Sie sind auf Seite 1von 9

Jurnal HPT Volume 1 Nomor 2 1

Juni 2013

EKSPLORASI NEMATODA ENTOMOPATOGEN PADA LAHAN


TANAMAN JAGUNG, KEDELAI DAN KUBIS DI MALANG SERTA
VIRULENSINYA TERHADAP Spodoptera Litura Fabricius

Liza Afifah, Bambang Tri Rahardjo, Hagus Tarno

Program Studi Agroekoteknologi, Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan , Universitas Brawijaya
Jln. Veteran, Malang 65145, Indonesia

ABSTRACT

Entomopathogenic nematodes (EPNs) as biological agents, is consisted


Steinernema and Heterorhabditis genus. Steinernema and Heterorhabditis which
belonged to Steinernematidae and Heterorhabditidae families had closed
relationship to Xenorabdus and Photorabdus as bacterial symbionts respectively
(Smart, 1995). Types of soil moisture, temperature, and a host affect the
distribution, survivability, host finding and reproduction of EPNs. To get the
EPNs local isolates, exploration of isolates from local areas was needed. This
research was aimed to identify genus and density of EPNs on the fields of corn,
soybean and cabbage in Malang Areas and their virulence to the larvae of
Spodoptera litura. Research was conducted at laboratory of pest and disease
(Nematological Unit), Plant Protection Department, Faculty of Agriculture,
University of Brawijaya, from April to September 2012. EPNs were obtained
from corn field in Ngijo village, soybean field in Kendalpayak village, and
cabbage field in Bumiaji village. EPNs were isolated from soil samples by using
Tenebrio molitor larva. White trap method was used to attract EPNs from The
dead larva of T. molitor and the population of EPNs was counted. EPNs were
identified based on the symptoms of color changes on the cuticle and
morphological characters. In addition, virulence of EPNs was also tested on the S.
litura larva. The result showed that density of EPNs was highest on cabbage field
(23.264 EPNs/0.25 ml). Density of EPNs on corn field was 16.976 EPNs/0.25 ml
and the lowest density was on soybean field (15.664 EPNs/0.25 ml). Based on the
color changes and morphological characters of EPN, on the cabbage field, EPNs
were identified as Steinernema and Heterorhabditis and the others, EPNs were
identified as Steinernema. Based on the virulence test of EPNs on S. litura larva,
there was significant difference between EPNs isolate of corn and others
especially for 24 hours after application.

Keywords: identification, virulence, entomopathogenic nematodes (EPNs),


Spodoptera litura

ABSTRAK

Nematoda entomopatogen (NEP) sebagai agens hayati, terdiri atas dua genus yaitu
Steinernema dan Heterorhabditis. Nematoda famili Steinernematidae dan
Heterorhabditidae bersimbiosis dengan bakteri genus Xenorabdus dan
Photorabdus (Smart, 1995). Kemampuan NEP untuk menyebar, mempertahankan
diri, menemukan inang dan reproduksi di dalam tanah dipengaruhi oleh tipe tanah,
Liza et al, Uji Virulensi Nematoda Entomopatogen pada Larva Spodoptera litura 2

kelembaban, suhu dan inang. Untuk mendapatkan NEP isolat lokal diperlukan
kegiatan eksplorasi pada lahan setempat. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi genus NEP dan kepadatan populasi dari lahan jagung, kedelai
dan kubis di Malang serta virulensinya terhadap larva Spodoptera litura.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan (unit
nematologi), Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian,
Universitas Brawijaya Malang, mulai April sampai September 2012. Isolat NEP
didapatkan dari Desa Ngijo pada tanaman jagung, Desa Kendalpayak pada
tanaman kedelai dan Desa Bumiaji pada tanaman kubis. NEP diperoleh dengan
cara mengisolasi dari tanah menggunakan larva Tenebrio molitor, larva T. molitor
yang mati diekstraksi menggunakan metode white trap dan selanjutnya NEP yang
diperoleh dihitung populasinya. NEP yang diperoleh diidentifikasi berdasarkan
perubahan warna pada kutikula dan bentuk morfologinya. Selanjutnya, NEP diuji
tingkat virulensinya pada larva S. litura. Hasil isolasi NEP didapatkan kepadatan
populasi NEP tertinggi pada lahan kubis sebesar 23.264 NEP/0,25 ml, selanjutnya
lahan jagung sebesar 16.976 NEP/0,25 ml dan kepadatan populasi terendah pada
lahan kedelai sebesar 15.664 NEP/0,25 ml. Hasil identifikasi NEP dari lahan
kubis didapatkan NEP genus Steinernema dan Heterorhabditis. Di Lahan jagung
dan kedelai didapatkan NEP genus Steinernema. Hasil uji virulensi NEP pada
larva S. litura menunjukkan ada perbedaan antara isolate jagung dan yang lain
khususnya untuk 24 jam setelah aplikasi (jsa).

