Sie sind auf Seite 1von 20

MATERI 1 : PENGANTAR STUDI PERILAKU ORGANISASI

Perilaku organisasi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari bagaimana


seharusnya perilaku tingkat individu, tingkat kelompok, serta dampaknya terhadap
kinerja (baik kinerja individual, kelompok, maupun organisasi) yang bertujuan menerapkan
ilmu pengetahuan guna meningkatkan keefektifan suatu organisasi. Perilaku organisasi
merupakan bidang studi yang berkembang. Perilaku organisasi menjadi semakin penting
dalam ekonomi global ketika orang dengan berbagai latar belakang dan nilai budaya harus
bekerja bersama-sama secara efektif dan efisien.
Perilaku organisasi adalah sebuah bidang keahlian khusus yang mempunyai pokok
ilmu pengetahuan yang umum yang mengajarkan tiga faktor penentu perilaku dalam
organisasi antara lain individu, kelompok dan struktur.
Suatu organisasi dikatakan produktif bila mencapai tujuan-tujuannya dan
melakukannya dengan cara mengubah masukan menjadi hasil dengan biaya serendah
mugkin. Menurut Bernardin dan Russke (1993), produktivitas dapat diartikan sebagai
tingkat perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input). John Suprihanto
(1994) mendefinisikan produktivitas sebagai perbandingan hasil-hasil yang dicapai dengan
keseluruhan sumber daya yang dipergunakan atau perbandingan jumlah produksi (output)
dengan sumber daya yang dipergunakan (input).

Beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas antara lain :


1. Individual. Faktor ini datang dari dalam diri si pekerja dan sudah ada sebelum ia
mulai bekerja. Faktor diri tersebut antara lain : karakteristik biografi, kepribadian
dan emosi, nilai-nilai dan sikap, persepsi, motivasi, pembelajaran individual, dan
kemampuan.
2. Kelompok. Faktor ini merupakan faktor level kelompok seperti komunikasi, konflik,
kekuatan dan politik, tim kerja, struktur kelompok, kepemimpinan dan kepercayaan,
dan pembuatan keputusan kelompok.
3. Organisasi. Faktor ini datang dari luar si pekerja dan hampir sepenuhnya dapat
diatur dan diubah oleh pimpinan perusahaan sehingga disebut juga faktor-faktor
manajemen, yang antara lain :
(a) Faktor sosial dan keorganisasian seperti karakteristik perusahan, pendidikan dan
latihan, pengawasan, pengupahan dan lingkungan sosial.
(b) Faktor fisik antara lain mesin, peralatan, material, lingkungan kerja, metode
kerja.

Dasar-Dasar Perilaku Individu


Dalam ilmu manajemen, seorang manager harus mengetahui perilaku individu.
Dimana setiap individu ini tentu saja memiliki karakteristik individu yang menentukan
terhadap perilaku individu. Yang pada akhirnya menghasilkan sebuah motivasi individu.

Karakteristik Individu dalam organisasi antara lain :


1. Karakteristik Biografis
a. Umur
b. Jenis Kelamin
c. Status Kawin
d. Masa Kerja
2. Kemampuan
a. Kemampuan Fisik
b. Kemampuan Intelektual

3. Kepribadian
4. Proses Belajar
5. Persepsi
6. Sikap
7. Kepuasan Kerja

Perilaku Individu dalam organisasi antara lain :


1. Produktifitas kerja
2. Kepuasan kerja
3. Tingkat absensi
4. Tingkat turnover

Pertama, mari kita membahas tentang dasar-dasar perilaku individu yang


mempunyai karakteristik individu.
1. Karakteristik biografis, yaitu karakteristik pribadi seperti umur, jenis kelamin, dan
status kawin yang objektif dan mudah diperoleh dari rekaman pribadi.
A. Umur (Age)
 Hubungan Umur - Turnover = umur meningkat maka tingkat turnover menurun.
Alasannya karena alternatif pekerjaan (option) yang semakin sedikit,
penghasilan lebih tinggi yang telah diperoleh, dan tunjangan pensiun yang lebih
menarik.
 Hubungan Umur - Absensi = Umur meningkat, maka ketidakhadiran yang
disengaja menurun, dan ketidakhadiran yang tidak disengaja meningkat pula.
Mengingat umur yang bertambah berarti adanya keluarga yang harus dibina.
ketidakhadiran yang disengaja jarang sekali dilakukan, karena melihat pada nilai
gaji yang terpotong bila tidak masuk kerja. Dan ketidakhadiran yang tidak
disengaja meningkat pula, contoh : bila ada salah satu anaknya yang sakit.
 Hubungan Umur - Produktivitas = umur meningkat, maka produktifitas menurun.
Alasan : menurunnya kecepatan, kecekatan, dan kekuatan. Juga meningkatnya
kejenuhan atau kebosanan, dan kurangnya rangsangan intelektual. Namun ada
juga studi yang mengemukakan bahwa hubungan umur dengan produktifitas
ternyata tidak ada hubungannya sama sekali. Dengan alasan : menurunnya
keterampilan jasmani tidak cukup ekstrem bagi menurunnya produktifitas. Dan
meningkatnya umur biasanya diimbangi dengan meningkatnya pengalaman.
 Hubungan umur - Kepuasan Kerja = bagi karyawan profesional : umur meningkat,
kepuasan kerja juga meningkat.
 Karyawan non-profesional : kepuasan merosot selama usia tengah baya dan
kemudian naik lagi dalam tahun-tahun selanjutnya.

B. Jenis Kelamin (Gender)


 Tidak ada beda yang signifikan / bermakna dalam produktifitas kerja antara
pria dengan wanita.
 Tidak ada bukti yang menyatakan bahwa jenis kelamin karyawan mempengaruhi
kepuasan kerja.
 Hubungan gender - turnover = beberapa studi menjumpai bahwa wanita
mempunyai tingkat keluar yang lebih tinggi, dan studi lain menjumpai tidak ada
perbedaan antara hubungan keduanya.
 Hubungan gender - absensi = wanita mempunyai tingkat absensi yang lebih tinggi
(lebih sering mangkir). Dengan alasan: wanita memikul tanggung jawab rumah
tangga dan keluarga yang lebih besar, juga jangan lupa dengan masalah
kewanitaan.

C. Status Kawin (Marital Status)


 Tidak ada studi yang cukup untuk menyimpulkan mengenai efek status
perkawinan terhadap produktifitas.
 Karyawan yang menikah lebih sedikit absensinya, pergantian yang lebih rendah,
dan lebih puas dengan pekerjaannya.

D. Masa Kerja
 Tidak ada alasan bahwa karyawan yang lebih lama bekerja (senior) akan lebih
produktif dari pada yang junior.
 Senioritas/masa kerja berkaitan secara negatif dengan kemangkiran dan dengan
tingkat turnover.
1. Masa Kerja Tinggi, Tingkat Absensi Dan Turnover Rendah.
2. Masa Kerja Rendah, Tingkat Absensi Dan Turnover Tinggi
Keduanya hal di atas berkaitan secara negatif
1. Masa kerja tinggi, kepuasan kerja tinggi
2. Masa kerja rendah, kepuasan kerja rendah
Kedua hal di atas berkaitan secara positif

2. Kemampuan, yaitu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu
pekerjaan.
 Kemampuan Fisik, merupakan kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas
yang menuntut stamina, kecekatan dan kekuatan.
 Kemampuan Intelektual. merupakan kemampuan yang diperlukan untuk
mengerjakan kegiatan mental. misalnya : berpikir,menganalisis, memahami yang
mana dapat diukur dalam bentuk tes (tes IQ). Dan setiap orang punya kemampuan
yang berbeda.

