Sie sind auf Seite 1von 8

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/323975839

STUDI ANALISIS KUALITAS AIR DI DAERAH ALIRAN SUNGAI PAKERISAN


PROVINSI BALI

Article · November 2017


DOI: 10.24843/EJES.2017.v11.i02.p01

CITATION READS

1 6,218

3 authors, including:

Rai Nyoman
Udayana University
25 PUBLICATIONS   26 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA 2011-2025 (PENPRINAS MP3EI 2011-2025) View project

All content following this page was uploaded by Rai Nyoman on 20 June 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Studi Analisis Kualitas Air Di Daerah Aliran Sungai Pakerisan Provinsi Bali [Ni Ketut Asrini, dkk.]

STUDI ANALISIS KUALITAS AIR


DI DAERAH ALIRAN SUNGAI PAKERISAN PROVINSI BALI

Ni Ketut Asrini1*),I Wayan Sandi Adnyana2),I Nyoman Rai2)

1)
Dinas Kesehatan Kabupaten Klungkung
2)
Fakultas Pertanian Universitas udayana
* Email: ketutasrini1970@gmail.com

ABSTRACT

STUDY OF WATER QUALITY ANALYSIS IN PAKERISAN WATERSHED, BALI PROVINCE

Pakerisan watershed is used by the people for various purposes to meet the daily needs for water and it
is also for irrigation water. The aim of research was to determine the water quality related to human
activities and the pollution index. Water sampling was conducted in the nine sample points i.e. upstream of
two sample points, in the middle of four sample points, and in the downstream of three sample points.
Sampling was done by purposive sampling. Determination of water quality wascarried out by comparing the
measured data of each parameter of water with the value of quality standards based on the Bali Governor
Regulation Number 08 of 2007,while the definition of the status of water quality was done by the pollution
index method.The results showed that the activities that affect the water quality physically, chemically and
biologically at the upstream to downstream are farming activities, settlements, tourism and trade. In the
upstream showed no parameters that exceeded the quality standards, the variables of BOD, COD, phosphate,
fecal coli and total coli exceeded the quality standards and in the downstream, the BOD, fosfat and fecal coli
exceeded the quality standards. The pollution index found in the upstream region good condition, whereas in
the middle was classified as heavily polluted until the downstream was lightly polluted.

Keywords: watershed, water quality, pollution index

1. PENDAHULUAN sungai terindikasi mengandung Biologycal Oxygen


Demand (BOD) sebesar 4 mg/l,Chemical Oxygen
Kualitas air sungai dipengaruhi oleh kualitas Demand (COD) sebesar 11 mg/l yang berada diatas
pasokan air yang berasal dari daerah tangkapannya, ambang batas baku mutu air kelas I, lapisan
sedangkan kualitas pasokan air dari daerah minyak, fosfat (0,27 mg/l) dan lainnya. Menurut Rai
tangkapan berkaitan dengan aktivitas manusia yang et al. (2015) sumber utama pencemaran air di Bali
ada di dalamnya (Wiwoho, 2005). Saat ini masalah adalah limbah domestik, limbah industri/perusahaan,
utama yang dihadapi adalah air yang ada limbah pertanian, limbah pariwisata dan perda-
dipermukaan sering tercemar sehingga mengurangi gangan.
kualitas air. Penurunan kualitas air akan Berdasarkan sepuluh sungai yang tercemar,
menurunkan daya guna, hasil guna, produktivitas, salah satu yang merupakan DAS yang dilestarikan
daya dukung dan daya tampung dari sumber daya adalah DAS Pakerisan yang dimanfaatkan oleh
air yang pada akhirnya menurunkan kekayaan masyarakat untuk berbagai keperluan seperti untuk
sumber daya alam. Untuk mendapat air sesuai memenuhi kebutuhan akan air sehari-hari dan juga
standar tertentu saat ini menjadi barang yang mahal, dimanfaatkan untuk air irigasi. Sungai Pakerisan
karena air sudah banyak tercemar oleh bermacam- adalah salah satu dari 162 sungai di Bali yang secara
macam limbah dari kegiatan manusia sehingga kosmologis mengalir dari perbukitan Kintamani.
secara kualitas sumber daya air telah mengalami Sungai yang memiliki luas DAS lebih kurang 29,88
2
penurunan. km dengan panjang sungai 34,50 km ini, sepanjang
Hasil pengujian Unit Pelayanan Teknis Labora- alirannya terdapat situs Tirtha Empul, Candi Yeh
torium Lingkungan BLH Provinsi Bali (2013), Mangening, Candi Tebing Gunung Kawi,Campuhan,
menyatakan sepuluh sungai yakni Tukad Badung, Tampak Siring, Candi Tebing Kerobokan,
Tukad Mati, Tukad Ayung, Tukad Jinah, Tukad CandiPengukur-ukuran serta Candi Tebing Tegal
Pakerisan, Tukad Unda, Tukad Sangsang, Tukad Linggah.
Saba, Tukad Bubuh, dan Tukad Sungi masih menjadi Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
tempat untuk mandi dan kebutuhan lain di Bali menentukan kualitas air Sungai Pakerisan berkaitan
telah positif tercemar berbagai jenis limbah sehingga dengan aktivitas manusia disekitarnya dan
telah mengalami penurunan kualitas. Kesepuluh menentukan indeks pencemaran air Sungai