Kata kunci : identifikasi, virulensi, nematoda entomopatogen, Spodoptera litura

PENDAHULUAN bersimbiosis dengan bakteri genus


Photorabdus (Smart, 1995).
Masalah hama masih menjadi NEP dapat diisolasi dari berbagai
kendala utama dalam peningkatan tempat di seluruh belahan dunia,
produksi tanaman. Salah satu cara khususnya dari famili Steinernematidae
pengendalian yang dapat memberikan dan Heterorhabditidae (Smart, 1995).
jaminan terhadap keamanan lingkungan Anggota kedua famili ini digunakan
dan cukup efektif ialah pengendalian untuk mengendalikan hama-hama dari
hayati. Dalam pengendalian hayati, ordo Lepidoptera, yaitu: pyralid
patogen serangga merupakan agens Galleria mellonella Linnaeus, noctuid
hayati yang cukup potensial (DeBach, Spodoptera exigua Hubner dan Agrotis
1964). ipsilon Hufn yang virulensinya
Nematoda entomopatogen (NEP) mencapai 100% (Nugrohorini, 2010).
adalah salah satu agens hayati untuk Beberapa spesies NEP mempunyai
mengendalikan hama tanaman. penyebaran yang luas. Steinernema
Terdapat dua genus NEP yang berperan carpocapsae dan S. feltiae Filipjev
sebagai agens pengendali hayati yaitu tersebar di daerah beriklim sedang,
genus Steinernema dan Heterorhabditis. Heterorhabditis bacteriophora Poinar
NEP menginfeksi inangnya dengan di daerah dengan iklim kontinental dan
bersimbiosis dengan bakteri yang ada mediteran, dan H. indica Poinar
pada saluran pencernaannya. Nematoda ditemukan di wilayah tropis dan
famili Steinernematidae bersimbiosis subtropis. Spesies yang lain seperti S.
dengan bakteri genus Xenorabdus dan rarum Doucet, S. kushidai Mamiya, S.
nematoda famili Heterorhabditidae ritteri Doucet, dan H. argentinensis
Jurnal HPT Volume 1 Nomor 2 Juni 2013 3

