Sie sind auf Seite 1von 73

STUDI PENAMBAHAN ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA

GRADE 2 SEBAGAI INHIBITOR KERAK KALSIUM SULFAT


(CaSO4) MENGGUNAKAN METODE SEEDED EXPERIMENT
(Skripsi)

Oleh

AUDINA UCI PERTIWI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRACT

THE STUDY OF ADDITION OF COCONUT SHELL LIQUID SMOKE


GRADE 2 AS AN INHIBITOR OF CALCIUM SULFATE (CaSO4)
SCALE USING SEEDED EXPERIMENT METHOD

By

AudinaUci Pertiwi

Scale formation in the industrial pipes, especially on gas and oil industry can lead to some
serious problems. Therefore in this study, it has been tested inhibitor of liquid smoke grade 2
to calcium sulfate (CaSO4) scale by using seeded experiment method in the concentration of
CaSO4 growth solutions of 0.050; 0.075; 0.100; and 0.125 M and variation of inhibitor added
from 50, 150, 250, and 350 ppm. The highest effectivity occurred at 0.05 M concentration of
CaSO4 crystal growth solution and 350 ppm inhibitor concentration added with percent
effectivity of 172.84%. Based on analysis using Scanning Electron Microscopy (SEM) and
X-Ray Diffraction (XRD) showed that without the addition of inhibitor, CaSO4 scale was
large and consisted of gypsum and basannite phase crystals while with the addition of
inhibitor, the CaSO4 scale became small and consisted of basannite, gypsum and a little
anhydrite. Quantitative analysis using Particle Size Analyzer (PSA) showed that particle size
distribution became smaller with the addition of inhibitor based on mean value from 16.84 to
0.353 μm.

Keyword : Liquid smoke, CaSO4, scale, inhibitor.


ABSTRAK

STUDI PENAMBAHAN ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA GRADE 2 SEBAGAI


INHIBITOR KERAK KALSIUM SULFAT (CaSO4) MENGGUNAKAN METODE
SEEDED EXPERIMENT

Oleh

AudinaUci Pertiwi

Pembentukan kerak CaSO4 dalam pipa-pipa industri terutama pada industri minyak dan gas
dapat menimbulkan masalah yang cukup serius. Oleh karena itu,dalam penelitian ini telah
dilakukan pengujian inhibitor asap cair tempurung kelapa Grade 2 pada kerak kalsium sulfat
(CaSO4) menggunakan metode penambahan bibit kristal (seeded experiment) pada
konsentrasi larutan pertumbuhan CaSO4 sebesar 0,050; 0,075; 0,100; dan 0,125 M serta
variasi penambahan inhibitor dari 50, 150, 250 dan 350 ppm. Efektifitas tertinggi terjadi pada
konsentrasi dengan larutan pertumbuhan kristal CaSO4 0,050 M dan konsentrasi inhibitor
yang ditambahkan sebesar 350 ppm, diperoleh persen efektivitas sebesar 172,84%.
Berdasarkan analisis menggunakan scanning electronmicroscopy (SEM) dan X-Ray
Diffraction (XRD) menunjukkan bahwa kerak CaSO4 tanpa penambahan inhibitor berukuran
besar dan terdiri dari kristal fasa gypsum dan basanit sedangkan dengan penambahan
inhibitor, kerak CaSO4 menjadi berukuran kecil dan terdiri dari kristal fasa basanit, gypsum
dan sedikit anhidrit. Analisis kuantitatif menggunakan particle size analyzer (PSA)
menunjukkan bahwa distribusi ukuran partikel menjadi lebih kecil dengan adanya
penambahan inhibitor berdasarkan nilai rata-rata (mean) ukuran partikel yaitu dari 16,84
menjadi 0,353 µm.

Kata kunci : Asap cair, CaSO4, kerak, inhibitor.


STUDI PENAMBAHAN ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA GRADE 2
SEBAGAI INHIBITOR KERAK KALSIUM SULFAT (CaSO4)
MENGGUNAKAN METODE SEEDED EXPERIMENT

Oleh

AUDINA UCI PERTIWI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar


SARJANA SAINS

Pada

Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang pada tanggal 24

Mei 1996, merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara

dari pasangan Bapak Rambat Marjoko dan Ibu Sri

Karyati. Penulis menyelesaikan pendidikan di TK

Diniyyah Putri pada tahun 2002. Menyelesaikan

pendidikan di SDN 2 Wiyono pada tahun 2008, SMPN 1

Gedong Tataan pada tahun 2011, dan SMAN 1 Gedong Tataan pada tahun 2014.

Saat SMA penulis aktif dalam organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dan

organisasi Karya Ilmiah Remaja (KIR). Penulis terdaftar sebagai mahasiswi di

Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam pada tahun 2014

melalui jalur ujian tertulis Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri

(SBMPTN).

Selama menjadi mahasiswa kimia, penulis pernah menjadi asisten praktikum

anorganik 1 dan 2 jurusan Kimia FMIPA. Penulis pernah mendapatkan beasiswa

BBM pada tahun 2015, dan beasiswa PPA pada tahun 2016. Penulis juga aktif

dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMAKI) FMIPA periode

2015/2016 dan 2016/2017 sebagai anggota Biro Usaha Mandiri. Tahun 2017

penulis telah menyelesaikan praktik kerja lapangan (PKL) yang berjudul Studi
Penambahan Asap Cair Tempurung Kelapa Grade 2 Sebagai Inhibitor Kerak

Kalsium Sulfat (CaSO4) Menggunakan Metode Seeded Experiment di

Laboratorium Anorganik Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penulis juga telah melaksanakan

kegiatan KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Antar Brak Kabupaten Tanggamus pada

bulan juli-agustus 2017.


MOTTO

Sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah


untuk Allah Tuhan semesta
(Qs. An-Nisa: 162)

Jangan pernah putus asa dalam menghadapi cobaan, karena cobaan


merupakan pintu menuju kesuksesan

(Audina Uci Pertiwi)

Masa lalu adalah kenangan, masa sekarang adalah kenyataan dan


masa yang akan datang adalah tantangan dan harapan

(Edi Setiyo Nugroho)

Belajarlah dari orang-orang kecil karena dari mereka kita dapat


mengetahui kehidupan yang sebenarnya
Segala Puji dan Syukur Kepada Allah SWT
Kupersembahkan karya kecil ini kepada :

Kedua orang tuaku, malaikat hidupku, papah dan mamah yang selalu
memberikan do’a, kasih sayang dan menjadi penyemangatku didalam setiap
langkah

Kakak-kakakku yang selalu memberikan bantuan, dukungan dan kebahagiaan


dalam hidupku

Dengan rasa hormat kepada Prof. Suharso, Ph.D., Dr. Mita Rilyanti, M.Si.
dan Prof. Wasinton Simanjuntak, Ph.D. serta seluruh Dosen Jurusan Kimia
yang telah membimbing dan mendidikku selama menempuh pendidikan di
kampus

Sahabat dan teman-temanku yang telah memberikan warna dan kebahagiaan,


serta menemani dan berjuang bersamaku.

Dan almamater tercinta, Universitas Lampung


SANWACANA

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala bentuk rahmat, hidayah dan

ridho-Nya yang tak bertepi serta karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi

yang berjudul “ Studi Penambahan Asap Cair Tempurung Kelapa Grade 2 sebagai

Inhibitor Kerak Kalsium Sulfat (CaSO4) Menggunakan Metode Seeded Experiment”

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains di Jurusan Kimia, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.

Shalawat teriring salam semoga selalu tercurah kepada baginda Rosulullah Muhammad

SAW. Sebagai referensi terbaik umat dalam menjalankan kehidupan dunia untuk menyambut

kehidupan kekal tiada akhir di akhirat. Semoga kita semua tergolong umatnya yang istiqomah

mengikuti tuntunannya.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang

telah memberikan bantuan berupa dukungan baik material maupun moril dari awal penulis

masuk kuliah hingga akhir menyelesaikan studi S1 yang ditandai dengan selesainya skripsi

ini, terutama kepada :

1. Kepada kedua orang tuaku tercinta Bapak Rambat Marjoko dan Ibu Sri Karyati.

Terimakasih untuk papah dan mamah atas do’a, dukungan, kasih sayang yang tak
kunjung henti untuk uci selama ini sehingga uci dapat menyelesaikan kuliah.

Terimakasih untuk perjuangan papah mamah selama ini untuk membiayai kuliah uci.

Uci berharap semoga kelak dapat membahagiakan papah dan mamah. Dan semoga

Allah SWT selalu memberikan kesehatan untuk papah dan mamah serta kesembuhan

untuk papah. Aamiin.

2. Kakak – kakakku tersayang mas Eko, mas Edi, mbak Lia, mbak Eka, mbak Puri, dan

mas Setiawan terimakasih selama ini selalu memberikan dukungan, kasih sayang,

do’a dan nasihat buat uci. Semoga Allah SWT selalu memberikan kemudahan dan

kebahagiaan untuk kalian.

3. Keponakan-keponakanku Genta, Talita, Naura, dan Ara, terimakasih telah

memberikan warna-warni selama ini untuk tan uci. Tan uci sayang kalian.

4. Prof. Suharso, Ph.D. selaku pembimbing I yang telah bersedia membimbing penulis

dan telah banyak memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan, gagasan, bantuan,

dukungan, semangat, kesabaran, dan nasehat-nasehatnya kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah memberikan yang terbaik dan membalas

segala kebaikan Bapak.

5. Dr. Mita Rilyanti, M.Si. selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan ilmu

pengetahuan, bimbingan, gagasan, bantuan, dukungan, semangat, kesabaran, dan

nasehat-nasehatnya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah

memberikan yang terbaik dan membalas segala kebaikan Ibu.

6. Prof. Wasinton Simanjuntak, Ph.D. selaku pembahas yang telah memberikan kritik ,

saran, arahan, dukungan dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini

terselesaikan dengan baik.

7. Dr. Rudy T.M. Situmeang, M.Sc, selaku pembimbing akademik, penulis ucapkan

terimakasih banyak kepada bapak atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan,


nasehat dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis dari awal perkuliahan

hingga penulis telah menyelesaikan skripsi.

8. Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T., selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung atas segala bimbingan

dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis.

9. Prof. Warsito, S.Si., D.E.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

10. Seluruh Dosen Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Lampung atas ilmu, bimbingan, pengalaman, dan semangat yang telah

diberikan kepada penulis. Semoga menjadi amal jariah. Aamiin.

11. Seluruh civitas akademika Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Lampung yang telah memberikan bantuan serta dukungan kepada

penulis.

12. Guru-guruku yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan yang sangat

berguna kepada penulis selama menempuh pendidikan.

13. Partner kerjaku Reni Anggraeni, Yusuf Hadi Kurniawan, S.Si., Fikri Muhammad,

Hafid Darmais Halan, terimakasih untuk kalian yang telah memberikan bantuan, saran

dan dukungan untuk penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini.

14. Sahabat tercinta Anisa Syahrani (anino), Desy Desmita W (mitul), Diptha Renggani P

(pentul), terimakasih untuk kalian yang telah memberikan warna yang indah dalam

hidupku dan aku bahagia memiliki kalian. Semoga kita selalu bersama sampai tua.

Aamiin.

15. Sahabat-sahabat seperjuangan Sobeth, Della, Erika, Rizka, Ayi, Kartika, Riza,

terimakasih atas dukungan, doa, motivasi, dan keceriaan kalian selama ini, kita
berjuang sama-sama merasakan susah senang nya dikimia. Semoga kalian selalu

diberi kemudahan dalam segala hal. Aamiin.

16. Special for “Suhaidi Pratama, S.Pd” terimakasih atas semangat, dukungan, doa dan

kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga kamu

selalu diberi kemudahan. Aamiin.

17. Anorganic Research Group ( Devi, Rica, Arum, Ainun, Cindy, Fitria, Ferita, Anna,

Ismi, Asdini, Deni, Widia, Dira, Bayu, Aniza, Hot Asi, Novi) terimakasih untuk

kalian semua yang telah menemani, memberikan semangat, dan bantuan untuk penulis

hingga dapat menyelesaikan penelitian ini.

18. Physic Research Group (Erwin, Lilian, Mahliani, Tika, Elin, Ganjar, Matthew,

Sandra, Meliana, Renaldi, Viggi) terimakasih untuk kalian semua yang telah

menemani, memberikan semangat, dan bantuan untuk penulis hingga dapat

menyelesaikan penelitian ini.

19. Penghuni Laboratorium Organik ( Gabriel, Elisabeth, Kartika, Astriva, Laili, Herda,

Risa, Clodina, Diah, Dicky, Nella, Ella, Ufi) terimakasih telah memberikan tempat

kedua setelah lab anorganik untuk belajar dan telah memberikan saran serta motivasi

bagi penulis hingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

20. Penghuni Laboratorium Analitik ( Riri, Yunita, Ayi, Heni, Della, Ara, Windi, Teguh,

Ilham, Daus, Firza, Yola, Edith, Rizka, Pew, Nova, Dinda) terimakasih sudah

memberikan warna ketika memasuki lab analitik walau sedikit was was, dan

terimakasih untuk semangat dan saran untuk penulis sehingga dapat menyelesaikan

skripsi ini.

21. Penghuni Laboratorium Biokimia (Erika, Bidari, Bunga, Rahma, Riza, Rica, Asrul,

Lutfi) terimakasih telah memberikan semangat, saran dan motivasi bagi penulis

hingga terselesaikan penelitian ini.


