Sie sind auf Seite 1von 8

Evaluasi Pemantauan Intrapartum pada Persalinan dengan BBLR

di RSUD Gunung Jati Kota Cirebon

Lisnawati
Jurusan Kebidanan, Politeknik Kesehatan Kemenkes Tasikmalaya
Email: bidan_lisna85@yahoo.com

Abstract: Evaluation of Midwives Skills in The Management of Labor with Low Birth
Weight (LBW) (The study of intrapartum monitoring). Low Birth Weight (LBW) is neonates
with birth weight less than 2,500 grams (up to 2,499 grams) without looking the duration of
pregnancy. LBW is one cause of infant mortality rate in Indonesia. Increasing the knowledge,
attitudes, and skills of midwives are the strategy to reduce infant mortality rate. The number of
spontaneous labor with preterm gestation by midwives is the main reason to increase the skills of
the LBW. This study was aimed to evaluate the skills of midwives in the management of labor
with low birth weight in intrapartum monitoring. The methods were a quantitative and qualitative
study with cross sectional approach. The quantitative was to evaluate the skills of midwives in
intrapartum monitoring (active phase of the first stage), it is using checklists to 20 midwives in the
delivery room who had received at least 1 case of labor with LBW. Research also conducted
qualitatively by interviewing midwives in the delivery room and hospital managers. The results of
this study showed that the midwives were not competent in the intrapartum monitoring of LBW.
The average value of midwives skills in action intrapartum monitoring is 70.3% (the highest value
is 81,25% and the lowest is 62,25%). The midwives know that labor with LBW is not authorized
by midwives, all this time management labor with low birth weight is through a doctor's advice,
but the midwives were not competent and not confident in providing care in the management of
labor with LBW. This study showed that the skills of midwives in the intrapartum monitoring of
LBW are not good enough to be able to reduce mortality due to LBW.

Keywords: Intrapartum monitoring, Low Birth Weight

Abstrak: Evaluasi Pemantauan Intrapartum pada Persalinan dengan BBLR di RSUD


Gunung Jati Kota Cirebon. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah neonatus dengan berat
badan lahir kurang dari 2.500 gram (sampai 2.499 gram), tanpa memandang lama masa kehamilan
dan merupakan salah satu penyebab kematian bayi di Indonesia. Peningkatan pengetahuan, sikap
dan keterampilan bidan, merupakan upaya dalam menurunkan angka kematian bayi. Banyaknya
persalinan spontan dengan usia kehamilan prematur yang ditolong oleh Bidan menjadi dasar
perlunya peningkatan keterampilan mengenai BBLR. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi
keterampilan bidan dalam pengelolaan persalinan dengan BBLR dalam pemantauan intrapartum.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan teknik kuantitatif dan kualititaif.
Pada teknik kuantitatif, variabel keterampilan bidan dalam pemantauan intrapartum (kala I fase
aktif), menggunakan daftar tilik kepada 20 orang bidan di ruang bersalin yang pernah
mendapatkan minimal 1 kasus persalinan dengan BBLR. Pada penelitian kualitatif, dilakukan
wawancara pada bidan di ruang bersalin dan manager Rumah Sakit terkait. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa bidan tidak terampil dalam pemantauan intrapartum pada persalinan dengan
BBLR. Nilai rata-rata keterampilan bidan dalam melakukan tindakan pemantauan intrapartum
adalah 70,3% (nilai tertinggi adalah 81,25% dan terendah 62,25%). Bidan mengetahui bahwa
persalinan BBLR bukan kewenangan bidan, selama ini penatalaksanaan persalinan dengan BBLR
adalah melalui advis dokter, namun bidan merasa belum kompeten dan belum percaya diri dalam
memberikan asuhan pada pengelolaan persalinan dengan BBLR. Penelitian ini menunjukkan
keterampilan bidan dalam pemantauan intrapartum pada kasus persalinan dengan BBLR belum
cukup baik untuk dapat menurunkan angka kematian akibat BBLR.

Kata kunci: Pemantauan Intrapartum, Persalinan dengan BBLR

Masa yang paling rentan dari sepanjang sangat dipengaruhi oleh faktor biologis (kondisi
kehidupan bayi adalah periode neonatal (0-28 janin ketika di dalam kandungan) dan faktor luar
hari). Dari periode neonatal, masa yang paling yaitu manajemen pada persalinan dan penanganan
rentan adalah ketika bayi berumur 0-6 hari bayi baru lahir sangat mempengaruhi kelangsungan
(neonatal dini), yaitu kondisi bayi baru lahir hidup bayi baru lahir (Sarimawar, 2007).
178
179 Jurnal Kesehatan, Volume VIII, Nomor 2, Agustus 2017, hlm 178-185

Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) mengalami asfiksia sesudah persalinan, sehingga
diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia membutuhkan tindakan resusitasi setelah bayi
dengan batasan 3,3%-3,8% dan lebih sering lahir (Fauchere, 2012). Kualitas pemantauan
terjadi di negara-negara berkembang. Secara intrapartum sangat diperlukan untuk mengurangi
statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR kejadian gawat janin. (Walther, 2007).
didapatkan di negara berkembang dan angka Faktor risiko kematian neonatal bersifat
kematiannya 35 kali lebih tinggi dibandingkan ganda termasuk BBLR. Bukan hanya penyebab
dengan bayi berat badan lebih dari 2500 gram langsung kematian, tetapi juga merupakan faktor
(SDKI, 2012). utama yang mengancam kesempatan bayi baru
Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia lahir untuk bertahan hidup. (Culhane, RL 2007)
masih cukup tinggi bila dibandingkan dengan BBLR yang diperkirakan 15% dari kelahiran
negara ASEAN (Assosiation of South East Asian hidup di seluruh dunia, mencakup negara maju
Nation) lainnya. Berdasarkan Survey Demografi sebesar 6% dan negara berkembang sebesar 30%.
dan Kesehatan indonesia (SDKI) tahun 2012, Meskipun hanya 14% bayi dengan BBLR
AKB di Indonesia sebesar 32 per 1.000 kelahiran dilahirkan di negara berkembang, jumlah ini
hidup. Di Indonesia dari seluruh kematian bayi, bertanggung jawab terhadap 60%-80% kematian
sebanyak 57% meninggal pada masa bayi baru neonatal (Yanti, 2014).
lahir (usia di bawah 1 bulan) dan setiap 6 menit Angka Kematian Bayi di kota Cirebon
terdapat 1 bayi baru lahir yang meninggal. Pada tahun 2013 sebanyak 39 bayi. Penyebab
tahun 2013, angka kejadian BBLR di Indonesia kematian bayi terbanyak yaitu 19 bayi meninggal
sebesar 10,2 %. Penyebab kematian bayi baru karena BBLR (48,7%), Asfiksia (12,8%) dan
lahir di Indonesia adalah BBLR (29%), asfiksia lain-lain (38,5%) (Profil Dinkes Kota Cirebon,
(27%) dan lain-lain 44%. 2013).
Untuk mencapai penurunan AKB, salah Berdasarkan survey pendahuluan yang
satu rencana strategis Departemen Kesehatan dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah
(Renstra Depkes) yaitu meningkatkan akses (RSUD) Gunung Jati Kota Cirebon periode bulan
pelayanan kesehatan yang berkualitas dan Januari sampai dengan bulan Desember tahun
meningkatkan keterampilan petugas Kesehatan. 2014, terdapat 1.958 persalinan dengan 369
Pengetahuan, sikap dan keterampilan petugas (18,8%) diantaranya adalah persalinan dengan
kesehatan, khususnya Bidan, merupakan upaya Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), dan total
dalam menurunkan angka kematian bayi. Bidan kematian neonatal dini akibat BBLR adalah
yang memiliki pengetahuan, sikap dan sebanyak 17 bayi meninggal setelah lahir. Dari
keterampilan tentang BBLR diharapkan dapat 17 kasus kematian neonatal dini, 13 diantaranya
menangani kasus BBLR dengan baik dan benar ditolong oleh bidan, sedangkan 4 kasus
(Renstra Kemenkes RI, 2010). persalinan dengan BBLR lainnya ditolong oleh
Berdasarkan jurnal kebijakan kesehatan Dokter Spesialis kandungan (Laporan Persalinan
Indonesia tahun 2013, diketahui bahwa kinerja RSUD Gunung Jati, 2013).
pelayanan KIA di Rumah Sakit Pemerintah Fenomena yang terjadi di Rumah Sakit
Indonesia 66,3% tidak optimal. Proporsi Umum Daerah adalah semua persalinan spontan
penanganan BBLR <100%, lebih banyak terjadi baik pada usia kehamilan aterm maupun
di Rumah Sakit kelas C (20,7%) (Simbolon, prematur ditolong oleh Bidan. Berdasarkan hasil
2013). Hasil penelitian kualitatif tentang Perilaku studi pendahuluan yang peneliti lakukan melalui
Bidan dalam menangani bayi asfiksia wawancara terhadap beberapa bidan di RSUD
menunjukkan bahwa bidan kurang profesional Gunung Jati Kota Cirebon, dari 20 orang bidan, 5
disebabkan masih rendahnya pengetahuan dan orang (25%) telah mengikuti pelatihan tentang
keterampilan bidan, disamping faktor pemungkin penanganan asfiksia pada bayi baru lahir,
seperti sarana dan prasarana yang tidak sedangkan 15 orang lainnya (75%) belum
mendukung dan faktor penguat seperti peran melakukan pelatihan. Hal ini berdampak pada
pimpinan yang belum maksimal (Sunarti, 2008). keterampilan bidan tentang pengelolaan persalinan
Masalah yang sering muncul pada BBLR dengan BBLR. Pelatihan dapat mempengaruhi
adalah asfiksia, yaitu keadaan bayi yang tidak keterampilan seseorang disamping faktor umur,
dapat bernapas spontan dan teratur segera setelah pendidikan ataupun lamanya bekerja sebagai bidan
lahir, sehingga dapat menurunkan oksigen dan (Endang S, 2012). Salah satu cara untuk
meningkatkan karbon dioksida yang dapat menurunkan AKB adalah melalui tenaga
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan kesehatan, terutama bidan yang kompeten, untuk
yang lebih lanjut (Pedro, 2011). Seringkali bayi mengetahuinya, perlu dilakukan evaluasi
yang sebelumnya mengalami gawat janin akan (AIPKIN Id, 2011).
Lisnawati, Evaluasi Pemantauan Intrapartum pada Persalinan dengan BBLR ...180

