Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Abstract
Background: High maternal mortality rate is an indicator of health problems. Negative impact of socio cultural
aspect is one of the constraints related to the implementation of reproductive health Baduy Dalam Ethnic as one
whom strong to uphold pikukuh (custom rules).
Objective: The objective of this study is to identify and analyse cultural practices among Baduy Dalam ethnic
relating to pregnancy, delivery and postpartum periods.
Methods: This study is a qualitative study using in-depth interview, and observation methods for data
collection. Informants selection using purposive sampling techniques in pregnant mothers, postpartum mothers,
village midwife, head of cultural committee, youth leaders, traditional leaders women at reproductive age and
girl teenagers. Study was conducted in Cibeo, Cikertawana and Cikeusik Village in May until June 2014. Data
validation using triangulation of informants and analysis of the potencies and constraints was performed to
determine the inhibiting and supporting factors.
Result: The study found supportive cultural practices include: obedient to head of cultural committee;
traditional celebration as a media health promotion program; the utilization of traditional medicine and the
pattern of settlement cluster. Harmful cultural practices during pregnancy, birthing procession and postpartum
period include independently birthing procession, situational place of birth (saung/home), unpredictable
waiting time for paraji to arrive; non-sterile umbilical cord cutting; the age of first time birthing; heavy work;
prohibition using underwear and sanitary napkins.
Conclusion: Intensive approach to community Baduy Dalam Ethnic by health workers was recommended to
create trust to the system of modern health service.
Abstrak
Latar belakang: Tingginya Angka Kematian Ibu sebagai indikator besarnya masalah kesehatan reproduksi.
Aspek sosial budaya yang membawa dampak negatif bagi kesehatan merupakan salah satu kendala pelaksanaan
kegiatan terkait kesehatan reproduksi. Suku Baduy Dalam merupakan salah satu pelaku tradisi yang kuat
memegang teguh pikukuh (aturan adat).
Tujuan: Tujuan umum penelitian ini untuk mengidentifikasi dan menganalisa praktik budaya perawatan Etnik
Baduy Dalam yang terkait kehamilan, kelahiran, dan nifas.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara
mendalam, dan observasi. Pemilihan informan menggunakan teknik purposive sampling pada ibu hamil, ibu
nifas, paraji (dukun beranak), bidan desa, ketua adat, tokoh pemuda, tokoh adat, ibu usia subur, remaja puteri
dengan total informan sebanyak 15 orang. Penelitian dilakukan di Kampung Cibeo, Cikartawana, Cikeusik Desa
Kankes, Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak Provinsi Banten tempat bermukimnya Suku Baduy Dalam
pada bulan Mei-Juni 2014. Data informan divalidasi melalui triangulasi, analisis potensi dan kendala dilakukan
untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dan pendukung.
Hasil: Penelitian menemukan praktik budaya sebagai pendukung: kepatuhan pada pimpinan adat (kokolot),
perayaan tradisi sebagai media promosi program kesehatan, pemanfaatan obat tradisional, pola pemukiman
secara kluster. Faktor yang membahayakan tidak ada pemeriksaan medis selama kehamilan, persalinan dan
nifas, prosesi melahirkan secara mandiri, tempat persalinan situasional (saung/rumah), lama waktu menunggu
paraji, pemotongan tali pusat, usia pertama kali melahirkan, melakukan aktivitas berat, larangan menggunakan
pakaian dalam dan pembalut wanita.
Kesimpulan: Kepatuhan pada Kokolot bisa dijadikan kunci sebagai pintu masuk menumbuhkan diterimanya
program-program kesehatan ibu dan anak pada masyarakat Baduy Dalam.
