hati (liver).
a). Pemeriksaan serologi
 Diagnosis hepatitis A
Tes serologi untuk mengetahui adanya immunoglobulin M
(IgM) terhadap virus hepatitis A digunakan untuk mendiagnosa
hepatitis A akut. IgM antivirus hepatitis A bernilai positif pada
awal gejala. Keadaan ini biasanya disertai dengan peningkatan
kadar serum alanin amintransferase (ALT/SGPT). Jika pasien
telah sembuh, antibodi IgM akan menghilang dan sebaliknya
antibodi lgG akan muncul. Adanya antibodi lgG menunjukkan
bahwa penderita pernah terkena hepatitis A. Secara garis besar,
jika seseorag terkena hepatitis A maka hasil pemeriksaan
Iaboratorium akan seperti berikut :
1) Serum IgM anti-VHA positif
2) Kadar serum bilirubin, gamma globulin, ALT dan AST
meningkat
3) Kadar alkalin fosfate, gamma glutamil transferase dan total
bilirubin meningkat
 Diagnosis hepatitis B
Diagnosis pasti hepatitis B dapat diketahui melalui pemeriksaan
sebagai berikut;
1) HBsAg (antigen permukaan virus hepatitis B) merupakan
material permukaan / kth VHB. HBsAg mengandung protein
yang dibuat oleh seI-sel hati yang terinfeksi VHB. Jika hasil
tes HBsAg positif, artinya individu tersebut terinfeksi VHB,
karier VHB, menderita hepatitis B akut maupun kronis.
HBsAg bernilai positif setelah 6 minggu infeksi VHB dan
menghilang dalam 3 bulan. Bila hasil tetap setelah Iebih
dari terinfeksi VHB, karier VHB, menderita hepatitis B akut
maupun kronis. HBsAg bernilai positif setelah 6 minggu
infeksi VHB dan menghilang dalam 3 bulan. Bila hasil tetap
setelah Iebih dari 6 bulan berarti hepatitis telah berkembang
menjadi kronis atau pasien menjadi karier VHB.
2) Anti-HBsAg (antibodi terhadap HBsAg) merupakan antibodi
terhadap HBsAg. Keberadaan anti-HBsAg menunjukkan
adanya antibodi terhadap VHB. Antibodi ini memberikan
perlindungan terhadap penyakit hepatitis B. Jika tes anti-
HBsAg bernilai positif berarti seseorang pernah mendapat
vaksin VHB ataupun immunoglobulin. Hal ini juga dapat
terjadi pada bayi yang mendapat kekebalan dari
ibunya. Anti-HBsAg positif pada individu yang tidak pernah
mendapat imunisasi hepatitis B menunjukkan bahwa individu
tersebut pernah terinfeksi VHB.
3) HBeAg (antigen VHB), yaitu antigen e VHB yang berada di
dalam darah. HBeAg bernilai positif menunjukkan virus VHB
sedang aktif bereplikasi atau membelah / memperbanyak diri.
Dalam keadaan ini infeksi terus berlanjut. Apabila hasl positif
dialami hingga 10 minggu maka akan berlanjut menjadi
hepatitis B kronis. Individu yang memiliki HBeAg positif
dalam keadaan infeksius atau dapat menularkan penyakitnya
baik kepada orang lain maupun janinnya.
4) Anti-HBe (antibodi HBeAg) merupakan antibodi terhadap
antigen HBeAg yang diproduksi oleh tubuh. Anti-HBeAg
yang bernilai positif berarti VHB dalam keadaan fase
nonreplikatif.
5) HBcAg (antigen core VHB) merupakan antigen core (inti)
VHB, yaitu protein yang dibuat di dalam inti sel hati yang
terinfeksi VHB. HBcAg positif menunjukkan keberadaan
protein dari inti VHB.
6) Anti-HBc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B)
merupakan antibodi terhadap HBcAg. Antibodi ini terdiri dari
dua tipe yaitu lgM anti HBc dan IgG anti HBc. lgM anti HBc
tinggi menunjukkan infeksi akut. IgG anti~HBc positif
dengan IgM anti HBc negatif menunjukkan infeksi kronis pada
seseorang atau orang tersebut pernah terinfeksi VHB.
 Diagnosis hepatitis C
Diagnosis hepatitis C ditentukan dengan pemeriksaan serologi
untuk menilai kadar antibodi. Selain itu pemeriksaan molekule
rjuga dilakukan untuk melihat partikel virus. Sekitar 80% kasus
infeksi hepatitis C berubah menjadi kronis. Pada kasus ini hasil
pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya enzimn alanine
aminotransferase (ALT) dan peningkatan aspartate
aminotransferase(AST).
Pemeriksaan molekuler dilakukan untuk mendeteksi RNA
VHC. Tes ini terdiri dari tes kualitatif dan kuantitatif. Tes
kualitatif menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain
Reaction). Tes yang dapat mendeteksi RNA VHC ini dilakukan
untuk mengonflrmasi viremia (adanya VHC dalam darah) dan
juga menilai respons terapi. Tes ini juga berguna bagi pasien
yang anti HVC nya negatif tetapi memiliki gejala klinis hepatitis
C. Selain itu tes ini juga dilakukan pada pasien hepatitis yang
belum Pemeriksaan molekuler dilakukan untuk mendeteksi RNA
VHC. Tes ini terdiri dari tes kualitatif dan kuantitatif. Tes
kualitatif menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain
Reaction). Tes yang dapat mendeteksi RNA VHCini
dilakukan untuk mengonfnrmasi viremia (adanya VHC
dalam darah) dan juga menilai respons terapi. Tes ini juga
berguna bagi pasien yang anti HVC nya negatif tetapi memiliki
gejala klinis hepatitis C. Selain itu tes ini juga dilakukan pada
pasien hepatitis yang belum teridentiflkasi jenis virus
penyebabnya. Tes kuantitatif sendiri terbagi Iagi menjadi dua,
yaitu metode dengan teknik branched-chain DNA dan teknik
reverse-transcription PCR.
Tes kuantitatif ini berguna untuk menilai derajat
perkembangan penyakit. Pada tes kuantitatif ini pula dapat
diketahui derajat viremia. Sedangkan biopsi hati (pengambilan
sampel jaringan organ hati) dilakukan untuk mengetahui derajat
dan tipe kerusakan sel-sel hati (liver).
b). Pemeriksaan biokimia hati
Ada dua parameter berupa enzim yang dapat dijadikan sebagai
indikator terhadap adanya kerusakan sel hati (liver). Keduanya
sangat membantu dalam mengenali adanya penyakit pada hati
(liver). Enzim-enzim tersebut adalah aspartat aminotransferase
(AST/SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT/SGPT).
Peningkatan kadar enzim-enzim tersebut mencerminkan adanya
kerusakan sel-sel hati (liver). Namun, demikian derajat ALT Iebih
dipercaya dalam menentukan adanya kerusakan sel hati (liver)
dibanding AST.
ALT ditemukan terutama di hati (liver), sedangkan AST selain
dapat ditemukan di hati (liver) juga dapat ditemukan di otot
jantung, otot rangka, ginjal, pankreas, otak, paru, sel darah putih,
dan sel darah merah. Jika terjadi peningkatan kadar AST bisa
jadi yang mengalami kerusakan adalah sel-sel organ lain yang
mengandung AST. Pada penyakit hati akut, kadar ALT lebih tinggi
atau sama dengan kadar AST.
1) Alkalin fosfate (ALP)
Enzim ALP ditemukan pada sel-sel hati (liver) yang berada
di dekat saluran empedu. Peningkatan kadar ALP
menunjukkan adanya penyumbatan atau pada saluran
empedu. Peningkatan kadar ALP biasanya disertai dengan
gejala flsik yaitu warna kuning pada kulit, kuku
ataupun bagian putih bola mata.
 Serum protein
Ada beberapa serum protein yang dihasilkan oleh hati
(liver). Serum-serum tersebut antara Iain albumin,
globulin dan faktor pembekuan darah. Pemeriksaan
serum-serum protein tersebut dilakukan untuk
mengetahui fungsi biosintesis hati (liver). Adanya
gangguan fungsi sintesis hati (liver) ditunjukkan
dengan menurunnya kadar albumin. Namun, karena usia
albumin cukup panjang (15-20 hari), serum protein ini
kurang sensitif untuk digunakan sebagai indikator
kerusakan hati (liver). Globulin adalah protein yang
membentuk gammaglobulin. Kadar gammaglobulin
meningkat pada pasien penyakit hati kronis ataupun
sirosis. Gammaglobulin mempunyai beberapa tipe
sangat membantu pendeteksian penyakit hati kronis
tertentu. Sebagian besar faktor-faktor pembekuan darah
disintesis di hati (liver). Umur faktor-faktor pembekuan
darah lebih singkat dibanding albumin, yaitu 5 hingga 6
hari. Pengukuran faktor~faktor pembekuan darah lebih
efektif untuk menilai fungsi sintesis hati (liver). Ada
lebih dari 13 jenis protein yang terlibat dalam
pembekuan darah, salah satunya adalah protrombin.
Adanya kelainan pada proteinprotein pembekuan darah
dapat dideteksi dengan menilai waktu protrombin.
Waktu protrombin adalah ukuran kecepatan perubahan
protrombin menjadi trombin. Lamanya waktu
protrombin ini tergantung pada fungsi sintesis hati (liver)
serta asupan vitaminK. Adanya kerusakan seI-sel hati
akan memperpanjang waktu protrombin. Hal ini
dikarenakan adanya gangguan pada sintesis protein-
protein pembekuan darah. Dengan demikian, pada kasus
hepatitis kronis dan sirosis waktu protrombin menjadi
lebih panjang.
 Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen kuning yang dihasilkan
oleh pemecahan hemoglobin (Hb) di dalam hati (liver).
Bilirubin dikeluarkan melalui empedu dan dibuang
melalui feses. Bilirubin dalam darah terdiri dari dua
bentuk, yaitu bilirubin direct dan bilirubin indirect.
Bilirubin direct larut dalam air dan dapat dikeluarkan
melalui urin. Sedangkan bilirubin indirect tidak larut
dalam air dan terikat pada albumin. Bilirubin total
merupakan penjumlahan bilirubin direct dan
indirect.Adanya peningkatan kadar bilirubin direct
menunjukkan adanya penyakit pada hati (liver) atau
saluran empedu. Sedangkan peningkatan bilirubin indirect
jarang terjadi pada penyakit hati (liver).

