Sie sind auf Seite 1von 29

ASUHAN KEPERAWATAN

“HIV /AIDS”

DI SUSUN OLEH
KELOMPOK II

1. NATASYA P.DATAU
2. WINDYAWANTI H.ANDUP
3. WAHYUNI MOKOAGOW
4. WIWIT TUNGKAGI
5. SITI MINA MOKODOMPIT

KEPERAWATAN B SEMESTER IV

STIKES GRAHA MEDIKA KOTAMOBAGU


T.A 2018 / 2019
KATA PENGANTAR

Pujisyukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada saya sehingga saya berhasil menyelesaikan Makalah ini tepat pada
waktunya yang berjudul “Asuhan keperawatan pasien dengan HIV AIDS” Kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun selalu kami harapkan. Kami ucapkan terimakasih banyak

Kotamobagu 20 maret 2019


LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian

HIV ( Human Immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang


menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama
dapat menyebabkan AIDS. Sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma penyakit
yang muncul secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan sistem
kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala
penyakit karena menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi
HIV. Centers for Disease Control (CDC) merekomendasikan bahwa diagnosa AIDS
ditujukan pada orang yang mengalami infeksi opportunistik, dimana orang tersebut
mengalami penurunan sistem imun yang mendasar (sel T berjumlah 200 atau kurang)
dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. Kondisi lain yang sering digambarkan
meliputi kondisi demensia progresif, “wasting syndrome”, atau sarkoma kaposi (pada
pasien berusia lebih dari 60 tahun), kanker-kanker khusus lainnya yaitu kanker serviks
invasif atau diseminasi dari penyakit yang umumnya mengalami lokalisasi misalnya,
TB (Tubercolosis). (Doenges, 2000).
Acquired Immune Deficiency syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala
penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus HIV
ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina dan
air susu ibu. Virus tersebut merusak kekebalan tubuh manusia dan mengakibatkan
turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi.
(Nursalam, 2007).
B. Etiologi

AIDS adalah gejala dari penyakit yang mungkin terjadi saat system imun dilemahkan
oleh virus HIV. Penyakit AIDS disebabkan oleh Human Immunedeficiency Virus
(HIV), yang mana HIV tergolong ke dalam kelompok retrovirus dengan materi genetik
dalam asam ribonukleat (RNA), menyebabkan AIDS dapat membinasakan sel T-
penolong (T4), yang memegang peranan utama dalam sistem imun. Sebagai akibatnya,
hidup penderita AIDS terancam infeksi yang tak terkira banyaknya yang sebenarnya
tidak berbahaya, jika tidak terinfeksi HIV (Daili, 2005)
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
a. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.
b. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
c. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
d. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam
hari, BB menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
e. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system
tubuh, dan manifestasi neurologist.

AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita.
Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
a. Lelaki homoseksual atau biseks.
b. Orang yang ketagian obat intravena
c. Partner seks dari penderita AIDS
d. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
e. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
C. Epidemiologi HIV/AIDS
Infeksi HIV/AIDS saat ini juga telah mengenai semua golongan masyarakat, baik
kelompok risiko tinggi maupun masyarakat umum. Jika pada awalnya, sebagian besar
ODHA berasal dari kelompok homoseksual maka kini telah terjadi pergeseran dimana
persentase penularan secara heteroseksual dan pengguna narkotika semakin meningkat
(Djoerban dan Djauzi , 2007).
Jumlah orang yang terinfeksi HIV/AIDS di dunia pada tahun 2008 diperkirakan
sebanyak 33,4 juta orang. Sebagian besar (31,3 juta) adalah orang dewasa dan 2,1 juta anak
di bawah 15 tahun (Narain, 2004).
Saat ini AIDS adalah penyebab kematian utama di Afrika sub Sahara, dimana paling
banyak terdapat penderita HIV positif di dunia (26,4 juta orang yang hidup dengan
HIV/AIDS), diikuti oleh Asia dan Asia Tenggara dimana terdapat 6,4 juta orang yang
terinfeksi. Lebih dari 25 juta orang telah meninggal sejak adanya endemi HIV/AIDS (Narain,
2004).
Sampai dengan akhir Maret 2005, tercatat 6.789 kasus HIV/AIDS yang dilaporkan.
Jumlah itu tentu masih sangat jauh dari jumlah sebenarnya. Departemen Kesehatan RI pada
tahun 2002 memperkirakan jumlah penduduk Indonesia yang terinfeksi HIV adalah antara
90.000 sampai 130.000 orang (Djoerban, Djauzi , 2007) .