101
ECOTROPHIC • VOLUME 11 NOMOR 2 TAHUN 2017 p-ISSN: 1907-5626, e-ISSN: 2503-3395

Pakerisan. Penelitian ini diharapkan dapat Instrumen penelitian yang digunakan terdiri
memberikan kontribusi dalam perbendaharaan dariseperangkat alat pengambilan sampel kualitas
tulisan ilmiah bagi dunia akademik khususnya bagi air, meteran, botol gelap dari kaca, botol plastik,
analisis kualitas air dan alternatif penelitian stopwacth, thermometer, pH meter, bahan pengawet,
lebihlanjut dan dapat dijadikan bahan pertimbangan alat dokumentasi, komputer, peta sungai dan wadah
pemerintah daerah dan penggiat lingkungan untuk sampel air.
melakukan kebijakan serta langkah yang strategis Data parameter kualitas air yang diperoleh
dalam melestarikan biota yang hidup didalamnya, berdasarkan analisis laboratorium dibandingkan
serta perlindungan sumber daya air di Kabu- dengan nilai baku mutu berdasarkan Peraturan
patenGianyar. Gubernur Bali No. 08 Tahun 2007 tentang Baku
Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku
Kerusakan Lingkungan Hidup. Penentuan status
2. METODOLOGI mutu air dengan menggunakan metode Indeks
Pencemaran. Selanjutnya dianalisis sumber-sumber
Penelitian ini termasuk jenis penelitian pencemarannya.
observasional melalui pengukuran lapangan dan
pengujian laboratorium untuk menentukan sumber-
sumber pencemaran, kualitas air dan indeks 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
pencemaran.
Lokasi penelitian dilakukan di Daerah aliran 3.1 Kualitas Fisik
Sungai Pakerisan yang mempunyai daerah aliran
(DAS) seluas lebih kurang 29,88 km2dengan panjang 3.1.1. Suhu
sungai 34,50 km. Pengambilan sampel kualitas air Berdasarkan hasil analisis parameter kualitas
dilakukan di titik sampel hulu, tengah dan hilir. air daerah hulu, tengah dan hilir menunjukkan
Pengambilan sampel air dilaksanakan pada bulan bahwa parametersuhu air hasil pengukuran secara
April 2016. insitu pada 9 lokasi diperoleh suhu di daerah hulu
Pengukuran kualitas air Sungai Pakerisan (Q1 banjar Sareseda) hingga hilir (Q9 banjar
meliputi kualitas fisik (temparatur dan TSS/ Medahan) berkisar antara 25,4oC sampai 28,5oC.
kekeruhan dan TDS); kimia (pH, BOD5, DO, COD, Suhu ini berada dalam standar baku mutu Peraturan
dan total fosfat) dan mikrobiologi (fecal coliform dan Gubernur Bali No.08 Tahun 2007 tentang Baku Mutu
total coliform) dengan mempergunakan baku mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan
sebagai pembanding untuk kelayakan kualitas lingkungan Hidup yaitu pada deviasi 3 dari keadaan
parameter sungai yaitu baku mutu air berdasarkan alamiah. Kondisi kualitas air sungai ditinjau dari
Peraturan Gubernur Bali No. 08 Tahun 2007. parameter suhu masih dalam batas baku mutu air
Pengukuran indeks pencemaran untuk mengetahui sesuai dengan peruntukan. Suhu air pada penelitian
status mutuair. Dan identifikasi terhadap sumber ini sesuai dengan suhu air di lokasi air Tukad Yeh
pencemar yang menyebabkan terjadinya penurunan Poh pada daerah hulu yang mencapai 25oC sampai
kualitas air. 25,2oC (Ari Esta et. al., 2016). Suhu air penelitian
Pengambilan sampel kualitas air dilakukan pada ini juga hampir sama dengan hasil penelitian kualitas
sembilan lokasi. Penentuan sampel tersebut air Tukad Saba yang mencapai rata-ratanya 21,87oC-
berdasarkan di daerah hulu merupakan daerah yang 31,50oC (Susanti, 2015).
aktivitas manusia kurang, pertanian dan daerah Menurut Effendi (2003), suhu berperan
yang disucikan. Di daerah tengah dan hilir mengendalikan kondisi ekosistem perairan.
penentuan sampel berdasarkan adanya aktivitas Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan
manusia, pemukiman dan industri yang dekomposisi bahan organik oleh mikroba. Kisaran
mempengaruhi kualitas air sungai.Jumlah titik suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di
sampel di hulu adalah dua, di tengah empat titik perairan adalah 20 o C-30 o C . Suhu air sungai
sampeldan di hilir tiga titik sampel. Pakerisan masih dapat mendukung dalam hal
Pengumpulan data variabel tingkat kualitas air pertumbuhan fitoplankton. Adanya perbedaan suhu
yang akan diukur meliputi fisik: suhu, TSS/ pada DAS Pakerisan dari hulu ke hilir disebabkan
kekeruhan danTDS, kimia: pH, DO, BOD, COD, dan oleh perbedaan ketinggian tempat dari permukaan
totalfosfat, biologi : fecal coliform dan totalcoliform. laut, adanya sumber pencemar aktivitas manusia
Pengambilan parameter di atas dilakukan secara in seperti pemukiman, pertanian, peternakanan dan
situ dan ex situ.Variabel indeks pencemaran yang pariwisata seiiring dengan berkurangnya ketinggian
diukur pada DAS Pakerisan adalah evaluasi terhadap ke wilayah hilir.
nilai Indeks Pencemaran (PI) adalah:0d” PIjd”1,0 Penyebaran suhu juga disebabkan oleh arus air
dinyatakan kondisi baik (memenuhi bakumutu),0 < dan turbulensi di wilayah hulu , tengah dan hilir
PIjd”5, tercemar ringan, 5,0 < PIj d”10, tercemar berbeda. Intensitas cahaya matahari semakin banyak
sedang, PIj>10,0tercemar berat. ke wilayah hilir, pertukaran panas antara air dan