c). SGOT dan SGPT


Dalam keadaan normal, SGOT dan SGPT berada di dalam
sel-sel organ, terutama sel hati. Nah, ketika organ, seperti
hati, mengalami kerusakan, maka kedua enzim ini akan
keluar dari sel dan kemudian masuk ke dalam pembuluh
darah. Hal ini yang membuat hasil SGOT dan SGPT
meningkat di dalam tubuh.
Namun, bila dalam tes darah diketahui keduanya memang
meningkat dan tidak normal, maka kemungkinan besar Anda
mengalami gangguan fungsi hati. Bila memang ada gangguan
pada hati Anda, biasanya akan dilakukan tes darah lainnya
yang terkait dengan fungsi hati, seperti:
1) Tingkat albumin, mengecek apakah tingkat albumin
(protein) tubuh normal atau tidak
2) Bilirubin, mengetes apakah zat kuning dalam darah
(bilirubin) normal atau tidak
3) Tes waktu protombin, yaitu melihat waktu yang
dibutuhkan tubuh dalam pembekuan darah.
5). Penatalaksanaan
a). Medis
 Terapi konservatif di perlukan karena tidak ada terapi khusus.
Antienteroviral dalam penelitian obat pleconaril (di
soxaril;Viropharma) tidak memiliki aktivitas terhadap virus
hepatitis A(Bannet,2009).
 Terapi rehidrasi pada fase akut
 Obat dan zat yang bersifat hepatotoksik harius di hindari.
 Vaksin. Diindikasikan untuk imunisasi primer untuk mencegah
hepatitis A.
b). Keperawatan
Rencana keperawatan disuun sesuai dengan toleransi individu
untuk intervensi nyeri dan kecemasan dapat di sesuaikan dengan
masalah yang sama pada gangguan gastrointestinal lainnya.
 Kaji perubahan pada sistem syaraf pusat
 Lakukan tirah baring, hususnya pada fase akut.
 Berikan lingkungan fisiologis yang kondusif
 Bantu aktifita sehari-hari pasien
c). Non Medis
Dalam pelaksanaan non medis ini menurut sunnah Rasululllah
menggunakan komplementer bekam.
Letak titik bekam pada penyakit liver antara lain:
1) Letak titik bekam di perut
 Titik liver depan
Terletak pada sela iga ke-7 sepanjang garis puting susu.
Dibawah ulu hati kesamping luar, sepanjang garis puting
susu.
 Titk kandung empedu depan
Terletak pada sela iga ke-7,8, dibawah ulu hati kesamping
luar,sepanjang garis puting susu.
 Titik limpa depan
Terletak dipinggir agak kedepan,dibawah ujungtulang iga ke-
11
 Titik jantung depan
Letaknya tepat diulu hati, yaitu 6-8 cm diatas pusat
 Titik lambung depan
Terletak diantara ulu hati dan pusat, yaitu 4-6 cm diatas pusat
 Titik usus kecil depan
 Terletak diantara kemaluan dan pusat 3-6 cm dibawah pusat
 Titik the dispertion of water
Terletak tepat diatas pusat
2) Letak titik bekam punggung
 Titik kahil
Terletak disekitar tonjolan tulang leher belakang nomer 7
(prosesus spinosus vertebrae cervical VII ), antara bahu
(acnomion) kanan dan kiri, setinggi pundak.
 Titik pilar of the body
Terletak dipunggung, tepat ditengah-tengah tulang belaang
dada ( V- thorax) ke-III)
 Titik darah
Terletak dikiri atau kanan tulang belaang dada (V-toraks)
ke7-8, dibatas bawah tulang belikat (skapula)
 Titik liver belakang
Terletak dikiri atau kanan tulang belakang, sejajar dengan
ujung bagian bawah tulang belikat,agak kebawah,diantara
ujung tulang dada (V- toraks) ke9-10.
 Titik kandung empedu belakang
Terletak diatas pinggang sejajar dengan ulu hati, antara ujung
tulang dada (V toraks) ke 10-11, tepat dikanan kiri ruas
tulang belakang
 Titik limpa belakang
Terletak diatas pinggang, dibawah titik kandung
empedu,diantara ujung dada ( V-toraks) ke 11-12, tepat
dikanan kiri ruas tulang belakang
 Titik tri pemanas (triple energier) belakang
Terletak diatas pinggang,diantara tulang-tulang pinggang (V-
lumbal) ke 1 dan 2, tepat dikanan kiri ruas tulang belakang
 Titik ginjal belakang
Terletak sejajar dengan lekukan pinggang, diantara tulang
pinggang (V- lumbal) ke 2-3, tepat dikanan kiri ruas tulang
belakang
3) Letak titik bekam di tangan
