Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang
“ASUHAN KEPERAWATAN PTCA ” dengan baik.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan
usulan yang membaca makalah ini demi perbaikan makalah yang telah kami buat. Mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun untuk kami.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah kami susun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan masa depan.
Penyusun
Kelompok 1
2
DAFTAR ISI
JUDUL SAMPUL..................................................................................................................1
KATA PENGANTAR............................................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................4
1.3 Tujuan.....................................................................................................................4
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
PTCA adalah usaha untuk memperbaiki aliran darah arteri koroner dengan memecah plak
atau ateroma yang telah tertimbun dan mengganggu aliran darah ke jantung. Kateter dengan
ujung berbentuk balon dimasukkan ke arteri koroner yang mengalami gangguan dan
diletakkan diantara daerah aterosklerotik. Balon kemudian dikembangkan dan dikempiskan
dengan cepat untuk memecah plak. PTCA tersebut digunakan sebagai penyanggah agar
pembuluh darah terbuka sehingga aliran darah dan oksigen kembali lancer. PTCA
dilakukakn pada klien yang mempunyai lesi yang menyumbat minimal 70% lumen internal
arteri koroner besar, sehingga banyak daerah jantung yang berisiko mengalami iskemia
(Muttaqin, 2009).
Penyempitan pembuluh darah terjadi akibat gaya hidup yang tidak sehat. Sering
mengkonsumsi makanan berlemak jenuh (berkolesterol tinggi), bergula tinggi, merokok, dan
jarang berolahraga adalah factor umum penyebab penyempitan pembuluh darah yang dapat
memicu serangan jantung. Seiring perkembangan teknologi dunia kedokteran, kini
penyempitan pembuluh darah yang dapat memicu serangan jantung dapat diatasi dengan
metode pemasangan PTCA pada pembuluh darah jantung yang mengalami penyempitan.
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
1) KONSEP PENYAKIT
A. Pengertian PTCA
5
pada koroner untuk mempertahankan pembukaan pembuluh darah koroner secara
mekanis. PCI adalah Percutaneus Coronary Intervention yaitu istilah lain dari PTCA
dengan pemasangan stent.
2) Indikasi PTCA
6
dituju.Kemudian kateter berujung balon yang bisa dikembangkan dimasukkan
melalui kawat penunjuk dan dipasang sesuai letak lesi. Balon diisi dengan larutan
kontras bertekanan selama kurang lebih 30 sampai 60 detik, kemudian akan memecah
atau menekan lesi arteriosklerosik jika kateter berujung balon telah dipasang pada
posisi yang benar. Tunika media dan adventisia arteria koroner juga ikut teregang.
Pengembangan mungkin diperlukan sampai beberapa kali untuk menghasilkan efek
yang diinginkan. Biasanya ditentukan dengan peningkatan lebar lumen arteri
sebanyak 20 % atau lebih. Cara lain untukmengukur keberhasilan PTCA adalah bila
stenosis yang tersisa kurang dari 50% atau perbedaan tekanan darah dari sisi yang
mengalami lesi ke sisi yang lainnya kurang dari 20 mmHg dan tidak ada tanda klinis
trauma arteri. (Suzanne dan Brenda (2002).
Menurut Santoso T (1997) PTCA pada infark akut dapat dilaksanakan sebagai
berikut.
A. Direct PTCA :
PTCA dilaksanakan tanpa sebelumnya penderita diberi terapi thrombolitik.
Tujuannya untuk reperfusi dan menyelamatkan miokardium. Keuntungannya adalah
thrombolitik terkontraindikasi, terapi dapat lebih tepat karena anatomi koroner
diketahui, pembuluh darah dapat lebih baik dibuka, dapat meningkatkan harapan
hidup, dan mengurangi resiko perdarahan. Kerugiannya adalah biaya, fasilitas dan
tenaga ahliterbatas, keterlambatan pelaksanaan bila harus menyiapkan laboratorium
kateter, serta problem restenosis dan reklusi belum sepenuhnya diatasi.