3. Kepribadian, merupakan cara individu bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain.
Kepribadian terbentuk dari faktor keturunan, juga lingkungan (budaya, norma
keluarga dan pengaruh lainnya), dan juga situasi. Ciri dari kepribadian adalah
merupakan karakteristik yang bertahan, yang membedakan perilaku seorang individu,
seperti sifat malu, agresif, mengalah, malas, ambisius, setia.

4. Proses Belajar (Pembelajaran), adalah bagaimana kita dapat menjelaskan dan


meramalkan perilaku, dan pahami bagaimana orang belajar. Belajar adalah setiap
perubahan yang relatif permanen dari perilaku yang terjadi sebagai hasil pengalaman.

5. Persepsi, merupakan suatu proses dimana individu-individu mengorganisasikan dan


menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar memberikan makna bagi lingkungannya.
Distorsi persepsi (penyimpangan persepsi) :
a. Persepsi Selektif, orang-orang yang secara selektif menafsirkan apa yang mereka
saksikan berdasarkan kepentingan, latar belakang, pengalaman, dan sikap.
b. Efek Halo, menarik suatu kesan umum mengenai individu berdasarkan suatu
karakteristik tunggal (kesan pertama)
c. Efek Kontras, evaluasi dari karakteristik seseorang yang dipengaruhi oleh
perbandingan dengan orang lain yang baru dijumpai, yang berperingkat lebih tinggi
atau lebih rendah pada karakteristik yang sama.
d. Proyeksi, menghubungkan karakteristik pribadinya terhadap karakteristik pribadi
orang lain.
e. Stereotype, menilai seseorang atas dasar persepsi kita terhadap kelompok dari
orang tersebut (menggeneralisasikan).

6. Sikap, adalah pernyataan atau pertimbangan evaluatif (menguntungkan atau tidak


menguntungkan) mengenai objek, orang dan peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana
seseorang merasakan mengenai sesuatu. Dalam perilaku organisasi, pemahaman atas
sikap penting, karena sikap mempengaruhi perilaku kerja.

7. Kepuasan Kerja, adalah suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya.
atau perasaan senang atau tidak senang terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja
mempengaruhi sikap.
Apa yang menetukan kepuasan kerja ?
 Kerja Yang Secara Mental Menantang, Kesempatan Menggunakan Ketrampilan /
Kemampuan, Tugas Yang Beragam, Kebebasan, Dan Umpan Balik.
 Ganjaran Yang Pantas, Sistem Upah Dan Kebijakan Promosi Yang Adil.
 Kondisi Kerja Yang Mendukung, Lingkungan Kerja Yang Aman, Nyaman, Fasilitas
Yang Memadai.
 Rekan Kerja Yang Mendukung, Rekan Kerja Yang Ramah Dan Mendukung, Atasan
Yang Ramah, Memahami, Menghargai Dan Menunjukan Keberpihakan Kepada
Bawahan.
 Kesesuaian Kepribadian Dengan Pekerjaan, Bakat Dan Kemampuan Karyawan Sesuai
dengan tuntutan pekerjaan.
Kepuasan kerja yang rendah, mengakibatkan keluhan, absensi, dan tingkat
turnover tinggi. Namun membuat tingkat produktifitas rendah juga.
Kepuasan kerja (job satisfaction) mengacu kepada sikap individu secara
umum terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi
mempunyai sikap positif terhadap pekerjaannya; seseorang yang tidak puas dengan
pekerjaannya mempunyai sifat negatif terhadap pekerjaannya tersebut. Ketika orang
berbicara tentang sikap karyawan, seringkali mereka bermaksud mengatakan
kepuasan kerja. Sebenarnya kedua istilah tersebut sering digunakan secara
bergantian.
Apa yang menentukan kepuasan kerja? Variabel apa yang berkaitan dengan
pekerjaan yang menentukan kepuasan kerja? Fakta menunjukan bahwa faktor penting
yang lebih banyak mendatangkan kepuasan kerja adalah pekerjaan yang secara
mentalitas memberi tantangan, penghargaan yang banyak, kondisi kerja yang
menunjang, dan rekan kerja yang mendukung.
Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi
mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan
menawarkan tugas-tugas yang bervariasi, kebebasan, dan umpan balik tentang
seberapa baik mereka bekerja. Karakteristik-karakteristik ini membuat pekerjaan
secara mentalitas menantang. Pekerjaan-pekerjaan yang terlalu kecil tantangannya
menciptakan kebosanan, tetapi terlalu banyak tantangan menciptakan frustasi dan
perasaan gagal. Di bawah kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan
mengalami kesenangan dan kepuasan.
Karyawan menginginkan sistem penggajian dan kebijakan promosi yang
mereka rasa wajar, tidak membingungkan, dan sejalan dengan harapan mereka. Bila
penggajian dianggap adil, berdasarkan tuntutan pekerjaan tingkat keterampilan
individu, dan standar gaji masyarakat, kepuasan akan tercapai. Sama halnya, individu-
individu yang merasa bahwa kebijakan promosi dibuat dengan cara yang adil dan
wajar akan mengalami kepuasan dalam pekerjaan mereka.
Para karyawan menaruh perhatian yang besar terhadap lingkungan kerja
mereka, baik dari segi kenyamanan pribadi maupun kemudahan untuk melakukan
pekerjaan dengan baik. Mereka lebih menyukai lingkungan fisik yang aman, nyaman,
bersih, dan memiliki tingkat gangguan minimum.
Akhirnya, orang menginginkan sesuatu dari pekerjaan mereka yang lebih
dari pada sekedar uang atau prestasi yang tampak di mata. Bagi sebagian besar
karyawan, bekerja juga dapat memenuhi kebutuhan untuk berinteraksi sosial. Oleh
karena itu, tidak mengherankan bahwa memiliki rekan-rekan kerja yang ramah dan
mendukung dapat meningkatkan kepuasan kerja.
Pandangan awal mengenai hubungan antara kepuasan dengan produktivitas
pada dasarnya dapat disimpulkan dalam suatu pernyataan, yaitu “ seorang pekerja
yang merasa bahagia merupakan seorang pekerja yang produktif.” Banyak dari
paternalisme yang diperlihatkan oleh para manajer pada tahun 1930-an, 1940-an, dan
1950-an dengan membentuk tim-tim dan koperasi simpan-pinjam perusahaan,
mengadakan piknik perusahaan, dan pelatihan bagi para penyelia agar sensitif
terhadap persoalan-persoalan karyawan – diawali dengan tujuan untuk mencoba
membuat pekerjaan bahagia. Namun, keyakinan akan pekerja yang bahagia lebih
didasarkan pada impian dari pada bukti nyata. Sebuah analisis yang lebih cermat
menunjukan bahwa kalaupun kepuasan memiliki efek yang positif pada produktivitas,
efek tersebut sangat kecil. Namun dengan diperkenalkannya variabel-variabel baru,
hubungan positif antara kepuasan dan produktivitas telah meningkat. Misalnya,
hubungan tersebut kuat bila perilaku karyawan tidak dibatasi atau dikendalikan oleh
faktor-faktor di luar dirinya.
Produktivitas karyawan pada pekerjaan mesin berjalan, misalnya, akan lebih
banyak dipengaruhi oleh kecepatan mesin dari pada tingkat kepuasannya.
Akhir-akhir ini, berdasarkan kajian yang komprehensif pada bukti-bukti
tersebut, terlihat bahwa produktivitas mungkin lebih memberikan kepuasan daripada
sebaliknya. Jika anda melakukan pekerjaan dengan baik, anda pada hakekatnya
merasa nyaman dengan kondisi ini. Selanjutnya, jika kita mengasumsikan bahwa
perusahaan memberi penghargaan atas produktivitas, produktivitas anda yang lebih
tinggi tentu akan meningkatkan pengakuan lisan, tingkat penggajian anda, dan
kemungkinan untuk mendapatkan promosi. Penghargaan ini, selanjutnya, tentu akan
meningkatkan tingkat kepuasan anda pada pekerjaan tersebut.
MATERI 2 : KONSEP PERILAKU ORGANISASI

PERILAKU ORGANISASI
Perilaku Organisasi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari bagaimana
seharusnya perilaku tingkat individu, tingkat kelompok, serta dampaknya terhadap
kinerja (baik kinerja individual, kelompok, maupun organisasi).
Perilaku organisasi juga dikenal sebagai Studi tentang organisasi. Studi ini adalah sebuah
bidang telaah akademik khusus yang mempelajari organisasi, dengan memanfaatkan
metode-metode dari ekonomi, sosiologi, ilmu politik, antropologi dan psikologi. Disiplin-
disiplin lain yang terkait dengan studi ini adalah studi tentang Sumber daya manusia dan
psikologi industri serta perilaku organisasi.

