Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Batu kandung kemih (vesikolitiasis) merupakan penyakit terbanyak yang di dierita
oleh masyarakat serta menduduki peringkat nomor 3 setelah penyakit infeksi saluran
kemih dan penyakit kelenjar prostat. Vesikolitiasis sering terjadi pada seseorang yang
pekerjaannya kurang gerakan fisik, stress, kegemukan dan sering menahan kencing.
Gaya hidup seseorang yang kurang sehat juga dapat mempengaruhi terjadinya
Vesikolitiasis. Di negara barat lebih banyak didierita oleh orang dewasa terutama pada
pria (5%) daripada anak – anak (2-3%). Insiden Vesikolitiasis di Indonesia lebih
tinggi disebabkan karena diit rendah protein, tinggi karbohidrat dan dehidrasi kronik.
Penanganan penyakit Vesikolitiasis bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup
dengan mengurangi gejala, memperpanjang usia harapan hidup dan memperlambat
progresi pemburukan sistem perkemihan pada manusia.
B. TUJUAN
a. Mengetahui konsep dasar penyakit batu buli-buli
b. Untuk mengetahui asuhan keperawatan secara komprehensif meliputi aspek
biologis, psikologis, sosial dan spiritual dengan pendekatan proses keperawatan
BAB II
KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Batu kandung kemih adalah batu yang tidak normal di dalam saluran kemih yang
mengandung komponen kristal dan matriks organik tepatnya pada vesika urinari atau
kandung kemih. Batu kandung kemih sebagian besar mengandung batu kalsium oksalat
atau fosfat.
Vesikolitiasis adalah batu yang ada di vesika urinaria ketika terdapat defisiensi substansi
tertentu, seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat atau ketika
terdapat defisiensi subtansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah
terjadinya kristalisasi dalam urin (Smeltzer, 2001:1460).
Batu vesika urinaria terutama mengandung kalsium atau magnesium dalam kombinasinya
dengan fosfat, oksalat, dan zat-zat lainnya. (Brunner and Suddarth, 2001).
Vesikolitiasis adalah penyumbatan saluran kemih khususnya pada vesika urinaria atau
kandung kemih oleh batu penyakit ini juga disebut batu kandung kemih.( Smeltzer and
Bare, 2005).Vesikolitiasis yaitu penyakit dimana didapatkan batu didalam saluran kemih
terutama vesika urinaria, yang dimulai dari kaliks sampai dengan uretra anterior
(Nursalam, 2006).
Pernyataan lain menyebutkan bahwa vesikolitiasis adalah batu kandung kemih yang
merupakan keadaan tidak normal di kandung kemih, batu ini mengandung komponen
Kristal dan matriks organik (Soeparman, 2007)
B. ETIOLOGI
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan batu kandung kemih adalah :
1. Faktor Endogen
Faktor genetik, familial, pada hypersistinuria, hyperkalsiuria dan hiperoksalouria.
2. Faktor Eksogen.
Faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan kejenuhan mineral dalam air
minum.
3. Faktor lainnya.
Infeksi, stasis dan obstruksi urine, keturunan, air minum, pekerjaan, makanan atau
penduduk yang vegetarian lebih sering menderita batu saluran kencing atau buli-buli
Batu kandung kemih dapat disebabkan oleh kalsium oksalat atau agak jarang sebagai
kalsium fosfat. Batu vesika urinaria kemungkinan akan terbentuk apabila dijumpai satu
atau beberapa faktor pembentuk kristal kalsium dan menimbulkan agregasi pembentukan
batu proses pembentukan batu kemungkinan akibat kecenderungan ekskresi agregat
kristal yang lebih besar dan kemungkinan sebagai kristal kalsium oksalat dalam urine.
Dan beberapa medikasi yang diketahui menyebabkan batu ureter pada banyak klien
mencakup penggunaan obat-obatan yang terlalu lama seperti antasid, diamox, vitamin D,
laksatif dan aspirin dosis tinggi.
