Sie sind auf Seite 1von 5

10 Tabel 2.3 Komponen Kimia TKS Komposisi ( % ) 35,8 21.9 17.9 3.

0 214 Komponen Kimia 1 Selolos


Ligni 4. Ab Komponen lain Sumber (Ahmad dan Tsuyoshi, 2012 24 Gliserol Gliscrol Cil,O) sering
discbut dengan gliserin Gliserin merupakan hasi produk samping proses pembuatan biodiesel.
Pemanfastan crude gliserol menjad bentuk murmi membutuhkan proses pemurnian dengan biaya
yang tingai Penggunaan gliserol sebagai bahan peningkat nilai panas pembakaran merupakan salah
satu alternatif pemanfaatan gliserol tanpa pemunian [Asavatcsanupap dan Santikunaporn, 2012).
Hal ini selain dapat mengurangi biaya juga dapat dilakukan secara terintegrasi oleh produsen
biodiesel skala kecil dan menengah (Ali dkk, 2012). Sifat fisika dan kimia gliserol dapat dilihat pada
Tabel 2.4 Tabel 2.4. Sifat Fisika dan kimia Gliserol No Paramater Rumus molekul Bobot molcku
Kemurnian Titik leleh Titik nyala Titik didih Auto flammabilitas Kerapatan relatif Kekentalarn
Tegangan permukaan Nilai CHO 92 95-99.5 % ( air sebagai pengotor ) 18 °C 60 C 290 °C 393 °C 1.26
pada 20 C 1410 mPa pada 20 °C 63,4 mN/mat pada 20 GC 10 Sumber: [Robertson, 2002 dikutip dari
Umam,2007)

dari konsumsi energi nasional atau setara dengan 1.5 juta kilo Pranctyo ds 2012 Perkiraan jumlah
gliserol yang dihasilkan dani prouk 201 s - de ar 3 % nasional atau seun umpng bnlic el dengan
perkiraan " komveni 90 % dpat dilaat p da Th1 2.5 Tabel 2.5. Perkiraan jumlah gliscrol schagai produk
samping biodiesel (satuan rnbu lo liter) 2008200 2010 2015 2025 Biodiesel 2625 4155675 720 1500
4700 Kenaikan 1525 152.5 15251525 1525 152.5 150 470 Gliscrol 2625 41556,7572 Sumber
(Prasctyo dkk 2012 Menurut Umam (2007), crude gliscrol hasil samping produksi biodiesel memiliki
kualitas yang sangat rendah akibat adanya pengotor . Meski hanya 10 % dari prodak utama, gliscrol
menjadi fokus utama dikarenakan fkas harganya Peningkatan industri biodicsel di berbagai negara
juga meningkatkan produksi orade gliserol yang sebagian besar dibuang dikarenakan biaya
pemurnian yang tingg Crude gliserol mempunyai nilai kalor 25.175,98 kJkg Komposisi dalam erude
gliserol berupa sisa bahan yang digunakan pada reaksi transesterifikasi yaitu gliserol ( 50-60 % ) ,
metanol ( 23,4-37,5 % ) katalis big ( KOH , NaOH 15- 18 % ) , air ( 2-3 % ) , serta komposisi lainnya ,
yaitu garam dan bahan organik yang tidak bereaksi [Thompson dan He, 2006 Kandungan metanol
yang terdapat pad lapisan gliserol dapat meningkatkan nilai kalor gliserol dikarenakan metanol yang
hanya memiliki atom oksigen tunggal baik digunakan sebagai bahan bakar dengan nilai kalor
64.162.71 kJkg [EI Bassam dan Maegaard, 2004 dikutip dari Umam, 2007) Umam 12007) tekah
melakukan penclitian mengenai pembuatan pelet dari bungkil jank pagar dengan filler gliserol yang
memiliki efck positif terbadap kenaikan nilai kalor dari 18.730,4 klkg menjadi 19.479,8 kJkg dengan
kondisi operasi terbaik yaitu pada rasio penambahan gliserol 4 % . Berdasarkan nilai kalor
pembakaran tersebut, penggunaan gliserol se bagai bahan peningkat nilai panas

