Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PENDAHULUAN
DEFINISI
Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa.
(Soeparman Waspaji Sarwono, IPD edisi 3, 2001 )
gastritis dibagi menjadi 2 macam :
1. Gastritis akut
Merupkan lesi mukosa akut berupa erosi dan perdarahan akibat faktor-faktor agresik atau
akibat gangguan sirkulasi akut mukosa lambung.
(Mansjoer Arief M, dkk, Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, 2001)
2. Gastritis kronik
Penyebabnya tidak jelas, sering bersifat multi faktor dengan perjalanan klinik yang bervariasi .
(Mansjoer Arief M, dkk, Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, 2001)
ETIOLOGI
Penyebab terjadinya Gastritis tergantung dari typenya :
1. Gastritis Akut, penyebabnya yaitu :
- Alkohol
- Obat-obatan : aspirin, digitalis, yodium, sulfas feros kortison, obat anti inflamasi non steroid
(AINS)
- Gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung seperti : trauma, luka bakar, sepsis
- Jenis bahan makanan : (zat yang terkandung dalam kopi) bahan rempah-rempah seperti :
merica, cuka, asam)
- Stress
2. Gastritis Kronik
Penyebabnya belum pasti mungkin berhubungan dengan faktor ras, heriditas psikis dan
makanan.
( Mansjoer Arief M, dkk, 2001 )
III. PATOFISIOLOGI
Mukosa lambung dengan bantuan prostaglandin melindungi muskular seluruh dari Arodigestive
bila pertahanan gagal terjadi Gastritis
Setelah pertahanan syaraf kolioergik, HCl berdifusi kedalam mukosa dan menyebabkan luka
pada pembuluh darah kecil dan menyebabkan oedem. Perdarahan dan erosi pada dinding
gastrik karena perkembangan penyakit, dinding gasrtrik menjadi tipis dan atrofi
Pada Gastritis kronis superfioli mukosa hiperemik oedem dan rapuh mungkin terlihat bercak-
bercak perdarahan kecil –kecil dan ulserasi
Pada Gastritis kronik hipotropik dan atrofi gaster mukosa tipis dan warna berubah menjadi abu-
abu kehijauan, pembuluh-pembuluh darah tampak jelas di daerah yang tipis sering ada
perdarahan
Pada Gastritis kronik hipertropikans mukosa suram agak membengkak, longgar dan seperti
spons, biasanya dengan modulus yang granuler yang bila besar menyerupai polip sering
terdapat erosi dan uker kecil-kecil
Sebagai pengganti untuk membedakan dengan ulkus peptikum adakah rasa sakit tidak hilang
setelah makan-makanan yang tidak merangsang (Pain Food Fair), sedangkan pada ulkus
peptikum (Pain-food-Rulef)
GEJALA KLINIS
1. Gatritis akut
- Nyeri epigastrum
- Nausea, muntah-muntah, anorexia
- Cepat sembuh bila penyebab cepat dihilangkan
2. Gastritis kronik
- Tampak pucat, Hb tidak normal
- Perut terasa panas
- Anorexia, epigstrum terasa tegang
- BAO/MAO ( Basal acid output/maximal acid output) rendah dapat diketahui dengan biopsi
( Mansjoer Arief M, dkk, 2001 )
V. KOMPLIKASI
1. Gastritis Akut
Terdapat perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemesis dan melena,
dapat berakhir sebagai syok hemoragik, khusus untuk perdarahan SCBA perlu dibedakan
dengan tukan peptik. Gambaran klinis yang diperlihatkan hampir sama, namun pada tukak
peptik penyebab utamanya adalah infeksi. Helicobakteri pulori sebesar 100% pada tukak
lambung. Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan endoskopi
2. Gastritis Kronik
Perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, periforasi, dan anemia karena gangguan absorbsi
vitamin B12
( Mansjoer Arief M, dkk, 2001 )
VI. PENATALAKSANAAN
1. Diet lunak diberikan sedikit-sedikit tetapi lebih sering
Hindari makanan / bahn-bahan yang merangsang seperti alkohol dan bumbu dapur.
2. Berikan antasida, kecuai Gastritis Hipertrofi dan atrofi gaster. Kini Gastritis Hipertrofi dan
atrofi gaster dihubungkan dengan proses autoimun dan adanya anemia, pernisiosa, karena itu
pada kasus ini diberikan kortikosteroid dan vit B12. untuk Gastritis atrofi dapat diberikan asam
seperti asam glutamat, HCl, Glulaptin, enzim-enzim lambung.
3. Bila rasa nyeri tidak hilang dengan antasida berikan oksitosis tablet 15 menit sebelum
makan
4. Berikan obat anti koinergik bila sekresi asam berlebihan
( Mansjoer Arief M, dkk, 2001 )
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a) Anamnese
1. Biodata /identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, bahasa, pekerjaan,
kebangsaan, alamat, pendidikan, tanggal MRS, dan diagnosa medis
2. Keluhan Utama
- Adanya rasa perih, nyeri epigastrum
- Adanya perdarahan / muntah darah
- Nyeri setelah / sebelum makan
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Hal ini meliputi keluhan umum mulai dari sebelum ada keluhan sampai terjadi nyeri perut,
pusing, mual, muntah, nafsu makan menurun, kembung.
b. Kebiasaan yang dialami
Dalam hal ini perlu dikaji adanya kebesaran dari penderita seperti :
- Peminum alkohol
- Suka minum kopi, teh panas
- Perokok
- Kebiasaan makan sedikit, terlambat makan pedas, mengandung gas/asam
- Kebiasaan bekerja keras : penyebab makan tak teratur
- Penggunaan obat-obatan tanpa resep dokter : aspirin, analgesik, steroid (kolmetaxon) dll
- Menjalankan diet ketat.
c. Pola-pola Fungsi Kesehatan
1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Tanggapan klien mengenai kesehatan dan kebiasaan yang kurang menjaga kebersihan serta
pemakaian obat yang mengiritasi lambung, intake makanan yang kurang menjaga kebersihan,
tidak dimasak dahulu dan sering makan yang terkontaminasi dengan bakteri.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Pada umumnya klien makan tidak teratur
3. Pola aktivitas
Pada klien gastritis akan mengalami gangguan karena selalu terdapat rasa nyeri pada daerah
lambung.
4. Pola eliminasi
Pada umumnya pada klien gastritis tidak ada gangguan atau masalah pada pola eliminasi baik
eliminasi alvi atau uri
5. Pola istirahat dan tidur
Rasa mual, nyeri, yang sering menyerang epigastrium akan mengurangi waktu dan menjadi
gangguan tidur klien
6. Pola sensori dan kognitif
Pada klien gastritis biasanya tidak ada gangguan pada panca indera
7. Pola persepsi diri
Klien mengalami kecemasan sebab sering merasa nyeri, mual, muntah
8. Pola hubungan dan peran
Klien masih tetap berinteraksi dengan orang lain dan hanya perannya yang terganggu karena
klien harus banyak istirahat akibat nyeri yang sering dirasakan
9. Pola reproduksi dan seksual
Pada umumnya klien tidak mengalami gangguan baik organ maupun kebiasaan sexualitas
10. Pola penanggulangan stres
Cara klien menanggulangi stress biasanya menggunakan mekanisme koping yang baik jika
dimotivasi oleh keluarga atau perawat
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Kebiasaan agama yang dianut, kebiasaan beribadah baik di rumah ataupun di rumah sakit
b) Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Keadaan umum lemah, nyeri epigastrium, RR meningkat, suhu meningkat, nadi meningkat.
2. Kepala dan leher
Wajah pucat, mata cekung, tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, dan wajah menyeringai
kesakitan.
3. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, tekstur kulit kasar dan kadang sianosis.
4. Sistem respirasi
Tidak ada kelainan pada sistem respirasi.
5. Sistem kardi vaskuler
terjadi penurunan tekanan darah, peningkatan nadi dan adanya suara jantung yang irreguler.
6. Sistem gastrointestinal
Terjadi mual, muntah, dan peningkatan fisik usus/gaster.
7. Sistem genito urinaria
Tidak terdapat disuria, retensi urine dan inkontinensia
8. Sistem muskuloskeletal
Adanya kelemahan otot karena kurangnya cairan dan nyeri pada persendian.
9. Sistem endokrin
Tidak ada yang mempengaruhi terjadinya gastritis dari sistem endokrin.
10. Sistem persyarafan
Motorik dan sensorik tidak ada gangguan pada umumnya.
c) Pemerisaan Penunjang
Diagnosis dapat ditegakkan dengan DL, BJ Plasma, kultur
Analisa lambung sekresi : hambatan HCL / peningkatan HCL
Endoskopi : terdapat luka pada mukosa gaster
Sinar-sinar barium : terdapat luka pada gaster / intestinal.
Rasional :
1. Agar lebih mudah melakukan tindakan keperawatan
2. Agar pasien mengerti dan dapat menghindari penyebab
3. Terjadi relaksasi dan mengurangi ketegangan otot-otot
4. Diet teratur bisa menghindari kerusakan mukosa lambung
5. Agar klien merasa lebih nyaman
6. Deteksi dini untuk tindakan selanjutnya
7. Untuk mengetahui perkembangan pasien
8. Antasida memberikan keseimbangan asam lambung yang dapat mencegah terjadinya
kerusakan mukosa
Diagnosa 2
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang adekuat.
Tujuan :
- kebutuhan nutrisi terpenuhi dalam waktu 3 hari
Kriteria Hasil :
- Mual menurun, tidak muntah
- Turgor baik
- Kulit lembab, wajah ceria
- Porsi makan sesuai porsi
- Klien dapat mempertahankan berat badannya
Intervensi :
1. Beri penjelasan terhadap pentingnya nutrisi bagi tubuh dan proses penyembuhan
2. Berikan makanan yang menarik dan merangsang selera makan
3. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
4. Berikan diit tkrp rendah lemak
5. Timbang berat badan tiap 2-3 hari
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian nutrisi parenteral dan robaransia
Rasional :
1. Pengetahuan yang meningkat dapat meningkatkan perilaku hidup sehat
2. Untuk meningkatkan selera makan sehingga meningkatkan intake bagi tubuh
3. Makanan dalam porsi besar lebih sulit dikonsumsi pasien saat anorexia
4. Meningkatkan asupan gizi yang adekuat mempercepat proses penyembuhan
5. Megetahui perkembangan tubuh
6. Dibutuhkan bila intake PO tidak mencukupi dan efek farmakologis roboransia untuk
meningkatkan nafsu makan
Diagnosa 3
Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan nyeri pada daerah epigastrium.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan tidur terpenuhi sesuai kebutuhan
Kriteria Hasil :
Klien mengatakan sudah dapat tidur.
Intervensi :
1. Berikan penjelasan terhadap klien pentingnya istirahat tidur.
2. Ciptakan lingkungan yang nyaman.
3. Bantu klien untuk melakukan kebiasaannya menjelang tidur.
4. Tingkat relaksasi menjelang tidur.
5. Lakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik
Rasional :
1. Dengan penjelasan diharapkan klien termotivasi untuk memenuhi kebutuhan istirahat
sesuai dengan kebutuhan.
2. Lingkungan yang nyaman menstimulasi pengurangan nyeri.
3. Dengan tetap tidak mengubah pola kebiasaan klien.
4. Diharapkan dapat mengurangi ketegangan otot dan pikiran lebih tenang.
5. Analgesik bekerja mengurangi reseptor nyeri sehingga klien dapat istirahat.
Diagnosa 4
Gangguan aktivitas berhubungan dengan nyeri.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat melakukan aktivitas dengan
bebas.
Kriteria Hasil :
Klien dapat memenuhi kebutuhannya sendiri
Intervensi
1. Bimbing klien melakukan mobilisasi secara bertahap.
2. Latih klien dalam memenuhi kebutuhan dirinya.
3. Ajarkan pada klien menggunakan teknik relaksasi yang merupakan salah satu teknik
pengurangan nyeri.
4. Jelaskan tujuan aktifitas ringan.
5. Observasi reaksi nyeri saat melakukan aktivitas.
6. Anjurkan pada klien untuk mentaati terapi yang diberikan.
Rasional
1. Dengan latihan secara bertahap klien dapat melakukan aktifitas sesuai kemampuan.
2. Diharapkan ada upaya menuju mandiri.
3. Pengendalian nyeri merupakan pertahanan otot dan persendian dengan optimal.
4. Dengan penjelasan diharapkan klienn kooperatif.
5. Dengan mobilisasi terjadi penarikan otot, hal ini dapat meningkatkan rasa nyeri.
6. Diharapkan klien kooperatif.
Diagnosa 5
Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang diderita.
Tujuan :
Setelah dilakukan pendekatan klien tidak cemas lagi.
Kriteria Hasil :
Klien tenang, klien mampu bersosialisasi.
Intervensi
1. Berikan dorongan pada klien untuk mendiskusikan perasaanya mengemukakan
persepsinya tentang kecemasan.
2. Jelaskan pada klien setiap prosedur baik keperawatan maupun tindakan medis.
3. Kolaborasi dengan dokter untuk penjelasan tentang penyakitnya.
Rasional
1. Membantu klien dalam memperoleh kesadaran dan memahami keadaan diri yang
sebenarnya.
2. Dengan penjelasan diharapkan klien kooperatif dan mengurangi kecemasan klien.
3. Dengan penjelasan dari petugas kesehatan akan menambah kepercayaan terhadap apa
yang dijelaskan sehingga cemas klien berkurang.
4. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan merupakan pengelolaan dan perwujudan dari rencana tindakan meliputi beberapa
bagian yaitu validasi, rencana keperawatan, memberikan asuhan keperawatan dan
pengumpulan data (Nasrul Effendi, 1995).
