Sie sind auf Seite 1von 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kolapsnya paru atau alveolus disebut atelektasis, alveolus yang kolaps tidak
mengandung udara sehingga tidak dapat ikut serta di dalam pertukaran gas. Kondisi ini
mengakibatkan penurunan luas permukaan yang tersedia untuk proses difusi dan
kecepatan pernafasan berkurang. ( Elizabeth J.Corwin , 2009)
Atelektasis adalah keadaan ketika sebagian atau seluruh paru mengempis dan tidak
mengandung udara. Tidak adanya udara didalam paru terjadi karena saluran pernafasan
tersumbat sehingga udara dari bronkus tidak dapat masuk ke dalam alveolus, sedangkan
udara yang sebelumnya berada di alveolus diserap habis oleh dinding alveolus yang
banyak mengandung kapiler darah. Penyebab tidak masuknya udara ke dalam paru
disebabkan oleh sumbatan lumen saluran pernafasan maupun terhimpit dari luar yang
mengakibatkan tertutupnya saluran pernafasan.
Penderita penyakit paru yang mengalami atelektasis pertama kali di Indonesia
ditemukan pada tahun 1971. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah,
sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan,
jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas
wilayah. Di Indonesia insiden terbesar terjadi pada 1998, dengan Incidence Rate (IR) =
35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar
10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99% (tahun
2000); 21,66% (tahun 2001); 19,24 %(tahun 2002); dan 23,87% (tahun 2003).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian atalektasis?
2. Apa aja macam-macam atalektasis?
3. Bagaimana klasifikasi atalektasis?
4. Bagaimana etiologi atalektasis?
5. Bagaimana patofisiologi atalektasis?
6. Apa saja komplikasi pada penderita atalektasis?
7. Bagaimana manifestasi klinis atalektasis?
8. Apa saja pemeriksaan diagnostik atalektasis?
9. Bagaimana penatalaksanaan atalektasis?
10. Bagaimana konsep Asuhan Keperaatan atalektasis?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah mengenai Asuhan
Keperawatan Penderita Atalektasis.
1.3.2 Tujuan Khusus
a) Mampu memahami konsep dasar dari Atalektasis
b) Mampu menjelaskan bagaimana etiologi, tanda dan gejala, pengobatan
Atalektasis
c) Mampu menerapkan Asuhan Keperawatan dengan Atalektasis
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Atalektasis
2.1 Definisi Atalektasis
Atelektasis adalah pengembangan tak sempurna atau kempisnya (kolaps)
bagian paru yang seharusnya mengandung udara. (staf pengajar ilmu kes anak
FKUI, 1985).
Kolapsnya paru atau alveolus disebut atelektasis, alveolus yang kolaps tidak
mengandung udara sehingga tidak dapat ikut serta di dalam pertukaran gas. Kondisi
ini mengakibatkan penurunan luas permukaan yang tersedia untuk proses difusi dan
kecepatan pernafasan berkurang. ( Elizabeth J.Corwin , 2009)
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara ( bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat pernafasan
yang sangat dangkal.
Atelektasis adalah penyakit restriktif akut yang umum terjadi, mencakup
kolaps jaringan paru atau unit fungsional paru. Atelektasis merupakan masalah
umum klien pascaoperasi. Ateletaksis adalah ekspansi yang tidak sempurna paru
saat lahir (ateletaksis neokatorum) atau kolaps sebelum alveoli berkembang
sempurna, yang biasanya terdapat pada dewasa yaitu ateletaksis didapat (acovired
aeletacsis). Atelektasis (Atelectasis)adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-
paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat
pernafasan yang sangat dangkal. Atelektasis adalah suatu keadaan paru atau
sebagian paru yang mengalami hambatan berkembang secara sempurna sehingga
aerasi paru berkembang atau sama sekali tidak terisi udara.

