Sie sind auf Seite 1von 8

Jurnal Kelautan Tropis November 2016 Vol.

19(2):171-178 ISSN 0853-7291

Kualitas Air Media Pemeliharaan Benih Udang Windu


(Penaeus monodon Fabricius) dengan
Sistem Budidaya yang Berbeda
Ali Djunaedi, Heri Susilo, Sunaryo

Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan, Universitas Diponegoro
Jl. Prof. Soedarto, SH. Kampus UNDIP Tembalang, Semarang 50275
Email: alidjunaedi@ymail.com

Abstract

Medium rearing of the P. monodon Fabricius seed at the hatcheries usually used closed
system and without water changes during culture period, until certain time the water quality
could deterioted. The purpose of this research was to understand the effects of recirculation
system on the water qualities (total suspended solids, ammonia, ammonium, nitrite and
dissolved oxygen) of tiger shrimp (P. monodon Fabricius) seed medium. This research was
conducted in the hatchery of Marine Science of Diponegoro University at Teluk Awur. The
research used experimental method with two treatments, recirculation and non-recirculation
system. Concentrations of total suspended solids (TSS), ammonia, nitrite and dissolved oxygen
(DO) were descriptive analyzed. Average concentration on recirculation system of TSS was
0,570 mg/L, ammonia was 0,039 mg/L, nitrite was 0,076 mg/L and DO was 6,00 mg/L. Average
concentration on without recirculation system of TSS was 0,983 mg/L, ammonia was 0,09
mg/L, nitrite was 0,2 mg/L and DO was 3,86 mg/L. The resirculation rearing system was
improve water quality on tiger shrimp seed medium.

Keywords : Water Quality, Recirculation System, Tiger Shrimp (P. monodon Fabricius)

Abstrak

Budidaya benih udang windu (P. monodon Fabricius) pada bak pembenihan
umumnya menggunakan sistem tertutup dan air media tidak diganti, sehingga dalam waktu
tertentu dapat terjadi penurunan kualitas air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perubahan kualitas air (MPT, amonia, amonium, nitrit dan DO) pada pemeliharaan benih
udang windu (P. monodon Fabricius) dengan sistem resirkulasi dan tanpa resirkulasi.
Penelitian dilakukan di Marine Center, Jurusan Ilmu Kelautan, Teluk Awur, Jepara. Metode
penelitian yang digunakan adalah eksperimental dengan dua perlakuan yaitu penggunaan
sistem resirkulasi dan tanpa resirkulasi. Data konsentrasi material padatan tersuspensi (MPT),
amonia, nitrit, oksigen terlarut (DO), pH dan suhu selama penelitian dianalisis secara
deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada sistem resirkulasi konsentrasi rata – rata
MPT 0,570 mg/L, amonia 0,039 mg/L, nitrit 0,076 mg/L dan DO 6,00 mg/L, sedangkan pada
bak tanpa sistem resirkulasi konsentrasi rata – rata MPT 0,983 mg/L, amonia 0,09 mg/L, nitrit 0,2
mg/L dan DO 3,86 mg/L. Sistem resirkulasi mampu memperbaiki kualitas air media
pemeliharaan benih udang windu.

Kata kunci: Kualitas Air, Sistem Resirkulasi, Udang Windu (Pennaeus monodon Fabricius).

PENDAHULUAN Indonesia, baik melalui usaha budidaya


berpola tradisional, semi intensif, maupun
Budidaya udang windu masih intensif. Dengan makin banyaknya petani
menjadi tumpuan harapan bagi petani tambak yang mengembangkan usahanya
tambak di berbagai wilayah pesisir dalam produksi udang ini, maka