A. Tinjauan umum
Studi organisasi adalah telaah tentang pribadi dan dinamika kelompok dan
konteks organisasi, serta sifat organisasi itu sendiri. Setiap kali orang berinteraksi
dalam organisasi, banyak faktor yang ikut bermain. Studi organisasi berusaha untuk
memahami dan menyusun model-model dari faktor-faktor ini.
Seperti halnya dengan semua ilmu sosial, perilaku organisasi berusaha untuk
mengontrol, memprediksikan, dan menjelaskan. Namun ada sejumlah kontroversi
mengenai dampak etis dari pemusatan perhatian terhadap perilaku pekerja. Karena
itu, perilaku organisasi (dan studi yang berdekatan dengannya, yaitu psikologi
industri) kadang-kadang dituduh telah menjadi alat ilmiah bagi pihak yang berkuasa.
Terlepas dari tuduhan-tuduhan itu, Perilaku Organisasi dapat memainkan peranan
penting dalam perkembangan organisasi dan keberhasilan kerja.

B. Sejarah
Meskipun studi ini menelusuri akarnya kepada Max Weber dan para pakar
yang sebelumnya, studi organisasi biasanya dianggap baru dimulai sebagai disiplin
akademik bersamaan dengan munculnya manajemen ilmiah pada tahun 1890-an,
dengan Taylorisme yang mewakili puncak dari gerakan ini. Para tokoh manajemen
ilmiah berpendapat bahwa rasionalisasi terhadap organisasi dengan rangkaian
instruksi dan studi tentang gerak-waktu akan menyebabkan peningkatan
produktivitas. Studi tentang berbagai sistem kompensasi pun dilakukan.
Setelah Perang Dunia I, fokus dari studi organisasi bergeser kepada analisis
tentang bagaimana faktor-faktor manusia dan psikologi mempengaruhi organisasi. Ini
adalah transformasi yang didorong oleh penemuan tentang Dampak Hawthorne.
Gerakan hubungan antar manusia ini lebih terpusat pada tim, motivasi, dan aktualisasi
tujuan-tujuan individu di dalam organisasi.
Para pakar terkemuka pada tahap awal ini mencakup:
1. Chester Barnard
2. Henri Fayol
3. Mary Parker Follett
4. Frederick Herzberg
5. Abraham Maslow
6. David McClelland
7. Victor Vroom
Perang Dunia II menghasilkan pergeseran lebih lanjut dari bidang ini, ketika
penemuan logistik besar-besaran dan penelitian operasi menyebabkan munculnya
minat yang baru terhadap sistem dan pendekatan rasionalistik terhadap studi
organisasi.
Pada tahun 1960-an dan 1970-an, bidang ini sangat dipengaruhi oleh psikologi
sosial dan tekanan dalam studi akademiknya dipusatkan pada penelitian kuantitatif.
Sejak tahun 1980-an, penjelasan-penjelasan budaya tentang organisasi dan
perubahan menjadi bagian yang penting dari studi ini. Metode-metode kualitatif
dalam studi ini menjadi makin diterima, dengan memanfaatkan pendekatan-
pendekatan dari antropologi, psikologi dan sosiologi.

C. Keadaan Bidang Studi Ini Sekarang


Perilaku organisasi saat ini merupakan bidang studi yang berkembang.
Jurusan studi organisasi pada umumnya ditempatkan dalam sekolah-sekolah bisnis,
meskipun banyak universitas yang juga mempunyai program psikologi industri dan
ekonomi industri pula.
Bidang ini sangat berpengaruh dalam dunia bisnis dengan para praktisi seperti
Peter Drucker dan Peter Senge yang mengubah penelitian akademik menjadi praktik
bisnis. Perilaku organisasi menjadi semakin penting dalam ekonomi global ketika orang
dengan berbagai latar belakang dan nilai budaya harus bekerja bersama-sama secara
efektif dan efisien. Namun bidang ini juga semakin dikritik sebagai suatu bidang
studi karena asumsi-asumsinya yang etnosentris dan pro-kapitalis (lihat Studi
Manajemen Kritis).
Terdapat 4 aturan kinerja dalam suatu bisnis:
1. Produktivitas yang efektif dan efisien, yakni minimal biaya dengan tepat guna atau
sasaran.
2. Absensi, yakni rasio antara jumlah jam kerja dengan jam kerja seharusnya.
3. Kepuasan kerja
4. Tingkat perputaran tenaga kerja (Labor turn over), yakni perbandingan antara
jumlah karyawan yang masuk dan yang keluar dibagi jumlah tenaga kerja.

D. Tantangan Bisnis Yang Akan Datang


1. Masalah: Meningkatnya produktivitas tenaga kerja. Tantangan bisnis ke depan
adalah bagaimana menciptakan keunggulan bersaing dan mempertahankan
kesinambungan bisnis sehingga tuntutan peningkatan produktivitas kerja menjadi
suatu keharusan. Upaya peningkatan produktivitas kerja diantaranya melalui
perubahan perilaku.
2. Peningkatan keahlian tenaga kerja. Keahlian dinyatakan dalam 3 bentuk: keahlian
berkonsep, keahlian teknis dan keahlian teknologi.
3. Menurunnya tingkat kesetiaan karyawan
4. Respon atas era globalisasi (hilangnya batas waktu dan ruang), yakni globalisasi
ekonomi dan globalisasi perusahaan.
5. Budaya keanekaragaman tenaga kerja.
6. Munculnya peniru temporer, yakni terdapat pergantian karena adanya persaingan
sehingga daur hidup produk semakin singkat. Untuk itu produk yang jenuh
membutuhkan inovasi-inovasi, salah satunya dengan cara menaikkan tingkat
ketrampilan.
7. Peningkatan kualitas pelayanan, produk, dan layanan purna jual.
8. Tuntutan dalam beretika bisnis.

KOMITMEN ORGANISASI
Komitment organisasi adalah sebagai suatu keadaan dimana seseorang karyawan
memihak organisasi tertentu serta tujuan tujuan dan keinginannya untuk
mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Menurut Stephen P. Robbins
didefinisikan bahwa keterlibatan pekerjaaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan
tertentu seseorang individu, sementara komitmen organisasional yang tinggi berarti
memihak organisasi yang merekrut individu tersebut. Dalam organisasi sekolah guru
merupakan tenaga profesional yang berhadapan langsung dengan siswa, maka guru dalam
menjalankan tugasnya sebagai pendidik mampu menjalankan kebijakan-kebijakan dengan
tujuan-tujuan tertentu dan mempunyai komimen yang kuat terhadap sekolah tempat dia
bekerja.