5. EVALUASI
Evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dari rencana tindakan dari masalah kesehatan
klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan
melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. (Nasrul Effendi, 1995).
A. KONSEP DASAR
I. Definisi
Dermatitis kontak (DK) adalah dermatitis yang disebabkan terpaparnya kulit dengan bahan dan
luar yang bersifat iritan atau alergen.
II. Etiologi
Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan
pelarut, detergen, minyak pelumas, asam, akali dan serbuk kayu, kelainan kulit yang terjadi
selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, vetikulum, serta suhu bahan
iritan tersebut juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang di maksud yaitu : lama kontak,
kekerapan (terus menerus atau berselang) adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel
suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan.
Faktor individu juga berperan pada dematitis kontak iritan, misalnya perbedaan ketebalan kulit
di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas : usia (anak dibawah 8 tahun lebih
mudah teriritasi), ras : (kulit hitam lebih tahan dari pada kulit putih). Jenis kelamin (insidens
dermatitis kontak iritan lebih tinggi pada wanita) : penyakit kulit yang pernah atau sedang
dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun) misalnya dermatitis atopik.
a. Zat fisik
- Bahan kimiawi : asam, basa, penisilin.
- Bahan giologis : baju kulit wol, nilon sutra, perwarna pakaian, lipstik, sandal keset, parfum.
- Accupational dermatitis : dermatitis akibat kerja.
- Industrial dermatitis : bila zat-zat dari pabrik menjadi penyebab.
- Dermatitis perioralis : disebabkan oleh geta buah, tapal gigi, obat kumur, dll
Gejala Klinis
Kelainan yang terjadi dapat berupa dermatitis akut, sub akut dan kronik, lesi yang akut, berupa
lesi yang polimorf yaitu tampak makula yang eritematus, batas tidak jelas dan diatas makula
yang eritematus terdapat paput, vesikel, bula yang bila pecah menjadi lesi yang eksudatif.
Bentuk yang kronik gambarannya lebih sederhana berupa makula hiperpigmentasi disertai
likhenifitasi dan ekskoriasi
V. Diagnosa Banding
1. Dermatitis atopik.
2. Dermatitis seboroika
3. Dermatofitosis
VII. Penatalaksanaan
Penanganan dermatitis konyak yang tersering adalah menghindari bahan yang menjadi
penyebab
Pengobatan medikamentosa terdiri dari :
A. Pengobatan sistemik
1. Kartikosteroid, hanya untuk kasus yang berat dan digunakan dalam waktu singkat.
- Prednison
D 5-10mg / dosis 2-3 hari / 24 jam A : 1 mg / kg BB / hari.
- Deksomatason
D 0,5-1mg / dosis 2-3 hari / 24 jam A : 0,1 mg / kg BB / hari.
- Triamsinolan
D 4-8 mg / dosis 2-3 hari / 24 jam A : 1 mg / kg BB / hari.
2. Anti histamin
- Klorfeneramin maleal
D 3-4 mg / dosis 2-3 kali / 24 jam
A 0,09 mg / kg / dosis 3 kali / 24 jam
Defenhidramin
D 10-20 mg / dosis i.m 2-3 kali / 24 jam
A 0,09 mg / kg / dosis 1-2 kali / 24 jam
- Loratadin
D 1 tablet / hari
B. Pengobatan
Upaya pengobatan dermatitis kontak iritan yang terpenting adalah menyingkirkan pajanan
bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisik maupun kimiawi, bila hal ini dapat dilaksanakan
dengan sempurna, dan tidak terjadi komplikasi maka dermatitis iritan tersebut akan sembuh
dengan sendirinya tanpa pengobatan topikal, mungkin cuku dengan pelembab untuk
memperbaiki kulit yang kering.
Apabila diperlukan, untuk mengatasi perdangan dapat diberikan kortikosteroid topikal, misalnya
hidrokortison, atau untuk kelainan yang kronis bisa diawali dengan kortikosteroid yang lebih
kuat.
Pemakaian alat pelindung yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan
iritan untuk mencegah kontak dengan bahan tersebut.
V. Diagnosa Banding
1. Dermatitis atopik.
2. Dermatitis seboroika
3. Dermatofitosis
VII. Penatalaksanaan
Penanganan dermatitis konyak yang tersering adalah menghindari bahan yang menjadi
penyebab
Pengobatan medikamentosa terdiri dari :
A. Pengobatan sistemik
1. Kartikosteroid, hanya untuk kasus yang berat dan digunakan dalam waktu singkat.
- Prednison
D 5-10mg / dosis 2-3 hari / 24 jam A : 1 mg / kg BB / hari.
- Deksomatason
D 0,5-1mg / dosis 2-3 hari / 24 jam A : 0,1 mg / kg BB / hari.
- Triamsinolan
D 4-8 mg / dosis 2-3 hari / 24 jam A : 1 mg / kg BB / hari.
2. Anti histamin
- Klorfeneramin maleal
D 3-4 mg / dosis 2-3 kali / 24 jam
A 0,09 mg / kg / dosis 3 kali / 24 jam
- Defenhidramin
D 10-20 mg / dosis i.m 2-3 kali / 24 jam
A 0,09 mg / kg / dosis 1-2 kali / 24 jam
- Loratadin
D 1 tablet / hari
B. Pengobatan
Upaya pengobatan dermatitis kontak iritan yang terpenting adalah menyingkirkan pajanan
bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisik maupun kimiawi, bila hal ini dapat dilaksanakan
dengan sempurna, dan tidak terjadi komplikasi maka dermatitis iritan tersebut akan sembuh
dengan sendirinya tanpa pengobatan topikal, mungkin cuku dengan pelembab untuk
memperbaiki kulit yang kering.
Apabila diperlukan, untuk mengatasi perdangan dapat diberikan kortikosteroid topikal, misalnya
hidrokortison, atau untuk kelainan yang kronis bisa diawali dengan kortikosteroid yang lebih
kuat.
Pemakaian alat pelindung yang adekuat diperlukan bagi mereka yang bekerja dengan bahan
iritan untuk mencegah kontak dengan bahan tersebut
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi atau data tentang klien agar dapat mengidentifikasi mengenai
masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik fisik mental, sosial dan lingkungan
(Nasrul Effendi, 1995)
A. Pengumpulan Data
1. Identitas klien
Nama, umur (banyak terjadi pada umur 50-70 tahun), jenis kelamin (lebih banyak terjadi pada
laki-laki dari pada perempuan 10 : 1) agama status perkawinan, suku bangsa, pekerjaan,
pendidikan, bahasa, alamat, diagnosis medis tanggal dan jam masuk rumah sakit.
2. Riwayat penyakit sekarang
Bila mana serangan itu timbul, lokasi, kualitas dan faktor yang mempengaruhi dan memperberat
keluhan sehingga di bawa ke RS.
3. Riwayat penyakit dahulu
Mengkaji apakah klien pernag menderita penyakit yang sedang dialami seperti penyakit saat ini
atau penyakit lain yang pernah diderita klien sebelumnya.
4. Riwayat penyakit keluarga
Gambaran mengenai kesehatan keluarga dan apah dari anggota keluarga ada yang menderita
penyakit menular dan keturunan.
5. Riwayat penyakit lingkungan
Mengkaji terhadap penatalaksanaan dan pemeliharaan kesehatan dan diri sendiri serta
kesehatan dan kebersihan lingkungan sekitar tempat tinggal pasien.
B. Pola Fungsi Kesehatan
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.
Biasanya pada pasien mempunyai alergi pada bahan pelarut, deterjen, asam, alkali dll.
2. Pola nutrisi dan metabolisme.
Pola nutisi dan metabolisme dikaji apakah makan kesukaan pasien, berapa kali makan satu hari
komposisi makan, minum 1 hari berapa gelas, apakah ada alergi pada suatu minuman dan
makanan.
3. Pola eliminasi.
Px BAK dan BAB masih normal
PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
Meliputi tekanan darah kesadaran, pernafasan berapa frekuensinya, reguler apa iriguler, suhu
tubuh, nadi, frekuensi reguler atau ireguler.
2. Kepala
Inspeksi, simetris apa tidak, adakah nyeri kepala, adakah taruma pada kepala.
3. Pemeriksaan integument / kulit meliputi warna kulit.
4. Pemeriksaan payu dara bentuk payu dara mengalami pembesaran kelenjar limfe
5. Pemeriksaan dada terdapat benjolan apa tidak, ada nyeri tekan atau refraksi di daerah
dada atau tidak.
6. Pemeriksaan abdomen, tidak terdapat nyeri tekan pada abdomen dan epigastrium.
7. Pemeriksaan penunjang
a. Anamnesa
Bercak mati rasa, kesemutan, luka, lumpuh.
b. Uji klinis untuk mengetahui adanya makula anastesi, gangguan rasa suhu, gangguan rasa
nyeri, gangguan rasa raba.
c. Uji bakteriologis : bentuk kuman, struktur kuman, kepadatan kuman, daya tular.
d. Pemeriksaan serologis.
e. Pemeriksaan hispatologis.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan kulit.
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan permukaan kulit.
3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
4. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan keadaan penyakitnya.
5. Isolasi diri berhubungan dengan perubahan penampilan fisik.
PERENCANAAN
Diagnosa 1 : Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan kulit.
Tujuan : Nyeri berkurang atau dapat terkontrol dalam waktu 24 jam.
Kriteria hasil : - Nyeri berkurang atau dapat terkontrol
- Px tampak tenang
- Nyeri skala 2 - 3
- TTV dalam batas normal
T = 120 / 80 mmHg S = 36 6 oC N = 80 x /mnt RR= 18 x / mnt
Rencana Tindakan :
1. Jelaskan pada pasien penyebab rasa nyeri
R/ Px akan mengerti penyebab nyeri dan mengurangi ansietas.
2. Ajarkan tehnik relaksasi dan dekstraki untuk mengurangi nyeri
R/ Dengan tehnik relaksasi dan dekstraki dapat mengurangi nyeri.
3. Anjurkan pasien dengan panas panjang
R/ Dengan panas panjang dapat mengurangi nyeri.
4. Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang
R/ Memberikan rasa nyaman pada pasien.
5. Berikan posisi yang nyaman
R/ Memberikan segala sesuatu yang dikeluhkan.
6. Dengarkan segala sesuatu yang dikeluhkan
R/ Pengungkapan emosi dapat mengikatkan mekanisme koping.
7. Lakukan tindakan kenyamanan dasar seperti pijatan pada area yang tidak sakit
R/ Meningkatan relaksasi menurunkan ketegangan otot dan kelelahan umum.
8. Observasi tanda-tanda vital
R/ Mengetahui perkembangan penyakitnya.
9. Kaji skala nyeri
R/ Untuk mengetahui derajat nyeri dan mengidentifikasi adanya komplikasi.
10. Kolaboasi dengan tim medis untuk pemberian analgetik
R/ Untuk menghilangkan nyeri.
IMPLEMENTASI
Pelaksanaan asuhan keperawatan adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana perawatan
yang direncanakan oleh perawat, melaksanakananjuran dokter dan menjalankan ketentuan dari
rumah sakit.
EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan ada tiga alternatif dalam evaluasi
yaitu :
* Masalah teratasi
* Masalah teratasi sebagian
* Masalah tidak teratasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Medis
1. Pengertian
Beberapa definisi hipertensi adalah sebagai berikut :
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan
tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg. (Brunner dan Suddarth, 896 ; 2002).
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormal dan diukur palingtidak pada tiga kesempatan
yang berbeda. (Elizabeth J. Corwin, 484; 2009).
Hipertensi adalah kondisi abnormal dari hemodinamik, dimana menurut WHO tekanan saitolik ≥
140 mmHg dan atau tekanan diastoliknya > 90 mmHg (untuk usia < 60 tahun) dan sistolik ≥ 90 dan atau
tekanan diastoliknya > 95 mmHg (untuk usia > 60 tahun). (Taufan Nugroho, 2011).
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastoliknya ≥ 90 mmHg,
atau bila paien memakai obat antihipertensi. ( Arif Mansjoer, 2001).
Dari beberapa definisi mengenai hipertensi di atas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah
tekanan darah diatas 140/90 mmHg, tinggi rendahnya juga tergantung pada usia.
Sumber : Brunner dan suddarth (896, 2002).
3. Etiologi
Penyebab terjadinya hipertensi menurut Elizabeth J. Corwin, (2009 ; 485), antara lain :
a. Kecepatan denyut jantung
b. Volume sekuncup
c. Asupan tinggi garam
d. Vasokontriksi arterio dan arteri kecil
e. Stres berkepanjangan
f. Genetik
5. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat pasomotor,
pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jarak saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem
saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilapaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan
dapat mempengaruhi respons penbuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor.
6. Manisfestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada pederita hipertensi menurut Elizabeth J.
Corwin (2009 ; 487), antara lain :
a. Sakit kepala saat terjaga kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah
intrakranium.
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina.
c. Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susuna saraf pusat.
d. Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus.
e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler
7. Komplikasi
8. Test dignostik
Jenis pemeriksaan diagnostik pada penyakit hipertensi menurut Elizabeth J. Corwin (2009 ; 487),
antara lain :
a. Pengukuran diagnostik pada tekanan darah menggunakan sfigmomanometer akan memperlihatkan
peningkatan tekanan sistolik dan diastolik jauh sebelum adanya gejala penyakit.
b. Dijumpai proteinuria pada wanita preklamsia.