*) Corresponding author Diterima/Received : 10-08-2016, Disetujui/Accepted : 13-09-2016


www.ejournal2.undip.ac.id/index.php/jkt
Jurnal Kelautan Tropis November 2016 Vol. 19(2):171-178

kebutuhan akan benih udang juga udang. Kenaikan input pakan dan
semakin meningkat. pertambahan berat udang tersebut
Permasalahan yang sering dihadapi selanjutnya akan meningkatkan
oleh petani tambak dalam budidaya konsentrasi bahan organik dan faeses di
udang adalah tingginya kematian benih dalam media pemeliharaan. Hal ini akan
udang sewaktu penebaran di tambak. Hal meningkatkan pelepasan senyawa –
ini terjadi karena benih yang ditebar senyawa yang bersifat toksik dan
ukurannya terlalu kecil, dimana benih dari membahayakan udang yang dipelihara,
hatchery atau bachyard langsung ditebar seperti amonia dan nitrit (Furwoko, 2001)
ke tambak (Budiarti dkk, 2005). Untuk itu,
setiap saat harus tersedia benih Optimalisasi produksi benih udang
berkualitas yang dibutuhkan oleh perlu diupayakan melalui penggunaan
pembudidaya dalam jumlah yang cukup, sistem yang efektif untuk mengatasi
sebab dengan menebar benih yang memburuknya kualitas air media. Salah
berkualitas dan ditunjang dengan satu cara yang memungkinkan dalam
lingkungan budidaya yang baik akan mengatasi turunnya kualitas air yaitu
diperoleh tingkat produksi yang menggunakan sistem resirkulasi dengan
diharapkan (Hendrajad dan Pantjara, menerapkan berbagai komponen filter
2012). Disamping itu pula lokasi hatchery dan penyerap bahan organik baik dalam
yang cukup jauh dari areal pertambakan, air maupun dasar bak pembenihan (Kaul,
sehingga benih udang tidak tahan 1987). Prinsip metode ini yaitu dengan
terhadap perubahan lingkungan yang memanfaatkan kembali air yang sudah
mendadak seperti perubahan kualitas air, digunakan dalam budidaya untuk disaring
diantaranya suhu, salinitas dan parameter atau difilter dan kemudian dimanfaatkan
kualitas air lainnya yang bersifat fluktuatif. kembali dalam kegiatan budidaya
tersebut. Penggunaan sistem resirkulasi
Salah satu cara untuk menekan tersebut diharapkan mampu
tingkat kematian benih udang yang tinggi mengembalikan kondisi kualitas air bekas
sebelum ditebar ke tambak adalah pakai semaksimal mungkin kembali ke
dengan sistem pentokolan yaitu kondisi awalnya (Sumantadinata et al.,
memelihara benih udang selama periode 1986). Selain itu, dengan penggunaan
tertentu pada bak dengan kondisi kualitas sistem resirkulasi tersebut diharapkan juga
air yang terkontrol. Pengontrolan kualitas mampu menyerap bahan pencemar atau
air ini dilakukan supaya persyaratan hidup bahan organik dalam air buangan
benih udang windu secara optimal bisa sehingga akan mampu mengurangi
terpenuhi yaitu dengan mengatur sirkulasi konsentrasinya dalam media.
air. Tujuan sistem ini adalah menghasilkan
benih udang windu yang mempunyai Pengaruh penggunaan sistem
kemampuan hidup yang tinggi, sehingga resirkulasi terhadap perbaikan kualitas air
kelangsungan dan pertumbuhannya media budidaya dan pengurangan
setelah ditebar di tambak akan baik senyawa beracun belum banyak
(Hendrajad, 2008). diterapkan di dalam pemeliharaan benih
udang, dengan demikian sangat perlu
Pemeliharaan pada benih udang adanya penelitian untuk mengetahui
umumnya menggunakan sistem tertutup pengaruh penggunaan sistem resirkulasi
dan selama pemeliharaan benih terhadap kualitas air media pemeliharaan
umumnya air media pemeliharaan tidak benih udang windu (P. monodon
diganti. Hal ini dapat menyebabkan Fabricius).
menurunnya kualitas air media yang pada
akhirnya dapat mengganggu atau
membahayakan kehidupan benih udang MATERI DAN METODE
yang dipelihara. Kualitas air cenderung
semakin jelek sebanding dengan lamanya Hewan uji dalam penelitian ini
waktu budidaya karena terjadi kenaikan berupa benih udang windu (P. monodon
input pakan dan pertambahan berat Fabricius) yang diperoleh dari Balai Besar