METODE Kriteria ekslusi penelitian ini adalah: bidan yang


tidak hadir saat dilakukan penelitian. Variabel
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif Kuantitaif yaitu: a) Keterampilan bidan dalam
dengan menggunakan teknik kuantitatif dan pemantauan intrapartum kala I fase aktif pada ibu
kualitatif. Pada teknik kuantitatif, untuk variabel bersalin dengan BBLR, yang dinilai dengan
keterampilan bidan dalam pemantauan menggunakan daftar tilik yang dibagi menjadi 2
intrapartum pada kala I fase aktif dengan BBLR, kategori yaitu kompeten dan tidak kompeten.
penelitian menggunakan data primer pada 20 Pada variabel kualitatif, yaitu tentang
bidan di ruang bersalin, dengan cara observasi pengelolaan persalinan dengan BBLR yang ada
menggunakan daftar tilik. Setiap bidan di RSUD Gunung Jati kota Cirebon. Pengolahan
mendapatkan 1 kasus yaitu persalinan dengan data kuantitatif dilakukan pada data yang telah
BBLR kemudian melakukan pemantauan diperoleh melalui proses pengolahan data yaitu
intrapartum pada kala I fase aktif. editing, coding, processing dan cleaning,
Pada teknik kualitatif, penelitian kemudian data dideskripsikan (Arikunto, 2006).
menggunakan data primer dengan cara Pengelolaan data kualitatif yang terkumpul
wawancara pada seluruh bidan di ruang bersalin melalui wawancara mendalam yang diajukan
dan para stakeholder (6 orang) tentang dengan pertanyaan terbuka akan dilakukan
pengelolaan persalinan dengan BBLR di RSUD analisis dan kualifikasi terhadap jawaban yang
Gunung Jati Kota Cirebon. diberikan secara interaktif, yaitu setelah data
Kriteria inklusi sebagai berikut: a) Bidan terkumpul dibuat ringkasan, pengkodean dan
pelaksana di ruang bersalin b) Berpendidikan membuat catatan kaki, membuang yang tidak
minimal D.III Kebidanan. c) Kasus yang diambil perlu, untuk selanjutnya data disajikan dalam
adalah persalinan yang diduga BBLR dengan bentuk teks naratif.
janin hidup, taksiran berat janin <2500 gram, Penelitian dilakukan di RSUD Gunung Jati
umur ibu bersalin 20-35 tahun, tidak memiliki kota Cirebon pada bulan Mei sampai September
penyakit hipertensi, TBC, infeksi dan Diabetes 2015.
Mellitus, persalinan spontan ditolong oleh bidan.

HASIL

A. ANALISIS KUANTITATIF

Tabel 1. Keterampilan Bidan dalam Pemantauan Intrapartum Kala I Fase Aktif pada
Persalinan dengan BBLR
Prosedur
No. X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 N.T (∑=16) % X8 X9 X10
M =5 M=1 M=1 M=1 M=4 M=1 M=3
1 3 0 0 1 3 0 3 10 62,5 25 D.3 1
2 3 0 0 1 2 1 3 10 62,5 25 D.3 1
3 3 0 0 1 3 1 3 11 68,75 23 D.3 1
4 3 1 1 1 2 1 3 12 75 24 D.3 1
5 3 0 0 1 3 1 3 11 68,75 24 D.3 1
6 3 1 1 1 2 1 3 12 75 24 D.3 1
7 3 1 1 1 2 1 3 12 75 31 D.3 4
8 3 0 0 1 2 1 3 10 62,5 51 D.3 25
9 3 1 1 1 2 1 3 12 75 50 D.3 25
10 3 0 0 1 3 1 3 11 68,75 25 D.4 2
11 3 1 1 1 3 1 3 13 81,25 43 D.4 15
12 3 1 1 1 3 1 3 13 81,25 24 D.3 1
13 3 0 0 1 2 1 3 10 62,5 24 D.3 1
14 3 0 0 1 2 1 3 10 62,5 28 D.3 3
15 3 0 0 1 3 1 3 11 68,75 32 D.3 4
16 3 1 1 1 3 1 3 13 81,25 50 D.4 25
17 3 0 0 1 3 1 3 11 68,75 28 D.3 3
18 3 0 0 1 2 1 3 10 62,5 32 D.3 4
19 3 1 1 1 3 1 3 12 75 43 D.4 15
20 3 0 0 1 3 1 3 11 68,75 43 D.3 15
X 3 0,4 0,4 1 2,6 0,95 3 11,25 70,3
181 Jurnal Kesehatan, Volume VIII, Nomor 2, Agustus 2017, hlm 178-185