Sebagai dasar gambaran radiologis pada atelektasis adalah pengurangan


volume bagian paru baik lobaris, segmental atau seluruh paru, dengan akibat
kurangnya aerasi sehingga memberi bayangan lebih suram (densitas tinggi) dengan
penarikan mediastinum kearah atelektasis, sedangkan diafragma tertarik ke atas dan
sela iga menyempit.
Dengan adanya atelektasis, maka bagian paru sekitarnya mengalami suatu enfisema
kompensasi yang kadang-kadang begitu hebatnya sehingga terjadi herniasi
hemithorak yang sehat kearah hemethorak yang atelektasis.
2.2 Klasifikasi
a. Atelektasis kompresi
Atelektasis kompresis terjadi sewaktu suatu sumber diluar alveolus
menimpakan gaya yang cukup besar pada alveolus sehingga alveolus kolaps. Hal ini
terjadi apabila dinding dada tertusuk atau terbuka, karena tekanan di atmosfer lebih
besar dari tekanan yang menahan paru (tekanan pleura ). Atelektasis kompresi juga
dapat terfjadi apabila terdapat suatu tekanan yang bekerja pada paru atau alveolus
akibat adanya tumor distensi abdomen, atau edema dan pembengkakan ruang
intertisium yang mengelilingi alveolus.
b. Atelektasis absorpsi
Atelektasis absorpsi terjadi akibat tidak adanya udara didalam alveolus.
Apabila masuknya udara didalam alveolus dihambat, maka udara yang sedang
berada didalam alveolus akhirnya akan berdifusi keluar dan alveolus akan kolaps.
Hal ini terjadi biasanya akibat penimbunana mukus, misalnya fiprosis kristik,
pneumonia, atau bronkitis kronik, meningkatkan risiko atelektasis absorpsi.
Pembedahan juga merupakan faktor atelektasis absopsi karena efek anastesi yang
menyebabkan tebentuknya mukus serta keengganan membantukkan mukus yang
berkumpul setelah pembedahan. Hal ini terjadi pada pembedahan abdomen atau
toraks dimana batuk akan menimbulkan nyeri yang hebat. Tirah baring
berkepanjangan setelah pembedahan meningkatkan resiko terbentuknya atelektasis
absopsi karena berbaring menyebabkan pengumpulan sekresi mukus didaerah
dependen paru sehingga ventilasi diaderah tersebut berkurang. Penimbunana mukus
meningkatkan resiko pneumonia karena mukus dapat berfungsi sebagai lahan
berkembangbiakan mikroorganisme.
Atelektasis absopsi juga dapat disebabkan oleh segala sesuatu yang
menggangu pembentukan surfactan. Tanpa surfactan teganggan permukaan alveolus
dangat tinggi sehingga kemungkinan kolapsnya laveolus meningkat. Sebagian bayi
permature tidak memiliki surfactan sehingga pada kelompok ini insiden atelektasis
tinggi.
Konsentrasi surfactan dalam alveolus dapat berkurang akibat serta
pecahnya dinding alveolus yang terjadi pada sindrom distres pernapasan dewasa.
Surfactan juga dapat rusak akibat terapi oksigen konsentrasi tinggi dalam waktu 24
jam. Oksigen murni dapat merusak sel –sel alveolus tipe II sehingga sel – sel
tersebut tidak menghasilkan surfactan.
2.3 Etiologi
1. atelektasis bawaan
Sering ditemukan pada bayi yang ditemukan mati atau bayi yang mati segera
setelah lahir jika sebelum sempat terjadi tangis yang pertama. Atelektasis bawaan