 Titik cece
Terletak dilipat siku bagian dalam sejajar dengan ibu jari,
disisi radial dari tendon M. Bisep, dilekukan siku pada posisi
siku tertekuk sedikit
 Titik broken sequence
Terletak diantara ibu jari danlipat siku, disepertiga bagian
pergelangan tangan, dilengan bawah luar sejajar dengan ibu
jari
4) Letak titik bekam dikaki
 Titik cusanli
Terletak dibawah lutut bagian lur. Dengan cara telapak
tangan ditelungkupkan dilutut, maka ujung jari tengah akan
menunjukkan titik ini
 Titik sanyinciao
Terletak 3-4 jari diatas mata kaki bagian dalam
 Titik sien cien
Terletak diatas jari-jari kaki, tepatnya diatas antara ibu jari
kaki dan jari sebelahnya
 Titik kung sun
Terletak diantara ibu jari kaki dan mata kaki bagian dalam
 Titik sea of blood
Terletak dipaha sekitar 2 cm diatas tulang tempurung, pada
bagian yang menonjol dari otot m. Vastus medialis.
e. Asuhan Keperawatan Teori
1. Pengkajian
a. Identitas
Identitas klien yang harus diketahui perawat meliputi nama,
umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku bangsa, bahasa yang
dipakai, status pendidikan,pekerjaan pasien dalam asuransi
kesehatan.
b. Riwayat penyakit
1. Keluhan utama
Pasien mengatakan suhu tubuh tinggi dan nyeri pada perut
atas kanan.
2. Riwayat penyakit sekarang
Gejala awal biasanya sakit kepala, lemah anoreksia, mual
muntah, demam, nyeri perut kanan atas.
3. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat kesehatan masa lalu berkaitan dengan penyakit
yang pernah di derita sebelumnya, kecelakaan yang pernah di
alami termasuk keracunan, prosedur operasi dan perawatan
rumah sakit.
4. Riwayat penyakit keluarga
Berkaitan dengan penyakit keturunan, riwayat penyakit
menular khususnya yang berhubungan dengan pernyakit
pencernaan.
5. Pemeriksaan fisik
Head To Toe :
a. Keadaan umum: kesadaran composmentis, wajah tampak
menyeringai kesakitan, konjungtiva anemis, suhu badan
38,5’ C
b. Kepala
Kebersihan kepala, bentuk kepala simetris, distribusi
rambut merata, rambut hitam, tidak ada lesi atau massa
dan tidak ada nyeri atau sakit kepala.
c. Mata
Konjungtiva anemis,sclera ikterik, pupil sama besarnya
antara kiri dan kanan, kornea bening, kemampuan
penglihatan baik, lensa mata tidak keruh.
d. Hidung
Tidak dapat peradangan, bentuk simetris, fungsi
penciuman baik, serta dapat membedakanbau minyak
angin dan parfum
e. Mulut
Bentuk simetris, mukosa bibir kering, mulut bersih, bibir
tidak sianosis, lidah bersih, indra pengecapan baik
f. Telinga
Telinga simetris, fungsi pendengaran baik, dan tidak
terdapat nyeri
g. Leher
Leher terlihat simetris, leher bersih, tidak tampak
kemerahan maupun benjolan, tidak ada pembengkakan
kelenjar tiroid, tidak terdapat distensi vena jugoralis.
h. Thoraks
Thoraks terlihat simetris, pola pernafasan eupnea
(normal), bunyi jantung S-S2 tunggal regular
i. Abdomen
1) Inspeksi: pada fase akut, icterus merupakan tanda
has, trauma pada skelera. Tanda fotofobia,batuk, dan
nyeri abdomen. Tanda spider angioma atau spider
nevi. Pada integument mungkin muncul selama fase
ikterik dan menghilang selama masa penyembuhan.
Urine gelap, warna kecoklatan, seperti kola atau teh
kental, pada fase kronis pasien terlihat
kelelahan(fatigue) dan terkadang di dapatkan icterus
yang ringan. Pada kondisi sirosis hepatitis akan di
dapatkan asites, ikterus, edema perifer, serta di
dapatkan perdarahaan dari muntah(hematemesis)
dan melena.
2) Auskultasi ; biasanya bising usus normal
3) Perkusi; nyeri ketuk pada kuadran kanan atas
4) Palpasi: hepatosplenomegali, beriringan dengan
gejala ikterus. Nyeri palpasi kuadran dan kanan
mungkin ada.
j. Kulit
Inspeksi: Warna kulit, turgo kulit, tidak terdapat edema
atau lesi
k. Genetalia
Tidak terdapat nyeri tekan.