Menurut Smeltzer (2002:1460) bahwa, batu kandung kemih disebabkan infeksi, statis urin
dan periode imobilitas (drainage renal yang lambat dan perubahan metabolisme kalsium).
C. MANIFESTASI KLINIK
Ketika batu menghambat dari saluran urin, terjadi obstruksi, meningkatkan tekanan
hidrostatik. Bila nyeri mendadak terjadi akut disertai nyeri tekan disaluran osteovertebral
dan muncul mual muntah maka klien sedang mengalami episode kolik renal. Diare,
demam dan perasaan tidak nyaman di abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini
akibat refleks dan proxsimitas anatomik ginjal kelambung, pangkereas dan usus besar.
Batu yang terjebak dikandung kemih menyebabkan gelombang nyeri luar biasa, akut dan
kolik yang menyebar kepala obdomen dan genitalia. Klien sering merasa ingin kemih,
namun hanya sedikit urin yang keluar, dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasi
batu gejala ini disebabkan kolik ureter. Umumnya klien akan mengeluarkan batu yang
berdiameter 0,5 sampai dengan 1 cm secara spontan. Batu yang berdiameter lebih dari 1
cm biasanya harus diangkat atau dihancurkan sehingga dapat dikeluarkan secara spontan
dan saluran urin membaik dan lancar. (Brunner and Suddarth, 2001).
Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan iritasi dan berhubungan
dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria, jika terjadi obstruksi pada leher kandung
kemih menyebabkan retensi urin atau bisa menyebabkan sepsis, kondisi ini lebih serius
yang dapat mengancam kehidupan pasien, dapat pula kita lihat tanda seperti mual muntah,
gelisah, nyeri dan perut kembung (Smeltzer, 2005).
1. Dapat tanpa keluhan
2. Sakit berhubungan dengan kencing (terutama diakhir kencing)
3. Lokasi sakit terdapat di pangkal penis atau suprapubis kemudian dijalarkan ke ujung
penis (pada laki-laki) dan klitoris (pada wanita).
4. Terdapat hematuri pada akhir kencing
5. Disuria (sakit ketika kencing) dan frequensi (sering kebelet kencing walaupun VU
belum penuh).
6. Aliran urin berhenti mendadak bila batu menutup orificium uretra interna.
Jika sudah terjadi komplikasi seperti seperti hidronefrosis maka gejalanya
tergantung pada penyebab penyumbatan, lokasi, dan lamanya penyumbatan. Jika
penyumbatan timbul dengan cepat (Hidronefrosis akut) biasanya akan menyebabkan
koliks ginjal (nyeri yang luar biasa di daerah antara rusuk dan tulang punggung) pada sisi
ginjal yang terkena. Jika penyumbatan berkembang secara perlahan (Hidronefrosis
kronis), biasanya tidak menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di daerah antara tulang
rusuk dan tulang punggung.
