Sie sind auf Seite 1von 8

PANDUAN BUDAYA KERJA, BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DAN BUDAYA

KESEHATAN KESELAMATAN KERJA


DI RUMAH SAKIT WIJAYAKUSUMA 2018

BAB I

PENDAHULUAN

Keselamatan pasien di Rumah Sakit merupakan isu yang sering muncul


dewasa ini. Menurut UU RI No. 44 Tahun 2009 [1], Rumah Sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat.
Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan Pusat pada tahun 2009 yang mencatat
kurang lebih terdapat 150 kasus yang berhubungan dengan keselamatan pasien di
Rumah Sakit di Indonesia . Hal tersebut menggaris-bawahi tugas Rumah Sakit untuk
selalu mengutamakan dan meningkatkan keselamatan pasien dalam pelayanan
yang diberikan.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1691/Menkes/PER/VIII/2011,
kesela matan pasien adalah “sistem pelayanan dalam suatu Rumah Sakit yang
memberikan asuhan pasien menjadi lebih aman yang meliputi penilaian risiko,
identifikasi dan pengelola an hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan
dan analisis insiden, ke mampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil”.
Menurut Gaba [4] serta Battles dan Lilford [5] ke-selamatan pasien adalah
sistem pencegahan dan perbaikan dari kejadian yang tidak diinginkan atau bahaya
yang dapat terjadi dalam proses pelayanan kesehatan. Oleh karena keselamatan
pasien merupakan suatu proses yang harus diupayakan, maka penelitian yang
bertujuan untuk meningkatkan keselamatan pasien mutlak diperlukan.
Keselamatan pasien di Rumah Sakit dipengaruhi oleh berbagai faktor. Chiu,
et al menyebut kan faktor yang mempengaruhi keselamatan pasien di Rumah Sakit
antara lain faktor karak teristik organisasi seperti budaya organisasi, budaya
kepemimpinan, tingkat keikut sertaan pemimpin, komunikasi, partisipasi pasien dan
keluarga, dan manajemen pemberdayaan SDM. Diantara karakteristik organisasi
tersebut, budaya organisasi merupakan salah satu faktor penting yang menjadi
perhatian dalam suatu institusi termasuk Rumah Sakit. Lebih jauh, Davies
menyatakan, bahwa melalui budaya organisasi, suatu organisasi dapat
memunculkan sikap dan perilaku anggota organisasi.
Berawal dari laporan International Atomic Energy Authority ( IAEA ) pada
tahun 1990 tentang kecelakaan yang terjadi di Chernobyl yang memperkenalkan
budaya kesela matan, perhatian akan budaya keselamatan pada suatu organisasi
mulai dilirik seba gai salah satu penyebab terjadinya major accident. Usaha untuk
menurunkan tingkat kecelakaan dimulai dari usaha untuk memperbaiki dan
meningkatkan teknologi (engi neering, equipment, Safety, compliance) dan sistem
(integrating HSE, certification, competence, risk assessment), namun demikian
teknologi dan sistem ini tidak dapat menurunkan tingkat kecelakaan sampai pada
tingkat yang diinginkan. Kemudian pa da akhir tahun 1990 dilakukan pendekatan
budaya (behavior, leader ship, accounta bility, attitudes, HSE as profit center),
ternyata pendekatan ini dapat menurunkan tingkat kecelakaan ke level yang lebih
rendah.
Berkaitan dengan Rumah Sakit, budaya organisasi berarti memunculkan
perilaku dan juga lingkungan yang mendukung keselamatan pasien.
Definisi budaya organisasi yang terbaru, yang mencakup definisi dari
Cushway dan Lodge serta Robbins dan digunakan dalam penelitian ini mengacu
pada definisi Ca meron dan Quinn yang menyatakan bahwa budaya organisasi
ditunjukkan melalui nilai-nilai khusus yang dimiliki organisasi meliputi bahasa dan
simbol, aturan dan ke biasaan, dan definisi sukses yang membuat suatu organisasi
unik. Budaya organisa si dapat digunakan untuk membedakan antara satu
organisasi dengan organisasi yang lain.
Di negara maju, perhatian besar ditunjukkan terhadap keselamatan pasien di
Rumah Sakit, diantaranya melalui pendekatan budaya organisasi. Hal ini dibuktikan
dengan berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui hubungan
antara budaya organisasi dengan keselamatan pasien di Rumah Sakit.
Singer, et al. melakukan studi eksploratif mengenai aspek budaya organisasi
berkaitan dengan iklim keselamatan pasien di Rumah Sakit.
Westrum [13] melakukan penelitian awal yang menunjukkan bahwa budaya organi
sasi memiliki hubungan dengan keselamatan dan jenis budaya organisasi tertentu
dapat meningkatkan keselamatan.
Hartmann menyatakan bahwa budaya kelompok dan enterpreneurial yang
lebih tinggi berkaitan dengan tingkat keselamatan yang lebih baik, sedangkan
budaya hierarki berhubungan dengan keluaran yang lebih buruk.
Di Indonesia, data KTD masih sulit didapatkan. Menurut laporan Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit, di beberapa provinsi di Indonesia pada Januari
2010 sam pai April 2011, insiden keselamatan pasien yang dilaporkan sebanyak 137
insiden. Provinsi Jawa Timur menempati urutan tertinggi yaitu 27% diantara sebelas
provinsi lainnya. Berdasarkan jenis kejadian, dari 137 insiden, 55,47% merupakan
KTD, 40,15% KNC, dan 4,38% lainnya. 8,76% mengakibatkan kematian, 2,19%
cedera irreversible (permanen), 21,17% cedera reversible (sementara), dan 19,71%
cedera ringan.
Tantangan terbesar yang perlu dilakukan dalam menciptakan budaya
keselamatan pasien yang terbuka adalah mendirikan dan mempertahankan budaya
positif tentang keselamatan pasien pada organisasi pelayanan kesehatan.
Karakteristik budaya po sitif tentang keselamatan pasien di antaranya adalah
persepsi yang diinformasikan tentang pentingnya keselamatan pasien, dan
komitmen pemimpin serta tanggung jawab pembuat kebijakan. Scott menyatakan
bahwa pengembangan budaya positif keselamatan pasien dapat meningkatkan
kinerja personil dalam menerapkan program keselamatan pasien.
BAB II DIFINISI.