D. Patofisiologi

Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen
dan secret Vagina. Sebagaian besar ( 75% ) penularan terjadi melalui hubungan seksual.
HIV tergolong retrovirus yang mempunyai materi genetic RNA. Bilaman virus masuk
kedalam tubuh penderita ( sel hospes ), maka RNA virus diubah menjadi oleh ensim
reverse transcryptase yang dimiliki oleh HIV . DNA pro-virus tersebut kemudian
diintegrasikan kedalam sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk membentuk gen
virus.
HIV cenderung menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai
antigen pembukaan CD4, terutama sekali limfosit T4 yang memegang peranan penting
dalam mengatur dan mempertahankan system kekebalan tubuh. Selain tifosit T4,virus
juga dapat menginfeksi sel monosit makrofag, sel Langerhans pada kulit, sel dendrit
folikuler pada kelenjar limfe, makrofag pada alveoli paru, sel retina, sel serviks uteri dan
sel-sel mikroglia otak Virus yng masuk kedalam limfosit T4 selanjutnya mengadakan
replikasi sehingga menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan sel limfosit itu sendiri.

Kejadian awal yang timbul setelah infeksi HIV disebut sindrom retroviral akut
atau Acute Roviral Syndrome. Sindrom ini diikuti oleh penurunan CD4 (Cluster
Differential Four) dan peningkatan kadar RNA Nu-HIV dalam plasma. CD4 secara
perlahan akan menurun dalam beberapa tahun dengan laju penurunan CD4 yang lebih
cepat pada 1,5 – 2,5 tahun sebelum pasien jatuh dalam keadaan AIDS. Viral load ( jumlah
virus HIV dalam darah ) akan cepat meningkat pada awal infeksi dan kemudian turun
pada suatu level titik tertentu maka viral load secara perlahan meningkat. Pada fase akhir
penyakit akan ditemukan jumlah CD4 < 200/mm3 kemudian diikuti timbulnya infeksi
oportunistik, berat badan turun secara cepat dan muncul komplikasi neurulogis. Pada
pasien tanpa pengobatan ARV rata – rata kemampuan bertahan setelah CD4 turun <
200/mm3 adalah 3,7 tahun. (DEPKES RI,2003)

E. Stadium Penyakit
Menurut Nursalam (2007) pembagian stadium HIV menjadi AIDS ada empat stadium
yaitu
a. Stadium pertama HIV
Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti terjadinya perubahan
serologi ketika antibodi terhadap virus tersebut berubah dari negatif menjadi
positif. Rentan waktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai tes antibodi
terhadap HIV menjadi positif disebut window period. Lama window period satu
sampai tiga bulan, bahkan ada yang berlangsung sampai enam bulan.
b. Stadium kedua asimtomatik ( tanpa gejala )
Asimtomatik berarti bahwa didalam organ tubuh tidak menunjukkan gejala -
gejala. Keadaan ini dapat berlangsung selama 5 – 10 tahun. Pasien yang tampak
sehat ini sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain.
c. Stadium ketiga pembesaran kelenjar limfe
Pembesaran kelenjar limfe secara menetapdan merata (Persistent Generalized
Lymphadenopaty), tidak hanya muncul pada satu tempat saja, dan berlangsung
selama satu bulan.
d. Stadium keempat AIDS.
e. Keadaan inidisertai adanya bermacam – macam penyakit antara lain penyakit
saraf, infeksi sekunder dan lain – lain.
F. Manifestasi Klinis

Menurut Mandal (2004) tanda dan gejala penyakit AIDS menyebar luas dan
pada dasarnya dapat mengenai semua sistem organ. Penyakit yang berkaitan dengan
infeksi HIV dan penyakit AIDS terjadi akibat infeksi dan efek langsung HIV pada
jaringan tubuh. Adanya HIV dalam tubuh seseorang tidak dapat dilihat dari penampilan
luar. Orang yang terinfeksi tidak akan menunjukan gejala apapun dalam jangka waktu
yang relatif lama (±7-10 tahun) setelah tertular HIV. Masa ini disebut masa laten. Orang
tersebut masih tetap sehat dan bisa bekerja sebagaimana biasanya walaupun darahnya
mengandung HIV. Masa inilah yang mengkhawatirkan bagi kesehatan masyarakat,
karena orang terinfeksi secara tidak disadari dapat menularkan kepada yang lainnya.
Dari masa laten kemudian masuk ke keadaan AIDS dengan gejala sebagai berikut:
Gejala Mayor:
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
Gejala Minor:
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Adanya herpes zostermultisegmental dan herpes zoster berulang
c. Kandidias orofaringeal
d. Limfadenopati generalisata
e. Ruam

Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 2008), gejala klinis HIV/AIDS dapat dibagikan
mengikut fasenya.
1. Fase akut

Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3-6 minggu selepas
infeksi primer. Gejala-gejala yang biasanya timbul adalah demam, faringitis,
limpadenopati, sakit kepala, arthtalgia, letargi, malaise, anorexia, penurunan berat
badan, mual, muntah, diare, meningitis, ensefalitis, periferal neuropati, myelopathy,
mucocutaneous ulceration, dan erythematous maculopapular rash. Gejala-gejala ini
muncul bersama dengan ledakan plasma viremia. Tetapi demam, ruam kulit, faringitis
dan mialgia jarang terjadi jika seseorang itu diinfeksi melalui jarum suntik narkoba
daripada kontak seksual. Selepas beberapa minggu gejala-gajala ini akan hilang akibat
respon sistem imun terhadap virus HIV. Sebanyak 70% dari penderita HIV akan
mengalami limfadenopati dalam fase ini yang akan sembuh sendiri.

2. Fase asimptomatik

Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada fase ini virus HIV akan
bereplikasi secara aktif dan progresif. Tingkat pengembangan penyakit secara langsung
berkorelasi dengan tingkat RNA virus HIV. Pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang
tinggi lebih cepat akan masuk ke fase simptomatik daripada pasien dengan tingkat RNA
virus HIV yang rendah.

3. Fase simptomatik

Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi,
gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit
yang disebut AIDS.

G. Pencegahan Penularan
Dengan mengetahui cara penularan HIV, maka akan lebih mudah melakukan langkah-
langkah pencegahannya. Secara mudah, pencegahan HIV dapat dilakukan dengan
rumusan ABCDE yaitu:
a. A= Abstinence, tidak melakukan hubungan seksual atau tidak melakukan hubungan
seksual sebelum menikah
b. B = Being faithful, setia pada satu pasangan, atau menghindari berganti-ganti
pasangan seksual
c. C = Condom, bagi yang beresiko dianjurkan selalu menggunakan kondom secara
benar selama berhubungan seksual
d. D = Drugs injection, jangan menggunakan obat (Narkoba) suntik dengan jarum
tidak steril atau digunakan secara bergantian
e. E = Education, pendidikan dan penyuluhan kesehatan tentang hal-hal yang
berkaitan dengan HIV/AIDS
PATHWAY Menyerang T limfosit,
Virus HIV Merusak seluler sel saraf, makrofag, Immunocompromise
monosit, limfosit B

HIV-positif

Invasi kuman patogen Flora normal patogen


Reaksi psikologis

Organ target

Manifestasi Manifestasi saraf gastrointentinal Respiratori Dermatoligi Sensori


oral i

Lesi mulut Komplex Diare He Disfu Penyakit infeksi Gatal,se Gangguan


Ensep
demensia pat ngsi anorektal psis penglihatan
alopati
itis bilian nyeri dan
akut
pendengara
n
Tidak efektif bersihan jalan nafas
Gangguan rasa nyaman: nyeri