D. PATOFISIOLOGI
Penyebab spesifik dari batu kandung kemih adalah bisa dari batu kalsium oksalat dengan
inhibitor sitrat dan glikoprotein. Beberapa promotor (reaktan) dapat memicu
pembentukan batu kemih seperti asam sitrat memacu batu kalsium oksalat. Aksi reaktan
dan intibitor belum di kenali sepenuhnya dan terjadi peningkatan kalsium oksalat,
kalsium fosfat dan asam urat meningkat akan terjadinya batu disaluran kemih. Adapun
faktor tertentu yang mempengaruhi pembentukan batu kandung kemih, mencangkup
infeksi saluran ureter atau vesika urinari, stasis urine, priode imobilitas dan perubahan
metabolisme kalsium. Telah diketahui sejak waktu yang lalu, bahwa batu kandung kemih
sering terjadi pada laki-laki dibanding pada wanita, terutama pada usia 60 tahun keatas
serta klien yang menderita infeksi saluran kemih. ( Brunner and Suddarth. 2001 )
Kelainan bawaan atau cidera, keadan patologis yang disebabkan karena infeksi,
pembentukan batu disaluran kemih dan tumor, keadan tersebut sering menyebabkan
bendungan. Hambatan yang menyebabkan sumbatan aliran kemih baik itu yang
disebabkan karena infeksi, trauma dan tumor serta kelainan metabolisme dapat
menyebabkan penyempitan atau struktur uretra sehingga terjadi bendungan dan statis
urin. Jika sudah terjadi bendungan dan statis urin lama kelamaan kalsium akan
mengendap menjadi besar sehingga membentuk batu . Proses pembentukan batu ginjal
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang kemudian dijadikan dalam beberapa teori :
1. Teori supersaturasi
Tingkat kejenuhan komponen-komponen pembentuk batu ginjal mendukung
terjadinya kristalisasi. Kristal yang banyak menetap menyebabkan terjadinya agregasi
kristal dan kemudian menjadi batu.
2. Teori matriks
Matriks merupakan mikroprotein yang terdiri dari 65 % protein, 10 % hexose, 3-5
hexosamin dan 10 % air. Adanya matriks menyebabkan penempelan kristal-kristal
sehingga menjadi batu.
3. Teori kurangnya inhibitor
Pada individu normal kalsium dan fosfor hadir dalam jumlah yang melampaui daya
kelarutan, sehingga membutuhkan zat penghambat pengendapan. fosfat
mukopolisakarida dan fosfat merupakan penghambat pembentukan kristal. Bila terjadi
kekurangan zat ini maka akan mudah terjadi pengendapan.
4. Teori Epistaxy
Merupakan pembentuk batu oleh beberapa zat secara bersama-sama. Salah satu jenis
batu merupakan inti dari batu yang lain yang merupakan pembentuk pada lapisan
luarnya. Contoh ekskresi asam urat yang berlebih dalam urin akan mendukung
pembentukan batu kalsium dengan bahan urat sebagai inti pengendapan.
5. Teori Kombinasi
Batu terbentuk karena kombinasi dari bermacam-macam teori diatas.
E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.
Adapun pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien batu kandung kemih adalah :
1. Urine
PH lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting, organisme dapat
berbentuk batu magnesium amonium phosphat, pH rendah menyebabkan
pengendapan batu asam urat.
Sedimen : sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada penderita dgn batu, bila
terjadi infeksi maka sel darah putih akan meningkat.
Biakan Urin : Buat mengetahui adanya bakteri berkontribusi dalam proses
pembentukan batu saluran kemih.
Ekskresi kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam buat melihat apakah terjadi
hiperekskresi.
2. Darah
Hb akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis.
Lekosit terjadi karena infeksi.
Ureum kreatinin buat melihat fungsi ginjal.
Kalsium, fosfat & asam urat.
3. Foto polos abdomen
Foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radio opak di
saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio opak
dan paling sering dijumpai diantara batu lain, sedangkan batu asam urat bersifat non
opak (radio lusen).
4. Pielografi Intra Vena (PIV)
Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu PIV
dapat mendeteksi adanya batu semi opak ataupun batu non opak yang tidak dapat
terlihat oleh foto polos abdomen. Jika PIV belum dapat menjelaskan keadaan system
saluran kemih akibatnya adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah
pemeriksaan pielografiretrograd.
5. USG
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV, yaitu pada
keadaan-keadaan : alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan pada
wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu ginjal atau di
buli-buli (yang ditunjukkan sebagai echoic shadow), hidronefosis, pionefrosis, atau
pengkerutan
ginjal.