B. Rescue (salvage) PTCA :
C. Immediate PTCA :
PTCA dilaksanakan setelah thrombolisis yang berhasil. Tujuannya mencegah
reoklusi, memepercepat penyembuhan miokardium.
D. Delayed PTCA :
PTCA dilaksanakan 1-7 hari setelah thrombolisis. Tujuannya untuk mencegah
reoklusi dan mempercepat penyembuhan miokardium (Sentoso, 1997).
7
5) Komplikasi PTCA
Selama masa pemulihan dapat terjadi sobekan arteri, penyempitan arteri secara
mendadak, dan spasme arteri koroner. Komplikasi tersebut memerlukan
penatalaksanaan bedah darurat. Semua kandidat PTCA juga harus merupakan
kandidat bedah pintas arteri koroner. Kamar operasi jantung dan tim harus siap sedia
selama PTCA.
a) Angina
b) Aritmia
c) Perdarahan
d) Spasme mendadak dari pembuluh darah koroner.
e) Hipotensi
f) Reoklusi
g) Iskemia tungkat
h) Infark miokard
i) Kematian
8
Setelah dilakukan pemasangan PTCA, klien dianjurkan untuk rawat inap. Klien
yang tidak mengalami komplikasi dapat pulang satu hari setelahnya. Klien kembali ke
unit dengan kanula vaskuler perifer besar tetap terpasang. Klien dipantau dengan
ketat akan adanya pendarahan. Kanula baru dilepas bila hasil pemeriksaan bekuan
darah kita telah kembali ke 1,5-2 kali harga normal laboratorium.
8) Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan EKG
ECG bermanfaat dalam mengidentifikasi iskemia miokardium, apalagi dalam
kondisi istirahat. Adanya gambaran depresi S-T atau horizontal 1 mm atau lebih
diluar titik J, bersifat khas, walaupun tidak patognomonik iskemia kardium.Pada
IMA, menunjukkan peninggian gelombang ST, iskemia berarti ; penurunan atau
datarnya gelombang T, menunjukkan cedera dan adanya gelombang Q, nekrosis
berarti. Gambaran lain dari adanya kelainan ECG mencakup perubahan
gelombang ST-T nonspesifik, kelambatan hantaran atrioventrikularis dan
intraventrikel serta aritmia bersifat non spesifik untuk penyakit jantung koroner
aterosklerotik. Kelainan ECG akibat infark miokardium transmural akut
mencakup gelombang Q abnormal, yang digabung dengan elevasi segmen S-T
yang khas dan perubahan gelombang –T, tetapi banyak infark terletak
subendokardium atau intramural dan tidak menimbulkan gelombang Q yang
abnormal. Blok cabang berkas kiri dan hipertropi ventrikel kiri merupakan ECG
yang lazim ditemukan, yang bisa mencegah adanya kemunculan gelombang Q
yang baru. Kompleks QRS yang berubah bentuk oleh beberapa infark sebelumnya
jarang terjadi perubahan bermakna oleh infark berikutnya, bila hiperventilasi bisa
menimbulkan depresi segmen S-T yang tidak dapat dibedakan dari perubahan
ECG cedera subendokardium.
b. Laboratorium darah
Bila sel-sel otot jantung cedera tidak reversibel, maka enzim-jantung bisa
memasuki aliran darah melalui drainase vena atau aliran limfe jantung, dengan
demikian kadar enzim jantung jantung dalam serum dapat meningkat setelah
adanya infark miokardium akut. Penentuan enzim yang mempunyai manfaat
9
terbesar adalah isoenzim CK (MB CK) dan LDH (LDH I). Jika pasien diperiksa
dalam 48 jam dari waktu nyeri dada, maka penentuan CK total dan MB CK
memeberikan spesifisitas terbesar. LDH 1 merupakan tes enzim paling
bermanfaat untuk pasien yang diperiksa setelah 48 jam dari nyeri dada, karena
peningkatan aktifitas LDH 1 bisa menetap selama 10 – 12 hari. Enzim jantung
dan iso enzim : CPK-MB (isoenzim yang ditemukan pada otot jantung )
meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam
36-48 jam. LDH meningkat dalam 12-24 jam, memuncak dalam 24-48 jam dan
memakan waktu lama untuk kembali normal. AST (aspartat amonitransferase)
meningkat (kurang nyata/khusus) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24
jam dan kembali normal dalam 3-4 hari. Bila gejala iskemia miokardium bersifat
klasik dan kelainan ECG pasti, maka enzim serum tidak diperlukan untuk tujuan
diagnostik. Tingginya enzim jantung mengindikasikan pronogsis yang buruk .