Stock, daerah sebarannya terbatas Larva diberi pakan daun jarak kepyar
(Hazir, Kaya, Stock dan Keskin, 2003). yang diperoleh dari pekarangan di Jalan
Untuk mendapatkan NEP isolat lokal Sukarno Hatta Malang.
diperlukan kegiatan eksplorasi yang
dilanjutkan dengan isolasi dan Pengambilan Contoh Tanah
identifikasi. Untuk mengetahui tingkat Contoh tanah diambil di daerah
virulensi NEP yang didapatkan dari Malang dari lahan jagung Desa Ngijo,
hasil eksplorasi maka diperlukan lahan Kedelai di Balai Penelitian
kegiatan uji virulensi. Serangga yang Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-
digunakan sebagai serangga uji yaitu umbian Desa Kendalpayak dan lahan
larva S. litura Fabricius (Lepidoptera: kubis Desa Bumiaji.
Noctuidae). Tanah diambil dari sekitar
Mengingat NEP cukup potensial perakaran tanaman (rhizosfer). Setiap
sebagai agens pengendali hayati hama lahan ditetapkan 5 lokasi yang
dari ordo Lepidoptera, maka perlu berukuran 2-4 m2 yang ditetapkan
dilakukan kegiatan eksplorasi untuk secara diagonal. Setiap lokasi
mengetahui keragaman NEP dan ditetapkan 3 tempat secara acak dengan
virulensinya dari lahan tanaman jagung, luas permukaan 100 cm2. Pengambilan
kedelai dan kubis. contoh tanah dilakukan sampai
Penelitian ini bertujuan untuk kedalaman 20 cm. Contoh tanah
mengetahui genus NEP dan kepadatan diambil menggunakan sekop. Sebelum
populasinya dari lahan jagung, kedelai digunakan sekop disterilkan dengan
dan kubis di daerah Malang serta alkohol 70%. Kemudian contoh tanah
virulensinya terhadap larva S. litura. dicampur dan disimpan dalam kantung
plastik yang berlubang-lubang untuk
METODOLOGI ventilasi (Baliadi, 2011). Contoh tanah
dianalisis jenis tanah, tekstur,
Penelitian ini dilaksanakan di kandungan bahan organik, kelembaban
Laboratorium Hama, Sub. dan pHnya di Laboratorium Kimia dan
Laboratorium Nematologi, Jurusan Fisika Jurusan Tanah Fakultas
Hama dan Penyakit Tumbuhan Pertanian Universitas Brawijaya,
Fakultas Pertanian Universitas Malang.
Brawijaya Malang, mulai April 2012
sampai September 2012. Larva Teknik Isolasi Nematoda
Tenebrio molitor yang diguankan Entomopatogen.
sebagai umpan untuk mendapatkan NEP diisolasi menggunakan larva
NEP diperbanyak di Laboratorium T. molitor. Contoh tanah lebih kurang
Hama, Sub. Laboratorium Nematologi 150 g dimasukkan ke dalam stoples
Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan kaca. Selanjutnya diinfestasikan 10
Fakultas Pertanian Universitas larva T. molitor. Setelah 7 hari, larva
Brawijaya Malang, dengan pakan polar yang mati kemudian dikeluarkan dan
dan umbi ubi kayu. Larva S. litura dibilas dengan aquades.
berfungsi sebagai serangga uji untuk Pemerangkapan NEP kemudian
pengujian virulensi NEP. Larva dilanjutkan dengan menggunakan
didapatkan dari perbanyakan yang metode ekstraksi White trap yaitu
dilakukan di Balai Penelitian Tanaman dengan cara larva yang mati diletakkan
Pemanis dan Serat (Balitas). Larva di cawan petri kecil yang telah dilapisi
yang digunakan yaitu larva instar 3. kertas saring lembab. Kemudian cawan
Liza et al, Uji Virulensi Nematoda Entomopatogen pada Larva Spodoptera litura 4

petri kecil diletakkan ke dalam cawan dapat bertahan dalam jangka waktu
petri besar. Kemudian dituangi yang cukup lama (Nadiah, 2008).
aquades ke dalam cawan petri besar Identifikasi nematoda dilakukan
hingga setengah dari cawan petri kecil. dengan mengamati gejala pada larva T.
Kemudian cawan petri besar ditutup molitor yang terserang nematoda dan
dengan penutup cawan petri. pengamatan morfologi nematoda.
Diharapkan setelah 1-2 minggu Pengamatan gejala pada larva yaitu
nematoda bermigrasi ke dalam aquades. dengan mengamati perubahan warna
NEP yang didapat dari masing- kutikula larva. Pengamatan morfologi
masing komoditas dihitung nematoda dilakukan menggunakan
kepadatannya menggunakan mikroskop mikroskop Olympus BX41 untuk
binokuler, cawan hitung dan alat diidentifikasi sampai tingkat genus.
penghitung. Populasi NEP dihitung
menggunakan rumus berikut Uji Virulensi Nematoda
(Anonymous, 1997). Entomopatogen pada Larva
Spodoptera litura.
⋯ Isolat nematoda dari lahan
P= xX
 jagung, kedelai dan kubis
( ) diinokulasikan dengan metode kertas
X =   (, )
saring. Isolat nematoda dengan
yang P adalah populasi NEP per 0,25 konsentrasi 200 JI/1,5 ml akuades
ml, P1-Pn adalah sub contoh diinokulasikan ke dalam cawan petri
pengambilan NEP dengan n ulangan tertutup yang dilapisi dua lapis kertas
dan n adalah banyaknya ulangan saring (Wagiman, Triman dan Astuti,
pengambilan sub contoh NEP. 2003). Sebanyak 20 ekor larva S. litura
dimasukkan ke dalam cawan tersebut,
Pembuatan Preparat dan Identifikasi diberi pakan daun jarak dan dipelihara
Nematoda Entomopatogen selama 4 hari. Percobaan disusun
Nematoda yang telah selesai dalam rancangan acak lengkap dengan
dihitung kemudian diidentifikasi. tiga perlakuan yakni asal isolat dan
Sebelum diidentifikasi dilakukan menggunakan delapan ulangan,
pembuatan preparat. Pembuatan sehingga didapatkan satuan percobaan.
preparat dilakukan dengan cara Pada perlakuan kontrol, larva S. litura
nematoda yang telah mati, diambil diaplikasi dengan air steril. Parameter
dengan cara dipancing menggunakan yang diamati adalah jumlah S. litura
jarum pancing atau tusuk gigi yang yang mati, waktu dan perubahan
telah diruncingkan ujungnya. tampilan pada S. litura. Pengamatan
Nematoda diatur letak posisinya di atas dilakukan setiap 24 jam selama 4 hari.
gelas objek yang telah ditetesi sedikit Persentase mortalitas dihitung dengan
gliserol dan dicampur dengan metilen rumus sebagai berikut :
blue kemudian diaduk merata
  !"
menggunakan kuas gambar atau alat Mortalitas = x 100 %
  #
pancing. Kemudian dengan cepat
ditutup dengan gelas penutup dan di
sekeliling ujungnya diolesi dengan cat
kuku agar udara tidak dapat masuk,
dengan demikian preparat nematoda
Jurnal HPT Volume 1 Nomor 2 Juni 2013 5