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu, menentukan jenis batu,
mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infeksi dan mengurangi obstruksi yang
terjadi. Adapun penatalaksanaan pada Vesikolitiasis menurut (Soeparman, 2006) dan
(Smeltzer, 2006) antara lain yaitu :
a. Penanganan Nyeri
Tujuan segara dari penanganan kolik renal atau reteral adalah untuk mengurangi nyeri
sampai penyebabnya dapat dihilangkan : morfin diberikan untuk mencegah syok dan
sinkop akibat nyeri yang luar biasa. Mandi air panas atau hangat di area panggul dapat
bermanfaat.
b. Terapi Nutrisi Dan Medikasi
Terapi nutrisi berperan penting dalam mencegah batu renal. Masukan cairan yang
adekuat dan menghindari makanan tertentu dalam diet yang merupakan bahan utama
pembentuk batu (misal : kalsium) efektif untuk mencegah pembentukan batu atau lebih
jauh meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Beberapa terapi medikasi menurut
jenis batunya, antara lain:
1) Batu kalsium dapat diturunkan dengan diet rendah kalsium, ammonium klorida atau
asam asetohidroksemik (lithostat).
2) Batu fosfat dapat diturunkan dengan jeli aluminum hidroksida.
3) Batu urat/asam urat diturunkan dengan pembatasan pemasukan oksalat, terapi
gelombang kejut ekstrokoproreal, pengangkatan batu perkutan atau uretroskopi.
c. Litrottipsi gelombang kejut ekstrokoproreal (ESWL)
Prosedur non infasif yang digunakan untuk menghancurkan batu di koliks ginjal.
Setelah batu tersebut pecah menjadi bagian kecil, seperti pasir sisa-sisa batu tersebut
dikeluarkan secara spontan.
d. Metode Endourologi Pengangkatan Batu
Bidang endourologi mengembangkan ahli radiologi dan urologi untuk mengangkat
batu renal tanpa pembedahan.
e. Uretroskopi
Uretroskopi mencakup visualisasi dan ureter dengan memasukan suatu alat uretroskop
melalui sistokop. Batu dapat dihancurkan dengan menggunakan laser, lithorispsi
elektrohidrolik atau ultrasound kemudian diangkat.
f. Pelarutan batu
Infuse cairan kemolitik (misal : agen pembuat basa (acyabina) dan pembuat asam
(acidifying). Untuk melarutkan batu dapat dilakukan sebagai alternative penanganan
terapi pasien kurang beresiko terhadap terapi lain dan menolak metode lain atau mereka
yang memiliki batu yang mudah larut (struvit).
g. Pengangkatan batu pada kandung kemih dengan cara : vesikolitotomi (pengangkatan batu
pada kandung kemih).
H. KOMPLIKASI.
Adapun komplikasi dari batu kandung kemih ini adalah :
a. ISK (infeksi saluran kemih)
Infeksi bakteri yang mengenai bagian dari saluran kemih. Ketika mengenai saluran
kemih bawah dinamai sistitis (infeksi kandung kemih) sederhana, dan ketika mengenai
saluran kemih atas dinamai pielonefritis (infeksi ginjal). Gejala dari saluran kemih
bawah meliputi buang air kecil terasa sakit dan sering buang air kecil atau desakan
untuk buang air kecil (atau keduanya), sementara gejala pielonefritis meliputi demam
dan nyeri panggul di samping gejala ISK bawah. Pada orang lanjut usia dan anak kecil
gejalanya bisa jadi samar atau tidak spesifik. Kuman tersering penyebab kedua tipe
tersebut adalah Escherichia coli, tetapi bakteri lain, virus, maupun jamur dapat menjadi
penyebab meskipun jarang.
b. Hidronefrosis (Brunner & Suddarth, 2006).
Hidronefrosis adalah kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada salah satu
atau kedua ginjal akibat terkumpulnya urin di dalam ginjal. Hal ini dapat disebabkan
oleh berbagai keadaan yang menyebabkan tersumbatnya lokasi-lokasi di sepanjang
saluran kemih atau terganggunya fungsi kandung kemih, yang menyebabkan terjadinya
aliran balik ke dalam ginjal. Kondisi-kondisi ini dapat termasuk hipertrofi prostat jinak
dan kanker prostat pada pria, kehamilan, kanker kandung kemih, kanker serviks dan
batu ginjal.
c. Gagal Ginjal (Smeltzer, 2006).
Suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya
tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit
tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium
didalam darah atau produksi urine.
Asuhan keperawatan pasien dengan Post Operasi Vesikolitiasis melalui pendekatan proses
keperawatan yang terdiri dari pengkajian keperawatan, perencanaan keperawatan,
pelaksanaan dan evaluasi keperawatan.
A. PENGKAJIAN
a. Pengumpulan Data
Data dikumpulkan subjektif dan objektif. Data subjektif di dapat dengan cara wawancara
dan interaksi, sedangkan data objektif didapat dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi. Kegiatan pengumpulan data dimulai sejak klien masuk dan dilanjutkan secara
terus menerus selama proses keperawatan berlangsung.
a) Identitas
1. Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
nomor register, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa
medis,alamat.
2. Identitas penanggung jawab meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, hubungan dengan klien, alamat.
b) Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Ditulis singkat dan jelas, dua atau tiga kata yang merupakan keluhan yang
membuat klien yang meminta bantuan pelayanan kesehatan. Dalam beberapa
literatur diterangkan bahwa keluhan utama adalah alasan klien masuk rumah sakit
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Merupakan penjelasan dari permulaan klien merasakan keluhan sampai dibawa ke
rumah sakit.
Penjelasan meliputi PQRST.
P = Paliative : Apa yang menyebabkan gejala ? apa yang bisa memperberat ? apa
yang bisa mengurangi?.
Q = Quality : bagaimana gejala dirasakan ?sejauh mana gejala dirasakan?.
S = Skala : seberapa tingkat keparahan dirasakan ? pada skala berapa ?.
T = Time : kapan gejala mulai timbul ? seberapa sering gejala dirasakan ? tiba-tiba
atau berharapa ? Seberapa lama gejalanya dirasakan ?
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Diisi dengan riwayat penyakit yang diderita klien yang berhubungan dengan
penyakit saat ini atau penyakit yang dapat dipengaruhi atau mempengaruhi
penyakit yang diderita klien ini
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat Kesehatan Keluarga dihubungkan dengan kemungkinan adanya penyakit
keturunan, kecenderungan alergi dalam suatu keluarga, penyakit yang menular
akibat kontak langsung maupun kontak tidak langsung antar anggota keluarga,
5. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Riwayat kesehatan lingkungan dihubungkan dengan kemungkinan adanya
penyebab dari lingkungan keberadaan klien yang dapat menyebabkan penyakit
menular atau tidaknya
6. Kebutuhan Biopsikososial
Kebutuhan Biologi, psikologi, dan sosial pada klien sebelum sakit dan sesudah
sakit.
c) Data Biologis
Merupakan data yang mencakup status kesehatan umum, penampilan, kesadaran,
tanda-tanda vital.
1. Pre Operasi
1) Psikologis
Rasa cemas biasa terjadi pada klien pre dan postopera si. Hal ini terjadi karena
adanya stressor yaitu kekhawatiran akan terjadi hal buruk waktu dan setelah
pembedahan.
2) Nutrisi
Akibat dari penyakit vesikolitiasis nutrisi tidak masuk dan cukup karena
adanya anoreksia dan mual di mana hal ini sangat mengganggu pada masukan
makan pada klien.
3) Eliminasi
Dengan adanya retensi urine akibat sumbatan oleh batu yang terdapat dalam
kandung kemih sehingga klien susah BAK, rasa sakit menyebar, gelisah sering
timbul rasa ingin BAK.
4) Aktivitas
Aktivitas klien terganggu karena adanya rasa nyeri mengakibatkan klien takut
untuk beraktivitas.