22. Penghuni Laboratorium Biomassa (Fendi, Beber, Rahma, Erien, Fitri O) terimakasih

atas dukungan dan motivasi untuk penulis hingga terselesaikan tugas akhir ini.

Semangat untuk penelitian kalian semoga cepat terselesaikan.

23. Keluarga Besar Kimia 2014, terimakasih telah membersamai dalam perkuliahan,

membantu, memberikan keceriaan dan memberikan semangat dari awal Mahasiswa

Baru sampai penulis menyelesaikan skripsi. Semoga kelak kita semua akan sukses

dan selalu diberikan kemudahan. Jangan lupakan jargon angkatan kita “KAMI

BERSATU, SATU YANG SOLID”.

24. Sahabat KKN 2017 Desa Antar Brak : Ratna, Mbak Devia, Kodir, Nyoman,

terimakasih banyak telah memberikan suasana keluarga yang baru selama 40 hari

yang menyenangkan dan telah memberikan semangat sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Serta terimakasih kepada bapak, ibu lurah desa antarbrak

sekeluarga serta jajarannya yang telah membimbing penulis selama disana.

25. Seluruh teman-teman kimia dari berbagai angkatan, baik senior maupun junior,

terimakasih atas bimbingan, arahan, dan juga menjadi bahan pembelajaran untuk saya

selama duduk dibangku perkuliahan.

26. Seluruh civitas akademika Universitas Lampung dan Almamater tercinta Universitas

Lampung.

Bandar Lampung, Agustus 2018


Penulis,

Audina Uci Pertiwi


DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ........................................................................................................... i

DAFTAR TABEL ................................................................................................. v

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vi

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Tujuan Penelitian .................................................................................... 5
C. Manfaat Penelitian .................................................................................. 5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengendapan Senyawa Anorganik ......................................................... 6


B. Kerak ...................................................................................................... 7
C. Pembentukan Endapan dan Kerak .......................................................... 9
1. Nukleasi ............................................................................................. 9

2. Pertumbuhan Kristal .......................................................................... 9

3. Aglomerasi ....................................................................................... 10

D. Faktor Pembentuk Kerak ...................................................................... 10


1. Kualitas Air ...................................................................................... 10

2. Temperatur Air ................................................................................ 11

3. Laju Alir Air .................................................................................... 11


ii

E. Faktor Pembentukan Kristal ................................................................. 13


1. Kristalisasi ....................................................................................... 13

2. Kelarutan Endapan ........................................................................... 14

3. Derajat Lewat Jenuh (Supersaturasi) ............................................... 15

F. Kerak Kalsium Sulfat (CaSO4) ............................................................. 17


1. Proses Pembentukan Kerak CaSO4 .................................................. 18

2. Pengaruh Terbentuknya Kerak CaSO4 ............................................ 18

G. Metode Pencegahan Terbentuknya Kerak ............................................ 19


1. Pengendalian pH .............................................................................. 19

2. Peningkatan Kondisi Operasi Alat Penukar Panas .......................... 20

3. Pelunakan dan Pembebasan Mineral Air ......................................... 20

4. Inhibitor Kerak ................................................................................. 21

H. Asap Cair (Liquid Smoke)..................................................................... 25


I. Asap Cair Tempurung Kelapa .............................................................. 27
J. Metode Seeded Experiment .................................................................. 30
K. Teknik-Teknik Analisis Asap Cair Tempurung Kelapa Grade 2 ......... 30
1. Spektrofotometer Inframerah (IR) ................................................... 31

2. Gas Crhomatography-Mass Spectrometry (GC-MS) ...................... 31

L. Teknik-Teknik Analisis Kerak Kalsium Sulfat (CaSO4)...................... 33


1. Scanning Electron Microscopy (SEM) ............................................ 33

3. X-Ray Powder Diffraction (XRD) ................................................... 36

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 37


B. Alat dan Bahan ..................................................................................... 37
C. Prosedur Penelitian ............................................................................... 38
1. Pembuatan Asap Cair....................................................................... 38

2. Preparasi Inhibitor............................................................................ 38
iii

3. Preparasi Bibit Kristal ...................................................................... 39

4. Pengujian Inhibitor dalam Menghambat Pertumbuhan


Kristal CaSO4 ................................................................................... 39

5. Analisa Data ..................................................................................... 42

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Gugus Fungsi Asap Cair Tempurung Kelapa Grade 2


Menggunakan Spektrofotometer Infra Merah (IR) .............................. 43
B. Identifikasi Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa Grade 2
Menggunakan Gas Crhomatography-Mass Spectrometry (GC-MS) ... 46
C. Penentuan Laju Pertumbuhan Kristal CaSO4 Tanpa Inhibitor dengan
Variasi Konsentrasi Larutan Pertumbuhan Menggunakan Metode
Seeded Experiment ............................................................................... 49
D. Penentuan Laju Pertumbuhan Kristal CaSO4 dengan Penambahan
Inhibitor pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan yang Berbeda
Menggunakan Metode Seeded Experiment .......................................... 51
1. Penentuan Laju Pertumbuhan Kristal CaSO4 dengan Variasi
Konsentrasi Inhibitor pada Larutan Pertumbuhan 0,050 M ............ 52

2. Penentuan Laju Pertumbuhan Kristal CaSO4 dengan Variasi


Konsentrasi Inhibitor pada Larutan Pertumbuhan 0,075 M ............ 55

3. Penentuan Laju Pertumbuhan Kristal CaSO4 dengan Variasi


Konsentrasi Inhibitor pada Larutan Pertumbuhan 0,100 M ............ 56

4. Penentuan Laju Pertumbuhan Kristal CaSO4 dengan Variasi


Konsentrasi Inhibitor pada Larutan Pertumbuhan 0,125 M ............ 58

E. Analisis Morfologi Permukaan Kerak CaSO4 Menggunakan SEM ..... 60


F. Identifikasi Struktur Kristal CaSO4 Menggunakan XRD ..................... 62
G. Analisis Distribusi Ukuran Partikel CaSO4 Menggunakan PSA .......... 65
iv

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ........................................................................................... 70
B. Saran ..................................................................................................... 71

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
v

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kandungan Asap Cair Tempurung Kelapa serta Titik Didih nya ................... 29

2. Gugus Fungsi Asap Cair Tempurung Kelapa Grade 2 Hasil Analisis


Spektrofotometer IR ........................................................................................ 45

3. Komponen-Komponen Asap Cair Tempurung Kelapa ................................... 48

4. Nilai pH Setiap Variasi Konsentrasi Inhibitor Asap Cair Tempurung Kelapa


Grade 2 ............................................................................................................ 51

5. Data Persen Efektivitas Inhibitor pada Konsentrasi Larutan


Pertumbuhan 0,050 M ..................................................................................... 54

6. Data Persen Efektivitas Inhibitor pada Konsentrasi Larutan


Pertumbuhan 0,075 M ..................................................................................... 56

7. Data Persen Efektivitas Inhibitor pada Konsentrasi Larutan


Pertumbuhan 0,100 M ..................................................................................... 57

8. Data Persen Efektivitas Inhibitor pada Konsentrasi Larutan


Pertumbuhan 0,125 M ..................................................................................... 59

9. Data Puncak 2θ Kerak CaSO4 Tanpa Inhibitor ................................................ 63

10. Data Puncak 2θ Kerak CaSO4 Dengan Inhibitor ........................................... 64


vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerak pada Pipa ................................................................................................. 9

2. Skema Umum Mekanisme Pembentukan Deposit Kerak Air .......................... 12

3. Tahapan Kristalisasi ........................................................................................ 14

4. Diagram Hubungan Temperatur – Konsentrasi dalam Proses Kristalisasi ..... 16

5. Mekanisme Inhibitor Dalam Menghambat Laju Pertumbuhan Kristal Dalam


Larutan Pertumbuhan ...................................................................................... 23

6. Reaksi Hidrolisis Polifosfat ............................................................................. 24

7. Warna Asap Cair Tempurung Kelapa .............................................................. 28

8. Skema Bagan SEM .......................................................................................... 34

9. Diagram Proses Fraksinasi Massa Dalam Sedigraf ......................................... 35

10. Spektrum IR Asap Cair Tempurung Kelapa Grade 2 ................................... 44

11. Spektrum GC-MS Asap Cair Tempurung Kelapa (a) Grade 2 dan
(b) Grade 3 ..................................................................................................... 47

12. Grafik Laju Pertumbuhan Kristal CaSO4 tanpa Penambahan Inhibitor ….....50

13. Grafik Laju Pertumbuhan Kristal CaSO4 menggunakan Inhibitor pada


Konsentrasi Pertumbuhan 0,050 M .......................................................................... 52

14. Grafik Laju Pertumbuhan Kristal CaSO4 menggunakan Inhibitor pada


Konsentrasi Pertumbuhan 0,075 M ............................................................... 55

15. Grafik Laju Pertumbuhan Kristal CaSO4 menggunakan Inhibitor pada


Konsentrasi Pertumbuhan 0,100 M................................................................ 57
vii

16. Grafik Laju Pertumbuhan Kristal CaSO4 menggunakan Inhibitor pada


Konsentrasi Pertumbuhan 0,125 M................................................................ 58

17. Morfologi Kerak CaSO4 pada Konsentrasi 0,050 M (a & c) Tanpa


Penambahan Inhibitor (b & d) Dengan Penambahan Inhibitor Pada
Perbesaran 1000 dan 2000x. .......................................................................... 60

18. Difraktogram CaSO4 (a) Tanpa Inhibitor (b) dengan Inhibitor ..................... 62

19. Grafik Distribusi Ukuran Partikel Kerak CaSO4 0,050 M Tanpa dan Dengan
Inhibitor.......................................................................................................... 66

20. Mekanisme Penghambatan Kerak CaSO4 oleh Inhibitor ............................... 68

21. .Mekanisme Anti Kerak ................................................................................. 69


I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permasalahan serius yang sering dijumpai dalam beberapa proses industri yang

sistem kerjanya menggunakan air dipastikan selalu berhubungan dengan

pengerakan (scaling) pada dinding – dinding pipa peralatan industri. Pengerakan

terjadi pada komponen industri yang sangat kompleks, seperti industri minyak dan

gas, industri menggunakan proses desalinasi dan ketel, industri pembangkit listrik

tenaga bumi serta industri kimia lainnya (Jamailahmadi, 2007; Suharso et al.,

2009; Suharso et al., 2010; Suharso dan Buhani, 2011). Terbentuknya kerak ini

sangat tidak diinginkan karena mengurangi efisiensi dan mempersempit diameter

pipa-pipa proses aliran fluida. Di samping itu, kerak yang menumpuk pada pipa-

pipa saluran dapat mengakibatkan gangguan yang serius pada pengoperasian,

karena penumpukan kerak ini dapat mengakibatkan terjadinya penyumbatan,

kerusakan dan berujung kepada kebocoran (Dyer and Graham, 2003).

Kerak (scale) adalah suatu deposit keras dari senyawa anorganik yang sebagian

besar terjadi pada permukaan peralatan penukar panas yang disebabkan oleh

pengendapan partikel mineral dalam air (Bhatia, 2003). Pembentukan kerak

merupakan masalah yang sering dijumpai dalam pipa di dunia industri

perminyakan. Penyebab terbentuknya endapan kerak pada pipa-pipa di industri


2

adalah terdapatnya senyawa-senyawa pembentuk kerak dalam air dengan jumlah

yang melebihi kelarutannya pada keadaan kesetimbangan sehingga terbentuk

kristal. Kristal akan memperkecil diameter pipa sehingga dapat meningkatkan

tekanan dan menyebabkan pipa mengalami kerusakan (Asnawati, 2001). Kerak

yang sering dijumpai pada peralatan industri adalah kalsium karbonat, kalsium

dan seng fosfat, kalsium sulfat, serta silika dan magnesium silikat (Lestari, 2004).

Pembentukan kerak tersebut menimbulkan dampak negatif dan kerugian yang

sangat besar bagi para industri perminyakan, salah satunya oleh perusahaan

minyak negara (Pertamina, Tbk), mereka mengeluarkan dana hingga US$ 6-7 juta

atau setara dengan Rp 60-70 milyar untuk mengganti pipa industri panas bumi

setiap 10 tahun. Akibatnya biaya dan kerugian yang ditimbulkan sangat besar

untuk operasional biaya perawatan (Suharso et al., 2010; Suharso et al., 2014;

Suharso et al., 2017; Suharso et al., 2017a).

Salah satu cara untuk menanggulangi kerak pada pipa adalah dengan cara

penambahan inhibitor pada pipa-pipa industri. Inhibitor kerak adalah suatu bahan

kimia dengan konsentrasi yang kecil yang ditambahkan dalam suatu sistem air

agar dapat menghentikan atau mencegah terbentuknya kerak. Penggunaan

inhibitor ini sangat menarik, karena dengan konsentrasi yang kecil yaitu dibawah

100 ppm saja sudah dapat mencukupi untuk mencegah kerak dalam periode yang

lama (Halimatuddahliana, 2003). Efektivitas inhibitor kerak tergantung pada

kemampuan zat aditif untuk mengganggu langkah-langkah pembentukan kerak,

yaitu baik dengan langkah nukleasi atau dengan pertumbuhan kristal.