Sedangkan menurut Lyndon Saputra (2009), Pemeriksaan khusus pada penderita hipertensi antara
lain :
a. Tujuan semua pemeriksaan khusus adalah untuk menemukan penyebab, derajat dan adanya kerusakan
pada ”end organ”.
b. Kimia darah meliputi tes untuk fungsi ginjal dan elektrolit serum.
c. Rontgen toraks.
d. EKG
e. Urinalisasi
f. Tes lebih spesifik bila terdapat kecurigaan yang lebih besar, aortogram untuk koarktasio aorta atau
kelainan vaskuler ginjal.
g. Aktivitas renin plasma dan ekskresi aldosteron untuk aldosteronisme.
h. ”Rapid-sequnce intravenous pyelogram”, arteriogram arteri renalis, aktivitas renin vena renalis dan
biopsi ginjal untuk penyakit ginjal.
i. Pemeriksaan terhadap asam vanillymandelic dan katekolamin pada urin untuk mencari
adanya feokromosotioma.
j. 17-hidroksikortikosteroid dalam urin untuk sindrom Cushing.
k. Tes fungsi tiroid untuk penyakit.
9. Penatalaksanaan medik
Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah mencegah terjadinya morbiditas dan
mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg.
Efektifitas setiap program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi biaya perawatan, dan kualitas
hidup sehubungan dengan terapi.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendekatan nonfarmakologis, termasuk penurunan berat
badan, pembatasan alkohol, natrium dan tembakau; latihan relaksasi merupakan intervensi wajib yang
harus dilakukan pada setiap terapi antihipertensi. Apabila pada penderita hipertensi ringan berada dalam
risiko tinggi (pria perokok) atau bila tekanan darah diastoliknya menetap, diatas 85 atau 95 mmHg dan
siastoliknya diatas 130 sampai diatas 139 mmHg, maka perlu dimulai terapi obat-obatan. (Brunner and
Suddarth, 2002).
6.
Memberikan konseling dan
5. Instruksikan dan bantu memilih bantuan dengan memenuhi
kebutuhan diet individual.
makanan yang tepat, hindari makanan
dengan kejenuhan lemak tinggi dan
kolesterol.
6. Kolaboratif, rujuk ke ahli gizi sesuai
indikasi.
7. Mempertahankan keseimbangan
cairan dan elektrolit tubuh.
Sumber : Marllyn Doengoes, (2000)
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan/implementasi harus sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
sebelumnya dan pelaksanaan ini disesuaikan dengan masalah yang terjadi. Dalam pelaksanaan
keperawatan ada 4 tindakan yang dilakukan yaitu :
a. Tindakan mandiri
b. Tindakan observasi
c. Tindakan health education
d. Tindakan kolaborasi
5. Evaluasi
Tahapan evaluasi merupakan proses yang menentukan sejauh mana tujuan dapat dicapai,
sehingga dalam mengevaluasi efektivitas tindakan keperawatan. Perawat perlu mengetahui kriteria
keberhasilan dimana kriteria ini harus dapat diukur dan diamati agar kemajuan perkembangan
keperawatan kesehatan klien dapat diketahui Dalam evaluasi dapat dikemukakan 4 kemungkinan yang
menentukan keperawatan selanjutnya yaitu :
a. Masalah klien dapat dipecahkan .
b. Sebagian masalah klien dapat dipecahkan.
c. Masalah klien tidak dapat dipecahkan.
d. Dapat muncul masalah baru.
Evaluasi untuk klien dengan hipertensi dapat disesuaikan dengan masalah yang telah ditanggulangi
dengan mengacu pada tujuan yang telah ditentukan.
a. Apakah tekanan darah dalam rentang yang dapat diterima oleh klien?.
b. Apakah klien dapat beraktifitas secara mandiri ?.
c. Apakah kebutuhan nutrisi klien terpenuhi ?.
d. Apakah klien dapat menggunakan koping yang efektif ?.
e. Apakah pemahaman klien tentang penyakit meningkat ?.
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Stroke
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang
menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita
kelumpuhan atau kematian. Sedangkan menurut Hudak (1996), stroke adalah defisit neurologi yang
mempunyai serangan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari cardiovascular disease
(CVD). (Fransisca B Batticaca, 2008)
Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. (Arif Muttaqin, 2008)
C. Etiologi
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain :
1. Thrombosis Cerebral.
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi
jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi
pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas
simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala
neurologis seringkali memburuk pada 48 jam sete;ah thrombosis.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :
a. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas
dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi
melalui mekanisme berikut :
Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
Tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus).
Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.
b. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah
serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
2. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada
umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.
Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah
ini dapat menimbulkan emboli :
a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)
b. Myokard infark
c. Fibrilasi
Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk
gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada
endocardium.
3. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam
jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan
penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga otak akan membengkak,
jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi :
a. Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital.
b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri
langsung masuk vena.
e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh
darah.
4. Hypoksia Umum
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
5. Hipoksia setempat
a. Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
D. Patofisiologi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung
pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral
terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah
(makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau
oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung)
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. CT Scan
2. MRI
3. Angiografi Serebri
4. USG Doppler
5. EEG
6. Sinar X tengkorak
7. Pungsi Lumbal
8. Pemeriksaan Laboratorium
1) Darah rutin
2) Gula darah
3) Urine rutin
4) Cairan serebrospinal
5) Analisa gas darah (AGD)
6) Biokimia darah
7) Elektrollit
I. Penatalaksanaan
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut:
1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan :
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang sering, oksigenasi,
kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan
hipertensi.
2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah
posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan kleien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggita gerak
sebalah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Data riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Serangan stroke berlangsuung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas ataupun
sedang beristirahat. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah,bahkan kejang sampai tidak sadar, selain
gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
b. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat steooke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung,anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan anti kougulan, aspirin, vasodilatator,
obat-obat adiktif, dan kegemukan.
c. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke
dari generasi terdahulu.
4. Riwayat psikososial dan spiritual
Peranan pasien dalam keluarga, status emosi meningkat, interaksi meningkat, interaksi sosial terganggu,
adanya rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak harmonis, status dalam pekerjaan.
Dan apakah klien rajin dalam melakukan ibadah sehari-hari.
6. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato atau riwayat operasi.
b. Mata
Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus optikus (nervus II), gangguan dalam
mengangkat bola mata (nervus III), gangguan dalam memotar bola mata (nervus IV) dan gangguan dalam
menggerakkan bola mata kelateral (nervus VI).
c. Hidung
Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada nervus olfaktorius (nervus I).
d. Mulut
Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus vagus, adanya kesulitan dalam menelan.
e. Dada
o Inspeksi : Bentuk simetris
o Palpasi : Tidak adanya massa dan benjolan.
o Perkusi : Nyeri tidak ada bunyi jantung lup-dup.
o Auskultasi : Nafas cepat dan dalam, adanya ronchi, suara jantung I dan II murmur atau gallop.
f. Abdomen
o Inspeksi : Bentuk simetris, pembesaran tidak ada.
o Auskultasi : Bisisng usus agak lemah.
o Perkusi : Nyeri tekan tidak ada, nyeri perut tidak ada
g. Ekstremitas
Pada pasien dengan stroke hemoragik biasnya ditemukan hemiplegi paralisa atau hemiparase, mengalami
kelemahan otot dan perlu juga dilkukan pengukuran kekuatan otot, normal : 5
Pengukuran kekuatan otot menurut (Arif mutaqqin,2008)
1) Nilai 0 : Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
2) Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada sendi.
3) Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan grafitasi.
4) Nilai 3 : Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan tekanan pemeriksaan.
5) Nilai 4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi kekuatanya berkurang.
6) Nilai 5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan penuh
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan akumulasi secret, kemampuan batuk
menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, dan perubahan tingkat kesadaran.
Tujuan :
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam klien mamapu meningkatkan dan
memepertahankan keefektifan jalan nafas agar tetap bersih dan mencegah aspirasi, dengan kriteria hasil :
1) bunyi nafas terdengar bersih
2) ronkhi tidak terdengar
3) trakeal tube bebas sumbatan
4) menunjukan batuk efektif
5) tidak ada penumpukan secret di jalan nafas
6) frekuensi pernafasan 16 -20x/menit.
Intervensi :
1) Kaji keadaan jalan nafas,
Rasional : obstruksi munkin dapat di sebabkan oleh akumulasi secret.
2) Lakukan pengisapan lendir jika d perlukan.
Rasional : pengisapan lendir dapay memebebaskan jalan nafas dan tidak terus menerus di lakukan dan
durasinya dapat di kurangi untuk mencegah hipoksia.
3) Ajarkan klien batuk efektif.
Rasional : batuk efektif dapat mengeluarkan secret dari jalan nafas.
4) Lakukan postural drainage perkusi/penepukan.
Rasional : mengatur ventilasi segmen paru-paru dan pengeluaran secret.
5) Kolaborasi : pemberian oksigen 100%.
Rasional : denagn pemberiaan oksigen dapat membantu pernafasan dan membuat hiperpentilasi
mencegah terjadinya atelaktasisi dan mengurangi terjadinya hipoksia.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemipearese atau hemiplagia, kelemahan neuromoskuler
pada ekstremitas
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ..x 24 jam mobilitas fisik teratasi, dengan
kriteria hasil : klien dapat mempertahan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang
terkena atau kompensasi.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan secar fungsional dengan cara yang teratur klasifikasikan melalui skala 0-4.
Rasional : untuk mengidentifikasikan kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan.
2) Ubah posisi setiap 2 jam dan sebagainya jika memungkinkan bisa lebih sering.
Rasional : menurunkan terjadinya terauma atau iskemia jaringan.
3) Lakukan gerakan ROM aktif dan pasif pada semua ekstremitas.
Rasional : meminimalkan atropi otot, meningkatkan sirkulasi dan mencegah terjadinya kontraktur.
4) Bantu mengembangkan keseimbangan duduk seoerti meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu
untuk duduk di sisi tempat tidur.
Rasional : membantu melatih kembali jaras saraf,meningkatkan respon proprioseptik dan motorik.
5) Konsultasi dengan ahli fisiotrapi.
Rasional : program yang khusus dapat di kembangkan untuk menemukan kebutuhan klien.
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
Tujuan : klien mampu memperthankan keutuhan kulit setelah di lakukan tindakan keperawatan selama
..x24jam
Kriteria hasil : klien mampu perpartisipasi dalam penyembuhan luka, mengetahui cara dan penyebab luka,
tidak ada tanda kemerahan atau luka
Intervensi :
1) Anjurkan klien untuk melakukan latihan ROM dan mobilisasi jika munkin.
Rasional : meningkatkan aliran darah ke semua daerah.
2) Ubah posisi setiap 2 jam.
Rasional : menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah.
3) Gunakan bantal air atau bantal yang lunak di bawah area yang menonjol.
Rasional : mengindari tekanan yang berlebihan pada daerah yang menonjol.
4) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisis.
Rasional : mengindari kerusakan kapiler.
5) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan
jaringan tiap mengubah posisi.
Rasional : hangan dan pelunakan merupakan tanda kerusakan jaringan.
6) Jaga kebersihan kulit dan hidari seminimal munkin terauma,panas terhadap kulit.
Rasional : untuk mempertahankan ke utuhan kulit
5. Defisist perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskuler, menurunya kekuatan dan
kesadaran, kehilangan kontrol otot atau koordinasi di tandai oleh kelemahan untuk ADL, seperti makan,
mandi dll.
Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam terjadi prilaku peningkatan
perawatan diri.
Kriteria hasil : klien menunjukan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri, klien mampu
melakukan aktivitas perawatna diri sesuai dengan tingkat kemampuan, mengidentifikasikan personal
masyarakat yang dapat membantu.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam skala 0 – 4 untuk melakukan ADL.
Rasional : membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individu.
2) Hindari apa yang tidak dapat di lakukan oleh klien dan bantu bila perlu.
Rasional : klien dalam keadaan cemas dan tergantung hal ini di lakukan untuk mencegah frustasi dan
harga diri klien.
3) Menyadarkan tingkah laku atau sugesti tindakan pada perlindungan kelemahan. Pertahankan dukungan
pola pikir dan izinkan klien melakukan tugas, beri umpan balik yang positif untuk usahanya.
Rasional : klien memerlukan empati, tetapi perlu mengetahui perawatan yang konsisten dalam menangani
klien, skaligus meningkatkan harga diri klien, memandirikan klien, dan menganjurkan klie untuk terus
mencoba.
4) Rencanakan tindakan untuk deficit pengelihatan dan seperti tempatkan makanan dan peralatan dalam
suatu tempat, dekatkan tempat tidur ke dinding.
Rasional : klien mampu melihat dan memakan makanan, akan mampu melihat kelaurmasuk orang ke
ruangan.
6. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubunagn dengan imobilisasi dan asupan cairan yang tidak
adekuat.
Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan selam 2x24 jam gangguan eliminasi fecal ( konstipasi)
tidak terjadi lagi.
Kriteria hasil : klien BAB lancer,konsistensi feces encer, Tidak terjadi konstipasi lagi.
Intervensi :
1) Kaji pola eliminasi BAB
Rasional : untuk mengetahui frekuensi BAB klien, mengidentifikasi masalah BAB pada klien .
2) Anjurkan untuk mengosumsi buah dan sayur kaya serat.
Rasional : untuk mempelancar BAB.
3) Anjurkan klien untuk banyak minum air putih, kurang lebih 18 gelas/hari,
Rasional : mengencerkan feces dan mempermudah pengeluaran feces.
4) Berikan latihan ROM pasif
Rasional : untuk meningkatkan defikasi.
5) Kolaborasi pemberian obat pencahar.
Rasional : untuk membantu pelunakkan dan pengeluaran feces
7. Gangguan eliminasi urin ( inkontinensia urin) berhubungan dengan lesi pada UMN.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, selama ...x24 jam.