102
Studi Analisis Kualitas Air Di Daerah Aliran Sungai Pakerisan Provinsi Bali [Ni Ketut Asrini, dkk.]

udara ke hilir lebih besar sehingga terjadi rata-rata TDS tersuspensi pada Sungai Siak
peningkatan suhu. Pekanbaru adalah 70,4 mg/L yang tergolong sebagai
air lunak (soft water).
3.1.2. Zat tersuspensi (Total SuspendedSolid/
TSS) 3.2. Kualitas Kimia
Berdasarkan hasil pemantauan parameter TSS
pada setiap lokasi pengamatan menunjukkan 3.2.1. Derajat keasaman(pH)
terjadinya peningkatan dari hulu Q1 (Banjar Nilai pH air Sungai Pakerisan pada lokasi hulu
Saresede, Desa Tampaksiring) ke hilir Q9 (Banjar Q1(Banjar Saresede) sampai lokasi hilir Q9 (Banjar
Cucukan, Desa Medahan). Konsentrasi TSS Cucukan) diperoleh nilai antara 7-8. Nilai pH tersebut
mengalami di hulu Q1 (Banjar Saresede) sebesar 1 masih dalam batas baku mutu air kelas I yaitu
mg/l, di tengah Q5 (Banjar Tiapi) mencapai sebesar berada dalam nilai 6-9. Dibandingkan dengan hasil
24 mg/l dan di hilir Q9 (Banjar Cucukan) sebesar 13 Badan Lingkungan Hidup Propinsi Bali tahun 2013
mg/l. Bila dibandingkan dengan baku mutu kelas I nilai pH 6-7. Menurut Kristanto (2002) derajat
berdasarkan Peraturan Gubernur Bali No.08 Tahun keasaman (pH) sangat erat hubungannya dengan
2007 yaitu sebesar 50 mg/l , maka kondisi kualitas kandungan logam berat yang terdapat di dalam
air Sungai Pakerisan bila dilihat dari konsentrasi sungai semakin banyak bahan pencemar
TSS masih dalam batas baku mutu air (kandungan logam berat) yang berada di dalam sungai
sesuaiperuntukannya. maka akan mengakibatkanrendahnya nilai (pH) yang
TSS terdiri dari lumpur dan pasir halus serta membuat kesadahan air yang bersifat asam, air yang
jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh digolongkan asam karena bersifat bikarbonat dalam
kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke air. Derajat keasaman (pH) suatu perairan juga
badan air (Effendi, 2003). Adanya peningkatan nilai dipengaruhi oleh faktor alami dan manusia.
TSS air Sungai Pakerisan di wilayah tengah Peningkatan nilai pH pada lokasi Q4 (Banjar
diindikasikan karena banyaknya alih fungsi lahan Bukit), lokasi Q5 (Banjar Tiapi), lokasi Q6 (Banjar
menjadi daerah terbangun/pemukiman disekitar Sema) mencapai 8 dikarenakan adanya aktivitas
aliran Sungai Pakerisan di Banjar Tiapi, terutama pembuangan limbah organik yang bersumber dari
adanya pasir, tanah liat yang ada dalam perairan limbah domestik maupun limbah yang berasal dari
sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara aktivitas pertanian di sekitar sungai yang masuk
fotosintesis. Di wilayah hilir terjadi pengendapan ke aliran Sungai Pakerisan. Menurut Yuliastuti
karena di wilayah tengah arus air kurang lancar (2011) fluktuasi nilai pH dipengaruhi oleh adanya
yang tergenang bersama sampah dan limbah yang buangan limbah organik dan anorganik ke sungai.
ada. Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu
kehidupan mempunyai pH sekitar 6,5-7,5
3.1.3. Kekeruhan dan Padatan Terlarut(TDS) (Wardhana, 2004). Nilai pH air yang tidak tercemar
Konsentrasi kekeruhan air Sungai Pakerisan biasanya mendekati netral (pH 7) dan memenuhi
yang dilakukan di lokasi hulu sebesar 0,8 NTU di kehidupan hampir semua organisme air (Suharto,
lokasi tengah sebesar 16,7 NTU dan di lokasi hilir 2011).
sebesar 7,6 NTU. Konsentrasi kekeruhan di wilayah
tengah tinggi karena padatan tersuspensi seperti 3.2.2. Konsentrasi BOD
pasir, tanah liat, bahan-bahan organik yang dibawa Konsentrasi BOD air Sungai Pakerisan diperoleh
oleh limbah lebih banyak. Semakin tinggi padatan nilai konsentrasi BOD paling tinggi pada lokasi
tersuspensi semakin tinggi nilai kekeruhan. Apabila tengah Q6 (Banjar Sema) yaitu 5,29 mg/l dan paling
kekeruhan tinggi maka kandungan oksigen akan rendah pada lokasi hulu Q1(Banjar Saresede) yaitu
menurun. Hal ini disebabkan intensitas cahaya 0,32 mg/l. BOD adalah jumlah oksigen terlarut yang
matahari masuk kedalam perairan sangat terbatas dibutuhkan oleh bakteri pengurai untuk
sehingga fitoplankton tidak dapat melakukan proses menguraikan bahan pencemar organik dalam air.
fotosintesis untuk menghasilkan oksigen. Makin besar kosentrasi BOD suatu perairan,
Kandungan TDS terendah pada lokasi tengah menunjukan konsentrasi bahan organik di dalam air
Q3 (Banjar Tegalsuci, Desa Tampaksiring) sebesar juga tinggi (Yudo, 2010).
248 mg/l dan tertinggi di lokasi hilir Q9 (Banjar Hasil pemantauan parameter BOD pada lokasi
Cucukan, Desa Medahan) sebesar 303 mg/l. Bila Q6 sampai Q9 dibandingkan dengan baku mutu air
dibandingkan dengan baku mutu kelas I kelas I melebihi ambang batas yang ditentukan yaitu
berdasarkan Peraturan Gubernur Bali No.08 Tahun lebih dari 2 mg/l. Peningkatan BOD berpengaruh
2007 yaitu sebesar 1000 mg/l , maka kondisi kualitas terhadap konsentrasi oksigen terlarut berkurang.
air Sungai Pakerisan bila dilihat dari parameter TDS Pada lokasi hulu sampai tengah masih dibawah
masih dalam batas baku mutu air sesuai ambang batas. Bila dibandingkan hasil dari Badan
peruntukannya. Hasil penelitian ini hampir mirip Lingkungan Hidup tahun 2013 diperoleh di wilayah
dengan penelitian Putri, et al. (2014) diperoleh nilai hulu sebesar 0,92 mg/l, di wilayah tengah sebesar