12 menipakan salah sat altematif pemanfastan gliserol tanpa Proses karbonisasi merupakan suato
proses pembakaran tidak sempurna dari hahan-bahan organik dengan jumlah oksigen yang sangat
terbutas, yang menghasilkan arang serta menyebabkan penguraian senyawa organik yang menyusun
stnuktur bahan organik yang menyusun struktur bahan membentuk uap air, methanol, usp-uap
asam asetat dan hidrokarbon [Hasani, 1996 dikutip dari Fachry dkk 2010) Proscs pembakaran
dikatakan sempuna jika hasil pembakaran berupa abu keputihan dan seluruh energi di dalam bahan
organik dibebaskan ke berwarna lingkungan. Namun dalam karbonisasi, energi pada bahan akan
dibebaskan secara perlahan. Apabila proses pembakaran dibentikan secara tiba-tiba ketika bahan
masih membara, bahan tensebut akan menjadi arang yang berwarn Bahan terscbut masih terdapat
sisa energi yang dapat dimanfaatkan. Bahan organik yang sudah menjadi arang akan mengeluarkan
sedikit asap dibandingkan dibakar langsung menjadi abu. Lamanya karbonisasi ditentukan oleh
jumlah atau volume bahan organik, ukuran bahan, densitas bahan, tingkat kekeringan bahan dan
asap yang keluar dari ruang pembakaran [Kurniawan dan Marsono, 2008). Prinsip proses karbonisasi
adalah pembakaran biomassa tanpa adanya kchadiran oksigen, sehingga yang terlepas hanya bagian
volatile matter, sedangkan karbonnya tetap tinggal di dalamnya. Temperatur karbonisasi akan
sangat berpengaruh terhadap arang yang dihasilkan sehingga penentuan temperatur yang tepat
akan menentukan kualitas arang. Sifat kimia dan fisika dari arang dapat dilihat pada Tabel 2.6

13 Tabel 2.6Sifat Fisska dan Kimia Arang Kadar Air 2. Kadar Karon 3. Kadar Abu 80-90 % -b 1-2 % -b
10-18 % -b 29-33 MIg Kadar Zat Mudah Menguap 5. Nilai Kalor 70 % 6 N/mm 1.38-1.46 gicm 8.
Kerapatan Total Sumber: ISiahaan dkk. 2013 Karakteristik utama dari karbonisasi berbeda dari teknik
konversi termal biomassa lainnya, waktu pemanasan sangat panjang dibandingkan dengan wak
reaksi pirolisis Perbedaan karakteristik karbonisasi, pirolisis cepat, gasifikasi dan torefaksi dapat
dilihat pada Tabel 2.7 Tabel 2.7 Perbodaan kondisi reaksi dari beberapa proses Pirolisis Cepat 500 C
Karbonisasi Gasifikasi Torefaksi 400C 600-800 C 300 °C Temperatur Laju Pemanasan Cepat<80 C/min
sampai 1000 C/min Waktu reaksiBeberapa Tekanan Medium Jam-bari 2 jam detik Atmospheric
Atmospheric- Atmospheric Atmospheric and Vacuum 1 MPa Tanpa Tanpa oksigen Sedikit
oksigentausedikit oksigen oksigen 30 % 35 % 8 Mpa Tanpa oksigen Liquids ( Bio - Oil )
Noncondensable Rases Char/solids 75 % 13 % 5 % 85 % 5 % 15 % 12 % 35 % 10 % 80 % Sumber:
[Ronsse dkk., 2015

14 Proses karhonisasi terdiri dari 4 tahap, yaitu Siahaan d.k.. 2013 1) Tahap penguapan air terjadi
pada temperatur 100-105 C 2) Tahap penguraian hemiselulosa dan selulosa pads temperatur 200-
240 menjadi larutan piroglinat 3) Tahap proses depolimerasi dan pemutusan ikatan C-O dan C-C
pada temperatur 240-400 "C. Selain itu, lignin mulai terurai menghasilkan tar 4) Tahap pembentukan
lapisan aromatik terjadi pada temperatur lebih dari 400 C dan lignin masih terurai sampai
temperatur 500 "C,sedangkan pada temperatur lebih dari 600 "C terjadi proses pembesaran luas
permukaan arang 2.6 Teknik Produksi Arang Karbonisasi karbonisasi yaitu [Ronsse dkk, 2015 Arang
diproduksi melalui proses karbonisasi. Adapun teknik produksi arang a Traditional pit and Mound
Kiins Mcrupakan cara tradisional pembuatan arang. Proses dimulai dengan menumpuk kayu di
lubang, ditutupi dengan lapisan rumput dan tanah dan karbonisasi dimulai dengan menyalakan kayu
di salah satu ujungnya. Kelebihan dari cara ini yaitu kontruksi bangunan dari bahan lokal yang
tersedia sehingga biayanya murah. Sedangkan kelemahannya adalah sulit mengontrol proses yang
terjadi, gas hasil pembakaran langsung ke atmosfer kualitas arang yang dihasilkan rendah , efisiensi
hanya berkisar 8-15 % serta perlu pengontrolan berkala Gambar 2.1 Mound kiln