Definisi Pakar :
 Menurut L. Mathis-John H. Jackson, komitmen organisasi adalah tingkat sampai
dimana karyawan yakin dan menerima tujuan organisasional, serta berkeinginan untuk
tinggal bersama atau meninggalkan perusahaan pada akhirnya tercermin dalam
ketidakhadiran dan angka perputaran karyawan.
 Menurut Griffin, komitmen organisasi (organizational commitment) adalah sikap yang
mencerminkan sejauh mana seseorang individu mengenal dan terikat pada
organisasinya. Seseorang individu yang memiliki komitmen tinggi kemungkinan akan
melihat dirinya sebagai anggota sejati organisasi.
 Menurut Fred Luthan, komitmen organisasi didefinisikan sebagai :
1. keinginan kuat untuk tetap sebagai anggota organisasi tertentu;
2. keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi; dan
3. keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi.
Dengan kata lain, ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan
pada organisasi dan proses berkelanjutan di mana anggota organisasi
mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan
yang berkelanjutan .
 Menurut Allen dan Meyer, ada tiga Dimensi komitment organisasi adalah :
1. Komitmen efektif (effective comitment): Keterikatan emosional karyawan, dan
keterlibatan dalam organisasi,
2. Komitmen berkelanjutan (continuence commitment): Komitmen berdasarkan
kerugian yang berhubungan dengan keluarnya karyawan dari organisasi. Hal ini
mungkin karena kehilangan senioritas atas promosi atau benefit,
3. Komitmen normatif (normative commiment): Perasaan wajib untuk tetap berada
dalam organisasi karena memang harus begitu; tindakan tersebut merupakan hal
benar yang harus dilakukan.
 Dessler memberikan pedoman khusus untuk mengimplementasikan sistem manajemen
yang mungkin membantu memecahkan masalah dan meningkatkan komitmen organisasi
pada diri karyawan :
1. Berkomitmen pada nilai manusia: Membuat aturan tertulis, mempekerjakan
manajer yang baik dan tepat, dan mempertahankan komunikasi.
2. Memperjelas dan mengkomukasikan misi Anda: Memperjelas misi dan ideologi;
berkharisma; menggunakan praktik perekrutan berdasarkan nilai; menekankan
orientasi berdasarkan nilai dan pelatihan; membentujk tradisi,
3. Menjamin keadilan organisasi: Memiliki prosedur penyampaian keluhan yang
koprehensif; menyediakan komunikasi dua arah yang ekstensif,
4. Menciptakan rasa komunitas: Membangun homogenitas berdasarkan nilai; keadilan;
menekankan kerja sama, saling mendukung, dan kerja tim, berkumpul bersama,
5. Mendukung perkembangan karyawan: Melakukan aktualisasi; memberikan
pekerjaan menantang pada tahun pertama; memajukan dan memberdayakan;
mempromosikan dari dalam; menyediakan aktivitas perkembangan; menyediakan
keamanan kepada karyawan tanpa jaminan.

JEJARING SOSIAL
Jejaring sosial atau jaringan sosial adalah suatu struktur sosial yang dibentuk
dari simpul-simpul (yang umumnya adalah individu atau organisasi) yang diikat dengan
satu atau lebih tipe relasi spesifik seperti nilai, visi, ide, teman, keturunan, dll.
Analisis jaringan sosial memandang hubungan sosial sebagai simpul dan ikatan. Simpul
adalah aktor individu di dalam jaringan, sedangkan ikatan adalah hubungan antar aktor
tersebut. Bisa terdapat banyak jenis ikatan antar simpul. Penelitian dalam berbagai
bidang akademik telah menunjukkan bahwa jaringan sosial beroperasi pada banyak
tingkatan, mulai dari keluarga hingga negara, dan memegang peranan penting dalam
menentukan cara memecahkan masalah, menjalankan organisasi, serta derajat
keberhasilan seorang individu dalam mencapai tujuannya.
Dalam bentuk yang paling sederhana, suatu jaringan sosial adalah peta semua
ikatan yang relevan antar simpul yang dikaji. Jaringan tersebut dapat pula digunakan
untuk menentukan modal sosial aktor individu. Konsep ini sering digambarkan dalam
diagram jaringan sosial yang mewujudkan simpul sebagai titik dan ikatan sebagai garis
penghubungnya

KEPEMIMPINAN /LEADERSHIP
Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan
organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk
memperbaiki kelompok dan budayanya. Kepemimpinan mempunyai kaitan yang erat dengan
motivasi. Hal tersebut dapat dilihat dari keberhasilan seorang pemimpin dalam
menggerakkan orang lain dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sangat tergantung
kepada kewibawaan, dan juga pimpinan itu dalam menciptakan motivasi dalam diri setiap
orang bawahan, kolega, maupun atasan pimpinan itu sendiri.

Gaya Kepemimpinan :
1. Otokratis. Kepemimpinan seperti ini menggunakan metode pendekatan kekuasaan
dalam mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya. Jadi kekuasaanlah yang
sangat dominan diterapkan.
2. Demokrasi. Gaya ini ditandai adanya suatu struktur yang pengembangannya
menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif. Di bawah
kepemimpinan demokratis cenderung bermoral tinggi dapat bekerjasama,
mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan diri sendiri.
3. Gaya kepemimpinan kendali bebas. Pemimpin memberikan kekuasan penuh terhadap
bawahan, struktur organisasi bersifat longgar dan pemimpin bersifat pasif.
Teori X dan Teori Y
Teori X dan Teori Y diungkapkan oleh Douglas McGregor yang mengemukakan
strategi kepemimpinan efektif dengan menggunakan konsep manajemen partisipasi.
Konsep terkenal dengan menggunakan asumsi-asumsi sifat dasar manusia. Pemimpin yang
menyukai teori X cenderung menyukai gaya kepemimpinan otoriter dan sebaliknya,
seorang pemimpin yang menyukai teori Y lebih menyukai gaya kepemimpinan demokratik.
Untuk kriteria karyawan yang memiliki tipe teori X adalah karyawan dengan sifat yang
tidak akan bekerja tanpa perintah, sebaliknya karyawan yang memiliki tipe teori Y akan
bekerja dengan sendirinya tanpa perintah atau pengawasan dari atasannya. Tipe Y ini
adalah tipe yang sudah menyadari tugas dan tanggung jawab pekerjaannya.

KEKUASAAN / POWER
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi
tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku (Miriam
Budiardjo,2002) Kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi pihak lain untuk
berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang mempengaruhi (Ramlan
Surbakti,1992).
Kekuasaan dapat dilihat dari 2 sudut pandang yaitu keuasaan bersifat positif
dan negatif.
1. Kekuasaan bersifat Positif : Merupakan Kemampuan yang dianugerahkan oleh Tuhan
kepada individu sebagai pemegang kekuasaan tertinggi yang dapat mempengaruhi dan
merubah pemikiran orang lain atau kelompok untuk melakukan suatu tindakan yang
diinginkan oleh pemegang kekuasaan dengan sungguh-sungguh dan atau bukan karena
paksaan baik secara fisik maupun mental.
2. Kekuasaan bersifat Negatif : Merupakan sifat atau watak dari seseorang yang
bernuansa arogan, egois, serta apatis dalam mempengaruhi orang lain atau kelompok
untuk melakukan tindakan yang diinginkan oleh pemegang kuasa dengan cara paksaan
atau tekanan baik secara fisik maupun mental. Biasanya pemegang kekuasaan yang
bersifat negatif ini tidak memiliki kecerdasan intelektual dan emosional yang
baik,mereka hanya berfikir pendek dalam mengambil keputusan tanpa melakukan
pemikiran yang tajam dalam mengambil suatu tindakan, bahkan mereka sendiri
terkadang tidak dapat menjalankan segala perintah yang mereka perintahkan kepada
orang atau kelompok yang berada di bawah kekuasannya karena keterbatasan daya
pikir tadi. dan biasanya kekuasaan dengan karakter negatif tersebut hanya mencari
keuntungan pribadi atau golongan di atas kekuasannya itu. karena mereka tidak
memiliki kemampuan atau modal apapun selain kekuasaan untuk menghasilkan apapun,
dan para pemegang kekuasaan bersifat negatif tersbut biasanya tidak akan
berlangsung lama karena tidak akan mendapatkan dukungan sepenuhnya oleh
rakyatnya.
Di negara demokrasi, dimana kekuasaan adalah ditangan rakyat, maka jalan
menuju kekuasaan selain melalui jalur birokrasi biasanya ditempuh melalui jalur partai
politik. Partai partai politik berusaha untuk merebut konstituen dalam masa pemilu.
Partai politik selanjutnya mengirimkan calon anggota untuk mewakili partainya dalam
lembaga legislatif. Dalam pemilihan umum legislatif secara langsung seperti yang terjadi
di Indonesia dalam Pemilu 2004 maka calon anggota legislatif dipilih langsung oleh
rakyat.
Kekuasaan cenderung korup adalah ungkapan yang sering kita dengar, atau dalam
bahasa Inggrisnya adalah Power tends to corrupct. Apa benar?? Memang belum tentu
benar, tetapi ungkapan tersebut tentu telah melalui penelitian dan pengalaman bertahun
tahun.

