Sie sind auf Seite 1von 25

REFERAT

ASTROSITOMA

Disusun oleh:
Nena Desyana
1361050072

Pembimbing:

dr. Rudy Yunanto, Sp. BS

KEPANITERAAN ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI
PERIODE 22 JANUARI 2018 – 24 FEBRUARI 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2017
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...........................................................................................................2


BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi...................................................................................................4
2.2 Anatomi dan Fisiologi Neuroglia ..........................................................4
2.3 Insidens dan Epidemiologi ....................................................................4
2.4 Klasifikasi .............................................................................................5
2.5 Etiopatogenesis......................................................................................7
2.6 Gambaran Klinis....................................................................................8
2.7 Pemeriksaan Penunjang ......................................................................12
2.8 Patologi Anatomi ................................................................................16
2.9 Laboratorium........................................................................................18
2.10 Diagnosis Banding.............................................................................19
2.11 Tatalaksana.........................................................................................19
2.12 Prognosis............................................................................................21
BAB III KESIMPULAN......................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24

2
BAB I
PENDAHULUAN

Tumor adalah pertumbuhan abnormal jaringan tubuh. Tumor bisa menjadi


kanker atau bersifat ganas (malignant) dan bisa juga tidak menjadi kanker atau
bersifat ringan (benign ). Tumor bisa tumbuh di jaringan tubuh manapun,
misalnya tumor yang berada di saraf pusat. Tumor di saraf pusat banyak
macamnya, menurut WHO tumor yang berada di sistem saraf terbagi menjadi 6
yaitu, tumor jaringan saraf epitel, tumor kranial dan saraf paraspinal, tumor
meningen, limfoma dan hematohoietic, tumor sel germ, tumor regio sellar, dan
tumor metastasis. Astrosit tumor adalah salah satu bagian dari tumor jaringan
saraf epitel.1
Astrositoma berasal dari kata astrosit, yaitu merupakan sel glia yang paling
besar dan oma, yang berarti keganasan. Sehingga Astrositoma berarti keganasan
dari sel astrosit. Astrositoma merupakan tumor otak yang paling sering dan
mencakup 60% dari neoplasma glial.2
Tumor ini berasal dari sel-sel neuroglial astrosit dan dapat timbul baik dari
vermis atau lobus lateral pada cerebellum. Astrositoma kebanyakan ditemukan
berbatas tegas dan cenderung berupa kistik, dengan neoplasma terbatas pada
nodul dengan intramural yang kecil. Kadang-kadang, astrositoma membentuk
massa tumor padat yang melibatkan otak kecil, vermis, dan bagian otak yang
terbuhubung dari lesi.3

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Astrositoma merupakan neoplasma otak yang berasal dari salah satu
bentuk sel glia, yaitu sel berbentuk bintang yang disebut astrosit. Tumor
astrosit secara umum menurut rekomendasi dari WHO merupakan tumor
yang berlokasi di sistem saraf pusat, biasanya terjadi pada orang dewasa,
mempunyai gambaran histopatologi yang sesuai dengan gradingnya yang
memperlihatkan infiltrasi pada struktur otak, dan sudah menjadi sifatnya akan
berubah menjadi ganas. Neoplasma astrositik yang mempunyai derajat yang
tertinggi pada diferensiasi sel, pertumbuhan lambat dan infiltrasi difus dari
struktur otak sekitarnya. Sering terjadi pada dewasa muda dan mempunyai
kecenderungan menjadi proses malignan.1

B. Anatomi dan Fisiologi Neuroglia


Astrosit memberikan dukungan struktural pada jaringan saraf serta
memerankan peranan dalam transmitter sinaps. Astrosit juga berperan dalam
pembentukan sawar darah otak. Astrosit membentuk suatu pelapis di seluruh
permukaan susunan saraf pusat dan memperbanyak diri untuk memperbaiki
jaringan neural yang rusak.
Astrosit terdapat 2 jenis yaitu protoplastik dan fibrosa, namun fungsinya
masih belum jelas. Astrosit protoplastik lebih halus, dimana mengandung
lebih banyak protoplasma dan banyak bercabang. Astrosit ini terdapat dalam
zat kelabu dan sebagai sel satelit di dalam ganglion akar dorsalis. Astrosit
fibrosa lebih banyak berserabut dan serabutnya jarang bercabang
(mengandung fibril glia).1

C. Insidens dan Epidemiologi


Sekitar 30% dari tumor sistem saraf pusat primer pada anak-anak adalah
astrositoma pada fossa posterior. Tumor saraf jarang terjadi. Ketika ini terjadi