3

Metode pencegahan pembentukan kerak dengan inhibitor terus dikembangkan

karena lebih efektif, murah, dan aman. Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan, kerak dapat dihambat pertumbuhannya dengan menggunakan inhibitor

yang berasal dari tanaman yang ada di sekitar kita. Salah satunya yaitu tanaman

kelapa. Pada tanaman kelapa bagian yang dipakai untuk menghambat kerak yaitu

pada tempurung kelapa. Tempurung kelapa dapat diolah menjadi asap cair yang

berguna sebagai penghambat kerak CaSO4. Bedasarkan penelitian yang telah

dilakukan oleh Setiososari (2018), asap cair tempurung kelapa grade 3 memiliki

keefektifitas yang cukup tinggi untuk dijadikan inhibitor kerak CaSO4, hal ini

dikarenakan asap cair tempurung kelapa grade 3 mengandung senyawa

poliaromatik hidrokarbon (tar) yang cukup banyak dan senyawa aditif seperti

fenol dan asam-asam organik. Senyawa fenol memiliki gugus OH yang dapat

mengikat logam berat seperti Ca2+ (Sri dan Sembiring, 2012) . Penggunaan

beberapa jenis aditif dari golongan karboksilat seperti asam sitrat, asam oksalat,

dan asam benzoat sebagai aditif juga memberikan pengaruh terhadap laju

pertumbuhan kristal kerak (Suharso et al., 2009).

Pada penelitian ini senyawa yang digunakan sebagai inhibitor adalah asap cair

tempurung kelapa grade 2, karena inhibitor ini memiliki kandungan senyawa

aditif seperti fenol dan asam-asam organik yaitu aditif karboksilat dan karbonil

(Gani, 2013). Perbedaan asap cair tempurung kelapa grade 3 dan grade 2 yaitu

pada tempurung kelapa grade 2 tidak mengandung senyawa poliaromatik

hidrakarbon (tar) karena asap cair tempurung kelapa grade 2 merupakan asap cair

yang telah melewati tahapan destilasi kemudian dilakukan penyaringan zeolit

sehingga senyawa poliaromatik hidrakarbon (tar) sudah hilang. Asap cair ini
4

memiliki warna kuning kecoklatan dan diorientasikan untuk pengawetan bahan

makanan mentah (Yulistiani, 2008). Dengan adanya senyawa aditif seperti fenol

dan asam-asam organik yaitu aditif karboksilat dan karbonil yang terkandung di

dalamnya maka senyawa ini dapat dikembangkan sebagai inhibitor kalsium sulfat

(CaSO4), karena dengan penggunaan beberapa jenis aditif dari golongan

karboksilat seperti asam sitrat, asam oksalat, dan asam benzoat sebagai aditif juga

memberikan pengaruh terhadap laju pertumbuhan kristal kerak. Penggunaan aditif

yang efektif sebagai inhibitor mengakibatkan terjadinya perubahan konduktivitas

menjadi lebih besar dan ukuran kristal menjadi lebih kecil dibandingkan tanpa

menggunakan aditif, konsentrasi menentukan tingkat keefektifan aditif sebagai

inhibitor (Suharso et al., 2009). Aditif yang efektif dengan konsentrasi yang

sangat kecil dalam satuan ppm teradsorbsi ke dalam inti untuk memperlambat

pertumbuhan kristal dengan cara menggantikan anion seperti SO42- atau CO32- dan

mengikat kation Ca2+ (Austin et al., 1975).

Metode yang digunakan untuk mengetahui keefektifan suatu inhibitor secara

kuantitatif dapat diketahui berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan

metode seeded experiment. Penambahan bibit kristal (seeded experiment) dapat

mendorong terjadinya proses kristalisasi dengan lebih cepat yang mengakibatkan

laju pertumbuhan inti kristal CaSO4 semakin cepat. Oleh karena itu, pada

penelitian ini mempelajari efektifitas asap cair tempurung kelapa grade 2 sebagai

inhibitor pembentukan kerak kalsium sulfat (CaSO4) dengan metode seeded

experiment. Sedangkan analisis morfologi kerak CaSO4 menggunakan Scanning

Electron Microscopy (SEM) dan X-Ray Difraction (XRD), serta untuk mengetahui
5

distribusi ukuran partikelnya akan diukur menggunakan Particle Size Analyzer

(PSA).

B. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mempelajari pengaruh penambahan asap cair tempurung kelapa grade 2

sebagai inhibitor kerak kalsium sulfat (CaSO4) pada konsentrasi yang

berbeda.

2. Mengetahui keefektifan asap cair tempurung kelapa grade 2 sebagai

inhibitor kerak kalsium sulfat (CaSO4) dengan menggunakan metode

seeded experiment melalui analisis data, dan karakterisasi menggunakan

SEM, X-RD dan PSA.

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kemampuan dari

asap cair tempurung kelapa grade 2 sebagai inhibitor kerak kalsium sulfat

(CaSO4) sehingga dapat dikembangkan untuk memperoleh inhibitor kerak yang

lebih efektif, terutama untuk mencegah pembentukan kerak pada peralatan-

peralatan industri agar dampak negatif dari pembentukan kerak tersebut dapat

dikurangi.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengendapan Senyawa Anorganik

Endapan didefinisikan sebagai bentuk kristal keras yang menempel pada

permukaan dimana proses penghilangannya dapat dilakukan dengan cara dibor

atau dengan cara penghancuran lainnya. Endapan yang berasal dari larutan akan

terbentuk karena proses penurunan kelarutan pada kenaikan temperatur operasi

dan kristal padat melekat pada permukaan logam. Endapan yang umum ditemui di

pipa minyak ada beberapa jenis, seperti kalsium karbonat (CaCO3), kalsium sulfat

(CaSO4), dan barium sulfat (BaSO4) (Asnawati, 2001).

Proses pengendapan senyawa-senyawa anorganik biasa terjadi pada peralatan-

peralatan industri yang melibatkan air garam seperti industri minyak dan gas,

proses desalinasi dan ketel serta industri kimia. Hal ini disebabkan karena

terdapatnya unsur-unsur anorganik pembentuk kerak seperti ion kalsium (Ca2+ )

dalam jumlah yang melebihi kelarutannya pada keadaan kesetimbangan.

Terakumulasinya endapan-endapan dari senyawa anorganik tersebut dapat

menimbulkan masalah seperti kerak (Weijnen et al., 1983; Maley, 1999).


7

B. Kerak

Kerak didefinisikan sebagai suatu deposit dari senyawa-senyawa anorganik yang

terendapkan dan membentuk timbunan kristal pada permukaan suatu substansi

(Kemmer, 1979). Kerak terbentuk karena tercapainya keadaan larutan lewat

jenuh. Dalam keadaan larutan lewat jenuh beberapa molekul akan bergabung

membentuk inti kristal. Kristal-kristal yang terbentuk mempunyai muatan ion

lebih rendah dan cenderung untuk menggumpal sehingga terbentuklah kerak

(Lestari, 2008; Hasson dan Semiat, 2005). Pembentukan kerak pada sistem

perpipaan di industri maupun rumah tangga menimbulkan banyak permasalahan

teknis dan ekonomis. Hal ini disebabkan karena kerak dapat menutupi atau

menyumbat air yang mengalir dalam pipa dan sekaligus menghambat proses

perpindahan panas pada peralatan penukar panas. Sehingga, kerak yang terbentuk

pada pipa-pipa akan memperkecil diameter dan menghambat aliran fluida pada

sistem pipa tersebut (Shiddiq, 2014).

Kerak dapat terbentuk karena campuran air yang digunakan tidak sesuai.

Campuran air tersebut tidak sesuai jika air berinteraksi secara kimia dan

mineralnya mengendap jika dicampurkan. Contoh tipe air yang tidak sesuai

adalah air laut dengan konsentrasi tinggi dan konsentrasi Ca2+ rendah dan

air formasi dengan konsentrasi sangat rendah tetapi konsentrasi Ca2+ tinggi.

Campuran air ini menyebabkan terbentuknya endapan CaSO4 (Badr and Yassin,

2007).
8

Menurut Lestari (2008) dan Nunn (1997) komponen khas kerak yang sering

dijumpai adalah sebagai berikut :

a. Kalsium sulfat ( CaSO4 ),

b. Kalsium karbonat ( CaCO3: turunan dari kalsium bikarbonat ),

c. Kalsium dan seng fosfat,

d. Kalsium fosfat, sejumlah besar kalsium dan ortofosfat,

e. Silika dengan konsentrasi tinggi,

f. Besi dioksida, senyawa yang disebabkan oleh kurangnya kontrol korosi atau

alami berasal dari besi yang teroksidasi,

g. Besi fosfat, senyawa yang disebabkan karena pembentukkan lapisan film dari

inhibitor fosfat,

h. Mangan dioksida, mangan teroksidasi tingkat tinggi,

i. Magnesium silika, silika dan magnesium pada konsentrasi tinggi dengan pH

tinggi, dan

j. Magnesium karbonat, magnesium dengan konsentrasi tinggi dan pH tinggi

serta CO2 tinggi.

Adanya endapan kerak pada komponen pipa, dapat mengakibatkan aliran fluida

terhambat baik dalam pipa maupun alat penukar panas. Pada alat penukar panas,

endapan-endapan kerak tersebut akan mengganggu transfer panas sehingga

menyebabkan panas akan semakin meningkat. Sedangkan pada pipa-pipa,

penyumbat aliran fluida akan terjadi karena adanya penyempitan volume alir

fluida serta penambahan kekasaran permukaan pipa bagian dalam (Vendemawan,

2016), seperti yang terlihat pada Gambar 1.


9

Gambar 1. Kerak pada Pipa (Anonim, 2017)

C. Pembentukan Endapan dan Kerak

Proses pengendapan terjadi melalui 3 tahap, yaitu :

1. Nukleasi

Sebuah inti endapan adalah suatu partikel halus, pembentukan atau pengendapan

dapat terjadi secara spontan. Inti dapat dibentuk dari beberapa molekul atau ion

komponen endapan yang tumbuh secara bersama-sama dan jaraknya berdekatan,

dapat juga dikatakan partikel halus. Secara kimia tidak berhubungan dengan

endapan tetapi ada kemiripan dengan struktur kisi kristal. Jika inti dibentuk dari

ion atau komponen endapan, fasa awal endapan disebut nukleasi homogen.

2. Pertumbuhan Kristal

Kristal terbentuk dari lapisan ion komponen endapan pada permukaan inti karena

pada pengolahan air yang melibatkan proses pengendapan sering tidak mencapai

kesetimbangan.
10

3. Aglomerasi

Padatan yang awalnya terbentuk dengan pengendapan, kemungkinan bukan

padatan yang paling stabil (secara termodinamika) untuk berbagai kondisi reaksi.

Jika demikian selama jangka waktu tertentu struktur kristal endapan dapat

berubah menjadi fasa stabil. Perubahan ini disertai penambahan endapan dan

pengurangan konsentrasi larutan, sebab fasa yang stabil biasanya mempunyai

kelarutan yang lebih kecil dari fasa yang dibentuk sebelumnya.

Pematangan juga terjadi pada ukuran kristal endapan yang bertambah sebab

partikel yang lebih kecil memiliki energi permukaan yang besar dari pada partikel

yang besar, konsentrasi larutan dalam kesetimbangan untuk partikel yang lebih

tinggi sebanding untuk partikel yang lebih besar. Akibatnya, pada ukuran partikel

yang beragam partikel yang lebih besar terus bertambah, sebab larutan masih

dalam keadaan lewat jenuh. Partikel yang lebih kecil melarut, sebab konsentrasi

larutan sekarang belum diketahui harga jenuhnya (Lestari et al., 2004).

D. Faktor Pembentuk Kerak

Menurut Lestari (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya kerak

antara lain yaitu :

1. Kualitas Air

Pembentukan kerak dipengaruhi oleh konsentrasi komponen-komponen

pembentuk kerak (kesadahan kalsium, konsentrasi fosfat), pH, konsentrasi bahan

penghambat kerak dalam air, adanya zat aditif dan pengotor.


11

2. Temperatur Air

Pada umumnya komponen pembentuk kerak cenderung mengendap atau

menempel sebagai kerak pada temperatur tinggi. Hal ini disebabkan karena

kelarutannya menurun dengan naiknya temperatur. Laju pengerakan mulai

meningkat pada temperatur air 50 °C atau lebih dan kadang-kadang kerak

terbentuk pada temperatur air di atas 60 °C.

3. Laju Alir Air

Laju pembentukan kerak akan meningkat dengan turunnya laju alir sistem. Dalam

kondisi tanpa pemakaian penghambat kerak, pada sistem dengan laju alir 0,6

m/detik maka laju pembentukan kerak hanya seperlima dibanding pada laju alir

air 0,2 m/detik.

Dibawah ini adalah tiga prinsip pembentukan kerak (Badr dan Yassin, 2007) :

1. Campuran dua air garam yang tidak sesuai (umumnya air formasi

mengandung banyak kation seperti ion kalsium, barium, dan

stronsium, bercampur dengan ion sulfat yang banyak terdapat dalam

air laut, menghasilkan kerak sulfat seperti CaSO4, SrSO4 atau BaSO4.

Ca2+ + SO42- CaSO4 (1)

Sr2+ + SO42- SrSO4 (2)

Ba2+ + SO42- BaSO4 (3)

2. Penurunan tekanan dan kenaikan temperatur air garam, yang akan

menurunkan kelarutan garam (umumnya mineral yang paling banyak

mengendap adalah kerak karbonat seperti CaCO3).

Ca(HCO3)2 CaCO3 + CO2 + H2O (4)


12

3. Penguapan air garam, menghasilkan peningkatan konsentrasi garam melebihi

batas kelarutan dan membentuk endapan garam.