Gangguan rasa nyamn: nyeri

Gangguan body imageapas


Tidak efektif pola nafas
Gangguan mobilisasi

Akivitas intoleransi

Gangguan pola BAB


Nutrisi inadekuat

Cairan berkurang

Nutrisi inadekuat
Cairan berkurang

Gangguan sensori
Hipertermi
H. Pemeriksaan Diagnostik
Pada daerah di mana tersedia laboratorium pemeriksaan anti-HIV, penegakan diagnosis
dilakukan melalui pemeriksaan serum atau cairan tubuh lain (cerebrospinal fluid)
penderita.
1. ELISA (enzyme linked immunosorbent assay)
ELISA digunakan untuk menemukan antibodi (Baratawidjaja). Kelebihan
teknik ELISA yaitu sensitifitas yang tinggi yaitu 98,1 %-100% (Kresno).
Biasanya memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi. Tes ELISA telah
menggunakan antigen recombinan, yang sangat spesifik terhadap envelope dan
core (Hanum, 2009).
2. Western Blot
Western blot biasanya digunakan untuk menentukan kadar relatif dari suatu
protein dalam suatu campuran berbagai jenis protein atau molekul lain.
Biasanya protein HIV yang digunakan dalam campuran adalah jenis antigen
yang mempunyai makna klinik, seperti gp120 dan gp41 (Kresno, 2001).
Western blot mempunyai spesifisitas tinggi yaitu 99,6% - 100%. Namun
pemeriksaan cukup sulit, mahal membutuhkan waktu sekitar 24 jam (Hanum,
2009).
3. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Kegunaan PCR yakni sebagai tes HIV pada bayi, pada saat zat antibodi maternal
masih ada pada bayi dan menghambat pemeriksaan secara serologis maupun
status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok risiko tinggi dan sebagai
tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab sensitivitas ELISA rendah untuk HIV-2
(Kresno, 2001). Pemeriksaan CD4 dilakukan dengan melakukan
imunophenotyping yaitu dengan flow cytometry dan cell sorter. Prinsip
flowcytometry dan cell sorting (fluorescence activated cell sorter, FAST) adalah
menggabungkan kemampuan alat untuk mengidentifasi karakteristik
permukaan setiap sel dengan kemampuan memisahkan sel-sel yang berada
dalam suatu suspensi menurut karakteristik masing-masing secara otomatis
melalui suatu celah, yang ditembus oleh seberkas sinar laser. Setiap sel yang
melewati berkas sinar laser menimbulkan sinyal elektronik yang dicatat oleh
instrumen sebagai karakteristik sel bersangkutan. Setiap karakteristik molekul
pada permukaan sel manapun yang terdapat di dalam sel dapat diidentifikasi
dengan menggunakan satu atau lebih probe yang sesuai. Dengan demikian, alat
itu dapat mengidentifikasi setiap jenis dan aktivitas sel dan menghitung jumlah
masing-masing dalam suatu populasi campuran (Kresno, 2001).

I. Penatalaksanaan
A. Non Farmakologi
1. Fisik
Aspek fisik pada PHIV ( pasien terinfeksi HIV ) adalah pemenuhan kebutuhan
fisik sebagai akibat dari tanda dan gejala yang terjadi. Aspek perawatan fisik
meliputi :
a. Universal Precautions
Universal precautions adalah tindakan pengendalian infeksi sederhana yang
digunakan oleh seluruh petugas kesehatan, untuk semua pasien setiap saat,
pada semua tempat pelayanan dalam rangka mengurangi risiko penyebaran
infeksi.
Selama sakit, penerapan universal precautions oleh perawat, keluraga, dan
pasien sendiri sangat penting. Hal ini di tunjukkan untuk mencegah terjadinya
penularan virus HIV.
Prinsip-prinsip universal precautions meliputi:
 Menghindari kontak langsung dengan cairan tubuh. Bila mengenai cairan
tubuh pasien menggunakan alat pelindung, seperti sarung tangan, masker,
kacamata pelindung, penutup kepala, apron dan sepatu boot. Penggunaan alat
pelindung disesuakan dengan jenis tindakan yang akan dilakukan.
 Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, termasuk setelah
melepas sarung tangan.
 Dekontaminasi cairan tubuh pasien.
 Memakai alat kedokteran sekali pakai atau mensterilisasi semua alat
kedokteran yang dipakai (tercemar).
 Memelihara kebersihan tempat pelayanan kesehatan.
 Membuang limbah yang tercemar berbagai cairan tubuh secara benar dan
aman.
b. Peran perawat dan pemberian ARV
Manfaat penggunaan obat dalam bentuk kombinasi adalah:
 Memperoleh khasiat yang lebih lama untuk memperkecil kemungkinan
terjadinya resistensi.
 Meningkatkan efektivitas dan lebih menekan aktivitas virus. Bila timbul
efek samping, bisa diganti dengan obat lainnya, dan bila virus mulai
rasisten terhadap obat yang sedang digunakan bisa memakai kombinasi
lain.