2. Diagnosa
1) Kecemasan pemenuhan informasi
2) Nyeri dan ketidak nyamanan abdominal kanan
3) Resiko Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
4) Resiko gangguan integritas integument
5) Hipertermi
6) Intoleransi Aktivitas
7) Ketidak efektifan Pola nafas
8) Penurunan perfusi perifer

Intervensi

a. Ansietas
a) Batasan Karakteristik
1) Gelisah
2) Distress
3) Gemetar
NOC
Indicator Keterangan 1 2 3 4 5
200701 Afek tenang
200720 Lingkungan fisik
200721 Suhu ruangan
200723 Relaksasi otot
200704 Suhu tubuh
NIC
4) Teknik menenangkan
a Berada di sisi klien
b Pertahankan sikap yang tenang dan berhati hati
c Yakinkan keselamatan dan keamanan klien
5) Pengurangan stress relokasi
a Dukung penggunaan strategi koping
b Nilai kebutuhan atau ke inginan individu dalam hal
dukungan social
c Eksplorasi jika individu telah berpindah sebelumnya
6) Manajemen prilaku menyakiti diri
a Tentukan motif atau alasan tingkah laku
b Pindahkan barang yang berbahaya dari lingkungan
sekitar pasien
c Komunikasikan resiko pada petugas ke sehatan lainnya

a. Nyeri akut
a) Batasan karakteristik
1) Dilatasi pupil
2) Ekspresi wajah nyeri (mis., mata kurang bercahaya,
tampakkacau, gerakan mata terpancar atau tetap pada satu
focus, meringis)
3) Focus pada diri sendiri
4) Mengekspresikan perilaku (mis., gelisah, merengek,
menangis, waspada)
b) NOC (Kriteria hasil)
Indikator Keterangan 1 2 3 4 5
210127 Ketidak nyamanan

210113 Gangguan pergerakan


fisik
210108 Gangguan konsentrasi

210119 Gangguan dalam


rutinitas

210115 Kehilangan nafsu


makan
Keterangan :