A. Budaya Kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup seba
gai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan
dalam s atu kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, penda
pat, pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai kerja. (Sumber : Drs. Gering
Supri yadi, MM dan Drs. Tri Guno, LLM )

Sikap dan perilaku kerja yang berpedoman pada nilai-nilai K3 sangat dibutuhkan di
Rumah Sakit, mengingat keseluruhan proses pelayanan yang diberikan Rumah
Sakit menyangkut keselamatan orang lain, dalam hal ini keselamatan pasien.
Sementara sikap dan perilaku seseorang kaitannya erat dengan dari nilai-nilai
sebuah budaya. ( Nenden Siti Komariah Pembimbing: Prof. Dr. dr. Adi Heru Sutomo,
M.Sc. )

B. Keselamatan Pasien dengan Budaya Adhokrasi


Budaya adhokrasi berkaitan dengan frekuensi pelaporan kejadian, persepsi
kesela matan pasien, komunikasi, staffing, dukungan manajemen Rumah Sakit, dan
kerja tim antar unit. Budaya adhokrasi identik dengan tempat kerja yang dinamis dan
bersifat en trepreneurial yang membuat setiap individu di dalam organisasi
bertanggung jawab dan berani mengambil risiko membuat para staf RS sangat
aware bahwa tempat kerja mereka memiliki tujuan untuk memberikan pelayanan
kesehatan yang lebih baik dibandingkan dengan RS lainnya sehingga para staf
Rumah Sakit sangat mengutamakan keselamatan pasien. Selain itu, budaya
adhokrasi mendorong individu di dalam organisasi berinisiatif membuat para staf
lebih sigap dalam melaporkan suatu kejadian.

C. Unsur– Unsur Budaya Kerja


Budaya kerja adalah berpijak dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa atau
masyarakat Indonesia yang diolah sedemikian rupa menjadi nilai-nilai baru yang
akan menjadi sikap dan perilaku manajemen yang diharapkan dalam upaya
menghadapi tantangan baru. Budaya kerja tidak akan muncul begitu saja, akan
tetapi harus diu payakan dengan sungguh-sungguh melalui proses yang terkendali
dengan melibat kan semua SDM dalam seperangkat sistem, alat-alat dan teknik-
teknik pendukung. Budaya kerja akan menjadi kenyataan melalui proses panjang,
karena perubahan nilai-nilai lama menjadi nilai-nilai baru akan memakan waktu
untuk menjadi kebiasaan dan tak henti-hentinya terus melakukan penyempurnaan
dan perbaikan.