Kriteria hasil : gangguan eliminasi urin tidak terjadi lagi, pola eliminasi BAK normal.
Intervensi :
1) Kaji pola eliminasi urin.
Rasional : mengetahui masalah dalm pola berkemih.
2) Kaji multifaktoral yang menyebabkan inkontensia.
Rasional : untuk menentukan tindakan yang akan di lakukan.
3) Membatasi intake cairan 2-3 jam sebelum tidur.
Rasional : untuk mengatur supaya tidak terjadi kepenuhan pada kandung kemih.
4) Batasi intake makanan yang menyebabkan iritasi kandung kemih.
Rasional : untuk menghindari terjadinya infeksi pada kandung kemih.
5) Kaji kemampuan berkemih.
Rasonal : untuk menentukan piñata laksanaan tindak lanjut jika klien tidak bisa berkemih.
6) Modifikasi pakaian dan lingkungan.
Rasional : untuk mempermudah kebutuhan eliminasi.
7) Kolaborasi pemasangaan kateter.
Rasional : mempermudah klien dalam memenuhi kebutuhan eliminasi urin.
A. PENGERTIAN
Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang
terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (sylvia anderson Price, 1985)
Disebut cedera kepala sedang bila GCS 9-12, kehilangan kesadaran atau terjadi amnesia lebih dari 24
jam bahkan sampai berhari-hari. Resiko utama pasien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan
otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan
peningkatan TIK.
B. PATOFISIOLOGI
Cedera kulit kepala
Karena bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala berdarah bila mengalami cedera
dalam. Kulit kepala juga merupakan tempat masuknya infeksi intrakranial. Trauma dapat menimbulkan
abrasi, kontisio, laserasi atau avulsi.
Fraktur tengkorak
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Ini dapat
terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan
dampak tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak diklasifikasikan terbuka/tertutup. Bila fraktur terbuka
maka dura rusak dan fraktur tertutup dura tidak rusak. Fraktur kubah kranial menyebabkan bengkak
pada sekitar fraktur dan karena alasan yang kurang akurat tidak dapat ditetapkan tanpa pemeriksaan
dengan sinar X, fraktur dasar tengkorak cenderung melintas sinus paranasal pada tulang frontal atau
lokasi tengah telinga di tulang temporal, juga sering menimbulkan hemorragi dari hidung, faring atau
telinga dan darah terlihat di bawah konjungtiva. Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika CSS keluar dari
telinga dan hidung.
Cidera otak
Kejadian cedera “ Minor “ dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna. Otak tidak dapat menyimpan
oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna sel-sel cerebral membutuhkan supalai
darah terus menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak tidak dapat pulih dan sel-sel mati
dapat diakibatkan karena darah yang mengalir tanpa henti hanya beberapa menit saja dan kerusakan
neuron tidak dapat mengalami regenerasi.
Komosio
Komosio cerebral setelah cedera kepala adalah kehilangan fase neuologik sementara tanpa kerusakan
struktur. Jika jaringan otak dan lobus frontal terkena, pasien dapat menunjukkan perilaku yang aneh
dimana keterlibatan lobus temporal dapat menimbulkan amnesia disoreantasi.
Kontusio
Kontusio cerebral merupakan CKB, dimana otak mengalami memar dan kemungkinan adanya daerah
hemoragi. Pasien berada pada periode tidak sadarkan diri. Pasien terbaring kehilangan gerakan, denyut
nadi lemah, pernafasan dangkal, kulit dingin dan pucat.
Hemoragi cranial
Hematoma ( pengumpulan darah ) yang terjadi dalam tubuh kranial adalah akibat paling serius dari
cedera kepala. Ada 3 macam hematoma :
1. Hematoma Epidural (hematoma Ekstradural)
Setelah terjadi cedera kepala, darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural) diantara tengkorak
di dura. Keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri
meningkat tengah putus atau rusak (laserasi), dimana arteri ini berada diantara dura dan tengkorak
daerah frontal inferior menuju bagian tipis tulang temporal, hemoragi karena arteri ini menyebabkan
penekanan pada otak.
2. hematoma subdural
hematoma subdural adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak, yang pada keadaan
normal diisi oleh cairan. Hemoragi sub dural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat
putusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural. Hematoma subdural dapat terjadi
akut, sub akut atau kronik tergantung pada ukuran pembuluh darah yang terkena dan jumlah
perdarahan yang ada. Hematoma subdural akut: dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang
meliputi kkontusio atau laserasi. Hematoma subdural subakut: sekrela kontusio sedikit berat dan
dicurigai pada bagian yang gagal untuk menaikkan kesadaran setelah trauma kepala. Hematoma
subdural kronik: dapat terjadi karena cedera kepala minor dan terjadi paling sering pada lansia. Lansia
cenderung mengalami cedera tipe ini karena atrofi otak, yang diperkirakan akibat proses penuaan.
C. PATHWAYS
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• CT Scan
• Ventrikulografi udara
• Angiogram
• Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
• Ultrasonografi
F. PENATALAKSANAAN
1. Air dan Breathing
- Perhatian adanya apnoe
- Untuk cedera kepala berat lakukan intubasi endotracheal. Penderita mendapat ventilasi dengan
oksigen 100% sampai diperoleh AGD dan dapat dilakukan penyesuaian yang tepat terhadap FiO2.
- Tindakan hiperventilasi dilakukan hati-hati untuk mengoreksi asidosis dan menurunkan secara cepat
TIK pada penderita dengan pupil yang telah berdilatasi. PCO2 harus dipertahankan antara 25-35 mmhg.
2. Circulation
Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama terjadinya perburukan pada CKS. Hipotensi
merupakan petunjuk adanya kehilangan darah yang cukup berat, walaupun tidak tampak. Jika terjadi
hipotensi maka tindakan yang dilakukan adalah menormalkan tekanan darah. Lakukan pemberian cairan
untuk mengganti volume yang hilang sementara penyebab hipotensi dicari.
3. disability (pemeriksaan neurologis)
- Pada penderita hipotensi pemeriksaan neurologis tidak dapat dipercaya kebenarannya. Karena
penderita hipotensi yang tidak menunjukkan respon terhadap stimulus apapun, ternyata menjadi
normal kembali segera tekanan darahnya normal
- Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan GCS dan reflek cahaya pupil
J. RENCANA KEPERAWATAN
1. Diagnosa : gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke serebral, edema
serebral
Tujuan : mempertahankan tingkat kesadaran, kognisi dan fungsi motorik dan sensorik
Intervensi :
- Kaji faktor penyebab penurunan kesadaran dan peningkatan TIK
- Monitor status neurologis
- Pantau tanda-tanda vital dan peningkatan TIK
- Evaluasi pupil, batasan dan proporsinya terhadap cahaya
- Letakkan kepala dengan posisi 15-45 derajat lebih tinggi untuk mencegah peningkatan TIK
- Kolaburas pemberian oksigen sesuai dengan indikasi, pemasangan cairan IV, persiapan operasi sesuai
dengan indikasi
2. Diagnosa : Pola nafas tidak efektif b.d kerusakan neuro muskuler (cedera pada pusat pernafasan
otak, kerusakan persepsi /kognitif)
Tujuan : pola nafas pasien efektif
Intervensi :
- Kaji pernafasan (irama, frekuensi, kedalaman) catat adanya otot bantu nafas
- Kaji reflek menelan dan kemampuan mempertahankan jalan nafas
- Tinggikan bagian kepala tempat tidur dan bantu perubahan posisi secara berkala
- Lakukan pengisapan lendir, lama pengisapan tidak lebih dari 10-15 detik
- Auskultasi bunyi paru, catat adanya bagian yang hipoventilasi dan bunyi tambahan(ronchi, wheezing)
- Catat pengembangan dada
- Kolaburasi : awasi seri GDA, berikan oksigen tambahan melalui kanula/ masker sesuai dengan indikasi
- Monitor pemakaian obat depresi pernafasan seperti sedatif
- Lakukan program medik
3. Diagnosa : kerusakan pertukaran gas b.d hilangnya control volunteer terhadap otot pernafasan
tujuan : pasien mempertahankan oksigenasi adekuat
intervensi :
- Kaji irama atau pola nafas
- Kaji bunyi nafas
- Evaluasi nilai AGD
- Pantau saturasi oksigen
4. Diagnosa : Inefektif bersihan jalan nafas b.d akumulasi sekret, obstruksi jalan nafas
Tujuan : mempertahankan potensi jalan nafas
intervensi :
- Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misal krekels, mengi, ronchi
- Kaji frekuensi pernafasan
- Tinggikan posisi kepala tempat tidur sesuai dengan indikasi
- Lakukan penghisapan lendir bila perlu, catat warna lendir yang keluar
- Kolaburasi : monitor AGD
6. Resiko Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d penurunan kesadaran
Tujuan : tidak terjadi kekurangan kebutuhan nutrisi tepenuhi
Intervensi :
- Pasang pipa lambung sesuai indikasi, periksa posisi pipa lambung setiap akan memberikan makanan
- Tinggikan bagian kepala tempat tidur setinggi 30 derajat untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan
aspirasi
- Catat makanan yang masuk
- Kaji cairan gaster, muntahan
- Kolaburasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet yang sesuai dengan kondisi pasien
- Laksanakan program medik
7. Diagnosa : Gangguan eliminasi urin b.d hilangnya control volunter pada kandung kemih
tujuan : mempertahankan urin yang adekuat, tanpa retensi urin
intervensi :
- Kaji pengeluaran urin terhadap jumlah, kualitas dan berat jenis
- Periksa residu kandung kemih setelah berkemih
- Pasang kateter jika diperlukan, pertahankan teknik steril selama pemasangan untuk mencegah
infeksi.
A. BIODATA.
Tanggal wawancara, tanggal MRS, No. RMK. Nama, umur, jenis kelamin, suku / bangsa,
agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinana, alamat, penanggung jawab.
B. RIWAYAT KESEHATAN .
1. Riwayat Kesehatan Sekarang.
Keluhan Utama :
Nyeri, rasa ngeres (seperti ada pasir dalam mata), gatal, panas dan kemerahan disekitar mata,
epipora mata dan sekret, banyak keluar terutama pada konjungtiva, purulen / Gonoblenorroe.
Keluhan :Sifat
Keluhan terus menerus; hal yang dapat memperberat keluhan, nyeri daerah meradang menjalar
ke daerah mana, waktu keluhan timbul pada siang malam, tidur tentu keluhan timbul.
Keluhan Yang Menyertai :
Apakah pandangan menjadi kabur terutama pada kasus Gonoblenorroe.
C. PEMERIKSAAN FISIK.
Data Fokus :
Objektif : VOS dan VOD kurang dari 6/6.
Mata merah, edema konjungtiva, epipora, sekret banyak keluar terutama pada konjungtivitis
purulen (Gonoblenorroe).
Subjektif : Nyeri, rasa ngeres (seperti ada pasir dalam mata) gatal, panas.
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN.
1. Perubahan kenyamanan (nyeri) berhubungan dengan peradangan konjungtiva, ditandai
dengan :
yang dirasakan.Klien mengatakan ketidaknyamanan (nyeri)
nyeri).Raut muka /wajah klien terlihat kesakitan (ekspresi
Kriteria hasil:
Nyeri berkurang atau terkontrol.
Intervensi :
Kaji tingkat nyeri yang dialami oleh klien.
metode distraksi selama nyeri, seperti nafas dalam dan teratur.Ajarkan kepada klien
kompres hangat pada mata yang nyeri.Berikan
aman dan tenang.Ciptakan lingkungan tidur yang nyaman,
analgesic.Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
Rasionalisasi :
o Dengan penjelasan maka klien diharapkan akan mengerti.
o Berguna dalam intervensi selanjutnya.
o Merupakan suatu cara pemenuhan rasa nyaman kepada klien dengan mengurangi stressor
yang berupa kebisingan.
o Menghilangkan nyeri, karena memblokir syaraf penghantar nyeri.
Evaluasi :
pengontrolan nyeri.Mendemonstrasikan pengetahuan akan penilaian
tidak terganggu.Mengalami dan mendemonstrasikan periode tidur yang
Menunjukkan perasaan rileks.
Evaluasi :
ansietas.Mendemonstrasikan penilaian penanganan adaptif untuk mengurangi
Mendemonstrasikan pemahamaan proses penyakit.
4. Gangguan konsep diri (body image menurun) berhubungan dengan adanya perubahan pada
kelopak mata (bengkak / edema).
Intervensi :
Kaji tingkat penerimaan klien.
mendiskusikan keadaan.Ajak klien
Catat jika ada tingkah laku yang menyimpang.
Jelaskan perubahan yang terjadi.
keputusan tindakan yang dilakukan.Berikan kesempatan klien untuk menentukan
Evaluasi :
adaptif perubahan konsep diri.Mendemonstrasikan respon
dan perkembangan ke arah penerimaan.Mengekspresikan kesadaran tentang perubahan
Evaluasi :
dalam kemungkinan cedera.Menyatakan pemahaman faktor yang terlibat
menurunkan faktor resiko dan melindungi diri dari cedera.Menunjukkan perubahan prilaku,
pola hidup untuk
lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.Mengubah
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DIARE
1. Pengertian Diare
Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal ( > 3 kali/hari ), serta
perubahan isi/volume ( > 200 gr/hari) dan konsistensi feces cair (Brunner & Suddarth, 2002).