LIPID Darah (lemak) bahwa telah diketahui bahwa hiperlipidemia adalah suatu
faktor penting dalam perkembangan aterosklerosis koronaria. Demikian juga
peningkatan kadar gula darah yang diatas rata-rata, hal ini menunjukkan adanaya
risk factor lain yang dapat menyebabkan aterosklerosis. Elektrolit :
ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan dapat mempengaruhi
kontraktilitas, contoh ; hipokalemia/hiperkalemia. Sel darah Putih (SDP) :
leukosit (10.000-20.000) biasanya tampak pada hari kedua setela IM sehubungan
dengan proses inflamasi. Kecepatan sedimentasi : meningkat pada hari kedua
dan ketiga setelah MI, menunjukkan inflamasi. Kimia : mungkin normal
tergantung abnormalitas fungsi/perfusi organ akut/kronis.
Kolesterol/trigeliserida serum : meningkat, menunjukkan arteriosclerosis
sebagai penyebab IM
c. Pemeriksaan dengan echocardiograf
Pemeriksaan penunjang lain yaitu pemeriksaan echo-kardiografi, dari
pemeriksaan ini dapt dilihat lokasi penyumbatan dan berapa besar tingkat aliran
darah yang mengaliri koroner dan jantung, dan dilihat juga seberapa besar adanya
penyumbatan aliran tersebut. Dari hasil echo yang dapat memotret dari 3 dimensi
memungkinkan diagnosa dan tindakan yang akan dilakukan akan tepat sasaran.
10
d. Pemeriksaan photo thorax
Hasil, mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung disuga GJK atau
aneurisme ventrikuler. Pemeriksaan ini disamping untuk mengetahui seberapa
besar adanya pembesaran jantung, juga untuk mengetahui dan mengidentifikasi
gangguan sistem respirasi terutama paru. Dengan adanya photo thorak dapat
diketahui secara dini adanya pneumonia atau infeksi lain sehingga faktor penyulit
tersebut dapat dicegah dan ditangani dengan cepat.
11
2. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
I. Pengkajian prabedah
a. Pengkajian fisik
Sistem pernafasan : Gerakan dada, suara nafas, frekuensi nafas
Sistem kardiovaskular: Frekuensi dan irama jantung, suara jantung, tekanan
darah, denyut nadi perifer.
Sistem pencernaan : Status nutrisi dan cairan, berat dan tinggi badan.
Sistem perkemihan: Haluaran urine, berat jenis urine, dan osmolaritas, edema
perifer.
Sistem muskoloskeletal: Tingkat aktivitas klien, kekuatan otot.
Sistem integument: Warna kulit, turgor, suhu, keutuhan.
Ketidaknyamannan: Sifat, jenis, lokasi, durasi,
b. Pengkajian psikologis
Observasi emosi klien, tingkat kecemasan klien.
c. Pemeriksaan penunjang
EKG : untuk mengetahui disaritmia.
Sinar X dada
Hasil laboratorium: darah lengkap, koagulasi, elektrolit, ureum, kreatinin, BUN.
Kateterisasi.
ECHO.
II. Pengkajian intrabedah.
Sistem pernafasan : Observasi gerakan dada, suara nafas, frekuensi nafas.
Sistem kardiovaskuler : Observasi tekanan darah, nadi perifer, irama jantung.
Sistem neurologi : Observasi tingkat kesadaran klien.
Sistem pencernaan : Observasi status cairan dan elektrolit.
Sistem perkemihan : Observasi haluaran urine.
Sistem muskoloskeletal: Observasi aktivitas klien, posisi intraoperatif.
Sistem integument : Warna kulit, turgor, suhu dan kelembapan.