Keterangan : “Kalau menurut saya dari tugas dan wewenang


No : nomor responden/sampel bidan, persalinan BBLR itu kan termasuk dengan
M : nilai maksimum penapisan ya, kalau praktik di rumah, memang
X1 : Persiapan tidak boleh, tapi karena lingkungan kerja kita
X2 : Pemantauan DJJ rumah sakit, itu kan ada yang lebih, dokter
X3 : Pemeriksaan Kontraksi jaganya atau penanggng jawab dari bidang
X4 : Pemeriksaan Dalam maternal nya ya, jadi kalau di VK itu kan ada
X5 : Pemeriksaan Tanda-tanda vital dokter jaga, jadi ya sesuai dengan anjuran
X6 : Evaluasi dokter kalau misalkan kira-kira inimah masuk
X7 : Dokumentasi partus normal, yang penting persiapan alat
X8 : Umur lengkap, trus bayinya tidak berisiko, boleh
X9 : Pendidikan ditolong oleh bidan. tapi kalau misalnya bayinya
X10 : Lama Kerja (tahun) sudah BBLR, ibunya kehamilannya preterm tapi
NT : Nilai Total misalkan dengan kelainan jantung, hipertensi
mungkin itu beda lagi ceritanya, jadi yang BBLR
Nilai rata-rata keterampilan bidan dalam nya yang dilahirkan dari ibu yang gak ada
melakukan pemantauan intrapartum kala I fase komplikasi, tapi kalau ada komplikasi itu beda
aktif pada persalinan dengan BBLR adalah lagi.” (R.8)
70,3% (nilai rata-rata tertinggi adalah 81,25% Namun ada pula bidan yang berpendapat
dan terendah 62,5%). Semua bidan melakukan bahwa bidan sebaiknya tidak melakukan
pemeriksaan dalam, mengevaluasi dan pertolongan persalinan dengan BBLR karena
mendokumentasikan dengan benar. Usia bidan banyaknya risiko yang dihadapi bidan. Berikut
mulai dari 23-51 tahun. Pendidikan terendah kutipan wawancaranya :
adalah D.3 kebidanan (16 orang) dan tertinggi “Kalau dilihat dari undang-undang ya bukan,
D.4 kebidanan (4 orang). Masa kerja mulai dari 1 karena berat badan lahir rendah ini kan resiko,
tahun-25 tahun. Temuan ketidaksesuaian dalam walaupun terkadang setelah dilahirkan tidak
pelaksanaan pemantauan intrapartum pada BBLR tampak kelainan-kelainannya ya, tapi kalau
yaitu: setelah beberapa jam, beberapa hari atau
1. Tahap persiapan : beberapa minggu baru keliatan, jadi sebaiknya
a) Tidak memperhatikan kontrol suhu oleh dokter obgyn dan spesialis anak.” (R.8)
ruangan (saat persalinan, suhu ruangan
bersalin tetap dingin atau <25oC) 2. Protap Penanganan Persalinan dengan
b) Tidak menyalakan infarm warmer BBLR
(minimal 15 menit sebelum dilakukan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
pertolongan persalinan) prosedur tetap atau protap adalah tindakan yang
2. Pemeriksaan denyut jantung janin dan harus dijalankan dengan cara yang sama agar
kontraksi hanya dilakukan 1 kali pada saat selalu memperoleh hasil yang sama dari kejadian
di awal pemeriksaan yang sama. Di RSUD Gunung Jati Cirebon,
3. Pemeriksaan tanda-tanda vital: tidak protap tentang penatalaksanaan persalinan
melakukan pemeriksaan nadi, respirasi dan dengan BBLR tidak ada. Selama ini
suhu, hanya dilakukan pemeriksaan tekanan pelaksanaannya adalah dengan melakukan
darah. konsultasi ke dokter, dan melakukan pemantauan
keadaan ibu dan bayi, bila bayi fetal dystress
B. ANALISIS KUALITATIF maka selalu dipantau dengan CTG, peralatan
kegawatdaruratan sudah siap, jika instruksi
1. Kewenangan Bidan dalam Pengelolaan dokter partus pervaginam, maka penolong adalah
Persalinan dengan BBLR bidan. Salah satu kutipannya sebagai berikut:
Terbatasnya keterampilan yang dimiliki “Kalau protap khusus tentang persalinan BBLR
oleh bidan, terutama dalam pengelolaan BBLR di VK gak ada, Ya, kalau BBLR di kita, di rumah
merupakan salah satu kendala rendahnya kualitas sakit itu, kalau memang intrapartumnya normal,
pelayanan kebidanan yang diberikan. Fenomena maksudnya...eee... DDJ baik, itu kan kita
di rumah sakit umum adalah seluruh persalinan penatalaksanaan asuhan yang biasa, tapi kalau
spontan ditolong oleh bidan termasuk persalinan memang ...eeee..distress dan itu mungkin
dengan BBLR. Namun, tidak semua bidan pemantauan ketat terhadap ibu dan bayi. Kalau
kompten dalam melakukan pertolongan memang distress kita pantau dengan memasang
persalinan dengan BBLR, maka hal ini perlu CTG walaupun itu awal kita rekam, selanjutnya
dipertanyakan.
Lisnawati, Evaluasi Pemantauan Intrapartum pada Persalinan dengan BBLR ...182