Naskah masuk: 20 November 2015 Review: 13 Januari 2016 Disetujui terbit: 3 April 2016
Praktik Budaya Perawatan ………… (Mara Ipa, Djoko Adi Prasetyo, Kasnodihardjo)
26
Praktik Budaya Perawatan ………… (Mara Ipa, Djoko Adi Prasetyo, Kasnodihardjo)
pemahaman tentang cara orang berpikir (yang dijadikan informan penelitian) atas
tentang kesehatan. Sebagai contoh, adalah berbagai aspek budaya terkait kesehatan ibu
kesehatan didefinisikan oleh ukuran tertentu. dan anak. Data dari informan dilakukan
Apa sikap dan praktik masyarakat? Bagaimana validasi triangulasi dengan kroscek ke
perubahan mempengaruhi kehidupan mereka? beberapa informan (triangulasi sumber).
Dalam rangka mengatasi kesakitan, penting Sebanyak 15 informan terpilih yang terdiri
untuk memperhatikan komponen sosial, dari ibu hamil 1 orang, ibu nifas 1 orang, 3
psikologis, dan budaya kesehatan masyarakat orang paraji (dukun beranak), 1 orang bidan
di samping tubuh mereka.10 desa, 1 orang tokoh adat, 1 orang tokoh
pemuda, 2 orang ketua adat, 4 orang ibu usia
Kekhasan prosesi persalinan yang dilakukan subur dan 1 orang remaja puteri. Analisis data
secara mandiri bukan tanpa risiko, hasil riset kualitatif dilakukan dengan analisis domain
menunjukkan hampir separuh dari semua (mengelompokkan setiap pertanyaan yang
kematian bayi yang baru lahir terjadi sekitar sama), lalu dilakukan analisis content,
48 jam kelahiran pertama. Berdasarkan fakta selanjutnya ditarik suatu makna, dan dilakukan
ini maka perlu dilakukan studi etnografi pembahasan hasil makna dan penarikan
kesehatan, untuk mengidentifikasi dan kesimpulan. Analisis potensi dan kendala
menganalisis potensi dan kendala praktek dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor
budaya perawatan etnik Baduy Dalam yang penghambat dan pendukung. Analisis potensi
terkait kehamilan, kelahiran, dan nifas. dan kendala dilakukan berdasarkan Fred B.
Dunn (1976) dan Nico S. Kalangie (1994).
Proses berikutnya adalah pengolahan
METODE PENELITIAN informasi kemudian ditunjang oleh sejumlah
literatur yang diolah.
Penelitian ini merupakan kualitatif dengan
desain eksploratif melalui pendekatan
etnografi. Penelitian dilakukan pada bulan HASIL
Mei-Juni 2014 dimana peneliti tinggal di
daerah penelitian mencari data dengan teknik Perempuan Baduy Dalam melalui setiap
wawancara mendalam dan observasi terlibat. tahapan dalam kehidupannya tidak jauh
Pemilihan informan menggunakan teknik berbeda dengan kaum perempuan lainnya.
purposive sampling pada ibu hamil, ibu nifas, Perbedaan yang kentara tentunya balutan
bidan kampung dan ketua adat, dan ibu usia tradisi yang melekat dan diaplikasikan dalam
subur. Jumlah informan sangat tergantung kehidupan sehari-hari sebagai bentuk
pada pemilihan informannya itu sendiri, dan kepatuhan.
kompleksitas atau keragaman fenomena yang
diteliti.11 Aturan adat yang berlaku bahwa warga suku
Baduy tidak diperkenankan menempuh
Pemilihan lokasi penelitian ditentukan pendidikan secara formal merupakan salah
berdasarkan Indeks Pembangunan Kesehatan satu faktor yang menyebabkan pendeknya
Masyarakat (IPKM) dan kriteria data rentang usia remaja mereka. Usia remaja
Komunitas Adat Terpencil dari Kementerian berakhir saat mereka memasuki masa
Sosial. Provinsi Banten, dari 6 pernikahan, usia menikah sebagian besar bagi
Kabupaten/Kota mengalami penurunan kaum perempuan Suku Baduy Dalam dimulai
peringkat dan tidak ada yang mengalami usia 15 tahun keatas meski selalu saja ada
kenaikan bermakna. Selain itu berdasarkan bagian ekstrim yaitu dinikahkan diusia 13
data Komunitas Adat Terpencil dari tahun.