Diare adalah peningkatan jumlah, volume, keenceran dan frekuensi buang air besar
(medistore.com)
3. Penyebab Diare , Penyakit diare dapat disebabkan oleh :
a. Infeksi oleh karena Penyebaran kuman yang menyebabkan diare
Terdiri atas : Virus (rotavirus), Bakteri ( E.colli, Salmonella, Shigella, Vibrio, Campylobacter
jejuni, dll) dan penyebab lain seperti parasit (Entamuba hystolitica).
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan /
miniman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita.
b. Malabsorsi : Gangguan dalam pencernaan makananan
c. Alergi makanan dan keracunan makanan
d. Imunodefisiensi / imunosupresi(kekebalan menurun)
Keadaan ini biasanya berlangsung sementara setelah infeksi virus (campak) dan mungkin
berlangsung lama seperti pada penderita AIDS
e. Faktor lingkungan dan perilaku
4. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Usia
Anak dengan umur lebih muda mempunyai kemungkinan terjadi diare lebih besar dan
kemungkinan diare berat juga lebih besar. Diare lebih banyak pada usia infant.
2. Penurunan status kesehatan
Anak dengan kondisi yang lemah lebih tinggi kemungkinan terjadi diare dan lebih banyak diare
berat.
3. Lingkungan
Diare lebih banyak terjadi dimana kondisi sanitasi kurang, fasilitas kesehatan kurang memadai,
persiapan dan penyajian makanan, pendidikan tentang perawatan kesehatan tidak adekuat.
5. PATOFISIOLOGI
DIARE
Peningkatan cairan intra luminal menyebabkan terangsangnya usus secara mekanis karena
meningkatnya volume, sehingga motilitas usus meningkat. Sebaliknya bila waktu henti
makanan di usus terlalu cepat akan menyebabkan waktu sentuh makanan dengan mukosa
usus sehingga penyerapan elektrolit, air dan zat-zat lain terganggu. Sehingga transport cairan
dan elektrolit intestinal tidak normal.
6. GEJALA & MANIFESTASI KLINIS DIARE.
Gejala Klinis :
Anak cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang sampai tidak ada
sama sekali.
Tinja/ feces menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah.
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
Bila sudah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka timbulah dehidrasi bahkan syok
hipovolemik.
Manifestasi Klinis
No Agen Penyebab Karakteristik
1 Viral agent Fever 38 atau lebih
a. Rotavirus Nausea, vomiting
b. Norwalk Abdominal pain
Diare bisa lebih dari 1 minggu
Fever, loss of apetit
Abdominal pain
Diare dan malaise.
2. Bacterial agent Diare cair disertai mukus dan darah
a. E. Colli Vomiting, abdominal distention, diare dqn
b. Salmonella group gram positif fever.
c. S. Thypi Nausea, vomiting, colic abdominal, diare
d. Shigella group gram negatif disertai darah dan mukus.
e. Campylobacter jejuni Fever, hiperaktif peristaltic and mild
f. Vibrio cholera group abdominal tenderness.
Headache and cerebral manifestation.
Ireguler fever, headache, malaise, letargi,
fatigue, abdominal pain, anoreksia, weight
loss develop.
Fever 40 derajat and cramping, abdominal
pain, konvulsi, headache, delirium, diare
disertai mukus bisa bercampur darah,
abdominal pain, inright lower quadrant,
vomiting.
Fever, abdominal cramping periumbilical,
diare disertai darah, vomiting
Diare cair dengan cramp, iritasi anal, feces
disertai darah dan mukus.
3 Food Poisoning Nausea, vomiting, severe abdominal
a. Staphylococcus cramps, shok dapat terjadi pada kasus berat,
b. Clostridium perfringens demam ringan.
c. Clostridium botulinum Moderate to severe crampy, mid epigastric
pain.
Nausea, vomiting, diare, dry mouth dan
disfagia.
7. KOMPLIKASI
Kehilangan air dan elektrolit: dehidrasi, asidosis metabolik, hipoklasemia dan syok
Masalah gizi : maldigesti, malabsorbsi, kehilangan zat gizi langsung katabolisme
Aritmia jantung
8. DIAGNOSIS
Diagnosis didasarkan pada definisi di atas, akan tetapi perlu dilakukan pengkajian tentang
a. Riwayat diare sekarang
Meliputi: lama kurang dari 1 mg, frekuensi, konsistensi, muntah, demam, BAK 6 jam terakhir,
tindakan yang telah dilakukan.
b. Riwayat diare sebelumnya
c. Riwayat penyakit penyerta saat ini
d. Riwayat Imunisasi
e. Riwayat makanan sebelum diare
RENPRA DCA
N Diagnosa Tujuan Intervensi
o
1 Deficit volume Setelah dilakukan askep .. jam terjadi peningkatan Manajemen
cairan b/d diare keseimbangan cairan dg KH: cairan
Urine 30 ml/jam Monotor diare,
V/S dbn muntah
Kulit lembab dan tidak ada tanda-tanda dehidrasi Awasi tanda-
tanda hipovolemik
(oliguri, abd. Pain,
bingung)
Monitor
balance cairan
Monitor
pemberian cairan
parenteral
Monitor BB jika
terjadi penurunan
BB drastis
Monitor td
dehidrasi
Monitor v/s
Berikan cairan
peroral sesuai
kebutuhan
Anjurkan pada
keluarga agar
tetap memberikan
ASI dan makanan
yang lunak
Kolaborasi u/
pemberian
terapinya
2 Ketidak Setelah dilakukan askep .. jam terjadi peningkatan Managemen
seimbangan status nutrisi dg KH: nutrisi
nutrisi kurang Mengkonsumsi nutrisi yang adekuat. Kaji pola makan
dari kebutuhan Identifikasi kebutuhan nutrisi. klien
tubuh b/d Bebas dari tanda malnutrisi. Kaji kebiasaan
intake nutrisi makan klien dan
inadekuat b.d makanan
faktor biologis kesukaannya
Anjurkan pada
keluarga untuk
meningkatkan
intake nutrisi dan
cairan
kelaborasi
dengan ahli gizi
tentang
kebutuhan kalori
dan tipe makanan
yang dibutuhkan
tingkatkan
intake protein, zat
besi dan vit c
monitor intake
nutrisi dan kalori
Monitor
pemberian
masukan cairan
lewat parenteral.
Nutritional terapi
kaji kebutuhan
untuk
pemasangan
NGT
berikan makanan
melalui NGT k/p
berikan
lingkungan yang
nyaman dan
tenang untuk
mendukung
makan
monitor
penurunan dan
peningkatan BB
monitor intake
kalori dan gizi
3 Risiko infeksi Setelah dilakukan askep … jam infeksi terkontrol, Kontrol infeksi.
b/d penurunan status imun adekuat dg KH: Batasi
imunitas tubuh, Bebas dari tanda dangejala infeksi. pengunjung.
prosedur Keluarga tahu tanda-tanda infeksi. Bersihkan
invasive, Angka leukosit normal. lingkungan pasien
penyakitnya secara benar
setiap setelah
digunakan pasien.
Cuci tangan
sebelum dan
sesudah
merawat pasien,
dan ajari cuci
tangan yang
benar.
Lakukan dresing
infus tiap hari
Anjurkan pada
keluarga untuk
selalu menjaga
kebersihan klien
dan menjaga
pantat selalu
kering u/ hindari
iritasi.
Tingkatkan
masukkan gizi
yang cukup.
Tingkatkan
masukan cairan
yang cukup.
Anjurkan istirahat.
Berikan therapi
antibiotik yang
sesuai, dan
anjurkan untuk
minum sesuai
aturan.
Ajari keluarga cara
menghindari infek
si serta tentang
tanda dan
gejala infeksi dan
segera untuk
melaporkan
keperawat
kesehatan.
Pastikan
penanganan
aseptic semua
daerah IV (intra
vena).
Proteksi infeksi.
Monitor tanda dan
gejala infeksi.
Monitor WBC.
Anjurkan istirahat.
Ajari anggota
keluarga cara-
cara menghindari
infeksi dan tanda-
tanda dan gejala
infeksi.
Batasi jumlah
pengunjung.
Tingkatkan
masukan gizi dan
cairan yang cukup
4 Kurang Setelah dilakukan askep … jam pengetahuan Mengajarkan
pengetahuan keluarga klien meningkat dg KH: proses penyakit
keluarga Keluarga Kaji
berhubungan menjelaskan tentang penyakit, perlunya pengob pengetahuan
dengan kurang atan dan memahami perawatan keluarga tentang
paparan dan Keluarga kooperativedan mau kerjasama saat proses penyakit
keterbatasan dilakukan tindakan Jelaskan
kognitif tentang
keluarga patofisiologi
penyakit dan
tanda gejala
penyakit
Beri gambaran
tentaang tanda
gejala penyakit
kalau
memungkinkan
Identifikasi
penyebab
penyakit
Berikan
informasi pada
keluarga tentang
keadaan pasien,
komplikasi
penyakit.
Diskusikan
tentang pilihan
therapy pada
keluarga dan
rasional therapy
yang diberikan.
Berikan
dukungan pada
keluarga untuk
memilih atau
mendapatkan
pengobatan lain
yang lebih baik.
Jelaskan pada
keluarga tentang
persiapan /
tindakan yang
akan dilakukan
5 Cemas Setelah dilakukan askep … jam kecemasan Pengurangan
berhubungan terkontrol dg KH: ekspresi wajah tenang , anak / kecemasan
dengan krisis keluarga mau bekerjasama dalam tindakan askep. Bina hubungan
situasional, saling percaya.
hospitalisasi Kaji kecemasan
keluarga dan
identifikasi
kecemasan pada
keluarga.
Jelaskan semua
prosedur pada
keluarga.
Kaji tingkat
pengetahuan dan
persepsi pasien
dari stress
situasional.
Berikan
informasi factual
tentang diagnosa
dan program
tindakan.
Temani
keluarga pasien
untuk mengurangi
ketakutan dan
memberikan
keamanan.
Anjurkan
keluarga untuk
mendampingi
pasien.
Berikan sesuatu
objek sebagai
sesuatu simbol
untuk mengurang
kecemasan
orangtua.
Dengarkan
keluhan keluarga.
Ciptakan
lingkungan yang
nyaman.
Alihkan
perhatian
keluarga untuk
mnegurangi
kecemasan
keluarga.
Bantu keluarga
dalam mengambil
keputusan.
Instruksikan
keluarga untuk
melakukan teknik
relaksasi.
6 PK: Setelah dilakukan askep … jam perawat akan Pantau status
hipovolemia mengurangi terjadinya hipovolemia cairan (oral,
parenteral)
Pantau balance
cairan
Pantau td syok (
v/s, urine <30
ml/jam, gelisah,
penurunan
kesadaran,
peningkatan
respirasi, haus,
penurunan nadi
perifer, akral
dingin, pucat,
lembab)
Kolaborasi
pemberian
terapinya
Batasi aktivitas
klien
7 PK; Setelah dilakukan askep … jam perawat akan Pantau td
Ketidakseimban mengurangi episode ketidakseimbangan elektrolit hipokalemia (poli
gan elektrolit uri, hipotensi,
ileus, penurunan
tingkat
kesadaran,kelem
ahan, mual,
muntah,
anoreksia, reflek
tendon melemah)
Dorong klien u/
meningkatkan
intake nutrisi yang
kaya kalium
Kolaborasi u/
koreksi kalium
secara parenteral
Pantau cairan
IV
C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan Gejala dari Penyakit Demensia antara lain :
1. Rusaknya seluruh jajaran fungsi kognitif.
2. Awalnya gangguan daya ingat jangka pendek.
3. Gangguan kepribadian dan perilaku (mood swings).
4. Defisit neurologi dan fokal.
5. Mudah tersinggung, bermusuhan, agitasi dan kejang.
6. Gangguan psikotik : halusinasi, ilusi, waham, dan paranoid.
7. Keterbatasan dalam ADL (Activities of Daily Living)
8. Kesulitan mengatur penggunaan keuangan.
9. Tidak bisa pulang kerumah bila bepergian.
10. Lupa meletakkan barang penting.
11. Sulit mandi, makan, berpakaian dan toileting
E. PATOFISIOLOGI
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia (usia >65 tahun) adalah adanya perubahan kepribadian
dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Lansia penderita demensia tidak
memperlihatkan gejala yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya
mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri,
mereka sulit untuk mengingat dan sering lupa jika meletakkan suatu barang.
Faktor Psikososial
Derajat keparahan dan perjalanan penyakit demensia dapat dipengaruhi oleh faktor psikososial. Semakin
tinggi intelegensia dan pendidikan pasien sebelum sakit maka semakin tinggi juga kemampuan untuk
mengkompensasi deficit intelektual.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang : (Asosiasi Alzheimer Indonesia,2003)
1. Pemeriksaan laboratorium rutin
2. Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) telah menjadi pemeriksaan
rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun hasilnya masih dipertanyakan.