kita rekam tapi tidak di print, kita pantau stand BBLR. Aturan yang sudah berjalan adalah bidan
by di sana.” (R.5) selalu melaporkan hasil observasi pasien di ruang
bersalin kepada dokter kandungan yang jaga saat
3. Penilaian tentang Kompetensi Diri dalam itu, maka tindakan yang akan dilakukan sesuai
Penanganan Persalinan dengan BBLR dengan advis dokter. Bila keadaan janin baik dan
Beberapa Bidan di Rumah Sakit Gunung bisa lahir spontan, maka persalinan ditolong oleh
Jati Cirebon pernah mengikuti pelatihan tentang bidan. Hal ini berdasarkan salah satu kutipan
resusitasi BBLR yang diselenggarakan mandiri berikut:
oleh pihak rumah sakit, namun mereka tetap “Selama ini kita pakai protap umum yang sudah
merasa belum kompeten dalam menangani kasus ada, kita masih terus melakukan perbaikan.”
pengelolaan persalinan dengan BBLR, terutama (R.2)
kasus resusitasi pada BBLR. Salah satu kutipan “Sesuai dengan SOP penanganan persalinan,
wawancara sebagai berikut : bidan tetap melaporkan ke dokter jaga. Setiap
“Gimana ya..kalau menolong persalinan dengan hari selalu ada visit dokter jaga. Selalu
BBLR itu kan bukan kewenangan bidan, tapi diobservasi, apakah bisa partus pervaginam atau
disini kan rumah sakit rujukan, bidan harus harus SC.” (R.3)
punya keterampilan tentang kegawatdaruratan.
Jadi Rumah sakit memberikan pelatihan juga
kepada bidan disini. Untuk tindakan resusitasi PEMBAHASAN
BBLR itu yang dirasa sangat sulit, kayanya
walaupun sudah pelatihan juga masih merasa Keterampilan Bidan dalam Pemantauan
kurang mampu, itu kan kegawatdaruratan. waktu Intrapartum
pelatihan juga kan latihannya ke phantoom jadi Berdasarkan tabel 1, nilai rata-rata
tetap merasa sangat berbeda dengan keterampilan bidan dalam melakukan
kenyataannya”.(R.5) pemantauan intrapartum kala I fase aktif adalah
70,3% (nilai rata-rata tertinggi adalah 81,25%
4. Alasan Bidan Menolong Persalinan dan terendah 62,25%). Semua bidan melakukan
dengan BBLR pemeriksaan dalam, mengevaluasi dan
Rumah Sakit memiliki aturan bahwa mendokumentasikan dengan benar. Usia bidan mulai
persalinan normal ditolong oleh bidan, dengan dari 23-51 tahun. Pendidikan terendah adalah D.3
dokter sebagai penanggung jawabnya, termasuk kebidanan (16 orang) dan tertinggi D.4
persalinan dengan BBLR, namun bidan belum kebidanan (4 orang). Masa kerja mulai dari 1
percaya diri dalam melakukan pengelolaan tahun-25 tahun.
persalinan dengan BBLR terutama pada kasus Temuan ketidaksesuaian dalam pelaksanaan
resusitasi BBLR. pemantauan intrapartum pada BBLR yaitu: tahap
“Eeeee....gimana ya saya kan disini bekerja di persiapan (tidak memperhatikan kontrol suhu
rumah sakit rujukan, jadi di sini kasusnya nggak ruangan (suhu ruangan bersalin tetap dingin), tidak
hanya yang fisiologis aja, tapi yang patologis menyalakan infant warmer (minimal 15 menit
juga banyak. khusus untuk persalinan dengan sebelum dilakukan pertolongan persalinan),
BBLR di rumah sakit ini, selama ini ya kita pemeriksaan denyut jantung janin dan kontraksi
mengikuti saja aturan yang ada disini. kalau hanya dilakukan 1 kali pada saat di awal
partus normal kan oleh bidan, bearti kalau BBLR pemeriksaan, pemeriksaan tanda-tanda vital
juga kalau lahirannya normal ya dengan bidan. (tidak melakukan pemeriksaan nadi, respirasi dan
Kita mau nggak mau ya harus bisa, makanya suhu).
bidan disini dilatih. paling kita kalau ada apa- Pada kolom X1 (persiapan) menunjukkan
apa ya konsul dengan dokternya, kita juga bahwa semua bidan memiliki nilai yang sama
bertindak atas instruksi dokter. Kalau percaya yaitu 3 (nilai maksimum adalah 5). Hasil
diri sih kayanya kalau kasusnya udah sering kita observasi menggunakan daftar tilik diketahui
tangani ya percaya diri, kalau belum pernah ya bahwa semua bidan tidak menyiapkan suhu ruang
pasti takut juga. resusitasi BBLR nggak sebanyak bersalin dan infant warmer (minimal 15 menit
yang bukan BBLR, tapi selama ini kita berusaha sebelum kala II). Salah satu penyebab tidak
untuk belajar”.(R.5) dilakukannya persiapan suhu ruang karena tidak
adanya SOP (standard operating procedures)
5. Kebijakan tentang Pertolongan atau prosedur tetap tentang pengelolaan
Persalinan dengan BBLR persalinan dengan BBLR khususnya pada
Selama ini, belum ada protap atau aturan pemantauan intrapartum. SOP berfungsi
khusus tentang pengelolaan persalinan dengan membentuk sistem kerja dan aliran kerja yang
183 Jurnal Kesehatan, Volume VIII, Nomor 2, Agustus 2017, hlm 178-185