KEPUASAN KERJA
Definisi :
a. Newstrom : mengemukakan bahwa “job satisfaction is the favorableness or
unfavorableness with employes view their work”. Kepuasan kerja berarti perasaan
mendukung atau tidak mendukung yang dialami pegawai dalam bekerja.
b. Wexley dan Yukl : mengartikan kepuasan kerja sebagai “the way an employee feels
about his or her job”. Artinya bahwa kepuasan kerja adalah cara pegawai merasakan
dirinya atau pekerjaannya. dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan
yang menyokong atau tidak menyokong dalam diri pegawai yang berhubungan dengan
pekerjaan maupun kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan
melibatkan aspek-aspek seperti upaya, kesempatan pengembangan karir, hubungan
dengan pegawai lain, penempatan kerja, dan struktur organisasi. Sementara itu,
perasaan yang berhubungan dengan dirinya antara lain berupa umur, kondisi
kesehatan, kemampuan dan pendidikan.
c. Handoko : Keadaan emosional yang menyenangkan dengan mana para karyawan
memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang
terhadap pekerjaannya. Ini dampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan
dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.
d. Stephen Robins : Kepuasan itu terjadi apabila kebutuhan-kebutuhan individu sudah
terpenuhi dan terkait dengan derajat kesukaan dan ketidaksukaan dikaitkan dengan
Pegawai; merupakan sikap umum yang dimiliki oleh Pegawai yang erat kaitannya
dengan imbalan-imbalan yang mereka yakini akan mereka terima setelah melakukan
sebuah pengorbanan. Apabila dilihat dari pendapat Robin tersebut terkandung dua
dimensi, pertama, kepuasan yang dirasakan individu yang titik beratnya individu
anggota masyarakat, dimensi lain adalah kepuasan yang merupakan sikap umum yang
dimiliki oleh pegawai.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja :


Schemerhorn mengidentifikasi lima aspek yang terdapat dalam kepuasan kerja, yaitu :
1. Pekerjaan itu sendiri (Work It self),Setiap pekerjaan memerlukan suatu
keterampilan tertentu. Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang
bahwa keahliannya dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan
meningkatkan atau mengurangi kepuasan kerja.
2. Penyelia (Supervision), Penyelia yang baik berarti mau menghargai pekerjaan
bawahannya. Bagi bawahan, penyelia sering dianggap sebagai figur ayah/ibu dan
sekaligus atasannya.
3. Teman sekerja (Workers), Merupakan faktor yang berhubungan dengan sebagai
pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun yang
berbeda jenis pekerjaannya.
4. Promosi (Promotion), Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya
kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja.
5. Gaji/Upah (Pay), Merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang
dianggap layak atau tidak.
Aspek-aspek lain yang terdapat dalam kepuasan kerja disebutkan oleh Stephen
Robins :
1. Kerja yang secara mental menantang, Karyawan cenderung menyukai pekerjaan-
pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan
kemampuan mereka dan menawarkan tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai
betapa baik mereka mengerjakan. Karakteristik ini membuat kerja secara mental
menantang. Pekerjaan yang terlalu kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi
terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi
tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalamai kesenangan dan
kepuasan.
2. Ganjaran yang pantas, Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan
promosi yang mereka persepsikan sebagai adil, tidak kembar arti, dan segaris dengan
pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan
pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas,
kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Tentu saja, tidak semua orang
mengejar uang. Banyak orang bersedia menerima baik uang yang lebih kecil untuk
bekerja dalam lokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang
menuntut atau mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang mereka
lakukan dan jam-jam kerja. Tetapi kunci yang manakutkan upah dengan kepuasan
bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan; yang lebih penting adalah persepsi keadilan.
Serupa pula karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang
lebih banyak, dan status sosial yang ditingkatkan. Oleh karena itu individu-individu
yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil (fair and
just) kemungkinan besar akan mengalami kepuasan dari pekerjaan mereka.
3. Kondisi kerja yang mendukung,Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk
kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi
memperagakan bahwa karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak
berbahaya atau merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor
lingkungan lain seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak atau sedikit).
4. Rekan kerja yang mendukung, Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang
atau prestasi yang berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga
mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila
mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung menghantar ke kepuasan kerja
yang meningkat. Perilaku atasan seorang juga merupakan determinan utama dari
kepuasan. Umumnya studi mendapatkan bahwa kepuasan karyawan ditingkatkan bila
penyelia langsung bersifat ramah dan dapat memahami, menawarkan pujian untuk
kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan, dan menunjukkan suatu minat
pribadi pada mereka.
5. Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan, Pada hakikatnya orang yang tipe
kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih
seharusnya mendapatkan bahwa mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat
untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. Dengan demikian akan lebih besar
kemungkinan untuk berhasil pada pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini,
mempunyai kebolehjadian yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari
dalam kerja mereka.
MATERI 3 : PERSEPSI DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

PENGERTIAN PERSEPSI
Persepsi adalah suatu proses yang ditempuh individu-individu untuk
mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada
lingkungan. Namun apa yang merupakan persepsi seseorang dapat berbeda dari kenyataan
yang objektif. Karena perilaku orang didasarkan pada persepsi mereka akan realitas, dan
bukan pada realitas itu sendiri, maka persepsi sangat penting pula dipelajari dalam
perilaku organisasi.
Persepsi menurut Robbins adalah suatu proses yang ditempuh oleh setiap individu
untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna
kepada lingkungan mereka.
Menurut Manahan, persepsi adalah gambaran seseorang tentang sesuatu obyek
yang menjadi fokus permasalahan yang sedang dihadapi.

Ada 3 (Tiga) Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi, Yaitu :


1. Pelaku persepsi : penafsiran seorang individu pada suatu objek yang dilihatnya akan
sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadinya sendiri, diantaranya sikap, motif,
kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan pengharapan. Kebutuhan atau
motif yang tidak dipuaskan akan merangsang individu dan mempunyai pengaruh yang
kuat pada persepsi mereka.
2. Target : Gerakan, bunyi, ukuran, dan atribut-atribut lain dari target akan membentuk
cara kita memandangnya. Misalnya saja suatu gambar dapat dilihat dari berbagai
sudut pandang oleh orang yang berbeda. Selain itu, objek yang berdekatan akan
dipersepsikan secara bersama-sama pula.
3. Situasi : Situasi juga berpengaruh bagi persepsi kita. Misalnya saja, seorang wanita
yang berparas lumayan mungkin tidak akan terlalu ‘terlihat’ oleh laki-laki bila ia
berada di mall, namun jika ia berada dipasar, kemungkinannya sangat besar bahwa
para lelaki akan memandangnya.

