Sie sind auf Seite 1von 11

RINGKASAN MATERI KULIAH

PENGAUDITAN 1

“AUDITOR INTERNAL”

Oleh :
KELOMPOK 11
Nama Anggota Kelompok :

Abdul Gani Damanhuri (1607531035 / 04 )

Alfian Nurwanto Putra (1607531056 / 09 )

Nadira Pradnya Paramita (1607531111 / 14 )

PROGRAM STUDI AKUNTANSI REGULER


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
Audit Internal
Menurut Mulyadi (2002 : 29) Internal Audit adalah auditor yang bekerja
didalam suatu entitas/perusahaan yang bertugas untuk mengetahui apakah prosedur serta
kebijakan yang sudah disusun dan ditetapkan oleh manajemen telah dipatuhi,
menentukan apakah penjagaan atas kekayaan entitas/organisasi sudah baik atau tidak,
menentukan tingkat efektivitas dan efisiensi prosedur aktivitas kegiatan organisasi, serta
menentukan kehandalan informasi yang telah dihasilkan oleh bagian-bagian dari
entitas/organisasi.

I. Profesi Auditor Internal


1. Kualitas Profesional Suatu Jabatan

Sejalan dengan konsep era globalisasi, maka sebagai konsekuensinya makin banyak
masalah yang harus dihadapi oleh suatu perusahaan dalam persaingan usaha yang semakin
kompetitif dan kompleks tersebut. Keadaan ini menuntut para pimpinan atau manajemen
perusahaan untuk dapat mengelola perusahaannya secara lebih efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal ini membuat pimpinan tidak dapat
lagi secara langsung mengawasi aktivitas perusahaan sehingga harus mendelegasikan
sebagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang dipikulnya kepada pihak lain, yaitu
auditor internal. Lebih lanjut pimpinan/manajemen dituntut untuk menerapkan
pengendalian intern yang tentunya akan sangat berguna untuk mengamankan aset
perusahaan. Variabel yang mempengaruhi efektivitas pengendalian intern adalah kualitas
jasa auditor internal. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Mulyadi (1992) bahwa tugas
seorang auditor internal adalah “menyelidiki dan menilai pengendalian intern dan efisiensi
pelaksanaan fungsi berbagai unit organisasi”.

Dalam proses pelaksanaan pemeriksaan intHall (1968, dalam Kalbers dan Fogarty,
1995) mengklasifikasikan lima elemen profesionalisme individual yaitu :

1. Meyakini pekerjaan mereka mempunyai kepentingan,


2. Berkomitmen ke jasa barang publik,
3. Kebutuhan otonomi pada persyaratan pekerjaan.
4. Mendukung regulasi mandiri untuk pekerjaan mereka,
5. Afiliasi dengan anggota profesinya.
Konsep profesionalisme Hall banyak digunakan oleh para peneliti, diantaranya
Morrow dan Goetz (1988) menguji profesionalisme para akuntan publik, Goetz, Morrow
dan Mc Elroy (1991) mengukur profesionalisme para akuntan publik dengan variabel yang
dikembangkan, serta Kalbers dan Fogarty (1995) yang menggunakan pandangan
profesionalisme yang lebih kompleks. Ketiga penelitian tersebut menunjukkan bukti
empiris hubungan variable anteseden (pengalaman) auditor internal dengan
profesionalisme, juga dengan variable konsekuensinya.

Menurut Ratliff. Profesionalisme dapat dilihat dan ditingkatkan dari tiga tingkatan yaitu:

 Profesi internal audit secara umum. Pada tingkat ini, IIA (The Institute of Internal
Auditors) telah mengambil empat langkah penting dalam meningkatkan
profesionalisme internal auditornya di seluruh dunia. IIA telah memuat:
1. Pertanyaan tanggung jawab internal auditing. Pertama kali dibuat tahun 1977 dan terus
menerus mengalami perubahan terakhir tahun 1990. Pernyataan ini sebagai dasar
umum mengenai bagaimana anggaran dasar departemen internal auditing seharusnya
dibuat, yang secara formal mencakup peran dari otoritas organisasi mereka. Pernyataan
ini mencakup 3 topik:
- Tujuan dan ruang lingkup internal auditing
- Tanggung jawab dan otoritas yang diberikan kepada fungsi internal auditing
- Independensi dari fungsi
2. Standar praktik profesional internal auditing. Dipublikasikan oleh IIA tahun 1978.
Standar terbagi atas 5 bagian umum yang mencakup berbagai aspek auditing dalam
sebuah organisasi:
- Independensi
- Kemampuan profesional
- Lingkup kerja
- Pelaksanaan kegiatan pemeriksaan
- Manajemen bagian internal auditing.
3. Kode etik, Berisi kriteria perilaku profesionali dan penghargaan bahwa anggaran IIA
melaksanakan standar kompetensi moralitas dan kehormatan
4. Program sertifikasi, Pada tahun 1974, IIA mulai mensertifikasi internal auditor yang
memenuhi kriteria tertentu, program sertifikasi ini memberikan standar profesionalisme
diantara mereka yang mengaku internal auditor yang profesional
 Departemen Internal Audit. Standar profesional internal audit mencakup dan
mendiskusikan 3 cara yanng penting dalam meningkatkan profesionalisme:
1. Staffing yang baik.
2. Memiliki pengetahuan, keterampilan, dan disiplin yang diperlukan
 Pengawasan pekerjaan audit yang baik

Empat pengukuran yang berhubungan dengan departemen internal audit adalah sebagai
berikut:

1. Membuat anggaran yang baik. Standar mengatakan bahwa anggaran dasar


seharusnya dalam bentuk tertulis dan disetujui oleh manajemen dan dewan
komisaris dan mencakup tujuan, otorisasi, dan tanggung jawab departemen internal
audit dalam organisasi. Isi dari anggaran dasar ini seharusnya memasukkan topik-
topik sebagai berikut:
- Pendirian fungsi internal audit
- Sasaran atau tujuan fungsi audit
- Otoritas yang diberikan kepada departemen internal audit
- Ruang lingkup kerja yang diotorisasikan kepada departemen internal audit
- Status organisasi departemen
- Standar kinerja yang dapat diterima bagi departemen
- Hubungan departemen secara administratif maupun pelaporan
- Tanggun jawab bagi penindaklanjutan temuan audit
- Persetujuan anggaran dasar oleh manajemen eksekutif dan komite audit

Pembuatan anggaran dasar dengan baik dapat meningkatkan dan memelihara


tingkat harapan integritas profesional dan kinerja yang tinggi dalam departemen. Hal
tersebut juga dapat meningkatkan status fungsi internal audit.