HASIL DAN PEMBAHASAN pada lahan kubis dan kepadatan


populasi terendah terdapat pada lahan
Hasil Isolasi Menggunakan Larva
kedelai (Gambar 2).
Tenebrio molitor.
Hasil isolasi NEP dengan
menggunakan umpan larva T. molitor 30000

kepadatan NEP
dari lahan yang di tanaman kubis, 20000

(NEP/ml)
jagung dan kedelai didapatkan NEP 10000
dengan ciri-ciri larva T. molitor yang
0
terparasit NEP mengalami penurunan
aktivitas pergerakan, cenderung diam kubis jagung kedelai
pada akhirnya larva akan mati dengan asal isolat NEP
kulit berwarna coklat kehitaman
(Gambar 1). Gejala tersebut sesuai Gambar 2. Rata-rata kepadatan
dengan hasil penelitian Nugrohorini populasi nematoda
(2007) bahwa larva S. litura yang entomopatogen setiap 0,25
terinfeksi NEP Steinernema sp. ml.
tubuhnya tidak bergerak dan kaku serta
terjadi perubahan warna pada kutikula. Kepadatan rata-rata populasi NEP
Gejala lain yang bisa diamati ialah dipengaruhi oleh tekstir tanah,
larva T. molitor yang semula berwarna kelembaban tanah, bahan organik tanah
coklat muda kemudian berubah dan kemasaman tanah (pH). Tanah
menjadi coklat karamel, struktur pada tanaman kubis bertekstur lempung
jaringan tubuh larva yang terinfeksi berdebu sehingga kondisi tanahnya
menjadi lunak, meskipun bentuk tubuh remah. Tanah yang remah
larva tetap utuh dan tidak berbau busuk. memudahkan NEP untuk bergerak di
dalam tanah dan kandungan oksigen
yang tinggi mendukung untuk
pernapasan NEP. Kepadatan rata-rata
populasi NEP terendah terdapat pada
lahan tanaman kedelai. Tanah pada
tanaman kedelai bertekstur liat
sehingga kondisi tanahnya padat. Tanah
yang bertekstur liat mempunyai pori-
pori tanah yang berukuran kecil dan
mempunyai kandungan oksigen yang
Gambar 1. Larva Tenebrio molitor rendah sehingga membatasi
yang terinfeksi nematoda pergerakan, perkembangan dan
entomopatogen. reproduksi NEP di dalam tanah.
Pengaruh tekstur tanah terhadap
Kepadatan Populasi Nematoda keberadaan NEP dilaporkan oleh
Entomopatogen. Nugrohorini (2010) bahwa nematoda
Dari hasil perhitungan didapatkan tidak dapat hidup pada jenis tanah
kepadatan populasi rata-rata NEP pada lempung berliat, karena pada jenis
tiap lahan yaitu pada lahan kubis tanah ini tidak terdapat rongga sehingga
23.264 NEP/0,25ml, pada lahan jagung oksigen tidak dapat masuk ke dalam
16.976 NEP/0,25ml dan pada lahan tanah secara maksimal. Hasil analisis
kedelai 15.664 NEP/0,25ml. Kepadatan bahan organik pada lahan jagung
populasi rata-rata tertinggi terdapat
Liza et al, Uji Virulensi Nematoda Entomopatogen pada Larva Spodoptera litura 6