teratur, sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan, komplikasi pada bayi baru lahir (Prawirohardjo,
menjelaskan bagaimana proses pelaksanaan kegiatan 2006).
berlangsung (Sumiati, 2013). Persiapan ruang Pada kolom X4 (pemeriksaan dalam),
bersalin yaitu dengan memastikan ruang semua bidan mendapatkan nilai 1 (melakukan
persalinan tetap hangat (tidak dingin karena pemeriksaan dalam). Hal ini karena pemeriksaan
adanya penggunaaan AC, sehingga bidan perlu dalam merupakan salah satu pemeriksaan
memantau berapa suhu ruangan saat itu, atau penentu dalam menentukan diagnosa pasien.
matikan AC bila perlu. Sama halnya dengan Pemeriksaan dalam pada pemantauan persalinan
persiapan infant warmer, semua bidan tidak sangat penting dilakukan untuk menilai kemajuan
menyalakan dulu infant warmer sebelum bayi persalinan dan tindakan yang harus dilakukan.
dilahirkan. Infant warmer dinyalakan saat mulai Dalam pemantauan persalinan dengan BBLR,
melakukan asuhan pada bayi baru lahir, atau saat bidan melakukan pemeriksaan dalam sesuai
bayi dibawa ke ruang resusitasi bayi baru lahir. dengan instruksi dokter.
Pengaturan suhu ruang dan infant warmer sangat Pada kolom X5 (pemantauan tanda-tanda
penting untuk dilakukan, karena BBLR mudah vital), tidak ada bidan yang memperoleh nilai
mengalami hipotermi, yang dapat mengganggu maksimal, 11 orang bidan mendapatkan nilai 3
stabilitas suhu pada BBLR (Group NR, 2014). dan sisanya, 9 orang bidan mendapatkan nilai 2.
Pada kolom X2 (pemantauan DJJ) Pada pemeriksaan tanda-tanda vital, semua bidan
menunjukkan bahwa 12 orang bidan melakukan pemeriksaan tekanan darah, namun
mendapatkan nilai 0 (tidak melakukan untuk pemeriksaan nadi, respirasi dan suhu tidak
pemantauan DJJ), dan siasanya 8 orang bidan semua dilakukan. Hasil observasi menggunakan
mendapakan nilai 1 (melakukan pemantauan daftar tilik menunjukkan semua bidan tidak
DJJ). Pada tindakan pemantauan Denyut Jantung melakukan pemeriksaan pernapasan, hal ini
Janin pada pasien inpartu dengan BBLR, pada karena kebiasaan bidan dalam melakukan
kala I fase aktif seharusnya dilakukan setiap 30 pemeriksaan tanda-tanda vital, hanya pada
menit sekali. Denyut Jantung Janin didengar tekanan darah, nadi dan suhu. Pemeriksaan
selama 1 menit, kemudian dilakukan penilaian pernafasan dilakukan hanya pada kasus-kasus
apakah bayi dalam keadaan normal atau fetal tertentu seperti pada ibu dengan pre eklampsi
dystress (gawat janin). Janin yang tidak dipantau atau eklampsi.
berarti mengurangi upaya pencegahan terjadinya Pada kolom X6 (evaluasi) dan kolom X7
fetal dystress atau asfiksia pada BBLR, hal ini (dokumentasi), semua bidan melakukan
dapat memperberat dan menimbulkan komplikasi mendapatkan nilai maksimal (melakukan
pada BBLR, yang pada akhirnya dapat evaluasi dan dokumentasi). Evaluasi hasil
mengakibatkan terjadinya IUFD atau asfiksia pemeriksaan yaitu dengan mengkaji hasil
berat. Berbeda dengan pemantauan DJJ pada pemeriksaan terhadap pasien dan melakukan
persalinan normal, untuk persalinan dengan kolaborasi dengan dokter dan memerikan asuhan
BBLR dengan risiko gawat janin yang lebih sesuai instruksi dokter. Semua bidan di ruang
tinggi, maka pemantauan DJJ dilakukan dengan bersalin sudah terbiasa untuk melakukan
lebih intensif,salah satunya dengan memasang kolaborasi dengan dokter. Sesuai dengan SOP di
CTG agar denyut jantung janin bisa terus ruang bersalin bahwa semua pasien yang masuk
dipantau (Kathrine, 2009). ke ruag bersalin harus berkolaborasi dengan
Pada kolom X3 (pemantauan kontraksi), dokter jaga. Pada tindakan dokumentasi, semua
diketahui bahwa 12 orang bidan mendapatkan bidan mencatat respon klien selama dilakukan
nilai 0 (tidak melakukan pemantauan kontraksi) tindakan pemantauan persalinan. Pencatatan
dan sisanya 8 orang bidan mendapatkan nilai 1 dilakukan dengan jelas, mudah dibaca,
(melakukan pemantauan kontraksi). Pemantauan ditandatangani disertai nama jelas dan ditulis
kontraksi atau his, diperiksa selama 10 menit, dengan bolpoin. Kegiatan evaluasi dan
kemudian dilihat berapa frekuensi, intensitas dan dokumentasi merupakan rutinitas bidan di ruang
amplitudonya. Hal ini penting dilakukan karena bersalin. Disebutkan dalam pasal 18 ayat (1) butir
kontraksi dinilai untuk mengetahui kemajuan (h) Peraturan Menteri Kesehatan nomor 1464
persalinan. Kontraksi juga dapat berpengaruh tahun 2010 wujud kepatuhan bidan dalam
pada kondisi janin, misalnya pada kasus menjalankan rekam medis adalah dengan
kontraksi atau his hipertonik dapat melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan
mengakibatkan janin kekurangan oksigen, dan pelayanan lainnya secara sistematis (Permenkes
bisa menyebabkan asfiksia neonatorum. RI, 2010).
Pemanatauan kontraksi yang tepat dan benar Nilai rata-rata keterampilan bidan dalam
pada persalinan dengan BBLR dapat mengurangi pemantauan intrapartum adalah 70,3%, hal ini
Lisnawati, Evaluasi Pemantauan Intrapartum pada Persalinan dengan BBLR ...184