2. Menerapkan standar professional. Menurut ratiff (1996:75) standar yang


dikeluarkan oleh IIA merupakan suatu anjuran yang kuat namun tidak luas diterima,
bahkan diakui juga bahwa dengan menerapkan standar-standar ini profesionalisme
auditor yang berada dalam departemen internal audit dapat ditingkatkan.
3. Memelihara auditor inti yang professional. Dalam prakteknya dibeberapa
perusahaan, menggunakan departemen internal audit sebagai sekolah pelatihan
manajemen, diamana beberapa calon manajer dilatih dalam beberapa waktu (6
bulan – 3 tahun), untuk kemudian menempati kedudukan manajemen ditempat lain
dalam organisasi. Kadang-kadang ditemukan staf auditor terdiri dari calon-calon
manajer tersebut. Hal ini tentu saja dapat merusak kualitas dan profesionalisme
fungsi audit itu sendiri, maka kalaupun ada jumlahnya harus dibatasi.
4. Membuka kesempatan pelatihan yang baik. Pengembangan yang profesional,
merupakan tanggung jawab setiap internal auditor yang dapat didukung perusahaan
dengan menyelenggarakan program pelatihan di dalam perusahaan atau dengan
mengirim anggota staf ke program pelatihan di luar atau seminar-seminar.
5. Praktisi secara individual
6. Standar profesionalisme internal audit merinci 6 hal dimana internal auditor secara
individu dapat mengembangkan profesionalisme mereka, yaitu:
- Kepatuhan pada kode etik
- Mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan disiplin penting bagi kinerja internal
audit
- Mengembangkan keterampilan hubungan antara manusia dan komunikasi
- Kelanjutan pendidikan dan karier mereka
- Melakukan tugasnya secara professional
- Mengikuti program sertifikasi
2. Kualitas Profesional Audit Internal
Profesi audit internal mengalami perkembangan cukup berarti pada awal abad
21, sejak munculnya kasus Enron & Worldcom yang menghebohkan kalangan dunia
usaha. Meskipun reputasi audit internal sempat terpuruk oleh berbagai kasus kolapsnya
beberapa perusahaan tersebut yang melibatkan peran auditor, namun profesi auditor
internal ternyata semakin hari semakin dihargai dalam organisasi. Saat ini profesi
auditor internal turut berperan dalam implementasi Good Corporate Governance
(GCG) di perusahaan maupun Good Government Governance (GGG) di pemerintahan.
Good governance merupakan pengambilan keputusan dalam pengelolaan sumber daya
melalui proses yang dapat dipertanggungjawabkan, transparan, akuntabel, dan efektif
dalam pelayanan publik. Jadi, menurutnya ada beberapa karakteristik pada tata kelola
yang baik. Di antaranya ialah fokus pada tujuan organisasi dan manfaatnya bagi
masyarakat; pelaksanaan secara efektif dengan tupoksi yang jelas; mempromosikan
nilai-nilai untuk seluruh organisasi dan menunjukkan nilai-nilai good governance
melalui perilaku; mengambil keputusan yang transparan dan mengelola resiko;
mengembangkan kapasitas dan kapabilitas lembaga agar efektif; dan
mempertimbangkan seluruh stakeholder dan menyusun pertanggungjawaban yang
realistis.
Kesesuaian dengan standar profesi, Hiro Tugiman (1997:29) berpendapat
bahwa: “para pemeriksa internal harus mematuhi standar profesional dalam melakukan
pemeriksaan”. Kode etik menetapkan standar profesi dan menetapkan dasar bagi
pelaksanaanya. Kode etik menghendaki standar yang tinggi bagi kejujuran, sikap
objektif, ketekunan, dan loyalitas, yang harus dipenuhi oleh internal auditor.
Pendidikan berkelanjutan, Hiro Tugiman (1977:31) berpendapat bahwa: “para
pemeriksa internal harus meningkatkan kemampuan teknisnya melalui pendidikan yang
berkelanjutan”.
Para auditor berkewajiban meneruskan pendidikannya dengan tujuan
meningkatkan keahliannya. Mereka harus berusaha memperoleh informasi tentang
kemajuan dan perkembangan baru dalam standar, prosedur, dan teknik-teknik audit.
Pendidikan lebih lanjut dapat diperoleh melalui keanggotaan dan berpartisipasi dalam
perkumpulan profesi, kehadiran dalam berbagai konfrensi, seminar, kursus yang
diadakan oleh suatu universitas, program pelatihan yang dilaksanakan oleh organisasi
(in-house training programs) dan berpartisipasi dalam proyek penelitian. Pendidikan
berkelanjutan juga bertujuan untuk memperoleh sertifikat qualified internal auditor
(QIA).
Ketelitian profesional, Hiro Tugiman (1977:31) berpendapat bahwa”pemeriksa
internal harus melaksanakan ketelitian profesional yang sepantasnya dalam melakukan
pemeriksaan”.
a) Ketelitian profesional sepantasnya menghendaki penerapan ketelitian dan
kecakapan yang secara patut diduga akan dilakukan oleh seorang auditor yang
bijaksana dan kompeten, dalam keadaan yang sama atau mirip. Karenanya,
ketelitian profesional haruslah sesuai dengan tingkat kesulitan audit yang
sedang dilaksanakan. Dalam menerapkan ketelitian profesional yang
sepantasnya, internal auditor harus mewaspadai berbagai kemungkinan
terjadinya pelanggaran yang dilakukan dengan sengaja, kesalahan atau error,
kelalaianm ketidakefektivan, pemborosan, ketidakefisienan, dan konflik
kepentingan. Mereka harus mengidentifikasi kontrol yang lemah dan
merekomendasikan perbaikan untuk menciptakan kesesuaian dengan berbagai
prosedur dan praktek yang sehat.
b) Ketelitian yang selayaknya menghendaki suatu ketelitian yang kompoten
bukanlah pelaksanaan yang harus sempurna, tanpa ada kesalahan, atau hasilnya
luar bisa. Ketelitian yang selayaknya mewajibkan internal auditor melakukan
pengujian dan melakukan verifikasi terhadap suatu lingkup yang pantas dan
tidak harus melakukan audit secara mendetail atau terperinci terhadap seluruh
transaksi. Karenanya, auditor tidaj dapat memberikan jaminan mutlak bahwa
didalam organisasi tidak terdapat suatu ketidaksesuaian atau ketidakberesan.
Walau demikian, kemungkinan terjadinya ketidakberesan atau ketidaksesuaian
secara material haruslah dipertimbangkan atau diperhatikan pada saat internal
auditor melaksanakan tugas audit.
c) Apabila internal auditor mencurigai atau menduga telah terjadi pelanggaran,
pejabat yang berwenang di dalam organisasi haruslah diberitahu. Auditor dapat
merekomendasikan apakah perlu melakukan penyelidikan atas keadaan
tersebut. Kemudian, auditor harus mereview atau meninjau untuk meyakinkan
apakah tanggung jawab bagian internal audit telah dipenuhi.
d) Melaksanakan kegiatan profesional yang selayaknya berarti menggunakan
kecakapan dan penilaian audit yang pantas pada saat melakukan pemeriksaan.
e) Ketelitian profesional yang selayaknya mencakup mengadakan evaluasi atas
standar pekerjaan atau operasi yang telah ditetapkan dan menentukan apakah
standar tersebut diterima dan dapat dipenuhi. Apabila suatu standar dianggap
samar atau tidak jelas, harus segera dilakukan penafsiran oleh pihak yang
berwenang. Apabila berwenang menafsirkan atau menentukan standar
pekerjaan atau operasi, internal auditor harus membuat kesepakatan dengan
pihak yang diperiksa tentang standar yang akan dipergunakan untuk mengukur
pelaksanaan operasi atau pekerjaan.

