Sie sind auf Seite 1von 6

Seminar Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI) 1, A321-326

https://doi.org/10.32315/sem.1.a321

Gedung Sate, Keindahan Ornamen Arsitektur Indo-Eropa


I Gusti Ayu Ceri Chandrika Meidiria

Mahasiswa Progam Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Perancangan Kota, Institut Teknologi Bandung.
Korespondensi : cerichandrikam@hotmail.com

Abstrak

Kota Bandung yang merupakan kota ketiga terbesar di Indonesia telah mengalami pembangunan
yang berkembang sejak dulu oleh para pemerintah Belanda. Hal tersebut yang memunculkan
sederetan karya arsitektur di Kota Bandung. Salah satunya adalah Gedung Sate yang merupakan
ikon Kota Bandung yang saat ini telah menjadi ikon bersejarah bagi masyarakat Jawa Barat. Elemen-
elemen pada gedung ini memiliki perpaduan nilai antara arsitektur Eropa dan arsitektur Nusantara
yang begitu anggun. Keanggunannya yang dipuji oleh banyak orang membuat Gedung Sate ini patut
dikupas lebih dalam, dimana perpaduan tersebut dapat menciptakan karya arsitektur yang menarik.
Tujuan dari pembahasan ini adalah mengupas perpaduan pada arsitekturnya, yaitu antara arsitektur
Eropa/Barat dengan arsitektur Nusantara/India/Timur yang dibangun di wilayah Hindia Belanda.
Selain itu dapat juga memberikan inspirasi bagi arsitek muda untuk terus berkarya tanpa dibatasi
oleh kemonoton langgam yang digunakan serta mengapresiasi secara lebih dalam lagi tentang
Gedung Sate ini.

Kata-kunci : arsitektur, Belanda, lokal, perpaduan, sejarah

Pendahuluan

Pada tahun 1808, Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman Willem Daendels, mengubah posisi
ibukota Bandung yang mulanya di Krapyak (Bandung Selatan) menjadi Bandung Kota (Bandung
Tengah). Semasa pemerintahannya, pemerintah kolonial melihat potensi yang besar dimana Eek
(nama lama kota Bandung) dapat dikembangkan menjadi kota yang direncanakan secara matang.
Pembangunan sarana dan prasarana pun dilakukan secara terus-menerus. Hal inilah yang pada
akhirnya memunculkan beberapa karya-karya arsitektur yang menjadi ikon di Kota Bandung itu
sendiri.

Gedung Sate, dengan ornamen ciri khasnya yang berupa tusuk sate merupakan suatu ikon Kota
Bandung yang sudah dikenal diseluruh penjuru Tanah Air. Umurnya yang hampir mencapai 100
tahun (mulai dibangun tanggal 27 Juli 1920) memiliki nilai sejarah tersendiri bagi masyarakat Jawa
Barat khususnya Kota Bandung. Ornamen-ornamen pada gedung ini memiliki perpaduan nilai antara
arsitektur Eropa dan arsitektur Nusantara (atau bisa disebut arsitektur Indo-Eropa/Indo
Europeeschen architectuur stijl) yang menarik dan anggun. Badan dari Gedung Sate itu sendiri
mengingatkan kita pada gaya arsitektur Italia di masa reinaissance, sedangkan atap bertingkat yang
berdiri tegak mirip dengan atap Pagoda. Ini merupakan ungkapan arsitektur yang berhasil
menghasilkan keharmonisan antara langgam Timur dan Barat. Hal tersebut yang akan diangkat dan
dikupas menjadi pembahasan utama dimana perpaduan tersebut dapat menciptakan karya arsitektur
yang begitu anggun dan menjadi dambaan banyak maestro arsitek dan ahli bangunan. Dengan itu,

Sekolah Tinggi Teknologi Cirebon, Universitas Indraprasta, Universitas Trisakti Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | A 321
ISBN 978-602-17090-5-4 E-ISBN 978-602-17090-4-7
Gedung Sate, Lambang Arsitektur Indo-Eropa
pembahasan ini dapat membuat pembaca menjadi mengetahui lebih dalam nilai-nilai arsitektur yang
terkandung dalam bangunan ini serta mampu mengapresiasinya sebagai ikon sejarah yang berharga.

