Sie sind auf Seite 1von 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama Islam adalah agama yang sempurna, mengatur kehidupan manusia dengan segala
aspeknya. Ajaran Islam tidak saja hanya mengatur hubungan vertikal manusia (hablum
minallah), tetapi juga hubungan secara horizontal dengan ssamanya (hablum minannas). Karena
itulah Islam sebagai ajaran yang sempurna, mengajarkan kepada manusia mulai dari bagaimana
cara bergaul, berpakaian, bertamu, makan, minum, tidur sampai bagaimana cara menyembah
kepada Sang Khalik Allah SWT.

Sejak awal agama Islam telah menanamkan kesadaran akan kewajiban pemeluknya untuk
menjaga sopan santun (adab) dalam berbagai aspek kehidupan. Karena sopan santun (akhlak)
menunjukkan karakteristik kualitas kepribadian seorang muslim. Bahkan Nabi Muhammad SAW
mengukur keimanan seseorang dengan orang yang berbudi pekerti yang baik (Akhlak Karimah).
Untuk memberikan gambaran lebih rinci berikut akan dibahas adab berpakaian, berhias, dalam
perjalanan, bertamu dan menerima tamu.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:

 Apa pengertian tentang akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan menerima tamu?
 Apa saja dalilnya?
 Apa saja hikmah atau pelajaran yang dapat diambil?

C. Tujuan Penulisan

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:

 Mengetahui pengertian tentang akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan


menerima tamu?
 Mengetahui pengertian dalil tentang akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan
menerima tamu
 Mengetahui akhlak berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan menerima tamu hikmah
atau pelajaran yang dapat diambil

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Akhlak Berpakaian

Pakaian adalah salah satu alat pelindung fisik manusia. Tentunya pakaian tak lepas dari
kehidupan manusia. Semua kehidupan manusia haruslah sesuai syari’at Islam, yang mana telah
diatur oleh Al – Qur’an. Maka dari itu, manusia haruslah berpakaian sesuai dengan yang telah
diatur oleh Allah SWT. Berpakaian sesuai dengan syari’at Islam, akan membuat kita merasa itu
adalah sebuah kewajiban untuk menjaganya agar tetap dengan aturan yang ada.

1. Pengertian Akhlak Berpakaian

Pakaian sebagai kebutuhan dasar bagi setiap orang dalam berbagai zaman dan keadaan.
Islam sebagai ajaran yang sempurna, telah mengajarkan kepada pemeluknya tntang bagaimana
tata cara berpakaian. Berpakaian menurut Islam tidak hanya sebagai kebutuhan dasar yang harus
dipenuhi setiap orang, tetapi berpakaian sebagai ibadah untuk mendapatkan ridha Allah. Oleh
karena itu setiap orang muslim wajib berpakaian sesuai dengan ketentuan yang ditetap Allah.
Untuk memberikan gambaran yang jelas tntang adab berpakaian dalam Islam, berikut ini akan
dijelaskan pengertian adab berpakaian, bentuk akhlak berpakaian, nilai positif berpakaian dan
cara membiasakan diri berpakaian sesuai ajaran Islam.
Pakaian (jawa : sandang) adalah kebutuhan pokok bagi setiap orang sesuai dengan situasi
dan kondisi dimana seorang berada. Pakaian memiliki manfaat yang sangat besar bagi kehidupan
seorang, guna melindungi tubuh dari semua kemungkinan yang merusak ataupun yang
menimbulkan rasa sakit. Dalam Bahasa Arab pakaian disebut dengan kata "Libaasun-tsiyaabun".
Dan dalam Kamus Besar Bahasa Indonsia, pakaian diartikan sebagai "barang apa yang biasa
dipakai oleh seorang baik berupa baju, jaket, celana, sarung, selendang, kerudung, jubah, surban
dan lain sebagainya.
Secara istilah, pakaian adalah segala sesuatu yang dikenakan seseoang dalam bebagai
ukuran dan modenya berupa (baju, celana, sarung, jubah ataupun yang lain), yang disesuaikan
dengan kebutuhan pemakainya untuk suatu tujuan yang bersifat khusus ataupun umum. Tujuan
bersifat khusus artinya pakaian yang dikenakan lebih berorientasi pada nilai keindahan yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi pemakaian.
Tujuan bersifat umum lebih berorientasi pada keperluan untuk menutup ataupun
melindungi bagian tubuh yang perlu ditutup atau dilindungi, baik menurut kepatutan adat
ataupun agama. Menurut kepatutan adat berarti sesuai mode ataupun batasan ukuran untuk
mengenakan pakaian yang berlaku dalam suatu wilayah hukum adat yang berlaku. Sedangkan
menurut ketentuan agama lebih mengarah pada keperluan menutup aurat sesuai ketentuan hukum
syari'at dengan tujuan untuk berribadah dan mencari ridho Allah. (Roli A.Rahman, dan M,
Khamzah, 2008 : 30).