5) Personal Hygiene
Akibat rasa takut klien memilih untuk diam, dalam keadaam ini kebersihan
diri urang diperhatikan, sehingga merupakan ancaman kesehatan bagi klien.
6) Istirahat dan Tidur
Pada saat tidur nyeri yang disampaikan melalui transmitter yaitu oleh bahan
kimia yang dinamakan serotonin yang dieksresikan oleh saraf dari neuro rafe.
Apabila serotonin dipengaruhi oleh salah satu impuls, maka impuls yang lain
akan terhambat.
2. Post operasi
1) Nutrisi
Pada klien post operasi dengan defesiensi proteinakan terhambat peyembuhan
luka, masukan protein sangat peting untuk mengembalikan keseimbangan
nitrogen dan persediaan asam amino untuk metabolism. Vitamin untuk
membantu perkembangan kologen dan mempertahankan integritas dinding
kapiler.
2) Eliminasi
Eliminasi urine berkurang akibat kehilangan cairan tubuh, kehilangan cairan
tubuh pada saat operasi akibat penignkatan kehilangan cairan yang tidak
terasa, muntah dan peningkatan sekresi hormon ADH, karena tubuh stabil
kembali normal dalam waktu kira-kira 48 jam. Retensi urine dapat terjadi
karena posisi recumbent, ketegangan saraf, akibat anestesi,gangguan intervasi
otot-otot kandung kencing atau edema setempat.
3) Aktivitas
Klien mengalami keterbatasan aktivitas sehubungan dengan nyeri luka operasi
keluhan fisik setelah post operasi.
4) Rasa Nyaman
Pada dasarnya sama dengan rasa nyeri pada saat sebelum operasi. Hanya
penyebabnya berbeda yaitu karena terputusnya kontinuitas jaringan akibat
operasi pada saat suprapubis.
5) Istirahat dan Tidur
Klien mengalami gangguan istirahat dan tidur karena adanya simulasi pada
luka operasi meningkatkan otot sehingga mengganggu istirahat dan tidur.
6) Resiko Tinggi Infeksi
Infeksi pada pasca operasi kemungkinan dapat terjadi apabila perawatannya
kurang. Karena perbedaan suatu jaringan mengakibatkan terputusnya jaringan
tersebut (luka terbuka). Oleh karena itu sedini mungkin perawatannya harus
tepat dan komprehensif.
b. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan persistem
a) Sistem pernapasan
Pada klien dengan post op section alta biasanya ditemukan peningkatan frekuensi
nafas diakibatkan oleh adanya nyeri.
b) Sistem Perkemihan
Pada klien dengan post op sectio alta biasanya ditemukan adanya retensi urine,
cara pengeluaran urine lampias, adanya nyeri pada waktu miksi dan hematuri.
Pada klien dengan post op sectio alta biasanya ditemukan pengeluaran urine
lancar karena terpasang kateter.
c) Sistem Integumen
Pada klien dengan post op sectio alta biasanya tampak adanya luka operasi pada
perut bagian bawah.
d) Sistem Kardiovaskuler
Pada klien dengan post op sectio alta biasanya ditemukan adanya
penurunan/peningkatan denyut nadi, tekanan darah normal atau turun akibat
respon nyeri dan perdarahan luka operasi, dapat meningkat sebagai respon nyeri.
e) Sistem Gastrointestinal
Pada klien dengan post op sectio alta biasanya terdapat adanya mual dan muntah
akibat efek dari anestesi.
f) Sistem Musculoskeletal
Pada klien dengan post op sectio alta biasanya ditemukan peningkatan frekuensi
nafas diakibatkan oleh adanya nyeri.
g) Sistem Neurologis
Pada klien dengan post op sectio alta biasanya ditemukan adanya nyeri pada
daerah suprapubis.
c. Data Psikologis
Klien dengan vesikolitiasis timbul perasaan cemas, perubahan emosi dan perubahan
kepribadian. Gambaran diri umumnya menurun, berkaitan dengan perubahan
penampilan.
d. Aspek Sosial
Adanya perubahan peran, pekerjaan dan fungsi baik di keluarga maupun di
masyarakat.
e. Aspek Spritiual
Dikaji tentang nilai keagamaan, peribadatan, apakah mengeluh kesulitan dalam
melakukan ibadahnya serta semangat yang dimiliki klien yang merupakan aspek
penting untuk kesembuhannya.