3. Pemeriksaan EEG
4. Pemeriksaan cairan otak
5. Pemeriksaan genetika
G. PENATALAKSANAAN
1. Farmakoterapi
Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
a. Untuk mengobati demensia alzheimer digunakan obat - obatan antikoliesterase
seperti Donepezil , Rivastigmine , Galantamine ,Memantine
3. Terapi Simtomatik
Pada penderita penyakit demensia dapat diberikan terapi simtomatik, meliputi :
a. Diet
b. Latihan fisik yang sesuai
c. Terapi rekreasional dan aktifitas
d. Penanganan terhadap masalah-masal
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
No
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
Dx
1 Setelah diberikan tindakana. Jalin hubungan saling a) Untuk membangan
keperawatan diharapkan mendukung dengan kepercayaan dan rasa
klien dapat beradaptasi klien. nyaman.
dengan perubahan aktivitasb. Orientasikan pada b) Menurunkan kecemasan
sehari- hari dan lingkungan lingkungan dan dan perasaan terganggu.
dengan KH : rutinitas baru. c) Untuk menentukan
a. mengidentifikasi c. Kaji tingkat stressor persepsi klien tentang
perubahan (penyesuaian diri, kejadian dan tingkat
b. mampu beradaptasi pada perkembangan, peran serangan.
perubahan lingkungan dan keluarga, akibat
aktivitas kehidupan sehari- perubahan status
hari kesehatan) d) Konsistensi mengurangi
c. cemas dan takut d. Tentukan jadwal kebingungan dan
berkurang aktivitas yang wajar meningkatkan rasa
d. membuat pernyataan yang dan masukkan dalam kebersamaan.
positif tentang lingkungan kegiatan rutin. e) Menurunkan ketegangan,
yang baru. mempertahankan rasa
e. Berikan penjelasan saling percaya, dan
dan informasi yang orientasi.
menyenangkan
mengenai kegiatan/
peristiwa.
2 Setelah diberikan tindakana. Kembangkan a. Mengurangi kecemasan
keperawatan diharapkan lingkungan yang dan emosional.
klien mampu mengenali mendukung dan
perubahan dalam berpikir hubungan klien-
dengan KH: perawat yang
a. Mampu memperlihatkan terapeutik.
kemampuan kognitif untukb. Pertahankan b. Kebisingan merupakan
menjalani konsekuensi lingkungan yang sensori berlebihan yang
kejadian yang menyenangkan dan meningkatkan gangguan
menegangkan terhadap tenang. neuron.
emosi dan pikiran tentang c. Tatap wajah ketika c. Menimbulkan perhatian,
diri. berbicara dengan klien. terutama pada klien
b. Mampu mengembangkan dengan gangguan
strategi untuk mengatasi d. Panggil klien dengan perceptual.
anggapan diri yang namanya. d. Nama adalah bentuk
negative. identitas diri dan
c. Mampu mengenali menimbulkan pengenalan
tingkah laku dan faktor terhadap realita dan klien.
penyebab. e. Gunakan suara yang e. Meningkatkan
agak rendah dan pemahaman. Ucapan
berbicara dengan tinggi dan keras
perlahan pada klien. menimbulkan stress yg
mencetuskan konfrontasi
dan respon marah.
3 Setelah diberikan tindakana. Kembangkan a. Meningkatkan
keperawatan diharapkan lingkungan yang kenyamanan dan
perubahan persepsi sensori suportif dan hubungan menurunkan kecemasan
klien dapat berkurang atau perawat-klien yang pada klien.
terkontrol dengan KH: terapeutik.
a. Mengalami penurunan b. Bantu klien untuk b. Meningkatkan koping
halusinasi. memahami halusinasi. dan menurunkan
b. Mengembangkan strategi halusinasi.
psikososial untuk c. Kaji derajat sensori c. Keterlibatan otak
mengurangi stress. atau gangguan persepsi memperlihatkan masalah
c. Mendemonstrasikan dan bagaiman hal yang bersifat asimetris
respons yang sesuai tersebut mempengaruhi menyebabkan klien
stimulasi. klien termasuk kehilangan kemampuan
penurunan penglihatan pada salah satu sisi tubuh.
atau pendengaran.
d. Ajarkan strategi untuk d. Untuk menurunkan
mengurangi stress. kebutuhan akan
halusinasi.
e. Ajak piknik e. Piknik menunjukkan
sederhana, jalan-jalan realita dan memberikan
keliling rumah sakit. stimulasi sensori yang
Pantau aktivitas. menurunkan perasaan
f) curiga dan halusinasi yang
disebabkan perasaan
terkekang.
4 Setelah dilakukan tindakana. Jangan menganjurkana. Irama sirkadian (irama
keperawatan diharapkan klien tidur siang apabila tidur-bangun) yang
tidak terjadi gangguan pola berakibat efek negative tersinkronisasi disebabkan
tidur pada klien dengan terhadap tidur pada oleh tidur siang yang
KH : malam hari. singkat.
a. Memahami faktor b. Evaluasi efek obat
penyebab gangguan pola klien (steroid, diuretik)b. Deragement psikis
tidur. yang mengganggu terjadi bila terdapat
b. Mampu menentukan tidur. panggunaan
penyebab tidur inadekuat. kortikosteroid, termasuk
c. Melaporkan dapat perubahan mood,
beristirahat yang cukup. c. Tentukan kebiasaan insomnia.
d. Mampu menciptakan pola dan rutinitas waktu c. Mengubah pola yang
tidur yang adekuat. tidur malam dengan sudah terbiasa dari asupan
kebiasaan makan klien pada malam
klien(memberi susu hari terbukti mengganggu
hangat). tidur.
d. Memberikan
lingkungan yang d. Hambatan kortikal pada
nyaman untuk formasi reticular akan
meningkatkan berkurang selama tidur,
tidur(mematikan meningkatkan respon
lampu, ventilasi ruang otomatik, karenanya
adekuat, suhu yang respon kardiovakular
sesuai, menghindari terhadap suara meningkat
kebisingan). selama tidur.
e. Buat jadwal tidur e. Penguatan bahwa
secara teratur. Katakan saatnya tidur dan
pada klien bahwa saat mempertahankan
ini adalah waktu untuk kesetabilan lingkungan.
tidur.
5 Setelah diberikan tindakana. Identifikasi kesulitan a. Memahami penyebab
keperawatan diharapkan dalam berpakaian/ yang mempengaruhi
klien dapat merawat perawatan diri, seperti: intervensi. Masalah dapat
dirinya sesuai dengan keterbatasan gerak diminimalkan dengan
kemampuannya dengan fisik, apatis/ depresi, menyesuaikan atau
KH : penurunan kognitif memerlukan konsultasi
a. Mampu melakukan seperti apraksia. dari ahli lain.
aktivitas perawatan diri b. Identifikasi kebutuhanb. Seiring perkembangan
sesuai dengan tingkat kebersihan diri dan penyakit, kebutuhan
kemampuan. berikan bantuan sesuai kebersihan dasar mungkin
b. Mampu mengidentifikasi kebutuhan dengan dilupakan.
dan menggunakan sumber perawatan
pribadi/ komunitas yang rambut/kuku/ kulit,
dapat memberikan bersihkan kaca mata,
bantuan. dan gosok gigi.
c. Perhatikan adanya c.
Kehilangan sensori dan
tanda-tanda nonverbal penurunan fungsi bahasa
yang fisiologis. menyebabkan klien
mengungkapkan
kebutuhan perawatan diri
dengan cara nonverbal,
seperti terengah-engah,
ingin berkemih dengan
memegang dirinya.
d. Pekerjaan yang tadinya
d. Beri banyak waktu mudah sekarang menjadi
untuk melakukan tugas. terhambat karena
penurunan motorik dan
perubahan kognitif.
e. Meningkatkan
e. Bantu mengenakan kepercayaan untuk hidup.
pakaian yang rapi dan
indah.
6 Setelah dilakukan tindakana. Kaji derajat gangguan a. Mengidentifikasi risiko
keperawatan diharapkan kemampuan, tingkah di lingkungan dan
Risiko cedera tidak terjadi laku impulsive dan mempertinggi kesadaran
dengan KH : penurunan persepsi perawat akan bahaya.
a. Meningkatkan tingkat visual. Bantu keluarga Klien dengan tingkah laku
aktivitas. mengidentifikasi risiko impulsi berisiko trauma
b. Dapat beradaptasi terjadinya bahaya yang karena kurang mampu
dengan lingkungan untuk mungkin timbul. mengendalikan perilaku.
mengurangi risiko trauma/ Penurunan persepsi visual
cedera. berisiko terjatuh.
c. Tidak mengalami cedera. b. Klien dengan gangguan
b. Hilangkan sumber kognitif, gangguan
bahaya lingkungan. persepsi adalah awal
terjadi trauma akibat tidak
bertanggung jawab
terhadap kebutuhan
keamanan dasar.
c. Mempertahankan
keamanan dengan
c. Alihkan perhatian saat menghindari konfrontasi
perilaku teragitasi/ yang meningkatkan risiko
berbahaya, memenjat terjadinya trauma.
pagar tempat tidur. d. Klien yang tidak dapat
melaporkan tanda/gejala
obat dapat menimbulkan
d. Kaji efek samping kadar toksisitas pada
obat, tanda keracunan lansia. Ukuran dosis/
(tanda ekstrapiramidal, penggantian obat
hipotensi ortostatik, diperlukan untuk
gangguan penglihatan, mengurangi gangguan.
gangguan e. Membahayakan klien,
gastrointestinal). meningkatkan agitasi dan
e. Hindari penggunaan timbul risiko fraktur pada
restrain terus-menerus. klien lansia (berhubungan
Berikan kesempatan dengan penurunan
keluarga tinggal kalsium tulang).
bersama klien selama
periode agitasi akut.
7 Setelah dilakukan tindakana. Beri dukungan untuk a. Motivasi terjadi saat
keperawatan diharapkan penurunan berat badan. klien mengidentifikasi
klien mendapat nutrisi b. Awasi berat badan kebutuhan berarti.
yang seimbang dengan setiap minggu. b. Memberikan umpan
KH: c. Kaji pengetahuan balik/ penghargaan.
a. Mengubah pola asuhan keluarga/ klien c. Identifikasi kebutuhan
yang benar mengenai kebutuhan membantu perencanaan
b. Mendapat diet nutrisi makanan. pendidikan.
yang seimbang. d. Usahakan/ beri
c. Mendapat kembali berat bantuan dalam memilihd. Klien tidak mampu
badan yang sesuai. menu. menentukan pilihan
e. Beri Privasi saat kebutuhan nutrisi.
kebiasaan makan e. Ketidakmampuan
menjadi masalah. menerima dan hambatan
F sosial dari kebiasaan
makan berkembang
seiring berkembangnya
penyakit.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan suatu keadaan yang memungkinkan untuk terjadinya perkembangan fisik,
intelektual, dan emosional individu secara potimal, sejauh perkembangan tersebut sesuai dengan
perkembangan optimal individu-individu lain.
Sementara itu, gangguan jiwa adalah suatu keadaan dengan adanya gejala klinis yang bermakna,
berupa sindrom pola perilaku dan pola psikologik, yang berkaitan dengan adanya distress (tidak nyaman,
tidak tentram, rasa nyeri), distabilitas (tidak mampu mengerjakan pekerjaan sehari-hari), atau
meningkatkan resiko kematian, kesakitan, dan distabilitas.
Gangguan jiwa terdiri dari beberapa macam termasuk diantaranya adalah waham atau delusi. Waham
atau delusi adalah keyakinan tentang suatu pikiran yang kokoh, kuat, tidak sesuai dengan kenyataan, tidak
cocok dengan intelegensia dan latar belakang budaya, selalu dikemukakan berulang-ulang dan berlebihan
biarpun telah dibuktikan kemustahilannya atau kesalahannya atau tidak benar secara umum.
BAB II
ASKEP WAHAM
A. Konsep Dasar Waham
1. Pengertian
Waham (dellusi) adalah keyakinan individu yang tidak dapat divalidasi atau dibuktikan dengan
realitas. Haber (1982) keyakinan individu tersebut tidak sesuai dengan tingkat intelektual dan latar
belakang budayanya. Rawlin (1993) dan tidak dapat digoyahkan atau diubah dengan alasan yang
logis (Cook and Fontain 1987)serta keyakinan tersebut diucapkan berulang -ulang.
2.5 Tanda-tanda dan Gejala
1. Kognitif :
a. Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata
b. Individu sangat percaya pada keyakinannya
c. Sulit berfikir realita
d. Tidak mampu mengambil keputusan
2. Afektif
a. Situasi tidak sesuai dengan kenyataan
b. Afek tumpul
3. Prilaku dan Hubungan Sosial
a. Hipersensitif
b. Hubungan interpersonal dengan orang lain dangkal
c. Depresi
d. Ragu-ragu
e. Mengancam secara verbal
f. Aktifitas tidak tepat
g. Streotif
h. Impulsive
i. Curiga
4. Fisik
a. Higiene kurang
b. Muka pucat
c. Sering menguap
d. BB menurun
6. Peran Serta Keluarga
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga terhadap klien dengan waham :
1. Bina hubungan salng percaya keluarga dengan klien
Sikap keluarga yang bersahabat, penuh perhatian, hangat dan lembut
Berikan penghargaan terhadap perilaku positif yang dimiliki/dilakukan
Berikan umpan balik yang tidak menghakimi dan tidak menyalahkan
2. Kontak sering tapi singkat
3. Tingkatkan hubungan klien dengan lingkungan sosial secara bertahap, seperti membicarakan masalah-
masalah yang berkaitan dengan diri klien, orang lain dan lingkungan
4. Bimbing klien untuk melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuan dan kinginanya, ajak klien untuk
melakukan kegiatan sehari-hari dirumah seperti : menyapu, mengepel dan membersihkan tempat tidur.
5. Hindarkan berdebat tentang waham
6. Jika ketakutan katakan “ Anda aman disini, saya akan bantu anda mempelajari sesuatu yang membuat
anda takut “.
7. Berikan obat sesuai dengan peratuaran
8. Jangan lupa kontrol.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian atau kesimpulan yang diambil dari pengkajian (Gabie,
dikutip oleh Carpernito, 1983).
Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan aktual atau potensial dan berdasarkan
pendidikan dan pengalamannya perawat mampu mengatasinya (Gordon dikutip oleh Carpernito, 1983).
Masalah keperawatan yang sering muncul yang dapat disimpulkan dari hasil pengkajian adalah:
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan waham.
2. Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri rendah.
3.Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berubungan dengan waham.
Tujuan umum :
* Klien tidak menciderai diri, orang lain, dan lingkungan.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksinya.
Tindakan :
Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan
lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (topik, waktu, tempat).
Jangan membantah dan mendukung waham klien : katakan perawat menerima keyakinan klien "saya
menerima keyakinan anda" disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung disertai
ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham klien.
Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi : katakan perawat akan menemani klien dan
klien berada di tempat yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian.
Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan diri.
B. ETIOLOGI
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia. Bakteri penyebab ISPA
antara lain adalah dari genus Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus,
Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah
golongan Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan
lain-lain
1. Usia.
2. Status Imunisasi
3. Lingkungan
C. PATOFISIOLOGI
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) disebabkan oleh virus atau kuman golongan A
streptococus, stapilococus, haemophylus influenzae, clamydia trachomatis, mycoplasma, dan
pneumokokus yang menyerang dan menginflamasi saluran pernafasan (hidung, pharing, laring)
dan memiliki manifestasi klinis seperti demam, meningismus, anorexia, vomiting, diare,
abdominal pain, sumbatan pada jalan nafas, batuk, dan suara nafas wheezing, stridor,
crackless, dan tidak terdapatnya suara pernafasan.
1. Non pneumonia
Ditandai dengan batuk, pilek, tanpa disertai dengan sesak nafas.
2. Pneumonia
Batuk, pilek disertai dengan sesak nafas atau nafas cepat.
b. Pneumonia berat
· Pada umur kurang dari 2 bulan, nafas cepat lebih dari 60 x / mnt
Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi hidung
dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah
dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990;
451).
1. Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika anak
sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam muncul sebagai
tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.
2. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya
terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri
pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
3. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi susah
minum dan bhkan tidak mau minum.
4. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut
mengalami sakit.
5. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan akibat
infeksi virus.
6. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya lymphadenitis
mesenteric.
7. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah
tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin tanda
ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
9. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara
pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari
pernafasan.
1. Pola, cepat (tachynea) atau normal.
2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati
melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
3. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.
5. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri
pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum.
6. Riwayat kesehatan:
– Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit seperti yang
dialaminya sekarang)
– Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernah mengalami sakit
seperti penyakit klien)
a. Inspeksi
b. Palpasi
– Adanya demam
– Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada nodus
limfe servikalis
c. Perkusi
d. Auskultasi
F. TERAPI MEDIS
Tujuan utama dilakukan terapi adalah menghilangkan adanya obstruksi dan adanya kongesti
hidung pergunakanlah selang dalam melakukan penghisaapan lendir baik melalui hidung
maupun melalui mulut. Terapi pilihan adalah dekongestan dengan pseudoefedrin hidroklorida
tetes pada lobang hidung, serta obat yang lain seperti analgesik serta antipiretik. Antibiotik tidak
dianjurkan kecuali ada komplikasi purulenta pada sekret.
Penatalaksanaan pada bayi dengan pilek sebaiknya dirawat pada posisi telungkup, dengan
demikian sekret dapat mengalir dengan lancar sehingga drainase sekret akan lebih mudah
keluar (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 452).
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
H. RENCANA KEPERAWATAN
H. RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSE
NO KEPERAWATAN NOC NIC
Airway Management
v Monitor adanya
kecemasan pasien terhadap
oksigenasi
Hipertermi b/d invasi v Tidak ada perubahan warna § Monitor tekanan darah,
2 mikroorganisme kulit dan tidak ada pusing nadi dan RR
§ Monitor penurunan tingkat
kesadaran
§ Selimuti pasien
§ Kolaborasipemberian
cairan intravena
Temperature regulation
§ Monitor suhu minimal tiap
2 jam
§ Rencanakan monitoring
suhu secara kontinyu
§ Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
§ Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan suhu
dan kemungkinan efek
negatif dari kedinginan
§ Beritahukan tentang
indikasi terjadinya keletihan
dan penanganan emergency
yang diperlukan
Ketidakseimbangan Nutrition
NOC :v Nutritional Status :
nutrisi kurang dari Management§ Kaji adanya
food and Fluid
kebutuhan b/d ketidak alergi makanan§ Kolaborasi
Intakev Nutritional Status :
mampuan dalam dengan ahli gizi untuk
nutrient Intakev Weight control
memasukan dan menentukan jumlah kalori
3 mencerna makanan Kriteria Hasil : dan nutrisi yang dibutuhkan
v Adanya peningkatan berat pasien.§ Anjurkan pasien
badan sesuai dengan tujuan untuk meningkatkan intake
Fe
v Berat badan ideal sesuai
dengan tinggi badan § Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan
v Mampumengidentifikasi vitamin C
kebutuhan nutrisi
§ Berikan substansi gula
v Tidak ada tanda tanda
malnutrisi § Yakinkan diet yang
dimakan mengandung tinggi
v Menunjukkan peningkatan serat untuk mencegah
fungsi pengecapan dari menelan konstipasi
Nutrition Monitoring
§ BB pasien dalam batas
normal
§ Monitor adanya
penurunan berat badan
§ Monitor lingkungan
selama makan
§ Jadwalkan
pengobatan dan tindakan
tidak selama jam makan
§ Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan mudah
patah
§ Monitor makanan
kesukaan
§ Monitor pucat,
kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
Teaching : disease
Process§ Berikan penilaian
tentang tingkat pengetahuan
pasien tentang proses
penyakit yang
spesifik§ Jelaskan
patofisiologi dari penyakit
dan bagaimana hal ini
berhubungan dengan
anatomi dan fisiologi,
dengan cara yang
tepat.§ Gambarkan tanda
dan gejala yang biasa
muncul pada penyakit,
NOC :v Kowlwdge : disease dengan cara yang tepat
processv Kowledge : health
BehaviorKriteria Hasil : § Gambarkan proses
penyakit, dengan cara yang
v Pasien dan keluarga tepat
menyatakan pemahaman tentang
penyakit, kondisi, prognosis dan § Identifikasi kemungkinan
program pengobatan penyebab, dengna cara yang
tepat
v Pasien dan keluarga mampu
melaksanakan prosedur yang § Sediakan informasi pada
dijelaskan secara benar pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
Kurang pengetahuan v Pasien dan keluarga mampu
tentang penatalaksanaan menjelaskan kembali apa yang § Hindari jaminan yang
ISPA b/d kurang dijelaskan perawat/tim kesehatan kosong
4 informasi. lainnya.
§ Sediakan bagi keluarga
atau SO informasi tentang
kemajuan pasien dengan cara
yang tepat
§ Diskusikan perubahan
gaya hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang
akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
§ Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
§ Instruksikan pasien
mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada
pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang
tepat
Pengertian
Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui)
dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah
akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya (Rusdi
Maslim, 1997; 46).
Penyebab
1. Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-1,8 %,
bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita
Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 % (Maramis,
1998; 215 ).
2. Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada waktu
pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium., tetapi teori ini
tidak dapat dibuktikan.
3. Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung
extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada
penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih
dalam pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik.
Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon atau kortek
otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin disebabkan oleh perubahan
postmortem atau merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak dapat
ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer
mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat
mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia merupakan suatu
reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan
lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).
Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik
ataupun somatik (2) superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id
yang berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme dan (3) kehilangan
kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.
7. Eugen Bleuler
Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa yang
terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan
perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer
(gangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala
sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang
lain).
8. Teori lain
9. Ringkasan
Sampai sekarang belum diketahui dasar penyebab Skizofrenia. Dapat dikatakan bahwa
faktor keturunan mempunyai pengaruh. Faktor yang mempercepat, yang menjadikan
manifest atau faktor pencetus (presipitating factors) seperti penyakit badaniah atau
stress psikologis, biasanya tidak menyebabkan Skizofrenia, walaupun pengaruhnya
terhadap suatu penyakit Skizofrenia yang sudah ada tidak dapat disangkal.( Maramis,
1998;218 ).
Pembagian Skizofrenia
Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama antara lain :
1. Skizofrenia Simplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa kedangkalan emosi
dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar ditemukan, waham dan
halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-lahan.
2. Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau
antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan
kemauan dan adanya depersenalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor
seperti manerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham
dan halusinasi banyak sekali.
3. Skizofrenia Katatonia
Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh
stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
4. Skizofrenia Paranoid
Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder
dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses
berfikir, gangguan afek emosi dan kemauan.
Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi.
Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan
dunia luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu
arti yang khusus baginya.
6. Skizofrenia Residual
Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-
gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan Skizofrenia.
Gambaran klinik ini di mulai dalam usia muda (15-25 th) berlangsung pelan – pelan menahan
tanpa remisi yang berarti peterroasi kepribadian dan sosial terjadi paling hebat di banding tipe
yang lain.
Konsep Dasar Halusinasi
Pengertian
1. Fase pertama
Klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, kesepian yang memuncak dan
tidak dapat di selesaikan, klien mulai melamun dan memikirkan hal – hal yang
menyenangkan cara ini hanya menolong sementara.
2. Fase kedua
Kecemasan meningkatkan, menurun dan berpikir sendiri jadi dominan. Mulai dirasakan
ada bisikan yang tidak jelas, klien tidak ingin orang lain tahu ia tetap dapat mengontrol.
3. Fase ketiga.
Bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengotrol klien, Klien
menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
4. Fase keempat
Halusinasi berubah menjadi mengancam memerintah dan memarahi klien, klien menjadi
takut, tidak berdaya hilang kontrol dan tidak berdaya, hilang dan tidak dapat
berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan
Menurut diri, tersenyum sendiri duduk terpaku, bicara sendiri memandang satu arah,
menyerang tiba – tiba, arah gelisah.
Jenis halusinasi
1. Halusinasi dengar
2. Halusinasi terlihat
Melihat pemandangan, orang, binatang atau sesuatu yang tidak ada tetapi klien yakin
ada.
3. Halusinasi penciuman
Menyatakan mencium bau bunga kemenyan yang tidak dirasa orang lain dan ada
sumber.
4. Halusinasi kecap
Merasa mengecap sesuatu rasa di mulut tetapi tidak ada.
5. Halusinasi raba
Pengkajian
Pengkajian merupakan awal dan dasar utama dari proses keperawatan tahap pengkajian terdiri
atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien.
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pengelompokan
data pada pengakajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor predisposisi, faktor presipitasi,
penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien (stuart
dan Sunden, 1998). Cara pengkajian lain berfokus pada 5 (lima) dimensi : fisik, emosional,
intelektual, sosial dan spiritual. Isi pengkajian meliputi :
Identitas klien
Keluhan utama/alasan masuk
Faktor predisposisi
Dimensi fisik / biologis
Dimensi psikososial
Status mental
Kebutuhan persiapan pulang
Mekanisme koping
Masalah psikososial dan lingkungan
Aspek medik
Data yang didapat melalui observasi atau pemeriksaan langsung di sebut data obyektif,
sedangkan data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga melalui wawancara
perawatan disebut data subyektif.
Dari data yang dikumpulkan, perawatan langsung merumuskan masalah keperawatan pada
setiap kelompok data yang terkumpul. Umumnya sejumlah masalah klien saling berhubungan
dan dapat digambarkan sebagai pohon masalah (Fasio, 1983 dan INJF, 1996). Agar penentuan
pohon masalah dapat di pahami dengan jelas, penting untuk diperhatikan yang terdapat pada
pohon masalah : Penyebab (kausa), masalah utama (core problem) dan effect (akibat).
Masalah utama adalah prioritas masalah klien dari beberapa masalah yang dimiliki oleh klien.
Umumnya masalah utama berkaitan erat dengan alasan masuk atau keluhan utama. Penyebab
adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang menyebabkan masalah utama. Akibat
adalah salah satu dari beberapa masalah klien yang merupakan efek / akibat dari masalah
utama. Pohon masalah ini diharapkan dapat memudahkan perawat dalam menyusun diagnosa
keperawatan
1. Diagnosa 1 : Resiko mencederai diri sendiri dan atau orang lain/lingkungan berhubungan
dengan perubahan persepsi sensori/halusinasi
Tujuan Umum :
Klien tidak mencederai diri sendiri dan atau orang lain / lingkungan.
Tujuan khusus :
a. Lakukan kontak sering dan singkat. Rasional : untuk mengurangi kontak klien dengan
halusinasinya.
b. Obeservasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya; bicara dan tertawa tanpa
stimulus, memandang kesekitarnya seolah – olah ada teman bicara.
e. Diskusikan dengan klien tentang apa yang dirasakan bila terjadi halusinasi (marah / takut /
sedih / senang) dan berkesempatan mengungkapkan perasaan.
a. Identifikasi bersama klien cara / tindakan yang dilakukan bila terjadi halusinasi
(tidur/marah/menyibukkan diri)
b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, bila bermanfaat beri pujian.
d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus / mengontrol halusinasi secara bertahap.
e. Berikan kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih, evaluasi hasilnya dan pujian
bila berhasil.
f. Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok (orientasi realisasi dan stimulasi
persepsi).
b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung / pada saat kunjungan rumah)
Diskusi dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat.
Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat merasakan manfaatnya.
Anjurkan klien bicara dengan dokter / perawat tentang efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
Diskusikan akibat berhenti obat tanpa kon-sultasi.
Bantu klien menggunakan obat, dengan prinsip 5 (lima) benar (benar dosis, benar cara,
benar waktu)
Tujuan Umum :
Tujuan Khusus :
Berbicara dengan klien dalam kontek realita (diri orang lain, tempat, waktu)
Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok: orientasi realitas
Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien.
Gejala waham.
Cara merawatnya.