Efektivitas obat ARV kombinasi:


 AVR kombinasi lebih efektif karena memiliki khasiat AVR yang lebih
tinggi dan menurunkan viral load lebih tinggi dibandingkan dengan
penggunaan satu jenis obat saja.
 Kemungkinan terjadi resistensi virus kecil, akan tetapi bila pasien lupa
minum dapat menimbulkan terjadinya resistensi.
 Kombinasi menyebabkan dosis masing-masing obat lebih kecil, sehingga
kemungkinan efek samping lebih kecil.

c. Pemberian nutrisi
Pasien dengan HIV/ AIDS sangat membutuhkan vitamin dan mineral dalam
jumlah yang lebih banyak dari yang biasanya diperoleh dalam makanan sehari-
hari. Sebagian besar ODHA akan mengalami defisiensi vitamin sehingga
memerlukan makanan tambahan.
HIV menyebabkan hilangnya nafsu makan dan gangguan penyerapan nutrient.
Hal ini berhubungan dengan menurunnya atau habisnya cadangan vitamin dan
mineral dalam tubuh. Defisiensi vitamin dan mineral pada ODHA dimulai
sejak masih dalam stadium dini. Walaupun jumlah makanan ODHA sudah
cukup dan berimbang seperti orang sehat, tetapi akan tetap terjadi defisiensi
vitamin dan mineral.
d. Aktivitas dan istirahat
a. Manfaat olah raga terhadap imunitas tubuh
Hampir semua organ merespons stress olahraga. Pada keadaan akut , olah
raga akan berefek buruk pada kesehatan, olahraga yang dilakukan secara
teratur menimbulkan adaptasi organ tubuh yang berefek menyehatkan
b. Pengaruh latihan fisik terhadap tubuh
1. Perubahan system tubuh
Olahraga meningkatkan cardiac output dari 5 i/menit menjadi 20 1/menit
pada orang dewasa sehat. Hal ini menyebabkan peningkatan darah ke
otot skelet dan jantung.
 Sistem pulmoner
Olahraga meningkatkan frekuensi nafas, meningkatkan pertukaran gas
serta pengangkutan oksigen, dan penggunaan oksigen oleh otot.
 Metabolisme
Untuk melakukan olah raga, otot memerlukan energi. Pada olah raga intensitas
rendah sampai sedang, terjadi pemecahan trigliserida dan jaringa adiposa
menjadi glikogen dan FFA (free fatty acid). Pada olahraga intensitas tinggi
kebutuhan energy meningkat, otot makin tergantung glikogen sehingga
metabolisme berubah dari metabolisme aerob menjadi anaerob

2. Psikologis (strategi koping)


Mekanisme koping terbentuk melalui proses dan mengingat. Belajar yang
dimaksud adalah kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi) pada pengaruh
internal dan eksterna
3. Sosial
Dukungan social sangat diperlukan PHIV yang kondisinya sudah sangat parah.
Individu yang termasuk dalamdan memberikan dukungan social meliputi
pasangan (suami/istri), orang tua, anak, sanak keluarga, teman, tim kesehatan,
atasan, dan konselor.
B. Farmakologis :
Belum ada penyembuhan bagi AIDS, sehingga pencegahan infeksi HIV perlu
dilakukan. Pencegahan berarti tidak kontak dengan cairan tubuh yang tercemar HIV.

a. Pengendalian Infeksi Oportunistik


Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,
nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah
kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi
pasien di lingkungan perawatan kritis.
b. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap
AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien
AIDS yang jumlah sel T4 nya < 3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3.
c. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas sistem imun dengan
menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya.
Obat-obat ini adalah : didanosine, ribavirin, diedoxycytidine, dan recombinant CD
4 dapat larut.
d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka
perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses
keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi
AIDS.
1) Pendidikan untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan-makanan
sehat, hindari stress, gizi yang kurang, alkohol dan obat-obatan yang
mengganggu fungsi imun.
2) Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan
mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
J. Komplikasi
a. Oral lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis
Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi,
penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
1. Kandidiasis oral
Kandidiasis oral adalah suatu infeksi jamur, hampir terdapat secara universal pada
semua penderita AIDS serta keadaan yang berhubungan dengan AIDS. Infeksi ini
umumnya mendahului infeksi serius lainnya. Kandidiasi oral ditandai oleh
bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga mulut. Tanda –tanda dan gejala
yang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit serta nyeri dan rasa sakit
di balik sternum (nyeri retrosternal). Sebagian pasien juga menderita lesi oral
yang mengalami ulserasi dan menjadi rentan terutama terhadap penyebaran
kandidiasis ke sistem tubuh yang lain.
2. Sarcoma Kaposi
Sarcoma Kaposi (dilafalkan KA- posheez), yaitu kelainaan malignitas yang
berkaitan dengan HIV yang sering ditemukan , merupakan penyakit yang
melibatkan lapisan endotil pembuluh darah dan limfe.