B. ANALISA DATA
Data klien yang diperoleh dari proses pengumpulan data dikelompokan berdasarkan
masalah kesehatan yang dialami oleh klien dan sesuai dengan kriteria permasalahannya.
Data di kelompokan maka perawat harus dapat mengidentifikasi masalah kesehatan klien
dan dapat mulai menegakkan diagnosis keperawatannya.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pre Operasi
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka gesekan batu pada vesika
urinaria
2) Perubahan eliminasi (BAK) retensio urine berhubungan dengan adanya penutupan
saluran kemih oleh batu dan adanya obstruksi mekanik, peradangan ditandai
dengan urgensi dan frekuensi, oliguria (retensi) dan hematuria.
3) Resiko tinggi deficit volume cairan berhubungan dengan adannya
nausea/vomiting, status hipermetabolisme, demam, proses penyembuhan
4) Kurangnya pengetahuan tentang prognosis kebutuhan perawatan berhubungan
dengan pemahaman dan rencana tindakan
b. Post Operasi
1) Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
ditandai dengan keluhan rasa nyeri terus menerus operasi, ekpresi wajah meringis,
nyeri pada angka….(dengan skala 0-10), tingkah laku, focus pada diri sendiri
2) Kebersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan dampak obat anastesi
ditandai dengan pernapasan lebih dari 20 kali permenit, adanya secret pada jalan
napas
3) Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemasangan kateter,
efek medikasi, akumulasi, drainase, status metabolic yang menurun ditandai
dengan pemasangan kateter pada permukaan kulit dan jaringan.
4) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan terputus jaringan, dampak dari insisi
pembedahan ditandai dengan adanya luka jahitan operasi.
D. RENCANA KEPERAWATAN.
a. Pre Operasi
1. Diagnosa I
Tujuan : perubahan pola eliminasi BAK :
Retensio urin teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan criteria BAK
dalam jumlah normal, pola BAK seperti biasa, nyeri hilang saat kencing
Intervensi :
3) Tampung urine 24 jam catat jika ada batu yang ikut keluar dan kirim
kelaboratorium untuk dianalisa.
Rasional : dapat membantu dalam mengidentifikasi tipe batu dan akan
membantu pilihan terapi.
2. Diagnosa II
Tujuan : setelah dinfakan keperawatan nyeri teratasi dengan criteria : keluhan nyeri
hilang, klien tampak tenang dan tidak meningkatkan klien dapat tidur/istirahat yang
cukup.
Intervensi :
1) Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karakteristik, intensitas (skala 0-10). Dan perhatikan
tanda-tanda peningkatan tekanan darah, nadi, tidak bisa beristirahat, gelisah dan
rasa nyeri yang meningkat.
Rasional : membantu mengevaluasi lokasi nyeri, obstruksi dan pergerakan batu.
c. Kortikosteroid
Rasional : digunakan untuk meningkatkan edema jaringan, untuk
memfasilitasi gerakan batu.
3. Diagnosa III
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan ketakutan tertasi dengan
criteria dapat mengungkapkan perasaannya dan mengidentifikasi cara yang tepat
untuk menangani tampak rileks dapat tidur/istirahat dengan cukup. Pernyataan
menurunnya Ketakutan dan kecemasan.
