Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Puji syukur kita haturkan ke hadhirat Allah, atas limpahan rahmat dan hidayahnya, sehingga kita
dimudahkan untuk berkumpul melaksanakan ibadah jumat di kesempatan ini. Semoga apa yang
kita lakukan diterima oleh Allah sebagai amal soleh.
Kita juga bersyukur kepada Allah, karena kasih sayang-Nya, kita dikumpulkan dalam barisan
orang-orang yang beriman. Dan kita berharap, semoga di hari kiamat kelak, kita juga dibangkitkan
bersama orang-orang yang beriman.
Salah satu topik yang banyak dibicarakan masyarakat saat ini adalah siapakah yang akan menjadi
pemimpin kita selama lima tahun mendatang. Siapakah nantinya yang akan menjadi presiden bagi
bangsa Indonesia.
Sebagai orang yang beriman, tentu kita berharap, manusia yang memimpin kita adalah manusia
yang baik, menjaga amanah, adil terhadap rakyatnya, dan berpihak kepada kaum muslimin.
Dalam al-Quran, Allah telah menjelaskan di beberapa ayat, siapakah sosok pemimpin yang ideal
dalam islam.
Ketika Allah menceritakan proses pengangkatan Nabi Yusuf, sebagai bendahara Mesir, Allah
menyebutkan bagaimana al-Aziz, pemuka mesir memuji Yusuf,
“Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi amanah
pada sisi kami”.
Berkata Yusuf: “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah orang
yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan”. (QS. Yusuf: 54 – 55)
Di sinilah kesempurnaan Yusuf ‘alaihis salam, beliau memiliki 4 kriteria yang mencerminkan
pemimpin ideal,
لمدكيةن: memiliki kedudukan, sehingga beliau dihormati dan bisa melaksanakan tugasnya tanpa ada
yang menghalangi.
ألدميةن: beliau orang yang amanah, yang memiliki rasa takut kepada Allah, sehingga tidak mungkin
mengkhianati rakyatnya.
لحدفيظة: beliau orang yang mampu menjaga, teliti, bukan orang yang teledor, dan bukan orang yang
menggampangkan masalah.
لعدليةم: beliau orang yang berilmu, paham bagaimana cara mengatur pemerintahan dengan benar.
Mengetahui skala prioritas bagi negaranya.
Sehingga dengan 4 karakter ini, beliau menjadi pemimpin yang ideal.
Demikian pula karakter Jibril yang Allah amanahi menyampaikan wahyu kepada para rasul-Nya,
karakter Jibril yang Allah puji dalam al-Quran,
ع ثللم ألدميةن دذي قهلوةة دعلنلد دذي الللعلر د. سوةل لكدريةم
هم ل. ش لمدكيةن
طاَ ة إدن لهه للقللوهل لر ه
Sesungguhnya Al Qur’aan itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia
(Jibril), yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang
mempunyai ‘Arsy, yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi amanah. (QS. At-Takwir: 19 – 21).
Jibril memiliki karakter yang sempurna, sehingga Allah tunjuk untuk mengemban tugas paling
berat, mengantarkan wahyu kepada para utusan Allah yang ada di muka bumi.
Dan seperti itulah selayaknya pemimpin yang menjadi wakil bagi rakyatnya, dia orang yang
terhormat bukan manusia rendahan, memiliki kemampuan dan profesionalitas, dan amanah dalam
mengemban tugas.
Tentu saja, untuk memiliki pemimpin dengan karakter yang sangat ideal di atas, bukanlah hal yang
mudah. Namun di sini, ada satu hal yang bisa kita jadikan renungan bersama. Pertanyaan
mendasar yang layak untuk kita kembalikan kepada pribadi kita masing-masing.
Jika kita berharap untuk memiliki pemimpin yang baik, sudahkah kita menjadi rakyat yang baik?
Jika kita berharap nantinya akan dipimpin oleh seorang muslim yang peduli dengan islam,
sudahkah kita menjadi masyarakat yang perhatian dengan agamanya.
Kita memahami, adanya pemimpin di tengah tengah, adalah bagian dari taqdir Allah. Satu ayat
yang sangat akrab kita dengar,
ك الللخليهر ع اللهملل ل
ك دململن تللشاَهء لوتهدعلُز لملن تللشاَهء لوتهدذلُل لملن تللشاَهء بديلدد ل ك تهلؤدتيِ اللهملل ل
ك لملن تللشاَهء لوتللندز ه ك اللهملل د
قهدل الل لههلم لماَلد ل
Katakanlah: “Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang
yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau
muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di
tangan Engkaulah segala kebaikan. (QS. Ali Imran: 26)
Adanya pemimpin di tengah kita, karena Allahlah yang mengangkatnya dan menunjuknya untuk
menjadi pemimpin kita.
Bagian dari sunatullah, Allah menunjuk dan mengangkat seorang pemimpin, sesuai dengan
karakter rakyatnya. Allah berfirman,
Demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang yang zalim itu menjadi pemimpin bagi sebagian
yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan. (QS. Al-An’am: 129)
Sebagai rakyat, kita sering menuntut para pejabat pemerintah, agar menjadi pemimpin yang
amanah, harus jujur, bijak, adil, membela kepentingan rakyat, bertaqwa, dan berbagai tuntutan
lainnya.
Namun pernahkah kita berfirkir sebaliknya, menuntut diri kita sebagai rakyat. Jika kita
menerapkan sistem keseimbangan, di saat kita menuntut pemimpin harus baik, kita juga
seharusnya menuntut rakyat untuk menjadi baik pula.
Ada orang khawarij yang datang menemui Ali bin Abi Thalib,
“Wahai khalifah Ali, mengapa pemerintahanmu banyak dikritik rakyat, tidak sebagaimana
pemerintahannya Abu Bakar dan Umar?!” tanya si Khawarij.
أماَ أناَ فكاَن رجاَليِ أنت وأمثاَلك،ِإن رجاَل أبيِ بكر وعمر ل رضيِ ا عنهماَ ل أناَ وأمثاَلي
“Karena pada zaman Abu Bakar dan Umar yang menjadi rakyat adalah aku dan orang-orang yang
semisalku, sedangkan rakyatku adalah kamu dan orang-orang yang semisalmu!!” (Syarh Riyadhus
Shalihin, Ibnu Utsaimin, 4/87).
Kaum muslimin, mari kita perhatikan surat al-An’am ayat 129 di atas.
Ayat dia atas menjelaskan kepada kita bahwa diantara hukuman yang Allah berikan kepada orang
zalim adalah dengan Allah tunjuk orang zalim yang lain menguasainya. Dengan itu, orang zalim
pertama, akan mendapatkan bentuk kezaliman dari orang zalim kedua.
Ketika masyarakat berusaha memperbaiki dirinya, istiqamah dalam menjalankan kebaikan, Allah
akan perbaiki mereka dengan Allah tunjuk para pemimpin yang memperhatikan kepentingan
mereka. Sebagai ganjaran atas kebaikan yang telah mereka lakukan.
Amal perbuatan kalian, sejenis dengan pemimpin kalian. Sebagaimana karakter kalian, seperti itu
pula bentuk kepemimpinan yang akan mengendalikan kalian.
Karena pemimpin cermin bagi rakyatnya. Pemimpin yang berkuasa di tengah masyarakat, tidak
jauh berbeda dengan karakter masyakatnya.