berarti tidak memenuhi syarat kompetensi dalam budaya selama persalinan, menolong persalinan
keterampilan yaitu 100%. Hasil penelitian yang dan kelahiran yang bersih dan aman serta
dilakukan AG Novika tahun 2013 menunjukkan menangani situasi kegawatdaruratan untuk
bahwa kinerja bidan tidak baik (47,5%) dalam memaksimalkan kesehatan ibu dan bayi,
pengelolaan BBLR. kompeten dalam pemantauan persalinan,
Terdapat 3 bidan yang memiliki nilai pemantauan kesejahteraan janin, pemantauan
tertinggi yaitu 81,25%, yaitu pada responden kesejahteraan ibu. Salah satu upaya yang dapat
nomor 11 (usia 43 tahun, pendidikan terakhir D.4 dilakukan untuk menerapkan kompetensi bidan
Kebidanan, dan masa kerja 15 tahun), responden adalah dengan menerapkan standar operasional
nomor 12 (usia 24 tahun, pendidikan terakhir D.3 prosedur (SOP) untuk meningkatkan mutu
kebidanan, masa kerja 1 tahun), dan responden pelayanan.
nomor 16 (usia 50 tahun, pendidikan terakhir D.4
kebidanan, masa kerja 25 tahun). Bidan yang
memiliki nilai terendah yaitu 62,25% sebanyak 6 SIMPULAN
orang, dengan usia 25-51 tahun, seluruhnya
berpendidikan terakhir D.3 Kebidanan, dan masa Hasil penelitian mengenai evaluasi
kerja 1-25 tahun. keterampilan bidan dalam pengelolaaan
Berdasarkan data tersebut, menunjukkan persalinan dengan BBLR tentang pemantauan
bahwa karakteristik bidan (usia, pendidikan intrapartum dan resusitasi BBLR menunjukkan
terakhir dan masa kerja) pada nilai tertinggi dan bahwa Bidan tidak terampil dalam pemantauan
terendah sangat bervariasi. Namun pada intrapartum (kala I fase aktif) pada persalinan
kelompok nilai terendah seluruh bidan dengan BBLR.
berpendidikan terakhir D.3 Kebidanan. Penelitian Bidan mengetahui bahwa persalinan
kuantitatif yang dilakukan Santi DR pada tahun BBLR bukan kewenangan bidan, selama ini
2012, bahwa umur dan masa kerja berhubungan penatalaksanaan persalinan spontan dengan
dengan kinerja bidan dalam tatalaksana BBLR. BBLR dilakukan oleh bidan berdasarkan advis
Standar kompetensi bidan Indonesia, pada dokter, namun bidan merasa belum kompeten
standar asuhan selama persalinan dan kelahiran dan belum percaya diri dalam memberikan
menyebutkan bahwa “Bidan memberikan asuhan asuhan pada pengelolaan persalinan dengan
yang bermutu tinggi selama persalinan untuk BBLR.
mengoptimalkan kesehatan wanita dan bayinya
yang baru lahir.” Sehingga bidan sudah
selayaknya kompeten pula dalam pemantauan SARAN
intrapartum terutama pada kasus persalinan
dengan BBLR. Penelitian ini dapat digunakan sebagai
Berdasarkan Kepmenkes nomor 369 tahun dasar untuk penelitian lebih lanjut khususnya
2007 tentang standar profesi bidan dicantumkan tentang BBLR dan khusus untuk Rumah Sakit
bahwa pada kompetensi ke empat (landasan Umum Daerah, perlu adanya pelatihan untuk
ilmiah praktik kebidanan), bidan memiliki bidan tentang pengelolaan persalinan dengan
pengetahuan yang diperlukan untuk memberikan BBLR di tingkat provinsi atau nasional, tidak
asuhan yang berkualitas tinggi dan tanggap hanya dilakukan mandiri oleh rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