15 Retor Retort Kin mernupuk.an metode paling efisien serta menghasilkan arang dengan kualitas
yang baik . Efisiensi dari alat ini lebih dari 35 % dan emisi gas berbahaya dapat dikurangi Gambar 2.2
Retort c Brick Kiln Kontruksi bangunan terbuat dari batu bata yang berdiameter 6 meter serta
memiliki efisiensi hingga 30 % serta siklus karbonisasi jauh lebih cepat . Arang yang dihasilkan
memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan cara tradisional, tetapi meningkatkan polusi
udara. tu Gambar 2.3 Brick Kiln

16 d Steel Kil Kiln merupakan salah satu basis produksi arang modern. Steel Kil memiliki efisiensi
tinggi sekitar 35 % dan proses tidak cocok untuk produksi arang dalam volume yang t kartonisasi
yang cepat tetapi Gambar 2.4 Steel Kil 2.7 Densifikasi Menurut Panwar dk.k. 12011] densifikasi
biomassa merupakan proses pemadatan limbah biomassa yang pada umumnya rendah hingga
kerapatan meningkat dari kerapatan awalnya. Densifikasi biomassa mengacu ke proses dimana
biomassa yang berukuran kecil seperti sekam padi, serbuk gergaji atau kepingan kayu dipadatkan
dalam bentuk briket atau pelet. Hasil dari densifikasi biomassa dapat meningkatkan kerapatan
sekitar 10-20 kali dari kerapatan awal biomassa. Densifikasi atau pembriketan memiliki beberapa
keuntungan seperti 1. Salah satu metode untuk mengurangi ketergantungan dan konsumsi terhadap
kayu bakar Briket mudah untuk dikerjakan, didistribusi dan disimpan. Kualitas dan ukuran yang
seragam Polusi udara yang kecil 2. 3. 5. Briket yang berasal dari biomassa merupakan metode yang
bagus sebagai pengganti batubara dan kayu bakar Tidak adanya sulfur di briket 6. 7. Tidak
menghasilkan fly ash ketika pembakaran briket
18 kclembahan yang tingi dihasilkan juga mempengaui. Bahan bakar padat dengan berat jenis yang
rendah berarti memiliki pori-pori sel yang besar schingsa komampuan menyerap air dari udara relatif
besar [Sudrajat, 1984 dikutip dari Sakiawan. 20081 dari perekat. Beral jenis dari bahan hakar padat
yang 2.83 Kadar Abu Ash Content Abu adalah jumlah bahan konstan yang tersisa apabila bahan
bakar padat dipanaskan. Semakin tinggi kadar abu maka bahan bakar padat akan semakin sulit
terbakar. Kadar abu yang tinggi juga akan menimbulkan kerak pada boiler karena tidak terbakar
sclama proses pembakaran (Girover dan Mishra, 196 Kadar abu sangat dipenganuhi penambahan
porekat. Semakin banyak perekat yang digunakan maka kadar abu akan semakin tingi dikarenakan
adanya penambahan kadar abu dari perekat yang digunakan (Saktiawan, 2008 2.84 Kadar Zat Mudah
Menguap Volatile Matter Semakin tinggi kadar volatile matter pada bahan bakar padat maka
sernakin mudah bahan bakar padat untuk terbakar dan menyala, schingga laju pembakaran semakin
cepat. Bahan bakar padat dengan tingkat volatile matier yang tinggi sangat baik digunakan untuk
kebutuhan rumah tangga [Umam, 2007] Kadar zat mudah menguap sangat dipengaruhi olch
penambahan perckat Kadar perckat yang semakin tinggi akan menyebabkan kadar zat mudah
menguap bahan bakar padat semakin bertambah dikarenakan adanya zat mudah menguap pada
perekat yang ikut menguap ketika pemanasan. Kadar zat menguap inilah yang menycbabkan asap
selama pembakaran [Saktiawan, 2008 2.8.5 Karbon Terikat (Fixed Carbon) Kadar fixed carbon
scbanding dengan nilai kalor. Kadar karbon terikat sangat dipengaruhi olch tekanan pengepresan
dan juga kadar perekat yang ditambahkan.Semakin tinggi tckanan pengepresan maka kadar air,
kadar abu, dan kadar zat mudah menguap semakin rendah sehingga akan memperbesar kadar
karbon terikat. Sedangkan penambahan jumlah perekat yang berlebihan akan