Pembentukan kerak dan deposit endapan lain adalah proses kristalisasi yang

kompleks. Pada saat larutan menjadi lewat jenuh dan nukleasi terjadi, kondisi ini

sangat cocok dan ideal untuk pertumbuhan kristal partikel kerak. Senyawa-

senyawa yang dibawa air seperti kalsium sulfat, magnesium sulfat, barium sulfat,

magnesium karbonat, kalsium karbonat, silikat, dan lain-lain dapat mengendap

dan membentuk kerak sebagai akibat dari beda tekanan, perubahan temperatur,

perubahan pH, dan lain-lain. Skema mekanisme pembentukan kerak dapat dilihat

pada Gambar 2.

Gambar 2. Skema Umum Mekanisme Pembentukan Deposit Kerak Air (Salimin


dan Gunandjar, 2007)
13

E. Faktor Pembentukan Kristal

Ukuran kristal yang terbentuk selama pengendapan, tergantung terutama pada dua

faktor penting, yaitu laju pembentukkan inti (nukleasi) dan laju pertumbuhan

kristal. Laju pembentukkan inti dapat dinyatakan dengan jumlah inti yang

terbentuk dalam satuan waktu. Jika laju pembentukan inti tinggi, banyak sekali

kristal yang akan terbentuk yang terdiri dari partikel-partikel kecil. Laju

pembentukkan inti tergantung pada derajat lewat jenuh dari larutan. Semakin

tinggi derajat lewat jenuh maka semakin besar kemungkinan untuk membentuk

inti baru sehingga akan semakin besar laju pembentukkan inti. Laju pertumbuhan

kristal merupakan faktor penting lainnya yang akan mempengaruhi ukuran kristal

yang terbentuk selama pengendapan berlangsung. Semakin tinggi laju

pertumbuhan maka kristal yang terbentuk akan besar. Laju pertumbuhan kristal

juga tergantung pada derajat lewat jenuh (Svehla, 1990). Berikut ini beberapa

faktor pembentukan kristal :

1. Kristalisasi

Menurut Brown (1978) kristalisasi adalah suatu proses pembentukkan kristal dari

larutannya, dimana kristal yang dihasilkan dapat dipisahkan secara mekanik.

Pertumbuhan kristal dapat terjadi bila konsentrasi suatu zat terlarut berada pada

kadar larutan lewat jenuh pada suhu tertentu. Kondisi kelarutan lewat jenuh dapat

diperoleh melalui proses pendinginan dengan larutan pekat panas, penguapan

larutan encer, kombinasi proses penguapan dan pendinginan, dan dengan

penambahan zat lain untuk menurunkan kelarutannya. Kristalisasi memiliki dua

tahap proses, yaitu tahap pembentukkan inti yang merupakan tahap mulai
14

terbentuknya zat padat baru, dan tahap pertumbuhan kristal yang merupakan tahap

inti zat padat yang baru terbentuk mengalami pertumbuhan menjadi kristal yang

lebih besar, yang mengakibatkan kristal inti yang pada awalnya hanya memiliki

ukuran yang kecil akan berubah menjadi ukuran yang lebih besar. Salah satu

contoh kasus laju pertumbuhan kristal yang dapat dengan mudah diamati yaitu

pada proses pertumbuhan kristal pada boraks (Brown, 1978; Suharso, 2012;

Suharso, 2012a). Penjelasan sederhana pembentukkan kerak (kristalisasi)

ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Tahapan kristalisasi (Zeiher et al, 2003)

2. Kelarutan Endapan

Endapan adalah zat yang memisahkan diri sebagai suatu fase padat dari larutan.

Endapan mungkin berupa kristal atau koloid, dan dapat dikeluarkan dari larutan

dengan penyaringan atau pemusingan. Endapan terbentuk jika larutan menjadi

terlalu jenuh dengan zat bersangkutan. Kelarutan (S) suatu endapan, menurut

definisi adalah sama dengan konsentrasi molar dari larutan jenuhnya. Kelarutan

tergantung berbagai kondisi, seperti temperatur, tekanan, konsentrasi, bahan-

bahan lain dalam larutan itu dan pada komposisi pelarutnya.


15

Hasil kali kelarutan memungkinkan kita untuk menerangkan dan juga

memperkirakan reaksi-reaksi pengendapan. Hasil kali kelarutan dalam keadaan

sebenarnya merupakan nilai akhir yang dicapai oleh hasil kali ion ketika

kesetimbangan tercapai antara fase padat dari garam yang hanya sedikit larut

dalam larutan itu. Jika hasil kali ion berbeda dengan hasil kali kelarutan, maka

sistem itu akan berusaha menyesuaikan, sehingga hasil kali ion mencapai nilai

hasil kali kelarutan. Jadi, jika hasil kali ion dengan sengaja dibuat lebih besar dari

hasil kali kelarutan, penyesuaian oleh sistem mengakibatkan mengendapnya

garam larutan. Sebaliknya, jika hasil kali ion dibuat lebih kecil dari hasil kali

kelarutan, kesetimbangan dalam sistem dicapai kembali dengan melarutnya

sebagian garam padat ke dalam larutan. Hasil kali kelarutan menentukan keadaaan

kesetimbangan, tetapi tidak memberikan informasi tentang laju ketika

kesetimbangan itu terjadi. Sesungguhnya, kelebihan zat pengendap yang terlalu

banyak dapat mengakibatkan sebagian endapan melarut kembali, sebagai akibat

bertambahnya efek garam atau akibat pembentukkan ion kompleks. Dalam hal ini

hasilkali kelarutan dari kalsium sulfat pada temperatur ruang sebesar 2,3 x 10-4

mol/L (Svehla, 1990).

3. Derajat Lewat Jenuh (Supersaturasi)

Larutan lewat jenuh adalah larutan yang mengandung zat terlarut lebih besar

daripada yang dibutuhkan pada sistem kesetimbangan larutan jenuh. Kondisi

kelarutan lewat jenuh dapat diperoleh melalui proses pendinginan larutan pekat

panas, penguapan larutan encer, kombinasi proses penguapan dan pendinginan

serta dengan penambahan zat lain untuk menurunkan kelarutannya. Diagram


16

hubungan temperatur vs konsentrasi dalam proses kristalisasi dapat dilihat pada

Gambar 4.

Gambar 4. Diagram Hubungan Temperatur – Konsentrasi dalam Proses


Kristalisasi (Alexeyev dalam Wafiroh, 1995)

Berdasarkan Gambar 4, garis tebal menunjukkan kelarutan normal untuk zat

terlarut dalam pelarut, sedangkan garis putus-putus menunjukkan kurva lewat

jenuh, dimana posisinya dalam diagram bergantung pada zat-zat pengotor

(Alexeyev dalam Wafiroh, 1995). Pada gambar di atas, kondisi kelarutan dibagi

dalam tiga bagian yaitu daerah stabil, metastabil, dan daerah labil. Daerah stabil

adalah daerah larutan yang tidak mengalami kristalisasi. Daerah yang

memungkinkan terjadinya kristalisasi tidak spontan adalah daerah metastabil,

sedangkan daerah labil adalah daerah yang memungkinkan terjadinya kristalisasi

secara spontan.

Pada gambar diagram temperatur konsentrasi tersebut, jika suatu larutan yang

terletak pada titik A didinginkan tanpa kehilangan volume pelarut (garis ABC),

maka pembentukkan inti secara spontan tidak akan terjadi sampai kondisi C

tercapai. Larutan lewat jenuh dapat juga tercapai dengan mengurangi sejumlah

volume palarut dari pelarutnya dengan proses penguapan. Hal ini ditunjukkan
17

dengan garis ADE, yaitu saat larutan di titik A diuapkan pada temperatur konstan

(Wafiroh, 1995).

F. Kerak Kalsium Sulfat (CaSO4)

Kalsium adalah logam putih perak dan agak lunak yang diproduksi dengan

elektrolisis garam kalsium klorida (CaCl2). Kalsium melebur pada 845 °C,

memiliki massa jenis 2,96 dan titik didih 1450 °C. Kalsium membentuk ion
2+
kalsium (Ca ) dalam suatu larutan. Garam dari kalsium biasanya berupa bubuk

putih dan membentuk larutan yang tak berwarna kecuali jika anionnya berasal dari

ion kompleks maka garamnya akan berwarna (Saito, 1996; Svehla, 1990) .

Berikut ini adalah reaksi yang menunjukkan terbentuknya kerak kalsium sulfat :

CaCl2(aq) + Na2SO4(aq) CaSO4 (aq) + 2 NaCl(aq)

Ca2+ + SO42- CaSO4

Kalsium membentuk kerak keras ketika berkombinasi dengan sulfat. Kerak CaSO4

kemudian dapat dihindari jika suhu operasi dipertahankan di bawah 421 °C dan

dengan memberikan inhibitor kerak (Al-Sofi et al., 1994). CaSO4 merupakan salah

satu jenis kerak non alkali. Kerak ini dikenal dengan tiga bentuk yaitu anhidrat

(CaSO4) stabil pada temperatur 98 °C, hemihidrat (CaSO4.½H2O) stabil antara 98-

170 °C dan dihidrat (CaSO4.2H2O). Semua ini terbentuk karena adanya perbedaan

temperatur dan konsentrasi air laut. Pada air sirkulasi dengan kesadahan kalsium

tinggi, kalsium sulfat (CaSO4.2H2O) dapat terendapkan sesuai dengan temperatur

air. Kelarutan CaSO4 bertambah dengan naiknya temperatur sampai 37 °C,


18

kemudian cenderung menurun pada temperatur di atas 37 °C (Patel et al., 1999;

Hamed et al., 1997; Amjad et al., 1987).

1. Proses Pembentukan Kerak CaSO4

Pembentukan kerak CaSO4 merupakan proses kristalisasi. Kristalisasi adalah

peristiwa pembentukan partikel-partikel zat padat dalam suatu fase homogen.

Kristalisasi dari larutan dapat terjadi jika padatan terlarut dalam keadaan

berlebih (di luar kesetimbangan), maka sistem akan mencapai kesetimbangan

dengan cara mengkristalkan padatan terlarut.

Kristalisasi senyawa dalam larutan langsung pada permukaan transfer panas

dimana kerak terbentuk memerlukan tiga faktor simultan yaitu konsentrasi lewat

jenuh (supersaturation), nukleasi (terbentuknya inti kristal) dan waktu kontak

yang memadai. Pada saat terjadi penguapan, kondisi jenuh (saturation) dan

kondisi lewat jenuh (supersaturation) dicapai secara simultan melalui

pemekatan larutan dan penurunan daya larut setimbang saat kenaikan suhu

menjadi suhu penguapan. Pembentukan inti kristal terjadi saat larutan jenuh,

dan sewaktu larutan melewati kondisi lewat jenuh maka terjadilah pertumbuhan

kristal, ukuran kristal bertambah besar dan selanjutnya melalui gaya gravitasi

kristal jatuh dan terpisah dari larutan. Mekanisme tersebut memerlukan waktu

kontak antara larutan dan permukaan transfer yang memadai.

2. Pengaruh Terbentuknya Kerak CaSO4

Endapan kerak merupakan salah satu masalah penting dan umumnya terbentuk

di pipa-pipa peralatan industri. Contohnya pada sistem injeksi air yang

umumnya ada di ladang minyak, banyaknya kerak akan menurunkan produksi


19

minyak dan gas (Badr danYassin, 2007). Pada penelitian Halimahtuddahliana

(2003) menyimpulkan bahwa pembentukan kerak pada operasi produksi minyak

bumi dapat mengurangi produktivitas sumur akibat tersumbatnya pipa, pompa,

dan katub.

Kerak yang terbentuk pada pipa-pipa peralatan industri akan memperkecil

diameter dan menghambat aliran fluida pada sistem pipa tersebut. Terganggunya

aliran fluida menyebabkan suhu semakin naik dan tekanan semakin tinggi

sehingga kemungkinan pipa akan pecah (Asnawati, 2001). Endapan kerak yang

banyak dijumpai pada peralatan-peralatan industri minyak dan gas, ketel serta

industri kimia salah satunya adalah kerak CaSO4 (Badr danYassin, 2007; Lestari

2000). Oleh karena itu perlu dilakukan pencegahan pembentukan kerak untuk

mengurangi atau menghilangkan kerak kalsium sulfat yang terdapat pada

peralatan-peralatan industri.

G. Metode Pencegahan Terbentuknya Kerak

Beberapa metode yang digunakan untuk mencegah terbentuknya kerak CaSO4

pada peralatan-peralatan industri antara lain:

1. Pengendalian pH

Pengendalian pH dengan penginjeksian asam (asam sulfat atau asam klorida)

telah lama diterapkan untuk mencegah pengerakan oleh garam-garam kalsium,

garam logam bivalen dan garam fosfat. Kelarutan bahan pembentukan kerak

biasanya meningkat pada pH yang lebih rendah. Pada pH 6,5 atau kurang, korosi

pada baja karbon, tembaga dan paduan tembaga dengan cepat akan berlangsung
20

dan pH efektif untuk mencegah pengendapan kerak hanyalah pada pH 7,0 sampai

7,5.

Oleh karena itu, suatu sistem otomatis penginjeksian asam diperlukan untuk

mengendalikan pH secara tepat. Lagipula, asam sulfat dan asam klorida

mempunyai tingkat bahaya yang cukup tinggi dalam penanganannya. Saat ini

penghambatan kerak dengan hanya menginjeksikan asam semakin jarang

digunakan (Lestari et al., 2004).

2. Peningkatan Kondisi Operasi Alat Penukar Panas

Laju timbulnya kerak dipengaruhi oleh laju alir air, temperatur air, dan

temperatur dinding luar penukar panas. Oleh karena itu, salah satu metode

penghambatan kerak yang efektif adalah dengan pengendalian kondisi operasi

pada dinding luar alat penukar panas. Namun, hal ini hanyalah sebagai pelengkap

dan bahan penghambat kerak tetap diperlukan untuk pencegahan timbulnya kerak

yang memadai.