Kementrian Sosial bermukim Suku Baduy
Dalam di Kampung Cibeo, Cikertawana dan Pakaian keseharian yang dikenakan terdiri dari
Cikeusik Desa Kanekes Kecamatan selendang hitam yang digunakan untuk
Leuwidamar Kabupaten Lebak Provinsi menutup bagian kepala disebut
Banten. Dalam penelitian kualitatif, peneliti lamak/karembong kemudian pakaian atas
berperan baik sebagai instrumen, pedoman disebut jamang bodas, bawahannya ditutup
wawancara dan pencatatan harian. Validitas menggunakan samping hideung dan sabuk
data diukur dari pemahaman masyarakat yang digunakan untuk mengeratkan
27
Praktik Budaya Perawatan ………… (Mara Ipa, Djoko Adi Prasetyo, Kasnodihardjo)
karembong hideung. Perempuan dan laki-laki berumur 14 tahun dengan usia bayi masih 2
suku Baduy Dalam tidak memakai pakaian minggu merupakan anak pertamanya. Paraji
dalam, sehingga bagi kaum perempuan untuk atau dukun beranak ada 3 informan, dua orang
menutupi payudara memakai kemben berupa merupakan paraji senior sedangkan informan
kain hitam yang dililitkan dari dada sampai NSa (42 tahun) merupakan kandidat paraji
diatas pusar yang disebut karembong dan penerus. Untuk Informan ketua adat ada dua
kemudian ditutup oleh jamang bodas. Ciri yaitu JSa (55 tahun) ketua adat Kampung
khas lain adalah pemakaian gelang yang Cibeo dan JDa (55 tahun) Kepala Desa
terbuat dari kain berwarna putih disebut Kanekes. Informan kunci dalam riset ini
kanteh dan untuk perempuan dikenakan di adalah tokoh adat Amu (44 tahun) adalah
sebelah kiri. tokoh adat Suku Baduy Dalam. 1 orang
informan berkedudukan sebagai salah satu
Perempuan suku Baduy Dalam menjalani tokoh pemuda Suku Baduy Dalam yaitu AK
keseharian sesuai perannya, seorang isteri (28 tahun) yang dikarunia 2 orang anak. Untuk
bertanggung jawab mulai dari melayani suami, wanita usia subur ada 4 informan, ASa (16
merawat anak, kebersihan rumah, memasak, tahun) dengan satu orang putri berusia 3 bulan;
pergi ke huma/ladang, mencuci pakaian, Aar (32 tahun) isteri Kepala Desa Kanekes
namun bukan hal tabu bagi seorang suami dengan tiga orang anak; Amu (39 tahun) isteri
melakukan pekerjaan rumah membantu isteri. Tokoh Adat melahirkan 5 kali namun 2 orang
Pendidikan ditempuh secara informal selain anaknya meninggal di usia 9 tahun dan 7 hari
dari orang tua diperoleh juga dari kokolot atau dan AmD (35 tahun). Satu orang informan
tokoh masyarakat di tiap kampung Tangtu remaja puteri Ev (15 tahun), adalah salah satu
masing-masing. Metode pembelajaran puteri tokoh adat suku baduy dalam.
disampaikan secara lisan dalam suasana santai
dan waktu yang situasional disebut juga
ngawangkong. Pengetahuan terkait dunia Praktik Budaya Perawatan Kehamilan
perempuan tentunya Ibu mempunyai peran
lebih besar dibandingkan Bapak. Penentuan seorang wanita sedang hamil di
suku Baduy Dalam menurut salah seorang
Secara umum kaum perempuan suku Baduy informan sangat subjektif, yaitu selain tidak
Dalam sangat tertutup terhadap masyarakat mendapati dirinya menstruasi bulanan, seorang
luar. Hal ini dirasakan oleh tim peneliti yang isteri sendiri ada “rasa” kalau dirinya hamil.