12
III. Pengkajian pascabedah.
Status respirasi
Biasanya penderita dari kamar operasi masih belum sadar dan di berikan sedasi
sebelum dipindahkan ke ICU. Ketika tiba di ICU segera di pasang respirator dan
dilihat slang dan ukuran yang di pakai (melalui mulut dan hidung), gerakan dada,
suara nafas, penentuan ventilator (frekuensi, volume tidal, konsentrasi oksigen,
tekanan positif akhir ekspirasi, kecepatan nafas, tekanan ventilator, saturasi oksigen
arteri (SaO2), CO2 akhir tidal, pipa drainase rongga dada, gas darah arteri, volume
tidal dan curah semenit, frekuensi nafas, FIO2, PEEP, dan karakteristik aspirat, jika
warna kehijauan, kental atau berbusa kemerahan sebagai tanda edema paru dan jika
perlu di buat kultur.
Sistem kardiovaskuler.
Frekuensi dan irama jantung, suara jantung, tekanan darah arteri, tekanan vena
sentral (CVP), tekanan arteri paru, tekanan baji arteri paru, tekanan atrium kiri (LAP),
bentuk gelombang dan pipa tekanan darah invasif, curah jantung dan indeks, tahanan
pembuluh darah sistemik dan paru, saturasi oksigen arteri paru (SVO2) bila ada,
drainase rongga dada, dan status serta fungsi pacemaker.
Sistem neurologi.
Kesadaran di pantau sejak klien mulai bangun atau masih diberikan obat sedatif
pelumpuh otot.
Sistem pencernaan.
Observasi status cairan, asupan nutrisi.
Sistem perkemihan.
Observasi produk urine setiap jam dan perubahan warna yang terjadi
akibat hemolisis dan lain-lain.
Nyeri.
Kaji sifat, jenis, lokasi, durasi, ketidaknyamanan, respons terhadap
analgetika.
13
Pengkajian komplikasi.
Klien terus menerus dikaji mengenai adanya indikasi ancaman komplikasi,
meliputi :
- Penurunan curah jantung
- Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
- Gangguan pertukaran gas.
- Gangguan peredaran darah otak.
b. Diagnosa Keperawatan
Pre PTCA :
Nyeri dada berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen miokard.
Takut atau cemas berhubungan dengan ketidaktahuan akan tindakan PTCA.
Post PTCA :
a. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas jantung,perubahan irama jantung.
b. Nyeri dada berhubungan dengan iskemia miokard, diseksi, spasme, dan emboli.
c. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan
sirkulasi akibat emboli,trombus dan hematoma.
d. Keterbatasan aktifitas berhubungan dengan luka daerah tusukan.
c. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan iskemia miokard ditandai
dengan pasien menyatakan nyeri dada, gelisah, heart rate meningkat, tekanan darah
meningkat
Tujuan rencana keperawatan : nyeri berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan
selama 3 x 24 jam
Intervensi keperawatan :
a. Mengkaji tingkat nyeri dada dan abdomen, dengan pemeriksaan fisik dan anemnesa
ke pasien.
b. Megobservasi adanya cemas/gelisah pada pasien
c. Mencatat/pantau TTV (TD,N,RR,S) setiap jam
14
d. Memberikan posisi yang nyaman dan ajarkan tehnik relaksasi yaitu tarik nafas dalam
dan batuk efektif.