19 yang semakin meningkatkan kadar air, kadar abu, dan kadar zat mudah menguap tinggi sehingga
menurunkan kadar karbon terikat [Saktiawan, 2008) 29 Pengaruh Kondisi Proses terhadap Kualitas
Bahan Bakar Padat proses yang bervariasi mempengaruhi kualitas dari bahan bakar ya briket yang
dihasilkan, Kondisi proses ini antara lain adalah sub rasio penambahan filler tekanan pengepresan,
dan waktu kondisi proses yang paling diperhatikan adalah terhadap briket tersebut. Nilai kalor
pembakaran parameter sifat pembakaran bahan bakar. Pemilihan nilai Kondisi karbonisasi,
pengepresan. Pengaruh perubahan nilai kalor merupakan salah safu kalor scbagai variabel respon uji
optimasi karena menunut Grover dkk, 12002] nilai kalor menupakan parameter utama pengukuran
kualitas bahan bakar. Nilai parameter pembakaran yang lain seperti daya bakar dan efisiensi bakar
yang tinggi tidak terlalu penting pembakaran yang rendah [Umam, 2007) pembakaran jika bahan
bakar tersebut memiliki nilai kalor 2.9.1 Temperatur Karbonisasi terhadap Nilai Kalor Karbonisasi
merupakan proses konversi dari suatu zat organik kedalan karbon atau residu yang mengandung
karbon dalam proses pembuatan arang berkarbon. Karbonisasi dilakukan dengan membakar bahan
baku dalam kondisi gen terbatas untuk menghilangkan kandungan air dan material-material lain
dalam bahan baku yang tidak dibutuhkan olch arang seperti hidrogen dan oksigen atau material
yang menguap [Tirono dan Sabit, 2011 Kadar karbon terikat yang tinggi terbentuk seiring dengan
naiknya temperatur karbonisasi. Kadar karbon terikat berbanding lurus dengan nilai kalor dimana
kadar karbon terikat berbanding lurus dengan nilai karbon yang dihasilkan Grover dkk, 2002 Dari
penelitian pembuatan briket yang dilakukan oleh Novianti dkk. (2013] menggunakan limbah TKS
dengan memvariasikan temperatur karbonisasi scbesar 18o C, 200 Cdan 220 "C menunjukkan bahwa
variasi temperatur karbonisasi berpengaruh signifikan terhadap nilai kalor briket. Penelitian
pembuatan briket yang dilakukan olch Nurdiawati dkk., 12015

20 menggunakan limbah TKS dengan memvariasikan 100 C 150 C. 180 C dan 220 C menunjukan
bahwa variasi temperatur karhonisasi juga berpengaruh signifikan terhadap nilai kalor briket.
Semakin tinggi temperatur karbonisasi mengenai pengaruh temperatur karhonisasi terhadap nilai
kalor dari penelitian yang dilakukan olch Nurdiawati [2015) dapat dilihat pada Gambar 2.3
temperatur karbonisasi sebesar maka akan semakin tinggi nilai kalor briket. Grafik 20 19,5 19 18,5 18
9 175 17 16,5 Z 16 15,5 15 100 150 180 220 Temperature (C Gambar 2.5 Pengaruh temperatur
karbonisasi terhadap nilai kalor Nurdiawati dkk, 2015 2.9.2 Ukuran Partikel Dari penelitian
pembuatan briket yang dilakukan oleh Usman 12007) menggunakan kulit buah kakao sebagai bahan
baku utama yang dikarbonisasi didalam tungku selama 4 sampai 5 jam dengan memvariasikan
ukuran partikel sebesar 30, 50 dan 70 mesh menunjukkan bahwa variasi ukuran partikel bahan baku
berpengaruh signifikan terhadap nilai kalor dan densitas briket. Semakin kecil ukuran partikel bahan
baku maka akan semakin tinggi nilai kalor dan kerapatan briket. Nilai kalor briket berkaitan dengan
efisiensi suatu bahan bakan padat. Apabilai nilai kalor briket rendah berarti jumlah bahan bakar yang
digunakan untuk pembakaran akan lebih banyak, tetapi bila nilai kalornya tinggi berarti jumlah
bahan bakar yang digunakan untuk pembakaran akan lebih sedikit.