yang primer sering dijumpai pada otopsi bayi premature, diduga penyebabnya adalah
karena jaringan paru atau diafragma atau otot pernafasan yang belum matur.
2. atelektasis didapat
Atelectasis ini relative sering terjadi pada bayi dan anak. Kempis paru dapat
terjadi karena beberapa hal yang sifatnya eksternal (dari luar paru) dan internal (dari
dalam paru). Penyebab eksternal diantaranya ialah:
a. Gangguan pada bentuk dan gerakan dinding toraks, misalnya deformitas pada
tulang rusuk dan tulang punggung, kelainan neuromuscular dan mungkin terjadi
karena pembalut yang terlalu kencang setelah suatu operasi.
b. Gangguan pada diafragma, misal karena paralisi saraf frenikus atau karena
tekanan dari rongga abdomen.
c. Gangguan yang langsung mempengaruhi pengembangan paru, misal efusi pleural
pneumotoraks, tumor intra toraks, hernia diafragmatika dan lain-lain
d. Tekanan langsung terhadap bronkus atau alveolus, misalnya karena pembesaran
getah bening, tumor intratoraks dan lain-lain.
Penyebab internal yang utama adalah adanya sumbatan didalam bronkus atau
bronkiolus, antara lain dapat terjadi oleh mukus, jaringan neoplasma jaringan
granulomatous, absesparu, bronchitis menaun dan lain-lain
2.4 Periode Peluralan
2.5 Patofisiologi
Pada saat terjadi sumbatan pada bronkus, udara bagian paru yang bersangkuatan
akan terjebak. Lambat laun udara tersebut akan dihisap oleh aliran darah yang melalui
daerah itu. Cepat lambatnya atau luas tidaknya atelectasis yang terjadi akan tergantung
oleh beberapa hal, misalnya: susunan gas yang ada didalam udara yang terjebak, yaitu
oksigen akan lebih cepat diserap dari pada nitrogen atau helium, ada tidaknya saluran
yang dapat meloloskan udara yang terjebak itu dan kemungkinan yang dapat terjadi
adalah adanya ventilasi korateral sehinga udara dapat lolos melalui pori yang terdapat
antara alveoli atau melalui fistula bronkiolo-alveolar yang terjadi antara daerah
atelektasis dengan daerah paru disekelilingnya yang tak terjadi penyumbatan.
Adanya masa intratoraks dapat menyebabkan terjadinya kempis paru karena
penekanan langsung oleh masa tersebut terhadap paru misal oleh tumor atau saluran
pencernaan yang masuk kedalam rongga toraks karena adanya hernia diafrakmatika atau
eventerasi diafragma. Meningginya tekanan intrapleural dapat pula menyebabkan
terjadinya atelektasis, misal bila terjadi pengumpulan udara, darah, eksudat dan lain lain
dalam rongga pleura.
Kelainan yang dapat menimbulkan kempis paru ialah kelainan yang sifatnya non-
obstruktif. Hal yang cukup dikenal karena sering dijumpai pada bayi baru lahir adalah
atelektasis yang disebabkan oleh defek pada lapisan alveoli yang dikenal dengan nama
surfaktan. Dalam keadaan normal, surfaktan sanggup mencegah kempisnya alveoli
karena tegangan permukaan yang diciptakannya dapat mengimbangi perubahan tekanan
didalam alveoli itu sendiri. Kelainan non-obstruktif lain yang dapat menimbulkan
atelektasis adalah kelain neuromuscular, misal kelumpuhan diafragma,otot interkosta dan
lain-lain.