1. Tidak pernah menunjukkan


2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Secara konsisten menunjukkan

c) NIC (Intervensi)
1) Menejemen lingkungan: kenyamanan
a Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung
b Sesuaikan suhu ruanganyang paling menyamankan
individu, jika memungkinkan
c Sesuaikan pencahayaan untuk memenuhikebutuhan
kegiatan individu, hindari cahaya langsung pada mata
2) Terapi Relaksasi
a Minta klien untuk rileks dan merasakan sensasi yang
terjadi
b Gunakan suara yang lembut dengan irama yang lambat
untuk setiap kata
c Tunjukkan dan praktikkan teknik relaksasi pada klien
3) Pemijatan
a Kaji keinginan klien untuk melakukan pemijatan
b Tatapkan lama waktu pemijatan untuk mencapai respon
yang di inginkan
c Tempatkan pada posisi yang aman untuk memfasilitasi
pemijatan
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Code: 00002
Batasan katarateristik
 Gangguan sensasi rasa
 Penurunan berat badan dengan asupan adekuat
 Kurang minat pada makanan
NOC

Skala outcome 1 2 3 4 5

100401 Asupan gizi

100402 Asupan makanan

100408 Asupan cairan

Keterangan:
1. Sangat terganggu
2. Banyak tergaggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
NIC

 Manajemen gangguan makan


o Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk
mengembangkan rencana keperawatan dengan
melibatkan klien dan orang-orang terdekatnya dengan
tepat
o Anjurkan pasien memilih aktivitas yang membangun
ketahanan
o Anjurkan tidur siang bila diperlukan
 Manajemen cairan
o Timbang berat badan dan memonitor status pasien
o Memonitor tanda-tanda vital pasien
o Berikan cairan dengan tepat
 Manajemen berat badan
o Dorong pasienuntuk membuat grafik mingguan berat
badannya
o Dorong pasien untuk mengkonsumsi air yang cukup
setiap hari
o Informasikan pasien jika terdapat komunitas manajemen
berat badan
c. Integritas kulit
1) Batasan karakteristik
 benda asing menusuk permukaan kulit
 gangguan volume cairan
 nutrisi tidak adekuat.
2) Noc (Integritas Jaringan : Kulit dan Membran Mukosa)

Indikator Keterangan 1 2 3 4 5

110101 Suhu kulit

110103 Elastisitas

110104 Hidrasi

110106 Keringat

Keterangan:
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
3) NIC

a. Manajemen elekttolit/cairan
1. Pantau adanya tanda dan gejala overhidrasi
yang memburuk atau dehidrasi (misalnya
ronchi basah dilapangan paru terdengar ,
poliuria atau oliguria, perubahan perilaku,
kejang, saliva berbusa dan kental, mata
cekung atau edema, nafas dangkal dan cepat)
2. Timbang berat badan harian dan pantau
gejala
3. Berikan cairan dan sesuai
4. Minimalkan pemberian asupan makanan dan
minuman dengan deuretik atau pencahar
(misalnya teh, kopi, plum, supplement
herbal)
5. Jaga infuse intravena yang tepat, tranfusi
darah, atau laju aliran enteral, terutama jika
tidak diatur oleh pompa
6. Pantau adanya tanda dan gejala retensi cairan
7. Monitor tanda tanda vital yang sesuai
b. Monitor cairan
1. Tentukan jumlah dan jenis inteke atau
asupan cairan atau serta kebiasaan eliminasi
2. Tentukan apakah pasien mengalami kehausan
atau gejala perubahan cairan (misalnya,
pusing, sering berubah pikiran, ngelamun,
ketakutan, mudah tersinggung, mual,
berkedut)
3. Periksa turgot kulit dengan memegang
jaringan sekitar tulang seperti tangan atau
tulang kering, mencubit kulit dengan lembut
pegang dengan kedua lengan dan lepaskan (
dimana kulit akan turun kembali dengan
cepat jika pasien terhidrasi dengan baik)
d. Hipertermi
1. Batasan Karakteristik :
a. Kulit terasa hangat
b. Takikardi
c. Kulit kemerahan
d. Takipnea
2. NOC :
No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Merasa merinding saat dingin
2. Berkeringat saat panas
3. Mengigil saat dingin
4. Denyut jantung apikal
5. Denyut nadi radial
6. Tingkat pernapasan
7. Melaporkan kenyamanan suhu