103
ECOTROPHIC • VOLUME 11 NOMOR 2 TAHUN 2017 p-ISSN: 1907-5626, e-ISSN: 2503-3395

1,99 mg/l dan di wilayah hilir sebesar 4,06 mg/l. yang seharusnya terjadi pada air limbah juga
Makin besar kadar BOD nya, maka merupakan terhambat.
indikasi bahwa perairan tersebut telah tercemar.
Kadar BOD dalam air yang tingkat pencemarannya 3.2.4. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO)
masih rendah dan dapat dikategorikan sebagai Hasil pemantauan konsentrasi oksigen terlarut
perairan yang baik berkisar 0-10 ppm (Salmin, 2005). (DO) yang dilakukan di wilayah hulu sebesar 6,58
Naiknya angka BOD dapat berasal dari bahan- bahan mg/l, di wilayah tengah sebesar 6,29 mg/l dan di
organik yang berasal dari limbah domestik dan wilayah hilir sebesar 5,25 mg/l. Hasil pengujian
limbah lainnya (Rahayu dan Tontowi, 2009). Nilai Badan Lingkungan Hidup tahun 2013 diperoleh nilai
BOD yang tinggi karena adanya pembuangan limbah DO di hulu sebesar 7,52 mg/l, di wilayah tengah
dari pemukiman ke sungai dan dari lahan pertanian sebesar 7,01 dan di wilayah hilir sebesar 7,36 mg/l.
(Anhwange et al.,2012). Parameter oksigen terlarut dapat digunakan
Hasil pengukuran konsentrasi BOD diperoleh sebagai indikator tingkat kesegaran air (Sutriati,
paling rendah diperoleh pada lokasi hulu (Banjar 2011). Oksigen memegang peranan penting sebagai
Saresede) dan Q2 (Banjar Penaka) sebesar 0,3 mg/ indikator kualitas perairan, karena oksigen terlarut
liter dan paling tinggi diperoleh pada lokasi tengah berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan
Q6 (Banjar Sema) yaitu sebesar 5,29 mg/liter. Hasil organik dan anorganik. Karena proses oksidasi dan
pengukuran menunjukkan bahwa konsentrasi BOD reduksi inilah maka peranan oksigen terlarut sangat
pada lokasi hulu Q1 hingga Q5 masih di bawah baku penting untuk membantu mengurangi beban
mutu air yaitu 2 mg/liter, sedangkan pada lokasi pencemaran pada perairan secara alami (Salmin,
tengah Q6 hingga hilir Q9 terjadi peningkatan 2005). Suatu perairan dapat dikatakan baik dan
konsentrasi BOD hingga di atas baku mutu air. Hal mempunyai tingkat pencemaran yang rendah jika
ini menunjukkan tingkat pencemarnya lebih tinggi kadar oksigen terlarutnya (DO) lebih besar dari 5
dibandingkan dengan lokasi di (Q1-Q5). Peningkatan mg/l (Salmin, 2005), sedangkan konsentrasi oksigen
pencemaran ini disebabkan adanya pemukiman, terlarut (DO) pada perairan yang masih alami
pertanian, industri usaha tahu yang membuang memiliki nilai DO kurang dari 10 mg/l (Effendi,
limbah ke sungai. 2003).
Aktivitas manusia seperti pertanian dan
3.2.3. Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical pembuangan limbah, menyebabkan penurunan