Menurut Taliziduhu Ndraha, budaya kerja dapat dibagi menjadi dua unsur,
yaitu:

1. Sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja dibandingkan dengan


kegiatan lain, seperti bersantai, atau semata-mata memperoleh kepuasan dari
kesibukan pekerjaannya sendiri, atau merasa terpaksa melakukan sesuatu
hanya untuk kelangsungan hidupnya.
2. Perilaku pada waktu bekerja, seperti rajin, berdedikasi, bertanggung jawab,
berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan
kewajibannya, suka membantu sesma pegawai, atau sebaliknya.
Budaya kerja merupakan suatu organisasi komitmen yang luas dalam upaya
untuk membangun sumber daya mnusia, proses kerja dan hasil kerja yang lebih
baik. Untuk mencapai tingkat kualitas yang makin baik tersebut diharapkan
bersumber dari perilaku setiap individu yang terkait dalam organisasi kerja itu
sendiri. Setiap fungsi atau proses kerja mempunyayi perbedaan cara kerja, yang
mengakibatkan berbeda nilai-nilai yang cocok untuk diambil dalam kerangka kerja
organisasi. Setiap nilai-nilai apa yang sepatutnya dimiliki oleh pemimpin puncak dan
pemimpin lainnya, bagaimana perilaku setiap orang akan mempengaruhi kerja
mereka.

BAB III RUANG LINGKUP.

Rumah Sakit TK III 04.06.01 WIJAYAKUSUMA.

BAB IV TATA LAKSANA.

A. Menggunakan panduan dari Sorra dan Nieva (AHRQ Quesstionare) yang


memuat 12 items budaya dimensi keselamatan pasien, yakni:
1. Keterbukaan komunikasi,
2. Umpan balik dan komunikasi tentang error,
3. Frekuensi pelaporan kejadian
4. Pergantian shift (handoffs) dan
5. Transisi/ perpindahan,
6. Posisi dukungan manajemen terhadap keselamatan pasien,
7. Respon non-punitive (tidak menghukum) terhadap error,
8. Pembelajaran organisasi dan perbaikan berkelanjut an,
9. Keseluruhan persepsi tentang keselamatan pasien,
10. Staffing, ekspektasi super visor/ manajer dan
11. Tindakan promosi keselamatan pasien,
12. Kerjasama antar unit, kerjasama dalam unit

B. Hasting G, 2006, ada delapan langkah yang bisa dilakukan untuk


mengembangkan budaya Patient safety ini.

1. Put the focus back on safety


Setiap staf yang bekerja di Rumah Sakit pasti ingin memberikan yang
terbaik dan teraman untuk pasien. Tetapi supaya keselamatan pasien ini
bisa dikembangkan dan semua staf merasa mendapatkan dukungan,
patient safety ini harus menjadi prioritas strategis dari rumah sakit atau
unit pelayanan kesehatan lainnya. Empat CEO Rumah Sakit yang terlibat
dalam safer patient initiatives di Inggris mengatakan bahwa tanggung
jawab untuk keselamatan pasien tidak bisa didelegasikan dan mereka
memegang peran kunci dalam membangun dan mempertahankan fokus
patient safety di dalam Rumah Sakit.

2. Think small and make the right thing easy to do


Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin
membutuhkan langkah-langkah yang agak kompleks. Tetapi dengan
memecah kompleksitas ini dan membuat langkah-langkah yang lebih
mudah mungkin akan memberikan pening katan yang lebih nyata.

3. Encourage open reporting


Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah
pengalaman yang berharga. Koordinator patient safety dan manajer
Rumah Sakit harus membuat budaya yang mendorong pelaporan.
Mencatat tindakan-tindakan yang membahayakan pasien sama
pentingnya dengan mencatat tindakan-tindakan yang menyelamatkan
pasien. Diskusi terbuka mengenai insiden-insiden yang terjadi bisa
menjadi pembelajaran bagi semua staf.

4. Make data capture a priority


Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari
dan mengikuti perkembangan kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya saja
data mortalitas. Dengan perubahan data mortalitas dari tahun ke tahun,
klinisi dan manajer bisa melihat baga imana manfaat dari penerapan
patient safety.

5. Use systems-wide approaches


Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual.
Pengembangan hanya bisa terjadi jika ada sistem pendukung yang
adekuat. Staf juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan
peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi
jika pendekatan patient safety tidak diintegrasikan secara utuh kedalam
sistem yang berlaku di Rumah Sakit, maka peningkatan yang terjadi
hanya akan bersifat sementara.

6. Build implementation knowledge


Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk
mengembangkan metodologi, sistem berfikir, dan implementasi program.
Pemimpin sebagai pengarah jalannya program disini memegang peranan
kunci. Di Inggris, pengembangan mutu pelayan an kesehatan dan
keselamatan pasien sudah dimasukkan ke dalam kurikulum ke dokteran
dan keperawatan, sehingga diharapkan sesudah lulus kedua hal ini sudah
menjadi bagian dalam budaya kerja.