Katalog kriteria berikut ini sering digunakan untuk menilai kualitas profesional suatu
jabatan :

a. Pelayanan kepada publik.


b. Pelatihan khusus berjangka panjang.
c. Menaati kode etik.
d. Menjadi anggota asosiasi dan menghadiri pertemuan-pertemuan.
e. Publikasi Jurnal yang bertujuan untuk meningkatkan keahlian praktik.
f. Menguji pengetahuan para kandidat auditor bersertifikat.
g. Lisensi oleh negara atau sertifikat oleh dewan.
II. Hubungan Auditor Internal dan Auditor Eksternal
Ada beberapa hal yang terkait dengan audit eksternal dan audit internal. Di
dalam hal ini ada beberapa poin yang membedakan antara audit eksternal dan audit
internal. Perbedaan itu adalah dari sisi :
1. Output atau keluaran dimana output utama dari audit eksternal adalah opini
sedangkan output utama dari audit internal adalah rekomendasi. Kemudian
dari sisi.
2. Independensi, dimana audit eksternal harus independen terhadap
manajemen sedangkan audit internal tidak independen terhadap manajemen
namun harus independen terhadap aktivitas yang diaudit.
3. Klien dari audit eksternal yang merupakan pemegang saham, komisaris dan
pihak terkait diluar perusahaan sedangkan klien dari audit internal adalah
manajemen sendiri.
4. pelaporan dimana audit eksternal melaporkan hasil audit pada stakeholder
perusahaan sedangkan audit internal melaporkan hasil audit pada direksi.

Pembahasan selanjutnya yang dibahas adalah tentang manfaat adanya audit


internal bagi auditor eksternal yang berupa independensi atau obyektivitas yang lebih
baik dibandingkan dengan manajemen langsung, pemahaman mendalam yang dimiliki
oleh auditor internal atas kegiatan operasional perusahaan, dan juga kesamaan profesi
yang dimiliki auditor eksternal dengan auditor internal sehingga akan memudahkan
komunikasi diantara keduanya.