Oxygen Demand/COD) kosentrasi oksigen terlarut (Blume et. al., 2010).
Konsentrasi COD air Sungai Pakerisan yang Perairan dapat dikategorikan sebagai perairan yang
dilakukan pada wilayah hulu Q1 (Banjar Saresede) baik dan tingkat pencemarannya rendah, jika kadar
hingga wilayah tengah sebesar 6 mg/l-13 mg/l dan oksigen terlarutnya > 5 mg/l (Salmin, 2005). Hal ini
wilayah hilir Q7 (Banjar Bona Kaja) sampai Q9 menandakan bahwa kualitas air Sungai Pakerisan
(Banjar Cucukan) sebesar 8-10 mg/l. Bila pada lokasi Q7 (Banjar Bona Kaja) yaitu wilayah hilir
dibandingkan dengan hasil dari Badan Lingkungan hingga lokasi Q9 (Banjar Cucukan) berdasarkan
Hidup Propinsi Bali tahun 2013 wilayah hulu COD parameter DO memiliki tingkat pencemaran lebih
sebesar 3 mg/l, wilayah tengah sebesar 5 mg/l dan tinggi dari lokasi hulu dan tengah. Semakin ke hilir
hilir sebesar 11 mg/l (diatas ambang baku mutu air DO semakin rendah tetapi bila dihubungkan dengan
kelas I yaitu 10 mg/l. Tingginya COD di wilayah BOD semakin tinggi, karena oksigen yang digunakan
tengah terutama di Banjar Seme karena adanya untuk mengoksidasi limbah organik lebih banyak.
pemukiman, perdagangan dan industri pembuatan
tahu yang membuang limbahnya ke sungai.Air 3.2.5. Fosfat(PO4)
sungai menjadi sangat kotor dan adanya Hasil pemantauan parameter pada setiap
sampah.COD adalah banyaknya oksigen yang wilayah menunjukkan fosfat (PO4) dalam air Sungai
dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan Pakerisan meningkat dari huludi Banjar Saresede
organik secara kimia (Yudo, 2010). (Q1) ke hilirdi Banjar Cucukan (Q9). Konsentrasi
Banyaknya konsentrasi BOD dan COD yang di parameter fosfat di Sungai Pakerisan berkisar 0,07-
wilayah tengah meningkat di atas ambang baku 0,42 mg/l. Dibandingkan dengan baku mutu air kelas
mutu air kelas I, sedangkan konsentrasi DO semakin I berdasarkan Peraturan Gubernur tahun 2007 yaitu
kehulu semakin tinggi menyebabkan menurunnya 0,2 mg/l, maka kondisi kualitas air Sungai
kadar oksigen terlarut dalam air di wilayah hilir. Pakerisandi wilayah hulu dibawah baku mutu air
Sehingga akan mengakibatkan kehidupan dalam air kelas I, di wilayah tengah di Banjar Sema (Q6) sampai
di wilayah tengah yang membutuhkan oksigen di hilir Banjar Cucukan (Q9) di atas baku mutu air
terganggu serta mengurangi perkembangannya. kelas I. Dibandingkan dengan hasil dari Badan
Selain itu kematian dapat pula disebabkan adanya Lingkungan Hidup Propinsi Bali tahun 2013
zat beracun yang juga menyebabkan kerusakan pada konsentrasi fosfat di wilayah hulu 0,13 mg/l, wilayah
tanaman dan tumbuhan air. Akibat matinya bakteri- tengah sebesar 0,14 mg/l dan wilayah hilir sebesar
bakteri, maka proses penjernihan air secara alamiah 0,27 mg/l.