2
2. Dalil tentang Akhlak Berpakaian

Berpakaian atau menutup aurat bagi seorang muslim adalah suatu kewajiban. Kriteria
pakaian bukanlah berdasarkan kepantasan atau mode yang lagi trend, melainkan
berdasarkan Al Qur'an dan As Sunnah. Jika kedua sumber hukum Islam ini telah
memutuskan suatu hukum, maka seorang muslim dan muslimah terlarang membantahnya.
Allah berfirman dalam QS. Al Ahzab: 36;

َ ْ‫سولَهُ فَقَد‬
‫ض هل‬ ‫ص ه‬
ُ ‫َّللاَ َو َر‬ ِ ‫سولُهُ أ َ ْم ًرا أ َ ْن َي ُكونَ لَ ُه ُم ْال ِخ َي َرة ُ ِم ْن أ َ ْم ِر ِه ْم َو َم ْن َي ْع‬ ‫ضى ه‬
ُ ‫َّللاُ َو َر‬ َ َ‫َو َما َكانَ ِل ُمؤْ ِم ٍن َوال ُمؤْ ِمنَ ٍة ِإذَا ق‬
‫ضالال ُم ِبي ًنا‬
َ

Artinya : "Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan
yang mukmin apabila Allah dan Rasul-Nya telalt menetapkan suatu ketetapan akan ada
bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.` Barang siapa mendurha kai Allah
dan rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. "

Para perancang mode boleh saja bilang bahwa hasil rancangannya itu adalah pakaian
muslim/muslimah, tetapi jika tidak memenuhi syarat sebagaimana yang diperintahkan oleh
Allah, maka pakaian itu bukanlah pakaian muslim/muslimah. Syaikh Muh. Nashiruddin At
Albani dalam bukunya "Jilbab Al Mar'ah Al Muslimah fi Al Kitabi was Sunnati"
mengharuskan delapan syarat pakaian muslim dan muslimat:

1. Menutup seluruh badan selain yang dikecualikan (QS. An Nur: 31).


2. Bukan berfungsi sebagai perhiasan (QS. Ahzaab: 33).
3. Kainnya harus tebal tidak tipis (HR. Abu Dawud)
4. Harus longgar dan tidak ketat, sehingga tidak menggambarkan sesuatu dari tubuhnya.

Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits yang artinya sebagai berikut:

"Rasulullah Saw memberiku baju Quthbiyyah yang tebal (biasanya tipis) yang merupakan baju
yang dihadiahkan Al Kaalabi kepada beliau. Baju itu pun aku pakaikan pada isteriku. Nabi saw,
bertanya kepadaku; meugapa kamu tidak memakai baju Quthbiyyah? aku menjawab: aku
pakaikan baju itu pada isteriku. Nabi Saw menjawab; perintahkanlah ia agar memakai baju
dalam dibalik Quthbiyyah itu, karena aku khawatir baju itu masih bisa menggambarkan bentuk
tulangnya. "

(HR. Al Baihaqi, Ahmad, Abu Dawud).

5. Tidak diberi wewangian atau parfum bagi wanita.


6. Tidak menyerupai laki-laki atau sebaliknya.
7. Tidak menyerupai pakaian wanita kafir.
8. Bukan libassyurah (pakaian popularitas/meraih gengsi di tengah orang banyak).