172 Kualitas Air Media Pemeliharaan Benih Udang Windu (Ali Djunaedi et al.)
Jurnal Kelautan Tropis November 2016 Vol. 19(2):171-178

Pengembangan Budidaya Air Payau konsentrasi MPT, amonia, nitrit, amonium,


(BBPBAP) Jepara. Benih yang digunakan oksigen terlarut (DO), salinitas, pH dan
sebanyak 9600 dengan berat rata-rata suhu selama penelitian dianalisis secara
0,030 ± 0,001 g. Jenis pakan yang deskriptif.
digunakan yaitu pakan pellet dengan
kandungan protein 42%, lemak 5% dan
serat 3%. Benih uji diberi pakan sebanyak HASIL DAN PEMBAHASAN
10% dari biomassa. Pemberian pakan
diberikan 3 kali sehari. Wadah penelitian MPT (Material Padatan Tersuspensi)
berupa bak-bak beton yang berjumlah 2
buah dengan ukuran 2,5 x 1,7 x 1,5 m yang Perlakuan penggunaan sistem
terdapat pada laboratorium pembenihan resirkulasi maupun tanpa sistem resirkulasi
kampus Ilmu Kelautan. di dalam pemeliharaan benih udang
windu pada tiap minggu menunjukkan
Sistem resirkulasi yang digunakan adanya perubahan nilai konsentrasi MPT
sebagai perlakuan dalam penelitian ini pada masing-masing perlakuan.
terdiri dari protein skimmer dan filter Konsentrasi MPT pada bak resirkulasi
karbon aktif yang menggunakan bahan cenderung menurun selama penelitian,
arang tempurung kelapa. Penggunaan sedangkan pada bak tanpa resirkulasi
arang tempurung kelapa tersebut cenderung menaik setiap minggu selama
diharapkan mampu menyerap bahan- penelitian. Konsentrasi MPT selama
bahan sisa metabolit maupun sisa pakan penelitian pada bak resirkulasi lebih
yang terdapat dalam bak yang dapat rendah daripada konsentrasi MPT pada
menurunkan kualitas air. Pengaktifan bak tanpa resirkulasi selama penelitian.
bahan karbon dilakukan menggunakan Nilai konsentrasi MPT pada bak yang
oven dengan suhu 2500C selama 70 menit menggunakan sistem resirkulasi pada
(Hartoko, 1995). minggu pertama mencapai 0,796 mg/L,
dan pada minggu ke enam 0,316 mg/L.
Metode yang dipergunakan dalam Sedangkan nilai konsentrasi MPT pada bak
penelitian ini adalah metode tanpa sistem resirkulasi pada minggu
eksperimental. Penelitian menggunakan pertama mencapai 0,816 mg/L, pada
dua perlakuan, meliputi: pemeliharan minggu ke enam 1,350 mg/L (Gambar 1).
benih dengan penerapan sistem resirkulasi
(A) dan pemeliharaan benih tanpa Data konsentrasi MPT yang terukur
penerapan sistem resirkulasi (B). selama penelitian adanya perbedaan
konsentrasi MPT pada kedua perlakuan
Data yang dikumpulkan dalam (Gambar 1). Perbedaan konsentrasi
penelitian ini adalah : muatan padatan tersebut disebabkan oleh perbedaan
tersuspensi (MPT), amonia (NH3 - N), system budidaya yang digunakan. Hal
amonium (NH4+ - N), nitrit (NO2‾ - N), tersebut diduga dengan sistem resirkulasi
oksigen terlarut (DO), salinitas, derajat penggunaan filter karbon aktif dan
keasaman (pH) dan suhu. Pengukuran protein skimmer mampu mengurangi MPT
kualitas air meliputi suhu, salinitas serta pH yang membahayakan benih udang windu
dilakukan setiap hari, sedangkan untuk yang diakibatkan oleh sisa-sisa pakan
pengukuran MPT, DO, nitrit, amonia dan maupun sisa hasil metabolisme yang
amonium diukur satu minggu sekali selama mengendap di dasar bak. Wheaton (1977)
6 minggu penelitian. menyatakan bahwa fungsi karbon aktif
dan protein skimmer dalam pengurangan
Penentuan konsentrasi oksigen bahan organik yaitu melalui proses
terlarut menggunakan metode Winkler penyerapan bahan organik yang
dan penentuan konsentrasi amonia, dilakukan oleh karbon aktif mengadsorpsi
amonium dan nitrit menggunakan metode bahan organik sehingga jumlahnya dapat
spektrofotometrik, sedangkan penentuan berkurang. Sedangkan protein skimmer
konsentrasi padatan tersuspensi (MPT) mengadsorpsi melalui kontak antara air
menggunakan metode gravimetri. Data dan udara dengan menggunakan