4
di masa kanak-kanak, astrositoma sering dalam bentuk sederhana, lesi
berkembang pesat yang melibatkan otak kecil (medulloblastoma). Biasanya,
perilaku neoplasma sistem saraf pusat tidak dapat dengan mudah
dikategorikan ke dalam jinak dibandingkan ganas, karena (1) banyak lesi
mungkin menunjukkan pertumbuhan lamban dan menyebabkan kematian
hanya dalm tahunan setelah diagnosis, dan (2) sebagian besar neoplasma
sistem saraf pusat tidak bermetastasis ke luar sistem saraf pusat namun masih
memberi efek massa akhirnya mematikan intracerebral. Mayoritas neoplasma
sistem saraf pusat juga menunjukkan lokasi intrakranial yang spesifik dan
usia relatif didefinisikan dengan onset yang baik.4
Astrositoma merupakan tumor SSP yang paling sering terjadi,
insidensinya sekitar 60% dari tumor otak yang lain di SSP. Ditemukan
sebanyak 10% dari neoplasma pada seluruh tubuh, 80% terletak di
intracranial, 20% terletak didalam kanalis spinalis. Low-grade astrositoma
insidensinya 25% dari seluruh glioma pada hemisfer serebri. Dan dominan
pada pria : wanita = 1,18 : 1. Astrositoma anaplastik rata-rata terjadi pada
usia 41 tahun dan sering terjadi pada laki-laki.1

D. Klasifikasi
Berdasarkan WHO (2007) tumor CNS dibagi menjadi 4 grade:5
1. WHO grade I meliputi lesi dengan proliferatif potensi rendah, sifat
diskrete, dan kemungkinan untuk sembuh cukup hanya dengan reseksi
bedah.
2. WHO grade II meliputi lesi yang umumnya berinfiltrasi dan aktivitas
mitosis yang rendah tetapi lebih sering kambuh daripada tumor ganas
grade I setelah terapi lokal. Beberapa jenis tumor jenis ini cenderung
berubah ke derajat keganasan yang lebih tinggi.
3. WHO grade III meliputi lesi dengan bukti keganasan secara histologis,
termasuk atypia nuclear dan peningkatan aktivitas mitosis. Lesi ini
memiliki histologi anaplastik dan kapasitas infiltrasi. Tumor ini
biasanya diterapi dengan terapi adjuvant agresif.

5
4. WHO grade IV meliputi lesi yang aktif secara mitosis, cenderung
nekrosis, dan umumnya terkait dengan pra operasi yang cepat dan
perkembangan pasca operasi dan hasil yang fatal. Lesi biasanya diobati
dengan terapi adjuvant agresif.

Tabel 1. Klasifikasi Astrositoma

Tabel 2. Klasifikasi astrositoma berdasarkan St Anne / Mayo.

6
Tabel 3. Grading Glioma berdasarkan Kernohan

Tabel 4. Grading Glioma berdasarkan gambaran CT atau MRI

E. Etiopatogenesis
Efek regional astrositoma berupa kompresi, invasi, dan destruksi parenkim
otak. Hipoksia arteri dan vena, kompetisi nutrien, pelepasan produk
metabolisme akhir (misalnya, radikal bebas, perubahan elektrolit,
neurotransmitter), dan pelepasan dan perekrutan sel-sel mediator (misalnya,
sitokin) mengganggu fungsi parenkim normal. Peningkatan tekanan
intrakranial (TIK) disebabkan langsung oleh efek massa, peningkatan volume
darah, atau peningkatan volume cairan serebrospinal (CSF) dapat memediasi

7
gejala sisa klinis sekunder. Tanda dan gejala neurologis yang timbul pada
astrositoma akibat dari gangguan fungsi sistem saraf pusat (SSP). Defisit
neurologis fokal (misalnya, kelemahan, kelumpuhan, defisit sensorik,
kelumpuhan saraf kranial) dan kejang merupakan bermacam-macam
karakteristik lokasi dari lesi.6
Infiltrasi low-grade astrositoma tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan
malignant yang lain. Waktu penggandaan untuk low-grade astrositoma
diperkirakan 4 kali dari astrositoma anaplastik. Pada beberapa tahun sering
terjadi intervensi antara gejala awal dan pembentukan diagnosis low-grade
astrositoma. Salah satu seri terbaru memperkirakan interval menjadi sekitar
3,5 tahun. Klinis ditandai dengan penurunan bertahap dalam setengah dari
kasus, penurunan bertahap dalam sepertiga kasus, dan penurunan mendadak
dalam 15% kasus. Kejang pada umumnya adalah gejala awal pada sekitar
setengah dari pasien dengan low-grade astrositoma.6
Transformasi maligna dari sel epitel saraf adalah proses yang bertahap
yang didorong oleh perubahan genetik akusisi yang berurutan. Satu karena
diharapkan semuan neoplasma astrositik, glioblastoma harus berisi perubahan
genetik yang besar, dan hal ini memang terjadi. Pada dasarnya kombinasi
yang berbeda dari mutasi TP53, hilangnya heterozigositas (LOH) pada
kromosom 10 dan 17p dan amplifikasi EGFR, adanya kumpulan glioblastoma
dengan perubahan genetik yang berbeda, telah menjadi korelasi dengan jalur
klinis untuk glioblastoma (glioblastoma primer dan sekunder).1

F. Gambaran Klinis
Gejala tumor intrakranial dapat dibagi dalam :
1. Gangguan kesadaran akibat tekanan intrakranial yang meninggi
Tekanan intrakranial yang meningkat secara progresif
menimbulkan gangguan kesadaran dan manifestasi disfungsi batang otak
yang dinamakan sindrom unkus atau sindrom kompresi diensefalon ke
lateral, sindrom kompresi sentral rostrokaudal terhadap batang otak dan
herniasi serebelum di foramen magnum. Sebelum tahap stupor atau koma

8
tercapai, tekanan intrakranial yang meninggi sudah menimbulkan gejala
umum.7

2. Gejala-gejala umum tekanan intrakranial yang meninggi7


Gejala ini terdiri dari :
a. Sakit kepala, merupakan gejala umum yang bisa dirasakan pada setiap
tahap tumor intrakranial. Sifat sakit kepala itu nyeri berdenyut-denyut
atau rasa penuh di kepala seolah-olah kepala mau meledak. Nyerinya
paling hebat terjadi di pagi hari. Nyeri kepala merupakan gejala dini
tumor intrakranial pada kira-kira 20% dari penderita. Lokalisasi nyeri
yang unilateral dapat sesuai dengan lokasi tumornya sendiri. Tumor di
fossa kranii posterior hampir semuanya menimbulkan sakit kepala
pada tahap dini, yang berlokasi di kuduk sampai daerah suboksipital.
Sebaliknya tumor supratentorial jarang menimbulkan sakit kepala di
oksiput, kecuali biamana tumor supratentorial sudah berherniasi di
tentorium.
b. Muntah, gejala muntah sering timbul pada pagi hari dengan sifat
muntah pada penderita dengan tekanan intrakranial yang meninggi
adalah khas, yaitu proyektil atau muncrat dan tidak didahului oleh
mual.
c. Kejang fokal, dapat merupakan manifestasi pertama tumor
intrakranial pada 15% penderita. Kejang umum dapat timbul sebagai
manifestasi tekanan intrakranial yang melonjak secara cepat, terutama
sebagai manifestasi glioblastoma multiforme. Kejang tonik yang
sesuai dengan serangan rigiditas deserebrasi biasanya timbul pada
tumor di fossa kranii posterior dan secara tidak tepat dinamakan oleh
para ahli neurologi dahulu “cerebellar fits”.
d. Gangguan mental, tumor serebri dapat mengakibatkan demensia,
apatia, gangguan watak dan inteligensi, bahkan psikosis, tidak peduli
pada lokasinya.

9
e. Perasaan abnormal di kepala, banyak penderita dengan tumor
intrakranial merasakan berbagai macam perasaan yang samar, seperti
“enteng di kepala”,”pusing”, atau “tujuh keliing”.

3. Tanda-tanda lokalisatorik yang menyesatkan7


Suatu tumor intrakranial dapat menimbulkan manifestasi yang tidak
sesuai dengan fungsi tempat yang didudukinya. Tanda-tanda itu ialah :
a. Kelumpuhan saraf otak, karena desakan tumor saraf otak dapat
tertarik atau tertekan. Suatu tumor dapat mendesak batang otak
sehingga mengalami gangguan. Saraf otak yang sering terkena secara
tidak langsung pada tumor intrakranial ialah saraf otak ke 3,4, dan ke
6.
b. Refleks patologik yang positif pada kedua sisi, dapat ditemukan pada
penderita dengan tumor di dalam salah satu hemisferium saja.
Fenomena ini dapat dijelaskan oleh adanya penggeseran mesensefalon
ke sisi kontralateral, sehingga pedunkulus serebri pada sisi
kontralateral itu mengalami kompresi dan refleks patologik pada sisi
tumor menjadi positif.
c. Gangguan mental, dapat timbul pada setiap penderita dengan tumor
intrakranial yang berlokasi dimanapun.
d. Gangguan endokrin, dapat timbul karenan proses desak ruang di
daerah hipofisis. (7)
e. Ensefalomalasia, terjadi akibat kompresi arteri serebral oleh suatu
tumor dapat terjadi di daerah yang agak jauh dari tempat tumor
sendiri, sehingga gejala defisit yang timbul, misalnya hemianopsia
atau afasia, tidak dapat dianggap sebagai gejala lokalisatorik.

4. Tanda-tanda lokalisatorik yang benar atau simptom fokal.7


a. Simptom fokal dari tumor di lobus frontalis, sakit kepala merupakan
manifestasi dini, sedangkan papiledema dan muntah timbul pada tahap
lanjut,bahkan mungkin tidak akan muncul sama sekali. Gangguan

10
mental dapat timbul sehubung dengan tumor intrakranial di daerah
manapun, sedangkan gejala kompensatorik terhadap kemunculan
inteligensi biasanya berupa “Witselsucht”. Kejang tonik fokal yang
dinamakan kejang adversif merupakan simptom fokal lobus frontalis.
b. Simptom fokal tumor di daerah presentral, tumor yang menduduki
girus presentralis seringkali bertindak sebagai perangsang terhadap
daerah motorik, sehingga menimbulkan kejang lokal pada sisi
kontralateral sebelum munculnya manifestasi tekanan intrakranial
yang meninggi. Bilamana tumor di daerah presentral sudah
menimbulkan destruksi struktural, maka manifestasinya berupa
hemiparesis kontralateral. Jika tumor tumbuh di falks serebri setinggi
daerah presentralis, maka paraparesis akan dijumpai. Juga gangguan
miksi lebih sering dan erat berlokasi dengan tumor di fissura sagitalis
daripada di bagian lain dari otak.
c. Simptom fokal dari tumor di lobus temporalis, biasanya kurang
menonjol terutama lobus temporalis kanan yang diduduki. Kecuali
bagian terdepan lobus temporalis yaitu unkus yang terkena, muncullah
serangan yang dinamakan “uncinate fit”. Hemianopsia kuadran atas
kontralateral harus dinilai sebagai tanda lokalisatorik yang khas bagi
lesi di lobus temporalis apabila ditemukan juga gejala-gejala peserta
yang menunjuk kepada tumor di daerah lobus temporalis,yaitu yang
berupa tinitus, halusinasi auditorik dan afasia sensorik, berupa
apraksia.
d. Simptom fokal dari tumor di lobus parietalis, tumor yang menduduki
daerah korteks lobus parietalis dapat merangsang korteks sensorik,
sebelum manifestasi lain dijumpai.
e. Simptom fokal dari tumor di lobus oksipitalis, tumor yang menempati
sangat jarang. Bila ada maka gejala yang muncul adala sakit kepala di
oksiput. Bisa juga menyebabkan gangguan medan penglihatan dan
agnosia visual.

11
f. Simptom fokal dari tumor di korpus kalosum, gejala yang khas terdiri
dari gangguan mental terutama cepat lupa. Demensia yang timbul
sering disertai kejang umum atau fokal tergantung pada luas dan
lokasi tumor.

5. Tanda-tanda fisik diagnostik pada tumor intrakranial.


a. Papiledema, timbul pada tekanan intrakranial yang meninggi atau
akibat penekanan pada nervus optikus oleh tumor secara langsung.8
b. Pada anak-anak, tekanan intrakranial yang meningkat dapat
memperbesar ukuran kepala dengan terenggangnya sutura. Pada
perkusi terdengar bunyi kendi yang rengat. Dan pada tumor jaringan
vaskular atau malformasi vaskular, auskultasi kepala dapat
menghasilkan terdengarnya bising.7
c. Hipertensi intracranial mengakibatkan iskemia dan gangguan-
gangguan kepada pusat vasomotorik serebral, sehingga menimbulkan
bradikardia dan tekanan darah yang meningkat secara progresif.7
d. Irama dan frekuensi pernapasan berubah akibat melonjaknya tekanan
intrakranial. Kompresi batang otak dari luar mempercepat pernapasan
yang diselingi oleh pernapasan jenis Cheyne-strokes.7

G. Pemeriksaan Penunjang9
a. MRI
- MRI dianggap sebagai kriteria umum pencitraan
- Astrositoma umumnya isointense pada gambar T1-weighted dan
hiperintens pada gambar T2-weighted.
- Low gade astrocytomas jarang enhance pada MRI sedangkan
kebanyakan astrositoma anaplastik enhance dengan paramagnetik
kontras.
- Kemungkinan penyakit metastasis harus dipertimbangkan dalam
kasus di mana massa enhance berbasis korteks ditemukan, terutama
jika lesi multipel ditemukan.

12
- MRI resolusi tinggi sekarang sering digunakan untuk memberikan
gambaran intraoperative

Gambar 2. Astrositoma Grade II


pada pria usia 30-tahun. Tanpa
peningkatan bobot-T2 pada MRI
menunjukkan area yang berbatas
tegas dengan peningkatan sinyal
intensitas pada lobus temporal
kiri.

b. CT scan
- CT scan mungkin berguna dalam gambaran akut atau ketika MRI
merupakan kontraindikasi.
- Pada CT, astrocytomas kelas rendah muncul sebagai gambaran kabur,
homogen, massa low-density tanpa penambahan kontras; Namun,
dengan sedikit enhancement, kalsifikasi, dan perubahan kistik
mungkin jelas di perjalanan awal penyakit.

13
- Pencitraan sistemik, umumnya terdiri dari CT scan kontras dari dada,
perut, dan panggul, dapat dibenarkan untuk mengevaluasi
kemungkinan adanya lesi primer alternative.
- Astrocytomas anaplastik mungkin muncul sebagai lesi low-density
atau lesi inhomogen, dengan area high dan low-density pada lesi yang
sama.

Gambar 1. Astrositoma. Gambaran otak dengan


menggunakan Computed Tomography (CT) kontras dan
non-kontras diperoleh dari pasien yang sama dan
menunjukkan astrositoma menyebabkan sebagian besar
jaringan sekitarnya edema. (A) CT scan non kontras
menunjukkan sebagian besar area yang mengalami
kepadatan rendah akibat dari tumor dan edema (panah).
CT scan kontras (B) menunjukkan peningkatan tumor
(panah) dikelilingi oleh daerah gelap atau low-density
edema.

c. Angiography
- Dapat digunakan untuk menyingkirkan malformasi pembuluh darah
dan mengevaluasi suplai darah tumor.

14
- Pola angiografi normal atau pola yang konsisten dengan massa
avaskular yang menutupi pembuluh yang normal biasanya masih perlu
diobservasi dengan baik pada lesi low-grade maupun high-grade

d. Radionuclide Scan
- PET, SPECT, atau pencitraan berbasis technetium dapat
memungkinkan studi metabolisme tumor dan fungsi otak.
- PET dan SPECT dapat digunakan untuk membedakan tumor solid dari
edema, untuk membedakan kekambuhan tumor dari nekrosis radiasi,
dan untuk melokalisasi struktur.
- Aktivitas metabolik lesi dapat digunakan untuk menentukan kelas
tumor; Lesi hipermetabolik sering sesuai dengan tumor high-grade

Gambar 3. Astrositoma. (A) Gambar pada pasien


setelah reseksi frontoparietal, densitas tinggi pada
lobus kiri. Positron Emission Tomogrphy (PET)
menunjukkan peningkatan aktivitas di wilayah lobus
frontoparietal, konsisten dengan kekambuhan. (B)
Foto pada pasien lain sedang dievaluasi untuk
kekambuhan pada astrositoma bermutu tinggi.
Gambar menunjukkan tidak ada peningkatan
aktivitas normal untuk menyarankan kekambuhan.

15
e. Pemeriksaan penunjang lainnya
- EEG dapat digunakan untuk mengevaluasi dan memantau aktivitas
epileptiform
- EKG dan radiografi dada diindikasikan untuk mengevaluasi risiko
operasi
- Pemeriksaan CSF dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis
lain (misalnya, metastasis, limfoma, medulloblastoma)

H. Patologi Anatomi10
Astrositoma sangat beragam berdasarkan tingkat diferensiasi, dengan
tingkat keganasan yang sering berhubungan dengan peningkatan usia pasien.
Umumnya, tumor ini menunjukkan ekspresi dari Glial Fibrillary Acid Protein
(GFAP), yang mencerminkan asal mereka dari sel glial astrosit, meskipun
buruk lesi dibedakan mungkin menunjukkan beberapa kehilangan molekul
ini. Astrositomas yang dikelompokkan menjadi empat kelas (Kriteria WHO),
berdasarkan temuan patologis.

Gambar 4. Spesimen anatomi dengan low-grade Astrositoma.

Grade I Astrositoma (Pilokistik Astrositoma)


Grade I astrositoma sering terjadi pada anak-anak dan orang dewasa muda
dan menunjukkan prognosis yang paling menguntungkan dari semua

16
astrositoma. Pada tahap ini mungkin dibatasi dan berpotensi jinak. Pilokistik
Astrositoma sering terjadi di fossa posterior (situs yang paling umum pada
neoplasma otak anak), meskipun ketiga ventrikel, hipotalamus, thalamus dan
mungkin terlibat. Hasilnya tergantung pada sejauh mana reseksi, dengan
tumor sepenuhnya di reseksi memiliki hampir 100% 10-tahun kelangsungan
hidup. Pilokistik Astrositoma sering mikrositik dan menunjukkan daerah
bundel paralel fibrillar (piloid atau hairlike) proses yang positif bagi GFAP.
Selain itu, serat Rosenthal, yang sangat eosinophilic, tidak teratur, shattered
appearing agregasi pada proses glial, dan eosinofilik intraseluler atau
ekstraseluler berupa butiran protein (badan granular eosinofilik) dapat
diidentifikasi.

Grade II Astrositoma (Diffuse Astrositoma)


Astrositoma grade II (diffuse astrositomas) 20% dari semua neoplasma
SSP dan mempengaruhi sumsum tulang belakang, saraf optik, ventrikel
ketiga, otak tengah, pons, dan otak pada orang dewasa muda, dan hemispher
cerebri pada orang dewasa. Rata-rata onset usia adalah antara 20 dan 40
tahun. Lesi ini sering buruk ditandai dengan sel-sel tumor yang membaur
dengan jaringan parenkim normal dan menyajikan adanya margin yang
berbeda.
Neoplasma terdiri dari korteks hiperseluler mengandung infiltrasi, kecil,
hiperkromatik, sel glial tunggal, yang menunjukkan inti pleomorfik dan
jarang ada angka mitosis. Pasien dengan grade II astrositomas menunjukkan
sebuah harapan rata-rata hidup dari 5 tahun, dan transformasi ke astrositoma
kelas yang lebih tinggi dapat terjadi.

Grade III Astrositoma (Anaplastik Astrositoma)


Grade III astrositoma (astrositoma anaplastik) sering terjadi pada pasien
antara usia 30 sampai 40 tahun dan paling sering mempengaruhi hemispher
cerebri. Mikroskopis, tumor ini ditandai dengan sel pleomorfik, cellularity
lebih besar, dan aktivitas mitosis sederhana. Pada kelas ini tidak

17
menunjukkan proliferasi mikrovaskuler atau nekrosis coagulative
(membedakan mereka dari tumor kelas IV). Cepatnya pertumbuhan lesi
memberi harapan hidup 2 sampai 3 tahun.

Grade IV Astrocytoma
Kelas IV astrocytomas, juga disebut glioblastoma multiforme, didapkan
pada 40% dari semua neoplasma SSP primer dan paling sering terjadi pada
pasien yang berusia lebih dari 40 tahun. Lesi ini dapat mempengaruhi setiap
bagian otak dan dapat menyeberangi midline otak melalui corpus callosum
dan memberikan efek butterflylike pada pencitraan radiografi. Mikroskopis,
lesi ini ditandai oleh sel nyata pleomorfik, mitosis, palisading nekrosis, dan
proliferasi vaskular glomeruloid (proliferasi endotel dalam lumen pembuluh
darah). Lesi ini sangat agresif dan harapan hidup hanya 18 bulan.

I. Laboratorium
Tumor otak primer biasanya tidak menghasilkan kelainan serologi seperti
tingkat sedimentasi tinggi atau antigen tumor spesifik yang terkait dengan
kanker sistemik. Sebaliknya, metastase ke sistem saraf, tergantung pada jenis
dan luasnya tumor primer, dapat berhubungan dengan tanda-tanda sistemik
dari keganasan. Pungsi lumbal dapat menimbulkan herniasi otak pada pasien
dengan lesi massa dan harus dilakukan hanya pada pasien dengan dugaan
infeksi CNS1 atau metastasis meningeal. Temuan dalam cairan serebrospinal
(CSF) dari pasien dengan tumor sistem saraf primer dan metastasis mungkin
termasuk peningkatan tekanan pembukaan, tingkat protein tinggi, dan
pleositosis limfositik ringan. CSF jarang mengandung sel-sel ganas, dengan
pengecualian penting dari metastasis leptomeningeal, limfoma SSP primer,
dan tumor neuroectodermal primitif, termasuk medulloblastoma.11

18
J. Diagnosis Banding8

K. Penatalaksanaan11

Operasi, Reseksi agresif dengan pengangkatan seluruh massa yang


mengganggu ialah tujuan utama dari operasi. Pada kebanyakan pasien, eksisi
total secara umum meningkatkan fungsi neurologis, mengurangi oedema
didaerah sekitar dan memperpanjang ketahanan hidup. Walau ketika tumor
melibatkan area yang penting di otak, evaluasi pre-operasi dengan fungsional
MRI (fMRI) dan pemetaan intra-operatif terkadang dapat memudahkan ahli
bedah saraf yang terampil untuk mengeksisi lesi-lesi ini secara keseluruhan.
Eksisi total juga memudahkan ahli Patologi Anatomi untuk menegakkan
diagnosis yang akurat. Batas reseksi harus diukur dengan post-operatif MRI,
dilakukan 72 jam post-operatif, karena pengangkatan tumor intra-operatif
terkadang tidak akurat. Tumor yang bersifat multifokal, bilateral, atau yang
melibatkan struktur yang peka seperti thalamus, tidak boleh diangkat pada

19
operasi. Pada pasien-pasien tersebut dilakukan biopsy stereotaktis pada
jaringan tumor.

Radioterapi Merupakan penatalaksanaan non operatif yang paling penting


untuk Astrositoma grade tinggi.

Kemoterapi, Dari penelitian yang dilakukan para ahli, 20% dari pasien
yang memakai kemoterapi nitrosourea terlihat memiliki angka ketahanan
hidup yang lebih panjang. Namun banyak dokter sekarang ini memakai
temozolomide. Temozolomide ialah obat yang bersifat alkylating agent,
diberikan per oral. Secara empiris sangat baik pengaruhnya untuk perawatan
pasien yang menderita glioma ganas yang kambuh kembali dan telah menjadi
standard pengobatan untuk kasus-kasus seperti itu.

Tidak ada obat spesifik yang direkomendasikan untuk pengobatan kelas


rendah glioma; Namun, kondisi tertentu (dalam pengaturan kelas rendah
astrocytoma) biasanya memerlukan pengobatan. Untuk kejang, pasien
biasanya dimulai pada fenitoin atau carbamazepine. Edema vasogenik sekitar
tumor biasanya diobati dengan steroid. Ketika pemberian steroid, biasanya
beberapa bentuk agen antiulcer digunakan.
Glukokortikoid menurunkan volume edema sekitar tumor otak dan
meningkatkan fungsi neurologis; deksametason (12 sampai 20 mg/hari dalam
dosis terbagi secara oral atau intravena) digunakan karena memiliki aktivitas
mineralokortikoid relatif sedikit.
Tumor yang melibatkan korteks serebral atau hippocampus dapat
menghasilkan epilepsi. Oleh karena itu antikonvulsan digunakan terapi dan
profilaksis; fenitoin, karbamazepin, dan asam valproik sama-sama efektif.
Jika tumor subkortikal di lokasi, antikonvulsan profilaksis tidak diperlukan.
Glioma dan tumor otak primer limfoma terkait dengan peningkatan risiko
trombosis vena dalam dan emboli paru, mungkin karena tumor ini
mensekresikan faktor prokoagulan ke sirkulasi sistemik. Meskipun
perdarahan dalam glioma adalah sebuah temuan histopatologi sering, pasien

20
tampak tanpa peningkatan risiko pendarahan intracranial gejala setelah
pengobatan dengan antikoagulan. Profilaksis dengan dosis rendah heparin
subkutan harus dipertimbangkan untuk pasien dengan tumor otak yang
memiliki imobilitas tungkai bawah, yang menempatkan mereka pada risiko
trombosis vena dalam.

L. Prognosis
Prognosis tergantung dari usia, lokasi, kecepatan tumbuh, rekurensi,
reseksi, performan post operasi maupun gambaran grade histologi. Prognosis
tergantung dari progresifitas menjadi tumor yang malignan. Pada pasien
dengan low-grade astrositoma, usia lebih tua membuat prognosis lebih buruk
jika dibandingkan dengan pasien yang lebih muda walaupun dengan lokasi
yang sama. Prognosis pada pilocystik astrositoma tergantung pada lokasi,
pasien dengan bedah reseksi tumor pada hemisfer serebral biasanya memiliki
prognosis yang baik. Rata-rata harapan hidup pada pasien low-grade
astrositoma antara 6-8 tahun dengan variasi individu yang berbeda.
Harapan hidup pasien berdasarkan grade, tergantung pada parameter klinik
meliputi usia, lokasi tumor dan pengobatan (radiasi atau kemoterapi), yaitu
lebih dari 5 tahun (8-10 tahun) untuk low-grade difus astrositoma (WHO
grade II, St anne / Mayo grade I dan II), 2-5 tahun untuk anaplastik
astrositoma (WHO grade III, St anne/Mayo grade III) dan kurang dari 1 tahun
untuk pasien dengan glioblastoma (WHO grade IV, St Anne/Mayo grade
IV).12

21
BAB III
KESIMPULAN

Astrositoma merupakan neoplasma otak yang berasal dari salah satu


bentuk sel glia, yaitu sel berbentuk bintang yang disebut astrosit. Tumor astrosit
secara umum menurut rekomendasi dari WHO merupakan tumor yang berlokasi
di sistem saraf pusat, biasanya terjadi pada orang dewasa, mempunyai gambaran
histopatologi yang sesuai dengan gradingnya yang memperlihatkan infiltrasi pada
struktur otak, dan sudah menjadi sifatnya akan berubah menjadi ganas.

Berdasarkan WHO (2007) tumor CNS dibagi menjadi 4 grade:

1. WHO grade I meliputi lesi dengan proliferatif potensi rendah, sifat diskrete,
dan kemungkinan untuk sembuh cukup hanya dengan reseksi bedah.
2. WHO grade II meliputi lesi yang umumnya berinfiltrasi dan aktivitas mitosis
yang rendah tetapi lebih sering kambuh daripada tumor ganas grade I setelah
terapi lokal. Beberapa jenis tumor jenis ini cenderung berubah ke derajat
keganasan yang lebih tinggi.
3. WHO grade III meliputi lesi dengan bukti keganasan secara histologis,
termasuk atypia nuclear dan peningkatan aktivitas mitosis. Lesi ini memiliki
histologi anaplastik dan kapasitas infiltrasi. Tumor ini biasanya diterapi
dengan terapi adjuvant agresif.
4. WHO grade IV meliputi lesi yang aktif secara mitosis, cenderung nekrosis,
dan umumnya terkait dengan pra operasi yang cepat dan perkembangan pasca
operasi dan hasil yang fatal. Lesi biasanya diobati dengan terapi adjuvant
agresif.

Gejala tumor intrakranial dapat dibagi terdiri atas gangguan kesadaran akibat
tekanan intrakranial yang meninggi, gejala-gejala umum tekanan intrakranial
yang meninggi, dan tanda-tanda lokalisatorik atau simptom fokal. Prognosis
tergantung dari usia, lokasi, kecepatan tumbuh, rekurensi, reseksi, performan post

22
operasi maupun gambaran grade histologi. Prognosis tergantung dari progresifitas
menjadi tumor yang malignan.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Kleihus P, Cavenee Webster K,. Pathology and Genetics of Tumours of


the Nervous System. International Agency for Research on Cancer (IARC)
World health Organization. International Society of Neuropathology
(ISN). Lyon. 2007. Hal 1-13.

2. Khandelwal, Niranjan, Veena Chowdhury, Arun Kumar Gupta. 2010.


Diagnostic Radiology: Neuroradiology Including Head and Neck Imaging
,3th Edition. Jaypee Brothers Medical Publishers. New Delhi.

3. Menkes, John H, Harvey B. Sarnat. 2000. Child Neurology, 6th Edition.


Lippincott-Williams & Wilkins. California.

4. Gunderman, Richard B. 2006. Essential Radiology: Clinical Presentation,


Pathophysiology, and Imaging, 2nd Edition. Thieme. New York.

5. Louis DN, Ohgaki H, Wiestler OD, et al.: The 2007 WHO classification of
tumours of the central nervous system. Acta Neuropathol 114 (2): 97-109,
2007

6. Kennedy B. Astrocytoma. Emedicine: [online]. 2015 [cited 25 September


2015]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/283453-
overview

7. Mardjono M, Sidharta P editors. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian


Rakyat; 2008. p. 396-401

8. Grainger, Ronald G., David Allison, Andreas Adam, Adrian K. Dixon.


2001. Grainger & Allison’s Diagnostic Radiology: A Textbook of Medical
Imaging, 4th Edition. Harcourt Health Sciences. London.

9. Kennedy B. Astrocytoma. Accessed from: www.emedicine.com . Last


Updated: May 15, 2014

24
10. Rubin, Emanuel, Howard M. Resiner. 2009. Essentials of Rubin’s
Pathology, 5th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.

11. Jallo, I Geroge, Tarakad S. Ramachandran. Low-Grade Astrocytoma.


Emedicine: [online]. 2014 [cited 25 September 2015]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1156429-overview#showall

12. Burns DK, Kumar V. The Nervus System In Kumar V, Contran RS, Robin
RS, Robbin S, Basic Pathology 7th edition. Saunders. Hal 832-833

25

Das könnte Ihnen auch gefallen