3
Dari prinsip dasar tersebut perlu dipahami pula tentang ketentuan aurat dalam Islam. Aurat
laki-laki muslim, terutama dalam salat adalah menutup fisiknya dari pusar hingga lutut,
sedangkan bagi perempuan muslimah adalah seluruh tubuhnya/fisiknya kecuali mu ka dan
telapak tangan. Bahkan Allah Swt menganjurkan berpakaian yang indah disetiap memasuki
masjid (QS. Al A'raaf: 31).

3. Hikmah Akhlak Berpakaian

Pakaian sangat berfungsi bagi tubuh kita, salah satunya untuk melindungi kulit kita.
Apabila kulit kita tidak terlindungi oleh pakaian, langsung terkena pancaran sinar ultra violet,
maka kulit kita akan terbakar dan kita bisa mengalami kanker kulit.
Pakaian juga menjaga suhu tubuh menusia agar tetap stabil, dengan menggunakan jenis
bahan pakaian tertentu, kita bisa menjaga suhu tubuh kita. Pakaian juga bisa menjadi identitas
diri kita, apabila kita menggunakan pakaian yang bagus dan kelihatan nyaman, berarti kita sudah
memenuhi kriteria berpakaian yang sopan, dan kita pun bisa melakukan ibadah tanpa harus
khawatir, apakah baju kita suci dan pantas untuk dipakai.

Hikmah mengunakan pakaian sesuai ajaran agama islam

 Mendatangkan rasa aman dan tenang


 Menumbuhkan sikap tawaddhu dan rendah hati
 Terlindung dari sengatan panas dan dinginnya cuaca
 Terhindar dari ganguan pandangan yang berlebihan
 Mencerminkan kepribadian seseorang

B. AKHLAK BERHIAS

1. Pengertian Akhlak Berhias

Berhias adalah naluri yang dimiliki oleh manusia. Berhias sudah menjadi kebutuhan bagi
sebagian besar manusia, agara dapat memperindah diri baik di lingkungan sekitar maupun diluar.
Berhias adalah salah satu alat untuk mengekspresikan diri, yang menunjukkan identitas serta jati
diri seseorang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berhias diartikan “usaha memperelok
diri dengan pakaian ataupun yang lainnya yang indah, berdandan dengan dandanan yang indah
dan menarik”.

Berhias dapat memberikan kesan indah tersendiri bagi orang lain yang melihatnya, baik dari segi
pakaian, maupun make up wajah mereka. Maka dari itu berhias dikategorikan sebagai akhlak
terpuji. Tetapi berhias juga terdapat aturannya agar tidak melanggar syari’ay Islam.

4
2. Dalil Tentang Akhlak Berhias

Telah menjadi suatu ijma’ bagi kaum Muslimin di semua Negara dan di setiap masa
pada semua golongan fuqaha, ulama, ahli-ahli hadis dan ahli tasawuf, bahwa rambut wanita
itu termasuk perhiasan yang wajib ditutup, tidak boleh dibuka di hadapan orang yang bukan
muhrimnya.
Adapun dasarnya adalah Q.S. An Nur: 31. Maka, berdasarkan ayat di atas, Allah swt.
telah melarang bagi wanita Mukminat untuk memperlihatkan perhiasannya. Kecuali yang
lahir (biasa tampak). Di antara para ulama, baik dahulu maupun sekarang, tidak ada yang
mengatakan bahwa rambut wanita itu termasuk hal-hal yang lahir; bahkan ulama-ulama
yang berpandangan luas, hal itu digolongkan perhiasan yang tidak tampak.
Nabi menganjurkan agar wanita berhias. Al Qur’an memang tidak merinci jenis-jenis
perhiasan salah satu yang diperselisihkan para ulama adalah emas dan sutera sebagai
pakaian atau perhiasan lelaki.
“ dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan
daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang
kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari
(keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.” (QS. An Nahl : 14).
Dalam Al Qur’an, persoalan ini tidak disinggung, tetapi sekian banyak hadis Nabi
menegaskan bahwa keduanya haram dipakai oleh kaum lelaki. Ali bin Abi Thalib berkata, “Saya
melihat Rasullullah mengambil sutera lalu beliau meletakkan di sebelah kanannya, dan emas
diletakkannya di sebelahkirinya, kemunduran beliau bersabda, ‘Kedua hal ini haram bagi lelaki
umatku” (HR Abu Dawud dan Nasa’i).
Dalam kitab Al-Mu’jam Al Wasith disebutkan humrah sebagai salah satu perhiasan wajah
perempuan, “humrah adalah campuran wewangian yang digunakan perempuan untuk mengolesi
wajahnya, agar indah warnanya.” Selain itu seorang pengantin perempuan pada zaman
Rasulullah SAW. biasa berhias dengan shufrah yaitu wewangian berwarana kuning.
Diperbolehkan pula menggunakan celak. Hal ini sesuai dengan hadist yang diterangkan oleh
Ummu Athiyah: “Kami dilarang berkabung untuk mayat lebih dari tiga hari, kecuali atas suami
selama empat bulan sepuluh hari. Kami tidak boleh bercelak, memakai wewangian, dan
memakai pakaian yang bercelup” (HR. Bukhari dan Muslim. Hadist tersebut menerangkan
dibolehkannya memakai celak, wewangian dan pakaian bercelup (wewangian) dalam kondisi
normal, sedangkan pada masa berkabung (ihdad) tidak dibolehkan.