mengalami kesulitan menggali informasi dari Fenomena tabir mimpi juga salah satu yang
mereka. Wawancara dengan kaum perempuan diyakini sebagai pertanda kehamilan, demikian
suku Baduy Dalam selalu saja harus yang disampaikan oleh suami ASa (14 tahun)
didampingi oleh anggota keluarga laki-laki, seorang ibu nifas.
dan seringkali jawabanya berasal dari anggota
keluarga laki-laki. Informan perempuan “…waktu isteri saya hamil, saya mimpi ada
menjawab pertanyaan dengan senyuman dan orang memberi saya golok…ujungnya tumpul.
hanya jawaban pendek-pendek sembari wah ini pertanda kalau janin yang dikandung
melirik ke anggota keluarga laki-laki terlebih isteri saya bakalan anak perempuan…”
[AS, 20 tahun : Mei 2014]
dahulu sebelum menjawab, sebagai isyarat
permintaan ijin.
Wanita hamil di suku Baduy Dalam, ritual
yang dijalani yaitu tradisi Kendit, ritual saat
usia kehamilan tujuh bulan dengan cara datang
Gambaran Informan
ke Puun (nyareat) dengan membawa
seupaheun (sirih, gambir dan apu) dan kanteh
Informan dalam penelitian ini meliputi ibu
hideung (gelang kain berwarna hitam). Kanteh
hamil, ibu nifas, dukun beranak (paraji), bidan
Hideung diberi mantra dan dipakai selama 3
desa, tokoh adat, tokoh pemuda, ketua adat,
hari 3 malam. Makna Kendit ini diharapkan
ibu usia subur dan remaja puteri. Pada saat
prosesi kelahiran berjalan lancar. Selain tradisi
riset dilakukan hanya ada satu ibu hamil yaitu
kendit ada tradisi Ngaragap beuteung (pijit
Mis dengan usia 20 tahun dan merupakan
dibagian perut) oleh Paraji (dukun beranak)
kehamilan kedua. Demikian pula untuk
sambil diusap menggunakan koneng bau.
informan ibu nifas hanya ada satu yaitu ASa
28
Praktik Budaya Perawatan ………… (Mara Ipa, Djoko Adi Prasetyo, Kasnodihardjo)
Selain dipijit, ibu hamil meminta jampi-jampi Ibu yang diyakini bayi yang akan dilahirkan
bagi keselamatan ibu dan janin yang dalam kondisi bersih.
dikandung. Jampe-jampe (mantera) dari paraji
melalui media panglai ada yang dimakan, ada Praktik Budaya Perawatan Persalinan dan
yang dibawa-bawa di badan sebagai Nifas
perlindungan diri (tumbal). Namun tradisi
Ngaragap beuteung tidak wajib tergantung Pemilihan penolong persalinan di Suku Baduy
masing-masing individu termasuk juga untuk Dalam mengikuti tradisi turun temurun yaitu
waktunya. Ngaragap Beuteung bisa dilakukan dilakukan sendiri tanpa pendampingan dukun
sebulan dua kali atau sebulan sekali bahkan paraji apalagi tenaga medis. Tenaga medis
tidak sama sekali. dipanggil ketika mengalami kesulitan selama
proses melahirkan, sehingga selama proses
“…pijit pada bagian perut ibu hamil tidak melahirkan lancar cukup memanggil paraji.
wajib, itu tergantung masing-masing individu. Sesuai dengan penuturan AD, bapak dengan
Ada yang setiap bulan datang ke saya (paraji), lima anak suami dari informan AmD.