adalah 1,11%, lahan kedelai 3,10% dan dan tidak memiliki stilet (Gambar 3).
lahan kubis 6,10%. Bahan organik Nematoda mempunyai sistem syaraf,
berperan sebagai sumber makanan dari sistem pencernaan dan sistem
nematoda di dalam tanah. Penelitian reproduksi. Ciri-ciri tersebut sesuai
ekologi menunjukkan bahwa nematoda dengan Tanada dan Kaya (1993) bahwa
pemakan bakteri populasinya pada umumnya tubuh nematoda
meningkat dengan kandungan bahan berbentuk seperti cacing, transparan,
organik. Nematoda hidup dengan cara panjang dan agak silindris, dan
memanfaatkan bahan organik atau diselubungi oleh kutikula.
memakan serangga-serangga atau Hasil identifikasi pada larva T.
organisme lain di dalam tanah molitor menunjukkan terdapat variasi
(Imanadi, 2012). gejala pada kutikula larva yaitu warna
Selain itu faktor yang coklat kehitaman dan warna merah.
berpengaruh pada kepadatan populasi Pada tanaman kubis larva yang
NEP adalah derajat keasaman (pH) terinfeksi NEP berwarna coklat yang
tanah. Pada lahan kubis dan jagung pH lama-kelamaan akan menjadi hitam dan
tanah 6,3. Pada lahan kedelai pH tanah berwarna merah. Pada tanaman jagung
6,6. Pada penelitian ini besarnya pH dan kedelai seluruh larva yang
ketiga lahan tidak berbeda jauh. Kung, terinfeksi NEP berwarna coklat
Gaugler dan Kaya (1990) menyatakan kehitaman. Adanya perbedaan warna
bahwa kelangsungan hidup dan pada kutikula larva menunjukkan
patogenesitas steinernema sedikit bahwa larva terserang nematoda genus
menurun ketika pH tanah diturunkan tertentu (Tabel 1).
dari 8 menjadi 4, tetapi kelangsungan
hidup dan patogenesitas menurun
drastis pada pH 10.
Hasil analisis laboratorium
kelembaban tanah pada lahan kedelai
50%, lahan jagung 48% dan lahan
kubis 51%. Kelembaban tanah adalah
salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap aktivitas NEP. NEP
memerlukan kelembaban tanah yang (a) (b)
cukup untuk kelangsungan hidup dan
pergerakannya. Kelembaban Gambar 3. Nematoda entomopatogen
merupakan faktor pembatas terhadap (a: morfologi dan b: bagian
NEP heterorhabditis jadi semakin anterior, perbesaran 400x)
rendah tingkat kelembaban maka
mortalitasnya semakin tinggi. Hasil pengamatan morfologi
anterior NEP, didapatkan dua ciri-ciri
yaitu kepala halus tidak bertanduk atau
Identifikasi Nematoda tidak berkait dan kepala memiliki kait.
Entomopatogen NEP yang memiliki kepala halus dan
Dari hasil identifikasi NEP secara tidak berkait adalah nematoda genus
morfologi, menunjukkan tubuh Steinernema. Nematoda yang memiliki
nematoda berbentuk seperti cacing, kait pada bagian anterior adalah
transparan, tubuh diselubungi oleh nematoda genus Heterorhabditis.
kutikula, mempunyai ekor yang runcing
Jurnal HPT Volume 1 Nomor 2 Juni 2013 7