21 Grafik mengenai penganuh ukuran yang dilakukan olch Usman (2007) dapat dilihat pada Gambar
2.6 partikel terhadap nilai kalor dari penelitian 4400 350 4300 4 4250 4200 4150 100 050 30 50 70
Ukuran Partikel (mesh) Gambar 2.6 Pengaruh ukuran partikel terhadap nilai kalor (Usman, 2007
Rasio Penambahan Filler Bahan Bakar Padat Terhadap Nilai Kalor Dari penelitian yang telah
dilakukan oleh Ali dkk. 12012). penambahan 2.9.3 gliserol memiliki pengaruh positif pada nilai kalor
pembakaran bahan bakar padat Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa penambahan gliserol dapat
meningkatkan nilai kalor pembakaran bahan bakar padat. Asavatesanupap dan Santikunaporn 2012]
juga melakukan penelitian mengenai pembuatan bahan bakar padat dari kulit durian dan ampas
tebu dengan filler gliserol. Hasil yang didapat ditampilkan pada Gambar 2.7. Rasio perbandingan
kulit durian dan ampas tebu terhadap gliserol terbaik didapatkan dari rasio 70:30 dengan nilai kalor
18.010 kJkg dan 18.420 kJ/kg

18,S 18 2 175 kulit durian 17 Ampas Tebu 16 Rasio perbandingan kulit durian dan ampas tebu
terhadap gliserol Gambar 2.7 Pengaruh rasio massa kulit durian, ampas tebu dan gliserol terhadap
nilai kalor [Asavatesanupap dan Santikunapom, 2012 2.9.4 Tekanan Pengepresan Pemberian
tekanan pengepresan dilakukan untuk menciptakan kontak antara permukaan bahan utama dengan
filler. Semakin tinggi tekanan yang diberikan cenderung menghasilkan bahan bakar padat dengan
densitas yang semakin tingsi yang berdampak pada peningkatan nilai kalor yang didapatkan dari
bahan baka tersebut [Thabout dkk.. 2015] Namun pemberian tekanan yang berlebihan dapat
mengakibatkan filler dengan fasa cairan kental akan keluar bersamaan dengan kadar air yang
dikandung olch bahan baku Thabout dkk 12015] melakukan penelitian terhadap pengaruh tekanan
pengepresan terhadap sifat fisika dan kimia briket arang dari tongkol jagung dengan rentang
tekanan 40-70 kg/em2 yang ditampilkan dalam Gambar 2.8

23 50 300 250 150 50 0 70 40 50 Tekanan (kg/em2 Gambar 2.8 Pengaruh tekanan pengepresan
terhadap nilai densitas (Thabout dkk., 2015 Hasil yang didapat menunjukkan bahwa semakin tinggi
tekanan yang digunakan maka kerapatan bahan bakar padat akan semakin tinggi. Tekanan
pengepresan yang tinggi juga menurunkan kadar air, kadar abu, dan kadar zat mudah menguap.
Kadar karbon terikat juga semakin tinggi jika tekanan pengepresan dinaikkan karena karbon terikat
sangat berkaitan dengan kadar air, kadar abu, dan kadar zat mudah menguap. Kadar karbon terikat
yang tinggi berbanding lurus dengan nilai kalor dari bahan bakar padat yang dihasilkan. Kemampuan
memberikan panas dari kayu kering dan biomassa tiap satuan massa sebanding dengan densitasnya.
Semakin tinggi kerapatannya, maka semakin tinggi pula nilai kalor yang dihasilkan [Sudrajat, 1984
dikutip dari Saktiawan 2008) 2.9.5 Waktu Pengepresan Panwar dkk.. (2011] melakukan penelitian
pembuatan briket dengan serbuk gergąji sebagai bahan baku pada tekanan 100 MPa dengan variasi
waktu pengepresan 0,1020,40, dan 60 yang ditampilkan pada Gambar 2.9
24 129 2001 60 80 20 waktu pengepresan serbuk gergaji pada tekanan 100 Mpa pada rentang waktu
pengepresan 0-60 detik Panwar, 2011 densitas briket Hasil yang didapat bahwa pada 10 detik waktu
pengepresan meningkat hingga 14 % . Untuk waktu perubahan kerapatan yang tetjadi. Dari Gambar
2.5, kerapatan bergantung waktu setelah ejeksi. Kerapatan setelah 2 menit ejcksi lebih besar
dibanding kerapatan setelah 24 jam ejeksi, yang berarti briket memgembang setelah 24 jam ejeksi
Kerapatan briket sangat berpengaruh terhadap nilai kalor briket. Semakin tinggi kerapatan maka
semakin tinggi nilai kalor briket /Saktiawan, 2008) pengepresan yang semakin lama tidak ada

Das könnte Ihnen auch gefallen