2.6 Pathway

2.7 Komplikasi
Atelektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru
yang terserang dengan jaringan fibrosis dan juga atelektasis dapat menyebabkan pirau
(jalan pengalihan) intrapulmonal (perfusi ventilasi) dan bila meluas, dapat menyebabkan
hipoksemia.
2.8 Manifestasi Klinis Atalektasis
Atelektasis dapat terjadi secara perlahan dan hanya menyebabkan sesak nafas
yang ringan. Penderita sindroma lobus medialis mungkin tidak mengalami gejala sama
sekali, walaupun banyak yang menderita batuk-batuk pendek.
1. dispnea dengan pola nafas cepat dan dangkal
2. TakikardI
3. Sianosis
4. temperatur tinggi
5. Penurunan kesadaran atau syok
6. Bunyi perkusi redup
7. Pada atelektasis yang luas bising nafas akan melemah atau sama sekali tidak
terdengar
8. Terdapat perbedaan gerak dinding thorak, gerak sela iga dan diafragma
9. Pada perkusi mungkin batas jantung dan mediastinum akan bergeser, letak
diafragma mungkin meninggi
2.9 Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan klinis dan gambaran radiologis yang
jelas dari berkurangnya ukuran paru-paru (digambarkan dengan adanya penarikan tulang
iga, peninggian diafragma, penyimpangan dari trakea, jantung dan mediastinum dan sela
lobus kehilangan udara, di celah interlobus menjadi bergeser atau tidak pada tempatnya,
dan densitas pada lobus menjadi lebih opak, seperti pada bronkus, pembuluh darah
kelenjar limfe menjadi tidak beraturan. Dan pemeriksaan khusus misalnya dengan
bronkoskopi dan bronkografi, dapat degan tepat menetukan cabang bronkus yang
tersumbat.
2.10 Penatalaksanaan Atalektasis
Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan dahak dari paru-paru dan kembali
mengembangkan jaringan paru yang terkena.Tindakan yang biasa dilakukan :
1. Berbaring pada sisi paru-paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena kembali
bisa mengembang
2. Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur lainnya
3. Latihan menarik nafas dalam ( spirometri insentif )
4. Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak
5. Postural drainase
6. Antibiotik diberikan untuk semua infeksi
7. Pengobatan tumor atau keadaan lainnya
Pada kasus tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang, menyulitkan
atau menyebabkan perdarahan, maka biasanya bagian paru-paru yang terkena mungkin
perlu diangkat. Setelah penyumbatan dihilangkan, secara bertahap biasanya paru-paru
yang mengempis akan kembali mengembang, dengan atau tanpa pembentukan jaringan
parut ataupun kerusakan lainnya.
Pemeriksaan bronkoskopi harus segera dilakukan, apabila atelektasis terjadi
karena penyumbatan oleh benda asing. Juga harus dilakukan pada atelektasis yang
terisolasi dan telah berlangsung lama. Pada saat itu pula sekaligus dilakukan penghisapan
lendir yang menyumbat bronkus tersebut. Pada pemeriksaan dengan bronkoskop
fiberoptik selain penghisapan lendir sekaligus dapat dilakukan pengambilan benda asing
yang menyumbat bronkus atau biopsi terhadap jaringan yang menyumbat yang dicurigai
sebagai penyebab obstruksi. Oksigen harus diberikan pada penderita yang sesak dan
sianotik.
Fisioterapi yang meliputi perubahan posisi, masase, latihan pernafasan, disertai
pemberian mukolitik yang tepat sangat membantu dalam pengembangan kembali paru
yang kempis. Kadang-kadang diperlukan juga respirator untuk melakukan ”Intermiten
Positive Pressure Breathing” (IPPB). Pada infeksi yang kronis harus dilakukan
pemeriksaan bakteriologis byang lebih teliti. Jika dengan pengobatan tersebiut di atas
belum juga membawa perbaikan, dapat diulang pemeriksaan bronkoskopi dan pemberian
antibiotika. Kadang-kadang diperlukan juga bronkodilator dan kortikosteroid untuk
membantu pengeluaran lendir.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus :

An.B brumur 8thn, didiagnosa medis: atelektasis dibawa ke rumah sakit dengan
keluhan sesak nafas. Adanya sianosis dan batuk-batuk disertai dengan demam tinggi.
Kesadaran menurun disertai riwayat kejang demam (seizure). Kesadaran : Tidak
komposmentis, BB : 28 Kg, TB :117 Cm .Tanda-tanda vital:TD :100/80 mmHg, ND:
50/menit, RR:14/menit, S : 36,5 °C.
3.1 Pengkajian
3.1.1 Biodata
a. Identitas Klien:
1. Nama : An. B
2. Umur : 8 th
3. Jenis Kelamin : Laki-laki
4. Suku/bangsa : Indonesia
5. Agama : Islam
6. Pendidikan : SD
7. Pekerjaan :-
8. Alamat : Jl.Padang harapan, suka jaya, Sumatra
9. Tanggal masuk RS : 22 November 2012
10. Tanggal Pengkajian : 23 November 2012
11. Diagnosa medis : Atalaksis
12. No reg : 0012
13. Ruangan : Melati
14. Rumah sakit : Bhayangkara
15. Catatan kedatangan : kursi roda ( ), Ambulan ( ), Brankar ( √ )
b. Keluarga Penanggung:
1. Nama/Umur : Tn E/ 30
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Status : Menikah
4. Agama : Islam
5. Suku bangsa : Indonesia
6. Pendidikan : S1
7. Pekerjaan : PNS
8. Hubungan dengan Klien : Orang tua
9. Alamat : Jl Padang Harapan, suka jaya, Sumatra
3.1.2 Riwayat Kesehatan
 Keluhan utama : Sesak napas.
 Riwayat kesehatan sekarang : Klien mengatakan dua hari sebelum masuk
rumah sakit awalnya ia mengalami kehilangan nafsu makan dan mual
muntah, kemudian sesak nafas. Klien kemudian dibawa oleh keluarga ke RS
terdekat. Sesampainya di RS klien langsung ditangan oleh dokter dan
perawat.
 Riwayat kesehatan dahulu : Klien mengatakan bahwa ia sangat rentan
terhadap virus influenza, oleh karena itu iya sering mengalami influernza.
 Riwayat Kesehatan keluarga : Klien mengatakan bahwa di dalam keluarga
tidak ada yang menderita penyakit menurun.
3.2 Pola Aktifitas Sehari-hari
1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Persepsi terhadap penyakit : Pasien merasakan dengan penyakit yang ia alami
menyebabkan hilangnya kenyamanan.
Sering terjadi sesak napas.
2. Pola nutrisi dan metabolism
Diet/suplemen khusus : pasien biasa mengkonsumsi minuman ringan seperti fanta,
pepsi,coca-cola, sprite.
Intruksi diet sebelumnya : belum ada intruksi diet sebelumnya.
Nafsu makan : menurun
Penurunan sensasi kecap, mual-muntah, stomatitis : pasien mengalami stomatitis,
mual danmuntah.
Fluktuasi BB 6 bulan terakhir(naik/turun) : BB pasien menurun sebanyak 5 kg (33 kg
menjadi28 kg).
Kesulitan menelan (disfagia) : ada
Gigi (lenkap/tidak,gigi palsu) : lengkap
Riwayat masalah kulit/penyembuhan : tidak ada
Jumlah minimum/24 jam dan jenis (kehausan yang sangat): tidak ada
Frekuensi makan : menurun (2x sehari)
Jenis makanan : Karbohidrat, protein, lemak
Pantangan/alergi : pasien tidak boleh makan-
makanan yang berminyak seperti goreng-gorengan.
3. Pola Eliminasi
Buang air besar (BAB) :
Frekuensi : 1x/hari
Waktu : pagi hari
Warna : kuning
Konsistensi : lunak
Kesulitan (diare, konstipasi, inkontinensia) : Tidak terdapat kesulitan
Buang air kecil (BAK) :
Frekuensi : 4-6x/hari
Warna : kuning jernih
Kesulitan : tidak ada
4. Pola aktivitas dan latihan
Kemampuan perawatan diri :
0 = Mandiri 3 = Dibantu orang lain dan peralatan
1 = Dengan alat bantu 4 = Ketergantungan/ tidak mampu
2 = dibantu orang lain
Kegiatan / aktivitas 0 1 2 3 4
Makan/minum √
Mandi √
Berpakaian/ berdandan √
Toileting √
Mobilisasi di tempa tidur √
Berpindah √
Berjalan √