Kegiatan

Gedung Sate terletak di Jalan Diponegoro No. 22, Kota Bandung, Jawa Barat. Gedung ini berdiri
diatas lahan seluas 27.990,859 m², dengan luas bangunan sekitar 10.877,734 m². Gedung yang
mempunyai nama lama Gouvernements Bedrijven ini merupakan hasil karya arsitek Ir.J.Gerber,
arsitek muda kenamaan lulusan Fakultas Teknik Delft Nederland, Ir. Eh. De Roo dan Ir. G.
Hendriks serta pihak Gemeente van Bandoeng, Kol. V.L. Slors, dengan melibatkan 2000 pekerja dan
150 orang di antaranya adalah pemahat. Gerber memadukan beberapa aliran arsitektur ke dalam
rancangannya. Setiap elemen bangunan rancangannya memiliki gaya/tema dan filosofi masing-
masing yang menarik. Hal berikut akan dikupas lebih dalam sehingga pembaca dapat lebih
memahami arti tersirat yang terkandung di setiap detail rancangan bangunan ini.

A. Fasad

Dilihat dari tampak bangunannya, Gedung Sate memiliki tugas untuk mencerminkan kemegahan
Bandung dalam desain arsitekturnya. Kesan megah sangat ingin ditampilkan oleh Gerber dalam
setiap elemen bangunannya, terlebih Gedung Sate ini yang memang direncanakan sebagai gedung
pusat pemerintahan. Oleh karena itu, gaya arsitektur Reinaissance Perancis yang megah diambil dan
diaplikasikan dalam fasad Gedung Sate ini. Gaya ini diambil dalam bentuk penggunaan bentuk
bususr yang berulang dan pengerjaannya yang benar-benar rapi dengan ukiran yang halus pada
setiap busur.

Gambar 1. Foto tampak depan Gedung Sate


Sumber : http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=1157395

Pada bagian tengah fasad, terdapat suatu ornamen yang menyerupai bentuk candi yang kontras dan
menarik. Bentuknya yang berundak menyerupai gunung ini disebut Kori Agung. Ornamaen yang juga
sering disebut dengan Paduraksa ini biasanya digunakan sebagai pembatas sekaligus gerbang akses
penghubung antarkawasan dalam kompleks bangunan khusus. Ornamen yang kental dengan gaya
arsitektur Hindu-Buddha ini sering dijumpai pada gerbang masuk bangunan-bangunan lama di Jawa
dan Bali, seperti kompleks keraton, makam keramat, serta pura dan puri.

A 322 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017


I Gusti Ayu Ceri Chandrika Meidiria

Gambar 2. Contoh Kori Agung pada Pura Gresik


Sumber :
https://puramedangkamulan.wordpress.com/pura-
lain-di-gresik/

Selain bentuk candi tersebut, gaya arsitektur Hindu-Buddha pun juga dapat terlihat pada ornamen
yang digunakan pada tiang pada tepi kanan dan kiri bangunan Gedung Sate ini. Tiang tersebut
berbentuk segi delapan dan terbagi dalam 3 sekmen vertikal yang memiliki diameter berbeda-beda.
Tiang tersebut menyerupai tiang pada bangunan arsitektur Hindu-Buddha namun dengan ornamen
dan ukiran yang lebih sederhana. Selain itu, gaya arsitektur Hindu-Buddha juga terlihat pada atap
dan jendela bangunan Gedung Sate dan akan dibahas pada poin selanjutnya.