3. Hikmah Akhlak Berhias

Berhias dapat menunjukkan kepribadian kita tanpa meninggalkan syari’at islam. Berhias
memberikan pengaruh positif dalam berbagai aspek kehidupan, karena berhias diniatkan untuk
beribadah, maka perbuatan itu pasti direstui Allah. Namun sebaliknya apabila berhias hanya
untuk menarik perhatian orang lain untuk tergoda dan memuji muji kita agar kita senang sendiri,
5
maka itu menjadi alat yang sesat. Lupa akan Allah, dan hanya ingin dijadikan alat pemuas diri
kita. Maka yang demikian itu adalah haram.

C. AKHLAK PERJALANAN

1. Pengertian Akhlak Perjalanan

Perjalanan dalam bahasa Arab disebut dengan kata “Rihlah atau – Safar” dalam kamus besar
Bahasa Indonesia perjalanan diartikan ; “perihal” (cara, gerakan, dsb) Berjalan atau berpergian
dari suatu tempat menuju tempat untuk suatu tujuan”. Secara istilah, perjalanan sebagai aktifitas
seseorang untuk keluar ataupun meninggalkan rumah dengan berjalan kaki ataupun
menggunakan berbagai sarana transportasi yang mengantarkan sampai pada tempat tujuan
dengan maksud ataupun tujuan tertentu.

Pada zaman Rasulullah, melakukan perjalanan telah menjadi tradisi masyarakat Arab. Dalam Al
Qur’an Surah Al Quraisy yang disebut diatas, Allah mengabadikan tradisi masyarakat Arab yang
suka melakukan perjalananpada musim tertentu untuk berbagai keperluan. Karena itu tidak heran
jika Islam sebagai satu – satunya agama yang mengatur kegiatan manusia dalam melakukan
perjalanan, mulai dari masa persiapan perjalanan, ketika masih berada dirumah, selanjutnya pada
saat dalam perjalanan dan ketika sudah kembali pulang dari suatu perjalanan. (Roli A. Rahman,
dan M. Khamzah, 2008: 37)

2. Dalil Tentang Akhlak Perjalanan

Di antara hukum-hukum bepergian ialah sebagai berikut:

a. Musafir mengqashar shalat-shalat yang empat rakaat,kemudian ia shalat duaraka'at kecuali


shalat Maghrib maka ia harus mengerjakannya tiga raka'at, ia mulaimengqashar shalat sejak
ia meninggalkan daerahnya hingga kembali padanya, kecuali jika ia berniat menetap empat
hari atau lebih di daerah tujuannya, atau ia singgah didalamnya maka ia tidak boleh
mengqashar shalat dan jika ia pulang ke daerahnyamaka ia boleh kembali mengqashar shalat
hingga ia tiba di daerahnya. Itu semuakarena dalil-dalil berikut
Firman Allah Ta‘ala,:

"Dan apabila kalian bepergian di muka bumi, maka tidaklahmengapa kalian menqashar shalat." (An-Nisa:
101).