Uji Virulensi Nematoda disebabkan S. litura tidak mampu


Entomopatogen pada Larva mempertahankan diri dari serangan
Spodoptera litura. NEP. Mortalitas larva S. litura
Hasil uji virulensi NEP semua menunjukkan peningkatan pada 48
isolat dapat mematikan serangga uji, JSA, 72 JSA dan 96 JS (Tabel 2).
tetapi tingkat mortalitas antar isolat Larva S. litura yang terinfeksi
berbeda-beda. Larva S. litura instar 3 NEP menunjukkan gejala perubahan
yang terinfeksi NEP mulai mati dalam pergerakan dan warna kutikula. Semula
waktu 24 jam setelah aplikasi (JSA). larva bergerak aktif namun lama-
Kematian ini salah satunya didukung kelamaan gerakan larva menjadi
oleh pergerakan larva instar 3 yang lambat, warna kutikula larva yang
aktif, sehingga memudahkan nematoda semula berwarna hijau berubah menjadi
untuk menginfeksi. Seperti yang coklat kehitaman dan tubuhnya menjadi
dikemukakan oleh Uhan (2008) bahwa lembek (Gambar 4). Apabila tubuh
pergerakan tubuh larva S. litura instar larva ditekan dengan tangan maka akan
3 yang lebih aktif membantu nematoda mudah hancur dan mengeluarkan cairan
dalam menemukan inang. Selain itu yang berbau busuk.

Tabel 1. Tampilan morfologi larva Tenebrio molitor yang terinfeksi nematoda


entomopatogen berdasarkan warna pada tubuhnya

Komoditas Genus Warna kutikula larva T. molitor


Steinernema coklat kehitaman
Kubis
Heterorabditis merah
Jagung Steinernema coklat kehitaman
Kedelai Steinernema coklat kehitaman

Tabel 2. Rata-rata persentase mortalitas kumulatif larva Spodoptera litura


Mortalitas larva S. litura (%)
Isolat
24 JSA 48 JSA 72 JSA 96 JSA
Kubis 1.25 ± 2.31 ab 9.38 ± 4.96 b 23.12 ± 9.61 b 43.75 ± 12.17 b
Jagung 6.88 ± 2.59 c 15.00 ± 4.63 b 27.50 ± 8.02 b 37.50 ± 18.13 b
Kedelai 3.75 ± 3.54 b 13.13 ± 9.23 b 21.25 ± 10.61b 33.75 ± 11.57 b
Kontrol 0.00 ± 0.00 a 0.00 ± 0.00 a 0.00 ± 0.00 a 3.33 ± 2.89 a
Liza et al, Uji Virulensi Nematoda Entomopatogen pada Larva Spodoptera litura 8

2. Kepadatan populasi rata-rata


nematoda entomopatogen pada lahan
kubis, jagung dan kedelai
dipengaruhi oleh tekstur tanah pada
ketiga lahan. Kepadatan tertinggi
terdapat pada lahan yang ditanami
tanaman kubis dan kepadatan
terendah terdapat pada lahan yang
Gambar 4. Larva Spodoptera litura ditanami tanaman kedelai.
yang terinfeksi nematoda 3. Hasil uji virulensi nematoda
entomopatogen. entomopatogen terhadap larva S.
litura menunjukkan bahwa isolat dari
Gejala perubahan pada larva S. lahan yang ditanami kubis, jagung
litura yang terinfeksi NEP telah dan isolat kedelai mempunyai tingkat
dilaporkan oleh Djamilah, Nadrawati virulensi yang sama.
dan Rosi (2010) bahwa S. litura yang
terinfeksi steinernema menunjukkan SARAN
beberapa gejala yaitu gerakan larva
menjadi tidak aktif atau malas. Bila Pada penelitian ini menggunakan
disentuh larva menunjukkan respon umpan serangga untuk mendapatkan NEP
yang berbeda dengan larva yang sehat, dari dalam tanah. Hasil yang didapatkan
larva menjadi lemas dan lama- selain NEP adalah adanya kontaminasi
kelamaan tubuh larva akan semakin jamur patogen serangga dan belatung
lembek dan terjadi perubahan warna, sehingga disarankan menggunakan
semakin lama larva menghitam umpan selain serangga untuk
diseluruh tubuhnya. Bila ditekan tubuh mendapatkan NEP di dalam tanah.
larva akan mudah pecah dan Selain itu, pada penelitian ini
mengeluarkan cairan putih kekuningan konsentrasi NEP yang digunakan untuk
berbau busuk. Perubahan warna yang mengendalikan larva S. litura adalah 200
terjadi pada serangga diakibatkan JI/1,5 ml. Hasil yang didapatkan setelah
karena adanya simbiosis mutualisme 96 jam setelah aplikasi mortalitas larva S.
antara nematoda dengan bakteri yang litura belum mencapai 50% sehingga
menghasilkan eksotoksin (Arinana, disarankan penelitian lebih lanjut untuk
2002). mengetahui pengaruh berbagai tingkat
konsentrasi NEP dalam mengendalikan
KESIMPULAN larva S. litura.
1. Hasil ekstraksi nematoda
entomopatogen menggunakan DAFTAR PUSTAKA
larva T. molitor didapatkan
nematoda entomopatogen genus Anonymous. 1997. Teknik Ekstraksi dan
Steinernema dan Heterorhabditis Penghitungan Populasi Nematoda
dari lahan kubis dan genus Parasit Pada Contoh Tanah dan
Steinernema dari lahan jagung dan Akar. Balai Proteksi Tanaman
kedelai. Perkebunan Jawa Timur.
Jurnal HPT Volume 1 Nomor 2 Juni 2013 9