Dari pendapat di atas yang dimaksud dengan persepsi adalah proses gambaran
yang ada pada individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan yang diterima
oleh indera sehingga memberikan makna kepada lingkungan.
Ketika seorang individu melihat suatu sasaran atau mengobservasi dan berusaha
menginterprestasikan apa yang ia lihat, interprestasi itu sangat dipengaruhi oleh
karakteristik dari pribadi individu yang melihat. Karakteristik pribadi yang
mempengaruhi persepsi terdiri dari sikap, kepribadian, motif, kepentingan, pengalaman
masa lalu, dan harapan.

Beberapa Isu Mengenai Persepsi Orang :


1. Teori persepsi; persepsi yang diberikan terhadap orang akan berbeda dengan
persepsi terhadap objek mati, terdapat beberapa teori yang dikemukakan oleh para
ahli berkaitan dengan cara membuat penilaian mengenai orang lain atau persepsi
orang adalah teori atribusi : teori yang mengarahkan bagaimana kita mengamati
perilaku individu dan mencoba menentukan apakah masalah tersebut ditimbulkan
secara internal atau eksternal.
2. Teori Atribusi menurut Manahan adalah proses pembentukan persepsi dimulai dengan
jalan obsevasi tentang sesuatu obyek atau subyek, yang kemudian diinterpretasikan
menjadi persepsi dengan melengkapi gambaran-gambaran penyebab dan yang akan
mengakibatkan sesuai akan terjadi secara berlanjut.
3. Menurut Robbins adalah pada dasarnya mengungkapkan bahwa bila individu
mengamati perilaku, mereka mencoba menentukan apakah itu disebabkan faktor
internal atau eksternal. Misalnya saja persepsi kita terhadap orang akan dipengaruhi
oleh penyebab-penyebab internal karena sebagai manusia mereka mempunyai
keyakinan, maksud, dan motif-motif didalam dirinya. Namun persepsi kita terhadap
benda mati seperti gedung, api, air, dan lain sebagainya, akan berbeda karena mereka
adalah benda mati yang memiliki hukum alamnya sendiri (eksternal).

Penentuan apakah perilaku itu merupakan penyebab eksternal atau internal


bergantung pada tiga faktor :
a. Kekhususan : apakah seorang individu memperlihatkan perilaku yang berlainan dalam
situasi yang berlainan.
b. Konsensus : yaitu jika setiap orang yang menghadapi situasi serupa bereaksi dengan
cara yang sama.
c. Konsistensi : apakah seseorang memberikan reaksi yang sama dari waktu ke waktu.

Salah satu penemuan yang menarik dari teori ini adalah bahwa ada kekeliruan
atau prasangka (bias, sikap berat sebelah) yang menyimpangkan atau memutar balik
atribusi. Bukti mengemukakan bahwa kita cenderung meremehkan pengaruh faktor dari
luar dan melebih-lebihkan pengaruh faktor internal. Misalnya saja, penurunan penjualan
seorang salesman akan lebih dinilai sebagai akibat dari kemalasannya daripada akibat
kalah saing dari produk pesaing.
Ada beberapa teknik dalam menilai orang yang memungkinkan kita membuat
persepsi yang lebih akurat dengan cepat dan memberikan data yang valid (sahih) untuk
membuat ramalan. Namun teknik-teknik ini akan menceburkan kita dalam kesulitan
karena tidak ‘foolproof’. Karena itu, pemahaman akan jalan pintas ini dapat membantu
kita mewaspadai bila teknik-teknik ini menghasilkan distorsi.

Penerapan Khusus dalam Organisasi


Penilaian memiliki banyak konsekuensi bagi organisasi. Didalamnya orang-orang
selalu saling menilai. Berikut ini adalah beberapa penerapannya yang lebih jelas :
1. Wawancara Karyawan : bukti menunjukkan bahwa wawancara sering membuat
penilaian perseptual yang tidak akurat. Pewawancara yang berlainan akan melihat hal-
hal yang berlainan dalam diri seorang calon yang sama. Jika wawancara merupakan
suatu masukan yang penting dalam keputusan mempekerjakan, perusahaan harus
mengenali bahwa faktor-faktor perseptual mempengaruhi siapa yang dipekerjakan
dan akhirnya mempengaruhi kualitas dari angkatan kerja suatu organisasi.
2. Pengharapan Kinerja : Bukti menunjukkan bahwa orang akan berupaya untuk
mensahihkan persepsi mereka mengenai realitas, bahkan jika persepsi tersebut
keliru. Pengharapan kita mengenai seseorang/sekelompok orang akan menentukan
perilaku kita. Misalnya manager memperkirakan orang akan berkinerja minimal,
mereka akan cenderung berperilaku demikian untuk memenuhi ekspektasi rendah ini.
3. Evaluasi Kinerja : penilaian kinerja seorang karyawan sangat bergantung pada proses
perseptual. Walaupun penilaian ini bisa objektif, namun banyak yang dievaluasi secara
subjektif. Ukuran subjektif adalah berdasarkan pertimbangan, yaitu penilai
membentuk suatu kesan umum mengenai karyawan. Semua persepsi dari penilai akan
mempengaruhi hasil penilaian tersebut.
4. Upaya Karyawan : Dalam banyak organisasi, tingkat upaya seorang karyawan dinilai
sangat penting, jadi bukan hanya kinerja saja. Namun penilaian terhadap upaya ini
sering merupakan suatu pertimbangan subjektif yang rawan terhadap distorsi-
distorsi dan prasangka (bias) perseptual.
5. Kesetiaan Karyawan : pertimbangan lain yang sering dilakukan manager terhadap
karyawan adalah apakah karyawan tersebut setia atau tidak kepada organisasi.
Sayangnya, banyak dari penilaian kesetiaan tersebut bersifat pertimbangan. Misalnya
saja individu yang melaporkan tindakan tak etis dari atasan dapat dilihat sebagai
bertindak demi kesetiaan kepada organisasi ataupun sebagai pengacau.

Hubungan antara Persepsi dan Pengambilan Keputusan Individual


Pengambilan kuputusan individual, baik ditingkat bawah maupun atas, merupakan
suatu bagian yang penting dari perilaku organisasi. Tetapi bagaimana individu dalam
organisasi mengambil keputusan dan kualitas dari pilihan mereka sebagian besar
dipengaruhi oleh persepsi mereka.
Pengambilan keputusan terjadi sebagai suatu reaksi terhadap suatu masalah.
Terdapat suatu penyimpangan antara suatu keadaan dewasa ini dan sesuatu keadaan yang
diinginkan, yang menuntut pertimbangan arah tindakan alternatif. Misalnya, seorang
manager suatu divisi menilai penurunan penjualan sebesar 2% sangat tidak memuaskan,
namun di divisi lain penurunan sebesar itu dianggap memuaskan oelh managernya.
Perlu diperhatikan bahwa setiap keputusan menuntut penafsiran dan evaluasi
terhadap informasi. Karena itu, data yang diterima perlu disaring, diproses, dan
ditafsirkan. Misalnya, data mana yang relevan dengan pengambilan keputusan. Persepsi
dari pengambil keputusan akan ikut menentukan hal tersebut, yang akan mempunyai
hubungan yang besar pada hasil akhirnya.
Dalam kenyataannya pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seseorang tidak
sistematis seperti proses yang dikemukakan sebelumnya. Keputusan individu dalam
organisasi biasanya dilakukan untuk permasalahan-permasalahan yang tidak kompleks.
Dalam pengambilan suatu keputusan individu dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu
nilai individu, kepribadian, kecenderungan dalam pengambilan resiko dan kemungkinan
ketidakcocokan.
Persepsi merupakan fungsi penting bagi individu dalam membuat keputusan
(decission making) karena persepsi mejadi landasan bagi individu untuk meyusun
identifikasi, analisa, serta menyimpulkan suatu objek atau subjek yang dipersepsikan.