Gambar 3. Perbandingan tiang pada Gedung sate dengan tiang pada Kuil Sri Maha Nageswari Amman di
India
Sumber : http://www.projekdialog.com/featured/kuil-sri-maha-nageswari-amman/

Orientasi fasade Gedung Sate ternyata juga sangat diperhitungkan. Dengan mengikuti sumbu poros
utara-selatan (yang juga diterapkan di Gedung Pakuan, yang menghadap Gunung Malabar di
selatan), Gedung Sate justru sengaja dibangun menghadap Gunung Tangkuban Perahu di sebelah
utara. Respon terhadap keberadaan Gunung Tangkuban Perahu ini merupakan salah satu hal yang
patut mendapat apresiasi. Jadi Gedung Sate tidak hanya di desain secara sendiri namun juga
memperhatikan lingkungan di sekitarnya.

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | A 323


Gedung Sate, Lambang Arsitektur Indo-Eropa

Gambar 3. Foto orientasi Gedung Sate yang menghadap lurus menuju Gunung Tangkuban
Perahu
Sumber : http://4muda.com/sejarah-gedung-sate-yang-indah-dan-cerita-dukanya/

Hal tersebut sebenarnya sangat khas dengan perencanaan kota kebangsaan Eropa pada jaman itu.
Konsep kesimetrisan sumbu tersebut terlebih dulu diterapkan oleh perancang Eropa dalam
membangun sederetan bangunan seperti La Defense (sentra bisnis Paris), Ar de Triomphe de
L’Etoile (gapura kemenangan utama), Champs Elysses (salah satu jalan paling glamour di dunia).

B. Atap

Pada Gedung Sate ini, terdapat 2 bentuk atap yang digunakan. Pada puncak atap yang menaungi
bagian depan bangunan dan berbentuk perisai, terdapat ornamen atap yang berciri tradisional dan
merupakan perpaduan ragam hias Hindu, Buddha, dan India.

Hindu (berbentuk gigi


balang)

Buddha (menyerupai bunga


lotus yang kuncup)

India

Gambar 5. Foto detail perisai Gedung Sate


Sumber: http://www.metrotvnews.com/amp/GNlxV6BN-
menikmati-bandung-dari-puncak-gedung-sate

Sedangkan pada atap yang terletak paling tinggi dan menonjol dari bangunan ini menggunakan gaya
atap pura/tumpang seperti meru di Bali atau pagoda di Thailand, sesuatu yang lazim terdapat pada
arsitektur di wilayah Timur. Pada puncaknya terdapat ikon yang sangat terkenal yaitu "tusuk sate"
dengan 6 buah ornamen sate yang konon melambangkan 6 juta gulden (jumlah biaya yang
digunakan untuk membangun Gedung Sate). Terlihat sangat jelas, pada elemen ini Gerber ingin
memasukkan aliran arsitektur Nusantara.

A 324 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017


I Gusti Ayu Ceri Chandrika Meidiria

Gambar 6. Foto detail atap utama Gedung Sate


Sumber :
http://anyerpanarukan.blogspot.co.id/2010/12/ge
dung-sate.html

C. Jendela

Untuk mendukung fasad bangunan yang bergaya Reinassance ini, Gerber mengambil tema Moor
Spanyol untuk jendelanya. Jendela ini berbentuk seperti busur yang terbuat dari material bata
plester yang condong ke arah luar dan dilengkapi dengan kaca berkusen kayu pada bagian
dalamnya. Di sekeliling, bata plester ini diukir secara sederhana mengikuti bentuk busur jendela
tersebut.

Gambar 7. Foto detail jendel Gedung Sate


Sumber :
http://archive.kaskus.co.id/thread/1235854/9

Selain itu, pada bagian atasnya terdapat jendela yang mengandung gaya arsitektur Hindu-Buddha
menyerupai Gupta pada gambar dibawah namun dengan ukiran yang lebih sederhana.