Anas bin Malik ra berkata, "Kami bersama Rasulullah saw. keluar dari Madinah keMakkah, dan
beliau mengerjakan shalat-shalat empat raka'at dengan dua raka'athingga kita kembali ke
Madinah." (Diriwayatkan An-Nasai dan At-Tirmidzi yangmen-shahih-kannya).

6
b. Musafir diperbolehkan berwudhu dengan mengusap sepatunya selama tiga haritiga malam,
karena Ali bin Abu Thalib ra berkata "Rasulullah saw. membolehkanmengusap sepatu
selama tiga hari tiga malam bagi musafir, dan satu hari bagi orangmukim." (Diriwayatkan
Muslim, Ahmad, An-Nasai, dan Ibnu Majah).
c. Musafir diperbolehkan bertayammum jika ia kehabisan air, atau sulitmendapatkannya, atau
harganya mahal, karena Allah Ta'ala berfirman:

"Dan jika kalian sakit atau sedang dalam musafir atau kembali dan tempat buang air atau kalian telah
menyentuh perempuan, kemudian kalian tidak mendapat air, makabertayamumlah kalian dengan
tanah yang baik (suci), sapulah muka kalian dantangan kalian."
(An-Nisa': 43)

‫س ِبي ٍل َحتَّى‬ َ ‫َارى َحتَّى ت َ ْعلَ ُموا َما تَقُولُونَ َو ََل ُجنُبًا ِإ ََّل عَا ِب ِري‬ َ ‫سك‬ ُ ‫ص ََل َة َوأ َ ْنت ُ ْم‬َّ ‫يَا أَيُّ َها الَّ ِذينَ آ َ َمنُوا ََل ت َ ْق َربُوا ال‬
‫سا َء فَلَ ْم ت َ ِجدُوا َما ًء فَتَيَ َّم ُموا‬ ْ ‫سفَ ٍر أ َ ْو َجا َء أ َ َح ٌد ِم ْن ُك ْم ِمنَ ا ْل َغائِ ِط أ َ ْو ََل َم‬
َ ِ‫ست ُ ُم الن‬ َ ‫علَى‬ َ ‫سلُوا َو ِإ ْن ُك ْنت ُ ْم َم ْرضَى أ َ ْو‬ ِ َ ‫ت َ ْغت‬
)43( ‫ورا‬ ً ُ ‫غف‬ َ ‫عفُ ًّوا‬ َ َ‫َّللاَ كَان‬ َّ َّ‫س ُحوا ِب ُو ُجو ِه ُك ْم َوأ َ ْيدِي ُك ْم ِإن‬
َ ‫ام‬ْ َ‫ص ِعيدًا َط ِيبًا ف‬ َ
d. Musafir mendapatkanrukhshah(keringanan) boleh tidak berpuasa selama dalam pejalanannya,
karena Allah Ta'ala berfirman,:

"Maka barang siapa di antara kalianada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah
baginyaberpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari yang lain."
(Al-Baqarah:184).

e. Musafir diperbolehkan mengerjakan shalat sunnah di atas kendaraan ke mana punkendaraan


tersebut mengarah, karena Ibnu Umar ra berkata, "Rasulullah saw. mengerjakan shalat
sunnah ke mana pun hewan kendaraannya mengarah." (MuttafaqAlaih).
f. Musafir diperbolehkan menjamak shalat Maghrib dengan shalat Ashar, atau shalatMaghrib
dengan shalat Isya' dengan jamak taqdim jika perjalanan membuatnya sulit,kemudian ia
kerjakan shalat Dzuhur dan shalat Ashar di waktu shalat Dzuhur, danshalat Maghrib dan
shalat Isya' di waktu shalat Maghrib. Atau ia menjamak ta'khir dengan mengakhirkan shalat
shalat Dzuhur ke awal shalat Ashar kemudian iakerjakan shalat Dzuhur dan shalat Ashar di
waktu shalat Ashar, dan ia akhirkan shalatMaghrib ke waktu shalat Isya' kemudian ini
kerjakan dua-duanya di waktu shalatIsya'. Karena Muadz bin Jabal ra berkata, "Kami keluar
bersama Rasulullah saw. padaPerang Tabuk, kemudian beliau kerjakan shalat Dzuhur dan
shalat Ashar secara jamak, dan mengerjakan shalat Maghrib dan shalat Isya' secara jamak."
(MuttafaqAlaih).