Intervensi :
4) Beritahu klien tentang anastesi spinal/general yang akan membuat klien tidak
sadar/tertidur, dimana jumlah yang lebih akan diberikan jika perlu
Rasional : menerunkan kecemasan atau ketakutan bahwa klien melihat
prosedur operasi
Intervensi :
2) Monitor vital sign dan evaluasi nadi/volume sirkulasi dan perlunya intervensi
Rasional : merupakan indicator vibrasi atau volume sirkulasi dan perlunya
intervensi
4) Kaji adanya muntah, diare, catat karakteristikdan frekuensi muntah dan diare serta
factor pencetusnya
Rasional : nausea/vomiting dan diare umunya berhubungan dengan kolik renal
karena gangguan sifat seliaka menuju ginjal dan perut, muntah dan diare dapat
menyebabkan kurangnya cairan tubuh
E. Post Operasi
1. Diagnosa I
Tujuan : jalan napas kembali efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan
criteria pola respirasi klien normal (respirasi 16-20) kali permenit), tidak ada ronchi
dan stridor, sianosis dan tanda-tanda hipoksia lainnya
Intervensi :
2) Auskultasi suara napas, dengarkan adanya wheezing crowing dan tidak adanya
suara napas setelah ekspirasi
Rasional : kurangnya perbedaannya suara napas merupakan indikasi adanya
obstruksi oleh mukusa/lidah yang dapat dikoreksi dengan pengaturan
posisi/suction wheezing dapat merupakan indikasi bronkho spasma,
berkurangnya suara napas menandakan parsia, total laring spasme
6) Observasi kebersihan jalan napas dan kebersihan sisa muntahan yang masih
tertiggal (dimulut, melakukan section bila perlu)
Rasional : obstruksi jalan napas dapat terjadi, larutan section bila perlu atau
mucus didalam tenggorokan/trakea.
2. Diagnosa II
Gangguan rasa nyaman nyeri
Tujuan : gangguan ras nyaman nyeri teratasi setelah dilakukan tindakan keperwatan
dengan criteria keluhan nyeri hilang, tampak rilek, dapat istirahat/tidur dengan cukup
dan dapat berpartisipasi secara adekuat
Intervensi :
1) Monitor dan dokumentasikan lokasi dan tempat dari nyeri, catat umuir klien, berat
badan, catatan medis/problem psikologis, kesensitipan terhadap analgetik tertentu,
hasil intraOperatif seperti ukuran, lokasi, insisi
Rasional : pendekatan penagananan nyeri post operatif tingkatan pada berbagai
factor.
6) Berikan informasi tentang ketidaknyamanan yang akan terjadi yang hanya bersifat
sementara
Rasional : pemahaman tentang ketidaknyaman dapat memberikan keterangan
emosional.
3. Diagnosa III
Resiko tinggi kerusakan integritas jaringan kulit
5) Ganjal area insisi pada abdomen dengan bantal pada saat batuk/ bergerak
Rasional : menggunakan tekanan pada luka, meminimalkan resiko terputusnya
jahitan atau rupturnya jaringan
6) Ganti dan keluarkan balutan sesuai indikasi, rawat luka yang menggunakan teknik
aseptic
Rasional : melindungi luka dari injuri mekanik dan kontaminasi, mencegah
akumulasi cairan/eksudat yang dapat mengakibatkan infeksi.
4. Diagnosa IV
Resiko tinggi infeksi
Tujuan : infeksi tidak terjadi setelah dilakukan tindakan kepaeawatan dengan criteria
tidak ada tanda-tanda infeksi luka : purulent, drainase, eritema, luka sembuh pada
waktunya
Intervensi
3) Infeksi insisi dan balutan, catat karakteristik drainase dari luka/drainase adanya
erytema
Rasional : infeksi dini dari perkembangan proses infeksidan atau memonitor
perkembangan kearah abses
Brunner and Suddarth’s . 2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. (Edisi kedelapan). Jakarta :
EGC.
Price, Sylvia. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne. C. 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. EGC: Jakarta