Proses Pengambilan Keputusan Rasional


Pengambil keputusan harus membuat pilihan memaksimalkan nilai yang konsisten
dalam batas-batas tertentu. Ada enam langkah dalam model pengambilan keputusan yang
rasional, yaitu : menetapkan masalah, mengidentifikasi kriteria keputusan,
mengalokasikan bobot pada kriteria, mengembangkan alternatif, mengevaluasi alternatif,
dan memilih alternatif terbaik.
Model pengambilan keputusan yang rasional diatas mengandung sejumlah asumsi, yaitu :
1. Kejelasan masalah: pengambil keputusan memiliki informasi lengkap sehubungan
dengan situasi keputusan.
2. Pilihan-pilihan diketahui: pengambil keputusan dapat mengidentifikasi semua kriteria
yang relevan dan dapat mendaftarkan semua alternatif yang dilihat.
3. Pilihan yang jelas: kriteria dan alternatif dapat diperingkatkan sesuai pentingnya.
4. Pilihan yang konstan: kriteria keputusan konstan dan beban yang ditugaskan pada
mereka stabil sepanjang waktu.
5. Tidak ada batasan waktu dan biaya: sehingga informasi lengkap dapat diperoleh
tentang kriteria dan alternatif.
6. Pelunasan maksimum: alternatif yang dirasakan paling tinggi akan dipilih.

Meningkatkan Kreativitas dalam Pengambilan Keputusan


Dengan adanya kreativitas pengambil keputusan dapat memproduksi gagasan-
gagasan baru yang bermanfaat. Selain itu, juga memungkinkan untuk lebih menghargai
dan memahami masalah, termasuk masalah yang tidak dapat dilihat orang lain.
a. Potensial kreatif: yaitu potensi yang dimiliki kebanyakan orang, namun untuk
mengeluarkannya orang harus keluar dari kebiasaan psikologis yang kebanyakan dari
kita terlibat didalamnya dan belajar bagaimana berpikir tentang satu masalah dengan
cara yang berlainan.
b. Model kreativitas tiga komponen: suatu badan riset menunjukkan bahwa kreativitas
individual pada hakikatnya menuntut keahlian, ketrampilan berpikir kreatif, dan
motivasi tugas intrinsik. Semakin tinggi tingkat dari masing-masing komponen ini,
maka semakin tinggi pula kreativitas seseorang.

Dalam suatu organisasi mengambil keputusan merupakan solusi dari suatu


masalah yang disepakati bersama dan sesuai dengan tujuan dari oragansasi itu sendiri.
Kebanyakan keputusan dalam organisasi biasanya diambil seperti dibawah ini :
1. Rasionalitas Terbatas: para individu mengambil keputusan dengan merancang bangun
model-model yang disederhanakan yang menyuling ciri-ciri hakiki dari masalah tanpa
menangkap semua kerumitannya. Bila berhadapan pada masalah yang kompleks,
kebanyakan orang menanggapi dengan mengurangi masalah pada level mana masalah
itu dapat dipahami. Ini disebabkan karena kemampuan manusia mengolah informasi
terbatas, membuatnya tidak mungkin mengasimilasi dan memahami semua informasi
yang perlu untuk optimisasi. Dengan demikian, mereka mencari pemecahan yang
memuaskan.
2. Intuisi: penggunaan intuisi untuk mengambil keputusan tidak lagi diangap tak rasional
atau tak efektif. Ada pengakuan yang makin berkembang bahwa analisis rasional
terlalu ditekankan dan bahwa dalam kasus-kasus tertentu mengandalkan pada intuisi
dapat memperbaiki pengambilan keputusan. Namun perlu dilihat bahwa definisi
intuitif dari para ahli adalah suatu proses tak sadar yang diciptakan dari dalam
pengalaman yang tersaring. Intuisi ini juga saling melengkapi dengan analisi rasional.
Ada 8 kondisi dimana orang paling mungkin menggunakan intuisi didalam
pengambilan keputusan, yaitu :
 Ada Ketakpastian Dalam Tingkat Yang Tinggi,
 Hanya Sedikit Preseden Untuk Diikuti,
 Variabel-Variabel Kurang Dapat Diramalkan Secara Ilmiah,
 ‘Fakta’ Terbatas,
 Fakta Tidak Menunjukkan Dengan Jelas Jalan Utnuk Dituruti,
 Data Analitis Kurang Berguna,
 Ada Beberapa Penyelesaian Alternatif Untuk Dipilih Dengan Argumen Yang Baik,
 Waktu Terbatas Dan Ada Tekanan Untuk Segera Diambil Keputusan Yang Tepat.

3. Identifikasi masalah: masalah yang tampak cenderung memiliki probabilitas terpilih


lebih tinggi dibanding masalah-masalah yang penting. Ada dua alasan atas hal
tersebut yaitu mudah untuk mengenal masalah-masalah yang tampak, dan karena kita
prihatin dengan pengambilan keputusan dalam organisasi sehingga para pengambil
keputusan ingin tampil kompeten dan ‘berada pada puncak masalah’.
4. Pengembangan alternatif: bukti menunjukkan bahwa pengambilan keputusan adalah
inkremental, bukan komprehensif. Artinya pengambil keputusan mengindari tugas-
tugas sulit yang mempertimbangkan semua faktor penting, menimbang relatif untung
dan ruginya, serta mengkalkulasi nilai untuk masing-masing alternatif. Sebagai
gantinya, mereka membuat suatu perbandingan terbatas yang bersifat suksesif.
Akibatnya pilihan keputusanpun disederhanakan dengan hanya membandingkan
alternatif-alternatif yang berbeda dalam tingkat yang relatif kecil dari pilihan
terbaru.
5. Membuat pilihan : untuk menghindari keputusan yang terlalu sarat, para pengambil
keputusan mengandalkan heuristik atau jalan pintas penilaian dalam pengambilan
keputusan.

Ada 2 kategori umum heuristik dan satu bias lainnya, yaitu :


a. Heuristik Ketersediaan : kecenderungan pada orang untuk mendasarkan penilaian
pada informasi yang sudah ada ditangan mereka. Ini menjelaskan mengapa para
manager lebih mempertimbangkan kinerja terakhir karyawan daripada kinerjanya
setengah tahun yang lalu. Sama halnya dengan pikiran orang bahwa naik pesawat lebih
berbahaya daripada mobil.
b. Heuristik Representatif : menilai kemungkinan dari suatu kejadian dengan menarik
analogi dan melihat situasi identik dimana sebenarnya tidak identik. Contohnya adalah
manager yang sering menghubungkan keberhasilan suatu produk baru dengan
keberhasilan produk sebelumnya, anak-anak yang menonton film Superman dan
merasa dirinya seperti Superman, dan lain sebagainya.
c. Peningkatan komitmen : suatu peningkatan komitmen pada keputusan sebelumnya
meskipun ada informasi negatif. Individu meningkatkan komitmen terhadap suatu
arah tindakan yang gagal ketika mereka memandang diri mereka sebagai orang yang
bertanggung jawab atas kegagalan tersebut, dengan tujuan untuk memperlihatkan
bahwa keputusan awal mereka tidak keliru dan menghindari keharusan untuk
mengakui kekeliruan itu. Banyak organisasi menderita kerugian karena seorang
manager bertekad membuktikan bahwa keputusan awalnya benar dengan terus
mengorbankan sumber daya kepada apa yang merupakan kerugian sejak awal.