7
3. Hikmah Akhlak Perjalanan

Keuntungan melakukan perjalanan diantaranya yaitu:


 Safar dapat menghibur diri dari kesedihan
 Safar menjadi sarana bagi sesorang untuk memperoleh tambahan pengalaman
 Safar dapat mengantarkan seseorang untuk memperoleh pengalaman dan ilmu pengetahuan
 Dengan Safar maka seseorang akan lebih banyak mengenal adapt kesopanan yang
berkembang pada suatu komunitas masyarakat.
 Perjalanan akan dapat menambah wawasan dan bahkan kawan yang baik dan mulia. (Roli A.
Rahman, dan M. Khamzah, 2008: 37)

D. AKHLAK BERTAMU

1. Pengertian Akhlak Bertamu

Bertamu merupakan tradisi masyarakat yang selalu dilestarikan. Dengan bertamu seorang
bias menjalin persaudaraan bahkan dapat menjalin kerja ama untuk meringankan berbagai
maalah yang dihadapi dalam kehidupan.adakalanya seorang bertamu karena adanya urusan yang
serius, mialnya untuk mencari solusi terhadap problema masyarakat actual, sekedar bertandang,
karena lama tidak ketemu (berjumpa) ataupun sekedar untuk mampir sejenak. Dengan
bertangang ke rumah kerabat atau sahabat, maka kerinduan terhadap kerabat ataupun ahabat
dapat tersalurkan, sehingga jalinan persahabatan menjadi kokoh.
Bertamu dalam bahaa Arab disebut dengankata ( ) “Ataa liziyaroti, atau ( - ) Iatadloofa-
Yastadliifu”. Menurut kamus bahasa Indonesia, bertamu diartikan ; “dating berkunjung kerumah
seorang teman atupun kerabat untuk suatu tujuan ataupun maksud (melawat dan sebagainya)”.
Ecara istilah bertamu merupakan kegiatan mengunjungi rumah ahabat, kerabat atau[un orang
lain, dalam rangka menciptakan kebersamaan dan kemalahatan bersama.
Tujuan bertamu sudah barang udah barang tentu untuk menjalin persaudaraan ataupun
perahabatan. Sedangkan bertamu kepadea orang yang belum dikenal, memiliki tujuan untuk
saling memperkenalkan diri ataupun bermaksud lain yang belu diketahui kedua belah pihak.
Bertamu merupakan kebiaaan poitif dalam kehidupan bermasyarakat dari zaman tradisional
sampai zaman modern. Dengan melestarikan kebiaaan kunjung mengunjungi, maka segala
persoalan mudah dilestarikan, segala urusan mudah diberskan dan segala maalah mudah diatasi.

2. Dalil Tentang Akhlak Bertamu

Sahabat Abdullah bin Bisir ra. mengatakan: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda:

ْ َ‫ فَإ ِ ْن أَذِنَ لَ ُك ْم فَادْ ُخلُوا َوإاله ف‬٬‫الَ ت َأتُوا ْالبُي ُْوتَ ِم ْن أَب َْوا ِب َها َولَ ِك هن أئت ُ ْوهَا ِم ْن َج َوانَ ِب َها فَا ْست َأ ْ ِذنُوا‬
٠‫ار ِجعُوا‬

8
"Janganlah kalian mendatangi rumah (orang) dari depan pintunya, tapi datangilah dari samping-
samping. Lantas ijin. Jika kalian diberi ijin, masuklah. Namun jika tidak, pulanglah." (HR.
Tabrani)

Dalam hadis ini, Nabi berpesan bagaimana etika mendatangi rumah saat bertamu. Yaitu dilarang
menghadap pintu rumah, dikhawatirkan akan memandang isi rumah yang semestinya tak pantas
dia pandang. Entah pemilik rumah atau perkakas rumah tangga yang tidak pantas terlihat, atau
semua yang tidak diinginkan pemiliknya dilihat orang lain.