5. Pola istirahat dan tidur


Lama tidur : 6 jam/malam, 1-2 jam tidur siang
Waktu : 22.00-04.00 Wib
Kebiasan menjelang tidur : berdoa
Masalah tidur : terbangun dini
6. Pola kognitif dan persepsi
Status mental : sadar, compos mentis
Bicara : normal (√ ), tak jelas ( ), gagap ( ), aphasia ekspesif
( )
Kemampuan berkomunikasi : ya (√ ), tidak ( )
Kemampuan memahami : ya (√ ), tidak ( )
Tingkat ansietas : ringan (√ ), sedang ( ), berat ( ), panik ( )
Pendengaran : DBN (√ ), tuli ( ),kanan/kiri, tinitus ( ), alat bantu
dengar
Penglihatan : DBN (√ ), buta, katarak, kacamata, lensa kontak, dll )
Vertigo : Tidak ada
Ketidaknyamanan/nyeri : adanya ketidaknyamanana dan ada nyeri.
7. Persepsi diri dan konsep diri
Perasan klien tentang masalah ini, klien mengatakan sesak nafas sangat dirasakan
karena akibat penyakit atelektasis
8. Pola peran dan hubungan
Klien adalah seorang pelajar, hubungan dengan teman sebaya baik.
Kegiatan sosial : klien masih bisa untuk datang bersekolah .
9. Pola seksual dan reproduksi
Tanggal menstruasi terakhir :-
Masalah menstruasi :-
Pap Smear terakhir :-
Masalah sexual b/d penyakit :-
Lain-lain :-
10. Pola koping dan toleransi stress
Perhatian utama tentang perawatan di RS atau penyakit (Finansial, perawatan diri) :
baik, tetapi klien sedikit merasa ketakutan dengan kondisi RS (dokter,suster).
Kehilangan/ perubahan besar dimasa lalu : tidak ada
Hal yang dilakukan saat ada masalah ( sumber koping ) : musyawarah dengan
keluarga
Penggunaan obat yang dilakukan untuk menghilangkan stress : tidak ada
Keadaan emosi dalam sehari-hari ( santai/ tegang ): santai
11. Keyakinan dan kepercayaan
Agama : islam
Pengaruh agama dalam kehidupan : baik, pasien mengatakan bahwa ia rajin sholat
3.3 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum :
Penampilan umum: Penampilan tidak baik, gaya bicara tidak terkoordinasi, bicara
tidak jelas
Kesadaran : composmentis
BB : 28 Kg
TB : 117 Cm
Tanda-tanda vital :
TD : 100/80 mmHg
ND : 50/menit
RR : 14/menit
S : 36,5 °C
2. Kulit
Warna kulit : Warna kulit pucat
(sianosis,ikterus,pucat,eritema,dll).
Kelembapan : Kering
Turgor kulit : Elastis
Ada/tidaknya oedema : Tidak ada
3. Kepala/ rambut
Inspeksi : Kepala simetris, warna rambut kusam, kurang bersih dan tidak
berketombe.
Palpasi : Textur tidak halus dan kering, tidak berminyak, tidak ada benjolan
atau masa
4. Mata
Fungsi penglihatan : Baik, visus 6/6.
Ukuran pupil : 2mm
Konjungtiva : anemis
Lensa/iris : Lensa warna hitam, tidak ada kekeruhan lensa
Oedema palpebral : tidak ada odema palpebral
Palpebra : Terbuka
Skelera : Tidak ikterik
5. Telinga
Fungsi pendengaran : Baik
Kebersihan : bersih
Daun telinga : simetris, elastis, lesi tidak ada, tidak ada tanda-tanda
mastoiditis
Fungsi keseimbangan: baik
Secret : tidak ada
6. Hidung dan sinus
Infeksi : Bentuk simetris, tidak ada deformitas
Fungsi penciuman : baik, dapat membedakan bau
Pembengkakan : tidak ada, polip tidak ada
Kebersihan : bersih
Perdarahan : tidak ada
Sekret : ada
7. Mulut dan tenggorokan
Membrane mukosa : Kering dan pucat
Keadaan gigi : Lengkap
Tanda radang : tidak ada
(bibir,gusi,lidah)
Trismus : tidak ada kesulitan buka mulut.
Kesulitan menelan : disfagia tidak ada
8. Leher
Trakea(simetris/tidak) : Simetris saat dilakukan palpasi
Carotid bruid : ada bunyi bruid
JVP : 5-2 cm H2O
Kelenjar limfe : tidak ada pembesaran kelenjar limfe
Kelenjar toroid : tidak ada pembengkakan
Kaku kuduk : tidak ada kaku kuduk dan kepala mpasien bias fleksi
ke dada
9. Thorak/paru
Inspeksi : inspeksi dada tidak simetri, RR : 14x/menit, menggunakan
otot
Bantu pernafasan
Palpasi : Fremitus Ka≠Ki, ekspansinparu tidak simetris
Perkusi : resonan pada kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler
10. Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Paspasi : ictus cordis teraba 1 jari LMCS RIC ke5
Perkusi : batas atas jantung RIC ke2
batas kanan : linea sternalis dextra
batas kiri : 1 jari linea mid clavikula sinistra
batas bawah : 1 jari LMCS RIC
Auskultasi : S1 dan S2 terdengar jelas, tidak ada bunyi tambahan S3ndan
S4, murmur dan gallop tidak ada
11. Abdomen
Inspeksi : Simetris, jaringan parut tidak ada, vena tidak menonjol, asites
tidak ada
Auskultasi : B.U, 12x/i
Perkusi : Tympani
Palpasi : hepar dan limfa tidak teraba, tidak ada pembesaran hepar dan
limfa.
12. Genitalia : bersih, tanda-tanda radang tidak ada. Lesi tidak ada
13. Rectal : haemoroid tidak ada, lesi atau kemerahan tidak ada, massa tidak ada
14. Ekstrimitas
Ekstrimitas atas : kanan dan kiri akral hangat, oedema tidak ada,
genggaman tangan kuat
Ekstrimitas bawah : kanan dan kiriAkral hangat, oedema tidak ada,
kekuatan
penuh
ROM : gerakan aktif tanpa dibantu
Kekuatan otot : otot lemah
Alat bantu ( kruk, pispot, tongkat, kursi roda) : tidak ada
Keluhan saat beraktivitas : nafas semakin sesak,
Lain-lain :-
15. Vascular perifer
Capilari refille :3 detik
Clubbing : tidak menonjol
Perubahan warna : kilit sedikit pucat
(kuku,kulit,bibir)
16. Neurologis
Kesadaran(GCS) :
Status mental : compos mentis/15
Motorik : normal; gerak menurut perintah
Sensorik : normal, percakapan adekuat
Saraf cranial : normal
Refleks fisiologis : baik, ekstremitas semua bisa digerakkan
3.3.1 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Diagnostik