Kualitas Air Media Pemeliharaan Benih Udang Windu (Ali Djunaedi et al.) 173
Jurnal Kelautan Tropis November 2016 Vol. 19(2):171-178

gelembung – gelembung yang dihasilkan oleh aerasi sehingga kotoran tersebut


1.6

1.4

1.2
MPT (mg/L)

1
Resirkulasi
0.8
Tanpa resirkulasi
0.6

0.4

0.2

0
1 2 3 4 5 6
Minggu

Gambar 1. Diagram batang konsentrasi MPT (mg/L) pada air media pemeliharaan benih
udang windu (P. monodon Fabricius) dengan sistem resirkulasi dan tanpa
resirkulasi

dapat terangkat dan dibuang di tempat karbon aktif mengakibatkan adanya


penampungan kotoran pada protein penumpukan partikel – pertikel padatan
skimmer. Hartoko (1995) menyatakan bahan organik pada pori – pori karbon
bahwa filter karbon aktif mampu aktif sehingga proses adsorpsi berkurang.
mengurangi partikel padatan dalam air Hal ini mengakibatkan bahan organik
melalui proses adsorpsi, yaitu proses dapat lolos dan kembali ke media
terkonsentrasinya molekul – molekul pemeliharaan.
adsorpbat (zat yang akan diserap) ke
permukaan karbon aktif sehingga DO (Oksigen Terlarut)
akumulasi bahan organik dalam air media
pemeliharaan dapat berkurang. Perlakuan penggunaan sistem
Sedangkan pada bak tanpa sistem resirkulasi maupun tanpa sistem resirkulasi
resirkulasi, terjadi akumulasi bahan organik di dalam pemeliharaan paska larva
di dasar bak yang disebabkan oleh sisa udang windu pada tiap minggu
pakan yang tidak termanfaatkan dan menunjukkan adanya perubahan nilai
feses udang. Proses akumulasi tersebut konsentrasi oksigen terlarut pada masing-
akan mempengaruhi konsentrasi MPT masing perlakuan. Diagram batang
dalam bak pemeliharaan sehingga konsentrasi DO menunjukkan bahwa pada
konsentrasi MPT pada bak tanpa sistem bak resirkulasi, konsentrasi DO cenderung
resirkulasi lebih tinggi daripada bak lebih tinggi dibandingkan pada bak tanpa
dengan sistem resirkulasi. resirkulasi selama penelitian. Nilai
konsentrasi oksigen terlarut pada bak
Konsentrasi MPT pada minggu tanpa system resirkulasi pada minggu
pertama sampai pada minggu ke empat pertama mencapai 6,18 mg/L, dan pada
pada bak resirkulasi mengalami tingkat minggu ke enam 3,40 mg/L. Sedangkan
penurunan yang signifikan tetapi mulai konsentrasi oksigen terlarut pada bak
pada minggu ke lima sampai minggu ke yang menggunakan sistem resirkulasi
enam, penurunan yang terjadi tidak pada minggu pertama mencapai 6,34
signifikan. Hal ini diakibatkan oleh proses mg/L, pada minggu ke enam 5,60 mg/L.
adsorpsi yang dilakukan oleh karbon aktif
yang mulai tidak optimal. Hal tersebut Kandungan oksigen terlarut (DO)
diduga disebabkan oleh proses adsorpsi yang terukur selama penelitian
yang dilakukan secara terus menerus oleh menunjukkan konsentrasinya pada bak