Bisa jadi tuan rumah baru berpakaian rumah yang transparan, atau boleh jadi sedang sibuk
bekerja sehingga perlu bersisir. Atau mungkin peralatan rumah tangga semrawut sehingga perlu
dirapikan dan diatur lebih dahulu.

Karenanya bertamu di hadapan pintu, besar kemungkinan mengkorek keburukan dan aurat.
Padahal yang demikian dilarang dalam Islam. Karenanya Nabi saw memerintahkan agar kita
tidak mendatangi rumah dari depan pintu, namun lewat samping pintu, kiri atau kanan, sembari
menunggu ijin dengan penuh kesopanan.

Etika kedua dalam bertamu adalah meminta ijin dengan mengetuk pintu atau bel.

Jika diijinkan kita masuk, jika tidak, kita pulang.

Diijinkan masuk, tandanya dibukakan pintu, dijawab, atau disambut oleh orang yang kita
kunjungi. Tidak diijinkan tandanya orang yang kita cari tak ada, tidur, sibuk dengan tamu lain,
atau sama sekali tak ada jawaban. Bagaimana kita bisa mengerti batasan-batasannya? Nabi
mengajarkan kita cara tersebut dalam hadis lain. Beliau katakan, meminta ijin cukuplah tiga kali
seraya mengetuk pintu. Jika tidak dibukakan hendaklah kita pulang.

3. Hikmah Akhlak Bertamu

Bertamu secara baik dapat menumbuhkan sikap toleran terhadap oaring lain dan menjauhkan
sikap pakaan, tekanan, dan intimidasi. Islam tidak mengenal tindakan kekerasan. Bukan saja
dalam usaha meyakinkan orang lain terhadap tujuan dan maksud beik kedatangan, tetapi juga
dalam tindak laku dan pergaulan dengan sesame manuia harus terhindar cara-cara pakaan dan
kekerasan.
Dengan bertamu ataupun bertangang, seorang akan mempertemukan persamaan ataupun
kesesuaian sehingga akan terjalin persahabatan dan kerjasama dalam menjalin kehidupan.
Dengan bertamu, seorang akan melakukan diskui yang baik, sikap yang sportif, dan elegan
terhadap seamanya.
Bertamu dianggap sebagai sarana yang efektif untuk berdakwah dan menciptakan kehidupan
mesyarakat yang bermartabat.

9
E. AKHLAK MENERIMA TAMU

1. Pengertian Akhlah Menerima Tamu

Menurut kamus bahasa Indonesia, menerima tamu (ketamuan) diartikan; “kedatangan orang
yang bertamu, melawat atau berkunjung”. Secara istilah menerima tamu dimaknai menyambut
tamu dengan berbagai cara penyambutan yang lazim (wajar) dilakukan menurut adapt ataupun
agama dengan meksud yang menyenagkan atau memuliakan tamu, atas dasar keyakinan untuk
mendapatkan rahmad dan rida dari Allah.

2. Dalil Tentang menerima Tamu

Menerima dan memuliakan tamu tanpa membeda-bedakan status sosial mereka adalah salah satu
sifat terpuji yang sangat dianjurkan dalam Islam. Bahkan Rasulullah SAW mengaitkan sifat
memuliakan tamu itu dengan keimanan terhadap Allah dan Hari Akhir. Beliau bersabda yang
artinya:

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau
diam. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaklah ia memuliakan
tetangganya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia
memuliakan tamunya.” [HR. Bukhari dan Muslim]

Memuliakan tamu dilakukan antara lain dengan menyambut kedatangannya dengan muka manis
dan tutur kata yang lemah lembut, mempersilahkannya duduk di tempat yang baik. Kalau perlu
disediakan ruangan khusus untuk menerima tamu yang selalu dijaga kerapian dan keasriannya.