Hari/ tanggal Jenis pemeriksaan Hasil


22 november Rontgen Dada Tampak bercak pada
2012 beberapa lobus paru

3.3.2 TERAPI OBAT


Hari/tanggal Jenis terapi Dosis Rute Indikasi

22-11-2012 O2 3l/menit Nasal Untuk membantu


kanul pernafasan dengan
pemberian O2 yang
masuk

Nebulizer 1cc/12jam Oksigen Untuk mengencerkan


(combiven masker dan mengeluarkan
& bisolvon) secret

Methyl .... 125 IV Untuk mengurangi


gr/12jam sesak nafas

Extimon 1gr /12jam IV Untuk antibiotic


3.4 ANALISA DATA
MASALAH
NO. DATA ETIOLOGI
KEPERAWATAN

1. Ds: Sumbatan bronkus Ketidakafektifan


Keluargaa pasien mengatakan bersihan jalan nafas
bahwa pasien saat bernafas Gangguan pengeluaran
mukus
terdapat bunyi
Do:
Akumulasi mukus pd
 Bunyi nafas ronki bronkus
 Bunyi nafas pasien melemah
 Frekwensi nafas px >16x/m Ketidakafektifan bersihan
jalan nafas

2. Ds : Gangguan
Keluarga pasien mengatakan pertukaran gas
sesak saat bernafas.
Do :
 Pasien terlihat lemah.
 Bunyi nafas ronki
 Bunyi nafas pasien melemah
 Frekwensi nafas pasien
>16x/m
3. Ds: Anoreksia
Keluarga pasien mengatakan
pasien sering muntah dan tidak
nafsu makan.
Do:
pasien terlihat lemah dan pucat

3.5 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret (
bronkospasme ), lemah, penurunan energi.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi,
spasme bronchus.
3. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh, risiko tinggi terhadap anoreksia yang
berhubungan dengan muntahan dan bau.
3.6 INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Diagnosa Tujuan Keriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Bersihan jalan  Setelah  Jalan nafas  Berbaring  Berbaring
nafas tidak dilakukan bebas atau dahak pada sisi paru- pada posisi yang
efektif intervensi dapat paru yang sehat sehat akan akan
berhubungan keperawatan dikeluarkan . sehingga paru- menciptakan
dengan selama 3x 24  Dispnea dan paru yang kenyamanan
peningkatan jam takipnea tidak terkena kembali pasien
produksi sekret diharapkan ada. bisa  Perkusi
( jalan nafas  Kesulitan mengembang akan
bronkospasme paten/ bernapas tidak  Perkusi mengencerkan
), lemah, kembali ada. (menepuk- dahak
penurunan efektif, dahak  Penggunaan nepuk) dada  Melaui
energi. dapat otot bantu bronkoscopy
dikeluarkan pernapasan tidak  Menghilang akan bisa
dan tidak sulit ada. kan melihat
dalam  TTV DBN: penyumbatan, penyumbatan (
bernafas TD:120-130/80- baik melalui obstruksi jalan
85mmHg bronkoskopi nafas
ND;60-100x/i maupun
RR:16-24x/i prosedur lainnya

2. Kerusakan  Setelah  Berpartisipa  Jadwalkan


pertukaran gas di lakukan si dalam pengobatan
berhubungan intervensi program pernapasan
dengan keperawatan pengobatan sedikitnya 1 jam
obstruksi jalan selama 3 x 24 dalam tingkat sebelum
nafas oleh jam di kemampuan/situ  Berbaring
sekresi, spasme harapkan asi pada sisi paru-
bronchus. pertukaran  Dispnea & paru yang sehat
gas atau takipnea tidak sehingga paru-
oksigenasi ada. paru yang
ade kuat,  Kesulitan terkena kembali
tidak ada lagi bernafas tidak bisa
obtruksi jalan ada. mengembang
nafas  Gelisah  Perkusi
tidak ada. (menepuk-
 TTV DBN : nepuk) dada
TD : 120-
130/80-85
mmHg
ND : 80-100 x /i
RR :16-24 x/i
 Hb : 14 -18
dr/dL.
3. Perubahan  Setelah  Menunjukkan  Menghilangkan  Menurunka
nutrisi, kurang di lakukan peningkatan penyumbatan, n efek mual
dari kebutuhan intervensi nafsu makan baik melalui yang
tubuh, risiko keperawatan  Mempertahank bronkoskopi berhubungan
tinggi terhadap selama 3 x 24 an/meningkatka maupun dengan
anoreksia yang jam di n berat badan. prosedur pengobatan ini.
berhubungan harapkan  Klien tidak lainnya  Bunyi usus
dengan kebutuhan mual lagi.  Jadwalkan mungkin
muntahan dan nutrisi  BB stabil /tidak pengobatan menurun/ tak
bau. terpenuhi / turun atau naik. pernapasan ada bila proses
intake ade  Klien dapat sedikitnya 1 jam infeksi berat/
kuat. menghabiskan sebelum makan memanjang.
¾ - 1 porsi Distensi
makan yang di abdomen terjadi
berikan. sebagai akibat
 Mukosa bibir menelan udara
lembab. atau
 Nilai lab DBN: menunjukkan
Hb : 14-18 gr/dL pengaruh toksin
Albumin : 3,5- bakteri pada
5,5 gr/dL saluran GI.
Protein total :
6,0-8,0 gr/dL  Tindakan ini
dapat
meningkatkan
masukan
meskipun nafsu
makan mungkin
lambat untuk
kembali.
3.7 IMPLEMENTASI
No. TANGGAL/ NO. IMPLEMENTASI RESPON KLIEN TTD
JAM DX.
1. Jumat, 1 Memantau adanya pucat S : klien mengatakan sesak
23-11-2012 dan sianosis nafas
08.00 O : pucat pada bibir tidak ada
1 Memberikan terapi medik sianosis
sesuai program S:-
(memberikan oksigen O: RR:22x/menit
3l/mnt) Ekspresi wajah tenang
3 berikan diit yang sesuai S: klien mengatakan tidak
nafsu makan
O: badan lemah, mukosa
12.00 1 Mengajarkan teknik kering
relaksasi pada pasien dan S:-
keluarga O: klien dan keluarga terlihat
paham dan kooperatif
3 Berikan diit yang sesuai RR: 20x/menit
S: klien mengatakan nafsu
makan sedikit bertambah
O:klien mau makan, badan
15.15 1 Memberikan terapi medik masih lemah
sesuai program S: -
(penggunaan nebulizer) O: sputum mengencer dan
17.30 3 Berikan diit yang sesuai keluar
S: klien mengatakan mau
makan walaupun sedikit
demi sedikit
20.00 1,2 Mengatur posisi O: klien tampak masih lemah
semifowler S: klien mengatakan “ya”
O: pernafasan klien terlihat
21.00 1,2 lebih ringan
Memantau suara S: -
pernafasan pasien saat O: ronkhi terdengar pelan
tidur

2 Sabtu, 1 Mengobservasi TTV S:-


. 24-11-2012 pasien O: TD: 140/90mmHg
07.00 N: 88x/menit
S: 36,8⁰C
RR: 20x/menit
3 S: klien mengatakan
Berikan diit yang sesuai makanannya terasa hambar
O: klien masih tampak lemah
1 S: klien mengatakan “ya”
Mengajarkan latihan nafas O: klien terlihat bersemangat
dalam RR: 19x/menit
12.00 3 S: -
Berikan diit yang sesuai O: klien tampak masih lemah

15.00 1 S:-
Memberikan terapi medik O: sputum kembali
sesuai program mengencer dan keluar
17.00 3 (penggunaan nebulizer) S:klien mengatakan sudah
Berikan diit yang sesuai bisa merasakan makanannya
O:klien tampak membaik
20.00 1,2 S: klien mengatakan “ya”
Mengatur posisi O:klien terlihat tenang
semifowler RR: 18x/menit
21.00 1,2 S:-
O: tidak ada suara tambahan
Mengauskultasi bunyi ronkhi
pernafasaan klien saat tidur
3 Minggu, 1 Mengobservasi TTV S:-
25-11-2012 O: TD: 120/80mmHg
07.00 N: 80x/menit
S: 36,5⁰C
RR: 18x/menit
3 Berikan nutrisi yang sesuai S: klien mengatakan
makannya hampir habis 1
porsi
O: klien tampak membaik,
09.00 1 Memberikan terapi medik mukosa tidak kering.
sesuai program S:-
(menggunakan nebulizer) O: sisa sputum keluar

3.8 EVALUASI
No. Tanggal/jam No. EVALUASI TTD
Dx
1 24-09-2012 1,2 S: klien mengatakan sesak nafas sedikit berkurang
07.00 O: RR ; 20x/menit
- Capillary refill 2detik
- Suara ronkhi terdengar pelan
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
- Ajarkan teknik relaksasi
- Berikan terapi oksigen 3l/menit
- Berikan terapi nebuliszer (combiven dan
bisolvon 1cc)
3 S: klien mengatakan tidak nafsu makan
O: wajah terlihat pucat, mukosa kering
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
2 25-09-2012 1,2 S: klien mengatakan tidak sesak lagi
07.00 O: RR 18x/menit
- Klien terlihat segar dan nyaman
A: masalah teratasi
P: pertahankan intervensi
3 S: Klien mengatakan nafsu makan sedikit meningkat
O: klien terlihat tenang dan masih lemah
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi
BAB IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang
sangat dangkal. Penyebab dari atelektasis bisa bersifat obstruktif maupun non-
obstruktif.Penyebab obstruktif bisa berasal dari dalam saluran pernafasan maupun dari
luar saluran pernafasan. Sedangkan penyebab non-obstruktif bisa disebabkan oleh
adanya kompresi jaringan paru atau pengembangan alveoli yang tidak sempurna dan
akhirnya mengalami kolaps.
Diagnosa atelektasis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil pemeriksaan
fisis. Secara radiograf akan menunjukkan suatu bayangan yang homogen dengan tanda
pengempisan lobus.
1.2 Saran
1.2.1 Tenaga kesehatan
Sebagai tim kesehatan agar lebih bisa meningkatkan pengetahuan tentang
atelektasis dan problem solving yang efektif dan juga sebaiknya kita memberikan
informasi atau health education mengenai atelektasis kepada para orangtua
terhadap anak yang utama.
1.2.2 Masyarakat
Masyarakat sebaiknya mengindari hal-hal yang dapat memicu terjadinya
atelektasis dan meningkatkan pencegahan.

Das könnte Ihnen auch gefallen