e. Membantu dan mendorong keluarga untuk aktif dan member dukungan selama
perawatan diri pasien
f. Mendampingi pasien saat dokter menjelaskan tentang penyakit pasien dan prosedur
PCI
g. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit dan prosedur PCI kepada pasien
dan keluarga
h. Kolaborasi: memberikan obat anti nyeri dan cemas yaitu: parasetamol, diazepam oral
sesuai dosis
15
i. menganjurkan keluarga pasien untuk memberi dukungan, mendampingi dan berdoa
untuk keberhasilan prosedur PCI dan kesembuhan pasien sesaat sebelum prosedur PCI
j. berkolaborasi dengan dokter untuk obat anti depresan : diazepam 5mg kalau perlu
16
a. Mencatat/mengobservasi TTV, HR,TD,RR, terutama adanya hipotensi, dan
mewaspadai penurunan sistole/diastole
b. Mencatat/observai adanya disritmia, kualitas denyut nadi dan observasi respon pasien
c. Mengobservasi perubahan status mental/orientasi/gerakan reflek tubuh/gelisah
d. Mencatat kualitas nadi perifer dan suhu kulit dengan cara meraba nadi perifer
e. Mengukur dan catat intake-output balance cairan selama 24 jam
f. Mendorong keluarga dan membantu keluarga dalam memenuhi aktifitas perawatan diri
sesuai kemampuan pasien
g. Mengkaji ulang ECG secara berseri setiap 24 jam dengan melakukan pemeriksaan
ECG 12 Lead setiap hari disamping tetap memasang monitor ECG dan memantaunya
Kolaborasi:
a. Memberikan Oksigen sesuai indikasi
b. Memberikan cairan lewat IV line sesuai indikasi
c. Memberikan obat-obatan baik intra vena dan per oral sesuai indikasi
d. Memantau CVP setiap 2 jam
5. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan dan pemasangan alat – alat
invasive ditandai dengan : pasien merasa demam, suhu tubuh lebih dari 37,5◦C, adanya
kemerahan pada luka tusuk sheet kateter, peningkatan leukosit
Tujuan rencana perawatan : tidak terjadi infeksi setelah dilakukan tindakan perawatan
selama 1 X 24jam
Intervensi perawatan :
a. Gunakan teknik steril saat melakukan prosedur PCI
b. Gunakan teknik steril dan benar saat melakukan pencabutan sheet catheter
c. Rawat luka aff sheet kateter dengan teknik aseptic
d. Monitor tanda-tanda vital termasuk suhu tubuh tiap 4jam
e. Monitor adanya kemerahan, pembengkakan, haematoma, dan rasa hangat pada luka
penusukan sheet kateter
f. Cek infeksi marker bila ada tanda-tanda infeksi
g. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian therapy sesuai kondisi pasien
17
BAB III
PENUTUP
1. kesimpulan
Jantung adalah organ Kardiovaskuler.Jantung memiliki fungsi untuk memompa
darah keseluruh tubuh manusia. Diantara dari banyak nya penyakit jantung,salah satunya
adalah penyakit PTCA atau penyakit arteri koroner (Coronary Artery Disease, CAD).
PTCA adalah jenis penyakit jantung yang paling umum. Penyakit ini terjadi apabila plak
kolesterol menumpuk pada dinding arteri dalam suatu proses yang disebut arterioklerosis.
Menurut Suzanne dan Brenda (2002) angioplasty koroner transluminal perkutan
adalah usaha untuk memperbaiki aliran darah arteri koroner dengan memecah plak atau
ateroma yang telah tertimbun dan mengganggu aliran darah ke jantung.
Dari (www.singhealth.com.sg) Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty
(PTCA), atau Angioplasti Koroner, adalah prosedur non-bedah dengan invasi minimal
yang digunakan untuk membuka pembuluh darah yang menyempit. an mengganggu
aliran darah ke jantung.
2. SARAN
1. Untuk mencapai asuhan keperawatan dalam merawat klien, pendekatan dalam
proses keperawatan harus dilaksanakan secara sistematis.
2. Pelayanan keperawatan hendaknya di laksanakan sesuai dengan prosedur tepat
dan tetap memperhatikan dan menjaga privacy klien
3. Perawat hendaknya selalu menjalin hubungan kerja sama yang baik / kolaborasi
baik kepada teman sejawat, dokter atau para medis lainnya dalam hal
pelaksanaan asuhan keperawatan maupun dalam hal pengobatan kepada klien
agar tujuan yang di harapkan dapat tercapai.
18
DAFTAR PUSTAKA
Aspiani, Reni Yuli. (2014). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskular. EGC :
Jakarta
Pick AW, Orszulak TA, Anderson BJ,et al, Single Versus Bilateral Internal Mammary Artery
Grafts:10-years Outcome Analysis. Ann Thorac Surgery 1997;64,599-605
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. EGC : Jakarta
19