174 Kualitas Air Media Pemeliharaan Benih Udang Windu (Ali Djunaedi et al.)
Jurnal Kelautan Tropis November 2016 Vol. 19(2):171-178

resirkulasi lebih tinggi dibandingkan pada bak tanpa resirkulasi (Gambar 2).

8.000

7.000

6.000
DO (mg/L)

5.000
Resirkulasi
4.000
Tanpa resirkulasi
3.000

2.000

1.000

0.000
1 2 3 4 5 6
Minggu

Gambar 2. Diagram batang konsentrasi oksigen terlarut (mg/L) pada air media
pemeliharaan benih udang windu (P. monodon Fabricius) dengan sistem
resirkulasi dan tanpa resirkulasi.

Perbedaan konsentrasi oksigen terlarut dalam air, menjaga kestabilan suhu,


dalam pemeliharaan menggunakan membantu distribusi oksigen serta
sistem resirkulasi dan tanpa sistem menjaga akumulasi atau mengumpulkan
resirkulasi tersebut akibat adanya hasil metabolit beracun sehingga kadar
pergerakan air pada sistem resirkulasi, atau daya racun dapat ditekan.
maka akan memungkinkan terjadinya
proses agitasi oksigen dari udara pada Amonia dan Nitrit
saat air mengalir sehingga konsentrasi
oksiken akan meningkat. Disamping itu Kandungan Amonia, Nitrit, selama
Sistem ini mampu mengurangi akumulasi penelitian menunjukkan bahwa secara
bahan organik dan senyawa - senyawa umum kandungannya pada media non
toksik yang akan menggunakan oksigen resirkulasi selalu meningkat dan lebih tinggi
yang terlarut dalam air dalam proses dibandingkan dengan media resirkulasi.
perombakannya. Sedangkan pada media resirkulasi pada
minggu pertama sampai ke empat
Sebaliknya pada bak tanpa sistem mengalami penurunan dan mengalami
resirkulasi, bahan organik yang berasal peningkatan pada minggu kelima sampai
dari feses maupun hasil metabolisme serta akhir penelitian.
sisa pakan yang tidak termanfaatkan oleh
udang terakumulasi di dasar bak sehingga Data Amonia dan Nitrit yang terukur
dapat memicu peningkatan konsentrasi selama penelitian menunjukkan
senyawa beracun dalam air media konsentrasinya pada perlakuan resirkulasi
budidaya. Akumulasi bahan organik lebih rendah dibandingkan konsentrasi
tersebut dapat menurunkan nilai DO. amonia pada bak tanpa resirkulasi
Penurunan ini terjadi karena DO tersebut (Gambar 3). Perbedaan konsentrasi
digunakan oleh bakteri aerob, yaitu Amonia dan Nitrit dalam sistem
nitrosomonas dan nitrobacter untuk pemeliharaan menggunakan sistem
melakukan dekomposisi bahan organik. resirkulasi dan tanpa sistem resirkulasi
Sedangkan menurut Lesmana (2004) tersebut akibat pengaruh penggunaan
resirkulasi (perputaran) air dalam filter karbon aktif dan protein skimmer
pemeliharaan udang sangat berfungsi dalam sistem resirkulasi. Sistem ini mampu
untuk membantu keseimbangan biologis mengurangi akumulasi bahan organik dan