3. Pelunakan dan Pembebasan Mineral Air

Untuk mencegah terjadinya kerak pada air yang mengandung kesadahan air

(kira- kira 250 ppm CaSO4) perlu adanya pelunakan dengan menggunakan kapur

dan soda abu (pengolahan kapur dingin). Masalah kerak tidak akan dijumpai

bilamana dipakai air bebas mineral karena seluruh garam-garam terlarut dapat

dihilangkan. Oleh karena itu pemakaian air bebas mineral merupakan metode

yang tepat untuk menghambat kerak di dalam suatu sistem dengan pembebanan

panas tinggi dimana pengolahan konvensional dengan bahan penghambat kerak

tidak berhasil (Lestari et al., 2004). Namun, penggunaan air bebas mineral
21

membutuhkan biaya yang cukup tinggi untuk digunakan dalam industri skala

besar sehingga dapat menurunkan efisiensi kerja.

Selain dengan menggunakan ketiga cara yang dijelaskan di atas, pembentukan

kerak juga dapat dicegah dengan menggunakan inhibitor kerak. Cara mencegah

terbentuknya kerak dengan menggunakan inhibitor kerak adalah dengan

menginjeksikan bahan-bahan kimia pencegah kerak (scale inhibitor) kedalam air

formasi (Asnawati, 2001).

4. Inhibitor Kerak

Inhibitor kerak pada umumnya merupakan bahan kimia yang sengaja ditambahkan

untuk mencegah atau menghentikan terbentuknya kerak bila ditambahkan dengan

konsentrasi kecil kedalam air (Halimatuddahliana, 2003). Penggunaan bahan

kimia sangat menarik, karena dengan dosis yang sangat rendah dapat mencukupi

untuk mencegah kerak dalam periode yang lama (Cowan et al., 1976). Prinsip

kerja dari inhibitor kerak adalah pembentukan senyawa kompleks (kelat) antara

inhibitor dengan unsur-unsur penyusun kerak. Senyawa kompleks yang terbentuk

larut dalam air sehingga menutup kemungkinan pertumbuhan kristal yang besar

dan mencegah kristal kerak untuk melekat pada permukaan pipa (Patton, 1981).

Biasanya, penggunaan bahan kimia tambahan untuk mencegah pembentukan

kerak didukung dengan penggunaan bola-bola spons untuk membersihkan secara

mekanis permukaan bagian dalam pipa.

Terdapat beberapa syarat yang harus dimiliki senyawa kimia sebagai

inhibitor kerak yaitu (Al- Deffeeri, 2006) :

a. Menunjukkan kestabilan termal yang cukup efektif untuk mencegah


22

terbentuknya air sadah dari pembentukan kerak,

b. Merusak struktur kristal dari padatan tersuspensi lain yang mungkin akan

terbentuk, dan

c. Memiliki tingkat keamanan yang tinggi dalam penggunaannya sehingga tidak

menimbulkan efek samping yang berbahaya bagi lingkungan sekitar.

Mekanisme kerja inhibitor kerak terbagi menjadi dua, yaitu (Suharso et al.,

2007):

1. Inhibitor kerak dapat mengadsorpsi pada permukaan kristal kerak pada saat

mulai terbentuk. Inhibitor merupakan kristal yang besar yang dapat menutupi

kristal yang kecil dan menghalangi pertumbuhan selanjutnya,

2. Dalam banyak hal bahan kimia dapat dengan mudah mencegah

menempelnya suatu partikel-partikel pada permukaan padatan.

Mekanisme inhibitor dalam menghambat laju pertumbuhan kristal dapat

diilustrasikan pada Gambar 5. Gambar 5 memberikan gambaran bagaimana

kerja inhibitor dalam mengadsorpsi pada sisi-sisi pertumbuhan kristal dari

bibit kristal (ditunjukkan pada kristal yang diberi warna hitam) yang

mengakibatkan pertumbuhan kristal menjadi terhambat. Sedangkan pada bibit

kristal yang tidak teradsorpsi oleh inhibitor (ditunjukkan pada kristal yang

tidak diberi warna) mengalami pertumbuhan normal (Suharso et al., 2009;

Suharso et al., 2014).


23

Gambar 5. Mekanisme Inhibitor Dalam Menghambat Laju Pertumbuhan Kristal


Dalam Larutan Pertumbuhan ( o = inhibitor, = bibit kristal ).

Pada umumnya inhibitor kerak yang digunakan diladang-ladang minyak atau

pada peralatan industri dibagi menjadi dua macam yaitu inhibitor kerak anorganik

dan inhibitor kerak organik. Senyawa anorganik fosfat yang umum digunakan

sebagai inhibitor adalah kondesat fosfat dan dehidrat fosfat. Pada dasarnya bahan-

bahan kimia ini mengandung grup P-O-P dan cenderung untuk melekat pada

permukaan kristal. Sedangkan inhibitor kerak organik yang biasa digunakan

adalah organo fosfonat, organo fosfat ester dan polimer-polimer organik

(Asnawati, 2001). Inhibitor kerak yang pernah digunakan adalah polimer-polimer

yang larut dalam air dan senyawa fosfonat.

Salah satu inhibitor kerak dari polimer-polimer yang larut dalam air adalah

polifosfat. Polifosfat merupakan inhibitor kerak yang murah namun

keefektifannya terbatas. Keunggulan polifosfat sebagai inhibitor kerak kalsium

sulfat (CaSO4) antara lain karena kemampuannya untuk menyerap pada

permukaan kristal yang mikroskopik, menghambat pertumbuhan kristal pada

batas konsentrasi rendah dan strukturnya yang mampu merusak padatan


24

tersuspensi. Hal ini dapat mencegah pertumbuhan kristal lebih lanjut, atau

setidaknya memperlambat proses pertumbuhan kerak. Namun, polifosfat

memiliki kelemahan utama yaitu mudah terhidrolisis pada temperatur di atas

90 °C menghasilkan ortofosfat. Reaksi hidrolisis polifosfat di tunjukkan pada

Gambar 6.

Gambar 6. Reaksi Hidrolisis Polifosfat (Gill, 1999).

Reaksi di atas adalah reaksi hidrolisis polifosfat yang merupakan fungsi dari

temperatur, pH, waktu, dan adanya ion-ion lain. Ortofosfat yang dihasilkan

dapat menyebabkan menurunnya kemampuan untuk menghambat pertumbuhan

kerak dan menyebabkan terbentuknya kerak baru dari presipitasi kalsium fosfat

(Gill, 1999), sehingga penggunaan polifosfat sebagai inhibitor kerak hanya

efektif pada temperatur rendah. Fosfonat merupakan inhibitor yang sangat baik

bila dibandingkan dengan polifosfat. Namun fosfonat masih memiliki

kelemahan yaitu struktur fosfonat yang monomerik sehingga tidak efektif jika

digunakan sebagai dispersing agents (Al-Deffeeri, 2006).

Penggunaan senyawa-senyawa anorganik, asam amino, polimer-polimer yang

larut dalam air seperti poliaspartat, polifosfat dan senyawa-senyawa lain seperti

fosfonat, karboksilat (Al-Deffeeri, 2006), dan sulfonat telah diketahui sangat

efektif sebagai inhibitor endapan kalsium sulfat (CaSO4).


25

H. Asap Cair (Liquid Smoke)

Asap cair atau liquid smoke yang lebih dikenal sebagai asap cair merupakan suatu

hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran tidak langsung

maupun langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung karbon serta

senyawa-senyawa lain. Asap cair (liquid smoke) merupakan campuran larutan

dari dispersi asap kayu dalam air yang dibuat dengan mengkondensasikan asap

hasil pirolisis kayu (Darmadji, 1998). Pada dasarnya bahan baku untuk

menghasilkan asap cair ini bermacam-macam, antara lain kayu, tandan kosong

kelapa sawit, cangkang sawit, tempurung kelapa sawit, pelepah sawit, tempurung

kelapa dan ampas hasil penggergajian (Girard, 1992). Asap cair memiliki

banyak manfaat salah satunya yaitu sebagai inhibitor (Choi et al, 2001). Cara

yang paling umum digunakan untuk menghasilkan asap pada pengasapan

makanan adalah dengan membakar serbuk gergaji kayu keras dalam suatu tempat

yang disebut alat pembangkit asap (Draudt, 1963). Asap tersebut dialirkan ke

rumah asap dalam kondisi sirkulasi udara dan temperatur yang terkontrol.

Asap cair mengandung berbagai senyawa yang terbentuk karena terjadinya

pirolisis tiga komponen kayu yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Lebih dari

400 senyawa kimia dalam asap telah berhasil diidentifikasi. Komponen-

komponen tersebut ditemukan dalam jumlah yang bervariasi tergantung jenis

kayu, umur tanaman sumber kayu, dan kondisi pertumbuhan kayu seperti iklim

dan tanah. Komponen-komponen tersebut meliputi asam yang dapat

mempengaruhi cita rasa, pH dan umur simpan produk asapan; karbonil yang

bereaksi dengan protein dan membentuk pewarnaan coklat dan fenol yang
26

merupakan pembentuk utama aroma dan menunjukkan aktivitas antioksidan.

Golongan- golongan senyawa penyusun asap cair adalah air (11-92%), fenol (0,2-

2,9%), asam (2,8-9,5%), karbonil (2,6-4,0%), dan tar (1-7%).

Komponen-komponen penyusun asap cair meliputi:

1. Senyawa-senyawa fenol. Senyawa fenol diduga berperan sebagai

antioksidan sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk asapan.

Kandungan senyawa fenol dalam asap sangat tergantung pada temperatur

pirolisis kayu. Menurut Girard (1992), kuantitas fenol pada kayu sangat

bervariasi yaitu antara 10200 mg/kg. Beberapa jenis fenol yang biasanya

terdapat dalam produk asapan adalah guaiakol dan siringol. Senyawa-

senyawa fenol yang terdapat dalam asap kayu umumnya hidrokarbon

aromatik yang tersusun dari cincin benzena dengan sejumlah gugus hidroksil

yang terikat. Senyawa-senyawa fenol ini juga dapat mengikat gugus-gugus

lain seperti aldehid, keton, asam, dan ester.

2. Senyawa-senyawa karbonil. Senyawa-senyawa karbonil dalam asap

memiliki peranan pada pewarnaan dan cita rasa produk asapan. Golongan

senyawa ini mempunyai aroma seperti aroma karamel yang unik. Jenis

senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara lain adalah vanilin

dan siringaldehida.

3. Senyawa-senyawa asam. Senyawa- senyawa asam mempunyai peranan

sebagai anti bakteri dan membentuk cita rasa produk asapan. Senyawa asam

ini antara lain adalah asam asetat, propionat, butirat, dan valerat.

4. Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis. Senyawa hidrokarbon polisiklis


27

aromatis (HPA) dapat terbentuk pada proses pirolisis kayu. Senyawa

hidrokarbon aromatik seperti benzo(a)pirena merupakan senyawa yang

memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen (Girard,1992). Girard

(1992) menyatakan bahwa pembentukan berbagai senyawa HPA selama

pembuatan asap tergantung dari beberapa hal, seperti temperatur pirolisis,

waktu dan kelembaban udara pada proses pembuatan asap serta kandungan

udara dalam kayu. Dikatakan juga bahwa semua proses yang menyebabkan

terpisahnya partikel-partikel besar dari asap akan menurunkan kadar

benzo(a)pirena. Proses tersebut antara lain adalah pengendapan dan

penyaringan.

5. Senyawa benzo(a)pirena. Benzo(a)pirena mempunyai titik didih 310 °C dan

dapat menyebabkan kanker kulit jika dioleskan langsung pada permukaan

kulit. Akan tetapi proses yang terjadi memerlukan waktu yang lama.

I. Asap Cair Tempurung Kelapa

Asap cair memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan makanan karena

distilat asap atau asap cair tempurung mengandung lebih dari 400 komponen dan

memiliki fungsi sebagai penghambat perkembangan bakteri dan cukup aman

sebagai pengawet alami antara lain asam, fenolat, dan karbonil. Seperti yang

dilaporkan Darmadji, dkk (1996) yang menyatakan bahwa pirolisis tempurung

kelapa menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa fenol sebesar 4,13%,

karbonil 11,3%, dan asam 10,2%.


28

Asap cair tempurung kelapa grade 2 memiliki warna yang lebih kekuningan jika

dibandingkan dengan asap cair tempurung kelapa grade 3, namun sedikit lebih

pekat kuningnya dari pada asap cair tempurung kelapa grade 1 (Yulistiani, 2008).

Perbedaan asap cair tempurung kelapa grade 1, grade 2 dan grade 3 di tunjukkan

pada Gambar 7.

1 2 3

Gambar 7. Warna Asap Cair Tempurung Kelapa (Anonim, 2017).

Menurut Tranggono et al. (1996) asap cair tempurung kelapa memiliki 7 macam

komponen dominan, yaitu fenol, 3-metil-1,2-siklopentadion, 2 metoksifenol, 2-

metoksi-4-metilfenol, 4-etil-2-metoksifenol, 2,6-dimetoksifenol, dan 2,5-

dimetoksi benzil alkohol yang semuanya larut dalam eter. Sedangkan Guillen et

al, (1995) melaporkan bahwa asap cair komersial memiliki empat macam

komponen dominan yaitu 3-methyl-1,2-cyclopentanedione, 3 hydroxy-2 methyl-

4H-pyran-4-one, 2-methoxyphenol orguaiacol, dan 2,6-dimethoxyphenol.