Walaupun terdapat banyak kegunaan auditor internal bagi auditor eksternal, di


dalam prakteknya belum tentu ada kerja sama yang erat diantara keduanya. ada
beberapa hal yang menentukan terjalinnya kerja sama yang padu antara auditor
eksternal dan auditor internal yaitu:

- Tingkat pemahaman auditor eksternal atas status auditor internal.


- Adanya peraturan dan standar yang mendasarinya.
Di dalam standar audit di Indonesia kerja sama antara auditor eksternal dan
auditor internal dimungkinkan dengan beberapa persyaratan berupa; kompetensi
auditor internal, pemberian tujuan audit kepada auditor internal oleh auditor eksternal
di awal proses audit, dan pelaporan langsung kepada auditor eksternal.

- Tingkat perbedaan cakupan kegiatan audit internal dengan cakupan audit eksternal.
- Obyektivitas auditor internal di mata auditor eksternal.
Yang juga ditekankan oleh pembicara di bagian ini adalah pengujian ulang hasil
audit internal oleh auditor eksternal serta upaya melibatkan audit internal di dalam
review atas audit eksternal sebagai upaya menjembatani hubungan antara kedua
auditor.

Fungsi dari komite audit di dalam hal ini sesuai dengan apa yang dilakukan oleh
pembicara di Bank BNI adalah sebagai penghubung dan pendorong kerja sama yang
harmonis antara auditor eksternal dengan auditor internal. Namun demikian keputusan
untuk melibatkan auditor internal atau tidak sepenuhnya adalah kebijaksanaan dari
auditor eksternal karena resiko yang dihadapi oleh auditor eksternal tersebut.

Bambang Soembodo mempertanyakan tentang standar profesionalisme dan


kode etik yang harus dimiliki oleh seorang auditor internal sehingga efektif di dalam
menjalankan tugasnya. Dalam tanggapannya pembicara menyatakan bahwa secara
profesi Institute of Internal Audit (IIA) telah merumuskan standar profesionalisme dan
kode etik seorang internal auditor secara umum namun sifatnya hanya rekomendatif.
Di dalam hal ini Forum Leader Subarto Zaini menambahkan bahwa kode etik profesi
memang tidak bersifat mengikat secara formal akan tetapi apabila seseorang adalah
profesional sejati maka kode etik itu mengikatnya secara moral. Bahasan tentang proses
audit eksternal ini melalui paparan yang santai dan sederhana dengan banyak
mengemukakan tentang pengalaman pribadi pembicara sebagai auditor eksternal baik
dalam pemerintahan (BPKP) maupun di dalam dunia bisnis (KAP).

Proses audit eksternal perusahaan yang dimulai dari penunjukkan, negosiasi


antara auditor eksternal dengan perusahaan, penentuan kontrak kerja, pelaksanaan,
hingga pelaporan yang semuanya sudah terdapat di dalam standar akuntansi keuangan
di Indonesia. Dalam hal ini komite audit sangat berkepentingan untuk turut serta di
dalam tahapan – tahapan audit eksternal tersebut tentunya dalam kapasitas sebagai
pemberi informasi audit yang relevan bagi dewan komisaris.

Resiko yang harus dihadapi oleh perusahaan apabila terjadi kesalahan dalam
proses audit eksternal misalnya di dalam kasus Telkom yang tersandung peraturan pasar
modal AS tentang kualifikasi auditor eksternal yang digunakan. Beberapa kasus besar
di luar negeri juga bisa dijadikan pelajaran bagi perusahaan untuk lebih berhati – hati
di dalam melakukan kegiatan audit eksternal.

Selain itu masih banyak terjadi di BUMN dimana peran komite audit belum
dijalankan sebagaimana mestinya. Hal ini terutama terjadi pada BUMN yang belum go
public.
Referensi

http://aqliauliawati.blogspot.co.id/2015/10/profesi-akuntansi-internal-audit.html

http://bp-creator.com/hubungan-auditor-internal-dan-auditor-eksternal/

Das könnte Ihnen auch gefallen