Arinana. 2002. Keefektifan nematoda Nadiah, A. 2008. Inventarisasi nematoda


entomopatogen Steinernema sp. akar dan tanah pada pertanaman
dan Heterorhabditis indica kopi PTPN XII di Kebun Bangelan,
sebagai agen hayati pengendali Kabupaten Malang. [Skripsi].
rayap tanah Coptotermes Malang: Universitas Brawijaya..
curvignathus Holmgren Nugrohorini. 2007. Uji toksisitas
(Isoptera: Rhinotermitidae). nematoda Steinernema sp. (isolat
[Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Tulungangung) pada hama tanaman
Bogor. sawi (Brassica juncea) di
Baliadi, Y. 2011. Pathogenecity, laboratorium. Jurnal Pertanian
development and reproduction of Mapeta 10 (1): 1-6 .
the entomopathogenic nematode Nugrohorini. 2010. Eksplorasi nematoda
Steinernema sp., in mealworm entomopatogen pada beberapa
Tenebrio molitor. Jurnal Agrivita wilayah di Jawa Timur. Jurnal
33 (3): 240-251. Pertanian Mapeta XII (2): 72-144.
DeBach, P. 1964. Biological control of Smart, G. C. 1995. Entomopathogenic
insect pests and weeds. Chapman nematodes for the biological control
and hall, Ltd. of insects. Journal of Nematology
Djamilah, Nadrawati dan Rosi, M. 27: 529-534.
2010. Isolasi Steinernema dari Tanada, Y., Kaya, H.K. 1993. Insect
tanah pertanaman jagung di pathology. Gulf professional
Bengkulu bagian selatan dan publishing. Academic press. New
patogenesitasnya terhadap York.
Spodoptera litura F. Jurnal Ilmu- Uhan, T.S. 2008. Bioefikasi beberapa
ilmu Pertanian Indonesia 12 (1): isolat nematoda entomopatogenik
34-39. Steinernema spp. terhadap
Hazir, S., Kaya, H.K., Stock, S.P., Spodoptera litura Fabricius pada
Keskin, N. 2003. tanaman cabai di rumah kaca.
Entomopathogenic nematodes Jurnal Hortikultura 18 (2): 175-184.
(Steinernematidae and Wagiman, F.X., Triman, B. dan Astuti,
Heterorhabditidae) for biological R.S. 2003. Keefektifan Steinernema
control of soil pests. Jurnal spp. Terhadap Spodoptera exigua.
Biologi 27: 181-202. Jurnal Perlindungan Tanaman
Imanadi, L. 2012. Kajian pengendalian Indonesia 9: 22-27.
hama dengan nematoda
entomopatogen (Steinernema
spp. dan Heterorhabditis spp.).
Balai besar karantina pertanian
Surabaya. Surabaya.
Kung, S.P., Gaugler, R., and Kaya,
H.K. 1990. Influence of soil pH
and oxygen on persistence of
Steinernema spp. Jurnal
Nematology 22 (4): 440-445.

Das könnte Ihnen auch gefallen