104
Studi Analisis Kualitas Air Di Daerah Aliran Sungai Pakerisan Provinsi Bali [Ni Ketut Asrini, dkk.]

Konsentrasi fosfat mengalami peningkatan dari 3.3.2. Total Coliforms


hulu ke hilir, hal ini disebabkan karena petani pada Konsentrasi total coliform air sungai Pakerisan
wilayah ini masyarakat sebagai petani lebih banyak yang dilakukan di wilayah hulu hingga di wilayah
menggunakan pupuk buatan (N,P,K) dan pestisida hilir yangberkisar antara 30-1100 jml/100 ml, di hulu
dalam proses pemupukan tanaman yang ditanam Q1 (Banjar Saresede) terendah sebesar 30 jml/100
sehingga limbah yang dihasilkan masuk ke sungai. ml kemudian meningkat di wilayah tengah Q6
Disamping itu limbah industri tahu, loundry, (Banjar Sema) sebesar 1100 jml/100 ml dan menurun
domestik dan MCK yang berasal dari detergen di hilir lokasi Q9 (Banjar Cucukan) sebesar 640 jml/
berpengaruh terhadap air sungai sehingga 100 ml. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian
mencemari sungai yang berpengaruh terhadap Badan Lingkungan Hidup Propinsi Bali tahun 2013
konsentrasi fosfat di airsungai.Kandungan fosfor total konsentrasi total coliform wilayah hulu sebesar 30
dalam perairan alamiah jarang melebihi 1 mg/liter jml/100 ml, tengah sebesar 70 jml/100 ml dan hilir
(Effendi, 2003). Kadar fosfor yang diperkenankan bagi sebesar 210 jml/100 ml.
kepentingan air minum adalah 0,2 mg/l dalam Terdapat peningkatan konsentrasi total
bentuk fosfat (PO4). coliform dari hulu ke hilir dengan peningkatan
yang tajam di lokasi Q6 (Banjar Sema), bakteri
3.3. Kualitas Biologi coliform termasuk bakteri yang dapat ditemukan di
lingkungan tanah dan air yang telah berpengaruh
3.3.1. Fecalcoliform oleh air permukaan serta limbah pembuangan
Konsentrasi fecal coliform yang dilakukan di kotoran manusia dan hewan serta dari hewan dan
wilayah hulu Q1(Banjar Saresede) sampai wilayah tanaman yang sudah mati. Tingginya nilai total
Q5 (Banjar Tiapi) memenuhi baku mutu air kelas I coliform pada lokasi Banjar Sema diindikasikan
yang ditetapkan, di wilayah tengah Q6 (Banjar Sema) berasal dari sampah organik yang dibuang
sampai ke hilir Q9 (Banjar Cucukan) melampaui sembarangan di tepi sungai yang membusuk
baku mutu air kelas I sebesar 100 jml/100 ml. kemudian terbawa ke aliran sungai.Tingginya
Konsentrasi fecal coliform berkisar antara 2-640 jml/ konsentrasi indikator mikrobiologi fecal coliform dan
100 ml. total coliform di lokasi Q6 (Banjar Sema) dapat
Air Sungai Pakerisan sebagian telah tercemar dikatakan Sungai Pakerisan telah mengalami
oleh fecal coliform. Konsentrasi fecal pencemaran dari kotoran manusia, hewan ternak dan
coliformairsungai Pakerisantelah meningkat sampah organik. Bakteri fecal coliform yang
sehingga melampaui baku mutu air kelas I yang mencemari air akan mengganggu kesehatan
ditetapkan dari tengah ke hilir. Terdapat manusia.
peningkatan konsentrasi fecal coliform cukup tinggi
di wilayah tengah (Q6) Banjar Sema. Pencemaran 3.4. Indeks Pencemaran Air SungaiPakerisan
ini disebabkan karena air limbah industri, Penentuan status mutu air pada Sungai
pemukiman sekitarnya, limbah kotoran ternak dan Pakerisan didasarkan atas metode indeks
pemanfaatan sungai langsung untuk cuci dan kakus. pencemaran. Sungai dikatakan tercemar apabila
Hal ini menunjukkan bahwa air Sungai Pakerisan tidak dapat digunakan sesuai dengan
di bagian tengah dan hilir telah tercemar oleh peruntukaannya secara normal (Azwir, 2006). Dalam
fecalcoliform. penelitian ini parameter yang digunakan
Peningkatan beban pencemar yang berada di menganalisis status mutu air adalah pH, TSS, DO,
Banjar Sema, Desa Bitra mengandung tinja semakin BOD, COD, fosfat, fecal coliform dan total coliform
meningkat karena aktivitas peternakan, limbah yang dibandingkan dengan kriteria mutu air kelas I
domestik yang masuk ke badan sungai lebih tinggi berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi Bali No.
karena pemanfaatan sungai langsung untuk cuci dan 8 Tahun 2007.
kakus semakin banyak. Konsentrasi fecal coliformke Nilai indeks pencemar masing- masing lokasi
hilir menurun tetapi masih diatas baku mutu air pada penelitian ini selengkapnya dapat disajikan pada
kelas I. Hal ini disebabkan aktivitas manusia Gambar 1.
berkurang, pemukiman dan peternakan lebih sedikit. Berdasarkan hasil perhitungan indeks
Pada wilayah hilir Q9 (Banjar Cucukan) konsentrasi pencemaran (IP) maka dapat diketahui status mutu
fecal coliform hampir berada pada batas baku mutu air sungai Pakerisan dari hulu ke hilir telah
air kelas I karena adanya sumber mata air dan dekat mengalami penurunan. Status mutu air dengan nilai
dengan laut. Beberapa jenis penyakit dapat 0,32 di wilayah hulu Q1 (Banjar Saresede) dengan
ditularkan oleh bakteri coliform melalui air, kondisi baik menjadi kondisi cemar berat di wilayah
terutama penyakit perut seperti tipus, kolera dan tengah Q6 (Banjar Sema) dengan nilai 10,96 dan
disentri (Prihartanto dan Budiman,2007). akhirnya di wilayah hilir Q7-Q8 tercemar ringan.