Gambar 8. Perbandingan jendela pada Gedung Sate dan jendela pada ornamen banguanan arsitektur India
Sumber : https://pixabay.com/en/india-maharaja-temple-window-347/

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | A 325


Gedung Sate, Lambang Arsitektur Indo-Eropa
Pelajaran

Dari pembahasan yang telah dijabarkan diatas, saya mengambil beberapa poin pentng yang dapat
dijadikan pembelajaran, yakni :
- Dalam perancangan arsitektur, diperlukan perhatian terhadap aspek lingkungan yang dapat
menunjang ataupun mengurangi fungsi dari bangunan tersebut
- Pencampuran ornamen budaya perlu diperhatikan untuk menambah nilai seni tradisional
dalam rancangan
- Hal-hal tersirat dalam segi arsitektur dapat meningkatkan suatu nilai tersendiri dalam suatu
rancangan sehingga dapat menarik atensi khusus dari orang yang melihat bangunan
tersebut. (contoh filosofi tusuk sate)
- Kolaborasi antar budaya satu dengan lainnya yang masing-masing dibungkus secara
berbeda dapat menghasilkan karya yang indah serta berharga karena kelangkaannya
- Untuk memaksimalkan kualitas bangunan diperlukan perhatian khusus dalam aspek teknis
untuk mengimplementasikan rancangan yang dibuat.

Kesimpulan

Gedung Sate mampu menunjukkan bagaimana kolaborasi antar arsitektur Eropa dan Indonesia
dapat menghasilkan suatu karya arsitektur yang memiliki kemegahan, keindahan, dan keanggunan
yang dikagumi oleh begitu banyaknya arsitek dan ahli bangunan dari Eropa maupun Indonesia.
Konsep arsitektur Indo-Eropa yang harmonis ini dapat memberikan inspirasi kepada kita semua
dalam merancang bangunan yang tidak terbatasi oleh satu langgam saja. Konsep kolaborasi ini
dapat diterapkan kembali pada jaman ini. Kolaborasi yang baik dapat dihasilkan dengan
memperhatikan proporsi dan komposisi yang seimbang antar elemen untuk menghasilkan suatu
rancangan yang harmonis.

Studi kasus ini dilakukan dengan mendokumentasi dan menganalisis data-data yang didapatkan dari
berbagai sumber yang terpercaya. Selain itu, terdapat beberapa data hasil dari melakukan observasi
secara langsung ke Gedung Sate walaupun hanya dapat menjangkau bagian luar bangunan saja. Hal
tersebut menyebabkan ketidak akuratan data yang ditampilkan dan beberapa detail yang tidak dapat
terbahas. Maka dari itu, perlu diadakannya pengembangan studi kasus tentang Gedung Sate ini
dengan data yang lebih akurat sehingga dapat menghasilkan suatu pengetahuan yang bermanfaat
bagi pembaca.

Ucapan Terima Kasih

Sebagai penutup, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Bambang Setia Budi, ST., MT.,
Ph. D. sebegai dosen saya dalam mata kuliah Arsitektur Kolonial di Prodi Arsitektur Institut Teknologi
Bandung. Mohon maaf bisa ada kesalahan dalam penggunaan kata-kata. Terima kasih.

Daftar Pustaka

Gedung Sate (n.d.). Retrieved from https://id.wikipedia.org/wiki/Gedung_Sate


Keunikan Gedung Sate bandung Jawa Barat (n.d.). Retrieved from
http://balaiedukasi.blogspot.co.id/2015/12/keunikan-gedung-sate-bandung-jawa-barat.html
Indahnya Arsitektur Gedung Sate di Kota Bandung. (n.d.). Retrieved from http://edupaint.com/jelajah/arsitektur-
nusantara/3124-indahnya-arsitektur-gedung-sate-di-kota-bandung.html
Anthony Adi Nugroho (n.d.). Mengenal Lebih Jauh Arsitektur Kolonial Bandung.
https://arsitekturbicara.wordpress.com/2011/08/27/mengenal-lebih-jauh-arsitektur-kolonial-bandung/
Gedung Sate Perpaduan Arsitektur Barat dan Lokal. (n.d.). http://jelajahloka.blogspot.co.id/2012/05/gedung-
sate-perpaduan-arsitektur-barat.html

A 326 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017

Das könnte Ihnen auch gefallen