ada yang tidak sama sekali. Ada yang cuma
minta di syareatan (mantera-mantera) saja “…di kami sakit apa aja termasuk melahirkan
supaya proses melahirkan lancar…” ya ikut aturan saja, dibantu sama paraji tidak
[NN, 55 tahun : Mei 2014] ke bidan…sebisa-bisa ya ke paraji saja. Kalau
sakit yaa diobati sendiri pake daun-daunan
Seperti penuturan salah seorang tokoh atau ke dukun kampung…”
pemuda Suku Baduy Dalam, AK (28 tahun), [AD, 45 tahun : Mei 2014]
menejelsakan selain tradisi ada juga beberapa
pantangan selama masa kehamilan baik Penjemputan paraji dilakukan ketika ibu sudah
pantangan perilaku juga makanan. Pantangan berhasil melahirkan bayinya. Prosesi
tidak hanya berlaku bagi ibu yang sedang melahirkan Suku Baduy Dalam dilakukan
hamil namun juga bagi suaminya. dengan posisi Ibu duduk bersandar dengan
posisi kedua kaki diangkat nyaris seperti posisi
“…waktu isteri saya hamil, saya tahan-tahan jongkok.Tempat yang dipilih untuk bersalin
jaga perilaku. Saya kan lama nunggu 4 tahun hanya ada dua pilihan tergantung keberadaan
baru dipercaya punya anak, jadi yaa pantangan-
Ibu saat hendak melahirkan yaitu di rumah
pantangan dihindari…”
[AK, 28 tahun : Juni 2014] atau di saung yaitu rumah yang didirikan di
dekat huma atau ladang milik mereka.
Pantangan selama hamil, isteri harus berjalan
“…orang Baduy itu ada yang lagi di huma
didepan suami, tidak boleh keluar rumah
terasa mules-mules trus melahirkan saja di
setelah senja hari, cara membawa kayu bakar saung…terus sambil digendong bayi sama
posisinya congokna kahareup. Pada hari rabu ibunya yang baru melahirkan jalan kaki pulang
dan sabtu ibu hamil tidak boleh dipijat, ke rumah…sudah biasa itu…”
dilarang mengenakan apapun di bagian leher [NSa, 42 tahun : Juni 2014]
baik itu kalung ataupun syal. Sedangkan
pantangan makanan diantaranya adalah Pendamping selama persalinan terkadang
dilarang mengkonsumsi sambal, durian, petai, dibantu oleh ambu (ibu) atau saudara
nenas bisa mengakibatkan panas pada janin. perempuannya, meskipun tidak jarang ketika
Pantangan lainnya, saat kehamilan memasuki menghadapi pertaruhan hidup dan mati
bulan tua tidak boleh mengkonsumsi obat- dilakukan sendirian saja. Selama proses
obatan kimia sampai setelah bayi dilahirkan. melahirkan, suami atau laki-laki tabu untuk
Alasan tidak diberikan obat-obatan selama mendampingi. Peran sang calon ayah berlaku
kehamilan ditakutkan berdampak pada janin sesaat setelah bayi lahir yaitu bertugas
yang dikandung, kacang mentah (buat anak menjemput dukun paraji untuk memotong tali
cacingan); cai panas (janinnya nanti ari-ari, memandikan ibu dan bayi. Selama
kepanasan). Makanan yang sebaiknya ambu paraji belum datang, ibu yang baru
dikonsumsi oleh wanita yang sedang hamil melahirkan dan bayinya hanya bisa menunggu
adalah minum air kelapa hijau, sedangkan dengan kondisi duduk dan bayi masih
selama hamil mengusap-usap pasir ke perut terhubung dengan ari-ari yang belum terputus.
Tak seorangpun boleh mendampingi bahkan
29
Praktik Budaya Perawatan ………… (Mara Ipa, Djoko Adi Prasetyo, Kasnodihardjo)
suaminya sekalipun, saudara perempuan dan termasuk untuk perawatan pada bagian alat
ambu hanya menengok sesekali sampai kelamin, vagina ibu yang habis melahirkan
dengan dukun paraji datang. Lama waktu tidak dilakukan tindakan apapun. Ibu sendiri
menunggu dalam rentang yang tidak sebentar yang membersihkan darah yang keluar pada
bisa mencapai 1-6 jam tergantung keberadaan saat melahirkan dengan membasuhnya
dan kesiapan dukun paraji. Keberadaan dukun menggunakan samping atau kain yang ada.