b. Neurologik
1. Kompleks dimensi AIDS karena serangan langsung HIV pada sel saraf, berefek
perubahan kepribadian, kerusakan, kemampuan motorik, kelemahan, disfasia,
dan isolasi sosial. Sebagian basar penderita mula-mula mengeluh lambat
berpikir atau sulit berkonsentrasi dan memusatkan perhatian. Penyakit ini dapat
menuju dimensia sepenuhnya dengan kelumpuhan pada stadium akhir. Tidak
semua penderita mencapai stadium akhir ini.
2. Enselophaty akut karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis/ ensefalitis. Dengan efek sakit kepala,
malaise, demam, paralise total/ parsial.
Ensefalopati HIV. Disebut pula sebagai kompleks demensia AIDS (ADC; AIDS
dementia complex), ensefalopati HIV terjadi sedikitnya pada dua pertiga pasien
–pasien AIDS. Keadaan ini berupa sindrom klinis yang ditandai oleh penurunan
progresif pada fungsi kognitif, perilaku dan motorik. Tanda –tanda dan
gejalanya dapat samar- samar serta sulit dibedakan dengan kelelahan, depresi
atau efek terapi yang merugikan terhadap infeksi dan malignansi
3. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler, hipotensi sistemik, dan menarik
endokarditis.
4. Neuropati karena inflamasi demielinasi oleh serangan HIV dengan disertai rasa
nyeri serta patirasa pada akstremitas, kelemahan, penurunan refleks tendon yang
dalam, hipotensi orthostatik dan impotensi.

c. Gastrointestinal

1. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma dan
sarkoma Kaposi. Dengan efek penurunan berat badan, anoreksia, demam,
malabsorbsi, dan dehidrasi.
2. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik, demam
atritik.
3. Penyakit anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal
dan diare.

d. Respirasi
Infeksi karena pneumocystic carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloidiasis dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri,
hipoksia, keletihan gagal nafas.
e. Dermatologi
Lesi kulit stafilokokus: virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis , reaksi otot,
lesi scabies, dan dekopitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi
sekunder dan sepsis.
f. Sensorik
1. Pandangan: Sarkoma kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan.
2.Pendengaran: otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran
dengan efek nyeri.

K. Prognosis HIV/AIDS
Sebagian besar HIV/AIDS berakibat fatal. Sekitar 75% pasien yang didiagnosis AIDS
meninggal tiga tahun kemudian. Penelitian melaporkan ada 5% kasus pasien terinfeksi
HIV yang tetap sehat secara klinis dan imunologis (Widoyono, 2008).
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Identitas pasien : Tn. R
Nama : Tn. Rio
Umur : 34tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Suku/bangsa : indonesia
Agama : kristen katholik
Status perkawinan : kawin
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Bahasa yang digunakan : indonesia
Alamat : bungko

B. Alasan masuk rumah sakit


Diare sejak 2 minggu yang lalu, konsistensi cair dan berlendir, frekuensi 7kali dalam
sehari, BAB berwarna kuning, kadang berdarah, pasien mengatakan badan terasa lemah
dan letih.
C. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sebelum sakit
Pasien sebelumnya tidak pernah sakit serius kecuali batuk dan pilek.
2. Riwayat kesehatan sekarang:
sejak 2 minggu yang lalu, konsistensi cair dan berlendir, frekuensi 7kali dalam
sehari, BAB berwarna kuning, kadang berdarah, pasien mengatakan badan terasa
lemah dan letih.
3. Riwayat kesehatan keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti klien.
D. pengkajian holistik
BIOLOGIS PSIKOLOGIS SOSIAL CULTURAL SPIRITUAL