Kualitas Air Media Pemeliharaan Benih Udang Windu (Ali Djunaedi et al.) 175
Jurnal Kelautan Tropis November 2016 Vol. 19(2):171-178

senyawa-senyawa toksik yang organik dalam media pemeliharaan


membahayakan paska larva udang windu akibat kurang optimalnya adsorpsi karbon
yang diakibatkan oleh sisa-sisa pakan aktif akan memicu timbulnya senyawa
maupun sisa hasil metabolisme yang toksik yang membahayakan, seperti
mengendap di dasar bak. Disamping itu amonia dan nitrit.
penurunan kadar ammonia dan nitrit
pada system resirkulasi juga diakibatkan Suhu dan pH
oleh aktifitas bakteri yang ada system filter.
Kecepatan penurunan tergantung dari Suhu media air pemeliharaan pada
permukaan media yang ada serta kedua media pemeliharaan relative stabil
kecepatan aliran air pada system pada minggu pertama sampai minggu
resirkulasi (Helfrich dan Libey, 1991) ketiga. Serdangkan pada minggu kempat
dan kelima mengalami penurunan, akan
Konsentrasi amonia dan Nitrit pada tetapi pada minggu keenam naik kembali.
minggu pertama sampai pada minggu ke Sedangkan kandungan pH pada kedua
empat pada bak resirkulasi terus media berfluktuatif, mengalami
mengalami kecenderungan penurunan, penurunan dari minggu pertama sampai
tetapi mulai pada minggu ke lima dan ke ketiga dan naik pada minggu ke lima
enam konsentrasi amonia mengalami sampai akhir penelitian (Gambar 4).
kenaikan. Hal ini disebabkan oleh adanya
penumpukan partikel padatan bahan Nilai pH pada bak resirkulasi dan
organik pada filter karbon aktif sehingga tanpa resirkulasi mempunyai kisaran nilai
mengalami penyumbatan dan proses yang cenderung stabil, hal ini disebabkan
adsorpsi yang dilakukan menjadi kurang oleh adanya mekanisme sistem
optimal. Peningkatan konsentrasi bahan penyangga pada air laut sehingga

176 Kualitas Air Media Pemeliharaan Benih Udang Windu (Ali Djunaedi et al.)
Jurnal Kelautan Tropis November 2016 Vol. 19(2):171-178

Gambar 3. Diagram batang konsentrasi amonia dan Nitrit (mg/L) pada air media
pemeliharaan benih udang windu (P. monodon Fabricius) dengan sistem
resirkulasi dan tanpa resirkulasi.
31.5

31

30.5
30
Suhu (*C)

29.5 Resirkulasi
29 Tanpa resirkulasi

28.5
28
27.5

27
1 2 3 4 5 6
Minggu

8.05

7.95
Resirkulasi
pH

7.9
Tanpa resirkulasi
7.85

7.8

7.75
1 2 3 4 5 6
Minggu

Gambar 4. Diagram batang konsentrasi Suhu dan pH pada air media pemeliharaan benih
udang windu (P. monodon Fabricius) dengan sistem resirkulasi dan tanpa
resirkulasi.