Keterangan :
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
3. NIC
a. Perawatan demam
1) Monitor warna kulit dan suhu
2) Mandikan (pasien) dengan spons hangat dengan hati-
hati (yaitu : berikan untuk pasien dengan suhu yang
sangat tinggi tidak memberikannya selama fase dingin,
dan hindari agar pasien tidak menggigil)
3) Pastikan tanda lain dari infeksi yang terpantau pada
orang tua, karena hanya menunjukan demam ringan
atau tidak demam sama sekali selama proses infeksi
b. Manajemen lingkungan
1) Singkirkan bahaya lingkungan (misalnya, karpet yang
longgar dan kecil, furniture yang dapat dipindahkan)
2) Sediakan tempat tidur dan lingkungan yang bersih dan
nyaman
3) Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien,
jika suhu tubuh berubah
4) Hindari dari paparan dan aliran udara yang tidak perlu,
terlalu panas atau terlalu dingin
c. Pengaturan suhu
1) Monitor dan laporkan adanya tanda dan gejala dari
hipotermia
2) Instruksikan pasien bagaimana mencegah keluarnya
panas dan serangan panas
3) Instruksikan pasien, khsusunya pasien lansia, mengenai
tindakan untuk mencegah hipertemia karena paparan
dingin.
e. Intoleransi Aktifitas
1. Batasan Karakteristik :
a. Keletihan
b. Dyspnea setelah beraktivitas
c. Ketida nyamanan beraktivitas
2. NOC :
No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Saturasi oksigen ketika beraktivitas
2. Frekuensi nadi ketika beraktivitas
3. Frekuensi pernapasan ketika beraktivitas
4. Kemudahan bernapas ketika beraktivitas
5. Tekanan darah sistolik ketika
6. beraktivitas
7. Tekanan darah diastolik ketika
8. beraktivitas
9. Temuan /hasil EKG (Elektrokardiogram)
10. Warna kulit
11. Kecepatan berjalan
12. Jalan berjarak
13. Toleransi dalam menaiki tangga
Kekuatan tubuh bagian atas
Kekuatan tubuh bagian bawah
Keterangan :
6. Sangat terganggu
7. Banyak terganggu
8. Cukup terganggu
9. Sedikit terganggu
10. Tidak terganggu
3. NIC:
b. Terapi aktivitas
1) Bantu pasien untuk mengeksplorasi tujuan personal dari
aktivitas-aktivitas yang biasa dilakukan (misalnya,
bekerja) dan aktivitas-aktivitas yang di sukai
2) Sarankan metode-metode untuk meningkatkan aktivitas
fisik yang tepat
3) Bantu pasien untuk memilih aktiviyas dan pecapain
tujuan melalui aktivitas yang konsisten dengan
kemampuan fisik, fisiologis dan sosial
c. Manajemen energi
1) Bantu pasien untuk memahami prinsip konservasi
energi (misalnya, kebutuhan untuk membatasi aktivitas
dan tirah baring)
2) Kaji status fisiologis pasien yang menyebabkan
kelelahan sesuai dengan konteks usia dan
perkembangan
3) Konsulkan dengan ahli gizi mengenai
carameningkatkan asupan energidari makanan
d. Peningkatan latih
1) Lakukan latihan bersama individu, jika di perlukan
2) Instruksikan individu untuk melakukan pemanasan dan
pendinginan dengan cukup padasaat latihan
3) Instruksikan individu terkait teknik yang digunakan
untuk menghindari cedera selama latihan.
f. Ketidakefektifan pola nafas
Batasan karakteristik
 Dispnea
 Takipnea
 Fase ekspirasi memanjang
NOC
Nomor Indikator 1 2 3 4 5
041501 Frekuensi pernafasan
041502 Irama pernafasan
041503 Kedalaman inspirasi
041504 Suara auskutasi
nafas
041532 Kepatenan jalan
nafas
041505 Volume tidal
041506 Pencapaian tingkat
insentif
041507 Kapasitas vital
Keterangan :