- Pasien - Intergritas - Pasien merasa Pasien - Pasien


mengatakan ego : klien tidak berguna di mengatakan mengatakan
mengalami diare merasa kalangan pasien bahwa pasien
dengan frekuensi tidak masyarakat bekerja beragama
7 kali dalam berdaya - Pasien sebagai islam.
sehari,konsistensi dan putus mengatakan pekerja di - Pasien
cair dan berlendir, asa. keluarga club malam. mengatakan
BAB berwarna - Respon menolak berharap agar
kuning dan spikologis: keberadaannya di pasien bisa
kadang berdarah. cemas, rumah. sembuh dari
- Pasien mudah penyakit yang
mengatakan tersinggung di alaminya.
merasa lemah dan .
letih
- TTV
RR: 26X/menit
Nadi ireguler
- Skala otot 3/3.
E. Pemeriksaan fisik
TTV
Keadaan umum : pasien tampak lemah, kurus, dan pucat.
Kesadaran : Compos mentis
TD : 110/70 mmHg
N : 120x/menit
R : 22x/menit
SB : 37,8 ℃
B BB : 80kg

Head to toe:
 Kepala
Bentuk bulat, dan ukuran normal, kulit kepala nampak kotor dan berbau, nampak
kurang bersih.
 Mata (penglihatan)
Ketajaman penghlihatan dapat melihat, konjugtiva anemis, refleks cahaya mata baik,
tidak menggunakan alat bantu kacamata.
 Hidung (penciuman)
Bentuk dan posisi normal, tidak ada dviasi septum, epistaksis rhinoroe peradangan
mukosa dan polip. Fungsi penciuman normal.
 Telinga (pendengaran)
Serum dan cairan, perdarahan dan otorhoe, peradangan, pemakaian alat bantu,
semuanya tidak ditemukan pada pasien. Ketajaman pendengaran dan fungsi
pendengaran normal.
 Mulut dan gigi
Ada bau mulut, perdarahan dan peradangan tidak ada, ada karang gigi/karies. Lidah
bercak-bercak putih dan tidak hiperemik serta tidak ada peradangan pada faring.
 Leher
Kelenjar getah bening tidak membesar, dapat diraba, tekanan vena jugularis tidak
meningkat, dan tidak ada kaku kuduk/tengkuk.
 Thoraks
Pada inspeksi dada simetris, bentuk dada normal. Auskultasi bunyi paru normal.
Bunyi jantung SI dan S2 tunggal . tidak ada murmur.
 Abdomen
Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati dan limpa tidak membesar, ada nyeri tekan,
perkusi bunyi redup, bising usus 14X/menit.
 Reproduksi
Penis normal, lesi tidak ada
 Ekstremitas
Klien masih mampu duduk berdiri dan berjalan sedikit, tetapi cepat lelah.
Ekstremitas atas kanan terdapat tato dan pada tangan kiri tampak tanda bekas
suntikan.
 Integumen
Kulit keriput, pucat, akral hangat.
F. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
Tanggal 19 februari 2019
Hb : 8,7
Leukosit : 8,8
Trombosit : 208
PCV : 0,25

Terapi : tanggal 19 februari 2019


 Diet tktp
 RL 14X/menit
 Contimoxazol :2 X II tab
 Corosorb : 3X I tab
 Valium : 3XI tab
G. Pengkajian Kasus Kelolaan
Aktivitas hidup sehari – hari

Aktivitas sehari-hari Pre-masuk rumah sakit Di rumah sakit

A. Makan dan
minum Pola makan teratur, pasien Pola makan 3 kali/hari bubur,
1. Nutrisi mengatakan pasien makan namun tidak ada napsu makan,
3x/hari nyeri saat menelan, makan
hanya 1/2 porsi.
2. Minum Minum air putih dengan Minum air putih 2-3 gelas dan
jumlah tidak tentu. teh hangat 2-3 gelas.
B. Eliminasi Mencret 7X/hari,, seperti Mencret dengan frekuensi 7
lendir, bercampur darah dan X/hari, encer, BAB berwarna
berbau. BAK 2 X hari dan kuning dan kadang disertai
tidak ada kelainan. darah dan BAK 2 X/hari serta
tidak ada kelainan.