Gumanti (2006) melaporkan bahwa komponen kimia destilat asap tempurung

kelapa mengandung total fenol (5.5%), metil alkohol (0.37%), dan total asam
29

(7.1%). Berikut ini beberapa kandungan asap cair tempurung kelapa serta titik

didihnya yang ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan asap cair tempurung kelapa serta titik didih nya

Senyawa Titik didih


o
( C, 750 mmHg)
Fenol
-Guaikol 205
-4-metilguaikol 211
-Eugenol 244
-Siringol 267
-Furfural 162
-Pirokatekol 240
-Hidrokuinon 285
-Isoeugenol 266
Karbonil
-Glioksal 51
-Metilglioksal 72
-Glikoaldehid 97
-Diasetil 88
-Formaldehid 21
Asam
-Asam Asetat 118
-Asam Butirat 162
-Asam Propionat 141
Asam Isovalerat 176
Sumber: Himawati (2010)

Asap cair grade 2 merupakan asap cair yang telah melewati tahapan destilasi

kemudian dilakukan penyaringan zeolit. Asap cair ini memiliki warna kuning

kecoklatan dan diorientasikan untuk pengawetan bahan makanan mentah

(Yulistiani, 2008). Asap cair grade 2 tidak terlalu berbeda dengan grade 1 untuk

kadar fenol, karbonil, dan asamnya. Namun, pada asap cair grade 2 untuk kadar

tar dan benzo(a)pirena sudah tidak ada, hal ini dikarenakan pada saat destilasi
30

dengan suhu 250 °C senyawa benzo(a)pirena dan tar tidak ikut menguap karena

titik didih kedua senyawa tersebut berada diatas 250 °C.

J. Metode Seeded Experiment

Menurut Rahmania (2012) metode seeded experiment merupakan salah satu

metode pembentukan kristal dengan cara menambahkan bibit kristal ke dalam

larutan pertumbuhan. Penambahan bibit kristal dilakukan untuk mendorong

terjadinya proses kristalisasi dengan lebih cepat. Adanya area permukaan bibit

kristal akan mempermudah pertumbuhan kristal menjadi lebih besar. Semakin

cepat terjadinya proses kristalisasi maka akan semakin cepat laju pertumbuhan inti

kristal kalsium sulfat untuk membentuk kristal yang lebih besar. Hal ini dilakukan

untuk melihat laju pertumbuhan kerak kalsium sulfat setelah ditambahkan

inhibitor dengan penambahan bibit kristal (seeded experiment).

K. Teknik-Teknik Analisis Asap Cair Tempurung Kelapa Grade 2

Pada penelitian ini dilakukan beberapa analisis terhadap asap cair tempurung

kelapa Grade 2. Analisis ini meliputi analisis gugus fungsi terhadap asap cair

tempurung kelapa Grade 2 dengan menggunakan Spektrofotometer Infrared (IR)

dan untuk mengidentifikasi komponen kimia menggunakan Gas

Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS). Hal ini bertujuan untuk

mengetahui banyaknya senyawa kimia yang terdapat dalam asap cair tempurung

kelapa grade 2.
31

1. Spektrofotometer Inframerah (IR)

Spektrofotometer IR adalah spektrofotometer yang menggunakan sinar IR dekat,

yakni sinar yang berada pada jangkauan panjang gelombang 2,5 – 25 µm atau

jangkauan frekuensi 400–4000 cm-1. Sinar ini muncul akibat vibrasi atom-atom

pada posisi kesetimbangan dalam molekul dan kombinasi vibrasi dengan rotasi

menghasilkan spektrum vibrasi–rotasi (Khopkar, 2001).

Spektrum IR suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi vibrasi dan

osilasi. Bila molekul menyerap radiasi IR, energi yang diserap akan menyebabkan

kenaikan amplitude getaran atom-atom yang terikat sehingga molekul-molekul

tersebut berada pada keadaan vibrasi tereksitasi (excited vibrational state) energi

yang diserap ini akan dibuang dalam bentuk panas bila molekul itu kembali ke

keadaan dasar. Panjang gelombang eksak dari adsorpsi oleh suatu tipe ikatan,

tergantung pada macam vibrasi dari ikatan tersebut. Oleh karena itu, tipe ikatan

yang berlainan menyerap radiasi IR pada panjang gelombang yang berbeda.

Dengan demikian spektrofotometer IR dapat digunakan untuk mengidentifikasi

adanya gugus fungsi dalam suatu molekul (Supratman,2010).

2. Gas Crhomatography-Mass Spectrometry (GC-MS)

Teknik Gas Crhomatography-Mass Spectrometry (GC-MS) ini digunakan untuk

mengetahui kandungan senyawa kimia yang terdapat di dalam asap cair

tempurung kelapa Grade 2.

GC merupakan salah satu teknik kromatografi yang hanya dapat digunakan untuk

mendeteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap. Kriteria menguap adalah


32

dapat menguap pada kondisi vakum tinggi dan tekanan rendah serta dapat

dipanaskan (Drozd, 1985).

Dasar pemisahan menggunakan kromatografi gas adalah penyebaran cuplikan

pada fase diam sedangkan gas sebagai fase gerak mengelusi fase diam. Cara kerja

dari GC adalah suatu fase gerak yang berbentuk gas mengalir dibawah tekanan

melewati pipa yang dipanaskan dan disalut dengan fase diam cair atau dikemas

dengan fase diam cair yang disalut pada suatu penyangga padat. Analit tersebut

dimuatkan kebagian atas kolom melalui suatu portal injeksi yang dipanaskan.

Suhu oven dijaga atau diprogram agar meningkat secara bertahap. Ketika sudah

berada dalam kolom, terjadi proses pemisahan antar komponen. Pemisahan ini

akan bergantung pada lamanya waktu relatif yang dibutuhkan oleh komponen-

komponen tersebut di fase diam (Sparkman et al., 2011).

Seiring dengan perkembangan teknologi maka instrument GC digunakan secara

bersama-sama dengan instrumen lain seperti Mass-Spectrometer (MS).

Spektrometer massa diperlukan untuk identifikasi senyawa sebagai penentu bobot

molekul dan penentuan rumus molekul. Prinsip dari MS adalah pengionan

senyawa-senyawa kimia untuk menghasilkan molekul bermuatan atau fragmen

molekul dan mengukur rasio massa/muatan. Molekul yang telah terionisasi akibat

penembakan elektron berenergi tinggi tersebut akan menghasilkan ion dengan

muatan positif, kemudian ion tersebut diarahkan menuju medan magnet dengan

kecepatan tinggi. Medan magnet atau medan listrik akan membelokkan ion

tersebut agar dapat menentukan bobot molekulnya dan bobot molekul semua

fragmen yang dihasilkan (David, 2005). Kemudian detektor akan menghitung


33

muatan yang terinduksi atau arus yang dihasilkan ketika ion dilewatkan atau

mengenai permukaan, scanning massa dan menghitung ion sebagai mass to

charge ratio (m/z). Terdapat 4 (empat proses dalam spektrometri massa yakni

ionisasi, percepatan, pembelokkan dan pendeteksian.

L. Teknik-Teknik Analisis Kerak Kalsium Sulfat (CaSO4)

Pada penelitian ini dilakukan beberapa analisis terhadap kristal CaSO4. Analisis

ini meliputi analisis untuk mengetahui morfologi permukaan kristal CaSO4

menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). Untuk mengetahui seberapa

efektif asap cair tempurung kelapa grade 2 dalam menghambat pembentukan

kerak CaSO4 atau untuk menganalisis distribusi ukuran partikel menggunakan

Particle Size Analyzer (PSA). Serta untuk mengidentifikasi struktur kristal CaSO4

menggunakan X-Ray Powder Diffraction (XRD). Hal ini bertujuan untuk

mengetahui seberapa efektif asap cair tempurung kelapa grade 2 dalam

menghambat pembentukkan kerak CaSO4.

1. Scanning Electron Microscopy (SEM)

SEM adalah salah satu jenis mikroskop elektron yang dapat mengamati dan

menganalisis karakteristik struktur mikro dari bahan padat yang konduktif

maupun yang nonkonduktif. Sistem pencahayaan pada SEM menggunakan

radiasi elektron yang mempunyai λ = 200 – 0,1 Å, daya pisah (resolusi) yang

tinggi sekitar 5 nm sehingga dapat dicapai perbesaran hingga ± 100.000 kali

karena mempunyai depth of field yang tinggi. Sehingga SEM mampu


34

menghasilkan gambar atau citra yang lebih baik dibandingkan dengan hasil

mikroskop optik.

Pada prinsipnya mikroskop elektron dapat mengamati morfologi, struktur mikro,

komposisi, dan distribusi unsur. Untuk menentukan komposisi unsur secara

kualitatif dan kuantitatif perlu dirangkaikan satu perangkat alat EDS (Energy

Dispersive X-Ray Spectrometer) atau WDS (Wavelength Dispersive X-ray

Spectrometer) (Handayani et al., 1996). Berikut ini skema bagan SEM yang di

tunjukkan pada Gambar 8.

Gambar 8. Skema Bagan SEM (Gabriel, 1985)

2. Particle Size Analyzer (PSA)

Particle size analyzer dapat menganalisis partikel suatu sampel yang bertujuan

untuk menentukan ukuran partikel dan distribusinya. Distribusi ukuran partikel

dapat diketahui melalui gambar yang dihasilkan. Ukuran tersebut dinyatakan

dalam jari-jari untuk partikel yang berbentuk bola. Penentuan ukuran dan

distribusi partikel menggunakan PSA dapat dilakukan dengan :


35

(1) Difraksi sinar laser untuk partikel dari ukuran submikron sampai dengan

milimeter, (2) counter principle untuk mengukur dan menghitung partikel yang

berukuran mikron sampai dengan milimeter, (3) penghamburan sinar untuk

mengukur partikel yang berukuran mikron sampai dengan nanometer (Etzler,

2004).

Particle size analyzer (PSA) mampu mengukur distribusi partikel ukuran emulsi,

suspensi dan bubuk kering (Totoki, 2007).

Keunggulan dari PSA antara lain:

1. Akurasi dan reproduksibilitas berada dalam ± 1%.

2. Dapat mengukur sampel dari 0,02 nm sampai 2000 nm.

3. Dapat mengukur distribusi ukuran partikel yang berupa emulsi, suspensi,

dan bubuk kering (Hossaen, 2000). Berikut ini diagram proses fraksinasi massa

dalam sedigraf yang di tunjukkan pada Gambar 9.

Gambar 9. Diagram Proses Fraksinasi Massa Dalam Sedigraf (Webb, 2002).


36

3. X-Ray Powder Diffraction (XRD)

Metode difraksi sinar-X adalah metode yang didasarkan pada difraksi radiasi

elektromagnetik yang berupa sinar-X oleh suatu kristal. Sinar-X merupakan

radiasi gelombang elektromagnetik yang memiliki panjang gelombang yang

pendek yaitu 0,5 – 2,5 Ἀ. Sinar-X dihasilkan dengan cara menembakkan suatu

berkas elektron berenergi tinggi ke suatu target dan menunjukkan gejala difraksi

jika jatuh pada benda yang jarak antar bidangnya kira-kira sama dengan panjang

gelombangnya pada suatu bidang dengan sudut θ (Cullity, 1967).

Kegunaan analisis XRD di antaranya adalah :

b. Analisis kualitatif dan penetapan semi-kuantitatif.

c. Menentukan struktur kristal pengindeksian bidang kristal, dan kedudukan

atom dalam kristal.

d. Untuk analisis kimia (identifikasi zat yang belum diketahui, penentuan

kemurnian senyawa, dan deteksi senyawa baru).

Analisis difraksi sinar-X didasarkan pada susunan sistematik atom-atom atau ion-

ion di dalam bidang kristal yang dapat tersusun sedemikian rupa sehingga

membentuk kisi kristal dengan jarak antar bidang yang khas. Setiap spesies

mineral mempunyai susunan atom yang berbeda-beda sehingga membentuk

bidang kristal yang dapat memantulkan sinar-X dalam pola difraksi yang

karakteristik. Pola difraksi inilah yang kemudian digunakan untuk

mengidentifikasi suatu senyawa.


III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada bulan

Desember 2017 sampai April 2018. Analisis menggunakan IR dan SEM

dilakukan di Laboratorium Unit Pelaksana Teknik Laboratorium Terpadu dan

Sentra Inovasi Teknologi (UPT LTSIT) Universitas Lampung, analisis

menggunakan GC-MS dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Universitas

Gadjah Mada, analisis menggunakan PSA dilakukan di Laboratorium Sentra

Universitas Padjajaran dan PT Nanotech Herbal Indonesia, serta analisis

menggunakan X-RD di lakukan di Laboratorium Terpadu Institut Sepuluh

November.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini, yaitu alat-alat gelas yang sering

digunakan di laboratorium, water bath (THERMOSCIENTIFIC AC 200/S21),

gelas-gelas plastik, pengaduk magnet, spinbar, oven, neraca analitik merek

Airshwoth AA-160, Spektrofotometer IR merek Cary 630 Agilent, Particle Size

Analyzer (PSA) Coulter LS 13320, Scanning Electron Microscopy (SEM) merek


38

Zeiss evo MA 10, Gas Cromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) merek

Shimadzu GC2010 MSQP 2010S, X-Ray Difraction (X-RD) merek Philip

Analytical dan pH meter. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

CaCl2 anhidrat, Na2SO4, akuades, kertas saring, indikator universal, pH meter,

serta asap cair tempurung kelapa Grade 2.