1 : deviasi berat dari kisaran normal


2 : deviasi yang cukup berat dari kisaran
normal
3 : deviasi sedang dari kisaran normal
4 : deviasi ringan dari kisaran normal
5 : tidak ada deviasi dari kisaran normal
A. NIC
1. Menejemen jalan nafas
a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventiasi
b. Lakukan fisoterapi dada sebagaimana mestinya
c. Indentifikasi kebutuhan aktual/potensial pasien
untuk memasukkan alat membuka jalan nafas
2. Terapi oksigen
a. Periksa perangkat(alat)pemberian oksigen secara
berkala untuk memastikan bahwa konsentrasi
(yang telah)ditentukan sedang diberikan.
b. Monitor kecemasan pasien yang berkaitan dengan
kebutuhan mendapatkan terapi oksigen.
3. Monitor pernafasan
a. Monitor kecepatan,irama , kedalaman dan
kesulitan bernafas.
b. Auskultasi suara nafas, catat area dimana terjadi
penurunan atau tidak adanya ventilasi dan
keberadaan suara nafas tambahan.
c. Monitor peningkatan kelelahan, kecemasan dan
kekurangan udara pada pasien.
4. Monitor tanda-tanda vital
a. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status
pernafasan dengan tepat.
b. Identifikasi kemungkinan penyebab perubahan
tanda-tanda vital.
c. Monitor tekanan darah saat pasien berbaring,
duduk, da berdiri sebelum dan setelah perubahan
posisi.
5. Fisioterapi dada
a. Gunakan bantal untuk menopang posisi pasien
b. Intruksikan pasien untuk mengeluarkan nafas
dengan teknik nafas dalam
c. Monitor kemampuan psien sebelum dan sesudah
prosedur(contoh: oksimetrinadi tanda vital, dan
tingkat kenyamanan pasien)

g. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer


1. Batasan karakteristik
- Kelamabatan penyembuhan luka perifer.
- Parestesia
- Perubahan fungsi motorik
2. Kriteria hasil (NOC)
No Indikator 1 2 3 4 5
040715 Pengisian kapiler jari
040716 Pengisian kapiler jari kaki
040710 Suhu kulit ujung jari kaki dan tangan
040730 Kekuatan denyut nadi karotis (kanan)
040731 Kekuatan denyut nadi karotis (kiri)
Keterangan :

1 = Deviasi berat dari kisaran normal.


2 = Deviasi yang cukup besar dari kisaran normal.
3 = Deviasi sedang dari kisaran normal.
4 = Deviasi rinagan dari kisaran normal
5 = Tidak ada deviasi dari kisaran normal

3. Intervensi (NIC)
a. Monitor ekstremitas bawah
- Kaji reflek tendon dalam (misalnya,
pergelanagan kaki dan lutut, sesuai indikasi) .
- Monitor cara berjalan dan distribusi berat
pada kaki (misalnya observasi cara berjalan
dan tentukan bagaimana kebiasaan memakai
sepatu).
- Monitor mobilisasasi sendi (misalnya dorso
fleksi, pergelanagan kaku, dan gerakan sendi
subtalar)
b. Perawatan tirah baring
- Jelaskan alasan diperlukannya tirah baring.
- Balikkan pasien sesuai dengan kondisi kulit.
- Balikkan pasien yang tidak dapat mobilisasi,
paling tidak setiap 2 jam, sesuai dengan
jadwal yang spesifik.
- Ajarkan latihan ditempat tidur dengan cara
yang tepat.
c. Menejemen sensasi perifer
- Instruksikan pasien dan keluarga untuk
menjaga posisi tubuh ketika sedang mandi,
wuduk, berbaring, atau merubah posisi.
- Instruksikan pasien dan keluarga untuk
mengukur suhu air dan thermometer.
- Letakkan bantalan pada bagian tubuh yang
tergantung untuk melindungi area tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. saran
DAFTAR PUSTAKA
H.syariffudin.2016.Anatomi FisiologiEdisi 4.Jakarta: EGC
Heather Herdman.2015.Diagnosa keperawatandefinisi&klasifikasi 2015-
2016.Jakarta : EGC
M.Dachterman Joanne,dkk.2013.Nursing Intervention Classification
(NIC).Elsevier:Jakarta
Moorhead, Sue, dkk.2016.Nursing outcome Classification (NOC).Elsevior:
Jakarta
MuttaqinArif.2013.Gangguan gastrointestinal aplikasi asuhan keperawatan
Medikal bedah. Jakarta: SalembaMedika
Jean-Michel Pawlotsky. 2015. Journal of hepatology.EaslRecommendations
on Treatment of Hepatitis
Gairy F. Hall, MDA.2007.Hepatitis a, b, c, d, e, g: an update .
Polson J, Lee WM. 2005. Kertas posisi AASLD: pengelolaan gagal hati
akut, Hepatologi,

Das könnte Ihnen auch gefallen