paraji tidak ada di setiap kampung, dengan Ritual yang dilakukan untuk perawatan pada
jarak tempuh antar kampung bisa mencapai ibu nifas (bufas) adalah mandi dimana ibu
dua sampai tiga kilometer dengan berjalan berjalan bersama-sama dukun paraji menuju
kaki. Kondisi Ibu yang lemas, kehilangan wahangan atau sungai untuk dimandikan.
banyak darah dan bayi hanya dibalut selimut Ramuan dibalurkan ke seluruh badan terdiri
tidak diperbolehkan makan dan minum selama dari campuran koneng tinggang, cikur,
menunggu kedatangan dukun paraji. lempuyang yang dihaluskan dengan cara
ditumbuk. Kemudian selesai mandi, perut
“...sebelum datang pertolongan dari paraji tidak dibenerkeun/ dipijit supaya rahim kembali ke
boleh diberi makan, karena hanya paraji yang posisinya. Selain itu juga lebu haneut (abu
bisa melihat, kita kaum laki-laki tidak bisa hasil pembakaran kayu bakar dari hawu/
bantu apa-apa...” kompor) yang dibungkus daun kemudian
[AK, 28Th: Juni 2014]
ditempel ke perut supaya perut tidak bengkak.
Segera setelah Paraji datang, ayah
Ramuan untuk ibu nifas (bufas) sampai
menyiapkan hinis yaitu bambu untuk
dengan 7 hari disebut dengan makan “sambal”.
memotong tali ari-ari bayi, bambu yang
Sambal adalah campuran jahe, kencur,
digunakan diambil dari bambu yang berada di
lempuyang, air yang dihaluskan dan dimakan
dekat pintu. Makna yang mereka percayai
2-3 kali dalam sehari. Selain sambal, ibu juga
bahwa bambu dekat pintu adalah bambu
meminum air sirih atau air hasil rebusan kulit
terbaik dari yang ada. Selagi sang ayah
pisitan atau rebusan daun kilampahan yang
menyiapakan hinis, ambu paraji menyiapkan
berfungsi untuk membersihkan jalan lahir.
tali tereup, untuk mengikat tali ari-ari bayi
Pemakaian alat kontrasepsi atau ramuan
ketika hendak dipotong. Prosesi pemotongan
pencegah kehamilan tidak dilakukan karena
tali ari-ari bayi diawali dengan dukun paraji
bertentangan dengan aturan adat. Mereka yang
mengunyah panglai yang kemudian
menganggap mempunyai anak merupakan
disemburkan kekiri-kekanan-keatas dan kearah
kehendak Yang Maha Kuasa tidak menunda
baskom yang berisi air yang nantinya
atau diatur jaraknya antara anak pertama
digunakan untuk memandikan bayi. Mulut
dengan kedua dan selanjutnya, sehingga
komat kamit membaca jampe-jampe atau
semua dipasrahkan saja semua sudah
mantra selama lebih kurang lima menit dengan
takdirNya. Namun ada ramuan yang diyakini
beberapa kali menyemburkan panglai yang
untuk merapatkan vagina menggunakan capeu
dikunyah ke dalam air untuk memandikan
yang direbus kemudian airnya diminum.
bayi. Selanjutnya ambu paraji menempatkan
posisi bayi di atas kakinya, kemudian tali ari-
Masa nifas dilalui sangat singkat oleh kaum
ari diikat menggunakan tali teureup di bagian
ibu Suku Baduy Dalam. Lama masa nifas
atas dan bawahnya. Pada bagian tali ari-ari
antara 3 sampai dengan 7 hari, jika ada
yang hendak dipotong, dipijit menggunakan
seorang bufas yang masa nifasnya lebih dari 7
lebu haneut yaitu abu dalam kondisi hangat
hari dianggap mengidap penyakit tertentu.