Perbedaan Individual-Gaya Pengambilan Keputusan


Dari hasil riset mengidentikasikan empat pendekatan individual yang berbeda
dalam pengambilan keputusan, yaitu :
1. Analitis: memiliki toleransi jauh lebih besar terhadap ambiguitas, cermat, mampu
menyesuaikan diri dengan situasi baru.
2. Direktif: memiliki toleransi rendah atas ambiguitas, mencari rasionalitas, efisien,
logis, mengambil keputusan cepat, dan berorientasi jangka pendek.
3. Konseptual: berpandangan sangat luas, mempertimbangkan banyak alternatif,
orientasi jangka panjang, dan anagt baik untuk menemukan solusi yang kreatif.
4. Perilaku: bisa bekerja baik dengan yang lain, memperhatikan kinerja rekan kerja dan
usulan-usulan mereka, mengandalkan pertemuan untuk berkomunikasi, mencoba
menghindari konflik, dan mengupayakan penerimaan.

Hambatan dari Organisasi


Hambatan dari organisas mengakibatkan para manager akan membentuk
keputusan sesuai dibawah ini :
1. Evaluasi Kinerja: manager dipengaruhi oleh kriteria yang mereka gunakan untuk
mengevaluasi. Mereka akan bertindak sesuai apa yang dijadikan penilaian/tolok ukur.
2. Sistem Imbalan: yaitu dengan mengemukakan kepada karyawan pilihan apa yang lebih
disukai terhadap upah. Umumnya organisasi membuat peraturan formal untuk
membakukan perilaku anggotanya. Dengan memprogramkan keputusan, organisasi
mampu membuat individu mencapai level kinerja tinggi, namun membatasi pilihan
pengambilan keputusan.
3. Pembatasan Waktu yang Menentukan System : batas waktu yang eksplisit dalam
pengambilan keputusan menciptakan tekanan waktu pada pengambil keputusan dan
sering mempersulit untuk mengumpulkan semua informasi yang ingin merka dapatkan.
4. Reseden Historis: keputusan yang diambil dimasa lalu akan terus membayangi
keputusan saat ini.

Perbedaan Budaya
Latar belakang budaya dari pengambil keputusan dapat mempengaruhi seleksi
masalah, kedalaman analisis, arti penting yang ditempatkan pada logika dan rasionalitas,
atau apakah keputusan organisasional hendaknya diambil secara otokratis atau secara
kolektif.
Menurut Robbins lebih lanjut mengemukakan kultur berbeda-beda berdasarkan
orientasi waktu, kepentingan rasionalitas, keyakinan terhadap kemampuan individu untuk
menyelesaikan masalah, dan pilihan untuk membuat keputusan kolektif.
Bagian terakhir adalah mengenai keetisan dalam pengambilan keputusan.
Ada tiga kriteria keputusan yang etis, yaitu : kriteria utilitarian (dimana
keputusan diambil semata-mata atas dasar hasil/konsekuensi mereka), menekankan pada
hak dasar individu sesuai dengan Piagam Hak Asasi, dan menekankan pada keadilan.
Kepedulian yang meningkat dalam masyarakat mengenai hak individu dan keadilan sosial
menyarankan perlunya bagi manager untuk mengembangkan standar-standar etika yang
didasarkan pada kriteria non-utiliter.
Tentu saja ini adalah sebuah tantangan yang besar bagi manager, karena dengan
demikian akan melibatkan jauh lebih banyak ambiguitas. Ini membantu menjelaskan
mengapa para manager makin banyak dikritik karena tindakan-tindakannya. Kini,
keputusan seperti menaikkan harga, menutup pabrik, memberhentikan karyawan secara
massal, memindahkan produksi keluar negeri untuk mengurangi biaya, hanya dapat
dibenarkan dalam makna utiliter, sedangkan keputusan tidak dapat lagi dinilai hanya dari
kriteria tunggal tersebut.
KESIMPULAN
Persepsi adalah suatu proses yang ditempuh oleh setiap individu untuk
mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada
lingkungan mereka.
Ketika seorang individu melihat suatu sasaran dan berusaha
menginterprestasikan apa yang ia lihat, interprestasi itu sangat dipengaruhi oleh
karakteristik dari pribadi individu yang melihat. Karakteristik pribadi yang
mempengaruhi persepsi terdiri dari sikap, kepribadian, motif, kepentingan, pengalaman
masa lalu, dan harapan.
Teori persepsi; persepsi yang diberikan terhadap orang akan berbeda dengan
persepsi terhadap objek mati, terdapat beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli
berkaitan dengan cara membuat penilaian mengenai orang lain atau persepsi orang adalah
teori atribusi : teori yang mengarahkan bagaimana kita mengamati perilaku individu dan
mencoba menentukan apakah masalah tersebut ditimbulkan secara internal atau
eksternal.
Salah satu penemuan yang menarik dari teori ini adalah bahwa ada kekeliruan
atau prasangka (bias, sikap berat sebelah) yang menyimpangkan atau memutar balik
atribusi. Bukti mengemukakan bahwa kita cenderung meremehkan pengaruh faktor dari
luar dan melebih-lebihkan pengaruh faktor internal. Misalnya saja, penurunan penjualan
seorang salesman akan lebih dinilai sebagai akibat dari kemalasannya daripada akibat
kalah saing dari produk pesaing.
Ada beberapa teknik dalam menilai orang yang memungkinkan kita membuat
persepsi yang lebih akurat dengan cepat dan memberikan data yang valid (sahih) untuk
membuat ramalan. Namun teknik-teknik ini akan menceburkan kita dalam kesulitankarena
tidak ‘foolproof’. Karena itu, pemahaman akan jalan pintas ini dapat membantu kita
mewaspadai bila teknik-teknik ini menghasilkan distorsi.
Pengambilan kuputusan individual, baik ditingkat bawah maupun atas, merupakan
suatu bagian yang penting dari perilaku organisasi. Tetapi bagaimana individu dalam
organisasi mengambil keputusan dan kualitas dari pilihan mereka sebagian besar
dipengaruhi oleh persepsi mereka.
Dari hasil riset setiap indivdu berbeda dalam mengambil keputusan melalui
pendekatan yaitu; analitis, direktif, konseptual dan perilaku.
Selain dari empat pendekatan tersebut, terdapat juga latar belakang budaya yang
mempengaruhi persepsi individu dalam membuat keputusan.

DAFTAR KEPUSTAKAAN
1. blog.indonesia.com/blog_archieve_12920_9.html
2. C. M. Judd dan B. Park. Definition and Assessment of Accuracy in Social
Stereotypes, Psycological Review, Januar 1993.
3. http.//filsafatkita.fzg.net/
4. http;//search.localcolorart.com/search/encyclopeda/List_of_terors_incidents/.
5. J. S. Bruner dan R. Tagiuri. The Perception of People. in E. Lindzey (ed.) Addison-
Wesley. 1954
6. kuliahpsikologi.dekrzky.com/teori_atribusi
7. Robbins. Stephen P. Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi, Penerbit; Erlangga, Jakarta.
2002
8. Robbns. Stephen P. and Judge. Timothy A. Perilaku Organisasi. Buku I. Penerbit;
Salemba Empat, Jakarta, 2009
9. Suryabrata. S. Psikologi Pendidikan. Penerbit; RajaGrafindo Persada. Jakarta.2005
10. Theme:Blix by Sebastian Schmieg.blog at WordPress.com. Faktor Individu dalam
Pengambilan Keputusan.
11. Tampubolon. Manahan P. Perilaku Keorganisasian (Organization Behavior) Perspektif
Organisasi Bisnis. Edisi Kedua.Penerbit; Ghalia Indonesia, Bogor.2008.

Das könnte Ihnen auch gefallen