Kalau tamu datang dari tempat yang jauh dan ingin menginap, tuan rumah wajib menerima dan
menjamunya maksimal tiga hati tiga malam. Lebih dari tiga hari terserah kepada tuan rumah
untuk tetap menjamunya atau tidak. Menurut Rasulullah SAW, hari pertama dengan hidangan

10
istimewa dari hidangan yang biasa dimakan tuan rumah sehari-hari. Sedangkan hari kedua dan
ketiga dijamu menggunakan jamuan yang sama dengan keseharian yang dimakan tuan rumah.
Menjamu tamu lebih dari tiga hari nilainya sedekah, bukan lagi kewajiban. Rasulullah SAW
bersabda yang artinya:

“Menjamu tamu itu hanya tiga hari. Jaizahnya sehari semalam. Apa yang dibelanjakan untuk
tamu di atas tiga hari adalah sedekah. Dan tidak boleh bagi tamu tetap menginap [lebih dari
tiga hari] karena hal itu akan memberatkan tuan rumah.” [HR. Tirmidzi]

Menurut Imam Malik, yang dimaksud dengan jaizah sehari semalam adalah memuliakan dan
menjamu tamu dengan hidangan biasa sehari-hari.

3. Hikmah Menerima Tamu

Setiap oaring islam telah diikat oleh suetu tata aturan supaya hidup bertetangga dan
bersahabat dengan orang lain, sekalipun berbeda agama atau suku. Hak-hak mereka tidak boleh
dikurangi dan tidak boleh dilanggar undang-undang perjanjian yang mengikat di antara sesame
manusia.

Menerima tamu sebagai perwujudan keimanan, artinya semakin kuat iman seseorang,
maka semakin ramah dan antun dalam menyambut tamunya karena orang yang beriman
meyakini bahwa menyambut tamu bagian dari perintah Allah.

Menyambut tamu dapat meningkatkan akhlak, mengembangkan kepribadian, dan tamu


juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk mendpatkan kemashalatan dunia ataupun akhirat.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Agama Islam adalah agama yang sempurna, mengatur manusia dalam segala aspeknya.
Berpakaian, Berhias, perjalanan, bertamu serta menerima tamu tetap ada aturannya dalam Islam.
Semua akhlak tersebut adalah akhlak terpuji apabila kita melakukannya hanya karena Allah
SWT, tanpa ada niat yang berlebihan dan lain dari pada niat kita kepada Allah SWT.
Maka dari itu, kita tidak boleh menyalah gunakan arti pakaian. Yang sebetulnya untuk
melindungi tubuh dari bahaya serta menutup aurat, fungsinya berubah menjadi untuk
memamerkan bentuk lekuk tubuh. Berhias juga tidak boleh kita salah gunakan. Haruslah sesuai
kadarnya, agar tidak menimbulkan pandangan buruk terhadap kita. Dan jangan gunakan Berhias
menjadi suatu hal yang maksiat bagi kita. Perjalanan adalah suatu hal yang mulia.Hal yang suka
dilakukan oleh Rasulullah, dengan mempersiapkan segala aspek, baik waktu, tujuan, makanan,
serta yang lainnya.
Bertamu dapat menyambung tali silaturahmi, baik kepada siapapun. Ketika kita bertamu,
juga harus ingat aturan, karena kita bukan berada didalam rumah kita sendiri. Menerima tamu
juga hal yang mulia. Menerima tamu hukumnya wajib, kita wajib menerima tamu apabila ia
berada didalam rumah kita selama tiga hari. Apabila tamu itu menginap dirumah kita lebih dari
tiga hari, maka menerima ia dirumah kita bukanlah wajib lagi. Kita berhak mengusir ia apabila
mengganggu ketentraman didalam rumah. Dan menjadi sedekah apabila kita tetap melayani ia
didalam rumah kita.

B. SARAN

Didalam berpakaian, kita sebagai muslim haruslah tetap berpakaian dengan mengikuti syari’at
Islam, dengan menutup aurat, tidak menggunakan pakaian yang ketat atau membentuk lekukan
tubuh

12
DAFTAR PUSTAKA

http://warnet178meulaboh.blogspot.co.id/2013/12/makalah-akhlak-berhias.html

http://masatox-education.blogspot.co.id/2012/01/bab-ix-akhlak-berpakaian-berhias-dan.html

http://nafiismawan.blogspot.co.id/2015/02/akhlak-berpakaian-berhias-perjalanan.html

https://sitinuralfiah.wordpress.com/bahan-ajar-2/adab-berpakaian-bertamu-dan-berhias/

http://kaizar1.blogspot.co.id/2014/08/v-behaviorurldefaultvmlo.html

13

Das könnte Ihnen auch gefallen