hasil proses pembakaran kayu bakar yang
digunakan untuk memasak. Sesaat sebelum “…kalau ibu yang sehat cuma satu minggu
tali ari-ari dipotong, ambu paraji kembali sudah tidak keluar lagi darah. Kalau saya
membancakan jampe dan setelah itu barulah karena lemah, sakit-sakitan sehabis melahirkan
tali ari-ari dipotong menggunakan hinis jadi sampai 18 hari darah baru berhenti…”
dengan koneng santen sebagai alas. [AMu, 39 tahun : Mei 2014]
Selanjutnya setelah merawat bayi, paraji Adat berpakaian yang tidak diperbolehkan
melanjutkan dengan perawatan pada Ibu yang menggunakan pakaian dalam, maka darah
selesai bersalin. Perawatan di sini tidak nifas yang dikeluarkan tidak menggunakan
30
Praktik Budaya Perawatan ………… (Mara Ipa, Djoko Adi Prasetyo, Kasnodihardjo)
31
Praktik Budaya Perawatan ………… (Mara Ipa, Djoko Adi Prasetyo, Kasnodihardjo)
32
Praktik Budaya Perawatan ………… (Mara Ipa, Djoko Adi Prasetyo, Kasnodihardjo)
33
Praktik Budaya Perawatan ………… (Mara Ipa, Djoko Adi Prasetyo, Kasnodihardjo)
(kamar tidur atau dapur) karena pertimbangan sembilu yang berasal dari bambu yang berada
merasa lebih familiar dan tidak perlu repot di atas pintu rumah. Hal tersebut merupakan
membawa ibu keluar dari rumah.15 Masyarakat bagian dari ritual adat, tentunya secara medis
di Jayapura dan Puncak jaya melaksanakan penggunaan sembilu tanpa sterilisasi dapat
persalinan di rumah agar tidak susah menimbulkan infeksi pada bayi yang yang
membawa keluar rumah dan lebih banyak baru dilahirkan. pemotongan tali pusat
keluarga yang bisa membantu.18 Hal ini juga dilakukan setelah placenta lahir, pemotongan
sejalan dengan penelitian tentang konsep tata dilakukan dengan menggunakan sembilu hal
ruang bersih dan kotor pada suku kerinci, tersebut sejalan dengan penelitian Giay18 alat
kelahiran dianggap sebagi proses yang kotor pemotongan tali pusat pada masyarakat di
maka proses tersebut harus dilakukan di ruang Jayapura dan Puncak Jaya adalah bambu, silet
kotor yaitu dapur. Bagaimanapun, pemilihan bekas, gunting steril, silet yang direbus dengan
dapur sebagai tempat persalinan akan kulit gaba-gaba.
meningkatkan resiko infeksi nifas dan infeksi
pada bayi.19 Pikukuh prosesi persalinan masyarakat Baduy
Dalam diyakini bahwa prosesi persalinan
Prosesi melahirkan Etnik Baduy Dalam adalah tanggung jawab paraji. Itupun
dilakukan dengan posisi ibu duduk bersandar kehadiran paraji merawat ibu dan bayi setelah
dengan posisi kedua kaki diangkat nyaris prosesi melahirkan sudah terjadi. Suami
seperti posisi jongkok. Berdasarkan hasil ataupun keluarga tidak memiliki hak untuk
penelitian Iskandar20 menunjukkan turut campur selama prosesi dan pasca
tindakan/praktik yang membawa resiko infeksi persalinan. Kompleksitas masalah selama
seperti "nyanda" (setelah persalinan, ibu duduk prosesi persalinan memerlukan penanganan
dengan posisi bersandar dan kaki diluruskan yang cepat, tepat dan ditangani oleh orang
ke depan selama berjam-jam yang dapat yang ahli. Pikukuh persalinan yang dijalani
menyebabkan perdarahan dan pembengkakan). oleh perempuan Baduy Dalam berisiko
Kendala lain adalah faktor usia pertama kali menyebabkan kejadian kasus kematian baik
hamil dan melahirkan. Rata-rata usia menikah pada ibu dan bayi yang dilahirkan terkait
perempuan Etnik Baduy Dalam berada pada kompleksitas permasalahan yang mungkin
rentang usia remaja. Usia remaja termasuk terjadi selama prosesi persalinan.