C. Prosedur Penelitian

1. Pembuatan Asap Cair

Asap cair yang dipakai pada penelitian ini yaitu asap cair tempurung kelapa

Grade 2 yang didapatkan dari hasil destilasi asap cair Grade 3. Dimana asap cair

Grade 3 dihasilkan melalui proses metode pirolisis yaitu peruraian tempurung

kelapa dengan bantuan panas tinggi tanpa adanya oksigen atau dengan

menggunakan oksigen dalam jumlah yang terbatas. Kemudian asap cair

tempurung kelapa Grade 3 tersebut di lakukan pemurnian dengan cara destilasi

sehingga didapatkan asap cair tempurung kelapa Grade 2.

2. Preparasi Inhibitor

Pada penelitian ini digunakan asap cair tempurung kelapa Grade 2 dengan variasi

konsentrasi 50, 150, 250, dan 350 ppm. Pembuatan larutan inhibitor dengan

konsentrasi 50 ppm dilakukan dengan cara mengencerkan 50 mL asap cair dengan

akuades dalam labu ukur 1000 mL, lalu dihomogenkan. Dimana 50 mL asap cair

tempurung kelapa Grade 2 setara dengan 50 mg asap cair tempurung kelapa

Grade 2 yang sudah dioven hingga kering. Perlakuan yang sama dilakukan untuk

pembuatan larutan inhibitor dengan konsentrasi 150, 250, dan 350 ppm. Untuk
39

mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada asap cair tempurung kelapa Grade 2

dianalisis menggunakan spektrofotometer IR (Suharso, et al., 2010). Selain itu,

asap cair tempurung kelapa Grade 2 dianalisis menggunakan GC-MS untuk

mengetahui komponen senyawa kimianya.

3. Preparasi Bibit Kristal

Bibit kristal dibuat dari CaCl2 27,75 g yang dilarutkan dalam akuades dengan

volume total 250 mL kemudian diaduk dengan menggunakan magnetik stirer pada

suhu 90 oC selama 15 menit dan Na2SO4 35,5 g dilarutkan dalam akuades dengan

volume total 250 mL kemudian diaduk dengan magnetik stirer pada suhu 90 oC

selama 15 menit. Larutan Na2SO4 dan CaCl2 dicampurkan serta diaduk dengan

magnetik stirer 90 oC hingga mengendap sempurna. Kemudian endapan

dipisahkan dengan kertas saring dan endapan dikeringkan dengan menggunakan

oven pada suhu 105 oC (Suharso, et al., 2009).

4. Pengujian Inhibitor dalam Menghambat Pertumbuhan Kristal CaSO4

Tahapan untuk menguji pengujian asap cair tempurung kelapa Grade 2 sebagai

inhibitor dalam pengendapan kristal CaSO4 dengan metode seeded experiment

dilakukan dengan rangkaian percobaan sebagai berikut:

a. Penentuan Laju Pertumbuhan CaSO4 Tanpa Penambahan Inhibitor

pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan yang Berbeda dengan Metode

Seeded Experiment

Larutan pertumbuhan dibuat dari larutan 0,050 M CaCl2 anhidrat dan larutan

0,050 M Na2SO4 masing-masing dengan volume total akuades 200 mL. Masing-
40

masing larutan dimasukkan ke dalam gelas kimia dan diaduk menggunakan

pengaduk magnet selama 15 menit dengan suhu 90 °C untuk menghomogenkan

larutan. Kemudian larutan CaCl2 anhidrat 0,050 M dan larutan Na2SO4 0,050 M

dicampurkan dan diaduk menggunakan pengaduk magnet selama 15 menit dengan

suhu 90 °C agar terbentuk kerak CaSO4 dan diukur nilai pH-nya menggunakan pH

meter.

Larutan CaSO4 yang terbentuk dimasukkan ke dalam 7 gelas plastik yang sudah

berisi 0,2 gram bibit kristal masing-masing sebanyak 50 mL. Setelah itu

diletakkan dalam waterbath pada suhu 90 °C selama 15 menit untuk mencapai

kesetimbangan. Pengamatan dilakukan selama 45 menit, pada waktu 15 menit

pertama satu gelas diambil, selanjutnya disaring menggunakan kertas saring yang

sudah ditimbang, lalu dikeringkan menggunakan oven pada suhu 105 °C selama

3-4 jam. Kemudian gelas diambil lagi setiap 5 menit sekali hingga pada gelas

yang terakhir. Percobaan ini diulang dengan variasi konsentrasi larutan CaCl2 dan

Na2SO4 sebesar 0,075; 0,100; dan 0,125 M. Endapan yang terbentuk ditimbang,

kemudian dilakukan analisis menggunakan instrumen SEM dan XRD, dan

distribusi ukuran partikel dalam endapannya menggunakan PSA (Suharso et al.,

2010).

b. Penentuan Laju Pertumbuhan CaSO4 dengan Penambahan Inhibitor

pada Konsentrasi Larutan Pertumbuhan yang Berbeda dengan Metode

Seeded Experiment

Larutan pertumbuhan dibuat dari larutan 0,050 M CaCl2 anhidrat dan larutan

0,050 M Na2SO4 masing-masing dengan volume total inhibitor asap cair


41

tempurung kelapa Grade 2 dengan konsentrasi 50 ppm sebanyak 200 mL.

Masing-masing larutan dimasukkan ke dalam gelas kimia dan diaduk

menggunakan pengaduk magnet selama 15 menit dengan suhu 90 °C untuk

menghomogenkan larutan. Kemudian larutan CaCl2 anhidrat 0,050 M dan larutan

Na2SO4 0,050 M dicampurkan dan diaduk menggunakan pengaduk magnet

selama 15 menit dengan suhu 90 °C agar terbentuk kerak CaSO4 dan diukur nilai

pH-nya menggunakan pH meter.

Larutan CaSO4 yang terbentuk dimasukkan ke dalam 7 gelas plastik yang sudah

berisi bibit kristal sebanyak 0,2 gram masing-masing sebanyak 50 mL. Setelah itu

diletakkan dalam waterbath pada suhu 90 °C selama 15 menit untuk mencapai

kesetimbangan. Pengamatan dilakukan selama 45 menit, pada waktu 15 menit

pertama satu gelas diambil, selanjutnya disaring menggunakan kertas saring yang

sudah ditimbang, lalu dikeringkan menggunakan oven pada suhu 105 °C selama

3-4 jam. Kemudian gelas diambil lagi setiap 5 menit sekali hingga pada gelas

yang terakhir. Selanjutnya endapan ditimbang untuk mengetahui berat kristal yang

terbentuk.

Percobaan ini diulang dengan variasi konsentrasi larutan CaCl2 dan Na2SO4

sebesar 0,075; 0,100; dan 0,125 M serta pada variasi konsentrasi inhibitor 50, 150,

250, dan 350 ppm.

Kemudian dipilih konsentrasi asap cair yang paling efektif dalam menghambat

kerak untuk dianalisis menggunakan SEM dan XRD, dan distribusi ukuran

partikel dalam endapannya menggunakan PSA dengan mengukur kerak yang telah

terbentuk (Suharso et al., 2010).


42

5. Analisa Data

Data yang diperoleh berupa jumlah endapan terhadap waktu dengan variasi

konsentrasi larutan pertumbuhan dan variasi konsentrasi inhibitor, masing-masing

akan diplot sebagai jumlah endapan terhadap waktu menggunakan Microsoft

Excel. Nilai yang diperoleh dari masing-masing grafik merupakan pertumbuhan

kerak CaSO4. Morfologi kerak CaSO4 sebelum dan sesudah penambahan inhibitor

dianalisis menggunakan SEM. Struktur kristal CaSO4 sebelum dan sesudah

penambahan inhibitor dianalisis menggunakan X-RD. Dan untuk mengetahui

distribusi ukuran partikelnya dianalisis dengan PSA.


V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut :

1. Asap cair tempurung kelapa Grade 2 dapat digunakan sebagai inhibitor dalam

menghambat pertumbuhan kerak CaSO4 dengan metode seeded experiment.

2. Nilai persen efektifitas tertinggi diperoleh pada konsentrasi larutan

pertumbuhan 0,050 M dengan menggunakan inhibitor asap cair tempurung

kelapa grade 2 sebanyak 350 ppm dengan persentase penghambatan 172,84%.

3. Analisis morfologi permukaan kerak CaSO4 menggunakan SEM

menunjukkan bahwa kristal sebelum penambahan inhibitor terlihat lebih

padat, beraturan, dan lebih besar namun kristal setelah penambahan inhibitor

terlihat tak beraturan dan lebih kecil.

4. Analisis menggunakan PSA menunjukkan bahwa distribusi ukuran partikel

kerak CaSO4 mengalami penurunan setelah ditambahkan inhibitor asap cair

tempurung kelapa Grade 2 terlihat pada nilai rata-rata dan nilai tengah ukuran

partikel kerak CaSO4.


71

5. Analisis struktur kristal CaSO4 menggunakan XRD menunjukkan adanya fasa

kristal gypsum dan basanit pada difraktogram tanpa penambahan inhibitor,

sedangkan setelah ditambahkan inhibitor muncul fasa baru yaitu anhindrit

dan fasa gypsum mulai menghilang.

B. Saran

Untuk meningkatkan mutu penelitian yang telah dilakukan, maka penulis

memberikan saran perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap

penghambatan kerak CaSO4 dengan menggunakan inhibitor asap cair dari bahan

yang berbeda yang memiliki nilai pH lebih tinggi agar tidak memicu terjadinya

masalah lain pada pipa seperti contohnya korosi. Selain itu juga perlu dipelajari

pula cara penghambatan senyawa organik yang terdapat pada inhibitor asap cair

ini terhadap pertumbuhan kerak CaSO4.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2017. http://filter-penjernih-air.blogspot.co.id/. Diakses pada tanggal


26 Oktober 2017 pukul 19.30 WIB.

Anonim. 2017. http://arangkayu.com/. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2017


pukul 20.20 WIB.

Anonim. 20017. Wood Vinegar. Forest Energy Forum No. 9. FAO.

Al-Deffeeri, N.S. 2006. Heat transfer measurement as a criterion for performance


evaluation of scale inhibition in MSF plants in Kuwait. Desalination.
204(1): 423-436.

Al-Sofi, M. A. K., T.Hamada, Y. Tanaka,dan A.A. Saad Saad. 1994. Laboratory


Testing of antiscalant Threshold Effectiveness. Presentedinthe Second
Gulf Water Conference, Bahrain. 1(1): 66.

Amjad, Z. 1987. Kinetics of crystal growth of calcium sulfate dihydrate, The


influence of polymer composition, molecular weight, dan solution
pH. Canadian Journal of Chemistry. 66(6): 1529-1536.

Asnawati. 2001. Pengaruh Temperatur terhadap Reaksi Fosfonat dalam Inhibitor


Kerak pada Sumur Minyak. Jurnal Ilmu Dasar. 2(1): 20-26.

Austin, A.E., Miller, J.F.D, Vaughan, A. &Kircher, J.F. 1975. Chemical Additives
For Calsium Sulphate Scale Control. Desalination. 16(3): 345-357.

Badr, A., and M. A. A.Yassin. 2007. Barium Sulfate Scale Formation in Oil
Reservoir During Water Injection at High-Barium Formation Water.
Journal of Applied Sciences. 7(17): 2393-2403.

Bhatia, A. 2003. Cooling Water Problems and Solutions. Continuing Education


and Development, Inc.9 Greyridge Farm Court Stony Point, NY 10980.
M05-009.

Brown, G.G. 1978. Unit Operation. Jhon Willey dan Sons. Tokyo.

Cahyadi, W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.


Bumi Aksara, Jakarta.
73

Chauhan, K., Sharma, P., and Chauhan, G., S. 2015. Removal/Dissolution of


Mineral Scale Deposits. Mineral Scales and Deposits. Pp 701-720.

Choi, B. C. K., L. M. Tennassee, and G. J. M. Eijkemans. 2001. Developing


Regional Workplace Health and Hazard Surveillance in The Americas.
Pan American Journal of Public Health. 10(6): 376-381.

Cowan, J. C.,Weintritt, D. J. 1976. Water-Formed Scale Deposit. Houston. Texas.


Gulf Publishing Co. Pp. 96-104.

Cullity, B. D., 1987. Element of X-Ray Difraction. Addison-Wisley. Publishing


Company. Inc. New York. Pp. 493-496.

Darmadji, P. 1998. Aktivitas Antibakteri Asap Cair dari Bermacam-macam


Limbah Pertanian. Agritech. 16 (4):19-22.

David, G. W., 2005. Analisis Farmasi, Edisi Kedua. EGC. Jakarta.

Delgado, Aurora., Andres, Sol-Lopez., Isabel, Padilla., Marta, Alvarez., Roberto,


Galindo., Alfonso, J, Vasquez. 2014. Dehidration of Gypsum Rock by
Solar Energy:Preliminary Study. Geomaterials. 4(3): 82-91.

Dyer, S. & Graham. 2003. Thermal Stability of Generic Barium Sulphate Scale
Inhibitor Species Under Static And Dinamic Conditions . Journal of
Petroleum Science and Engineering , 37(3): 171-181.

Draudt, H.N. 1963. The Meat Smoking Process: A Review. Food Technology.
17(12): 85 - 90.

Drozd, J., 1985, Chemical Derivatization in Gas Chromatography. Journal of


Chromatography Library. Pp 19.

Etzler, F.M. 2004. Particle Size Analysis: A Comparison of Methods. American


Pharmaceutical Review. American.