7. Involve patients in safety efforts


Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti
dapat memberikan pengaruh yang positif. Perannya saat ini mungkin
masih kecil, tetapi akan terus berkembang. Dimasukkannya perwakilan
masyarakat umum dalam komite keselamatan pasien adalah salah satu
bentuk kontribusi aktif dari masyarakat (pasien). Secara sederhana
pasien bisa diarahkan untuk menjawab ketiga pertanyaan berikut: apa ma
salahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa yang tidak boleh kukerjakan?

8. Develop top-class patient safety leaders


Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk
pengumpulan data-data berkualitas tinggi, mendorong budaya tidak saling
menyalahkan, memotivasi staf, dan melibatkan pasien dalam lingkungan
kerja bukanlah sesuatu hal yang bisa tercapai dalam semalam.
Diperlukan kepemimpinan kuat, tim yang kompak, serta dedi kasi dan
komitmen yang tinggi untuk tercapainya tujuan pengembangan budaya
patient safety. Seringkali Rumah Sakit harus bekerja dengan konsultan
leadership untuk mengembangkan kerjasama tim dan keterampilan
komunikasi staf. Dengan kepe mimpinan yang baik, masing-masing
anggota tim dengan berbagai peran yang ber beda bisa saling
melengkapi dengan anggota tim lainnya melalui kolaborasi yang erat.

BAB V DOKUMENTASI.

A. MANAJEMEN PATIENT SAFETY


Pelaksanaan Patient Safety ini dilakukan dengan system Pencacatan dan
Pelaporan serta Monitoring dan Evaluasi

B. SISTEM PENCACATAN DAN PELAPORAN PADA PATIENT SAFETY di


Rumah Sakit.
1. Setiap unit kerja di rumah sakit mencatat semua kejadian terkait dengan
keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan
Kejadian Sentinel) pada formulir yang sudah disediakan oleh Rumah Sakit.
2. Setiap unit kerja di rumah sakit melaporkan semua kejadian terkait dengan
keselamatan pasien (Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan
Kejadian Sentinel) kepada Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit pada
formulir yang sudah disediakan oleh Rumah Sakit.
3. Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit menganalisis akar penyebab masalah
semua kejadian yang dilaporkan oleh unit kerja
4. Berdasarkan hasil analisis akar masalah maka Tim Keselamatan Pasien
Rumah Sakit merekomendasikan solusi pemecahan dan mengirimkan hasil
solusi pemecahan masalah kepada Pimpinan rumah sakit.
5. Pimpinan Rumah Sakit melaporkan insiden dan hasil solusi masalah ke
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) setiap terjadinya insiden
dan setelah melakukan analisis akar masalah yang bersifat rahasia.
BAB VI PENUTUP.

Salah satu kunci sukses dalam bisnis Rumah Sakit adalah membentuk budaya.
Alat bisa di beli, tapi untuk satu Rumah Sakit yang penting adalah budaya. Itu tidak
bisa dicontek karena harus terus di-improvement.Kendati demikian, membentuk
budaya yang diharapkan tentu bukan pekerjaan mudah. Apalagi, hal ini harus
melibatkan berbagai pemangku kepentingan. “Memang tidak mudah karena harus
mengubah budaya. Tidak hanya seluruh personil, tapi juga seluruh dokter. Selain itu,
budaya juga diterapkan pada pengunjung, misalnya mulai dari yang terkecil berupa
identifikasi pasien, yang wajib dilakukan. Dengan demikian, hal tersebut akan
menentukan peningkatan pasien. “Sehingga kita punya satu budaya bagimana
pasien datang bisa merasa mendapat pelayanan terbaik.
Saran kepada pihak Rumah Sakit agar meningkatkan budaya keselamatan
pasien terutama dimensi budaya keselamatan pasien yang memiliki persentase
respon positif rendah dengan cara memberikan pelatihan intensif mengenai
keselamatan pasien kepada seluruh staf. Mengembangkan budaya non punitive/
tidak menghukum dengan cara aktif dalam melakukan diskusi sebagai upaya
mencegah kejadian tidak diharapkan dan sebagai upaya mengetahui penyebab
manajemen jika terjadi KTD. Membentuk sistem dan alur pelaporan (tulisan dan
lisan) kejadian menyangkut keselematan pa sien. Menciptakan lingkungan yang
membantu staf melaporkan kesalahan secara spontan. Menciptakan suasana
komunikasi yang terbuka untuk melaporkan efek samping. Mensosialisasikan
mengenai hal-hal terkait keselamatan pasien di setiap instalasi.Melakukan
monitoriang dan evaluasi pencapaian dimensi dalam budaya keselamatan pasien.

Das könnte Ihnen auch gefallen