Lingkungan keluarga.
Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang obat, dosis, frekuensi, efek samping obat,
akibat penghentian.
Diskusikan perasaan klien setelah minum obat
Berikan obat dengan prinsip 5 tepat
3. Doagnosa 3 : Difisit perawatan diri berhubungan dengan koping individu tidak efektif
Tujuan Umum :
Tujuan Khusus :
Kaji tentang tingkat pengetahuan keluarga tentang kebutuhan perawatan diri klien
Diskusikan dengan keluarga
Motivasi keluarga dalam berperan aktif memenuhi kebutuhan perawatan diri klien.
Beri pujian atas tindakan positif yang telah dilakukan keluarga
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kesehatan di Indonesia masih buruk, buktinya Indonesia menjadi salah satu negara terburuk
dalam bidang kesehatan di Asia. Tidak hanya dipandang dari keadaan jasmaninya saja tetapi juga
dilihat dari keadaan yang lain seperti keadaan rohani,ekonomi dan sosial dan itulah definisi
kesehatan menurut WHO bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera seseorang baik jasmani,
rohani, ekonomi maupun sosial. Semua hal itu harus seimbang, artinya semuanya terkontrol
dengan baik. jika salah satu nya timpang (tidak dalam keadaan baik/sejahtera), maka kondisinya
tidak sehat (sakit). Lihat kondisi Indonesia sekarang, selain jasmani rakyatnya lemah, iman
mereka lemah, pergaulan remaja pun semakin jauh dari kategori generasi negeri yang
berpendidikan. Tidak hanya itu, pendapatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) berada dibawah rata-
rata. Kemudian keharmonisan sesama penduduk Negara Indonesia pun masih jauh dari kategori
baik. Banyaknya demo, tawuran antar pelajar, perang saudara itu menunjukkan bahwa keadaan
penduduk Indonesia tidak sehat. Kita kesulitan mendeteksi sumber penyakit yang telah menular
kemana-mana sehingga sudah dirasa sebagai kebiasaan.
Hal yang paling menonjol adalah bebasnya pola hidup masyarakat yang akhirnya mengakibatkan
masyarakat itu sendiri menjadi sakit. Penyakit yang tersebar di Negara kita di jaman kekinian,
mayoritasnya diakibatkan pola hidup mereka sendiri yang tidak sehat. ternyata dibalik zaman
yang semakin modern, mencari info tentang segala hal pun mudah, masih saja mereka belum
berperilaku sehat.
Seringkali masyarakat mengetahui dirinya sakit setelah tubuh mereka terjangkit dan terasa
gejalanya. Seperti hal nya penyakit hipotensi. Biasanya, orang yang terkena hipotensi tidak
merasa dan tidak menyadari kalau dia terkena penyakit. Hal itu terjadi dikarenakan kurangnya
pengetahuan akan ruang lingkup penyakit itu.
B. Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah adalah bagaimanakah Gambaran yang nyata dalam memberikan
asuhan keperawatan pada Kasus Hipotensi.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran yang nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada kasus
Hipotensi
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui pengertian Hipotensi
Untuk mengetahui penyebab Hipotensi
Untuk mengetahui tanda gejala Hipotensi
Untuk mengetahui penanganan dan pengobatan Hipotensi
Untuk mengetahui Tindakan keperawatan yang harus diberikan pada pasien Hipotensi
D. Manfaat
Adapun manfaat penelitian yang dapat diambil ialah :
1. Bagi Peneliti
Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti tentang asma khususnya Hipotensi
2. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat sebagai refrensi di perpustakaan dan sebagai bahan bacaan bagi
mahasiswa/i Bunga Bangsa
3. Bagi peneliti berikutnya
Sebagai bahan acuan bagi penelitian berikutnya mengenai kasus Hipotensi dengan lebih baik dan
optimal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Banyak definisi yang menyebutkan tentang hipotensi intradialisis, menurut Shahgholian,
Ghafourifard dan Mortazavi ( 2008 ) hipotensi intradialisis adalah penurunan tekanan darah dari
sistolik > 30 % atau penurunan tekanan diastolic sampai dibawah 60 mmHg yang terjadi pada
saat pasien menjalani hemodialysis.
Hipotensi intradialisis juga dapat di definisikan sebagai penurunan tekanan darah sistolik > 40
mmHg atau diastolic > 20 mmHg dalam waktu 15 menit ( Teta 2006 ). Sedangkan menurut
National Kidney Foundation 2002 Hipotensi intradialisis didefinisikan sebagai penurunan
tekanan darah sistolik > 20 mmHg atau penurunan MAP > 10 mmHg saat pasien hemodialysis
yang dihubungkan dengan gejala; perut tidak nyaman, menguap, mual muntah kram otot, pusing
dan cemas. ( diambil dari tesis Yunie Armiaty )
Banyak faktor yang menyebabkan hipotensi intradialisis yaitu berhubungan dengan volume,
vasokontriksi yang tidak adekuat, faktor jantung dan lainya ( Daugridas , Blake & Ing, 2007 )
Adapun faktor hipotensi intradialisis ( diambil dari tesis Yunie Armiaty ) menurut Thomas, 2003;
Kallenbach, et al, 2005 ; Sulowicz dan Radziszaweski , 2006; FMCNCA , 2007 dan Daugridas
Blake dan Ing , 2007 yaitu :
1. Kecepatan ultrafiltrasi yang tinggi
2. Waktu dialysis yang pendek dengan ultrafiltrasi yang tinggi
3. Disfungsi Jantung
4. Disfungsi otonom ( diabet , uremia )
5. Terapi anti hipertensi
6. Makan selama hemodialysis
7. Tidak akuratnya dalam penentuan berat badan kering pasien
8. Luasnya permukaan membrane dialyzer
9. Hipokalsemia dan hipokalemi
10. Kadar natrium yang rendah dan penggunaan dialisat asetat
11. Perdarahan, Amenia dan sepsis serta hemolysis
B. Penyebab
Ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa terjadinya penurunan tensi darah, hal ini dapat
dikategorikan sebagai berikut:
1. Kurangnya pemompaan darah dari jantung. Semakin banyak darah yang dipompa dari
jantung setiap menit nya (cardiac output, curah jantung), semakin tinggi tekanan darah. Seseorang
yang memiliki kelainan/penyakit jantung yang mengakibatkan irama jantung abnormal,
kerusakan atau kelainan fungsi otot jantung, penyakit katup jantung maka berdampak pada
berkurangnya pemompaan darah (curah jantung) ke seluruh organ tubuh.
2. Volume (jumlah) darah berkurang. Hal ini dapat disebabkan oleh perdarahan yang hebat
(luka sobek, haid berlebihan/abnormal), diare yang tidak cepat diatasi, keringat berlebihan, buang
air kecil atau berkemih berlebihan.
3. Kapasitas pembuluh darah. Pelebaran pembuluh darah (dilatasi) menyebabkan menurunnya
tekanan darah, hal ini biasanya sebagai dampak dari syok septik, pemaparan oleh panas, diare,
obat-obat vasodilator (nitrat, penghambat kalsium, penghambat ACE).
C. Tanda dan Gejala
Hipotensi atau tekanan darah rendah adalah penyakit yang disebabkan oleh denyut jantung yang
lebih rendah dari batas normal. Seseorang dikatakan menderita tekanan darah rendah jika hasil
tensi menunjukkan angka sistolik kurang dari 120 mg/dl dan angka diastoliknya kurang dari 85
mg/dl. Jika tekanan darah terlalu rendah maka jaringan tidak mendapatkan nutrisi serta oksigen
yang memadai. Banyak sekali orang yang menderita tekanan darah rendah yang mengakibatkan
rasa lemah dan kecapaian. Upaya meningkatkan tekanan darah juga tidak mudah, sama seperti
halnya dengan menurunkan tekanan darah tinggi pada penderita hipertensi.
Berikut beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hipotensi :
1. Kurangnya pemompaan darah dari jantung. Semakin banyaknya darah yang dipompa dari
jantung setiap menitnya, maka semakin tinggi juga tekanan darahnya. Selain itu, seseorang yang
memiliki kelainan atau penyakit jantung yang mengakibatkan irama jantung abnormal, kerusakan
atau kelainan fungsi otot jantung, penyakit katup jantung, maka akan berdampak juga pada
berkurangnya pemompaan darah (curah jantung) keseluruh tubuh.
2. Pendarahaan yang hebat sehingga menyebabkan jumlah darah berkurang, diare yang tidak
cepat teratasi, keringat berlebihan, buang air kecil atau berkemih berlebihan juga menjadi faktor
terjadinya penurunan tensi darah.
3. Pelebaran pembuluh darah juga mampu menyebabkan turunnya tekanan darah. Situasi ini
biasanya sebagai dampak dari syok septik, pemaparan oleh panas, diare, obat-obatan vasodilator
(nitrat, penghambat kalsium, penghambat ACE).
Gejala yang timbul jika terjadi hipotensi, yakni :
1. Penglihatan kabur atau berkunang kunang.
2. Gelisah dan pusing.
3. Terasa mau pingsan.
4. Kepala terasa ringan.
5. Mengantuk
6. Seluruh tubuh terasa lemas dan lemah.
D. Pencegahan Hipotensi Intradialisis
1. Evaluasi Pasien
a. Pednilaian berat badan kering
b. Pengukuran tekanan darah dan nadi selama dialysis
c. Evaluasi kardiovaskuler
2. Intervensi Gaya Hidup
3. Faktor- Faktor yang Terkait dengan Terapi Dialisis
a. Optimalisasi UF : UF profiling
b. Waktu dialysis yang pendek dengan ultrafiltrasi yang tinggi
c. Komposisi dialisat
d. Makan selama hemodialysis
e. Alih program ke dialysis peritoneal
E. Penanganan dan Pengobatan Hipotensi
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk memperbaiki kondisi tekanan darah renda
(hipotensi), diantaranya :
1. Minum air putih dalam jumlah yang cukup banyak antara 8 hingga 10 gelas per hari,
sesekali minum kopi agar memacu peningkatan degup jantung sehingga tekanan darah akan
meningkat
2. Mengkonsumsi makanan yang cukup mengandung kadar garam
3. Berolah raga teratur seperti berjalan pagi selama 30 menit, minimal 3x seminggu dapat
membantu mengurangi timbulnya gejala
4. Pada wanita dianjurkan untuk mengenakan stocking yang elastic
5. Pemberian obat-obatan (meningkatkan darah) hanya dilakukan apabila gejala hipotensi yang
dirasakan benar-benar mengganggu aktivitas keseharian, selain itu dokter hanya akan
memberikan vitamin (suport/placebo) serta beberapa saran yang dapat dilakukan bagi penderita.
Mengenai image masyarakat yang sebagian besar berpikir bahwa dengan mengkonsumsi daging
kambing bagi penderita hipotensi dapat meningkatkan tensi darah sebenarnya belum jelas,
Namun dibenarkan kalau hal itu akan meningkatkan kandungan haemoglobin (Hb) dalam darah.
Sekali lagi harus dipahami bahwa tekanan darah rendah artinya suplai darah tidak maksimal
keseluruh bagian tubuh. Haemoglobin (Hb) rendah adalah berarti bahwa kandungan Hb sebagai
zat pengikat oxygen dalam darah memiliki kadar rendah yang akibatnya penderita bisa pucat
(anemia), pusing (oxygen yang di angkut/suplai darah ke otak kurang), merasa cepat lelah dan
sebagainya.
Dalam kasus Hipotensi yang benar-benar diperlukan pemberian obat, biasanya ada beberapa jenis
obat yang biasa dipakai seperti fludrocortisone, midodrine, pyridostigmine, nonsteroidal anti-
inflammatory drugs (NSAIDs), caffeine dan erythropoietin.
BAB III
TINJAUAN KASUS
HIPOTENSI
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 16 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Paya Meuligo
Tanggal masuk : 9-2-2016
Pukul masuk : 18.00 WI
II. ANAMNESA
1. Alasan kunjungan : Ingin Memeriksa penyakit dan berobat
2. Keluhan utama : pasien datang dengan keluhan: demam, sakit kepala, lemas
3. Riwayat penyakit : Hipotensi
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. TTV
TD : 90/ 60 mmHg
N : 80 x/m
RR : 24 x/i
Tempt : 37 ⁰C
Hb : 11,9
2. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : pasien dalam keadaan lemas
3. Analisis masalah dan kebutuhan
DS : Hipotensi
DO :
TD : 90/ 60 mmHg
N : 80 x/m
RR : 24 x/i
Tempt : 37 ⁰C
Hb : 11,9
IV. ANTISIPASI DIAGNOSA
a. Pasien harus melakukan opname agar kondisinya lebih baik
b. Pasien juga harus diberikan obat secara teratur.
V. PENGOBATAN OBAT
Tirah baring
Diet M II
IVFD RL 30 tts/i
Inj cefsiaxoa 19/ 12 jam
Inj dexamethason 1 A/ 8 jam
Inj ranifidin 1 A/ 12 jam
Paracitamol 3x1
Codeini 3x1
Cetisezin 2x1
Neorodex 2x1
Emeprazol 2x1
Donperidon 3x1
VI. PERENCANAAN
Anjurkan OS untuk istirahat yang cukup
Atur posisi senyaman mungkin
Kolaborasi
VII. PELAKSANAAN
Menganjurkan OS untuk istirahat yang cukup
Mengatur posisi senyaman mungkin
Berkolaborasi dengan tim medis
VIII. DIAGNOSA
Intoleransi aktivitas b/ d sakit kepala
IX. EVALUASI
Tanggal : 10-02-2016
S : OS mengatakan saya masik batuk
O : K/U lemas
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan