Sie sind auf Seite 1von 2

419 Ribu Balita Kurang Gizi

DIPONEGORO - Jumlah kasus penderita gizi buruk dan kurang gizi anak usia di bawah
lima tahun (balita) di Jabar, masih relatif tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik
(BPS), sedikitnya terdapat 419.433 balita yang menderita gizi buruk dan kurang gizi di
Jabar.

Jumlah itu terdiri atas 38.760 balita penderita gizi buruk dan 380.673 penderita gizi
kurang. Jumlah tersebut berasal dari 3.536.981 balita di Jabar yang sudah ditimbang.

Menurut Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, kondisi ini berpengaruh terhadap raihan
angka kematian bayi (AKB). Pada tahun 2006 angka AKB di Jabar dalam kisaran 40,26
per 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan AKB nasional telah mencapai 38 per 1.000
kelahiran hidup.

"Untuk angka kematian ibu (AKI) melahirkan di Jabar pada tahun 2003, tercatat sebesar
321 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan AKI nasional sebesar 307 per 100.000
kelahiran hidup. Inilah salah satu faktor mengapa raihan indikator kesehatan di Jabar,
masih di bawah rata-rata nasional. Meskipun data BPS tahun 2007 IPM di Jabar
meningkat 0,38 dari tahun sebelumnya," kata Heryawan dalam siaran persnya yang
diterima "GM", Kamis (2/4).

Selain itu, katanya, faktor lain masih rendahnya indikator kesehatan di Jabar, karena
adanya kasus penyakit menular seperti flu burung. Dari 60 suspect tercatat 6 orang
penderita meninggal dunia pada bulan Maret 2007, kasus AIDS sebesar 1.578 penderita,
dan HIV positif sebesar 1.543 penderita (jumlah kumulatif dari tahun 1998 hingga
Desember 2007).

"Faktor lain yang memengaruhi indikator kesehatan adalah pelayanan kesehatan dasar. Di
antaranya jumlah puskesmas yang pada tahun 2007 sebanyak 1.007 unit dari kebutuhan
sebesar 1.358 unit dan masih kurangnya bidan," ujarnya.

Kendati demikian, pihaknya terus melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan angka
indikator kesehatan di Jabar. Seperti dalam rangka penyelamatan ibu dan anak, telah
dilaksanakan kegiatan pengembangan pelayanan kegawatdaruratan kebidanan dan bayi
baru lahir melalui pengembangan puskesmas.

Dengan kegiatan ini diharapkan mampu melaksanakan Pelayanan Obstetri dan Neonatal
Emergency Dasar (PONED). Kegiatan diselenggarakan di 16 kota/kab. di Jabar.

"Dengan kondisi ini, mudah-mudahan bisa mencapai derajat kesehatan yang diharapkan.
Selain itu, upaya lain yang perlu difokuskan adalah peningkatan akses pelayanan
kesehatan. Yaitu peningkatan kualitas ketenagaan, peningkatan fasilitas kesehatan, serta
peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat pada masyarakat," papar Heryawan.
Ditambahkan, untuk meningkatkan derajat kesehatan daerah, secara otomatis terkait erat
dengan anggaran. Anggaran ini tentunya tidak hanya berasal dari pemerintah, tapi pihak
swasta, serta masyarakat.

Realitasnya, kata Heryawan, pembiayaan kesehatan secara nasional masih rendah, yaitu
rata-rata 2,2% dari produk domestik bruto (PDB). Persentase ini masih jauh dari WHO,
yaitu paling sedikit 5% dari PDB/tahun.

Selama ini, sekitar 30% pembiayaan kesehatan daerah bersumber dari pemerintah, dan
sisanya bersumber dari masyarakat termasuk swasta. "Untuk meningkatkan derajat
kesehatan yang berimbas pada peningkatan raihan indikator kesehatan di Jabar,
dibutuhkan komitemen bersama dari seluruh stake holder yang terlibat," imbuh
Heryawan.

Das könnte Ihnen auch gefallen