perubahan pH secara drastis dapat Fluktuasi nilai suhu air selama


dihindari (Effendi, 2003). Nilai pH yang penelitian tersebut diduga disebabkan
terukur menunjukkan kondisi yang oleh volume air dalam bak yang
cenderung basa. Hal ini menunjukkan berkurang karena proses penyiponan
bahwa nilai pH masih layak dan aman maupun penguapan secara alami. Hal ini
untuk kegiatan budidaya udang windu telah diantisipasi dengan menutup bak
serta mendukung untuk penerapan sistem pemeliharaan udang selama penelitian
resirkulasi. Nilai pH rendah (6,4) dengan jaring untuk menghindari fluktuasi
menyebabkan udang menjadi keropos suhu yang tinggi sehingga dapat
dan selalu lembek karena tidak dapat mendukung kehidupan udang yang
membentuk kulit baru. Nilai pH 6,4 dapat dipelihara serta mendukung penerapan
menurunkan laju pertumbuhan sebesar sistem resirkulasi. Tricahyo (1994)
60%. Nilai pH tinggi (9,0–9,5) menyebabkan menjelaskan bahwa suhu air yang terbaik
peningkatan konsentrasi amonia, secara bagi pertumbuhan dan kehidupan udang
tak langsung dapat membahayakan windu adalah berkisar antara 28 – 320C.
kehidupan udang (Boyd, 1992). Suhu air sangat berpengaruh terhadap
proses kimia dan biologi perairan. Daya

Kualitas Air Media Pemeliharaan Benih Udang Windu (Ali Djunaedi et al.) 177
Jurnal Kelautan Tropis November 2016 Vol. 19(2):171-178

kelarutan oksigen di dalam air akan Furwoko, A. 2001. Memahami kembali


semakin rendah jika suhu air semakin tambak sistem resirkulasi tertutup.
meningkat dan sebaliknya tingkat Majalah Mitra Bahari. Jakarta. V (4) :
konsumsi oksigen akan semakin tinggi. Hal 212 – 222
ini dapat menyebabkan tingkat oksigen Hartoko, A. 1995. Studi pemakaian karbon
terlarut berkurang sehingga dapat aktif dan zeolit sebagai upaya
mempengaruhi kehidupan udang windu pengurangan limbah amonia dan
(Effendi, 2003). nitrit pada hatchery udang. Jurusan
Perikanan Fakultas Peternakan UNDIP.
Semarang. 89 hlm.
KESIMPULAN Helfrich LA and G. Libey.,1991. Fish Farming
in Resirculation Aquaculture System
Sistem resirkulasi budidaya benih (RAS). Department of Fisheries and
udang windu dapat meningkatkan Wildlife Sciences. Virginia.
kualitas air, akan tetapi mulai kurang Hendrajat, E.A. 2008. Pentokolan udang
optimal pada minggu ke lima selama vaname (Litopenaeus vannamei)
pemeliharaan. menggunakan sistem hapa tanpa
aerasi dengan padat penebaran
berbeda. Prosiding Seminar Nasional
DAFTAR PUSTAKA Tahunan V Hasil Penelitian Perikanan
dan Kelautan. Universitas Gajah
Boyd, C. E. 1992. Water Quality Mada. Yogyakarta. Budidaya
Management For Pondfish Culture. Perikanan, hlm. 1-6.
Elsevier Scientific Publishing Company. Hendrajat, E.A dan Brata Pantjara., 2012.
New York. 318 pp. Pentokolan Udang Windu Penaeus
Budiardi, T, R. D. Salleng dan N. B. P. monodon Fab. Sistem Hapa dengan
Utomo., 2005. Pentokolan Udang Ukuran Pakan Berbeda. Prosiding
Windu Penaeus monodon Fab dalam Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi
Hapa Pada Tambak Intensif dengan Akuakultur 2012. Hal 41-44.
Padat Tebar Berbeda. Jurnal Kaul, B. K. 1987. Adsorption Equilibrium
Aquakultur Indonesia, 4(2): 154-158 Data Handbook. Ind. Eng. Chem. Res.
Darmono. 1991. Budidaya Udang 26.928. P. 305 – 324.
Penaeus. Penerbit Kanisius. Tricahyo, E. 1994. Biologi dan Kultur Udang
Yogyakarta. 104 hlm. Windu (Penaeus monodon FAB).
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Akademika Pressindo. Jakarta. 128
Pengelolaan Sumber Daya hlm.
Lingkungan dan Lingkungan Perairan.
Penerbit Kanisius. Jakarta. 200 hlm.

178 Kualitas Air Media Pemeliharaan Benih Udang Windu (Ali Djunaedi et al.)

Das könnte Ihnen auch gefallen