C. Istirahat dan tidur Pasien tidak bisa istirahat Pasien istirahat di tempat tidur
dan tidur karena mencret saja. Pasien tidak bisa istirahat
yang terjadi terus menerus. dan tidur karena terus
mencret.
D. Aktivitas Pasien pekerja di club malam Pasien mengatakan tidak bisa
melakukan aktivitasnya karena
lemah dan letih.
E. Kebersihan diri Jarang dilakukan. Mandi dibantu petugas, dan
menggosok gigi dilakukan di
tempat tidur. Hambatan dalam
melakukan kebersihan diri
adalah lemah .
H. Klarifikasi Data

Data subjektif Data objektif

 Pasien mengataka merasa lemah dan  Keadaan umum :


letih Pasien tampak lemah, kurus, dan pucat.
 Pasien mengatakan diare sejak 2 Kesadaran : Compos mentis
minggu yang lalu, frekuensi 7kali TD: 110/70 mmHg
dalam sehari, BAB warna kuning N : 120X/menit
kadang berdarah. R: 22X/menit
 Klien merasa diasingkan oleh SB: 37,8℃
keluarga dan teman-temannya.  BB: 40kg turgor masih baik, inkontinensia
alvi, BAB encer, membran mukosa kering,
bising usu meningkat 20x/ menit
 Lemah, 4hari tidak makan, mulut kotor, lemah,
holitosis, lidah ada bercak putih, HB 8,7/dl,
pucat, konjugtiva anemis.
I. Analisa Data

Data Penyebab Masalah


DS: pasien mengatakan diare Virus
sejak 2 minggu yang lalu,
frekuensi 7kali dalam sehari,
BAB warna kuning, kadang Merusak seluler
berdarah. Resiko tinggi terhadap
DO: kekurangan volume cairan
Keadaan umum: pasien Menyerang T limfosit, sel saraf,
tampak lemah, kurus dan makrofag, monosit, limfosit B
pucat
Kesadaran :composmentis
TD: 110/70 mmHg Immunocompromise
N: 120x/menit
R: 22x/menit
SB: 38℃ Flora normal patogen

Organ target

gastrointestinal

Diare
DS Virus HIV Resiko Infeksi
 Pasien mengataka merasa
lemah dan letih

DO: pasien tampak lemah


Merusak seluler

Menyerang T limfosit,sel
saraf,makrofag,monosit,limfosit
B

Immunocompromise

Flora normal patogen

Organ target

Respiratori

Infeksi
J. intervensi keperawatan

NO DX TUJUAN INTERVENSI
1 Risiko infeksi Pasien akan bebas infeksi 1. Monitor tanda-tanda
berhubungan dengan oportunistik dan infeksi baru.
Immunocompromised komplikasinya dengan 2. gunakan teknik
kriteria tak ada tanda-tanda aseptik pada setiap
infeksi baru, lab tidak ada tindakan invasif.
infeksi oportunis, tanda vital Cuci tangan sebelum
dalam batas normal, tidak meberikan tindakan.
ada luka atau eksudat 3. Anjurkan pasien
metoda mencegah
terpapar terhadap
lingkungan yang
patogen.
4. Atur pemberian
antiinfeksi sesuai
order
K. Implementasi Keperawatan

NO DX IMPLEMENTASI
Risiko infeksi berhubungan
1. 1. Memonitor tanda-tanda infeksi baru.
dengan Immunocompromised 2. Mengunakan teknik aseptik pada setiap
tindakan invasif. Cuci tangan sebelum
meberikan tindakan.
3. Menganjurkan pasien metoda mencegah
terpapar terhadap lingkungan yang
patogen.
4. Mengatur pemberian antiinfeksi sesuai
order
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Acquired Immune Defiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala
penyakit yang dapat disebabkan oleh Human Immuno Deficiency Virus (HIV).
Virus dapat ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan vagina,
cairan sperma, cairan Air Susu Ibu. Virus tersebut merusak system kekebalan
tubuh manusia dengan mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh
sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi.

B. Saran
Untuk penderita diharapkan untuk selalu kontrol dengan teratur, selalu konsultasi
bila ada keluhan dan ketidaktahuan tentang penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA

Djoerban Z, Djauzi S. 2009. HIV/AIDS di Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi
V. Editor: SUdoyo AW, SetyohadiB, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Jakarta: Puat Penerbitan
IPD FAKUI.

Nasronudin. 2007. Penyakit Infeksi di Indonesia Solusi Kini dan Mendatang. Surabaya:
Airlangga.
BAB III
TINJAUAN KASUS

Pasien masuk RSUP SSS melalui IGD dirujuk dari RSUD, pada tanggal 19 februari 2019
jam 09.45 WIB, dengan keluhan diare sejak 2minggu yang lalu, konsistensi cair dab
berlendir, frekuensi 7 kali dalam sehari, BAB berwarna kuning, kadang berdarah, pasien
mengatakan badan terasa lemah dan letih.

Das könnte Ihnen auch gefallen