105
ECOTROPHIC • VOLUME 11 NOMOR 2 TAHUN 2017 p-ISSN: 1907-5626, e-ISSN: 2503-3395

4. SIMPULAN DAN SARAN

4.1. Simpulan
Berdasarkan atas pembahasan di atas dapat
disampaikan simpulan sebagai berikut:
a. Kualitas air Sungai Pakerisan di wilayah hulu
dibawah baku mutu air kelas I, di wilayah
tengah ditunjukkan dengan tingginya fecal
coliform mencapai 640 jml/100 ml dan total
coliform mencapai 1100 jml/100 ml melampaui
baku mutu air kelas I. Konsentrasi BOD 0,8 mg/
l-5,29 mg/l melebihi baku mutu air kelas I yaitu
> 2 mg/l. Konsentrasi COD 2 mg/l-13 mg/l
Gambar 1. Nilai Indeks Pencemar Baku Mutu Air Kelas I melebihi baku mutu air kelas I yaitu > 10 mg/l.
Konsentrasi DO yaitu 3,88 mg/l-6,9 mg/l kurang
Keterangan: dari kadar minimum baku mutu air kelas I yaitu
Q1 = Br. Saresede Q4 = Br. Bukit Q7 = Br. Bona Kaja < 6 mg/l dan fosfat konsentrasinya 0,07 mg/l-
Q2 = Br. Penaka Q5 = Br. Tiapi Q8 = Br. Penulisan 0,33 mg/l melebihi baku mutu air kelas I yaitu
Q3 = Br. Tegalsuci Q6 = Br. Sema Q9 = Br. Cucukan > 0,2 mg/l. Di wilayah hilir konsentrasi BOD
2,41 mg/l-2,78 mg/l, fosfat konsentrasinya 0,29
Status mutu air pada wilayah hulu menunjukan mg/l-0,33 mg/l dan fecal coliform mencapai 110
kondisi baik, karena adanya perkebunan, pertanian, jml/100 ml - 230 jml/100 ml melebihi baku mutu
belum ada pemukiman atau aktivitas manusia, air kelas I.
industri serta peternakan yang mempengaruhi air b. Evaluasi indeks pencemaran terhadap baku
sungai. mutu air kelas I pada wilayah hulu tergolong
Pada wilayah hilir Q7 (Banjar Bona Kaja) hingga kondisi air baik karena belum adanya
Q8 (Banjar Penulisan) menunjukkan cemar ringan pencemaran, di tengah Banjar Sema Desa Bitra
yang nilai BOD, COD tidak melampaui baku mutu tercemar berat dan di hilir Banjar Cucukan
yang ditetapkan karena adanya lebih banyak kondisi air baik. Tingginya nilai indeks
pertanian, jauh dari pemukiman penduduk dan pencemaran karena terakumulasinya bahan
sumber mata air baru. Pada wilayah hilir lokasi Q9 pencemar dari aktivitas manusiasedangkan
(Banjar Cucukan) kondisi air kembali baik penurunannya karena di hilir aktivitas manusia
berdasarkan parameter konsentrasi BOD, COD, berkurang, adanya sumber mata air baru dan
fosfat, fecal dan total coliform dibawah baku mutu terjadinya pemurnian air (self purification) oleh
air yang ditetapkan. Kualitas air yang baik karena kondisi fisik sungai.
bahan pencemar yang berasal dari aktivitas manusia
yaitu pemukiman, pariwisata, industri berkurang, 4.2. Saran
adanya sumber mata air baru dan terjadinya Berdasarkan atas hasil penelitian di atas dapat
pemurnian air (self purification) oleh kondisi fisik disampaikan saran sebagai berikut:
sungai. a) Kualitas air Sungai Pakerisan hendaknya dijaga
Hal ini menjadikan kualitas air Sungai kelestarian dan adanya pengawasan oleh
Pakerisan di tengah tidak dapat dimanfaatkan sesuai pemerintah terhadap aktivitas yang terjadi
dengan peruntukan air kelas I yaitu air yang dapat dengan membuat kebijakan untuk menjaga di
digunakan sebagai sarana/prasarana rekreasi air, daerah aliran sungai (DAS) agar tidak
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air membuang sampah atau kotoran ternak
untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan kesungai.
lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama b) Pemilik usaha yang membuang limbahnya ke
dengan kegunaan tersebut. Diperlukan pengendalian sungai hendaknya ikut dalam pemeliharaan
pencemaran air Sungai Pakerisan agar dapat kelestarian daerah aliran sungai Pakerisan
dimanfaatkan dan menjaga agar kualitas air Sungai dengan tidak membuang limbahnya ke sungai
Pakerisan tetap sesuai dengan mutu air sasaran dan mendukung segala bentuk usaha dalam
yaitu kriteria mutu air kelas I menurut Peraturan rangka peningkatan kualitas air dan lingkungan
Gubernur No. 08 Tahun 2007 Provinsi Bali. misalnya mempunyai tempat pengolahanlimbah.
Sebagaimana sungai-sungai lainnya, hasil c) Perlu dilakukan pemantauan kualitas air secara
penelitian indeks pencemaran Tukad Saba terhadap periodik untuk memperoleh gambaran kualitas
baku mutu air kelas I tergolong tercemar ringan air Sungai Pakerisan mengingat fungsinya
(Susanti, 2015). Hasil penelitian Sungai Telaga Waja sebagai daerah wisata serta daerah yang
terhadap indeks pencemarannya tergolong tercemar dilestarikan.
berat (Susila, 2012).