Gabriel, B. 1985. SEM : A User’s Manual for Material Science. American Society
for Metal. Pp. 40.

Gani, A. H. 2013. Komponen Kimia Asap Cair Hasil Pirolisis Limbah Padat
Kelapa Sawit. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan. 9 (3) : 109 - 116.

Gill, J.S. 1999. A Novel Inhibitor For Scale Control in Water Desalination.
Desalination. 124(1): 43-50.

Girard, J.P. 1992. Technology of Meat and Meat Product Smoking. Ellis
Harwood. New York, London, Toronto, Sydney, Tokyo, Singapore.
Pp.162– 201.
74

Gumanti FM. 2006. Kajian Sistem Produksi Destilat Asap Tempurung Kelapa dan
Pemanfaatannya sebagai Alternatif Bahan Pengawet Mie Basah. Skripsi.
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Halimatuddahliana. 2003. Pencegahan Korosi dan Scale pada Proses Produksi


Minyak Bumi. Laporan Penelitian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Hal. 1-8.

Hamed, A., Osman, M.A. Karim, Al-Sofi, M.Ghulam, Mustafa and A.G.Dalvi.
1997. The Performance of Different Antiscalants in Multi-Stage Flash
Distillers. Acquired Experience Symposium. Al-Jubail. 123(2): 1558-1574.

Handayani, D., R. Ranova, H. Bobbi, A. Farlian, Almahdi, Arneti. 2004.


Pengujian Efek Anti Feedan dari Ekstrak dan Fraksi Daun Gambir
(Uncaria gambir Roxb) terhadap Hama Spedoptera litura Fab.
(Lepidoptera; Noctuide). Seminar Nasional Tumbuhan Tanaman Obat
Indonesia XXVI. Padang. 7-8 September 2004.

Hasson, D., and R. Semiat. 2005. Scale Control in Saline and Wastewater.
Desalination. Israel Journal of Chemistry. 46(1): 97-104.

Himawati, E. 2010. Pengaruh Penambahan Asap Cair Tempurung Kelapa


Destilasi dan Redestilasi Terhadap Sifat Kimia, Mikrobiologi, dan
Sensoris Ikan Pindang Layang Selama Penyimpanan. Skripsi. Universitas
Sebelas Maret. Surakarta.

Hossaen, A. 2000. Particle Size Analyzer. King Fahd Petroleum & Mineral. Arab
Saudi.

Jamialahmadi, M dan Muller-Steinhager, H. 2007. Heat Exchanger Fouling and


Cleaning in the Dehydrate Process For the Production Acid. Chemical
Engineering Research and design. 85(2): 245-255.

Kemmer,F. N. 1979. The Nalco Water Hand Book. Nalco Chemical Co. Mc Graw
Hill Book CO. New York, 20. Pp. 1-19.

Khopkar, S. M. 2001. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta. Hal. 194-
196.

Lestari, D. E. 2000. Penelusuran Unsur Pembentuk Kerak pada Sistem Pendingin


Sekunder Reaktor GA Siwabessy dengan Metoda Analisis Aktivasi
Neutron (AAN). Prosiding Hasil Penelitian P2TRR. Hal. 115-121.

Lestari, D. E. 2004. Kimia Air. Pelatihan Operator dan Supervisor Reaktor Riset.
Serpong: Pusat Pendidikan dan Pelatihan BATAN.

Lestari, D. E. 2008. Kimia Air. Pelatihan Operator dan Supervisor Reaktor Riset.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan BATAN. Serpong. Hal. 95-104.
75

Luditama, C. 2006. Isolasi dan Pemurnian Asap cair Berbahan Dasar Tempurung
Kelapa secara Pirolisis dan Destilasi. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian, IPB. Bogor.

Maley, M. 1999. Inhibition of Calcite Nucleation and Growth Using


Phoshonate.Thesis Curtin University of Technology Western Australia.
Australia. Pp. 43.

Nunn, R. G. 1997. Water Treatment Essentials for Boiler Plant Operation. Mc


Graw Hill. New York. Pp. 200-205.

Patel, S., Finan, M. A. 1999. New Antifoulants for Deposit Control in MSF and
MED plants. Elsevier Science B. V. Desalination. 124(1): 63-74.

Patton, C. 1981. Oilfield Water System. 2ed. Cambeel Petroleum Series.


Oklahoma. Pp. 49-79.

Rahmania, Y. 2012. Studi Pendahuluan Ekstrak Kulit Kakao (Theobroma Cacao


L.) Dan Nalco 72990 Sebagai Inhibitor Pembentuk Kerak Kalsium
Karbonat (CaCO3). Skripsi Jurusan Kimia FMIPA Unila. Lampung.

Rasyid, Al. H. 2010. Pemanfaatan Asap Cair Tempurung Kelapa Sebagai Bahan
Pengawet Ikan Teri Nasi (Stolephorus Commersonii, Lac.) Segar untuk
Tujuan Transportasi. Departemen Teknologi Industri Pertanian Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Salimin, Z., dan Gunandjar. 2007. Penggunaan EDTA sebagai Pencegah


Timbulnya Kerak pada Evaporasi Limbah Radioaktif Cair. Prosiding
HALI- PDIPTN. Pustek Akselerator dan Proses Bahan. BATAN.
Yogyakarta.

Saito, T. 1996. Buku Teks Kimia Anorganik Online. Alih Bahasa oleh Ismunandar.
Diakses melalui www.google.com pada tanggal 27 Mei 2014 pukul 15.00
WIB.

Setiososari, E. 2017. Studi Penggunaan Asap Cair Tempurung Kelapa Grade 3


sebagai Inhibitor Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3) menggunakan Metode
Seeded Experiment. Skripsi. Jurusan Kimia FMIPA. Universitas Lampung.
Lampung.

Shiddiq, F.M. 2014. Pemanfaatan Biji Pinang sebagai Inhibitor Kerak Kalsium
Karbonat (CaCO3) dengan Metode Unseeded Experiment. Skripsi. Jurusan
Kimia FMIPA Universitas Lampung. Lampung.

Sparkman, O.D., Penton, Z., Fulton, G.,2011, Gas chromatography and mass
spectrometry : a practical guide, Elsevier.
76

Sri, R. I., dan M. P. Sembiring. 2012. Pengaruh Konsentrasi Inhibitor Ekstrak


Daun Gambir dengan Pelarut Etanol-Air Terhadap Laju Korosi Besi pada
Air Laut. J. Ris. Kim. 5(2): 165-174.

Suharso, Buhani, T. Suhartati, dan L. Aprilia. 2007. Sintesis C- Metil-4,10,16,22


Tetrametoksi Kaliks[4]Arena dan Peranannya Sebagai Inhibitor
Pembentukan Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3). Laporan Akhir Program
Insentif. Unversitas Lampung. Bandar Lampung.

Suharso, G.Parkinson, and M.Ogden. 2007b. Effect of Cetyltrimethylammonium


Bromide (CTAB) on the Growth Rate and Morphology of Borax Crystals.
Journal of Applied Sciences. 7(10): 1390-1396.

Suharso, G. Parkinson, and M. Ogden. 2008. AFM Investigation of Borax (100)


Face: Two-Dimensional Nucleation Growth. Advances in Natural and
Applied Sciences. 2(3): 135-141.

Suharso dan Buhani. 2009. Efek Penambahan Aditif Golongan Karboksilat dalam
Menghambat Laju Pembentukan Endapan Kalsium Sulfat. Jurnal Natur
Indonesia. 13(2). Pp. 100-104.

Suharso, Buhani, and T. Suhartati. 2009. The Role of C-Methyl-4,10,16,22


TetrametoxyCalix[4]Arene as Inhibitor of Calcium Carbonate (CaCO3)
Scale Formation. Indonesian Journal of Chemistry. 9 (2): 206 – 210.

Suharso. 2009a. Ex Situ Investigation of Surface Topography of Borax Crystals


by AFM: Relation Between Growth Hillocks and Supersaturation
Interpreted by Spiral Growth Theory. Jurnal Matematika & Sains.11(4):
140-145.

Suharso. 2009b. In Situ Measurement of the Growth Rate of the (111) Face of
Borax Single Crystal.Jurnal Matematika & Sains. 10(3): 101-106.

Suharso, Buhani, S. Bahri, and T. Endaryanto. 2010. The Use of Gambier Extracts
from West Sumatra as a Green Inhibitor of Calcium Sulphate (CaSO4)
Scale Formation. Asian Journal Research Chemistry. 3(1): 183-187.

Suharso. 2010a. Characterization of Surface of The (010) Face of Borax Crystals


Using Ex Situ Atomic Force Microscopy (AFM). Indonesian Journal of
Chemistry. 5(3): 274-277.

Suharso. 2010b. Mechanism of Borax Crystallization Using Conductivity Method.


Indonesian Journal of Chemistry. 8(3): 327-330.

Suharso. 2010c. Growth of the (001) Face of Borax Crystals. Indonesian Journal
of Chemistry. 5(2): 98-100.
77

Suharso. 2010d. Growth Rate Distribution of Borax Single Crystals on The (001)
Face Under Various Flow Rates. Indonesian Journal of Chemistry. 6(1):
16-19.

Suharso dan Buhani. 2011. Efek Penambahan Aditif Golongan Karboksilat dalam
Menghambat Laju Pembentukan Endapan Kalsium Sulfat. Jurnal Natur
Indonesia. 13(2): 100-104.

Suharso, Buhani, S. Bahri and T. Endaryanto. 2011a. Gambier Extracts as an


Inhibitor of Calcium Carbonate (CaCO3) Scale Formation. Desalination.
265(1): 102-106.

Suharso dan Buhani. 2012. Penanggulangan Kerak. Lembaga Penelitian


Universitas Lampung. ISBN: 978-979-8510-52-6.

Suharso. 2012. Characterization of Surface of the (100) Face of Borax Crystals


Using Atomic Force Microscopy (AFM): Dislocation Source Structure And
Growth Hillocks. Jurnal Sains MIPA Universitas Lampung. 11(2): 105-110.

Suharso.2012a. Ex Situ Investigation of the Hollow Cores on the Surface


Topography of the (100) Face of Borax Crystals by Atomic Force
Microscopy (AFM). Jurnal Sains MIPA Universitas Lampung. 5(3): 274-
277.

Suharso, Buhani, dan L. Aprilia. 2013. Pengaruh Senyawa Turunan Kaliksarena


dalam Menghambat Pembentukan Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3).
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Suharso, Buhani, and L. Aprilia. 2014. Influence of Calix[4] Arene Derived


Compound on Calcium Sulphate Scale Formation. Asian Journal of
Chemistry. 26(18): 6155–6158.

Suharso, Buhani, S.D. Yuwono, and Tugiyono. 2017. Inhibition of Calcium


Carbonate (CaCO3) Scale Formation by Calix[4] Resorcinarene
Compounds. Desalination and Water Treatment. 68(1): 32-39.

Suharso, Tiand Reno, Teguh Endaryanto, and Buhani. 2017a. Modification of


Gambier Extracs as Green Inhibitor of Calcium Carbonate (CaCO3) Scale
Formation. Journal of Water Process Engineering. 18(1): 1-6.

Supratman, U. 2010. Eqiulibrium Penentuan Senyawa Organik. Padjajaran


Bandung. Hal. 102-108.

Svehla, G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.
Alih Bahasa Oleh L. Setiono dan A. H Pudjaatmaka. PT. Kalman Media
Pustaka. Jakarta.

Tilman, D. 1981. Principles, Processes, and Economics. In Wood Combution.


New York: Academics Press Inc. Pp. 74-93.
78

Totoki, S., Y. Wada, N. Moriya, and H. Shimaoka. 2007. DEP Active Grating
Method: a New Approach for Size Analysis of Nano-Sized Particles.
Shimadzu Review 62 . Pp. 173-179.

Tranggono, Suhardi, Setiadji, B., Supranto, Darmadji P. dan Sudarmanto. 1996.


Identifikasi Asap Cair dari Berbagai Jenis Kayu dan Tempurung Kelapa.
Jurnal. Ilmu dan Teknologi Pangan. 1(1): 15-24.

Vendamawan, B. 2016. Pembentukan Kerak CaCO3-CaSO4 dengan Konsentrasi


Ca2+ 2000 ppm pada Suhu 30o C dan 40o C dalam Pipa Beraliran Laminar.
Tugas Akhir. Jurusan Teknik Mesin. Universitas Muhammadiyah
Semarang. Semarang.

Wafiroh, S. 1995. Pemurnian Garam Rakyat dengan Kristalisasi Bertingkat.


Laporan Penelitian. Universitas Airlangga. Surabaya.

Wang and Meldrum. 2012. Additives Stabilize Calcium Sulfate Hemihydrate


(Bassanite) in Solution. Supplementary Information.

Webb, P. A. 2002. Interpretation of Particle Size Reported by Different Analytical


Technique. Diakses melalui www.micromeristics.com. Pada tanggal 21
Oktober 2017 Pukul 14.00 WIB.

Weijnen, M. P. C.,W. G. J. Marcheedan G. M. Van Rosmalen. 1983. A


Quantification of The Effectiveness of an Inhibitor on The Growth Process
of a Scalant. Desalination. 47(1): 81-92.

Yulistiani, R. 2008. Monograf Asap Cair sebagai Bahan Pengawet Alami pada
Produk Daging dan Ikan, Cetakan Pertama, Edisi 1. Surabaya: UPN
Veteran.

Zeiher, E. H. K., H. Bosco, and K. D. Williams. 2003. Novel Antiscalant Dosing


Control. Elsevier Science B.V. Desalination. 157(1): 209-216.

Das könnte Ihnen auch gefallen