usia yang masih belum siap secara fisik
bahkan mental. Dari sisi kesehatan usia di
bawah 20 tahun rentan untuk terjadinya KESIMPULAN
komplikasi saat persalinan. Pada umur tersebut
rahim dan panggul ibu belum berkembang Pikukuh (adat mutlak) sebagai sistem nilai
dengan baik hingga perlu diwaspadai budaya yang melandasi falsafah hidup yang
kemungkinan mengalami persalinan yang sulit merasuk ke semua aspek kehidupan
dan keracunan kehamilan atau gangguan lain masyarakat Suku Baduy Dalam termasuk
kerena ketidaksiapan ibu untuk menerima aspek kesehatan diantaranya sistem budaya
tugas dan tanggung jawabnya sebagai orang pelayanan kesehatan. Masyarakat Suku Baduy
tua.21 Dalam lebih mengacu pada sistem budaya
pelayanan kesehatan tradisional, mereka lebih
Selama masa nifas ibu tidak tidak memilih berobat ke dukun, paraji (dukun bayi)
menggunakan pembalut, bahkan dalam aturan setempat, sedang pengobatan modern sebagai
adat perempuan Baduy Dalam tidak pilihan sekunder. Praktik terkait budaya
diperkenankan menggunakan pakaian dalam. selama kehamilan, persalinan dan nifas yang
Sehingga darah nifas yang keluar hanya membahayakan kesehatan antara lain
dibersihkan saja menggunakan kain samping pemijatan perut saat kehamilan; prosesi
yang dikenakannya. Kain samping yang melahirkan secara mandiri, tempat persalinan
digunakan sebagai media menyeka darah nifas situasional (saung/rumah), lama waktu
berisiko terhadap kesehatan alat reproduksi menunggu paraji, pemotongan tali pusat, usia
mengingat kontaminasi agent baik bakteri atau pertama kali melahirkan, melakukan aktivitas
parasit yang mengakibatkan infeksi. berat, larangan menggunakan pakaian dalam
Pemotongan ari-ari bayi masih sangat dan pembalut wanita.
sederhana dengan menggunakan hinis atau
34
Praktik Budaya Perawatan ………… (Mara Ipa, Djoko Adi Prasetyo, Kasnodihardjo)
35
Praktik Budaya Perawatan ………… (Mara Ipa, Djoko Adi Prasetyo, Kasnodihardjo)
Anak 2014, Etnik Muyu, Kabupaten 19. Adji Triana R Konsep Kebersihan dalam
Boven Digoel. Surabaya; Pusat Proses Kelahiran dan Perawatan Bayi di
HumanioraKebijakan Kesehatan dan Desa Kemantan Kebalai, Kerinci. Jakarta:
Pemberdayaan Masyarakat, Badan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Universitas Indonesia, 1986 (skripsi
Kementerian Kesehatan Republik Sarjana Tak Diterbitkan)
Indonesia 20. Iskandar, Meiwita B., et all. 1996.
17. Rajesh garg et al. 2010. Study On Mengungkap Misteri Kematian Ibu di
Delivery Practices Among Women In Jawa Barat, Depok, Pusat Penelitian
Rural Punjab. Health And Population: Kesehatan Lembaga Penelitian,
perspectives and issues.vol. 33 (1), 23-33, Universitas Indonesia.
18. Giay, Zakharias. Bidan di Desa Terpencil 21. Prameswari,F.M, 2007. Kematian
dan Hubungannya dengan Perbaikan Perinatal di Indonesia dan Faktor yang
Perilaku Kesehatan Maternal pada Berhubungan Tahun 1997-2003. Jurnal
Masyarakat Lokal Papua Studi di DAS Kesehatan masyarakat Vol.1, No. 4,
Membrana Kabupaten Jayapura dan Februari 2007.
Puncak Jaya Propinsi Papua
36