106
Studi Analisis Kualitas Air Di Daerah Aliran Sungai Pakerisan Provinsi Bali [Ni Ketut Asrini, dkk.]

DAFTAR PUSTAKA Keberlanjutan Pertanian dan Kelestarian


Lingkungan Udayana University Press.
Anhwange, B.A., E.B. Agbaji, and E.C. Gimba. 2012.
Rai, I.N,S. Shoba, N. Shchegolkova, R. Dzhamalov,
“Impact Assessment of Human Activities and
E. Venitsianov, I.G.N. Santosa, G.M. Adnyana,
Seasonal Variation on River Benue, within
I.N. Sunarta, and I.K. Suada. 2015. Analysis of
Makurdi Metropolis”. Journal of Science and
the Specifics of Water Resources Management
Technology, 2. 248-254.
in Regions Rapidly Growing Population under
Ari Esta Kadek, Suarya dan Suastuti, 2016.” Different Climate Conditions: Case Study of Bali
Penentuan Status Mutu Air Tukad Yeh Poh Island and the Moscow Regional. Journal of
dengan Metode Storet.” Jurnal Kimia 10(1): ISSN Water Resources. ISSN 0097-8078, Vol. 42, No.
1907-9850. 5, pp. 735-746
Azwir. 2006. Analisa Pencemaran Air Sungai Salmin. 2005. “Oksigen Terlarut (DO) dan
Tapung Kiri oleh Limbah Industri Kelapa Sawit Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) sebagai Salah
PT. Peputra Masterindo di Kabupaten Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas
Tanggerang. Tesis. Universitas Dipenogoro, Perairan”. Jurnal Oseana, 30. 21-26
Semarang.
Suharto.Ign. (2011). Limbah Kimia dalam
Badan Pusat Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Unda Pencemaran Air dan Udara. Yogyakarta : CV.
Anyar, 2015. Data DAS Pekerisan, 2005. Andi Offset.
Denpasar.
Sutriati, A. 2011. “Penilaian Kualitas Air Sungai dan
Blume, K.K., J.C. Macedo, A. Meneguzzi, L.B. Silva, Potensi Pemanfaatannya (Studi Kasus Sungai
D.M. Quevedo, and M.A.S. Rodrigues. 2010. Cimanuk)”. Jurnal Sumber Daya Air, 7. 61-76.
“Water Quality Assessment of the Sinos River,
Susanti, D. 2015. Identifikasi Sumber Pencemar Dan
Southern Brazil”. Journal of Biology, 70. 1185-
Analisis Kualitas Air Tukad Saba Propinsi Bali.
1193.
Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Bagi Pengelolaan Udayana, Denpasar.
Sumber Daya dan Lingkungan Perairan.
Susila D, K. G, I. W. Sandi Adnyana, I. W. Budiarsa
Yogyakarta : Kanisius
Suyasa, 2012. Studi Kualitas Air Sungai Telaga
Kristanto, P., 2002, Ekologi Industri, Penerbit Andi, Waja Kabupaten Karangasem. Ecotrophic.
Yogyakarta. Volume 7 Nomor 1 Tahun 2012. Hal 47-53
Pemerintah Provinsi Bali. 2007. Peraturan Gubernur Wardhana, W.A, 2004. Dampak Pencemaran
Bali Nomor 8 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Lingkungan, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Lingkungan dan Kriteria Baku Kerusakan
Wiwoho, 2005, Model Identifikasi Daya Tampung
Lingkungan Hidup.
Beban Cemaran Sungai Dengan QUAL2E. Tesis.
Prihartanto dan Budiman, E.B. 2007. Sistem Universitas Diponegoro. Semarang.
Informasi Pemantauan Dinamika sungai Siak.
Yudo, S. 2010. “Kondisi Kualitas Air Sungai Ciliwung
Alami, Vol. 12 Nomor 1 Tahun 2007 : 52-60.
di Wilayah DKI Jakarta ditinjau dari Parameter
PutriDwi, N.A., Afdal, Dwi Puryanti, 2014. Profil Organik, Amoniak, Fosfat, Deterjen dan Bakteri
Pencemaran Air Sungai Siak Kota Pekanbaru Coli”. Jurnal Akuakultur Indonesia, 6. 34-42.
Dari Tinjauan Fisis Dan Kimia. Jurnal Fisika
Yuliastuti, E. 2011. Kajian Kualitas Air Sungai
Unand Vol. 3, No. 3, Juli 2014, ISSN 2302-8491.
Ngringo Karanganyar dalam Upaya
Rahayu, S., dan Tontowi. 2009. “Penelitian Kualitas Pengendalian Pencemaran Air. Tesis. Program
Air Bengawan Solo Pada Saat Musim Kemarau”. Pascasarjana Universitas Diponegoro,
Jurnal Sumber Daya Air, 5. 127-136. Semarang.
Rai, I.N. dan M. Adnyana. 2011. Persaingan
Pemanfaatan Lahan dan Air, Perspektif

107

View publication stats

Das könnte Ihnen auch gefallen