AIPKIN Id. 2011. Standar Kompetensi bidan Culhane RL. 2007. Low Birth Weight in the
Indonesia (revisi November 2011). United States. The American Journal Of
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Clinical Nutrition.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dinas Kesehatan Kotamadya Cirebon. 2013.
2011. Profil Kesehatan Kotamadya Cirebon.
Arikunto S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Endang, S. 2012. Karakteristik Individu dan
Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Karakteristik Organisasi Pengaruhnya
Badan Pusat Statistik B, Kementerian Kesehatan. Terhadap Motivasi dan Kinerja Bidan
2012. SDKI Tahun 2012. In: Indonesia Pada Rumah Sakit Umum Pemerintah
DKR. Jakarta. Daerah Tapal Kuda Jawa Timur 2012.
Fauchere, JC. 2012. Care and Resuscitation of
the newborn infant. Pediatrics.
185 Jurnal Kesehatan, Volume VIII, Nomor 2, Agustus 2017, hlm 178-185

Group, NR. 2014. Updating the Management of RSUD Gunung Jati. 2013. Laporan Persalinan di
Preterm Infant in the 1st Min After Birth. RSUD Gunung Jati Kota Cirebon Tahun
Journal of Clinical Neonatology. 2013. Cirebon.
Kathrine, Leigh Peters RJR. 2009. Improvement Sarimawar, D. 2007. Trend of Stillbirth and
Of Short and Long Term Outcomes for Neonatal Mortality in Indonesia, Based on
Very Low Birth Weight Infant: Edmonton Health Survey Result Year 1995-2007.
NIDCP Trial. Pediatrics. Simbolon, Demsa, DC., Ernawati. 2013.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Determinan Kinerja Pelayanan Kesehatan
2011. Peraturan Menteri Kesehatan Ibu dan Anak di Rumah Sakit Pemerintah
Republik Indonesia Nomor Indonesia. Jurnal Kebijakan Kesehatan
1464/MENKES/PER/2010 tentang izin dan Indonesia.
Penyelenggaraan Praktik Bidan. Jakarta: Sumiati, L. 2013. Pengaruh Penerapan Prosedur
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Kerja Terhadap Kinerja Bidan Desa dalam
Kementerian Keshatan Republik Indonesia. 2010. Pelayanan Kebidanan di Kabupaten
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Sukabumi Bandung. Thesis. Magister
Tahun 2010-2014. Keputusan Menteri Kebidanan. Universitas Padjadjaran.
Kesehatan RI Nomor HK.03.01/60/1/2010. Sunarti, NN. 2008. Perilaku Bidan dalam
Jakarta. Menangani Bayi Asfiksia Studi Kualitatif
Pedro, R Coutinho JGC, Fernanda G Surita, di RSUD Umbu Rara Waingapu Sumba
Maria L Costa and Sirlei S Morais. 2011. Timur NTT.
Perinatal outcomes associated with Low Walther, F.J. 2007. A Randomised Controlled
Birth Weight in a historical cohort. Biomed Trial of Delivery Room Respiratory
Central. Management in Very Preterm Infants.
Pedro, R Coutinho JGC, Fernanda G Surita, Pediatrics.
Maria L Costa and Sirlei S Morais. 2011. Yanti, E. 2014. Faktor-Faktor yang
Perinatal Outcomes Associated with Low mempengaruhi Pengetahuan Bidan
Birth Weight in a Historical Cohort. terhadap Penanganan Asfiksia pada Bayi
Biomed Central. Baru Lahir di RSU Cut Nyak Dhien
Prawirohadjo, S. 2006. Pelayanan Kesehatan Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.
Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBP-SP.

Das könnte Ihnen auch gefallen